Anda di halaman 1dari 7

SAP (Susunan Artikel Pendidikan) p-ISSN: 2527-967X

Vol. 6 No. 1 Agustus 2021 e-ISSN: 2549-2845

TINGKAT CULTURE SHOCK DI LINGKUNGAN


MAHASISWA UNSIKA

Cut Nuraini1*, Dadang Sunendar2, Sumiyadi3


Pascasarjana Program, Doktor Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Pendidikan Indonesia 1,2,3
Email: cutnunun13@upi.edu1*

Abstrak
Culture shock atau sering kita sebut dengan istilah gegar budaya sangat berkaitan dengan keadaan
dimana ada kekhawatiran dan ketidakmenentuan dari perasaan dan pikiran berlebih yang dialami
orang-orang yang menempati wilayah baru dan asing. Di Unsika sendiri, kondisi culture shock sangat
tampak jelas di kalangan mahasiswa khususnya. Kondisi tersebut bukan hanya dilatarbelakangi oleh
status Unsika yang menjadi sebuah Perguruan Tinggi Negeri yang berada di daerah Karawang, juga
karena posisi Kota Karawang yang terletak pada perbatasan Ibu Kota yang kita ketahui bersama
merupakan pusat kehidupan Metropolitan. Sehingga, sedikit banyaknya mempengaruhi kondisi sosial
masyarakat yang terbentuk dalam keadaan culture shock. Banyaknya mahasiswa pendatang dari
berbagai daerah bahkan berasal dari luar pulau, menjadikan kondisi culture shock di lingkungan
mahasiswa Unsika berada pada tingkat atau tahap culture shock yang beragam. Namun, dalam kajian
ini ditemukan kunikan dimana rerata terbesar dari the crisis phase dialami oleh responden atau
mahasiswa wanita. Sehingga sangat menarik untuk diteliti lebih lanjut lagi terhadap penyebab dan
keterkaitannya.
Kata Kunci : Culture, Shock, Gegar, Budaya, Mahasiswa

Abstract
Culture shock is very much related to the situation where there are worries and uncertainties of
excessive feelings and thoughts experienced by people who occupy new and unfamiliar territory. In
Unsika Itself, the condition of culture shock is very apparent among students in particular. This
condition is not only backgrounded by the status of Unsika which is a State University in the
Karawang area, but also because of the position of the City of Karawang which is located on the
border of the Capital City known as the center of Metropolitan life. Thus, it more or less affects the
social circumstances of the community formed in a state of culture shock. The number of incoming
students from various regions and even from the outside of the island, makes the condition of culture
shock among the Unsika students varies. However, in this study it was found that the greatest average
of the crisis phase was experienced by female students or respondents. Therefore, it is very interesting
to be investigated further on the causes and their relevance.
Key Words : Culture, Shock, Concussion, Culture, Students

PENDAHULUAN tersebut mencakup seribu satu cara yang


Culture Shock atau biasa disebut dengan dilakukan dalam mengendalikan diri
Gegar budaya adalah salah satu tantangan sendiri dalam menghadapi situasi sehari-
yang tidak dapat dihindari oleh setiap hari.
individu ketika memasuki sebuah
lingkungan baru. Dalam sebuah tentang Kehidupan sehari-hari, setiap manusia
Culture Shock: Adjustment to New memiliki kebiasaan-kebiasaan yang
Cultural Environments menyebutkan menggambarkan interaksi manusia dengan
bahwa gegar budaya muncul karena lingkungan sosial kehidupannya.
adanya kecemasan sebagai dampak dari Kebiasaan tersebut terbentuk karena
hilangnya semua tanda serta lambang yang adanya pengaruh dari luar seperti.
sudah menjadi kebiasaan atau umum kebiasaan hidup, atau pembiasaan diri
digunakan di kalangan masyarakat dalam yang dibawa dari tempat asal, latar
hubungan keseharian [1]. Tanda-tanda belakang budaya, keadaan geografis

