Anda di halaman 1dari 16

MINI RISET

CULTURE SHOCK
Untuk menyusun tugas mata kuliah Konseling Lintas Budaya
Dosen Pengampu: Sari Wardani Simarmata,. M.Pd

Disusun Oleh:
Nama : Rey Rizky Damanik
NIM 0303192079
Kelas / Semester : BKPI 2/Tujuh (VII)

PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING PENDIDIKAN


ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia Nya
kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan tugas Mini Riset ini tepat pada waktunya
yang berjudul “ Culture Shock” sebagai tugas akhir dari Ibu Sari Wardani Simarmata,. M.Pd
selaku Dosen pengampu mata kuliah Konseling Lintas Budaya. Demikian sebagai umat
Rasulullah SAW, patutlah kami menghanturkan shalawat dan salam kepada beliau dan para
sahabatnya, sehingga dapat sampai kepada kita semua. Aamiin ya rabbal’ alamiin.

Diharapkan makalah ini dapat memberikan pemahaman kepada pembaca sehingga


dapat menerapkannya. Saya menyadari bahwa hasil Mini Riset ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata saya sampaikan terimakasih dan saya berharap makalah ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca. Kemudian apabila terdapat
kesalahan pada tulisan ini saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Medan, 20 Desember 2022

Rey Rizky Damanik


NIM 0303192079

i
DAFTAR ISI

COVER

Kata Pengantar................................................................................................................i

Daftar Isi..........................................................................................................................ii

BAB I Pendahuluan........................................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................2
C. Tujuan Masalah.....................................................................................................2

BAB II Kajian Teori.......................................................................................................3

A. Pengertian Culture Shock......................................................................................3


B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Culture Shock..............................................4
C. Cara Mengatasi Culture Shock..............................................................................4

BAB III Metode Penelitian.............................................................................................5

A. Pengertian Wawancara..........................................................................................5

BAB IV Hasil Penelitian.................................................................................................6

BAB V Penutup...............................................................................................................9

A. Kesimpulan............................................................................................................9
B. Saran......................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................10

Lampiran..........................................................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gegar budaya atau dikenal pula dengan istilah Culture Shock merupakan salah satu
tantangan yang tidak dapat dihindari oleh individu ketika memasuki sebuah
lingkungan baru. Dalam sebuah penelitian Oberg (1960, hlm.142) tentang Culture
Shock: Adjustment to New Cultural Environments menyebutkan bahwa gegar budaya
muncul karena kecemasan sebagai dampak dari hilangnya semua tanda dan lambang
yang sudah lazim dalam hubungan keseharian.Tanda-tanda tersebut mencakup seribu
satu cara yang dilakukan dalam mengendalikan diri sendiri dalam menghadapisituasi
sehari-hari. Budaya layaknya kompas bagi arah perilaku yang menuntun cara berpikir
dan berperasaan individu. Ketika individu berada dalam budaya yang berbeda, ia akan
mengalami kesulitan ketika kompas yang digunakannya tidak menunjukkan arah yang
sama dengan kompas budaya tempat mereka tinggal sebelumnya. Pada dasarnya
setiap manusia memiliki kebiasaan-kebiasaan yang menggambarkan interaksi
manusia dengan lingkungan sosialnya. Kebiasaan tersebut terbentuk karena adanya
pengaruh dari luar seperti. tuntutan hidup, latar belakang budaya, keadaan geografis
habitat, perpindahan tempat dan perkembangan zaman. Kebiasaan inilah yang
kemudian lazim disebut dengan budaya. Budaya berisi tatanan pengetahuan,
pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hierarki, agama, waktu, peranan,
hubungan ruang, konsep alam semesta, objekobjek materi dan milik yang diperoleh
sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan
kelompok. (Mulyana, 2010, hlm.18). Saat seseorang memasuki budaya baru (budaya
asing), mereka akan kehilangan ‘petunjuk budaya’ yang telah mereka miliki
sebelumnya.

Sebagian besar mahasiswa identik dengan seorang perantau, lokasi universitas


yang tersebar di kota-kota besar Indonesia dengan tingkat kualitas berbeda-beda
memunculkan pandangan berbeda pada masing-masing calon mahasiswa dalam
menentukan pilihan universitas. Para mahasiswa dengan identitas budaya yang
berbeda-beda dalam suatu daerah bukanlah hal baru yang terjadi di Indonesia. Hal
tersebut disebabkan oleh tingginya tingkat gerak sosial geografis oleh seorang

1
individu atau kelompok individu di atas kemajemukan budaya, suku bangsa, agama,
bahasa, adat istiadat dan sebagainya yang terdapat di Indonesia yang sangat
memungkinkan terjadinya kontak budaya diantara penduduk Indonesia.
Maka tidak heran jika potensi terjadinya kekagetan budaya di antara para
individu perantau yang tinggal di suatu daerah baru juga akan semakin besar.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses adaptasi mahasiswa di Medan yang berstatus sebagai perantau
terhadap cultur shock?
2. Apa hambatan proses adaptasi mahasiswa di Medan terhadap Culture shock?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk proses adaptasi mahasiswa di Medan yang berstatus sebagai perantau
terhadap culture shock.
2. Mengetahui hambatan proses adaptasi mahasiswa di Medan terhadap Culture
shock.

