(Disusun guna memenuhi tugas project mata kuliah Kajian Aktual Psikologi
Sosial)
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
Kelompok 1
JURUSAN PSIKOLOGI
2023
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Rasisme ............................................................................................................... 6
KESIMPULAN.................................................................................................... 20
SARAN ................................................................................................................. 21
LAMPIRAN ......................................................................................................... 23
A. TRANSKRIP WAWANCARA
B. DOKUMENTASI WAWANCARA
ii
PENDAHULUAN
Setiap orang yang berpindah dari daerah asalnya ke daerah lain memiliki
potensi untuk merasakan kebingungan atau mungkin terkejut karena adanya
perbedaan budaya, cara berkomunikasi, dan cara berperilaku. Indonesia yang
merupakan negara dengan suku dan bahasa daerah yang sangat beragam dapat
memungkinkan untuk memunculkan fenomena tersebut, bahkan untuk yang warga
negara Indonesia itu sendiri. Misalnya saja orang dari JABODETABEK yang
pindah ke daerah seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur pasti akan cukup kaget
dengan perbedaan budaya yang muncul seperti cara berbicara, tata sopan santun
yang dipegang, dan unsur budaya yang masih kental.
Rasa terkejut, yang mungkin juga diiringi dengan rasa gelisah karena
bersentuhan dengan budaya baru yang berlainan dengan budaya yang dipegang
dinamakan dengan fenomena Culture Shock (Oberg, K., 1960). Culture shock
adalah fenomena yang bisa dirasakan setiap orang yang memiliki budaya
bersentuhan dengan budaya lain yang berlainan dengan budayanya, tidak terkecuali
orang asing yang masuk ke suatu negara. Orang asing yang masuk ke negara lain
yang budayanya berseberangan atau mungkin berlainan dengan budaya yang dianut
cenderung merasakan fenomena ini dan tidak jarang menimbulkan rasa tidak
nyaman, gelisah, ataupun takut (Uno, 2022).
1
Dibuatnya laporan ini dimaksudkan untuk mengemukakan fakta lapangan
mengenai fenomena culture shock yang mungkin dirasakan oleh mahasiswa asing
yang berkuliah di UNNES dan menetap di asrama putra UNNES.
TINJAUAN PUSTAKA
Culture Shock
Istilah culture shock pertama kali muncul dikemukakan oleh Oberg, K. (1960) yang
menyatakan bahwa Culture shock merupakan sebuah bentuk kejutan budaya yang
sering dialami oleh individu ketika berada dalam situasi, tempat, serta kebiasaan
yang berbeda dari kehidupan sebelumnya. Ketika seseorang berpindah ke negara
atau lingkungan yang memiliki nilai-nilai, norma, bahasa, dan kebiasaan yang
berbeda secara signifikan, dia mungkin mengalami culture shock. Ward (dalam
Uno, 2022) mendefinisikan culture shock sebagai suatu proses aktif dalam rangka
menghadapi perubahan Ketika ada dalam lingkungan yang masih kurang familiar.
Proses aktif ini terdiri dari affective, behavior, dan cognitive individu, yaitu reaksi
individu tersebut merasa, berperilaku, dan berpikir ketika menghadapi pengaruh
budaya kedua.
Konsep dari culture shock ini berkembang seiring berjalannya waktu. Adler
(dalam Uno, 2022) mendefinisikan culture shock sebagai reaksi emosional terhadap
perbedaan budaya yang tak terduga dan kesalahpahaman pengalaman yang berbeda
sehingga dapat menyebabkan perasaan tidak berdaya, mudah marah, dan ketakutan
akan di tipu, dilukai ataupun diacuhkan. Dengan kata lain, culture shock mengacu
2
pada reaksi langsung seseorang ketika menemukan perbedaan signifikan antara
budaya tempat asal ia tinggal dengan budaya dalam lingkungan barunya, sehingga
itu dapat menimbulkan perasaan yang tak berdaya karena tidak mengetahui
bagaimana menanggapi hal itu.
● Faktor Intrapersonal
3
● Faktor Manifestasi Sosial Politik
Culture shock merupakan fenomena yang tidak dapat dihindari oleh karena
itu terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi culture shock,
Berikut ini adalah beberapa cara umum yang dapat membantu seseorang mengatasi
culture shock:
● Belajar Bahasa
4
● Bersikap Terbuka dan Fleksibel
● Berpikir Positif
Cultural Differences
Menurut Diversity Dictionary (dalam Al-Obaydi, 2019) keragaman budaya adalah
Situasi yang mencakup representasi dari beberapa (biasanya semua) kelompok
dalam lingkungan yang ditetapkan seperti universitas atau tempat kerja. Sementara
menurut Burden dan Byrd (dalam Al-Obaydi, 2019) Keragaman budaya tercermin
dalam beragamnya nilai, keyakinan, sikap, dan aturan yang menentukan kelompok
budaya regional, etnis, agama, dan lainnya. Dan menurut Koentjaraningrat (dalam
Arif, 2013) kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus
dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu.
Maka dari itu Cultural Differences adalah perbedaan representasi dari keragaman
nilai, keyakinan, sikap, dan aturan yang merupakan gagasan dan karya manusia dari
beberapa kelompok dalam lingkungan.
5
1. Menurut Wahdiah (dalam Nuraeni, et al. 2022) mengatakan bahwa dalam
proses komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya dibutuhkan
pengertian atau pemahaman yang lebih komprehensif.
2. Budaya sangat memengaruhi pola pikir, maka dari itu akan sulit untuk
menyatukan orang-orang dengan pola pikir yang berbeda (Nuraeni, et al.
2022)
3. Munculnya sikap rasisme akibat rasa superior atas budaya sendiri kepada
budaya lain
4. Dapat memantik pertikaian akibat rasa kebanggaan atas budaya masing-
masing.
Namun tidak hanya dampak negatif yang timbul dari Cultural Differences,
terdapat juga dampak positif yang bisa dihasilkan seperti menjadikan negara kaya
akan budaya, menjadi identitas bangsa dan diri sendiri, serta menciptakan sikap
toleransi yang tinggi. Jika kita datang sebagai pendatang baru disuatu daerah atau
disuatu negara, kita dapat melakukan beberapa Cara untuk menghadapi Cultural
Differences menurut Junaedi (2017), antara lain:
Rasisme
6
Secara umum, stigma yang terbentuk sejak kecil akan bertahan lama pada seorang
individu dan mengubah individu itu menjadi rumah di mana "rasisme" hidup.