84
SAP (Susunan Artikel Pendidikan) p-ISSN: 2527-967X
Vol. 6 No. 1 Agustus 2021 e-ISSN: 2549-2845

lingkungan tempat tinggal asal, tempat Semenjak Universitas Singaperbangsa


atau lingkungan baru, serta perkembangan Karawang berubah status menjadi PTN
zaman. Kebiasaan inilah yang dinamakan atau perguruan Tinggi Negeri, Kota
budaya. Karawang menjadi semakin ramai oleh
pendatang. Selain Kota karawang
Budaya berisi tatanan pengetahuan, merupakan kota industri yang tidak sedikit
pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, karyawan dan karyawati di setiap
makna, hierarki, agama, waktu, peranan, perusahaan merupakan perantau atau
hubungan ruang, konsep alam semesta, masyarakat pendatang dari berbagai daerah
objek-objek materi dan milik yang di luar Karawang, Status yang disandang
diperoleh sekelompok besar orang dari UNSIKA sebagai PTN juga sangat
generasi ke generasi melalui usaha diminati oleh mahasiswa yang berasal dari
individu dan kelompok [2]. Saat seseorang luar Karawang. Sehingga, hal tersebut
mengenal budaya baru atau budaya asing, memunculkan keadaan culture shock di
mereka akan kehilangan „petunjuk budaya‟ lingkungan sosial kehidupan di Karawang
yang telah mereka miliki sebelumnya. khususnya di kalangan mahasiswa
Ibarat ikan yang keluar dari air, seseorang Universitas Singaperbangsa Karawang.
yang memasuki suatu budaya yang baru,
mereka harus melakukan penyesuaian Culture shock dapat terbentuk pada
dengan lingkungan tempat tinggalnya. kalangan mana saja, termasuk diantaranya
Proses penyesuaian inilah biasanya mahasiswa yang berkuliah di luar daerah
individu mengalami culture shock atau tempat tinggalnya. Seperti dalam penelitian
gegar budaya. tentang “Culture Shock Communication
Mahasiswa Perantauan di Madura”,
Culture shock kerap kali dianggap sebagai mengungkapkan bahwa culture shock
salah satu tantangan dalam konteks merupakan fenomena yang wajar ketika
komunikasi antar budaya. Terlebih di era orang bertamu atau mengunjungi budaya
globalisasi seperti saat ini, dimana dunia yang baru. Orang yang mengalami culture
seakan tanpa batas dan memungkinkan shock atau gegar budaya berada dalam
pertemuan antar satu budaya dengan kondisi belum terbiasa atau belum
budaya lainnya. Terlebih perkembangan menemukan kenyamanan baik secara fisik
zaman yang kian hari menyeret pada era maupun emosional. Adanya perbedaan
globalisasi yang sudah barang tentu latar belakang budaya, cara pandang,
memiliki pengaruh besar terhadap lini bahasa, lingkungan sosial, iklim dan cuaca,
bidang kehidupan, tak terkecuali pada makanan, pakaian serta kebiasaan hidup
bidang pendidikan. Globalisasi semakin menjadi serangkaian masalah yang harus
membuka peluang bagi masyarakat untuk dihadapi oleh mahasiswa perantau [3].
mendapatkan pendidikan yang lebih layak,
salah satunya yaitu membuka peluang bagi Dalam sebuah penelitian tentang “Foreign
masyarakat untuk berkuliah di universitas Students‟ Cultural Adjustment And Coping
terbaik yang mereka inginkan, baik di Strategies” menyebutkan bahwa
sekitaran luar daerah maupun luar pulau mahasiswa perantau seperti halnya
bahkan luar negeri. Karena itulah, saat ini pendatang atau pelancong, mereka harus
semakin banyak mahasiswa perantau yang menghadapi perbedaan budaya serta harus
datang ke suatu daerah untuk berkuliah. melakukan penyesuaian diri [4].
Seperti halnya mahasiswa di Universitas Penyesuaian sebagai proses terus menerus
Singaperbangsa Karawang. yang merupakan tuntutan dari situasi satu
ke situasi lainnya yang tidak bisa terjadi

