Anda di halaman 1dari 16

KEPERAWATAN TRANSKULTURAL

“CULTURE SHOCK”
DOSEN PENGAMPU: Bangu,AMK.,S.Pd.,M.A.Hed

Kelompok 6:

1. Risky Aulia Alkiana : (202431049)


2. Musdalifah : ( 202431040)
3. Putri debrianti Rahman : (202431045)
4. Magfira Alya Rahmadani : (202431034)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SEMBILAN BELAS NOVEMBER KOLAKA
2022
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahiim. Alhamdulillahi rabbil 'alamin. Segala puji syukur
penyusun panjatkan kepada ALLAH SWT, yang telah memberikan rahmat. dan hidayah,
sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Keperawatan Transkultural,
dengan judul tugas "(Cultural Shock)". Pada kesempatan ini menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Azhari, S.STP.,M.Si selaku Rektor Universitas Sembilanbelas November Kolaka
2. Ibu Rina Rembah, ST.,MT.,CPHCM selaku Dekan Fakultas Sains dan teknologi Universitas
Sembilanbelas November Kolaka
3. Ibu Ns. Rosani Naim, S.Kep.,M.Kep selaku Ketua Program Studi Keperawatan
4. Bapak Bangu, S.Pd.,M.A.Hed. Selaku Dosen Pengampu pada Program Studi Keperawatan
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sembilanbelas November Kolaka.
5. Rekan-rekan mahasiswa seperjuangan pada Program Studi D3 Keperawatan Fakultas Sain
Dan Teknologi Universitas Sembilan belas November Kolaka. yang telah banyak
membantu dan memberikan dukungan kritik serta saran.
Penulis memohon perlindungan kepada Allah SWT dan berharap Makalah ini bermanfaat bagi
semuanya.

Wassallamu’alaikum wr.wb
Kolaka, 10 Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI............................................................................................................3
2.1 Pengertian Cultural Shock.........................................................................................................3
2.2 Dimensi Cultural Shock.............................................................................................................5
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Cultural Shock...................................................................6
2.4 Proses Terjadinya Culture Shock...............................................................................................8
2.5 Gejala Gejala dari Cultural Shock.............................................................................................9
2.6 Efek atau Akibat dari Cultural Shock........................................................................................9
2.7 solusi dari permasalahan cultural shock..................................................................................10
2.8 Contoh Cultural Shock............................................................................................................11
BAB III KESIMPULAN...............................................................................................................12
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................................12
3.2 Saran........................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................13

