USWATUN KHASANAH
1511414076
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
MAKASSAR
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Semakin majunya media komunikasi dan transportasi di Indonesia memungkinkan
pertukaran informasi dan produk menjadi cepat, terutama di Indonesia sendiri yang
merupakan Negara dengan kepulauan terbanyak di dunia yang terletak di Asia tenggara. Hal
tersebut memungkinkan harus terdapat media komunikasi yang baik dan adanya transportasi
yang mendukung antar pulau, demi untuk memudahkan keberlangsungan Pembangunan di
Indonesia. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Hal ini dapat dilihat dari
banyaknya suku bangsa di Indonesia yang mendiami berbagai pulau yang ada. Mereka
tersebar di Kepulauan Nusantara yang berjumlah sekitar 13.677 pulau. Mereka
dikelompokkan pada sekitar 300 suku bangsa atau kelompok etnis dengan menggunakan
bahasa komunikasi yang berbeda-beda yang jumlahnya lebih dari 250 bahasa. Semua dengan
segala aneka warna kebudayaan sendiri-sendiri yang masing-masing dapat dibedakan. Ketika
produk atau benda mati dipertukarkan ke daerah yang lain di Indonesia dengan budaya,
bahasa, dan latar belakang sejarah yang berbeda hal tersebut tidak akan memberikan pengaruh
apapun. Namun, bagaimana jika yang dipertukarkan adalah manusia, yang memiliki insting,
akal, dan perasaan, hal tersebut akan menjadi kajian yang menarik untuk dibahas.
Dewasa ini dalam dunia pendidikan banyak ditemukan
mengenai program
pertukaran pelajar atau mahasiswa dari universitas satu ke universitas yang lain di seluruh
Indonesia. Misalnya, pertukaran mahasiswa antara Fakultas Psikologi Universitas Negeri
Makassar (UNM) dengan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) jurusan psikologi Universitas
Negeri Semarang (Unnes) selama satu semester pada awal bulan September sampai dengan
akhir bulan Januari. Mahasiswa disini merupakan manusia yang memiliki insting, akal, dan
perasaan. Mahasiswa akan merespon setiap stimulus dari luar dirinya, ketika ia dihadapkan
dengan situasi yang berbeda, yaitu dari kebudayaan Jawa menjadi kebudayaan Makassar.
Terjadinya culture shock mungkin akan mereka alami dalam proses adaptasi budaya. culture
shock merupakan fenomena yang akan dialami oleh setiap orang yang melintasi dari suatu
budaya ke budaya lain sebagai reaksi ketika berpindah dan hidup dengan orang-orang yang
berbeda pakaian, rasa, nilai,bahkan bahasa dengan yang dipunyai oleh orang tersebut
(Littlejohn, 2004;Kingsley and Dakhari, 2006; Balmer, 2009).
Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin mengetahui dan mengkaji tentang culture
shock pada Mahasiswa pertukaran pelajar dari Unnes yang berada di Makassar.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran culture shock yang terjadi pada mahasiswa pertukaran dalam
proses adaptasi budaya baru di Makassar?
2. Mengapa culture shock terjadi pada mahasiswa pertukaran?
3. Aspek-aspek dan gejala culture shock apa saja yang terjadi pada Mahasiswa
pertukaran?
4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terbentuknya culture shock pada mahasiswa
pertukaran ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mendapatkan gambaran secara mendalam mengenai culture shock yang terjadi
pada mahasiswa pertukarang dalam proses adaptasi budaya baru di Makassar
2. Untuk mengetahui secara mendalam mengapa culture shock terjadi pada mahasiswa
pertukaran.
3. Untuk mengetahui secara mendalam mengenai aspek dan gejala culture shock yang
dialami oleh mahasiswa pertukaran.
4. Untuk mengetahui secara mendalam faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi culture
shock pada mahasiswa pertukaran.
