Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN

CULTURE SHOCK

Nama Kelompok :

1. Rivaldi Izza Ramadhani (201910230311438)


2. Rachmah Nur Amaniah (201910230311445)
3. Maulana Muthim Al Kurtubi (201910230311478)
4. Siti Magfirah Bahar (201910230311483)
5. Edo Wardana (201910230311489)
Psikologi I 2019

Dosen Pengampu :
Sadia Mewar, S.Pd. M.Si

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
PENDAHULUAN

Culture shock merupakan fenomena yang berupa reaksi orang terhadap


perpindahan budaya seperti bahasa, nilai, dan adat. Littlejohn, dalam jurnal yang
ditulisnya, menyatakan bahwa culture shock adalah fenomena yang wajar ketika orang
bertamu atau mengunjungi budaya yang baru. Orang yang mengalami culture shock
berada dalam kondisi tidak nyaman baik secara fisik maupun emosional. Ketika kita
masuk dan mengalami kontak dengan budaya lain, dan merasakan ketidaknyamanan
psikis dan fisik karena kontak tersebut, kita telah mengalami gegar/ kejutan budaya/
culture shock (Mulyana, 2006; Littlejohn, 2004).

Banyak pengalaman yang dialami setiap orang saat pertama kali menginjakkan
kaki di suatu lingkungan baru dengan tujuan menuntut ilmu atau mencari pekerjaan.
Namun setiap orang pasti merasa terkejut atau belum terbiasa krena dia keluar dari
lingkungan yang sudah biasa membuat orang tersebut nyaman. Hal ini menimbulkan
perasaan canggung ketika bertemu dengan orang baru, seperti untuk memulai
komunikasi.

Setiap orang akan merasa nyaman saat bersosialisasi dengan orang yang tidak
asing baginya. Namun saat bertemu dengan orang baru dengan budaya baru pula, orang
tersebut mencoba untuk beradaptasi. Dengan adanya usaha untuk beradaptasi orang
tersebut akan selalu memikirkan apa yang akan di lakukan saat bertemu orang baru. Hal
ini dapat menghilangkan suatu simbol dan pegangan orang tersebut, mengakibatkan
kecemasan dan frustasi berlebihan. Namun bagaimana jika pribadi seseorang tersebut
lemah? yang akan terjadi adalah anti sosial. Jika seseorang mengalami anti sosial, akan
mengakibatkan seseorang tersebut tidak mau untuk bersosialisasi dan hanya meengunci
dirinya sendiri terhadap orang lain.
ISI
Kronologis Kasus
Penelitian ini mengambil kasus mahasiswa perantauan yang sedang
mengemban studi di Universitas Trunojoyo Madura. Penelitia ini mengambil
sampel 22 mahasiswa yang bukan berasal dari Madura dan sedang mengalami
Culture Shock. Dari 22 mahasiswa ada beberapa yang sebentar mengalami
Culture Shock dan ada yang lama mengalami Culture Shock.

Analisis Kasus
Sebagian besar mahasiswa mengaku mengalami Culture Shock maupun
yang tidak merasakan Culture Shock. Beberapa mahasiswa merasa biasa saja
sementara juga ada yang merasa tertekan dan sedih. Orang yang merasa tertekan
dan sedih tersebut telah mengalami Culture Shock. Dari 22 mahasiswa yang
menempuh Pendidikan di Madura terdata ada 15 mahasiswa yang mengalami
Culture Shock, bentuk Culture Shock yang dialami 15 mahasiswa tersebut
diantara lain adalah :
1. Lima mahasiswa merasa tidak nyaman dan tidak betah.
2. Tiga mahasiswa mengalami kebingungan dan ketidaktahuan
ingin berbuat apa.
3. Dua mahasiswa merasa kesulitan bergaul dan mencari teman.
4. Dua mahasiswa ingin meninggalkan tempat perantauan.
5. Dua mahasiswa merasa orang pribumi tidak menyenangkan
6. Satu orang bermasalah dengan makanan dan pola makanan di
perantauan.

Permasalahan diatas merupakan bentuk dari masalah Culture Shock.