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berinteraksi satu sama lain. baik itu dengan
sesama, adat istiadat, norma, pengetahuan ataupun budaya di sekitarnya. Pada kenyataanya
seringkali kita tidak bisa menerima atau merasa kesulitan menyesuaikan diri dengan perbedaan-
perbedaan yang terjadi akibat interaksi tersebut, seperti masalah perkembangan teknologi,
kebiasan yang berbeda dari seorang teman yang berbeda asal daerah atau cara-cara yang menjadi
kebiasaan dari suatu daerah sementara kita berasal dari daerah lain. Dari sebuah hubungan
interaksi sosial itu menimbulkan suatu budaya baru yang berawal dari sebuah proses akulturasi
budaya.
Pada mulanya ketika seseorang dihadapkan pada posisi demikian, ia akan beranggapan
bahwa ia merasa dikucilkan oleh orang-orang yang tinggal dilingkungannya. Namun seiring
berjalannya waktu, dan seringnya intensitas seseorang berinteraksi dengan orang-orang baru
dilingkungannya, maka ia akan menemukan sebuah kenyamanan dan bahkan bisa mengadopsi
budaya baru yang ada dilingkungan baru tersebut.
Kita banyak belajar dari respons-respons komunikasi terhadap rangsangan dari lingkungan
sekitar. Kita harus menyandi dan menyandi balik pesan-pesan dengan cara itu sehingga pesan-
pesan tersebut akan dikenali. diterima dan direspon oleh individu-individu yang berinteraksi
dengan kita. Bila dilakukan kegiatan-kegiatan komunikasi berfungsi sebagai alat untuk
menafsirkan lingkungan fisik dan sosial kita.
Culture shock merupakan fenomena yang akan dialami oleh setiap orang yang melintasi dari
suatu budaya ke budaya lain sebagai reaksi ketika berpindah dan hidup denga norang-orang yang
berbeda pakaian, rasa, nilai, bahkan bahasa dengan yang dipunyai oleh orang tersebut.
(Littlejohn, 2004; Kingsley and Dakhari, 2006; Balmer, 2009). Little john,dalam jurnal yang
ditulisnya, meyatakan bahwa culture shock adalah fenomena yang wajar ketika orang bertamu
atau mengunjungi budaya yang baru. Orang yang mengalami culture shock berada dalam kondisi
tidak nyaman baik secara fisik maupun emosional.Sebuah jurnal menceritakan seorang siswa
yang baru saja menyelesaikan sekolah menengah dan hendak melanjutkan ke universitas, untuk
pertama dia akan bangga danmempersiapkan dirinya untuk memnghadap lingkungan kuliah yang
baru. Dia akan mempersiakan dirinya untuk bertemu dengan orang-orang baru, antusiasme untuk
1
belajar agar menuai kesuksesan dalam lingkungannya yang baru. Namun, pada akhirnya siswa
tersebut, terhadap lingkungan barunya mengalamai ketidaknyamanan hingga membuatnya tidak
lagi ingin melanjutkan kuliahnya (Balmer, 2009). Dari jurnal ilmiah ini bisa disimpulkan bahwa
setiap siswa menjadi wajar jika mengalami culture shock sebagai akibat perpindahannya dari
lingkungan sekolah menengah yang lama kelingkungan universitas yang baru. Kebiasaan-
kebiasaan di lingkungan baru, seperti yangdiungkapkan Balmer, dapat menyebabkan tekanan dan
berakibat pada kompetensiakademik siswa tersebut. Akan menjadi negative kalau culture shock
tersebut tidak teratasi, dalam hali ini orang gagal untuk meyesuaikan dirinya dengan lingkungan
barunya, dan menjadi depresi (Littlejohn. 2004; Kingsley and Dakhari, 2006; Balmer.2009)
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Pengertian Cultural Shock
1.2.2 Pengertian Cultural Shock Menurut Beberapa Ahli
1.2.3 Dimensi Cultural Shock
1.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Cultural Shock
1.2.5 Gejala Gejala dari Cultural Shock
1.2.6 Dampak Positif dan Negatif Cultural Shock
1.2.7 Efek atau Akibat dari Cultural Shock
1.2.8 Solusi dari Permasalahan Cultural Shock
1.2.9 Contoh Cultural Shock
1.3 Tujuan
Agar pembaca mengetahui lebih jelas tentang culture shock baik dari segi faktor ,
gejala ,dampak positif dan negatif ,efek akibat culture shock,solusi dari culture shock.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian Cultural Shock
Culture shock atau dalam bahasa Indonesia disebut "gegar budaya", adalah istilah
psikologis untuk menggambarkan keadaan dan perasaan seseorang menghadapi kondisi
lingkungan sosial budaya yang berbeda. Istilah culture shock pertama kali dikenalkan oleh
Kelvero Oberg pada tahun 1955. Pada awalnya definisi culture shock menekankan pada
komunikasi. Oberg mendefinisikan culture shock sebagai kecemasan yang timbul akibat
hilangnya sign dan simbol hubungan sosial yang familiar.
Definisi Gegar budaya adalah reaksi individu pada lingkungan baru yang belum dikenalinya
sehingga menimbulkan reaksi awal berupa cemas akibat individu kehilangan tanda-tanda yang
dikenalnya di lingkungan lama. Gegar budaya (culture shock) terjadi karena adanya
ketidaksetaraan pandangan antara budaya satu dengan lainnya, sehingga membuat suatu budaya
baru yang datang ke budaya lainnya mengalami kehilangan harapan atau antisipasi terhadap
kesamaan. Gegar Budaya dapat mengakibatkan stress dan ketegangan saat individu dihadapkan
pada situasi yang belum pernah dirasakan sebelumnya, seperti adanya perbedaan bahasa, gaya
berpakaian, makanan dan kebiasaan makan, relasi interpersonal, cuaca (iklim), waktu belajar,
makan dan tidur, tingkah laku pria dan wanita, peraturan. sistem politik, perkembangan
perekonomian, sistem pendidikan dan pengajaran, sistem terhadap kebersihan, pengaturan
keuangan, cara berpakaian maupun transportasi umum.
Pengertian Cultural Shock menurut beberapa Ahli:
Istilah "culture shock" pertama kali diperkenalkan oleh Oberg (1960) untuk menggambarkan
respon yang mendalam dan negatif dari depresi,frustasi, dan disorientasi yang dialami oleh
orang-orang yang hidup dalamsuatu lingkungan budaya yang baru.
Dayaksini,2004. Istilah ini menyatakan ketiadaan arah, merasa tidak mengetahui harus
berbuat apa atau bagaimana mengerjakan segala sesuatu di lingkungan yang baru, dan tidak
mengetahui apa yang tidak sesuai.
Ward (2001). mendefinisikan culture shock adalah suatu proses aktif dalam menghadapi
perubahan saat berada di lingkungan yang tidak familiar. Proses aktif tersebut terdiri dari
affective, behavior, dan cognitive individu,yaitu reaksi individu tersebut merasa, berperilaku, dan
berpikir ketika menghadapi pengaruh budaya kedua.