Menurut pendapat lain yaitu Kaslam dan Sulistiani (2021), Rasisme adalah
pemahaman yang menganggap rasnya lebih unggul dari ras lain. Kita masih sering
menjumpai rasisme di berbagai wilayah dunia mulai dari kasus yang mengarah pada
kejahatan ringan hingga pembunuhan. Rasisme merupakan ide atau teori yang
menilai hubungan sebab akibat antara sifat-sifat fisik yang diwariskan dan sifat-
sifat yang melekat pada seseorang mengenai kepribadian, kecerdasan, budaya atau
yang menimbulkan superioritas ras tertentu atas ras yang lain.
Definisi lain dari rasisme adalah keyakinan bahwa ras seseorang lebih
unggul dari semua ras lain. Di banyak bagian dunia, rasisme masih menjadi masalah
yang dapat mengakibatkan apa saja mulai dari pelanggaran kecil hingga
pembunuhan. Menurut pendapat dari Mabrur (2021), Rasisme adalah konsep atau
teori yang meneliti hubungan antara karakteristik fisik yang diwariskan dan
kepribadian bawaan seseorang, kemampuan intelektual, atribut budaya, atau
karakteristik lain yang berkontribusi pada keunggulan satu ras atas yang lain. Oleh
karena itu, perilaku rasis dalam kelompok tertentu adalah pernyataan superioritas
arogan berdasarkan ras, etnis, atau budaya terhadap individu atau komunitas yang
berbeda dari mereka. Jadi bisa disimpulkan bahwa rasisme merupakan perbuatan
tidak terpuji, berupa merendahkan dan menjelekkan ras lain, yang dimana suatu ras
merasa lebih unggul dari ras lain, padahal hal tersebut tidak boleh dilakukan karena
manusia memiliki hak yang sama sebagai manusia dan juga memiliki keunikan
yang dimiliki oleh individu masing-masing.
7
banyak orang di Indonesia yang hanya ingin bergaul dengan satu suku, satu agama,
atau satu ras. Misalnya, pemilik bisnis kulit putih suka berinteraksi dengan pemilik
bisnis kulit putih lainnya dan tidak ingin melakukannya dengan pemilik bisnis kulit
hitam (Suryani dan Dewi, 2021).
Dalam sejarah Indonesia pun telah terjadi banyak tragedi rasisme yang
memakan banyak korban dan memberikan psikologis yang luar biasa seperti,
Tragedi Mei 1998 (kekerasan terhadap etnis Tionghoa), Kerusuhan Ambon 1999
(perseteruan Islam dan Kristen), Kerusuhan Sampit, Kerusuhan Poso, Kerusuhan
Sambas, dan Kerusuhan Papua adalah beberapa insiden rasis yang terjadi di
Indonesia, menurut data dari berbagai sumber, hal ini terjadi karena wilayah
geografis Indonesia sangat luas, dan ada banyak suku berbeda di sana yang sangat
rentan terhadap rasisme. Biasanya rasisme sering dimulai dengan masalah kecil
yang melibatkan anggota berbagai suku. Tetapi karena tidak ditangani dengan
cepat, setelah itu masalahnya menyebar ke mana-mana dan memicu kerusuhan
antar suku. Kerusuhan yang terjadi disebabkan oleh ketidakmampuan rakyat untuk
menahan emosi dan kurangnya persaudaraan di antara mereka.
Intinya konflik rasisme ini menurut Kaslam dan Sulistiani (2021), memiliki
dua penyebab utama, yang pertama adalah perbedaan horizontal antara para pihak.
Etnis, etnis, agama, pekerjaan, dan profesi hanyalah beberapa dari varian dari ini.
Mereka memiliki cara yang berbeda dalam memandang hal-hal dalam kehidupan
sehari-hari mereka, yang mengarah pada argumen dan ketidaksepakatan yang
akhirnya menjadi bermusuhan. Kedua, karena disparitas vertikal. Perbedaan ini
termasuk perbedaan dalam uang, kekuasaan, dan pendidikan. Konflik sering
muncul sebagai akibat dari kesewenang-wenangan satu kelompok terhadap
kelompok lainnya. Intimidasi, pembunuhan, dan kebencian ekstrem terhadap orang
lain hanyalah beberapa manifestasi rasisme lebih lanjut. Pada awalnya, itu mungkin
hanya mengejek, menggertak, atau secara sadar berusaha untuk mengecualikan
orang lain dari kegiatan dan organisasi tertentu karena penampilan fisik atau daerah
asal mereka. Akibatnya, rasisme akan berkembang dalam lingkungan yang secara
sosial tidak setara dan beragam. Perilaku rasis pada dasarnya adalah bentuk
pertahanan diri manusia ketika seseorang merasa terancam oleh posisi, keberadaan,
8
atau posisi mereka. Untuk membuat posisinya tampak lebih signifikan dan dihargai
di mata orang lain, seseorang akan terlibat dalam perilaku rasis. Kecemburuan
masyarakat, yang tumbuh ketika orang lain berhasil, juga hadir bersama dengan dua
faktor ini.
Ada dua jenis rasisme, Rasisme Terbuka dan Rasisme Inferensial, menurut
Stuart Hall dalam Islam (2021). Pertama, rasisme terang-terangan dan jelas disebut
sebagai rasisme terbuka. Misalnya, kasus Suarez, striker timnas Uruguay, yang
sengaja mengejek ras hitam P. Evra, mantan pemain Manchester United. Kedua,
Inferential Racism, yaitu bentuk rasisme yang bersifat tertutup atau implisit. Bentuk
rasisme ini tersembunyi dan selalu dalam keadaan yang sangat halus, dan terkadang
dalam bentuk lelucon. Rasisme inferensial dengan stereotipnya terhadap kelompok-
kelompok kecil, sengaja diproduksi melalui film, sinetron, dan iklan.