D. Manfaat Penelitian
Adapun menfaat dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Praktis
Memberikan informasi dan gambaran mengenai culture shock pada mahasiswa
pertukaran, sehingga secara tidak langsung dapat mengatasi masalah-masalah yang
terkait culture shock yang dialami oleh mahasiswa pertukaran terhadap latar belakang
budaya yang berbeda.
2. Manfaat Teoritis
Memberikan masukan yang bermanfaat bagi perkembangan Ilmu Psikologi khususnya
Psikologi Lintas Budaya dan diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk
penelitian selanjutnya mengenai culture shock pada mahasiswa pertukaran.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Culture Shock
Budaya baru yang dirasakan berbeda oleh individu, ternyata secara tidak sadar mampu
mempengaruhi kepribadian dan perilaku individu tersebut. Ketika individu dipisahkan dari
budayanya, baik secara fisik maupun psikis, dan menghadapi kondisi yang berbeda atau
bertolak belakang dengan gambaran dan asumsi yang dipercaya sebelumnya maka pada saat
itulah individu menjadi sepenuhnya sadar akan sistem kontrol dari budayanya yang selama ini
tersembunyi (Gudykunst dan Kim, 2003).
1. Definisi Culture shock
Istilah culture shock diperkenalkan pertama kali oleh Oberg pada tahun 1958 untuk
mendiskripsikan kecemasan ketika individu berpindah ke suatu lingkungan yang baru.
Oberg (Indrianie, 2012) menyatakan bahwa Culture shock adalah menggambarkan
keadaan psikologi yang negative, reaksi pasif dari individu dalam menghadapi lingkungan
budaya yang berbeda. Culture shock terjadi karena nilai budaya yang dimiliki mahasiswa
berbeda dengan nilai budaya yang dimiliki masyarakat di lingkungan mahasiswa
melanjutkan pendidikan.
Nian (2009) mengatakan bahwa culture shock adalah tekanan dan kecemasan yang
dialami oleh individu ketika pergi ke suatu social dan budaya yang baru. culture shock
dapat terjadi dalam lingkungan yang berbeda, dapat mengenai individu yang mengalami
perpindahan dari suatu daerah ke daerah lain dalam negaranya sendiri (intra-nasional) atau
individu yang berpindah ke negeri lain. culture shock juga didefenisikan sebagai perasaan
tidak nyaman, rasa takut, atau rasa tidak aman yang dirasakan individu saat memasuki
budaya lain. (Lulzime, 2013).
Cameron & Chaterine (2010) menjelaskan culture shock adalah pengalaman
transisi yang dihadapi individu karena merasa tidak dapat menyesuaikan diri dengan
budaya baru. Kohls (Rajasekar & Frnk , 2013) menyatakan bahwa culture shock adalah
reaksi psikologis atau disorientasi yang dialami individu ketika tinggal di lingkungan baru
dalam jangka waktu tertentu. culture shock
disebabkan oleh lingkungan baru atau adding dan tidak adanya tanda-tanda keakraban
pada lingkungan baru. culture shock juga dapat disebabkan oleh sikap etnosentris
individu. Etnosentris adalah kepercayaan individu pada suatu kelompok etnis atau budaya
tertentu disertai pengabaian dan penghinaan pada budaya baru. Xia (2009) menjelaskan
bahwa Culture shock dapat mempengaruhi kemampuan individu dalam memecahkan
masalah dan mengambil keputusan dan hal ini akan menurunkan motivasi untuk
beradaptasi dengan hal-hal yang baru.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
culture shock adalah kondisi psikologis individu yang negative atau disorientasi pada
Jadi, mahasiswa pertukaran adalah pelajar di perguruan tinggi yang dipilih dari
universitas asal untuk menempuh studi selama jangka waktu tertentu di universitas lain,
baik itu di dalam negeri maupun di luar negeri.