3
Edward Hall dalam bukunya yang berjudul Silent Language (1959,dalam Hayqal, 2011)
mendeskripsikan culture shock adalah gangguan ketika segala hal yang biasa dihadapi ketika di
tempat asal menjadi sama sekali berbeda dengan hal-hal yang dihadapi di tempat yang baru dan
asing.
Furnham dan Bochner (1970) mengatakan bahwa culture shock adalah ketika seseorang
tidak mengenal kebiasaan-kebiasaan sosial dari kultur baru atau jika ia mengenalnya maka ia tak
dapat atau tidak bersedia menampilkan perilaku yang sesuai dengan aturan-aturan itu.
Stella dan Hayqal (2011). Culture shock merupakan sebuah fenomena emosional yang
disebabkan oleh terjadinya disorientasi pada kognitif seseorang sehingga menyebabkan
gangguan pada identitas.
Menurut Kim (2004, dalam Abbasian and Sharifi, 2013)menyatakan culture shock adalah
proses generik yang muncul setiap kali komponen sistem hidup tidak cukup memadai untuk
tuntutan lingkungan budaya baru.Selanjutnya Culture shock adalah tekanan dan kecemasan yang
dialami oleh orang-orang ketika mereka bepergian atau pergi ke suatu sosial dan budaya yang
baru menurut (Odera, 2003; Khoirun, Niam, 2009).Culture shock dapat terjadi dalam lingkungan
yang berbeda. Hal ini dapat mengenai individu yang mengalami perpindahan dari satu daerah ke
daerah lainnya dalam negerinya sendiri sampai individu yang berpindah ke negara lain
(Dayaksini, dkk, 2004).
Menurut Littlejohn (2004, dalam Mulyana 2006) culture shock adalah perasaan
ketidaknyamanan psikis dan fisik karena adanya kontak dengan budaya lain. Banyak pengalaman
dari orang-orang yang menginjakkan kaki pertama kali di lingkungan baru, walaupun sudah siap,
tetap merasa terkejut atau kaget begitu mengetahui bahwa lingkungan di sekitarnya telah
berubah. Orang terbiasa dengan hal-hal yang ada di sekelilingnya, dan orang cenderung suka
dengan familiaritas tersebut. Familiaritas membantu seseorang mengurangi tekanan karena
dalam familiaritas, orang tahu apa yang diharapkan dari lingkungan dan orang-orang di
sekitarnya. Maka ketika seseorang meninggalkan lingkungannya yang nyaman dan masuk dalam
suatu lingkungan baru, banyak masalah akan dapat terjadi.
Kingsley dan Dakhari, (2006). Cultural shock merupakan istilah yang digunakan untuk
menjelaskan perasaan bingung dan ragu-ragu yang mungkin dialami seseorang setelah ia
meninggalkan budaya yang dikenalnya untuk tinggal di budaya yang baru dan berbeda.

