Anda di halaman 1dari 14

PROPOSAL SKRIPSI

ANALISIS CULTURAL SHOCK


MAHASISWA PERANTAU DI UNIVERSITAS PAKUAN

Dosen pengampu :
Layung Paramesti Marta M.Si

Disusun oleh :
Maji Sugiyono – 044120325
Ilham Maulana – 044119489
Syech Abu Bakar Alattas – 044120035
Fairuuz

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR
2023
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penyebab yang melatar belakangi
proses terjadinya culture shock pada mahasiswa perantauan di Universitas Pakuan
dan mendeskripsikan dampak culture shock pada mahasiswa perantauan di
Universitas Pakuan. Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan
pendekatan kualitatif deskriptif. Sumber data yang diperoleh melalui kata-kata dan
tindakan, sumber tertulis serta foto. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah wawancara secara mendalam. Subjek dalam penelitian ini adalah
mahasiswa perantau dari luar Jawa yang terdiri dari satu orang informan mahasiswa
perantau semester awal dan satu orang informan mahasiswa perantau semester lanjut.
Teknik pemilihan informan yang digunakan adalah teknik purposive sampling.
Teknik validitas data menggunakan teknik triangulasi sumber. Teknik analisis data
menggunakan model analisis interaktif yang terdiri dari pengumpulan data, reduksi
data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Penelitian ini menunjukan bahwa
penyebab yang melatarbelakangi proses terjadinya culture shock pada mahasiswa
perantauan di Universitas Pakuan terbagi atas penyebab internal dan eksternal.
Culture shock yang terjadi pada setiap individu memiliki gejala dan reaksi dalam
bentuk stress mental maupun fisik yang berbeda-beda mengenai sejauh mana culture
shock mempengaruhi kehidupannya. Pengalaman culture shock bersifat normal
terjadi pada mahasiswa perantauan yang memulai kehidupannya di daerah baru
dengan situasi dan kondisi budaya yang berbeda dengan daerah asalnya. Empat fase
dalam culture shock yaitu fase optimistik (fase pertama), masalah kultural (fase
kedua), fase recovery (fase ketiga) dan fase penyesuaian (fase terakhir). Dampak
culture shock pada mahasiswa perantauan di Universitas Pakuan terdapat pada fase
terakhir dalam culture shock yang
ditunjukkan dengan adanya tindakan adaptasi budaya yang diaplikasikan oleh
mahasiswa perantauan di Universitas Pakuan sebagai tempat rantauan.
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim...
Puji dan syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan hidayah, kesehatan dan kesempatan kepada penulis dalam
menyusun skripsi ini. Shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW, yang
telah membawa petunjuk dan hidayah untuk umat manusia.
Alhamdulillah atas izin Allah SWT penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi yang berjudul “analisis cultural shock Mahasiswa perantau di universitas
pakuan” ini dengn baik dan lancar. Proposal Skripsi ini disusun untuk memenuhi
salah satu syarat untuk pemenuhan tugas dari mata kuliah Metode penelitian
Kualitatif di Fakultas Ilmu Sosial dan Budaya, Ilmu Komunikasi Universitas Pakuan
Kota Bogor.
Selama penulisan skripsi ini penulis banyak menemukan kesulitan dan
rintangan karena keterbatasan kemampuan peneliti. Namun berkat bimbingan, doa
dari orangtua dan arahan Dosen Pembimbing serta kesabaran, ketekunan yang disertai
dengan usaha menjadi kunci penyelesaian ptoposal skripsi ini. Selain itu, adanya
bantuan dan motivasi semua pihak, skripsi ini dapat diselesaikan.
sssssssssssssssssssss
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Berkaitan dengan tingginya keinginan untuk merantau bagi para pelajar di
Indonesia, menjadi mahasiswa rantau bukanlah suatu hal yang mudah dan sepele.
Kesulitan menjadi seorang mahasiswa rantau bisa disebabkan karena adanya gegar
budaya yang menimpa mahasiswa tersebut ketika tidak hidup dengan budaya
asalnya. Oberg (1960) menggambarkan culture shock atau gegar budaya sebagai
gangguan yang tidak disadari oleh individu yang tiba-tiba pindah ke dalam suatu
kebudayaan baru yang berbeda dari kebudayaan sebelumnya.

