Anda di halaman 1dari 14

TAFSIR TEMATIS 2

MAKALAH

TAFSIR AYAT TENTANG KEBANGSAAN

Diajukan untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah : Tafsir Tematis 2

Dosen Pengampu : Drs. Ikhwanudin ,M,Kom.I

Di susun oleh : Kelompok IV

ELVA WIJAYANTI : 211300013

KHOIRUNISA : 211300018

Misbakhul Huda :

211300039

Progam studi Al-Quran dan Tafsir

Fakultas Ushuluddin dan Dakwah

UNIVERSITAS MAARIF LAMPUNG ( UMALA )


METRO LAMPUNG

2023

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga Kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya Kami akan
kesulitan untuk menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.

Shawalat serta Salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta yaitu Nabi
Muhammmad SAW Yang kita nanti nantikan syafaatnya di akhirat nanti. Makalah ini disusun
unntuk memenuhi Tugas mata kuliah tafsir. Terlepas dari itu semua,kami menyadari sepenuhnya
bahwa masih Ada kekurangan baik dari segi kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu,
dengan Tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
Memperbaiki makalih ini. Dalam pembuatan makalah ini kami juuga menyampaikan Ucapan
terimakasih kepada pihak pihak yang telah mendukung dan membantu dalam Memberikan
informasi tentang materi yang terkait. Semoga materi ini dapat bermanfaat Bagi yang
membutuhkan dan menjadi motifasi, khususnya bagi kami sebagai mahasiswa.
Daftar Isi

HALAMAN JUDUL 1

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I PENDAHULUAN 4

BAB II PEMBAHASAN 5

A. Pengertian Nasionalisme 6
B. Faktor Munculnya Nasionalisme 7
C. Ayat Nasionalisme

1. Q.s. Yusuf:11 7

2. Q.s. Ar-RRum: 22 8

3. Q.s. Al-Hujarat: 11 10

PENUTUP 13

KESIMPULAN 13

DAFTAR PUSTAKA 14
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembahasan tentang nasionalisme secara tekstual tidak dijelaskan dalam al-Qur‘an. akan
tetapi sebagian besar menjelaskan tentang jihad di jalan Allah. Ini menjadi isyarat bagi umat
Islam pentingnya membangun nasionalisme berlandaskan kitab suci umat Islam.1

Gagasan tentang nasionalisme tidak kemas secara langsung oleh al-Qur’an. akan tetapi
beberapa ayat al-Qu’ran yang relevan terhadap nasionalisme tersebut. Selain itu pula kisah
para Anbiya’ pada zaman kenabian merupakan sebagai salah satu bukti bahwasannya
nasionalisme ini tidak lepas kaitannya dengan agama. Menurut HansKohn nasioanlisme
ialah salah satu sikap kepedulian individu terhadap bangsa itu sendiri.2

Nasionalisme ialah salah satu sikap cinta tanah air dengan menjujung tinggi segala
jenis peraturan dan sikap rela berkorban yang dimiliki oleh suatu bangsa, sikap rela
berkorban inilah yang menumbuhkan semanMenurut mufassir Sayyid Qutb, beliau menolak
nasionalisme karena berasal dari barat yang terpacu pada kristen selain itu pula nasionalisme
ini berupaya untuk memisahkan agama dan masyarakat. 3 Sedang menurut mufassir Sayyid
Qutb, beliau tidak setuju dengan konsep nasionalisme ini disebabkan nasionalisme ini
sebagai penyebab adanya pembatas antara agama dan masyarakat. Selain itu pula
nasionalisme ini berasal dari barat yang tidak layak dijadikan panutan oleh umat Islam.