Menyebabkan seseorang tersebut medapat masalah psikis ataupun fisik, seperti
menurunnya pola makan karena ketidakcocokan dan sulitnya untuk mencari teman atau
bergaul dan semua itu bersifat emosional.
Masalah lain yang ditimbulkan dari Culture Shock adalah terganggunya motivasi
belajar mahasiswa. Terganggunya motivasi ini menyebabkan mahasiswa malas dating
kuliah dan sering membolos. Bahkan tidak sedikit Indeks Prestasii (IP) turun dari
mahasiswa yang mengalami Culture Shock.

Sebagian siswa sudah beradaptasi dengan budaya lingkungan barunya dan tidak
lagi mengalami gangguan motivasi. Di snilah mereka mengalami fase penyesuaian
setelah sebelumnya fase recovery. Di dalam fase penyesuaian ini mahasiswa sadar
bahwa mereka harus menerima budaya yang di lingkungan barunya jika ingin
meyelesaikan konflik masalah cultural yang terjadi, apalagi masalah kultural tersebut
telah mengganggu motivasi kuliah mereka.

Di tahap selanjutnya berupa kesadaran dan keinginan untuk beradaptasi dan


disebut fase recovery. Setelah mereka berhasil beradaptasi, artinya mereka tidak lagi
mengalami gangguan Culture Shock dan sudah merasa nyaman berada di lingkungan
baru tersebut.

Dalam hal ini berarti jika seseorang ingin merasa nyaman dan berhasil di
lingkungan baru maka mau tidak mau harus menyesuaikan dirinya dengan lingkungan
barunya. Ada pepatah mengatakan di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Untuk
komunikasi yang lancar dan efektif perlu adanya usaha untuk menghargai dan
memahami serta menerima budaya orang lain. Terlebih, kita akan tinggal di budaya itu.

Beberapa cara yang ditawarkan untuk menanggulangi culture shock, antara lain:

a. Berteman dengan orang-orang yang berada di lingkungan baru dan berteman


sessama dengan pendatang

b. Belajar mengenai budaya baru, hal tahap penyesuaian dan saat-saat krisis
akan segera berlalu.

c. Ambil bagian dalam kegiatan kultural, pengalaman adalah guru yang paling
berharga. Dengan berpartisipasi, kita dapat belajar banyak tentang kebudayaan
tersebut.
e. Lebih sabar, dengan mengingat bahwa Culture Shock sebenarnya merupakan
hal yang wajar terjadi pada setiap orang yang pergi ke daerah lain untuk belajar
atau berkerja, sehingga kita dapat menjadi orang-orang yang luwes dan terampil
dalam bergaul dengan orang-orang dari berbagai budaya, tanpa harus
mengorbankan nilai-nilai budaya kita sendiri.

dari data di atas dapat disimpulkan bahwa ada dua jenis manajemen
konflik yang dilakukan mahasiswa yaitu beradaptasi dengan menerima dan memahami
budaya di Madura sedangkan yang satunya lagi menghindar. Untuk terjalinnya
komunikasi yang efektif dan lancar kita harus menerima dan menyesuaikan diri dengan
budaya tempat kita berada. Menghargai dan menerima segala keanekaan/ keheterogenan
budaya yang ada mempermudah kita beradaptasi dengan budaya yang baru yang akan
memperlancar komunikasi yang terjadi, dan komunikasi itu berlangsung secara nyaman.
PENUTUP

Kesimpulan

Sebagian besar mahasiswa rantauan, Mahasiswa UTM mengalami culture shock


di fase optimistik yaitu saat mereka merasa senang ketika awal berpindah ke Madura.
Dari tidak nyaman ringan sampai depresi. Mahasiswa yang tidak mengalami culture
shock yang berarti berasal dari 4 daerah di wilayah Madura. Semakin mirip dan dekat
budaya antara budaya asal dengan budaya baru maka kemungkinan terjadinya culture
shock pun semakin kecil.

Dari analisis data disimpulkan bahwa ada dua jenis manajemen konflik yang
dilakukan mahasiswa yaitu menerima dan memahami budaya di Madura sedangkan
yang satunya lagi menghindar. Dengan beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan
budaya di Madura mahasiswa merasa lebih nyaman tinggal di Madura dan tidak
mengalami kesulitan dalam dengan prosess belajar mereka.
DAFTAR PUSTAKA

Suryandari, Nikmah. (2012). CULTURE SHOCK COMMUNICATION


MAHASISWA PERANTAUAN DI MADURA. Jurnal Komunikasi Masa.

Anda mungkin juga menyukai