85
SAP (Susunan Artikel Pendidikan) p-ISSN: 2527-967X
Vol. 6 No. 1 Agustus 2021 e-ISSN: 2549-2845

hanya dalam satu malam. Banyak hal yang Winkelmen menyatakan bahwa
dapat mempengaruhi proses penyesuaian menyebabkan gegar budaya atau culture
diri, seperti variabel-variabel komunikasi shock antara lain: a) Stress Reaction Stres
dalam akulturasi, yakni faktor personal menimbulkan reaksi fisiologis dalam
(intrapersonal), seperti karakteristik jangkauan luas yang menyebabkan
personal, motivasi individu, persepsi kerusakan fungsi sistem kekebalan tubuh
individu, pengetahuan individu dan dan meningkatkan kerentanan pada semua
pengalaman sebelumnya, selain itu juga penyakit. Individu yang berada di
dipengaruhi oleh keterampilan (kecakapan) lingkungan dan budaya yang baru
komunikasi individu dalam komunikasi mengalami pengalaman stres yang
sosial (antarpersonal) serta suasana disebabkan oleh faktor fisiologis maupun
lingkungan komunikasi budaya baru psikologis. b) Cognitive Fatigue Budaya
tersebut [2]. Karena itulah, bukanlah hal yang baru menuntut suatu usaha yang
yang baru jika mulai banyak peneliti yang penuh kesadaran untuk memahami halhal
mengangkat pengalaman gegar budaya yang diproses tanpa disadari dalam budaya
mahasiswa sebagai tema penelitiannya seseorang. Usaha harus dilakukan untuk
menganai culture shock termasuk memahami arti dari bahasa baru dan
penelitian mengenai tingkat culture shock komunikasi nonverbal, dalam lingkungan
pada mahasiswa UNSIKA. sosial yang baru. Usaha yang penuh
kesadaran dan menuntut perhatian untuk
Kaitan dengan teori-teori culture shock memahami semua informasi baru ini
atau gegar budaya, Oberg menyatakan sangat melelahkan dan menghasilkan
gegar budaya merupakan reaksi individu kepenatan mental dan emosional. c)Role
saat berada dalam lingkungan baru yang Shock Perubahan peran sosial dan relasi
belum dikenalnya. Reaksi awal yang interpersonal memengaruhi kesejahteraan
muncul adalah kecemasan akibat individu dan konsep diri, sehingga mengakibatkan
kehilangan tanda-tanda yang dikenalnya individu mengalami syok peran. Dalam
dalam lingkungan lamanya [5]. Bocher budaya yang baru, peran sebelumnya
juga mengungkapkan bahwa reaksi yang digantikan oleh peran yang belum
muncul berupa perasaan tidak nyaman dikenalnya. d) Personal Shock Harga diri,
berada di lingkungan yang tidak dikenal, identitas diri, kesejahteraan, kepuasan
dimana apabila individu terus hidup dijaga oleh sistem budaya individu
mengembangkan perasaan ini dan tidak [7].
melakukan penyesuaian terhadap
lingkungan yang baru dapat menyebabkan Selain itu, ada empat tahapan timbulnya
individu mengalami stress [5]. culture shock. yaitu:1) Tahapan pertama
Hammersley dan Atikson mengungkapkan yaitu the honeymoon phase, suatu tahapan
bahwa gegar budaya biasanya akan muncul di mana kamu akan merasa bahagia
pada hari-hari pertama individu datang ke setibanya di negara yang baru, apalagi
lingkungan yang baru. Gegar budaya yang belum pernah kamu kunjungi
muncul karena ketika individu berada di sebelumnya. 2) Tahap kedua, the crisis
lingkungan yang baru akan menemui phase yaitu perbedaan di negara baru tidak
kebiasaan-kebiasaan, adat maupun nilai- pas baik itu makanannya, logat yang susah
nilai yang berbeda dengan apa yang telah dimengerti, kebiasaan jual beli dan merasa
dianutnya di lingkungan yang lama, kesepian. Hal tersebut hanya membuat
sehingga hal tersebut dapat menimbulkan kamu merasa terasing dari lingkungan.
trauma bagi dirinya [6]. Namun kamu akan segera melaluinya jika
mampu menyesuaikan diri dengan baik. 3)