2
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Pengertian Culture Shock


Gegar budaya atau shock culture adalah suatu bentuk adanya kebingungan atau
adanya disorientasi yang muncul pada saat kita memasuki lingkungan baru dengan budaya
yang berbeda-beda dari lingkungan asalnya. Adanya perubahan-perubahan yang dialami
oleh seseorang individu yang berada dilingkungan berbeda dari sebelumnya, tentunya akan
membuat seseorang individu itu akan mudah mengalami stress. Terutama dengan adanya
perubahan struktur, interaksi, dan komunikasi sosial yang berlangsung secara berbeda dari
daerah asal lingkungan seseorang individu tersebut, apalagi berbeda latar belakang yang
beragam. 

Menurut Samovar, Richard dan Edwin (2010) mengatakan individu yang mengalami
perubahan yang menyebabkan seseorang stress itu yang disebutnya sebagai gegar
budaya. Artinya, gegar budaya yaitu ketidaknyamanan yang dirasakan individu
termanifestasikan sebagai perasaan terasing, menonjol, berbeda sehingga memunculkan
kesadaran akan adanya ketidakefektifan pola perilaku baru dengan lingkungan lama yang
diterapkan di lingkungan barunya. Sementara itu, menurut Kim dalam Martin mengatakan
culture shock adalah proses penting yang harus dilewati individu yang berpindah ke
lingkungan baru. Individu tersebut juga harus bisa menghadapi terpaan masalah sosial,
psikologis, dan filosofi dari perbedaan budaya (2001:249). Dengan demikian, culture shock
merupakan sebuah reaksi emosional karena kurangnya penguatan dari budaya sendiri,
menuju ke budaya baru. Culture shock juga sebagai pembelajaran budaya dan
pengembangan diri serta adaptasi baru. 

3
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Culture Shock

Menurut Parrillo (2008), beberapa faktor yang dianggap dapat mempengaruhi culture shock
adalah sebagai berikut: 

1. Faktor intrapersonal, diantaranya keterampilan komunikasi, pengalaman dalam seting


lintas budaya, personal (mandiri atau torelansi), dan akses ke sumber daya. Karakteristik
fisik seperti penampilan, umur, kesehatan, kemampuan sosialisasi juga mempengaruhi.
Individu yang lebih muda cenderung mengalami culture shock yang lebih tinggi dari pada
individu yang lebih tua dan wanita lebih mengalami culture shock dari pada pria. 
2. Variasi budaya mempengaruhi transisi dari satu budaya ke budaya lain. Culture
shock terjadi lebih cepat jika budaya tersebut semakin berbeda, hal ini meliputi sosial,
perilaku, adat istiadat, agama, pendidikan, norma dalam masyarakat dan bahasa. Manifestasi
sosial politik juga mempengaruhi gegar budaya. Sikap dari masyarakat setempat dapat
menimbulkan prasangka, stereotip dan intimidasi. 

C. Cara Mengatasi Culture Shock

 Cara pertama yang wajib dilakukan adalah mempelajari terlebih dahulu budaya, tradisi,
peraturan, kebiasaan, norma norma yang berlaku, dan perilaku masyarakat di tempat yang
ingin kamu tuju. Dengan begitu kamu tidak akan terlalu kaget akan perbedaan-perbedaan
yang akan kamu hadapi jika sudah mempelajari tempat baru yang akan kamu tuju
sebelumnya.
 Selanjutnya, sediakan berbagai lokasi-lokasi penting yang menurut Anda akan berguna
untuk kehidupan di tempat baru Anda. Misalnya dengan menghafal tempat berbelanja
kebutuhan sehari-hari, rumah sakit, transportasi umum, dan lain sebagainya. Kamu juga
perlu memperhatikan ciri-ciri tempat tinggal kamu sehingga dapat memudahkanmu untuk
pulang dan tidak kehilangan.
 Cara ketiga untuk mengatasinya yaitu dengan membangun relasi di daerah baru. Dengan
begitu Anda akan lebih mudah mendapatkan bantuan dan informasi yang diperlukan yang
berkaitan dengan hal-hal yang diperlukan selama di tempat baru. Perhatikan juga dengan
siapa kamu menjalin hubungan, pastikan mereka adalah orang yang terpercaya karena
keselamatanmu tetaplah yang terpenting apalagi kamu berasa di tempat yang asing.
 Cara terakhir yang dapat dilakukan adalah dengan menjadi seseorang yang mengungkapkan,
pastinya kamu akan menemui orang yang berbeda dengan tempat tinggal asalmu, mulai dari
sifat, cara bicara, bahkan kebiasaan-kebiasaannya. Dengan pembunuhan terbuka, Anda akan
bisa memahami mereka dan akan terhindar dari masalah-masalah yang ditimbulkan oleh
perbedaan budaya.
4
BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini


dilakukan di tempat salah satu kos mahasiswa pada bulan desember. Penelitan ini
menggunakan sumber data berupa berupa catatan lapangan, transkrip wawancara yang dicatat
melalui catatan tertulis. Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari data kualitatif terdiri dari
transkip hasil wawancara. Peneliti dalam melakukan penelitian ini mengumpulkan data
dengan cara wawancara.

A. Pengertian metode teknik Wawancara

Wawancara atau temu duga adalah kegiatan tanya-jawab secara lisan untuk


memperoleh informasi. Bentuk informasi yang diperoleh dinyatakan dalam tulisan, atau
direkam secara audio, visual, atau audio visual. Wawancara merupakan kegiatan utama
dalam kajian pengamatan. Pelaksanaan wawancara dapat bersifat langsung maupun tidak
langsung. Wawancara langsung dilakukan dengan menemui secara langsung orang yang
memiliki informasi yang dibutuhkan, sedangkan wawancara tidak langsung dilakukan
dengan menemui orang-orang lain yang dipandang dapat memberikan keterangan mengenai
keadaan orang yang diperlukan datanya. Pertukaran informasi dan gagasan melalui tanya-
jawab dimaksudkan untuk membentuk makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara
digunakan dalam penelitian untuk mengatasi kelemahan metode observasi dalam
pengumpulan data. Informasi dari narasumber dapat dikaji lebih mendalam dengan
memberikan interpretasi terhadap situasi dan fenomena yang terjadi.

Ankur Garg, seorang psikolog menyatakan bahwa wawancara dapat menjadi alat
bantu saat dilakukan oleh pihak yang mempekerjakan seorang calon/kandidat untuk suatu
posisi, wartawan, atau orang biasa yang sedang mencari tahu tentang kepribadian seseorang
ataupun mencari informasi

5
BAB IV
HASIL PENELITIAN

Dalam penelitian ini, konsep mahasiswa perantauan menggunakan definisi Mochtar


Naim, ia menyebutkan merantau merupakan tipe khusus dari migrasi dengan konotasi budaya
tersendiri yaitu seorang individu yang datang dari luar daerah, meninggalkan kampung
halaman atau tanah kelahiran untuk pergi merantau ke kota, wilayah atau bahkan luar negeri,
dengan kemauan sendiri.

Culture shock atau dalam bahasa Indonesia disebut gegar budaya, adalah istilah untuk
menggambarkan keadaan dan perasaan seseorang dalam menghadapi kondisi lingkungan
sosial budaya yang berbeda. Sebagai makhluk sosial mereka dituntut untuk mampu
menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitarnya yang baru. Hal inilah yang menimbulkan
gegar budaya bagi mahasiswa perantau, menghasilkan sejumlah reaksi yang berpotensi
mengakibatkan masalah yang mengganggu pada diri Individu perantau. Paling tidak gegar
budaya dapat menyebabkan perasaan tidak nyaman, lelah hingga putus asa.

Berikut wawancara dengan satu orang informan mahasiswa perantau di Medan via
sosial Media WhatsUp maka peneliti menemukan penyebab culture shock serta gejala dan
reaksi culture shock pada mahasiswa perantauan yaitu sebagai berikut:

6
Data diri singkat informan sebagai berikut:

Nama : Ilman Siregar

Asal : Gunung Tua

Asal Universitas : Universitas Negeri Medan

Peneliti : Assalamualaikum dek

Informan : wa’alaikumsalam bang..

Peneliti : Adek lagi sibuk enggak?

Informan : Kebetulan Enggak bang, kenapa tuh bang? Ada Yang bisa di bantu?

Peneliti : Abang boleh mintak waktu adek sebentar untuk melakukan wawancara?

Informan : Boleh bang

Peneliti : jadi gini dek, abang mau wawancarai dikit aja mau tanya-tanya dikit dek..

Jadi gini dek, abang ada tugas konseling lintas budaya, jadi abang mau
tanya-tanya dikit samamu dek, jawabnya boleh vn kalau malas ngetik,
jujur ya jawabnya, tapi sebelum abang tanya, pahami dulu ini ya dek.