C. Gambaran Etnis Jawa dan Bugis-Makassar
1. Etnis Jawa
a. Masyarakat Jawa
Etnis Jawa tinggal di Pulau Jawa yang termasuk Kepulauan Sunda Besar di
Kepulauan Indonesia. Pulau ini panjangnya 1.100 km, sedangkan lebarnya 120
km. Luas Pulau Jawa adalah 132.187 km. Daerah suku bangsa Jawa adalah Jawa
Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur.
b. Nilai-Nilai Budaya Masyarakat Jawa
Bagi masyarakat Jawa terdapat dua nilai yang dianggap sebagai kaidah dasar
dalam kehidupan masyarakat Jawa. Kaidah pertama disebut dengan nilai kerukunan,
sedangkan kaidah yang kedua disebut sebagai nilai penghormatan. Kedua nilai ini
merupakan kerangka normatif yang menentukan segala bentuk interaksi dalam
masyarakat Jawa (Suseno 2001).
pemerintahan terbagi menjadi 24 kabupaten dan 3 kota, dengan 296 kecamatan dan
2.946 desa/kelurahan.
b. Nilai-Nilai Budaya Bugis-Makassar
1) Konsep Ade
Ade yang dalam bahasa Indonesia adalah adat istiadat. Bagi masyarakat bugis,
ada empat jenis adat. Ade maraja, yang dipakai dikalangan Raja atau para
pemimpin. Ade puraonro, yaitu adat yang sudah dipakai sejak lama di masyarakat
secara turun temurun. Ade assamaturukeng, peraturan yang ditentukan melalui
kesepakatan. Ade abiasang, adat yang dipakai dari dulu sampai sekarang dan
sudah diterapkan dalam masyarakat.
Menurut Lontara Bugis, terdapat lima prinsip dasar dari ade yaitu ade,
bicara, rapang, wari, dan sara. Konsep ini lebih dikenal sebagai pangngadereng.
Ade merupakan manifestasi sikap yang fleksibel terhadap berbagai jenis peraturan
dalam masyarakat. Rapang lebih merujuk pada model tingkah laku yang baik
yang hendaknya diikuti oleh masyarakat. Sedangkan wari adalah aturan mengenai
keturunan dan hirarki masyarakat sara yaitu aturan hukum Islam. Siri
memberikan prinsip yang tegas bagi tingkah laku orang bugis. Menurut Pepatah
orang bugis, hanya orang yang punya siri yang dianggap sebagai manusia.
Naia tau dee sirina, de lainna olokoloe. Siri e mitu tariaseng tau. Artinya
Barang siapa yang tidak punya siri, maka dia bukanlah siapa-siapa, melainkan
hanya seekor binatang.
2) Konsep siri
Makna siri dalam masyarakat bugis sangat begitu berarti sehingga ada
sebuah pepatah bugis yang mengatakan SIRI PARANRENG, NYAWA PA
LAO, yang artinya : Apabila harga diri telah terkoyak, maka nyawa lah
bayarannya.Begitu tinggi makna dari siri ini hingga dalam masyarakat bugis,
kehilangan harga diri seseorang hanya dapat dikembalikan dengan bayaran nyawa
oleh si pihak lawan bahkan yang bersangkutan sekalipun.
Siri Na Pacce secara lafdzhiyah Siri berarti : Rasa Malu (harga diri),
sedangkan Pacce atau dalam bahasa Bugis disebu Pesse yang berarti :
Pedih/Pedas (Keras, Kokoh pendirian). Jadi Pacce berarti semacam kecerdasan
emosional untuk turut merasakan kepedihan atau kesusahan individu lain dalam
komunitas (solidaritas dan empati). Kata Siri, dalam bahasa Makassar atau
Bugis, bermakna malu. Sedangkan Pacce (Bugis: Pesse) dapat berarti tidak
tega atau kasihan atau iba. Struktur Siri dalam Budaya Bugis atau Makassar
mempunyai empat kategori, yaitu :
a) Siri Ripakasiri
Adalah Siri yang berhubungan dengan harga diri pribadi, serta harga diri
atau harkat dan martabat keluarga. Siri jenis ini adalah sesuatu yang tabu dan
pantang untuk dilanggar karena taruhannya adalah nyawa.