Para ahli yang dikutip di Dyah Ayu dalam Kaslam dan Sulistiani (2021)
mengklaim bahwa ketika melakukan kejahatan rasis, seseorang melewati lima
tahap:
1. Kesan gelisah. Rasa tidak aman dan rasa kehilangan identitas adalah dua
faktor yang berkontribusi terhadap rasisme. Orang-orang mencari organisasi
yang memiliki sifat yang sama dengan mereka ketika mereka merasa tidak
memiliki identitas. Kemiripan ini dapat berupa karakteristik ras, etnis, atau
lainnya. Di sisi lain, merasa aman akan mungkin terjadi jika Anda berada di
sekitar orang-orang yang seperti Anda. Kita tidak lagi mengalami kesepian
kehilangan identitas. Kita akan mengalami rasa keutuhan, kenyamanan, dan
penerimaan sosial yang lebih besar.
9
Hanya dapat dibayangkan bahwa perbedaan kecil atau kesalahpahaman antara
ras, agama, dan kelompok lain dapat mengakibatkan konflik.
3. Kehilangan rasa hormat terhadap orang lain. Rasisme akan berasal dari rasa
tidak aman. Karena itu, cukup menantang bagi kita untuk menghormati orang
lain. Bahkan ketika seorang anggota kelompok kita mungkin bertindak
mengagumkan di sekitar anggotanya sendiri, dia dapat dengan mudah
mengutuk dan membenci anggota kelompok lain. Seorang fanatik hanya ingin
merasa simpati kepada anggota sukunya sendiri. Namun ketika berinteraksi
dengan orang lain, ia hanya melihat kekurangan dan perbedaan yang ada. Ini
akan menutupi kesamaan lain yang sebenarnya dapat menyatukan kelompok
kita dengan orang-orang dari kelompok lain.
4. Stereotip. Pada titik ini, kita mulai stereotip, berpikir bahwa semua anggota
kelompok tertentu memiliki sifat yang sama. Kami juga akan
menggeneralisasikannya dengan cara yang kurang baik. Misalnya, diasumsikan
bahwa orang Sunda adalah pemalas, orang Papua adalah penjahat, orang Batak
sering jahat, dan sebagainya. Pada kenyataannya, setiap orang memiliki
kepribadian yang unik. Orang-orang yang sudah dibatasi oleh prasangka,
bagaimanapun, tidak dapat mengenali hal ini. Misalnya, ketika berhadapan
dengan orang kulit hitam, mereka akan langsung berasumsi bahwa orang ini
pasti berniat jahat.
10
Ada banyak akar penyebab rasisme yang berbeda. Faktor lingkungan sosial
memainkan pengaruh yang signifikan dimulai dengan interaksi manusia.
1. Sosialisasi dalam rumah tangga yang salah adalah salah satu faktor yang
berkontribusi terhadap rasisme. Sebaliknya, orang tua harus mengajari anak-
anak mereka pelajaran positif. Adalah umum bagi anak-anak untuk belajar
menjadi agresif terhadap satu sama lain. Oleh karena itu, ada kefanatikan
terhadap orang lain di mana Anda nongkrong;
3. Praktik budaya. Area dengan beragam budaya dan praktik memiliki dampak
besar pada cara golog berpikir, merasakan, dan memahami dunia. Konflik antar
budaya dapat mengakibatkan rasisme, peningkatan signifikan dalam
ketidaksetaraan ekonomi, kesenjangan infrastruktur dan fasilitas antar daerah,
cinta dan kecemburuan yang berlebihan, dan rasisme. Rasisme kemudian
berkembang di masyarakat sebagai akibat dari banyak faktor ini.
Dampak dari Rasisme ini juga dapat mempengaruhi Kesehatan fisik, tetapi
perlu di ingat rasisme dua kali lebih mungkin berdampak pada kesehatan mental
seseorang daripada kesehatan fisik mereka, menurut tinjauan sistematis yang
diterbitkan pada tahun 2015 dalam Islam (2015) berjudul Rasisme sebagai Penentu
Kesehatan: Tinjauan Sistematis dan Meta-Analisis. Tindakan rasis ini dilakukan
dengan beberapa cara, termasuk dengan menanamkan penindasan, membatasi akses
ke sumber daya, dan mengembangkan prasangka. Selain itu, konsekuensi rasisme
dapat menyebabkan dan memperburuk sejumlah masalah kesehatan mental,
termasuk pikiran untuk bunuh diri, kesedihan, kecemasan, dan gangguan stres
pascatrauma (PTSD).
11
dari budaya yang berbeda dengan memberi mereka kesempatan untuk berkolaborasi
langsung dengan individu atau kelompok orang dari berbagai etnis atau ras. Hal ini
diperlukan untuk mengurangi rasisme di Indonesia dan meletakkan dasar yang kuat
untuk pengurangan rasisme di masa depan. Siswa yang menerima pendidikan
multikultural juga belajar tentang validitas sudut pandang budaya lain, bagaimana
bangga dengan warisan budaya mereka, dan bagaimana konflik nilai sering
menyebabkan perselisihan di antara kelompok-kelompok sosial. Dalam upaya
untuk menumbuhkan kapasitas siswa untuk memahami kehidupan dari berbagai
sudut pandang budaya, pendidikan multikultural terstruktur dan memiliki sikap
positif terhadap perbedaan budaya, ras, dan etnis. Tujuan pendidikan berbasis
multikultural dapat diidentifikasi:
12
lain perlu dinetralisir dalam masyarakat sehingga setiap orang diperlakukan sama
dan tanpa diskriminasi tergantung pada warna kulit mereka. Itu juga bisa dimulai
dengan meninggalkan supremasi kulit putih dan persepsi merendahkan tetangga
kita dengan kulit yang lebih gelap. Gagasan arus utama rasisme ilmiah saat ini harus
ditantang oleh masyarakat secara keseluruhan. Misalnya, diskriminasi ras atau etnis
tidak boleh ditoleransi selama proses penerimaan siswa baru di sekolah, dalam
administrasi berbagai layanan publik, atau di tempat kerja, Selain itu, organisasi
harus secara aktif membantu anggota kelompok minoritas ras yang secara
tradisional menghadapi diskriminasi dan kurang terwakili dalam banyak aspek
kehidupan publik. Selain itu, hegemoni politik dapat digunakan untuk mencapai hal
ini di tingkat sektor bisnis, dan perlu untuk meningkatkan bagaimana warna kulit
ditangani selama produksi berbagai barang. Akhirnya, pemerintah di mana-mana
harus terus berusaha untuk mengurangi ketidakadilan struktural yang disebabkan
oleh hierarki sosial rasial.