1 Mustaqim, “Bela Negara Dalam Perspektif Al-Qur’an (Sebuah Transformasi Makna Jihad),” 110

2 Abdul Choliq Murod, “Nasionalisme ‘ Dalam Prespektif Islam,’” Jurnal Sejarah CITRA LEKHA XVI (2011): 47.

3 4 Lufaefi, “Nasionalisme Qur’ani Dan Relevansinya Dengan Semangat Kebangsaan Indonesia: Studi QS.(49):
13, QS.(89): 8, Dan QS.(2): 143,” 78.
Selanjutnya beberapa tokoh melontarkan pendapatnya terhadap ketidakk setujuannya dalam
penerapan konsep nasionalisme di dalam suatu Negara.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah tafsir Qs. Yusuf:11?

2. Bagaimanakah tafsir Qs. Ar-rum :22?

3. Bagaimanakah tafsir Qs. Al Hujjarat:11?

C. Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui Bagaimanakah tafsir Qs. Yusuf:11

2. Untuk mengetahui Bagaimanakah tafsir Qs. Ar-rum :22

3. Untuk mengetahui Bagaimanakah tafsir Qs. Al Hujjarat:11


BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Nasionalisme

Kata nasionalisme secara bahasa diambil dari kata “nation” dan “isme”Yang
berarti kebangsaan dan aliran atau paham. Sehingga defenisi nasionalisme dalam kamus
politik ialah sekelompok masyarakat yang terikat oleh sejarah membentuk satu kesatuan
berupa kesatuan wilayahh, bahasa, adat istiadat suku bangsa yang diaplikasikan dalam
kesatuan budaya.4

Seiring dengan perkembangan waktu nasionalisme memiliki pengertian yang


baragam. Sedikitnya di dalam buku karya Tatang Muttaqin, dkk dejelaskan pengertian
nasionalisme ialah sebagai pembatas antara satu bangsa dengan bangsa lainnya,
selanjutnya nasionalisme ialah sebagai salah satu ideologi serta sebagai salah cita-cita
bangsa untuk mewujudkan negara yang maju dan tidak tertinggal atau tertindas dari
negara lainnya.5

2. Faktor Penyebab Munculnya Nasionaslisme

Beberapa penyebab munculnya nasionalisme diantaranya, munculnya


nasionalisme disebabkan karena adanya perubahan masyarakat agraris menuju
masyarakat industri. Selain itu pula nasionalisme ini muncul sebagai reaksi terhadap

4 Darmawijaya, “Islam Dan Nasionalisme Indonesia,” Jurnal ETNOHISTORI, vol.03 (2016), 150

5 Mufaizin, “Nasionalisme Dalam Perspektif Alquran Dan Hadits,” 43


penjajahan kolonial, penderitaan ddi bidang industri, politik, sosial, pendidikan, ekonomi,
dan hukum. Serta meningkatnya semangat bangsa meraih kemerdekaan.6

Selain faktor yang telah disebutkan di atas, lahirnya nasionalisme ini disebabkan
adanya solidaritas dan identitas politik. Seperti bangsa Indonesia pernah memiliki
kemajuan peradaban di masa lalu, yang kini sudah tidak terlihat wujudnya kembali, akan
peradaban Islam itu. Dengan adanya nasionalisme ini akan manunjukkan bahwa negara
ini lebih baik dari negara yang lainnya.7

Beberapa faktor penyebab munculnya nasionalisme diantaranya ialah perubahan


masyararakat agraris menuju industri, sebagai perlawanan terhadap kolonial, penderitaan
yang dialami oleh masyarakat di bidang ekonomi, politik, sosial, dan pendidikan. Serta
sebagai salah satu bentuk semangat suatu bangsa untuk memperoleh kebebasan dan tidak
tertindas dengan segala jenis peraturan yang meresahkan bangsa.

