Dosen pengampu :
Layung Paramesti Marta M.Si
Disusun oleh :
Maji Sugiyono – 044120325
Ilham Maulana – 044119489
Syech Abu Bakar Alattas – 044120035
Fairuuz
Bismillahirrohmanirrohim...
Puji dan syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan hidayah, kesehatan dan kesempatan kepada penulis dalam
menyusun skripsi ini. Shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW, yang
telah membawa petunjuk dan hidayah untuk umat manusia.
Alhamdulillah atas izin Allah SWT penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi yang berjudul “analisis cultural shock Mahasiswa perantau di universitas
pakuan” ini dengn baik dan lancar. Proposal Skripsi ini disusun untuk memenuhi
salah satu syarat untuk pemenuhan tugas dari mata kuliah Metode penelitian
Kualitatif di Fakultas Ilmu Sosial dan Budaya, Ilmu Komunikasi Universitas Pakuan
Kota Bogor.
Selama penulisan skripsi ini penulis banyak menemukan kesulitan dan
rintangan karena keterbatasan kemampuan peneliti. Namun berkat bimbingan, doa
dari orangtua dan arahan Dosen Pembimbing serta kesabaran, ketekunan yang disertai
dengan usaha menjadi kunci penyelesaian ptoposal skripsi ini. Selain itu, adanya
bantuan dan motivasi semua pihak, skripsi ini dapat diselesaikan.
sssssssssssssssssssss
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Berkaitan dengan tingginya keinginan untuk merantau bagi para pelajar di
Indonesia, menjadi mahasiswa rantau bukanlah suatu hal yang mudah dan sepele.
Kesulitan menjadi seorang mahasiswa rantau bisa disebabkan karena adanya gegar
budaya yang menimpa mahasiswa tersebut ketika tidak hidup dengan budaya
asalnya. Oberg (1960) menggambarkan culture shock atau gegar budaya sebagai
gangguan yang tidak disadari oleh individu yang tiba-tiba pindah ke dalam suatu
kebudayaan baru yang berbeda dari kebudayaan sebelumnya.
Proses adaptasi ini tidak dapat sepenuhnya berjalan dengan mulus, bahkan
dapat membuat individu merasa terganggu. Budaya yang baru biasanya dapat
menimbulkan tekanan, karena memahami dan menerima nilai-nilai budaya lain
adalah sesuatu yang sangat sulit terlebih jika nilai-nilai budaya tersebut sangat
berbeda dengan nilai-nilai budaya yang kita miliki. Biasanya seseorang akan
melalui beberapa tahapan sampai dia akhirnya bisa bertahan dan menerima budaya
dan lingkungannya yang baru. Dalam prosesnya, pembelajaran dan adaptasi
terhadap kebudayaan baru tidak jarang seorang mahasiswa gagal untuk
menyesuaikan diri dan merasakan keidaknyamanan psikis maupun fisik, akibatnya
mereka mengalami gegar budaya (culture shock) bahkan stress dan depresi. Maka
dari itu, dalam menjalani proses adaptasi terhadap budaya baru tentulah seseorang
tersebut melalui proses-proses komunikasi sebagai suatu cara untuk menanggulangi
gegar budaya (culture shock) yang dialaminya.
Culture shock bukan hanya sebuah reaksi negatif yang dirasakan seseorang, tetapi
juga merupakan proses pembelajaran. Kim dalam Martin (2001:249) mengatakan
bahwa culture shock adalah proses penting yang harus dilewati individu yang
berpindah ke lingkungan baru. Individu tersebut harus bisa menghadapi terpaan
masalah sosial, psikologis, dan filosofis dari perbedaan budaya. Culture shock
memang sering dikategorikan sebagai sebuah kecemasan yang terjadi karena
kesalahpahaman dalam mengartikan tanda dan simbol dalam interaksi sosial. Pada
dasarnya culture shock adalah sebuah reaksi emosional karena kurangnya penguatan
dari budaya sendiri, ke budaya baru.
Culture shock juga bisa diartikan sebagai sebuah pembelajaran budaya dan
pengembangan diri. Masalah dan perasaan stres yang dialami selama culture shock
adalah proses untuk memahami perubahan yang terjadi di hidup seseorang. Dalam
proses konflik inilah 7 akan lahir pengalaman baru yang menjadi potensi untuk
mengembangkan diri.
B. Tahapan terjadinya culture shock
Tahapan Terjadinya Culture Shock Culture shock memiliki beberapa tahapan yang akan
dilewati individu yang mengalaminya. Oberg mengungkapkan ada 4 tahapan dalam culture
shock yaitu :
1. Honeymoon Stage
Individu yang baru saja memasuki budaya baru merasa kagum dan antusias dengan
keadaan yang dia alami. Perbedaan antara budaya lama dan budaya baru tidak
dirasakan karena kekaguman yang dia rasakan.
Anxiety atau kecemasan adalah perasaan tidak nyaman, kaku, dan cemas pada apa yang akan
terjadi. Jika ketidakpastian adalah sebuah 16 fenomena kognitif, kecemasan adalah perilaku
afektif atau emosional. Kecemasan hadir karena ketakutan akan konsekuensi negatif yang
mungkin akan terjadi karena proses komunikasi. Ketakutan yang dialami dijelaskan oleh
Stephan & Stephan berupa konsekuensi psikologis pada diri sendiri, dan penilaian negatif
oleh orang lain.
Dalam teori ini, kecemasan dan ketidakpastian dinilai berhubungan dengan seluruh sifat
komunikasi, perilaku, dan pola-pola serta kombinasi ini, mempengaruhi hal-hal yang
dilakukan dalam komunikasi dengan orang yang tidak dikenal.