Adaptasi Manusia
Lucius Moody Bristol dalam Habaiba dkk. menyatakan dalam bukunya tentang
adaptasi sosial bahwa adaptasi adalah suatu proses dimana suatu entitas mengalami
perubahan dan membentuk hubungan yang saling menguntungkan dengan
lingkungannya. Lingkungan dapat berupa lingkungan fisik atau lingkungan sosial.
Proses adaptasi juga berdampak pada mentalitas masyarakat dan kemampuan
mereka untuk beradaptasi dengan lingkungan fisik, sosial, ekonomi dan budaya.
Gerungan dalam Habaiba dkk. Disebutkan juga bahwa Adaptasi tidak hanya terjadi
pada level individu, tetapi juga pada level kelompok dan komunitas. Dalam proses
adaptasi, terbentuk interaksi antara makhluk hidup, lingkungan, kelompok sosial
dan lembaga yang saling menguntungkan bagi kelangsungan hidup dan
perkembangannya. Adaptasi dapat bersifat 'pasif' atau 'aktif'. Adaptasi pasif
melibatkan modifikasi yang dilakukan oleh makhluk hidup, lingkungan, kelompok
sosial atau institusi untuk beradaptasi dengan lingkungannya sedangkan adaptasi
aktif melibatkan modifikasi lingkungan agar bermanfaat bagi unit masyarakat. Pada
masyarakat di daerah banjir, interaksi sosial memegang peranan penting dalam
menjaga kelangsungan hidup bersama. Hal ini disebabkan keterbatasan
kemampuan manusia untuk beradaptasi secara mandiri dan ketergantungan pada
13
bantuan orang lain. Interaksi sosial melibatkan hubungan yang dinamis antara
individu, antar kelompok manusia, maupun antara individu dengan kelompok
manusia (Gillin dan Gillin, dalam Soerjono Soekanto, 2007: 55). Menurut Soerjono
Soekanto dalam Habaiba et al., Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses
interaksi sosial, diantaranya imitasi, yaitu tindakan manusia meniru perilaku orang
lain di sekitarnya; sugesti, dimana seseorang memberikan pendapat yang berasal
dari dirinya sendiri; identifikasi, yaitu kecenderungan seseorang untuk menyerupai
pihak lain secara lebih mendalam daripada peniruan; dan simpati yaitu proses
dimana seseorang tertarik kepada pihak lain.
14
Pada narasumber pertama, tidak terlalu merasakan perbedaan yang
menjadikannya culture shock karena ia memiliki keluarga yang berasal dari
indonesia. namun , narasumber mengatakan bahwa perbedaan paling mencolok dan
menjadikan culture shock baginya adalah perbedaan mayoritas agama
penduduknya, dimana di tempat tinggalnya dulu mayoritas beragama katolik,
sedangkan di indonesia mayoritas beragama islam.
“Iya. Perbedaan agama doang sih disini menurut saya kayak biasanya
disana setiap minggu kayak ke gerejanya bareng-bareng karena hampir
semua kayak tetangga kan pasti katolik kan jadi bareng-bareng tapi sampai
sini kan ya ada temen-temen katolik tapi kan yaa jauh-jauh gitu jadi paling
nanti janjian kalo pergi tapi disana kan perbedaannya di agama sih tapi
untuk segi kehidupan, makanan, semua itu ya hampir sama.” (W1J63-
W1J72)
Selain itu, perbedaan norma norma sosial juga dirasakan oleh narasumber
dan menjadikannya culture shock, karena menurut narasumber norma yang ada di
indonesia sangat ditaati oleh masyarakat.
“aku disana kayak membuat- karna belum tau ya membuat kesalahan kalau
semisal kalau kita mau tul- mau nanyain orang kayak rumahnya dimana
kan kita kayak harus turun ya. Turun terus nanyain gaboleh di atas motor
terus kan itu kurang sopan. Ya itu sih yang hal-hal baru yang alamin
disini.” (W1J93W1J99)
Pada narasumber kedua, shock yang dialami adalah lebih kepada aspek
sosial, dimana ia mengatakan bahwa orang orang di indonesia sangat ramah dan
sangat suka untuk membantu orang, meskipun ada beberapa yang ingin membantu
karena mengharapkan uang.
“I realize there is this one thing, if somebody is honest, you cannot remove
the fact that Indonesia are Hospital, friendly, these are things you see with
your own eyes you don't need to be told.l see especially hospitality and this
desire always to help.” (W1L130-W1L136)
15
Selanjutnya, yang menjadi culture shock bagi narasumber kedua adalah
pertemanan. narasumber mengatakan bahwa di negara asalnya ketika ia berteman
maka ia akan berteman seumur hidup. berbeda dengan indonesia dimana
pertemanan hanya sesaat.
“ at one point di negera saya, people dont easily make friend, but once they
make friend, they are friends for life. When i was here its not the same case,
you have a friend today, tomorrow, maybe some few months, and then one
day they are doesnt want to associate with you.” (W1L199-W1L205)
“Ya jujur ya ada, yang paling terbesar itu yang bukan mengganggu atau
membuat saya tidak nyaman tapi mengagumkan dan mengagetkan. Itu
adalah waktu omongan bahasa arab saya diaminkan oleh masyarakat
Indonesia.” (W1A48-W1A53)
“Apa juga gestur kepala kalau sudah sebentar menatap orang baru gitu ya,
misalnya kalau saya sembarangan gitu melihat di mana aja gitu, tiba-tiba
saya sudah menatap ya menatap mata sama kamu, Saya kayak menunduk
16
ya untuk tunduk kepala itu sedikit itu salah satu sifat masyarakat Indonesia
yang saya sukai enggak tahu perlakuan nya itu mungkin untuk menghormati
saya dan hampir jarang ditemukan di negara saya ya gitu ya.” (W1A61-
W1A71)
Levian: “so the next question, hmm first I wanna ask you. Are you allow us
to ask you about racism?” (W1L664-666)
L: “Hmm, for now… no (sembari menunjukkan raut wajah yang tidak
nyaman)”(W1L667-668)
Kalau yang me- dialami oleh saya tuh mungkin belum ada ya. Karna
mungkin orang-orang juga liatnya saya kayak orang Indonesia jadi kayak
gak terlalu apa namanya terlalu dilihat (W1J427-W1J430)
Hal ini tidak dirasakan oleh Ahmad Saleh yang berasal dari Mesir karena
melalui wawancara yang telah dilakukan, narasumber terkadang merasakan
perbedaan perlakuan yang dialami oleh mahasiswa dan masyarakat di
lingkungannya, tetapi itu hanya dilakukan sebagian kecil masyarakat, karena
narasumber masih merasa dihormati dan dihargai disini tetapi narasumber harus
lebih berhati-hati dan menjadi Individu yang dapat beradaptasi dengan lingkungan.