4
Dari definisi yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa culture shock
merupakan suatu permasalahan yang melibatkan perasaan, cara berpikir dan berperilaku pada
diri individu saat menghadapi perbedaan pengalaman maupun budaya ketika berada di daerah/
negara lain dari daerah/negara asal.
2.2 Dimensi Cultural Shock
Ward (2001) membagi culture shock kedalam beberapa dimensi yang disebut dengan ABCs
of Culture Shock, yakni:
2.2.1 Affective
Dimensi ini berhubungan dengan perasaan dan emosi yang dapat menjadi positif atau
negatif. Individu mengalami kebingungan dan merasa kewalahan karena datang ke lingkungan
yang tidak familiar. Individu merasa bingung, cemas, disorientasi, curiga, dan juga sedih karena
datang ke lingkungan yang tidak familiar. Selain itu individu merasa tidak tenang, tidak aman,
takut ditipu ataupun dilukai, merasa kehilangan keluarga, teman-teman, merindukan kampung
halaman, dan kehilangan identitas diri.
2.2.2 Behavior
Dimensi ini berhubungan dengan pembelajaran budaya dan pengembangan keterampilan
sosial. Individu mengalami kekeliruan aturan, kebiasaan dan asumsi-asumsi yang mengatur
interaksi interpersonal mencakup komunikasi verbal dan nonverbal yang bervariasi di seluruh
budaya. Mahasiswa asing yang datang dan kurang memiliki pengetahuan dan keterampilan sosial
yang baik di budaya lokal akan mengalami kesulitan dalam memulai dan mempertahankan
hubungan harmonis di lingkungan yang tidak familiar. Perilaku individu yang tidak tepat secara
budaya dapat menimbulkan kesalahpahaman dan dapat menyebabkan pelanggaran. Hal ini juga
mungkin dapat membuat kehidupan personal dan profesional kurang efektif. Biasanya individu
akan mengalami kesulitan tidur, selalu ingin buang air kecil, mengalami sakit fisik, tidak nafsu
makan dan lain-lain. Dengan kata lain, individu yang tidak terampil secara budaya akan sulit
mencapai tujuan. Misalnya, mahasiswa asing yang lebih sering berinteraksi dengan orang
sebangsanya/ senegaranya saja.
2.2.3 Cognitive
Dimensi ini adalah hasil dari aspek affectively dan behaviorally yaitu perubahan persepsi
individu dalam identifikasi etnis dan nilai-nilai akibat kontak budaya. Saat terjadi kontak budaya,
hilangnya hal-hal yang dianggap benar oleh individu tidak dapat dihindarkan. Individu akan

5
memiliki pandangan negatif, kesulitan bahasa karena berbeda dari negaraasal, pikiran individu
hanya terpaku pada satu ide saja, dan memiliki kesulitan dalam interaksi sosial.
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Cultural Shock
Faktor penyebab timbulnya "Masalah Culture shock atau Gegar Budaya" dari yang dominan
hingga paling rendah, berikut ini penjabarannya:
2.3.1 Faktor pergaulan
Pada faktor ini, individu cenderung mengalami ketakutan akan perbedaan pergaulan
disetiap tempat yang baru. Ketakutan ini menjadikan individu merasa canggung dalam
menghadapi situasi yang baru, tempat tinggal yang baru dan suasana yang baru. etidak pahaman
mengenai pergaulan ini, individu juga akan merasa terasing dengan orang orang disekelilingnya
yang dirasa baru baginya.
2.3.2 Faktor teknologi
Dewasa ini perkembangan teknologi semakin melaju pesat. Perkembangan teknologi
yang semakin mutakhir ini menyebabkan masyarakat harus selalu ingin berusaha untuk
mengikuti perkembangan teknologi agar mampu bersaing di dunia global. Teknologi juga
merupakan faktor penting dalam mempengaruhi timbulnya masalah culture shock. Individu
merasa takut tidak bisa mengikuti perkembangan teknologi di tempat tinggal barunya sehingga
individu cenderung akan merasakan ketakutan. Individu disini dituntut untuk berpikir keras
bagaimana caranya untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi serta mampu
mengaplikasikannya dikehidupannya.
2.3.3 Faktor geografis
Faktor geografis identik dengan keadaan geografis di daerah tersebut. Faktor geografis ini
merupakan faktor lingkungan secara fisik, misalnya perbedaan cuaca, perbedaan letak wilayah
seperti daerah pantai dengan daerah pegunungan. Hal ini akan menyebabkan individu tersebut.
mengalami gangguan kesehatan. .
2.3.4 Faktor Bahasa keseharian
Bahasa merupakan cerminan dari sebuah kebudayaan yang beradab. Bahasa tidak bisa
dianggap dengan sebelah mata dewasa ini. Individu yang mengalami kekagetan terhadap budaya
baru sering kali dihubungkan dengan faktor Bahasa sebagai salah satu ketakutan yang cukup
besar ketika akan menetap ditempat yang baru. Tidak menguasai atau bahkan tidak mengerti
sama sekali bahasa merupakan suatu hal yang wajar yang menyebabkan timbulnya culture shock.