b) Siri Mappakasirisiri
Siri jenis ini berhubungan dengan etos kerja. Dalam falsafah Bugis
disebutkan, Narekko degaga sirimu, inrengko siri. Artinya, kalau Anda
tidak punya malu maka pinjamlah kepada orang yang masih memiliki rasa
malu (Siri). Begitu pula sebaliknya, Narekko engka sirimu, aja
mumapakasiri-siri. Artinya, kalau Anda punya malu maka jangan membuat
malu (malu-maluin).
c) Siri Tappela Siri (Bugis: Teddeng Siri)
Artinya rasa malu seseorang itu hilang terusik karena sesuatu hal.
Misalnya, ketika seseorang memiliki utang dan telah berjanji untuk
membayarnya maka si pihak yang berutang berusaha sekuat tenaga untuk
menepati janjinya atau membayar utangnya sebagaimana waktu yang telah
ditentukan (disepakati). Ketika sampai waktu yang telah ditentukan, jika si
berutang
ternyata
tidak
menepati
janjinya,
itu
artinya
dia
telah
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
1. Studi Kasus
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
Pendekatan kualitatif disini berupa studi kasus. Studi kasus adalah studi yang
mempelajari fenomena khusus yang hadir dalam suatu konteks yang terbatasi. Kasus
ini dapat berupa individu, peran, kelompok kecil, organisasi, komunitas, atau bahkan
suatu bangsa (Poerwandari 1998). Menurut Poerwandari (1998) studi kasus dapat
dibedakan dalam beberapa jenis, yaitu :
a. Studi Kasus Instrinsik
Penelitian dilakukan karena ketertarikan atau kepedulian pada suatu kasus khusus.
Penelitian dilakukan untuk memahami secara utuh kasus tersebut tanpa harus
dimaksudkan untuk menghasilkan konsep-konsep atau teori-teori ataupun tanpa
upaya menggeneralisasikan.
b. Studi Kasus Instrumental
Penelitian pada suatu kasus unik tertentu, dilakukan untuk memahami isu dengan
lebih baik, juga untuk mengembangkan atau memperhalus teori.
c. Studi Kasus Kolektif.
Suatu studi kasus instrumental yang diperluas sehingga mencakup beberapa kasus.
Tujuannya adalah untuk mempelajari fenomena atau populasi dengan lebih
mendalam. Karena menyangkut kasus majemuk dengan fokus yang baik didalam
kasus maupun antar kasus, studi kasus ini sering juga disebut studi kasus majemuk
atau studi kasus komparatif.
B. Subjek Penelitian
1. Karakteristik Subjek
Subjek yang dipilih dalam penelitian ini merupakan salah satu dari mahasiswa
psikologi Unnes atau UNM yang sedang mengikuti program pertukaran mahasiswa
yang terjalin diantara kedua universitas tersebut.
2. Jumlah Subjek
Tidak ada aturan tertentu mengenai jumlah subjek dalam penelitian kualitatif.
Subjek tergantung pada apa yang ingin diketahui oleh peneliti, tujuan penelitian,
kredibilitas dan manfaat penelitian serta apa yang dapat dilakukan peneliti dengan
waktu dan sumber yang terbatas (Patton 1990). Jadi, dalam penelitian ini subjek
berjumlah dua orang.
C. Tahap - Tahap Penelitian
Adapun tahap-tahap dalam penelitian kualitatif ini terbagi atas dua tahap, yaitu
persiapan dan pelaksanaan.
1. Tahap Persiapan :
a. Membuat guideline wawancara.
b. Peneliti menghubungi responden untuk menentukan waktu dan tempat wawancara.