Wah pertanyaan seperti ini mungkin sangat privat gitu atau susah ya?
Intinya pasti perasaan yang paling sakit itu bisa dirasakan oleh orang asing
biasanya itu kesendirian. Kesendirian mungkin itu salah satu komentar
17
kebanyakan orang. Kenapa banyak orang asing itu biasanya duduk atau
berada di tempat sendiri. Itu disebabkan dua menurut saya. Tergantung dia
sedang melakukan apa? Misalnya, kalau saya sendiri jika saya bekerja atau
belajar suka sendirian, ya supaya saya tidak diganggu atau mengganggu
orang lain gitu ini nomor satu. Nomor dua, Kadang-kadang saya sangat
membenci merasa di dikasihani kenapa? bagaimana rasanya kalau anda
merasa dipuji terus, Tidak jujur semuanya dengan anda ataupun misalnya,
kalau saya punya teman-teman kami ingin main Bersama kadang-kadang
mungkin mereka mendukung produk nasional? Mungkin perkataan mereka
ya misal enggak usah deh ajak orang luar itu, enggak usah ditanya ke dia.
Itu tak apa-apa, saya tak tahu apa-apa karena sudah dipahami. Hal seperti
itu maupun saya enggak sanggup sama sekali memaksa seseorang untuk
dekat sama saya, saya menghargai diri sendiri mau ya silahkan tidak mau
silahkan juga. Ya allah tapi kalau dari segi orang lain alhamdulillah sangat
menghormat saya apalagi saat saling bercanda gitu tentang tinggi saya,
wajah saya apalagi hidung mancung saya. Itu masalahnya apa? Saya tidak
tahu, iya saya sudah punya anak perempuan, saya mencarikan dia suami,
saya menjodohkan kalian berdua itu karena apa ya? Perbaikan turunan itu
kenapa emang keturunan Indonesia sendiri itu masih bagus. Tapi secara
umum saya tidak bisa menegur atau menyalahkan siapapun itu. Saya hanya
bisa menjalani hidup saya sendiri dengan berada di tempat netral tidak jauh
dari semuanya atau mendekati semua (W1A330 - W1A372)
Dari hasil wawancara diatas kita mendapatkan hasil bahwa rasisme akan
terjadi jika seseorang tampak berbeda dari orang asli dari suatu daerah tersebut, ini
dibuktikan perbedaan perlakuan yang didapatkan Josue dan Ahmad, yang dimana
karena Josue terlihat seperti orang Indonesia sehingga tidak mengalami pengalaman
rasisme, sedangkan Ahmad mengalami rasisme karena dia terlihat berbeda dari
masyarakat di sekitarnya, hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh
Safiqri, dkk (2021) bahwa rasisme adalah prasangka, atau diskriminasi yang
ditujukan terhadap seseorang atau orang-orang karena mereka termasuk dalam
kelompok ras atau etnis tertentu. Padahal semua manusia hakikatnya sama dimata
18
sang pencipta tetapi karena ketakutan atau faktor dari lingkungan maka
terbentuklah sifat Rasisme. Kita seharusnya sebagai masyarakat Indonesia harus
menghargai dan tidak melakukan perbuatan yang dapat memicu konflik antara
masyarakat Indonesia asli dan masyarakat pendatang yang mungkin kuliah atau
bekerja di Indonesia, karena pada akhirnya kita pasti akan hidup berdampingan
dengan masyarakat yang berasal dari berbagai tempat dan kita harus saling menjaga
satu sama lain, hal ini harus dilakukan agar kita tetap nyaman dan dapat hidup
dengan tentram di lingkungan masyarakat.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada tiga narasumber,
terdapat cara berbeda dalam beradaptasi. Dalam proses adaptasi salah satu gejala
yang dialami ialah homesickness atau rindu pada kampung. Rindu kampung
halaman merupakan reaksi psikologis dari tidak adanya kehadiran significant
others dan lingkungan yang dikenalnya secara akrab serta akumulasi dari
rasa penyesalan karena tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik dengan
lingkungan. Dalam menghadapi hal tersebut tiap subjek memiliki strategi dan cara
tersendiri
Pada narasumber pertama, mengatasi rasa kangen pada rumah dengan cara
video call dengan keluarga di rumah, dan mencoba menahan rasa rindu
Aku kayaknya ngga bisa menjawab pertanyaan ini, tapi saya biasanya
melakukan seperti yang siapapun perantau selain saya melihat semua
gambar-gambar yang telah di diambil Bersama-sama, saya enggak video
call dengan keluarga saya, mungkin ini perlakuan saya secara pribadi,
tidak tahu jika orang lain melakukannya juga tapi pasti ada yang
melakukannya. Hari demi hari saya menghitung udah berapa lama tinggal
di sini dan masih berapa lama untuk pulang, namun dalam hal ini ada
sebuah kesukaran yang dihadapi, seperti ada rasa keragu-raguan saya
sudah agak betah di sini nggak mau pulang, tapi keluarga udah saya rindu,
saya harus apa gitu, udah ah jangan gitu lah (W1A410-W1A425)
Berbeda dengan narasumber pertama, narasumber kedua menangani rasa
rindu rumah dengan cara mendengarkan lagu-lagu asal dari daerah asalnya
19
That’s a good question. Hmm, sometime I become homesick that’s obvious.