6
2.3.5 Faktor Ekonomi
Ketakutan terhadap biaya hidup yang berbeda yang memiliki kemungkinan lebih tinggi
merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya culture shock Ini merupakan hal umum yang
terjadi bahwa setiap daerah di negara Indonesia memiliki kemampuan konsumsi yang berbeda-
beda. Perbedaan inilah yang menyebabkan individu guncang ketika dihadapkan pada
permasalahan tempat tinggal yang baru. Individu harus mulai berusaha, bersiap serta berwaspada
mengantisipasi agar mampu bertahan hidup ditempat tinggal yang baru.
2.3.6 Faktor adat istiadat
Faktor ini merujuk pada tradisi-tradisi yang biasa dilakukan oleh masyarakat di setiap
daerah yang notebene memiliki ciri khas kebudayaan yang berbeda satu sama lain. itu individu
harus mampu beradaptasi dengan adat istiadat di daerahnya yang baru. Namun beradaptasi
dengan adat istiadat yang baru bukanlah hal yang mudah bagi seorang pendatang. maka individu
cenderung mengalami kekagetan budaya terutama dalam hal adat istiadat tersebut.
2.3.7 Faktor agama
Agama dianggap sebagai salah satu penghambat individu dalam usahanya menyesuaikan
di tempat tinggal yang baru. Individu mengalami ketakutan tersendiri terhadap agama yang
menjadi perbedaan yang sangat rentan dan tidak bisa disatukan dengan mudahnya.Faktor Yang
Mempengaruhi Culture Shock Menurut Furnham dan Bochner (dalam Manz, 2003) faktor-faktor
yang mempengaruhi individu mengalami culture shock saat berinteraksi dengan budaya baru
adalah sebagai berikut:
2.3.7.1 Adanya perbedaan budaya, kualitas,kuantitas dan lamanya culture shock yang dialami
individu yang dipengaruhi oleh tingkat perbedaan budaya antara lingkungan asal dan lingkungan
baru individu. Culture shock lebih cepat jika budaya tersebut sangat berbeda, seperti sosial,
perilaku, adatistiadat, agama, pendidikan, norma dalam masyarakat, dan bahasa.Semakin
berbeda kebudayaan antar dua individu yang berinteraksi, semakin sulit kedua individu tersebut
membangun dan memelihara hubungan yang baik. ( Bochner, 2003; Septina Sihite, 2012).
2.3.7.2 Perbedaan individu. Berkaitan dengan perbedaan dalam kepribadian dan kemampuan
individu menyesuaikan diri di lingkungan barunya. Selain itu juga merujuk pada variabel
demografis seperti usia, jenis kelamin, kelas sosial-ekonomi dan pendidikan.