3. Ayat Al-Qur’an Tentang Nassionalisme

Secara insplisit al-Qur’an tidak menjelaskan secara langsung istilah nasionalisme


di dalam ayat-ayatnya, akan tetapi terdapat beberapa ayat yang mengandung makna
nasionalisme diantaranya,

a. Al-Qur'an surah Yusuf ayat 11

‫َقاُلْو ا ٰٓيَاَباَنا َم ا َلَك اَل َتْأَم َّ۫ن ا َع ٰل ى ُيْو ُسَف َو ِاَّنا َلٗه َلٰن ِص ُحْو َن‬

Artinya: Mereka berkata, “Wahai ayah kami, mengapa engkau tidak memercayai
kami atas Yusuf, padahal sesungguhnya kami benar-benar menginginkan kebaikan
baginya?

TAFSIR TAHLILI

6 Tatang Muttaqin,Dkk, Membangun Nasionalisme Baru: Bingkai Ikatan Kebangsaan Indonesia Kontemporer, 1st
ed. (Jakarta: Direktorat Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, Dan Olahraga Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas), 2006), 22.

7 Mifdal Zusron Alfaqi, “Memahami Indonesia Melalui Prespektif Nasionalisme, Politik Identitas, Serta
Solidaritas,” Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (n.d.), 112.
Pada ayat ini, terbayang dengan jelas betapa besar kecurigaan Nabi Yakub
terhadap para saudara Yusuf dan kekhawatirannya apabila ia membiarkan Yusuf
bergaul dengan mereka, apalagi setelah mendengar cerita Yusuf tentang mimpinya.
Sikap ayah mereka itu sangat menjengkelkan hati dan menyinggung perasaan
mereka. Dengan terus terang mereka berkata, “Wahai ayah kami, mengapa engkau
selalu mencurigai kami terhadap Yusuf, padahal kami tetap mencintai dan
menyayanginya, selalu berusaha agar dia senang dan gembira, dan tidak pernah
terlintas dalam pikiran kami akan menyakiti hatinya apalagi menganiayanya.
Mengapa engkau tidak membiarkan dia bergaul, bercengkerama dengan sewajarnya
seakan-akan engkau menaruh curiga terhadap kami.8

b. Al-Qur'an surah Ar-Rūm ayat 22

‫َوِم ْن ٰا ٰي ِتٖه َخ ْلُق الَّسٰم ٰو ِت َو اَاْلْر ِض َو اْخ ِتاَل ُف َاْلِس َنِتُك ْم َو َاْلَو اِنُك ْۗم ِاَّن ِفْي ٰذ ِلَك ٰاَل ٰي ٍت ِّلْلٰع ِلِم ْيَن‬

Artinya: Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah penciptaan langit dan bumi,


perbedaan bahasa dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berilmu.

TAFSIR TAHLILI

Ayat ini menerangkan tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah yang lain,
yaitu penciptaan langit dan bumi sebagai peristiwa yang luar biasa besarnya, sangat
teliti, dan cermat. Orang yang mengetahui rahasia kejadian itu sangat sedikit sekali
jumlahnya. Hanya sedikit sekali yang mengetahui bahwa di langit ada galaksi-
galaksi[57] yang tidak terbilang jumlahnya. Tiap-tiap galaksi itu mempunyai bintang,
planet, satelit, dan benda angkasa lainnya yang berjuta-juta jumlahnya. Bumi yang
didiami manusia ini tidak ubahnya seperti atom yang sangat kecil yang hampir saja
tidak mempunyai berat dan bayangan, jika dibandingkan dengan semua galaksi
tersebut.

Sesungguhnya galaksi-galaksi itu banyak jumlahnya di angkasa luas, dan masing-


masing galaksi itu merupakan sistem peredaran yang paling teratur, mereka tidak

8 Tafsir Departemen Agama (DEPAG) tentang Qs. Yusuf:11


pernah berantakan akibat bertubrukan antara yang satu dengan yang lain, atau antara
planet-planet yang ada pada masing-masing galaksi itu. Semuanya itu berjalan
menurut aturan yang telah ditentukan.