When you stay thousand of miles from home, of course you think about the
people home. So what would I do? Sometimes I would call my family
members, we’ll just having a casual conversation. that’s one way to reduce
it. Second I would, in my country we have a lot of culture as well so
sometime I would watch livestream of it. That give me vibe of home. It can
be music on youtube (W1L675-W1L685)
Sedangkan pada narasumber ketiga, dengan cara berkumpul dengan teman-
temannya untuk menekan rasa rindunya dengan rumah. Dia juga sering
menghubungi orang rumah pada akhir pekan
Untuk kangen sama orang tua ya pasti udah ada ya. Tapi ya mungkin kayak
gitu tapi karna gini. Dulu se- saya udah punya strategi bahwa semisalnya
kalau kita berawal datang terus murung terus di kamar pasti dikiranya
kangen terus. Karna emang awal-awal saya datang memang gitu kayak
orang tu terus hampir setiap hari dari pagi sampai siang, sore itu pasti
ditelponnya ibu. Karna jauh dari orang tua juga kan ya untuk mengurangi
rasa kangen itu ya mungkin eem ya saya bergaul sama temen-temen disini
gitu biar ngerasa punya keluarga juga. Ngelupain dikit gitu. Tapi kalau
bukannya ngelupain untuk kesana- tapi ya selang dua hari tiga hari ya kita
telpon lah kalau enggak di hari sabtu, hari-hari weekend gitu pasti telpon
orang tua keluarga biar ya kalau pas nanti di hari libur panjang ya pasti
pulang juga. Gitu sih yang aku mulai rasakan (W1J452-W1J471)
Dapat kita simpulkan bahwa para mahasiswa Internasional yang berkuliah
di UNNES memiliki cara masing-masing untuk mengobati kerinduan dengan
keluarga mereka, yang dimana tiap individu memiliki cara yang unik dan efektif
untuk dirinya sendiri, dari sini kita juga dapat mengambil pelajaran bahwa sebagai
mahasiswa rantau khususnya kita sebaiknya memiliki suatu cara yang efektif agar
kerinduan terhadap keluarga di kampung halaman tidak mengganggu proses belajar
kita selama di perkuliahan.
KESIMPULAN
Kesimpulannya, culture shock adalah pengalaman yang sering dialami oleh
individu ketika mereka berada dalam situasi, tempat, atau kebiasaan yang berbeda
20
dari kehidupan sebelumnya. Keragaman budaya mencakup representasi dari
berbagai kelompok dalam suatu lingkungan, sementara rasisme adalah permusuhan
atau diskriminasi terhadap seseorang karena ras atau etnisnya. Adaptasi adalah
proses penyesuaian diri individu terhadap lingkungan, baik dengan memodifikasi
diri sendiri sesuai dengan kondisi lingkungan atau memodifikasi lingkungan sesuai
dengan keinginan individu
Berdasarkan hasil wawancara yang telah kami lakukan pada ketiga subjek
tersebut, ditemukan bahwa setiap mereka mengalami culture shock, perbedaan
budaya. Sebagian besar dari mereka mengalami rasisme karena perbedaan yang
mereka alami. Dalam menangani perbedaan tersebut, tiap subjek memiliki strategi-
strategi tersendiri dalam mengatasinya.
SARAN
Saran kami untuk penelitian selanjutnya yang masih mengambil tema yang sama,
sebaiknya sebagai peneliti kita mencari tahu dulu apa saja hal-hal yang sensitif bagi
narasumber dan sebaiknya membangun dulu bonding yang lebih erat terhadap
narasumber baru melakukan interview agar narasumber dapat menjawab
pertanyaan wawancara lebih terbuka tanpa ada menahan kata apapun, dan
disarankan juga untuk membuat situasi yang nyaman agar narasumber tidak
terburu-buru menyelesaikan wawancara
DAFTAR PUSTAKA
21
Junaedi, A. (2017). Strategi Adaptasi Budaya Mahasiswa Dalam Menghadapi
Perbedaan Kebudayaan Kota Tegal (Studi Kasus Mahasiswa Pgsd Upp
Tegal Fip Unnes). Jurnal Kreatif : Jurnal Kependidikan Dasar, 8(1), 180–
191.
Kaslam, K., & Sulistiani, K. (2021). Solusi Islam Terhadap Kasus - Kasus Rasisme.
Jurnal Ushuluddin: Media Dialog Pemikiran Islam, 23(1), 1–20.
Nuraeni, M., Pratama, M. I. F., & Ananda, R. (2022). Pengaruh Perbedaan Budaya
Terhadap Perilaku Komunikasi Mahasiswa. KAMPRET Journal, 1(3), 55–
59.
Nurul Islam. (2021). Representasi Rasisme Dan Media Massa. Shoutika, 1(1), 52–
63.
Safiqri, F. A., Marsingga, P., & Argenti, G. (2022). Manajemen strategi pembinaan
generasi anti rasisme. Jurnal Manajemen, 13(4), 670–675.
22
LAMPIRAN
A. TRANSKRIP WAWANCARA
Wawancara ke :1
31 Josue: Okee ee sebelumnya itu direkam gak? Subjek merasa budayanya tidak memiliki
32 Ntar diskip dulu. Aku mau nanya soalnya. perbedaan yang signifikan dengan budaya
33 Gapapa kalo semua. Oke lanjut. Iyak. Baik eemm Indonesia. Culture shock yang dialami
34 saya- em.. untuk lintas budaya, untuk gaya hidup berupa homesick karena jauh dari keluarga
35 atau semacamnya disini ee menurut saya enggak dan faktor agama yang dirasa lebih kental.
36 terlalu ee ada perbedaan sebagian tapi nggak
37 terlalu beda gitu soalnya ee saya juga campuran
38 Indonesia, ibu saya orang Indonesia terus tapi
39 pindah warga negara disana jadi untuk soal kek
40 makanan, atau mendidik saya itu yaa masih rada
41 kayak seperti gaya hidup di Indonesia lah. Terus,
42 untuk pas kesininya itu, yaa mungkin ada
43 sebagian culture shock yang saya alami itu
44 contohnya yaa karna baru pertama kali kayak
45 jauh dari orang tua ya, jadi kayak merasa kayak
46 homesick, ya pasti tentunya. Terus dari si
47 kehidupan ya mungkin gak terlalu ya tapi dari ee
48 perbedaan gaya hidup disini kalau di timor leste
49 kan mungkin lebih di segi agama karna di timor
50 leste kan mayoritas katolik ya ee jadi ya mungkin
51 dari kehidupan sehari-hari yang kita alami disini
52 kayak yang disana jarang dengar orang adzan
53 gitu, terus setelah ke Indonesia yang pasti ada
54 gitu. Mungkin ee udah gak terlalu mengganggu
55 saya si sebenernya mungkin kita toleransi juga
56 tapi ya ee kadang-kadang ya mungkin kita
57 merasa oh ada suara di pagi terus siang-siang gitu
58 ya mungkin emm yang saya lakukan ya mungkin
59 mencoba untuk beradaptasi dengan baik sih
60 disini
151 Josue: Eemm sejauh ini saya kayaknya emang Bahasa daerah yang dipahami subjek
152 karna sebenernya kayak saya juga minta temen- adalah bahasa Jawa tingkat dasar.