7
2.3.7.3 Pengalaman lintas budaya individu sebelumnya, pengalaman individu dimasa lalu saat
berada di lingkungan baru yang sangat berpengaruh pada proses adaptasi seperti pengalaman
bagaimana individu menerima perlakuan dari penduduk lokal.
2.4 Proses Terjadinya Culture Shock
Individu asing yang datang ke lingkungan yang tidak familiar akan mengalami culture
shockdengan serangkaian proses. Samovar (2010, dalam Sekeon, 2011) mengungkapkan adanya
empat fase untuk culture shock, yaitu:
2.4.1 Fase Bulan Madu (Honeymoon Phase)
Fase bulan madu yaitu fase ini berisi kegembiraan, rasa penuh harapan, dan euphoria
sebagai antisipasi individu sebelum memasuki budaya baru. Fase ini adalah fase yang paling
disukai oleh semua orang. Pada fase ini mahasiswa asing merasakan sesuatu hal yang berbeda
dari semula, jadi mahasiswa asing menikmati suasana yang terjadi oleh karena sesuatu yang baru
dengan lingkungan yang lain dari sebelumnya. Pada fase ini semuanya merasakan kesenangan,
kegembiraan serta kenikmatan. Layaknya seperti pasangan baru yang merasakan bulan madu
yang belum ada termasuk kesulitan-kesulitan dalam menjalani hubungan dan budaya yang baru.
2.4.2 Fase Pesakitan (Crisis Phase)
Fase pesakitan yaitu fase krisis dalam culture shock, karena lingkungan baru mulai
berkembang. Pada fase ini mahasiswa asing dihadapkan dengan keadaan yang sangat sulit,
timbul perasaan yang tidak nyaman, kegelisahan, rasa ingin menolak apa yang dirasakan tapi
tidak bisa berbuat apa-apa. Sebab fase ini adalah fase yang membuat seseorang merasasendiri,
terpojok, dan bimbang. Oleh karena itu, perubahan lingkungan yang mereka rasakan, mereka
mendapati hal-hal yang mereka tidak inginkan di lingkungan yang baru. Disinilah perasaan
hilangnya simbol- simbol, adat kebiasaan yang dulu menjadi identitas dirinya, saat ini harus
dihadapkan dengan suatu keadaan yang berlawanan.
2.4.3 Fase Adaptasi (Adjusment Phase)
Fase adaptasi yaitu fase dimana individu mulai mengerti mengenai budaya barunya. Pada
fase ini individu dan peristiwa dalam lingkungan baru mulai dapat terprediksi dan tidak terlalu
menekan.
2.4.4 Fase Penyesuaian Diri (Bi-Cultural Phase)
Fase penyusaian diri yaitu fase dimana individu telah mengerti elemen kunci dari budaya
barunya. Pada fase ini para mahasiswa asing tidak mendapatkan kesulitan lagi karena telah

8
melewati masa adaptasi yang begitu panjang. Kemampuan untuk hidup dalam dua budaya yang
berbeda, biasanya disertai dengan rasa puas dan menikmati. Namun beberapa hal menyatakan,
bahwa untuk dapat hidup dalam dua budaya tersebut, individu akan perlu beradaptasi kembali
dengan budayanya terdahulu, dan memunculkan gagasan.
2.5 Gejala Gejala dari Cultural Shock
Ada beberapa gejala culture shock yang dapat di alami oleh individu yang berada di
lingkungan baru (Guanipa, 1998; Khoirun Niam, 2009) diantaranya ialah:
2.5.1 Kesedihan, kesepian, dan kelengangan
2.5.2 Preokupasi (pikiran terpaku hanya pada sebuah ide saja, yang biasanya berhubungan
dengan keadaan yang bernada emosional) dengan kesehatan.
2.5.3 Kesulitan untuk tidur, tidur terlalu banyak atau terlalu sedikit
2.5.4 Perubahan perilaku, tekanan atau depresi
2.5.5 Kemarahan, sifat cepat marah, keengganan untuk berhubungan dengan orang lain
2.5.6 Mengidentifikasikan dengan budaya lama atau mengidealkan daerah lama
2.5.7 Kehilangan identitas
2.5.8 Berusaha terlalu keras untuk menyerap segalanya di budaya baru
2.5.9 Tidak mampu memecahkan permasalahan sederhana
2.5.10 Tidak percaya diri
2.5.11 Merasa kekurangan, kehilangan dan kegelisahan
2.5.12 Mengembangkan stereotype tentang kultur yang baru
2.5.13 Mengembangkan obsesi seperti over- cleanliness
2.5.14 Rindu keluarga
2.6 Efek atau Akibat dari Cultural Shock
Berada pada budaya baru membuat individu merasa terasing sehingga merasa kesepian.
Kesepian membuat individu merasa kehidupannya menjadi tanpa arti. Selain itu, kesepian
cenderung membuat individu mengembangkan kecemasan, depresi serta menjadi sangat rentan
terhadap tekanan. Kesepian dapat disebabkan oleh perasaaan tidak mampu bergabung dalam
suatu kelompok pada lingkungan baru, sehingga individu merasa tidak dapatberbagisuka maupun
duka sehingga interaksi sosial individu tersebut rendah selama di lingkungan baru. Hal tersebut
merupakan ciri - ciri individu yang mengalami culture shock selama proses interaksi sosial yang
dilakukan individu pada budaya baru. Berkomunikasi dan kontak langsung dengan lingkungan