Hal tersebut terbukti dari beberapa contoh kecil tentang mahasiswa


perantuan yang mengalami gegar budaya salah satunya ketika ia tidak dapat
beradaptasi dengan lingkungan di tempat perantauanya, seperti halnya dia merasa
nilai kebudayaan asalnya sudah melekat pada dirinya sehingga ia kurang
memperhatikan nilai-nilai yang ada di tempat ia merantau sehingga membuat ia
merasa kurang diterima didalam lingkungan sekitar. Berada jauh dari orangtua juga
dapat menyebabkan mahasiswa mengalami gegar budaya, jauh dari orangtua
otomatis banyak sekali hal-hal yang harus dilakukan untuk menyesuaikan dalam
menjalani kehidupan sehari-hari. Mereka benar-benar mengalami kesulitan karena
harus nyuci, nyetrika, dan menyiapkan makan sendiri yang biasanya sudah serba
ada sewaktu tinggal di rumah.

Proses adaptasi ini tidak dapat sepenuhnya berjalan dengan mulus, bahkan
dapat membuat individu merasa terganggu. Budaya yang baru biasanya dapat
menimbulkan tekanan, karena memahami dan menerima nilai-nilai budaya lain
adalah sesuatu yang sangat sulit terlebih jika nilai-nilai budaya tersebut sangat
berbeda dengan nilai-nilai budaya yang kita miliki. Biasanya seseorang akan
melalui beberapa tahapan sampai dia akhirnya bisa bertahan dan menerima budaya
dan lingkungannya yang baru. Dalam prosesnya, pembelajaran dan adaptasi
terhadap kebudayaan baru tidak jarang seorang mahasiswa gagal untuk
menyesuaikan diri dan merasakan keidaknyamanan psikis maupun fisik, akibatnya
mereka mengalami gegar budaya (culture shock) bahkan stress dan depresi. Maka
dari itu, dalam menjalani proses adaptasi terhadap budaya baru tentulah seseorang
tersebut melalui proses-proses komunikasi sebagai suatu cara untuk menanggulangi
gegar budaya (culture shock) yang dialaminya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa hambatan dalam proses adaptasi mahasiswa rantau terhadap culture shock ?
2. Bagaimana proses mahasiswa rantau dalam menghadapi culture shock ?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui proses adaptasi mahasiswa rantau terhadap culture shock ?
2. Untuk mengetahui proses mahasiswa rantau dalam menghadapi culture shock?

1.4 Manfaat Penelitian


1. Diharapkan menambah referensi penelitian yang dilakukan tentang culture shock
pada mahasiswa perantau, mengingat penelitian terkait culture shock masih sangat
jarang dilakukan.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan aspek praktis kepada penulis
sehubungan dengan teori yang dipelajari selama perkuliahan berlangsung.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan bagi peneliti lain
dalam menggali lebih mendalam perihal Culture Shock serta kemampuan
penyesuaian diri di lingkungan baru.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian culture shock


Culture shock dalam Bahasa Indonesia berarti gegar budaya, istilah yang digunakan
untuk menggambarkan keadaan dan perasaan seseorang dalam menghadapi kondisi
lingkungan sosial budaya baru yang berbeda. Menurut Oberg (1960) culture shock
merupakan suatu penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan yang secara tiba-tiba
berpindah atau dipindahkan keluar negeri. Gegar budaya ditimbulkan oleh kecemasan
yang timbul akibat hilangnya simbol hubungan sosial yang familiar.

Culture shock bukan hanya sebuah reaksi negatif yang dirasakan seseorang, tetapi
juga merupakan proses pembelajaran. Kim dalam Martin (2001:249) mengatakan
bahwa culture shock adalah proses penting yang harus dilewati individu yang
berpindah ke lingkungan baru. Individu tersebut harus bisa menghadapi terpaan
masalah sosial, psikologis, dan filosofis dari perbedaan budaya. Culture shock
memang sering dikategorikan sebagai sebuah kecemasan yang terjadi karena
kesalahpahaman dalam mengartikan tanda dan simbol dalam interaksi sosial. Pada
dasarnya culture shock adalah sebuah reaksi emosional karena kurangnya penguatan
dari budaya sendiri, ke budaya baru.

Culture shock juga bisa diartikan sebagai sebuah pembelajaran budaya dan
pengembangan diri. Masalah dan perasaan stres yang dialami selama culture shock
adalah proses untuk memahami perubahan yang terjadi di hidup seseorang. Dalam
proses konflik inilah 7 akan lahir pengalaman baru yang menjadi potensi untuk
mengembangkan diri.
B. Tahapan terjadinya culture shock
Tahapan Terjadinya Culture Shock Culture shock memiliki beberapa tahapan yang akan
dilewati individu yang mengalaminya. Oberg mengungkapkan ada 4 tahapan dalam culture
shock yaitu :
1. Honeymoon Stage
Individu yang baru saja memasuki budaya baru merasa kagum dan antusias dengan
keadaan yang dia alami. Perbedaan antara budaya lama dan budaya baru tidak
dirasakan karena kekaguman yang dia rasakan.