153 temen ngajarin kan dikit-dikit ya paling bahasa
154 jawa sih yang basic-basic aja ya. Makan, tidur gitu,
155 minum, (tertawa).
156 Nova: Oke oke. Mungkin ee akan lanjut ke
157 pertanyaan ke dua ya. Ee gimana sih perasaan
158 kamu ketika menghadapi perkuliahan di budaya
159 lain nih? Apakah ada moment atau situasi tertentu
160 yang menyebabkan kamu merasa tidak nyaman
161 atau gimana?
162 Josue: Untuk itu mungkin saya ee dengan kondisi Subjek merasa kaget dengan perbedaan
163 itu mungkin yaa perasaan saya ya mungkin rada yang ia temukan seperti misalnya perihal
164 apa namanya bukan bingung sih ya kayak kaget norma-norma sosial yang sangat ditaati
165 aja gitu. Kaget aja dengan oh ternyata oleh masyarakat.
166 perbedaannya tu gini gitu. Kita bisa belajar
167 ternyata indonesia kita mengikutinya biasa-biasa
168 aja ternyata disini tu ya sangat ketat gitu tentang
169 norma-norma sosial di masyarakat, itu kan
170 semuanya sangat kayak ditaati kan sama
171 masyarakat gitu. Jadi ya mnugkin kaget aja tapi ya
172 gak terlalu shock banget iya. mungkin emang kalo
173 aku ya mencoba untuk beradaptasi cari tahu oh
174 gitu. Itu doang.
175 Nova: Kalo terkait itu sih memang ya ee di
176 Indonesia tuh memang budayanya seperti itu
177 apalagi di jawa. Karena ketika apa ya kita kan
178 budayanya kolektif gitu disini, di Indonesia.
179 Apalagi di jawa gitu. Beda sama yang kayak di
180 eropa gitu ya individualism gitu. Jadi ee memang
181 aku juga kan apa namanya pernah pindah ya. Aku
182 dulu dari Jakarta pindah ke jawa nah itu bener-
183 bener emang bener-bener sekental itu budayanya.
184 Apalagi buat orang yang dari negara lain git1u
185 kan. Okee. Selanjutnya mungkin ee apakah ada
186 strategi khusus yang kamu gunakan gitu dalam
187 proses adaptasi? Gimanasih ee kamu mencari
188 bantuan atau membangun jaringan sosial untuk
189 membantu kamu berinteraksi dan ee dengan
190 komunitas lokal?
190 Josue: Okee untuk yang itu, karna sebelum saya Subjek memperbanyak jaringan sosial
191 datang saya rasa sempat ketemu salah satu ee dengan bergaul dengan orang Indonesia
192 dosen orang Indonesia tapi dia dah nikah juga agar mampu untuk beradaptasi.
193 sama orang timor leste kan. Tapi terus dia
194 mengingatkan saya kalo mau maksudnya kalo mau
195 tinggal di Indonesia ya bagaimana kamu
196 beradaptasi biar kayak ada temen ya maksudnya
197 kamu harus bergaulnya itu ya mungkin ada temen-
198 temen orang timor leste juga tapi ya bukan kayak
199 setiap hari tu kamu sama orang timor leste itu nanti
200 mindset kamu ga ini kamu ga bakalan berubah.
201 Jadi dosennya itu mengingatkan aku. Jadi kamu
202 disana itu harus bergaulnya sama kemu- kalo baik
203 iya cari temen-temen orang Indonesia yang tinggal
204 disana atau orang jawa yang paham oh penting
205 biar kamu bisa beradaptasi gitu. Yaa salah satunya
206 sampai sini kayak gitu walaupun ada temen-temen
207 saya orang timor leste disini tapi bukan yang setiap
208 hari saya bergaulnya sama- ya ada tapi mungkin di
209 weekend atau hari-hari tertentu tapi kebanyakan ya
210 kayak disini di asrama. Bergaulnya sis ama orang-
211 orang asrama orang-orang kayak maul, setiap hari
212 (tertawa). Itu sih yang saya lakukan biar ngerasa
213 ada teman aja gitu.
214
215 Nova: Berarti ee strategi yang kamu lakukan ini
216 ada- dengan ini ya memperbanyak jaringan he eh.
225 Josue: Untuk itu, eem karna apa namanya sebagai Subjek mengikuti acara-acara dari Unnes,
226 mahasiswa asing pasti ada dari unnes juga, dari belajar dari universitas lain, dan pengenalan
227 unnes atau dari apa namanya darii- dari univ lain budaya dalam pelajaran bahasa Indonesia
228 karna sebelum saya kesini- sebelum saya masuk untuk menambah pemahamannya.
229 kuliah juga saya sudah mengikuti kayak belajar
230 bahasa Indonesia dan nanti di belajar bahasa
231 Indonesia itu nanti dosen-dosennya itu kayak udah
232 ngajarin kita budaya-budaya, makanannya, tempat-
233 tempatnya itu. Terus selain itu juga saya mengikuti
234 kayak acara-acara dari univ lain tentang budaya
235 Indonesia, bahasa Indonesia gitu. Untuk memulai
236 pemahamannya.
237 Nova: Ee di perkuliahan kamu ada gak sih kayak
238 apa namanya matkul yang membahas budaya di
239 Indonesia gitu?
240 Josue: Untuk matkulnya sih emm selam- belum Subjek belajar budaya Indonesia dari mata
241 ada ya. Untuk membahas tentang budaya tapi ya kuliah PKN.
242 mungkin yang rada masuk-masuk sih seperti PKN.
243 Itu sih yang lebih kayak ada wawasan tentang
244 nusantaranya. Lebih banyak dan belajar dari situ.
256 Maulana:He eh
257 Josue: Untuk dari situnya international school Subjek mengetahui budaya dari dosen
mungkin. Kemaren cuman kayak karna di karena bahasa Indonesia di luar perkuliahan.
ikut belajar bahasa Indonesia sama dosen jadi
dosennya Cuma kayak ngajajkin ke tempat-tempat
wisata terus ngasih tau budaya itu kayaknya harus
bawa makanan gitu terus kami liat di tempat lain.