86
SAP (Susunan Artikel Pendidikan) p-ISSN: 2527-967X
Vol. 6 No. 1 Agustus 2021 e-ISSN: 2549-2845

Tahap ketiga, the adjustment phase, dalam budaya dan lingkungan yang sama sekali
fase ini, kamu sudah mulai bisa baru dan berbeda dengan lingkungan
berinteraksi dengan lingkungan di negara tempat tinggal asal, maka culture shock
baru. 4) Tahap keempat bi-cultural phase, menjadi suatu tantangan yang tidak bisa
kamu merasa nyaman hidup dengan dua dihindari oleh mahasiswa perantau. Tujuan
kebudayaan sekaligus. Ini merupakan awal mereka merantau adalah untuk
indikasi bagus, karena kamu telah berhasil berkuliah, dimana memiliki tugas untuk
melalui suatu seleksi alam kecil. Namun belajar dengan baik agar dapat
ada pula mahasiswa yang terlalu memuja memperoleh nilai yang membanggakan.
kebudayaan asing sehingga ketika pulang Akan tetapi, apabila mahasiswa perantau
ke negeri sendiri, ia malah merasa asing ini mengalami sebuah kondisi seperti
kembali. Untuk itu harus ada culture shock, keadaan tersebut dapat
keseimbangan antara memahami menjadi sebuah kendala di tempat mereka
kebudayaan tanpa meninggalkan identitas melanjutkan pendidikan, maka hal ini akan
kita sebagai bangsa Indonesia. mengganggu kegiatan belajarnya. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan
METODE oleh Pyvis dan Chapman tentang “Culture
Penelitian ini menggunakan metode Shock and theinternational
deskriptif dengan angket atau google form student„offshore‟”, menyebutkan bahwa
yang disebarkan guna mengukur tingkat culture shock atau gegar budaya pada
culture shock yang dialami oleh mahasiswa mahasiswa yang belajar di luar daerah
UNSIKA dengan mengaitkan penyebab tempat tinggalnya menjadi suatu fenomena
culture shock yang di alami oleh responden yang tak dapat dibiarkan [8]. Hal tersebut
Mahasiswa UNSIKA) sesuai dengan teori juga terjadi di UNSIKA (Universitas
Winkemen [7]. Objek yang dianalisis Singaperbangsa Karawang) dimana culture
dalam penelitian ini adalah mahasiswa shock menimbulkan permasalahan
UNSIKA dari beberapa Fakultas dan akademik bagi mahasiswa. Hal ini juga
Program Studi yang terjaring sebanyak 280 kemungkinan besar akan berdampak pada
responden (mahasiswa UNSIKA). Peneliti institusi atau pihak kampus tempat
melakukan pengumpulan data dengan mahasiswa pendatang belajar karena akan
menggunakan assessment (google form) mempengaruhi kualitas pendidikan serta
atau pertanyaan pilihan faktual (hal-hal reputasi institusinya. Pentingnya
yang dialami dan dirasakan) dan skala penyesuaian diri bagi mahasiswa baru
tahap culture shock atau gegar budaya. karena mempengaruhi mahasiswa tersebut
Hasil dari google form dianalisis dan untuk memaksimalkan potensinya [9].
dikaitkan dengan penyebab culture shock Kegagalan penyesuaian diri pada
yang dikemukakan oleh Winkelmen. Hasil mahasiswa akan berdampak merugikan
analisisnya berupa penjelasan tentang mahasiswa baik ketika menjadi mahasiswa
tingkat culture shock yang dialami ataupun menghadapi dunia kerja nantinya.
mahasiswa UNSIKA dengan penyebabnya. Penyesuaiam diri terhadap lingkungn
Setiap pilihan jawaban dengan tingkat kmpus harus terus dapat dapat diupayakan
ketidaknyamanan yang dirasakan, oleh mahasiswa baru ini sendiri. Hasil
dikaitkan dengan penyebab culture shock penelitian sebelumnya terlihat adanya
tersebut. keterkaitan antara culture shock dengan
penyesuaian diri yaitu berkorelasi secara
HASIL DAN PEMBAHASAN negatif [9]. Berikut hasil kajian lapangan
Layaknya seorang pendatang yang yang dilakukan peneliti mengenai tingkat
berkunjung ke tempat yang baru dengan culture shock pada mahasiswa UNSIKA.