Itu adalah dari segi jumlah dan sistemnya. Adapun rahasia-rahasia benda-benda
alam besar itu, sifat-sifatnya, apa yang tersembunyi dan yang tampak padanya,
hukum-hukum alam yang menjaga, mengatur, dan menjalankannya, hal itu amat
banyak macam dan ragamnya dibanding dengan apa yang telah diketahui manusia.
Apa yang telah diketahui manusia itu hanya sebagian kecil saja, walaupun para ahli
telah menyelidiki keadaan alam semesta bertahun-tahun lamanya. Mereka
mengetahui bahwa semua itu telah berlangsung berjuta-juta tahun lamanya sesuai
dengan hukum alam dan berjalan dengan amat teratur.

Setelah menyebutkan kebesaran Allah melalui penciptaan langit dan bumi, ayat di
atas menyatakan adanya keanekaragaman bahasa dan warna kulit. Di sini Allah
menyatakan bahwa Dia secara haq menjadikan manusia terdiri atas banyak ras yang
kedudukannya sama di mata-Nya.

Berbicara mengenai ras, Allah menjelaskannya melalui lidah atau lisan. Dalam
hal ini, kata lidah mempunyai dua arti. Pertama, lidah yang secara fisik berada pada
rongga mulut dan sangat berperan dalam mengeluarkan bunyi. Bunyi inilah yang
menjadi dasar munculnya bahasa untuk keperluan berkomunikasi. Kedua, lidah
adalah bahasa itu sendiri.

Menurut para saintis, lidah adalah organ yang terletak pada rongga mulut. Organ
ini merupakan struktur berotot yang terdiri atas tujuh belas otot yang memiliki
beberapa fungsi. Lidah di antaranya berfungsi untuk turut membantu mengatur bunyi
untuk berkomunikasi atau berbicara. Fungsi lainnya adalah untuk membantu menelan
makanan dan alat pengecap. Diperkirakan terdapat sekitar 10.000 titik pengecap di
lidah. Titik-titik ini sangat aktif untuk selalu memperbaharui diri. Lidah dapat
merasakan berbagai rasa. Lidah, dalam bidang agama, hampir selalu dikaitkan
dengan hati, dan digunakan untuk mengukur baik-buruknya perilaku seseorang.
Berbicara adalah suatu kegiatan yang sangat kompleks. Ia dimulai dengan
perasaan yang mendorong untuk mengucapkan satu maksud. Selan-jutnya
bergeraklah bibir, lidah, rahang, serta alat bantu ucap lainnya, yang setelah
mengalami proses yang rumit, bunyi yang dikeluarkannya dipahami oleh mitra
bicaranya. Pada tahap selanjutnya, akan tercipta suatu bahasa. Bahasa diduga sudah
digunakan manusia sekitar 45.000 tahun sebelum Masehi. Jumlah bahasa di dunia
dipercaya berkisar di sekitar angka 6.000.

Rahasia kejadian langit dan bumi, perbedaan bahasa dan warna kulit, serta sifat-
sifat kejiwaan manusia itu tidak akan diketahui, kecuali oleh orang-orang yang
mempunyai ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, ayat ini ditutup dengan “sungguh,
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
mengetahui (berilmu pengetahuan).”9

c. Surah hujurat ayat 11

‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا اَل َيْسَخْر َقْو ٌم ِّم ْن َقْو ٍم َع ٰٓس ى َاْن َّيُك ْو ُنْو ا َخْيًرا ِّم ْنُهْم َو اَل ِنَس ۤا ٌء ِّم ْن ِّنَس ۤا ٍء َع ٰٓس ى َاْن َّيُك َّن‬
‫ٰۤل‬
‫َخْيًرا ِّم ْنُهَّۚن َو اَل َتْلِم ُزْٓو ا َاْنُفَس ُك ْم َو اَل َتَناَبُز ْو ا ِباَاْلْلَقاِۗب ِبْئَس ااِل ْس ُم اْلُفُسْو ُق َبْع َد اِاْل ْيَم اِۚن َو َم ْن َّلْم َيُتْب َفُاو ِٕىَك ُهُم الّٰظ ِلُم ْو َن‬

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok


kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik
daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan
(mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok
itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling
mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk
panggilan adalah (panggilan) fasik699) setelah beriman. Siapa yang tidak bertobat,
mereka itulah orang-orang zalim.

