Abstrak
Culture shock atau sering kita sebut dengan istilah gegar budaya sangat berkaitan dengan keadaan
dimana ada kekhawatiran dan ketidakmenentuan dari perasaan dan pikiran berlebih yang dialami
orang-orang yang menempati wilayah baru dan asing. Di Unsika sendiri, kondisi culture shock sangat
tampak jelas di kalangan mahasiswa khususnya. Kondisi tersebut bukan hanya dilatarbelakangi oleh
status Unsika yang menjadi sebuah Perguruan Tinggi Negeri yang berada di daerah Karawang, juga
karena posisi Kota Karawang yang terletak pada perbatasan Ibu Kota yang kita ketahui bersama
merupakan pusat kehidupan Metropolitan. Sehingga, sedikit banyaknya mempengaruhi kondisi sosial
masyarakat yang terbentuk dalam keadaan culture shock. Banyaknya mahasiswa pendatang dari
berbagai daerah bahkan berasal dari luar pulau, menjadikan kondisi culture shock di lingkungan
mahasiswa Unsika berada pada tingkat atau tahap culture shock yang beragam. Namun, dalam kajian
ini ditemukan kunikan dimana rerata terbesar dari the crisis phase dialami oleh responden atau
mahasiswa wanita. Sehingga sangat menarik untuk diteliti lebih lanjut lagi terhadap penyebab dan
keterkaitannya.
Kata Kunci : Culture, Shock, Gegar, Budaya, Mahasiswa
Abstract
Culture shock is very much related to the situation where there are worries and uncertainties of
excessive feelings and thoughts experienced by people who occupy new and unfamiliar territory. In
Unsika Itself, the condition of culture shock is very apparent among students in particular. This
condition is not only backgrounded by the status of Unsika which is a State University in the
Karawang area, but also because of the position of the City of Karawang which is located on the
border of the Capital City known as the center of Metropolitan life. Thus, it more or less affects the
social circumstances of the community formed in a state of culture shock. The number of incoming
students from various regions and even from the outside of the island, makes the condition of culture
shock among the Unsika students varies. However, in this study it was found that the greatest average
of the crisis phase was experienced by female students or respondents. Therefore, it is very interesting
to be investigated further on the causes and their relevance.
Key Words : Culture, Shock, Concussion, Culture, Students
84
SAP (Susunan Artikel Pendidikan) p-ISSN: 2527-967X
Vol. 6 No. 1 Agustus 2021 e-ISSN: 2549-2845
85
SAP (Susunan Artikel Pendidikan) p-ISSN: 2527-967X
Vol. 6 No. 1 Agustus 2021 e-ISSN: 2549-2845
hanya dalam satu malam. Banyak hal yang Winkelmen menyatakan bahwa
dapat mempengaruhi proses penyesuaian menyebabkan gegar budaya atau culture
diri, seperti variabel-variabel komunikasi shock antara lain: a) Stress Reaction Stres
dalam akulturasi, yakni faktor personal menimbulkan reaksi fisiologis dalam
(intrapersonal), seperti karakteristik jangkauan luas yang menyebabkan
personal, motivasi individu, persepsi kerusakan fungsi sistem kekebalan tubuh
individu, pengetahuan individu dan dan meningkatkan kerentanan pada semua
pengalaman sebelumnya, selain itu juga penyakit. Individu yang berada di
dipengaruhi oleh keterampilan (kecakapan) lingkungan dan budaya yang baru
komunikasi individu dalam komunikasi mengalami pengalaman stres yang
sosial (antarpersonal) serta suasana disebabkan oleh faktor fisiologis maupun
lingkungan komunikasi budaya baru psikologis. b) Cognitive Fatigue Budaya
tersebut [2]. Karena itulah, bukanlah hal yang baru menuntut suatu usaha yang
yang baru jika mulai banyak peneliti yang penuh kesadaran untuk memahami halhal
mengangkat pengalaman gegar budaya yang diproses tanpa disadari dalam budaya
mahasiswa sebagai tema penelitiannya seseorang. Usaha harus dilakukan untuk
menganai culture shock termasuk memahami arti dari bahasa baru dan
penelitian mengenai tingkat culture shock komunikasi nonverbal, dalam lingkungan
pada mahasiswa UNSIKA. sosial yang baru. Usaha yang penuh
kesadaran dan menuntut perhatian untuk
Kaitan dengan teori-teori culture shock memahami semua informasi baru ini
atau gegar budaya, Oberg menyatakan sangat melelahkan dan menghasilkan
gegar budaya merupakan reaksi individu kepenatan mental dan emosional. c)Role
saat berada dalam lingkungan baru yang Shock Perubahan peran sosial dan relasi
belum dikenalnya. Reaksi awal yang interpersonal memengaruhi kesejahteraan
muncul adalah kecemasan akibat individu dan konsep diri, sehingga mengakibatkan
kehilangan tanda-tanda yang dikenalnya individu mengalami syok peran. Dalam
dalam lingkungan lamanya [5]. Bocher budaya yang baru, peran sebelumnya
juga mengungkapkan bahwa reaksi yang digantikan oleh peran yang belum
muncul berupa perasaan tidak nyaman dikenalnya. d) Personal Shock Harga diri,
berada di lingkungan yang tidak dikenal, identitas diri, kesejahteraan, kepuasan
dimana apabila individu terus hidup dijaga oleh sistem budaya individu
mengembangkan perasaan ini dan tidak [7].