338 Nova: Tapi ada gak sih kayak nilai sejauh mana
339 kamu udah paham terkait bahasa Indonesia gitu
340 selama kamu belajar bahasa Indonesia? Kayak
341 misal di inggris kan kayak ada toefl, terus ada ielts.
342
343 Josue: Ada. Emm di tahun lalu itu enam bulan Subjek memiliki nilai yang lumayan dalam
344 pertama itu kamu disuruh tes kbi uji kemahiran bahasa Indonesia formal.
345 bahasa Indonesia. Itu dulu. Itu juga pake bayarnya
346 pake bayar juga dari univnya bayar. Terus kami
347 tes. Itu kalo gasalah itu ada 3 ya mungkin ada
348 kayak baca, menulis, sama apa ya dulu writing.
349 Terus disitu yaa skornya udah lumayan sih untuk
350 bahasa formal-formalnya. Jadi diuji dari situ sih
351 untuk bahasa indonesianya. Terus kemarin datang
352 lagi ya ee dari unnesnya juga keluarin nilai bahasa
353 Indonesia gitu aja sih.
399 Josue: Oh tingkatannya itu? Ada sih untuk Terdapat tingkatan bahasa juga dalam
400 ngomong sama orang yang lebih tua ya kita norma berkomunikasi yang digunakan
401 ngomongnya yang so- lebih sopan untuk temen- subjek.
402 temen yang setara sih yaa lurusin aja maksudnya
403 kata-kata yang perlu formal juga bisa.
452 Josue: Untuk kangen sama orang tua ya pasti Subjek mengatasi rasa rindu kepada
453 udah ada ya. Tapi ya mungkin kayak gitu tapi keluarganya dengan melakukan komunikasi
454 karna gini. Dulu se- saya udah punya strategi melalui telepon hampir setiap hari. Subjek
456 bahwa semisalnya kalau kita berawal datang mencoba untuk mendistraksi dirinya dari
457 terus murung terus di kamar pasti dikiranya rasa kangen tersebut dengan cara bergaul
458 kangen terus. Karna emang awal-awal saya dengan teman-temannya.
459 datang memang gitu kayak orang tu terus hampir
460 setiap hari dari pagi sampai siang, sore itu pasti
461 ditelponnya ibu. Karna jauh dari orang tua juga
462 kan ya untuk mengurangi rasa kangen itu ya
463 mungkin eem ya saya bergaul sama temen-temen
464 disini gitu biar ngerasa punya keluarga juga.
465 Ngelupain dikit gitu. Tapi kalau bukannya
466 ngelupain untuk kesana- tapi ya selang dua hari
467 tiga hari ya kita telpon lah kalau enggak di hari
468 sabtu, hari-hari weekend gitu pasti telpon orang
469 tua keluarga biar ya kalau pas nanti di hari libur
470 panjang ya pasti pulang juga. Gitu sih yang aku
471 mulai rasakan.
472 Maulana: Berarti kayak ada copingnya gitu ya
473 maksudnya kayak kamu menyesuaikan ee kayak
474 dulu kan pernah cerita tuh kayak ee setiap hari
475 nelpon orang tua terus kan sebelum kenal kami
476 gitu, kenal anak-anak asrama gitu kan. Emm
477 berarti kalau ee misalnya kalo ee kemungkinan
478 kalau kamu gak deket sama anak-anak asrama
479 mungkin ee bakal selalu homesick ya bisa
480 dibilang gitu.
481 Josue: Iya, iya, udah tau disana, udah tau siapa Subjek merasa tahu apa yang harus
482 yang harus dilakukan ya. Salah satunya ya kita dilakukan untuk mendistraksi dirinya dari
483 harus bergaul gitu harus- jangan murung di rasa kangen terhadap orang tuanya.
484 kamar soalnya itu pikiran kita kan di rumah terus
485 gitu. Saran satu-satunya ya kita harus bergaul
486 dengan teman-teman keluar kemana ngobrol-
487 ngobrol biar nggak kepikiran gitu. Ya itu sih
488 yang saya lakukan tapi ya selang dua hari pasti
489 udah telpon orang tua gitu untuk main kadang,
490 kondisi.
Nama/Inisial Narasumber : Mr. L
Wawancara ke :1
25 L: Okay, That's a good question I also want to subjek menanyakan kembali kepada
26 question you because why do I need to pewawancara waktu mana yang
27 question you when you first arrive there is a dimaksud secara spesifik, karena
28 different time frame, the first arrival is always terdapat perbedaan reaksi.
29 when you arrive at an airport of a certain
30 country. maybe what timeline are you meaning
31 you want me to give you an experience for the
32 first one month, for the first week, for the first
33 three month? because experience ada berbeda,
34 gitu. Ada berbeda experience mungkin kalo
35 udah satu bulan mungkin ada instan. What
36 your first experience gitu. Yang mau apa?
Wawancara ke :1
Gambar 1.1. Foto ini diambil ketika kami sedang mewawancarai Josue yang berasal dari Timor-Leste, Tempat
dilaksanakan wawancara ini masih di dalam Asrama, tepatnya di ruang tamu dari Asrama Putra UNNES.
Wawancara pada waktu itu dilaksanakan di pagi hari karena menyesuaikan jadwal narasumber dan pewawancara
yang sama-sama padat.
Gambar 1.2. Foto ini diambil diluar Asrama seusai mewawancarai Mr.L dikarenakan Mr.L tidak ingin
didokumentasikan dan ingin menjaga privacy-nya, akhirnya kami melakukan dokumentasi di luar asrama, tempat
dilaksanakan wawancara masih sama yaitu Asrama Putra UNNES.
Gambar 1.3. Foto kali ini diambil pada malam hari dikarenakan narasumber ketiga yaitu Ahmad Saleh baru dapat
diwawancarai pada saat itu, hal ini dilakukan untuk membuat hasil wawancara tidak direkayasa dan tidak terburu-
buru dan juga sebagai bentuk penghormatan kami terhadap narasumber yang akan kami wawancarai.
Gambar 1.4. Ini merupakan gambaran bagaimana tempat yang digunakan untuk wawancara di asrama,
wawancara dilakukan saat suasana asrama tenang dan sedang sepi agar narasumber tidak terdistraksi dengan
gangguan dari lingkungan sekitar dan tetap menjaga hasil wawancara tetap akurat.