2. Tahap Pelaksanaan :
a. Peneliti menemui responden di tempat dan waktu yang telah disepakati sebelumnya.
b. Peneliti menjelaskan tujuan penelitian dan menekankan bahwa identitas responden
akan dirahasiakan.
c. Peneliti mengisi identitas responden.
d. Peneliti menanyakan kesediaan responden untuk menggunakan alat perekam selama
proses wawancara berlangsung.
e. Peneliti mulai mengajukan pertanyaan yang ada di dalam guideline yang telah dibuat
sebelumnya.
D. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan teknik penelitian kualitatif dengan menggunakan metode
observasi dan wawancara.
1. Pengertian Metode Observasi
Observasi adalah alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati
dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki. Tujuan dari observasi
menurut Poerwandari (1998) adalah mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitasaktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam kejadian yang diamati
tersebut. Deskripsi harus akurat, faktual dan teliti. Terdapat dua jenis observasi
menurut Ritandiyono (1998), yaitu :
a. Observasi Naturalis.
Observasi naturalis adalah kegiatan mengamati dan mencatat secara teliti
kejadian-kejadian yang muncul secara alami tanpa adanya manipulasi.
b. Observasi Sosiometri.
Merupakan bentuk observasi khusus dan berharga. Anggota-anggota suatu
kelompok saling mengamati, merekam reaksi-reaksi mereka antara satu dengan
yang lain dengan cara tertentu yang memungkinkan peneliti menaksir status
sosiometri kelompok.
Dalam melakukan penelitian ini jenis observasi yang digunakan adalah
observasi naturalis.
2. Pengertian MetodeWawancara
Penelitian ini menggunakan jenis wawancara informasional. Menurut Stewart &
Cash (2012) wawancara informasi adalah wawancara yang digunakan secara umum
untuk menggali informasi secara mendalam atau mendapatkan informasi yang releven,
akurat dan lengkap dalam waktu yang singkat.
E. Alat Bantu Penelitian
Penelitian ini dalam pelaksanaannya, peneliti menggunakan empat alat bantu yang
terdiri atas:
1. Guideline wawancara.
2. Alat Perekam.
3. Pedoman Observasi.
4. Alat Tulis.
F. Keabsahan dan Keajegan
Yin (1994) mengajukan empat kriteria keabsahan dan keajegan yang diperlukan dalam
suatu penelitian kualitatif. Empat hal tersebut adalah :
1. Keabsahan Konstruk (Construct Validity).
Keabsahan konstruk berkaitan dengan suatu kepastian bahwa yang terukur benarbenar merupakan variabel yang ingin diukur.
2. Keabsahan Internal (Internal Validity).
Keabsahan internal merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh
kesimpulan hasil penelitian menggambarkan keadaan sesungguhnya. Keabsahan ini
dapat dicapai melalui proses analisis dan interpretasi yang tepat.
3. Keabsahan Eksternal (External Validity).
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS
A. Hasil Wawancara dan Pelaksanaan
1. Identitas Subjek Pertama
Nama (inisial)
: AH
Usia
: 22 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Suku bangsa
: Jawa
Pekerjaan
: Mahasiswa
Alamat
: Jalan zamrud perumahan ambarawa asri no. 46, Semarang
Pertanyaan
Jawaban
1. Apa motif yang melatarbelakangi Anda Motif internal: ingin mencari pengalaman
mengikuti pertukaran mahasiswa?
2. Bagaimana
perasaan
Anda
eksternal:
pacar
saya
sangat
selama
di
Mengapa?
5. Apakah Anda merasa terjadi penolakan Mungkin karena saya kurang percaya dengan
di lingkungan Makassar?
6. Apakah
Anda
merasa
8. Apakah Anda belum bisa menyesuaikan Saat akhir-akhir bulan saya sudah mampu
diri di Makassar?
9. Apa halangan Anda dalam beradaptasi?
10. Apakah
Anda
berpikiran
terhadap kesehatan?
kesehatan saya.