87
SAP (Susunan Artikel Pendidikan) p-ISSN: 2527-967X
Vol. 6 No. 1 Agustus 2021 e-ISSN: 2549-2845

Tabel 1. Tingkat Culture Shock


Tingkat Culture Bentuk Ciri atau Gejala yang Timbul
Shock
The honeymoon  Dari 83% responden (mahasiswa  Nyaman di luar rumah atau
phase UNSIKA di berbagai Fakultas dan tempat tinggal.
Program Studi) lebih menyukai  Betah berlama-lama di luar
menghabiskan waktunya untuk jalan- rumah atau tempat tinggal.
jalan, berkunjung ke tempat-tempat yang  Nyaman berpergian
mereka belum ketahui dan belum pernah  Lebih tertarik dengan
kunjungi untuk sekadar ingin tahu menjelajah tempat baru
menghilangkan rasa penasaran atau  Minat yang tinggi atau rasa
sekadar mencicipi makanan khas ingin tahu yang tinggi atas hal-
setempat. hal baru atau yang belum
Hal tersebut sesuai dengan tahapan diketahui
culture shock pada tahap the honeymoon  Tertarik dengan menggali
phase, merasa bahagia setibanya di seluk-beluk Karawang
tempat yang baru, apalagi yang belum  Tidak nyaman di rumah atau
pernah dikunjungi sebelumnya. tempat tinggal
 Lebih nyaman di berada di
The chrisis phase  Sebanyak 52% responden (mahasiswa kampus daripada di tempat
UNSIKA di berbagai Fakultas dan tinggal (tempat kost atau
Program Studi) merasa tidak nyaman dan kontrakan)
sedikit takut dengan lingkungan baru dan  Memiliki rasa takut dan
kebiasaan hidup yang berkaitan dengan khawatir atau kecemasan
aturan dan tatakrama di lingkungan  Merasa canggung dengan
tempat tinggal mereka yang baru lingkungan sosial tempat
(lingkungan Karawang) sehingga, tinggal dan masyarakat sekitar
 Mereka yang merasa pada tahap the serta lingkungan kampus
chrisis phase lebih memilih menghindari  Merasa kesulitan untuk
bersosialisasi dengan warga sekitar memulai percakapan terlebih
tempat tinggal baru mereka atau dahulu
menghabiskan waktu keluar atau jalan-  Belum tahu atau tidak
jalan. mengetahui tatakrama, adat
 Sebanyak 33% responden (mahasiswa istiadat, dan kebiasaan
UNSIKA di berbagai Fakultas dan masyarakat dan lingkungan
Program Studi) mengalami sakit sekitar serta lingkungan
beberapa waktu tak lama sejak tinggal di kampus
perantauan (Karawang) jauh dari  Tidak faham dengan bahasa
keluarga dan tempat asal. yang digunakan sebagai alat
 Namun uniknya, dari 33% responden komunikasi di sekitar dan
dari total 280, sebanyak 73 responden masyarakat sekitar tempat
dari jumlah 92 responden ialah tinggal
mahasiswa atau responden wanita.  Merasa risih dengan kebiasaan
The adjustment Dari 100% responden (mahasiswa UNSIKA kehidupan sosialisasi
phase di berbagai Fakultas dan Program Studi) masyarakat sekitar tempat
menjawab memerlukan waktu sekitar 1-2 tinggal
semester (6-12 bulan) untuk beradaptasi dan  Mengalami sakit bermacam
bisa berbaur dengan budaya di lingkungan (seperti demam, dsb.) tak lama
Karawang serta dapat mengenal dan berbaur saat menetap di perantauan
masuk ke dalam budaya di kehdupan sehari- atau tempat tinggal sekarang
hari masyarakat karawang. Sehingga, pada  Kurang aktif dalam berbicara
tahap ini mahasiswa merasakan tahap shock atau komunikasi dengan
culture yang tidak sebentar. masyarakat sekitar tempat
Bi-cultural phase Dari 17% responden (mahasiswa UNSIKA tinggal dan kampus
di berbagai Fakultas dan Program Studi)  Lebih memilih menggunakan
merasakan shock culture pada tahap Bi- bahasa Indonesia ketika
cultural phase, selain responden ini berkomunikasi daripada

88
SAP (Susunan Artikel Pendidikan) p-ISSN: 2527-967X
Vol. 6 No. 1 Agustus 2021 e-ISSN: 2549-2845

merupakan mahasiswa asal kota Karawang dengan bahasa daerah asal


juga ada beberapa mahasiswa yang berasal masing-masing
dari luar Karawang namun memiliki
kebiasaan hidup jauh dari keluarga atau
lingkungan tempat tinggal asal (sebelum
kuliah, mereka bersekolah di luar daerah
tempat tinggal asalnya). Sehingga mereka
merasakan cukup nyaman di tempat yang
baru.