9
baru sebagai bentuk penyesuaian antarbudaya merupakan sebuah proses yang berjalan secara
alamiah dan tidak dapat dihindari oleh individu untuk memahami segala sesuatu tentang budaya
dan lingkungan yang baru. Proses tersebut tidak selalu dapat berjalan dengan mulus, bahkan
dapat membuat individu merasa terganggu. Budaya yang baru dapat menimbulkan tekanan
karena memahami dan menerima nilai - nilai budaya lain adalah sesuatu yang sangat sulit,
terlebih jika nilai -nilai budaya tersebut sangat berbeda dengan nilai - nilai budaya yang dimiliki.
Individu akan melalui beberapa tahapan penyesuaian diri antarbudaya. Sampai akhirnya individu
mampu bertahan dan menerima budaya dan lingkungan yang baru.
2.7 solusi dari permasalahan cultural shock
Solusi untuk mengatasi cultural Shock yaitu :
2.7.1 Berpartisipasi dalam budaya baru.
2.7.2 Bersikap tegas dan belajar mengungkapkan perasaan
2.7.3 Bersedia berbagi culture dan budaya
2.7.4 Menahan judgement tentang budaya baru yang akan dimasuki
2.7.5 Secara periodik menghubungkan diri dengan budaya asal
2.7.6 Berhati-hati dengan stereotype
2.7.7 Tetap memelihara identitas diri dan budaya asal
2.7.8 Tidak menginterpretasi budaya baru dengan budaya asal
2.7.9 Mencari berbagai informasi tentang budaya baru
2.7.10 Menjaga toleransi ambiguitas makna yang tercipta dari kedua budaya
2.7.11 Tetap memelihara sens of humor
2.7.12 Belajar menerima sesuatu yang tidak sesuai harapan
2.7.13 Tetap open minded
Selain itu gegar budaya atau cultural shock dapat diatasi dengan baik sehingga tidak perlu
dikhawatirkan. Cara mengatasi yang pertama adalah dengan terlebih dahulu seluk beluk terkait
daerah tujuan sebelum benar-benar pindah ke sana. Pelajari terkait apa saja budaya, tradisi,
kebiasaan, peraturan, dan perilaku-perilaku masyarakat sekitar yang berkembang di daerah
tersebut.
Selanjutnya, cobalah untuk menghafal berbagai lokasi-lokasi yang penting di daerah
tersebut. Misalnya dengan menghafal dimana jalan menuju stasiun, bagaimana rute angkutan
umum menuju ke tempat publik, letak supermarket, rumah sakit, kantor polisi dan lain