Culture Shock / gegar budaya merupakan gejala awal yang terjadi


pada mahasiswa/i baru yang memiliki unsur budaya yang berbeda
terlebih pada bahasa mereka masing-masing. Jadi Fenomena inilah
yang menjadi akar dari berbagai kesulitan penyesuaiaan diri yang
dialami masing-masing mahasiswa baru.

Jadi pertanyaannya gini dek

1. Bagaimana proses adaptasi adek sebagai mahasiswa baru yang


bertempat di Medan sebagai perantau terhadap Culture shock?
2. Apa saja hambatan proses adaptasi adek awal mula di Medan
terhadap Culture shock?

7
Informan : Untuk proses adaptasi saya ketika pertama merantau ke Medan lumayan sulit
bang, karena sangat berbeda pergaulan di kota dengan pergaulan dikampung
saya.
Dan untuk hambatan yg saya alami itu dari segi Bahasa bg, karna di
kampung saya itu memang harus memakai Bahasa daerah kami bg, maka dari
itu saya kurang lancar berbahasa Indonesia bg, dan teman teman kampus
saya juga sulit mengartikan kalua saya sedang berbicara dengan mereka.
Jadi itu menjadi hambatan terbesar menurut saya guna beradaptasi dengan
kawan-kawan di kota Medan.
Peneliti : Jadi sekarang sudah bisa menyesuaikan untuk berbahasa?
Informan : Untuk bahasa sudah mulai menyesuaikan bg, tapi belum sepenuhnya
bisa, baik dia menyusun kata-kata dan lain sebagainya.
Peneliti : okelah dekku, makasih banyak yaa, tetap semangat untuk berproses dan
mengejar cita- cita
Informan : Oke bang sama-sama, siap laksanakan bg hehehe

8
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil wawancara yang di lakukan dapat disimpulkan menunjukkan bahwa masa
culture shock akan dialami oleh setiap mahasiswa perantauan yang baru memasuki tahap
semester awal perkuliahan hanya saja culture shock yang terjadi pada setiap individu
berbeda- beda mengenai sejauh mana culture shock mempengaruhi hidupnya. Pengalaman
culture shock bersifat normal terjadi pada mahasiswa perantauan yang memulai
kehidupannya di daerah baru dengan situasi dan kondisi lingkungan sosial budaya yang
berbeda dengan daerah asalnya. Tingkat keberhasilan dalam mengatasi masalah culture shock
sangatlah bergantung dengan usaha dan kesungguhan dari masing-masing individu dalam
memegang teguh tujuan awal merantau. Dari hasil yang peneliti menyatakan bahwa culture
shock yang dialami informan mahasiswa perantau ternyata tidak benar-benar menimbulkan
rasa putus asa permanen dalam menyelesaikan akademiknya dan akan terkikis dengan
sendirinya oleh berjalannya waktu.
Individu akan mengalami culture shock saat satu minggu pertama kedatangannya dan
akan teratasi sampai satu tahun pertama. Mahasiswa baru memiliki peluang mengalami tahap
culture shock yaitu tahap optimistik hingga tahap crisis culture dan mahasiswa semester
lanjut yang sudah lebih lama tinggal di Medan telah melalui tahap yang lebih jauh baik tahap
recovery hingga tahap penyesuaian integration. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jalan
keluar dari culture shock yang baiknya dilakukan oleh mahasiswa perantau yaitu beradaptasi
dengan menerima dan memahami budaya di Medan.
B. Saran
Saran dari peneliti untuk pembaca yaitu mencegah kemungkinan seseorang akan
mengalami culture shock supaya mencari informasi terlebih dahulu tentang tempat atau
situasi yang akan di lalui, setidaknya untuk pengetahuan dasar untuk meminimalisir
terjadinya culture shock serta bisa lebih mudah untuk beradaptasi dengan lingkungan baru.

9
DAFTAR PUSTAKA

https://www.kajianpustaka.com/2021/12/culture-shock.html#:~:text=Faktor%2Dfaktor%20yang
%20Mempengaruhi%20Culture%20Shock&text=Karakteristik%20fisik%20seperti%20penampilan%2C
%20umur,culture%20shock%20dari%20pada%20pria.

https://www.sosiologi.info/2021/04/penjelasan-pengertian-culture-shock-gegar-budaya-penyebab-gejala-
cara-mengatasi-contohnya.html

https://vocasia.id/blog/pengertian-culture-shock/

https://id.wikipedia.org/wiki/Wawancara

10
LAMPIRAN
Bukti Wawancara

11
12
13

Anda mungkin juga menyukai