Jika dilihat dari ciri atau gejala yang timbul SIMPULAN


menunjukan penyebab culture shock sesuai Culture shock atau gegar budaya selalu
dengan teori Winkelmen, yaitu Stress dikaitkan dengan perpindahan tempat
tinggal atau lingkungan baru. Namun,
Reaction Stres yang menimbulkan reaksi
dalam kajian ini dapat disimpulkan bahwa
fisiologis, Cognitive Fatigue karena rerata mahasiswa UNSIKA didominasi
adanya tantangan mengenal atau oleh pendatang atau bukan warga asli
mempelajari hal atau bahasa baru, Role Karawang, sehingga culture shock sangat
Shock berupa perubahan peran sosial dan dialami oleh rerata mahasiswa UNSIKA
relasi interpersonal, dan Personal Shock sebagai responden. Culture shock yang
berupa gelaja yang timbul akibat bawaan dialami disebabkan oleh banyak faktor.
Namun, dari faktor-faktor tersebut,
dari diri pribadinya sendiri.
ditemukan keunikan hasil data yaitu pada
tahap culture shock, tahap crisis phase
Culture shock atau dalam bahasa Indonesia yang dialami didominasi oleh mahasiswa
disebut dengan gegar budaya adalah istilah wanita. Sehingga sangat menarik untuk
psikologis yang menggambarkan keadaan dilakukan kajian lebih lanjut terhadap
dan perasaan seseorang dalam menghadapi pengaruh gender atau perbedaan antara
kondisi lingkungan sosial dan budaya yang wanita dan pria.
berbeda. Ada beberapa tahapan-tahapan
DAFTAR PUSTAKA
Culture Shock yaitu, sebagai euforia awal, [1] K. Oberg, “Cultural Shock:
iritasi dan permusuhan, penyesuaian Adjustment to New Cultural
bertahap, penerimaan dan integrasi Selama Environments,” Pract. Anthropol.,
ini pendidikan multikultural masih sebatas vol. 7, no. 4, pp. 177–182, 1960.
pada bahasan dan konsep yang selalu ingin [2] M. D, Komunikasi Antar Budaya,
Panduan Berkomunikasi dengan
dikembangkan dalam dunia pendidikan
Orang-orang Berbeda Budaya.
[10]. Bandung: Rosdakarya, 2010.
[3] N. Suryandari, “Culture Shock
Culture shock tidak secara langsung Communication Mahasiswa
mempengaruhi hasil belajar mahasiswa. Perantauan Di Madura,” J.
Hal tersebut dikarenakan capaian Komunakasi Massa, vol. 1, no. 1, pp.
pembelajaran di setiap program studi satu 1–12, 2012.
[4] R. M. Sicat, “Foreign Students‟
dengan yang lain berbeda [11], maka dari
Cultural Adjustment and Coping
itu dapat dilihat bahwa memang tidak Strategies,” in 2011 International
terdapat pengaruh langsung nya terhadap Conference on Social Science and
hasil belajar siswa terurama jika Humanity IPEDR vol.5 (2011) ©
dibandingkan dengan program studi lain. (2011) IACSIT Press, Singapore,

89
SAP (Susunan Artikel Pendidikan) p-ISSN: 2527-967X
Vol. 6 No. 1 Agustus 2021 e-ISSN: 2549-2845

2011, pp. 338–241.


[5] nosensia D. IPramudiana and T. D.
Setyorini, “Hubungan Antara Gegar
Budaya dengan Penyesuaian Sosial
Siswa Papua di Magelang,” J. Paxis,
vol. 1, no. 2, pp. 125–138, 2019.
[6] R. L. Atkinson, Pengantar Psikologi,
Jilid 2. Tangerang: Interaksara, 2010.
[7] S. B. Goldstein and S. R. Keller,
“U.S. College Students‟ Lay
Theories of Culture Shock,” Int. J.
Intercult. Relat., vol. 47, no. 3, pp.
189–190, 2015.
[8] D. Pyvis and A. Chapman, “Culture
Shock and The International Student
„Offshore‟‟,‟” J. Res. Int. Educ, vol.
4, no. 1, pp. 23–42, 2005.
[9] L. P. Sari dan D. Rusli, “Pengaruh
Culture Shock Terhadap Penyesuaian
Diri Mahasiswa Baru Yang
Merantau,” J. Ris. Psikol., vol. 4, no.
1, pp. 1–10, 2019.
[10] Darmawati, “Jurnal Sipatokkong
BPSDM Sulawesi Selatan,” J.
Sipatokkong BPSDM Sulawesi
Selatan, vol. 1, no. 2, pp. 137–142,
2020.
[11] Z. Mitasari dan Y. Istikomayanti,
“Hubungan antara Culture Shock
dengan Hasil Belajar Mahasiswa
Tahun Pertama,” J. Psikol. Pendidik.
dan Konseling J. Kaji. Psikol.
Pendidik. dan Bimbing. Konseling,
vol. 4, no. 2, p. 105, 2019, doi:
10.26858/jpkk.v4i2.4316.

90

Anda mungkin juga menyukai