11. Apakah Anda mengalami gangguan Saya sangat mengalami kesulitan tidur,
tidur?
12. Apakah
merasakan
tidur.
tekanan Dari pihak Unnes, karena dari awal pihak
merasa depresi.
13. Apakah Anda merasakan perasaan peka Terkadang, terutama saat awal bulan pertama.
atau sensitif , sehingga mudah marah?
14. Apakah Anda merasakan enggan Iya, terkadang
berhungungan dengan orang lain selama
disini?
15. Apakah Anda merasa kurang percaya Saya orangnya percaya diri seperti biasa,
diri selama disini?
begitupun saat berada di sini.
16. Apakah Anda mengembangkan perilaku Iya saya mengalaminya, disini saya lebih
terlalu rajin membersihkan tidak seperti sering membersihkan kamar saya.
sebelumnya selama di Makassar?
17. Apakah Anda meraskan rindu rumah Tidak, tetapi saya sangat rindu sama teman
selama berada di Makassar?
Pertanyaan
Jawaban
1. Apa motif yang melatarbelakangi Anda Motif internal: ingin mencari pengalaman
mengikuti pertukaran mahasiswa?
2. Bagaimana
perasaan
Anda
dan
kakak
alumni
pertukaran
mahasiswa.
saat Masih kangen rumah. Namun saya sudah
mahasiswa ke Makassar.
3. Bagaimana perasaan Anda saat berada di Senang, karena sebelumnya dalam pikiran
Makassar untuk pertama kalinya?
selama
di
Mengapa?
5. Apakah Anda merasa terjadi penolakan bukan dari mereka, tetapi dari saya pribadi
di lingkungan Makassar?
6. Apakah
Anda
merasa
10. Apakah
Anda
berpikiran
tentang
terhadap kesehatan?
kesehatan saya.
11. Apakah Anda mengalami gangguan Sejauh ini saya tidak mengalami gangguan
tidur?
12. Apakah
Anda
merasakan
tidur.
tekanan Dari pihak Unnes, karena saya dari sana juga
dan
bersalah
belum
mampu
Dari
orang
tua
yaitu
takut
yang
sensitif
dan
mudah
Anda
merasakan
perasaan mereka.
enggan
Bukan enggan, hanya saja saya bingung
berhungungan dengan orang lain selama memulai pembicaraan dengan orang lain.
disini? Mengapa?
15. Apakah Anda merasa kurang percaya Iya saya adalah seseorang yang kurang
diri selama disini?
yang suka berpetualang, mandiri, dan toleransi akan tidak mudah mengalami culture
shock (Kazantzis dalam Pederson, 1995).
Aspek-aspek culture shock yang terlihat adalah perasaan kehilangan dan kekurangan
keluarga, teman, status, dan kepemilikan. penolakan terhadap orang-orang di lingkungan
baru, tidak menyukai adanya perbedaan bahasa, kebiasaan, nilai atau norma, sopan santun
di daerah asal dengan di daerah baru, perasaan tidak berdaya yang disebabkan oleh
ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru (Indrianie, 2012). Namun
masih dalam taraf culture shock yang rendah dan adaptasi sosial yang wajar.
Faktor-faktor penyebab culture shock yang terlihat adalah kehilangan cues atau tandatanda yang dikenalnya, halangan bahasa, krisis identitas. Namun yang terlihat menonjol
adalah halangan bahasa dan kehilangan cues.
Gejala yang dialami mahasiswa pertukaran diantaranya adalah Kesedihan, kesepian,
Kesulitan untuk tidur (tidur terlalu banyak atau terlalu sedikit), tekanan atau depresi,
perasaan yang peka atau sensitif, cepat marah dan enggan untuk berubungan dengan orang
lain, mengidealkan daerah lama, rindu keluarga (homesick), Tidak percaya diri, merasa
kekurangan, kehilangan, dan gelisah, dan over cleaner. (Niam, 2009)
Namun, yang
terlihat dari hasil wawancara gejala tersebut terlihat masih pada taraf ringan. Pada subjek
pertama gejala yang terlihat jelas adalah perasaan kesepian dan kehilangan teman karena
jarang berkomunikasi dengan teman di Semarang. Sementara subjek kedua gejala yang
paling terlihat adalah perasaan rindu keluarga.