2. Rejection or Regression Stage


Dalam tahap ini rasa letih dari tahap sebelumnya mulai dirasakan secara fisik.
Individu yang mengalami tahap ini mulai merasakan perbedaan dari budaya baru
yang dia hadapi. Perasaan rindu akan rumah, teman-teman, dan keluarga mulai
timbul karena ekspektasi dalam budaya baru yang berbeda. Hal ini membuat
pemikiran bahwa budaya asal lebih baik daripada budaya baru yang dia tinggali.

3. Adjustment or Negotiation Stage


Tahap ini adalah saat dimana individu mulai secara perlahan beradaptasi dengan
budaya barunya. Individu masih menyadari perbedaan antara budaya asal dan budaya
barunya, tetapi dengan bertemu orang baru, dan mempelajari budayanya individu
mulai beradaptasi.

4. Mastery Stage Mastery stage


adalah tahap dimana individu menguasai budaya baru yang dia tinggali dan menetap
di sana. Tidak banyak orang yang bisa mencapai tahap ini.

C. Teori Anxiety and Uncertainty Management oleh William Gudykunst


Teori ini memfokuskan pada bagaimana agar mendapatkan proses komunikasi yang efektif.
Istilah efektif ini diterjemahkan penulis lain sebagai accuracy, fidelity, dan understanding.
Gudykunst meyakini bahwa hambatan dalam berkomunikasi sebagian besar dipengaruhi oleh
rasa kecemasan dan ketidakpastian dalam proses komunikasi.
Berger dan Calabrese dalam Griffin (2015:435) menjelaskan bahwa uncertainty atau
ketidakpastian adalah sebuah fenomena kognitif dimana pelaku komunikasi tidak bisa
menebak sikap, perasaan, atau value dari lawan berkomunikasi. Kita mencoba memprediksi
perilaku orang lain dalam berkomunikasi, dan interpretasi kita terhadap pesan orang lain
berdasar pada pengalaman, budaya, dan grup etnik sendiri. Ketika dasar itu berbeda dengan
apa yang diketahui selama ini, interpretasinya pun dapat menyebabkan kesalahpahaman.

Anxiety atau kecemasan adalah perasaan tidak nyaman, kaku, dan cemas pada apa yang akan
terjadi. Jika ketidakpastian adalah sebuah 16 fenomena kognitif, kecemasan adalah perilaku
afektif atau emosional. Kecemasan hadir karena ketakutan akan konsekuensi negatif yang
mungkin akan terjadi karena proses komunikasi. Ketakutan yang dialami dijelaskan oleh
Stephan & Stephan berupa konsekuensi psikologis pada diri sendiri, dan penilaian negatif
oleh orang lain.

Dalam teori ini, kecemasan dan ketidakpastian dinilai berhubungan dengan seluruh sifat
komunikasi, perilaku, dan pola-pola serta kombinasi ini, mempengaruhi hal-hal yang
dilakukan dalam komunikasi dengan orang yang tidak dikenal.

D. Faktor yang mempengaruhi culture shock


Menurut pendapat Parrillo terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
culture shock (dalam Suardi, 2015, hlm.20-22) yaitu

1. Faktor pergaulan.
Individu cenderung mengalami ketakutan akan perbedaan pergaulan disetiap
tempat yang baru. Ketakutan ini menjadikan individu merasa canggung dalam
menghadapi situasi yang baru, tempat tinggal yang baru dan suasana yang
baru.
Akibat ketidak pahaman mengenai pergaulan ini, individu juga akan merasa
terasing dengan orang-orang disekelilingnya yang dirasa baru baginya.

2. Faktor teknologi.
Seiring perkembangan teknologi yang semakin pesat, masyarakat harus selalu
ingin berusaha untuk mengikuti perkembangan teknologi agar mampu
bersaing di
dunia global. Teknologi juga merupakan faktor penting dalam mempengaruhi
timbulnya masalah culture shock. Oleh sebab itu, individu merasa takut tidak
bisa
mengikuti perkembangan teknologi di tempat tinggal barunya. Individu disini
dituntut untuk berpikir keras bagaimana caranya untuk dapat mengikuti
perkembangan teknologi serta mampu mengaplikasikannya dikehidupannya.
Contohnya banyak individu yang berasal dari kampung-kampung pedalaman
yang
masih belum begitu kenal dengan teknologi yang lagi tren yang digunakan di
kota-kota.