1. Faktor pergaulan.
Individu cenderung mengalami ketakutan akan perbedaan pergaulan disetiap
tempat yang baru. Ketakutan ini menjadikan individu merasa canggung dalam
menghadapi situasi yang baru, tempat tinggal yang baru dan suasana yang
baru.
Akibat ketidak pahaman mengenai pergaulan ini, individu juga akan merasa
terasing dengan orang-orang disekelilingnya yang dirasa baru baginya.
2. Faktor teknologi.
Seiring perkembangan teknologi yang semakin pesat, masyarakat harus selalu
ingin berusaha untuk mengikuti perkembangan teknologi agar mampu
bersaing di
dunia global. Teknologi juga merupakan faktor penting dalam mempengaruhi
timbulnya masalah culture shock. Oleh sebab itu, individu merasa takut tidak
bisa
mengikuti perkembangan teknologi di tempat tinggal barunya. Individu disini
dituntut untuk berpikir keras bagaimana caranya untuk dapat mengikuti
perkembangan teknologi serta mampu mengaplikasikannya dikehidupannya.
Contohnya banyak individu yang berasal dari kampung-kampung pedalaman
yang
masih belum begitu kenal dengan teknologi yang lagi tren yang digunakan di
kota-kota.
3. Faktor geografis.
Faktor ini identik dengan keadaan geografis di daerah tersebut. Faktor
geografis ini merupakan faktor lingkungan secara fisik, misalnya perbedaan
cuaca, perbedaan letak wilayah seperti daerah pantai dengan daerah
pegunungan.
Hal ini akan menyebabkan individu tersebut mengalami gangguan kesehatan.
5. Faktor ekonomi.
Ketakutan terhadap biaya hidup yang berbeda yang memiliki kemungkinan
lebih tinggi merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya culture shock.
Individu harus mulai berusaha, bersiap serta berwaspada mengantisipasi agar
mampu bertahan hidup ditempat tinggal yang baru. Hal tersebut terjadi karena
pada umumnya setiap individu berasal dari keluarga dengan status ekonomi
yang
berbeda-beda dan hal tersebut ditambah dengan tingkat pengeluaran yang
lebih
banyak di luar negeri.
F. Penelitian Terdahulu
Nikmah Suryandari, 2014. Culture shock communication mahasiswa Perantauan di
madura. dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
menggunakan wawancara secara mendalam kepada delapan orang narasumber
sebagai sample data. Tujuan dari penelitian ini mengetahui fenomena Gegar Budaya
Mahasiswa Komunikasi Perantau di Madura.
Persamaan dengan skripsi Nikmah Suryandarii yaitu sama-sama meneliti
tentang Gegar Budaya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mengetahui penyebab
terjadinya Gegar Budaya di Universitas Pakuan.
Umroh Dea Sahbani, 2021. Proses Adaptasi Mahasiswa terhadap culture shock dalam
penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan wawancara,
observasi dan dokumentasi kepada lima orang narasumber. Tujuan dari penelitian ini
mengetahui proses adaptasi Mahasiswa perantau di Universitas Muhammadiyah
Makassar.
Persamaan dengan skripsi Umroh Dea Sahbani yaitu sama-sama meneliti
tentang Gegar Budaya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mengetahui proses
adaptasi Gegar Budaya di Universitas Pakuan.
Manap Solihat, 2018. Adaptasi Komunikasi dan Budaya Mahasiswa asing program
internasional di Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) Bandung. penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan wawancara, observasi
kepada tujuh orang narasumber. Perbedaan penilitian ini berfokus pada adapatasi
komunikasi antar budaya mahasiswa asing dalam lingkungan belajarnya.
G. Kerangka Berpikir
Faktor geografis
Faktor ekonomi
H. Fokus Penelitian
Penelitian ini berfokus pada bagaimana proses terjadinya gegar budaya mahasiswa
perantau Universitas Pakuan berdasarkan faktor-faktor terjadinya gegar budaya yang
dialami mahasiswa.
BAB III
Waktu yang dibutuhkan oleh peneliti untuk meneliti yaitu enam bulan
( Agustus – Januari 2022-2023 ) dengan lokasi penelitian yaitu Universitas
Pakuan bogor yang terletak di alamat Pakuan Jl. Pakuan, RT.02/RW.06,
Tegallega, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat 16129.
C. Sumber Data
Sumber data dari penelitian ini terbagi atas dua, yaitu sumber primer dan
sumber sekunder.
1) Sumber primer
Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data
kepada pengumpul data (Sugiyono, 2018:225). Adapun sumber data primer
dari penelitian ini diperoleh dari informan utama yaitu para mahasiswa asal
Bima serta informan pendukung yaitu elemen lain selain mahasiswa di
Unismuh Makassar seperti dosen ataupun pihak lainnya.
2) Sumber sekunder
Sumber sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data
kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen
(Sugiyono, 2018:225). Data sekunder diperoleh dari literatur, baik buku-buku,
foto, autobiografi, maupun referensi yang terkait dengan penelitian ini.
Daftar Wawancara
1. Apa saja persiapan saudra sebelum merantau ke Bogor?
2. Bagaimana perasaan dan kesan anda setelah berada di Bogor?
3. Setelah berada di Bogor adakah hal tertentu yang menarik bagi saudara
dari lingkungan Kota Bogor?
4. Permasalahan apa saja yang saudara alami selama menempuh pendidikan
di Universitas Pakuan?
5. Pernahkah saudara mengalami home sick?
6. Apa saja yang saudara lakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut?
7. Apakah saudara merasa nyaman tinggal di Bogor?
8. Apakah Saudara kaget ketika melihat budaya di Bogor berbeda dengan
budaya dari tempat asal saudara?
9. Apakah saudara mengalami perundungan dari rekan mahasiswa?
10. Apakah saudara pernah mengalami depresi akibat gegar budaya?