Fase culture shock yang dialami oleh mahasiswa pertukaran adalah adalah pada Fase
Arrival, terjadi pada satu sampai dua bulan setelah kedatangan individu ke tempat yang
baru. Fase culture shock, terjadi pada bulan-bulan awal sampai dengan bulan Oktober
bersamaan dengan fase adaptation. Fase Recovery, pada bulan November sampai dengan
bulan Januari mereka berada dalam fase ini. (kirana, 2012)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Gambaran Culture Shock pada Mahasiswa Pertukaran.
Berdasarkan penelitian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa culture shock yang
dialami oleh subjek adalah wajar dan normal yang merupakan reaksi terhadap
peralihan pada budaya yang berbeda. Hal tersebut ditandai dengan:
a. Motif internal yang kuat dari dalam diri subjek untuk mengikuti pertukaran pelajar
dan didukung oleh orang-orang yang berperan dalam hidup subjek.
b. Aspek-aspek culture shock terlihat, namun terbilang cukup ringan dan wajar
sebagai tahap penyesuaian.
c. Faktor-faktor penyebab culture shock yang paling berpengaruh besar terhadap
subjek adalah kendala bahasa. Namun hal ini terjadi pada adaptasi awal, dan untuk
selanjutnya dapat menyesuaikan dengan baik.
d. Gejala-gejala culture shock yang dialami oleh subjek cenderung masih pada taraf
ringan dan wajar.
e. Fase culture shock juga dialami oleh subjek, namun berlangsung lebih cepat dari
perkiraan.
B.Saran
Berdasarkan hasil penelitian di atas, peneliti mengajukan beberapa saran, diantaranya
adalah:
1. Hendaknya mahasiswa tidak takut mengikuti pertukaran mahasiswa dikarenakan akan
mengalami culture shock.
2. Motivasi yang tinggi baik dalam diri sendiri maupun orang di sekitar mampu
mengurangi terjadinya culture shock.
3. Sebaiknya mahasiswa yang akan mengikuti pertukaran membekali dirinya dengan
pemahaman akan budaya pada lingkungan dimana ia akan ditempatkan nanti.
Daftar Pustaka
Cameron, H., & Chaterine, K. (2010). Managing Culture Shock for First Year International
Students Entering Australian Universities. Thesis (tidak diterbitkan). (1995). 1-5
Gudykunst, William, & Yun Kim Young. (2003). communication with Strangers: An
Approach to Intercultural Communication. New York: McGraw-Hill
Imbasadi. (2012). Makna Siri Na Pacce Dimasyarakat Bugis-Makassar. diakses tanggal 12
Januari 2016, dari http://imbasadi.wordpress.com/agenda/data-karya-ilmiahbebas/unhas/makna-siri-na-pacce-dimasyarakat-bugis-makassar-friskawini/
Indrianie, E. (2012). Culture Adjustment Training untuk Mengatasi Culture Shock pada
Mahasiswa Baru yang Berasal dari Luar Jawa Barat, 14(03), 149-158.
Kirana, R. P. (2012). Strategi Adaptasi Pekerja Jepang Terhadap Culture Shock: Studi Kasus
Terhadap Pekerja Jepang di Instansi Pemerintah di Surabaya. Japanology. 1(1).
Marshall, C., & Rossman, G. B. (1946). Designing Qualitative Research (6th Edition).
Singapore: SAGE Publication.
Patton, M. Q. (1990). Qualitative Evaluation and Research Methodes (2nd ed.). Beverly Hills,
California: Sage.