TAFSIR TAHLILI

Dalam ayat ini, Allah mengingatkan kaum mukmin supaya jangan ada suatu kaum
mengolok-olok kaum yang lain karena boleh jadi, mereka yang diolok-olok itu pada
sisi Allah jauh lebih mulia dan terhormat dari mereka yang mengolok-olokkan.

9 Tafsir Departemen Agama (DEPAG) tentang Qs. Ar-Rum :22


Demikian pula di kalangan perempuan, jangan ada segolongan perempuan yang
mengolok-olok perempuan yang lain karena boleh jadi, mereka yang diolok-olok itu
pada sisi Allah lebih baik dan lebih terhormat daripada perempuan-perempuan yang
mengolok-olok.

Allah melarang kaum mukmin mencela kaum mereka sendiri karena kaum
mukmin semuanya harus dipandang satu tubuh yang diikat de-ngan kesatuan dan
persatuan. Allah melarang pula memanggil dengan panggilan yang buruk seperti
panggilan kepada seseorang yang sudah beriman dengan kata-kata: hai fasik, hai
kafir, dan sebagainya. Tersebut dalam sebuah hadis riwayat al-Bukhārī dan Muslim
dari an-Nu‘mān bin Basyīr:

‫َم ثُل ْالُم ْؤ ِمِنْيَن ِفْي َتَو اِّد ِهْم َو َتَر اُح ِم ِهْم َو َتَع اُطِفِهْم َك َم َثِل اْلَجَسِد ِاَذ ا اْش َتَك ى ِم ْنُه ُعْض ٌو َتَداَعى َلُه َس اِئُر اْلَجَسِد ِباْلُح َّم ى‬

)‫ (رواه مسلم وأحمد عن النعمان بن بشير‬. ‫َو الَّسَهِر‬

Artinya:Perumpamaan orang-orang mukmin dalam kasih mengasihi dan sayang-


menyayangi antara mereka seperti tubuh yang satu; bila salah satu anggota
badannya sakit demam, maka badan yang lain merasa demam dan terganggu pula.
(Riwayat Muslim dan Aḥmad dari an-Nu‘mān bin Basyīr)

)‫ (رواه مسلم عن ابي هريرة‬. ‫ِاَّن َهللا َال َيْنُظُر ِاٰل ى ُص َو ِر ُك ْم َو َاْم َو اِلُك ْم َو ٰل ِكْن َيْنُظُر ِاٰل ى ُقُلْو ِبُك ْم َو َأْع َم اِلُك ْم‬

Artinya:Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupamu dan harta


kekayaanmu, akan tetapi Ia memandang kepada hatimu dan perbua-tanmu. (Riwayat
Muslim dari Abū Hurairah)

Hadis ini mengandung isyarat bahwa seorang hamba Allah jangan memastikan
kebaikan atau keburukan seseorang semata-mata karena melihat kepada
perbuatannya saja, sebab ada kemungkinan seseorang tampak mengerjakan
kebajikan, padahal Allah melihat di dalam hatinya ada sifat yang tercela. Sebaliknya
pula mungkin ada orang yang kelihatan melakukan suatu yang tampak buruk, akan
tetapi Allah melihat dalam hatinya ada rasa penyesalan yang besar yang
mendorongnya bertobat dari dosanya. Maka perbuatan yang tampak di luar itu, hanya
merupakan tanda-tanda saja yang menimbulkan sangkaan yang kuat, tetapi belum
sampai ke tingkat meyakinkan. Allah melarang kaum mukmin memanggil orang
dengan panggilan-panggilan yang buruk setelah mereka beriman.