melakukan penyesuaian terhadap
lingkungan yang baru dapat menyebabkan Selain itu, ada empat tahapan timbulnya
individu mengalami stress [5]. culture shock. yaitu:1) Tahapan pertama
Hammersley dan Atikson mengungkapkan yaitu the honeymoon phase, suatu tahapan
bahwa gegar budaya biasanya akan muncul di mana kamu akan merasa bahagia
pada hari-hari pertama individu datang ke setibanya di negara yang baru, apalagi
lingkungan yang baru. Gegar budaya yang belum pernah kamu kunjungi
muncul karena ketika individu berada di sebelumnya. 2) Tahap kedua, the crisis
lingkungan yang baru akan menemui phase yaitu perbedaan di negara baru tidak
kebiasaan-kebiasaan, adat maupun nilai- pas baik itu makanannya, logat yang susah
nilai yang berbeda dengan apa yang telah dimengerti, kebiasaan jual beli dan merasa
dianutnya di lingkungan yang lama, kesepian. Hal tersebut hanya membuat
sehingga hal tersebut dapat menimbulkan kamu merasa terasing dari lingkungan.
trauma bagi dirinya [6]. Namun kamu akan segera melaluinya jika
mampu menyesuaikan diri dengan baik. 3)
86
SAP (Susunan Artikel Pendidikan) p-ISSN: 2527-967X
Vol. 6 No. 1 Agustus 2021 e-ISSN: 2549-2845
Tahap ketiga, the adjustment phase, dalam budaya dan lingkungan yang sama sekali
fase ini, kamu sudah mulai bisa baru dan berbeda dengan lingkungan
berinteraksi dengan lingkungan di negara tempat tinggal asal, maka culture shock
baru. 4) Tahap keempat bi-cultural phase, menjadi suatu tantangan yang tidak bisa
kamu merasa nyaman hidup dengan dua dihindari oleh mahasiswa perantau. Tujuan
kebudayaan sekaligus. Ini merupakan awal mereka merantau adalah untuk
indikasi bagus, karena kamu telah berhasil berkuliah, dimana memiliki tugas untuk
melalui suatu seleksi alam kecil. Namun belajar dengan baik agar dapat
ada pula mahasiswa yang terlalu memuja memperoleh nilai yang membanggakan.
kebudayaan asing sehingga ketika pulang Akan tetapi, apabila mahasiswa perantau
ke negeri sendiri, ia malah merasa asing ini mengalami sebuah kondisi seperti
kembali. Untuk itu harus ada culture shock, keadaan tersebut dapat
keseimbangan antara memahami menjadi sebuah kendala di tempat mereka
kebudayaan tanpa meninggalkan identitas melanjutkan pendidikan, maka hal ini akan
kita sebagai bangsa Indonesia. mengganggu kegiatan belajarnya. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan
METODE oleh Pyvis dan Chapman tentang “Culture
Penelitian ini menggunakan metode Shock and theinternational
deskriptif dengan angket atau google form student„offshore‟”, menyebutkan bahwa
yang disebarkan guna mengukur tingkat culture shock atau gegar budaya pada
culture shock yang dialami oleh mahasiswa mahasiswa yang belajar di luar daerah
UNSIKA dengan mengaitkan penyebab tempat tinggalnya menjadi suatu fenomena
culture shock yang di alami oleh responden yang tak dapat dibiarkan [8]. Hal tersebut
Mahasiswa UNSIKA) sesuai dengan teori juga terjadi di UNSIKA (Universitas
Winkemen [7]. Objek yang dianalisis Singaperbangsa Karawang) dimana culture
dalam penelitian ini adalah mahasiswa shock menimbulkan permasalahan
UNSIKA dari beberapa Fakultas dan akademik bagi mahasiswa. Hal ini juga
Program Studi yang terjaring sebanyak 280 kemungkinan besar akan berdampak pada
responden (mahasiswa UNSIKA). Peneliti institusi atau pihak kampus tempat
melakukan pengumpulan data dengan mahasiswa pendatang belajar karena akan
menggunakan assessment (google form) mempengaruhi kualitas pendidikan serta
atau pertanyaan pilihan faktual (hal-hal reputasi institusinya. Pentingnya
yang dialami dan dirasakan) dan skala penyesuaian diri bagi mahasiswa baru
tahap culture shock atau gegar budaya. karena mempengaruhi mahasiswa tersebut
Hasil dari google form dianalisis dan untuk memaksimalkan potensinya [9].
dikaitkan dengan penyebab culture shock Kegagalan penyesuaian diri pada
yang dikemukakan oleh Winkelmen. Hasil mahasiswa akan berdampak merugikan
analisisnya berupa penjelasan tentang mahasiswa baik ketika menjadi mahasiswa
tingkat culture shock yang dialami ataupun menghadapi dunia kerja nantinya.
mahasiswa UNSIKA dengan penyebabnya. Penyesuaiam diri terhadap lingkungn
Setiap pilihan jawaban dengan tingkat kmpus harus terus dapat dapat diupayakan
ketidaknyamanan yang dirasakan, oleh mahasiswa baru ini sendiri. Hasil
dikaitkan dengan penyebab culture shock penelitian sebelumnya terlihat adanya
tersebut. keterkaitan antara culture shock dengan
penyesuaian diri yaitu berkorelasi secara
HASIL DAN PEMBAHASAN negatif [9]. Berikut hasil kajian lapangan
Layaknya seorang pendatang yang yang dilakukan peneliti mengenai tingkat
berkunjung ke tempat yang baru dengan culture shock pada mahasiswa UNSIKA.
87
SAP (Susunan Artikel Pendidikan) p-ISSN: 2527-967X
Vol. 6 No. 1 Agustus 2021 e-ISSN: 2549-2845
88
SAP (Susunan Artikel Pendidikan) p-ISSN: 2527-967X
Vol. 6 No. 1 Agustus 2021 e-ISSN: 2549-2845
89
SAP (Susunan Artikel Pendidikan) p-ISSN: 2527-967X
Vol. 6 No. 1 Agustus 2021 e-ISSN: 2549-2845
90