3. Faktor geografis.
Faktor ini identik dengan keadaan geografis di daerah tersebut. Faktor
geografis ini merupakan faktor lingkungan secara fisik, misalnya perbedaan
cuaca, perbedaan letak wilayah seperti daerah pantai dengan daerah
pegunungan.
Hal ini akan menyebabkan individu tersebut mengalami gangguan kesehatan.

4. Faktor bahasa keseharian.


Bahasa sering dihubungkan dengan faktor kekagetan terhadap budaya baru
sebagai salah satu ketakutan yang cukup besar ketika akan menetap ditempat
yang
baru. Tidak menguasai atau bahkan tidak mengerti sama sekali bahasa
merupakan
suatu hal yang wajar yang menyebabkan timbulnya culture shock.

5. Faktor ekonomi.
Ketakutan terhadap biaya hidup yang berbeda yang memiliki kemungkinan
lebih tinggi merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya culture shock.
Individu harus mulai berusaha, bersiap serta berwaspada mengantisipasi agar
mampu bertahan hidup ditempat tinggal yang baru. Hal tersebut terjadi karena
pada umumnya setiap individu berasal dari keluarga dengan status ekonomi
yang
berbeda-beda dan hal tersebut ditambah dengan tingkat pengeluaran yang
lebih
banyak di luar negeri.

6. Faktor adat istiadat.


Faktor ini merujuk pada tradisi-tradisi yang biasa dilakukan oleh individu di
setiap daerah yang notebene memiliki ciri khas kebudayaan yang berbeda satu
sama lain. Untuk itu mahasiswa harus mampu beradaptasi dengan adat istiadat
di
daerahnya yang baru. Namun, beradaptasi dengan adat istiadat yang baru
bukanlah hal yang mudah bagi seorang mahasiswa asing, maka individu
cenderung mengalami kekagetan budaya terutama dalam hal adat istiadat
tersebut.
seperti harus diperhadapkan dengan adat istiadat di lingkungan baru, dimana
banyak budaya yang harus diselaraskan dengan aturan yang telah ditetapkan

E. Gejala-Gejala Culture Shock


Menurut Guanipa (dalam Niam 2009, hlm.71) gejala culture shock diantaranya:

a. Individu akan mengalami Kesedihan, kesepian.


b. Individu merasa tidak percaya diri.
c. Individu merindukan keluarga.
d. Individu merasa kehilangan identitas.
e. Tidak mampu memecahkan permasalahan sederhana.
f. Mengidentifikasi dengan budaya lama atau mengidealkan daerah lama.
g. Berusaha terlalu keras untuk menyerap segalanya di budaya baru.
h. Merasa kekurangan, kehilangan dan kegelisahan.
i. Mengembangkan stereotype tentang kultur yang baru.
j. Mengembangkan obsesi seperti over-cleanliness
k. Kemarahan, sifat lekas marah, keengganan untuk berhubungan dengan
orang lain.

F. Penelitian Terdahulu
Nikmah Suryandari, 2014. Culture shock communication mahasiswa Perantauan di
madura. dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
menggunakan wawancara secara mendalam kepada delapan orang narasumber
sebagai sample data. Tujuan dari penelitian ini mengetahui fenomena Gegar Budaya
Mahasiswa Komunikasi Perantau di Madura.
Persamaan dengan skripsi Nikmah Suryandarii yaitu sama-sama meneliti
tentang Gegar Budaya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mengetahui penyebab
terjadinya Gegar Budaya di Universitas Pakuan.

Umroh Dea Sahbani, 2021. Proses Adaptasi Mahasiswa terhadap culture shock dalam
penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan wawancara,
observasi dan dokumentasi kepada lima orang narasumber. Tujuan dari penelitian ini
mengetahui proses adaptasi Mahasiswa perantau di Universitas Muhammadiyah
Makassar.
Persamaan dengan skripsi Umroh Dea Sahbani yaitu sama-sama meneliti
tentang Gegar Budaya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mengetahui proses
adaptasi Gegar Budaya di Universitas Pakuan.