Ibnu Jarīr meriwayatkan bahwa Ibnu ‘Abbās dalam menafsirkan ayat ini,
menerangkan bahwa ada seorang laki-laki yang pernah pada masa mudanya
mengerjakan suatu perbuatan yang buruk, lalu ia bertobat dari dosanya, maka Allah
melarang siapa saja yang menyebut-nyebut lagi keburukannya di masa yang lalu,
karena hal itu dapat membangkitkan perasaan yang tidak baik. Itu sebabnya Allah
melarang memanggil dengan panggilan dan gelar yang buruk.

Adapun panggilan yang mengandung penghormatan tidak dilarang, seperti


sebutan kepada Abu Bakar dengan aṣ-Ṣiddīq, kepada ‘Umar dengan al-Fārūq, kepada
‘Uṡmān dengan sebutan Żū an-Nūrain, kepada ‘Ali dengan Abū Turāb, dan kepada
Khālid bin al-Walīd dengan sebutan Saifullāh (pedang Allah).

Panggilan yang buruk dilarang untuk diucapkan setelah orangnya beriman karena
gelar-gelar untuk itu mengingatkan kepada kedurhakaan yang sudah lewat, dan sudah
tidak pantas lagi dilontarkan. Barang siapa tidak bertobat, bahkan terus pula
memanggil-manggil dengan gelar-gelar yang buruk itu, maka mereka dicap oleh
Allah sebagai orang-orang yang zalim terhadap diri sendiri dan pasti akan menerima
konsekuensinya berupa azab dari Allah pada hari Kiamat. 10

10 Tafsir Departemen Agama (DEPAG) tentang Qs. Al Hujarat:11


BAB III PENUTUP

KESIMPULAN

Nasionalisme tidak bertolak belakang dengan alQur’an melainkan nasionalisme


inkluisif di dalamnyaa, sebagaimana yang telah d paparkan pada (QS. Yusuf ayat 11),
(QS. Arum ayat 22),(QS.al hujurat 11) ini menjelaskan tentang cinta pada tanah air
merupakan salah satu bentuk konsep nasionalisme dengan menjujung tinggi martabat dan
segala jenis peraturan negara tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Choliq Murod, “Nasionalisme ‘ Dalam Prespektif Islam,’” Jurnal Sejarah CITRA
LEKHA XVI (2011): 47.
Darmawijaya, “Islam Dan Nasionalisme Indonesia,” Jurnal ETNOHISTORI, vol.03 (2016), 150

Lufaefi, “Nasionalisme Qur’ani Dan Relevansinya Dengan Semangat Kebangsaan Indonesia:


Studi QS.(49): 13, QS.(89): 8, Dan QS.(2): 143,” 78.
Mifdal Zusron Alfaqi, “Memahami Indonesia Melalui Prespektif Nasionalisme, Politik Identitas,
Serta Solidaritas,” Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (n.d.), 112.
Mufaizin, “Nasionalisme Dalam Perspektif Alquran Dan Hadits,” 43

Mustaqim, “Bela Negara Dalam Perspektif Al-Qur’an (Sebuah Transformasi Makna Jihad),”
110

Nurul Hidayah, Nasionalisme Dalam Al-Qur’an (Stuudi Tematik Terhadap Ayat Ayat
Nasionallisme Perspektif Ahmad Mustofa Al-Maraghi), Jurna Studi Keislaman Vol. 7 No.1
Maret 2021.
Tafsir Departemen Agama (DEPAG) tentang Qs. Al Hujarat:11

Tafsir Departemen Agama (DEPAG) tentang Qs. Ar-Rum :22

Tafsir Departemen Agama (DEPAG) tentang Qs. Yusuf:11

Tatang Muttaqin,Dkk, Membangun Nasionalisme Baru: Bingkai Ikatan Kebangsaan Indonesia


Kontemporer, 1st ed. (Jakarta: Direktorat Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, Dan Olahraga
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), 2006), 22.

Anda mungkin juga menyukai