10
sebagainya. Perhatikan pula berbagai bangunan-bangunan yang ada di sekitar tempat tinggal
sehingga bisa menghafal ciri-ciri daerah lingkungan terdekat.
2.8 Contoh Cultural Shock
Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu
beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini dapat menyebabkan
munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan beberapa mengalami disorientasi.
2.8.1 Pelajar yang bingung dalam memulai belajar online atau daring selama pandemi Covid-
19 karena jarang melakukan belajar online.Biasanya belajar secara langsung di sekolah bersama
dan bertemu dengan para guru secara tatap muka.
2.8.2 Mahasiswa Indonesia yang kuliah di luar negeri, yang awal awal pasti akan mengalami
kaget atau gegar budaya terhadap kebiasaan masyarakat disana.Yang mana pasti berbeda dengan
kebiasaan, aktivitas, budaya, adat, yang ada di Indonesia dengan di luar negeri tempat ia kuliah
tersebut.
2.8.3 Kemajuan dunia digital membuat masyarakat dapat dengan mudah mengakses internet,
informasi yang disebar luaskan di media sosial.Namun, karena masyarakat masih begitu awam
terhadap informasi yang benar, atau yang buka atau yang mana hoax.Masih belum bisa
membedakan, sehingga termakan dengan informasi tidak benar itu dan menyebar luaskannya di
media sosial.

11
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil riset penyusun menyimpulkan bahwasannya culture shock atau gegar
budaya merupakan sebuah istilah psikologis untuk menggambarkan keadaan dan perasaan
seseorang menghadapi kondisi lingkungan sosial dan budaya yang berbeda.
Culture shock gegar budaya adalah kondisi kecemasan yang dialami seseorang dalam rangka
penyesuaiannya dalam lingkungan yang baru di mana nilai budaya yang ada tidak sesuai dengan
nilai budaya yang dimilikinya sejak lama.Gegar Budaya atau Culture Shock merupakan kondisi
dimana seseorang berada dalam budaya yang baru atau berada dalam budaya orang lain.
Usaha untuk mengatasi culture shock, akhirnya tidak hanya harus dilakukan individu secara
perseorangan, tetapi juga perlu ditangani secara professional dan serius oleh instansi atau
lembaga yang terlibat dalam pertukaran antar budaya.
3.2 Saran
Tentunya penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah diatas masih ada
kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya penulis akan segera melakukan
perbaikan susunan makalah dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik
yang bisa membangun pembaca.

12
DAFTAR PUSTAKA
Anugrah, D. 2010. Universitas Mercu Buana Jakarta Modul 14 Culture
Shock.Kk.mercubuana.ac.id/files/94006-14-781540715735.doc.

Bochner, S. (2003). Culture Shock Duc to Contact with Unfamiliar Cultures. Online Readings in
Psychology and Culture, 8(1), 1-12.

Dayakisni. Tri. (2012). Psikologi lintas budaya. Malang UMM Press. Departemen Kebudayaan
dan Pariwisata. (2008). Pendidikan Multikultural dan Revitalisasi Hukum Adat dalam
Perspektif Sejarah. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.

Indrianic. E. 2012. Culture adjustment training untuk mengatasi culture shock pada mahasiswa
baru yang berasal dari luar jawa. INSAN Vol. 14 No. 03. Mayasari, I., & Sumadyo, B.
(2018). Culture Shock (Gegar Budaya) Penutur JawaDan Jakarta: Jurnal Lentera, 1(2), 7-
20.

Mulyana, D. Rahman, J. (2006). Komunikasi antar budaya panduan berkomunikasi dengan


orang-orang berbeda budaya. 7th Ed. Bandung: Rosda Karya

Siregar, A. O. A., & Kustanti, E. R. (2020). Hubungan antara gegar budaya dengan penyesuaian
diri pada mahasiswa bersuku minang di universitas Diponegoro. Empati, 7(2), 474-490.

https://ld.Scribd.Com/Doc/205322984/Makalah-Culture-Shock-Docx

https://Audiravatiputri.Wordpress.Com/2012/12/17/Dampak-Culture-ShockGegar-Budaya-Pada-
Bangsa-Indonesia/

https://id.scribd.com/doc/52106115/13/11-4-Culture Shock-II-4-1-Pengertian Culture-Shock

https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/18458/05.2bab2.pdf2sequence7&isAllowed

13

Anda mungkin juga menyukai