Manap Solihat, 2018. Adaptasi Komunikasi dan Budaya Mahasiswa asing program
internasional di Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) Bandung. penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan wawancara, observasi
kepada tujuh orang narasumber. Perbedaan penilitian ini berfokus pada adapatasi
komunikasi antar budaya mahasiswa asing dalam lingkungan belajarnya.
G. Kerangka Berpikir

Proses Culture Shock Mahasiswa perantau di


Universitas Pakuan

Faktor yang mempengaruhi culture shock Honeymoon Stage


( Menurut pendapat Parrillo ) Rejection Regresion stage

Faktor pergaulan Adjustments or Regresion Stage

Faktor teknologi Mastery Stage Mystery Stage

Faktor geografis

Faktor bahasa keseharian

Faktor ekonomi

Faktor adat istiadat

H. Fokus Penelitian
Penelitian ini berfokus pada bagaimana proses terjadinya gegar budaya mahasiswa
perantau Universitas Pakuan berdasarkan faktor-faktor terjadinya gegar budaya yang
dialami mahasiswa.
BAB III

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Waktu yang dibutuhkan oleh peneliti untuk meneliti yaitu enam bulan
( Agustus – Januari 2022-2023 ) dengan lokasi penelitian yaitu Universitas
Pakuan bogor yang terletak di alamat Pakuan Jl. Pakuan, RT.02/RW.06,
Tegallega, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat 16129.

B. Jenis dan Tipe Penelitian

Jenis penelitian yang digunkan peneliti adalah penelitian kualitatif. Pnelitian


kualitatif bertujuan untuk mendapat pemahaman yang sifatnya umum
terhadap kenyataan sosial dari perspektif partisipan (Ruslan, 2010:215).
Adapun tipe penelitian yang digunakan yaitu deskriptif. Penelitian deskriptif
menurut Nawawi dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang
diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek
penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat ini
berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Ardial,
2015:262).

C. Sumber Data

Sumber data dari penelitian ini terbagi atas dua, yaitu sumber primer dan
sumber sekunder.

1) Sumber primer
Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data
kepada pengumpul data (Sugiyono, 2018:225). Adapun sumber data primer
dari penelitian ini diperoleh dari informan utama yaitu para mahasiswa asal
Bima serta informan pendukung yaitu elemen lain selain mahasiswa di
Unismuh Makassar seperti dosen ataupun pihak lainnya.

2) Sumber sekunder
Sumber sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data
kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen
(Sugiyono, 2018:225). Data sekunder diperoleh dari literatur, baik buku-buku,
foto, autobiografi, maupun referensi yang terkait dengan penelitian ini.

Daftar Wawancara
1. Apa saja persiapan saudra sebelum merantau ke Bogor?
2. Bagaimana perasaan dan kesan anda setelah berada di Bogor?
3. Setelah berada di Bogor adakah hal tertentu yang menarik bagi saudara
dari lingkungan Kota Bogor?
4. Permasalahan apa saja yang saudara alami selama menempuh pendidikan
di Universitas Pakuan?
5. Pernahkah saudara mengalami home sick?
6. Apa saja yang saudara lakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut?
7. Apakah saudara merasa nyaman tinggal di Bogor?
8. Apakah Saudara kaget ketika melihat budaya di Bogor berbeda dengan
budaya dari tempat asal saudara?
9. Apakah saudara mengalami perundungan dari rekan mahasiswa?
10. Apakah saudara pernah mengalami depresi akibat gegar budaya?

1. Mempersiapkan dana lalu mencari lokasi untuk di tempati seperti kosan


2. Perasaannya cukup berbeda dengan tempat asal saya dikarenakan perbedaan
budaya bahasa pergaulan juga
3. Udaranya sejuk fasilitas kotanya yang beragam orangnya cukup ramah akses
kemana mana mudah
4. Pergaulan cukup elit seringkali menghabiskan uang saku bulanan dalam sehari
yang lumayan banyak dan juga menyesuaikan dengan mayoritas mahasiswa di
kampus
5. Pastinya pernah karena saya disini Cuma sendiri tidak saudara sama sekali
6. Saya menyesuaikan diri dengan teman teman, saya juga menyempatkan diri
untuk berkomunikasi dengan keluarga lewat telpon
7. Bisa dibilang cukup nyaman walaupun ada beberapa kendala yang kurang
mengenakan
8. Awalnya cukup terkejut karena perbedaan yang jauh dari tempat asal saya
9. Mungkin bukan di rundung tapi mungkin menyindir secara halus contohnya
seperti logat saya yang masi kental dengan bahasa daerah saya
10. Saya sempat mengalami depresi ringan namun saya masih bisa mengontrol
keadaan saya.

Anda mungkin juga menyukai