Anda di halaman 1dari 97

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hubungan dengan Penelitian Sebelumnya

Hasil penelitian yang dipaparkan dalam karya ini mendeskripsikan

tentang kepemimpinan kepala madrasah dalam mengembangkan guru dan

tenaga kependidikan di Madrasah Aliyah Kota Parepare. Masalah pokok yang

dibahas dan dikaji sebenarnya memiliki keterkaitan dengan beberapa hasil

penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu atau peneliti

sebelumnya. Namun demikian, perspektif yang dideskripsikan dalam hasil

penelitian ini tidak memiliki kesamaan objek dengan hasil penelitian lain,

melainkan memiliki hubungan atau relevan sehingga hasil penelitan

sebelumnya dapat dijadikan sebagai referensi atau rujukan dalam upaya

memperkuat hasil penelitian yang dilakukan ini. Oleh karena itu, dalam

penelitian ini peneliti berusaha mencari, menemukan dan mengungkap

beberapa hasil penelitian yang dianggap memiliki hubungan dengan penelitian

ini, baik berupa buku literatur, disertasi, maupun karya-karya ilmiah lain yang

dianggap dapat menjadi referensi atau rujukan dalam menyusun hasil

penelitian ini.

Hasil penelitian yang dianggap memiliki hubungan dengan penelitian

ini antara lain:

24
25

Hasil penelitian yang dilakukan oleh St. Sahariah (2015: 104) dengan

judul penelitian “Tipologi Kepemimpinan Kepala Madrasah dalam

Meningkatkan Mutu Pendidikan di Madrasah Aliyah Syekh Yusuf”. Dalam

hasil penelitiannya, St. Sahariah menyimpulkan bahwa tipologi atau tipe

kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala madrasah Aliyah Syekh Yusuf

Sungguminasa Gowa Sulawesi Selatan dalam meningkatkan kompetensi guru

dan tenaga kependidikan lainnya adalah tipe paternalistic (kebapakan), tipe

militeristik, tipe kharismatik, dan tipe demokratik.

Hubungannya penelitian ini terletak pada urgensitas peningkatan

kualitas guru dan tenaga kependidikan melalui penerapan beberapa tipe

kepemimpinan baik demokratik, paternalistic, dan kharismatik, sehingga

kualitas guru dan tenaga kependidikan di Madrasah Aliyah Syekh Yusuf

mampu menjalankan tugas pengabdiannya sebagai guru dan tenaga

kependidikan (administrator). Sedangkan perbedaannya dengan penelitian ini

terletak pada selain obyek penelitiannya, juga perbedaan yang signifikan

terletak pada kajian utamanya, dimana St. Sahariah titik fokus penelitiannya

hanya pada tipe kepemimpinan. Sementara penelitian ini fokus penelitiannya

adalah kepemimpinan Kepala Madrasah Aliyah di Kota Parepare dalam

mengembangkan guru dan tenaga kependidikan sehingga output Madrasah

Aliyah Parepare dapat bersaing dengan lulusan madrasah-madrasah lainnya

bahkan madrasah menengah atas dibawah pengelolaan Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan.


26

Penelitian yang dilakukan oleh Nuraedah juga memiliki hubungan erat

dengan penelitian ini. Adapun letak keterkaitannya ada pada teori, pola dan

bentuk kepemimpinan kepala madrasah. Sebagaimana dengan penelitian ini,

penelitian Nuraedah yang berjudul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Supervisi

Kepala Madrasah, dan Iklim Organisasi terhadap Kinerja Guru pada MTs

Negeri di Kabupaten Jeneponto”. Di dalamnya juga dijelaskan tentang hasil

temuan Nuraedah bahwa gaya kepemimpinan kepala madrasah yang paling

berpengaruh terutama ketika kepala madrasah bertindak sebagai supervisor

adalah gaya kepemimpinan demokratis, kharismatik, konsultatif, dan delegatif

(2018: 227). Keempat gaya kepemimpinan kepala madrasah di MTs Negeri

Jeneponto ini dianggap sesuai dengan iklim masing-masing madrasah sehingga

dapat mempengaruhi kinerja guru pada masing-masing MTs Negeri di

Jeneponto, yakni mampu mengoptimalkan, mengefektifkan dan

mengefisienkan kegiatan pembelajaran di MTs Negeri Jeneponto.

Bertolak dari hasil penelitian Nuraedah di atas, tampaknya dapat

dijadikan sebagai komparasi atau bahkan dapat dijadikan sebagai referensi

pada penelitian yang dilakukan peneliti. Karena baik peneliti maupun hasil

penelitian Nuraedah tersebut masing-masing membahas dan mendeskripsikan

kepemimpinan kepala madrasah walaupun pada lokasi yang berbeda, akan

tetapi setidaknya dapat dikolaborasikan sehingga keduanya saling mendukung

satu sama lain.


27

Adapun perbedaannya, tidak terlalu signifikan karena hanya pada

variabel dan lokasi keduanya. Walaupun masing-masing tiga variabel

penelitian, tetapi penelitian ini variabelnya adalah kepemimpinan Kepala

Madrasah Aliyah di Kota Parepare mampu mengembangkan guru dan tenaga

kependidikan, sehingga tujuan, sasaran, strategi (metode) dan prosedur

pelaksanaan pembelajaran di Madrasah Aliyah Parepare dapat berjalan

optimal.

Selanjutnya Prigon dalam hasil penelitiannya sebagaimana dipaparkan

Syafaruddin (2016:1) bahwa kepemimpinan adalah “leadership is the art and

science of getting others to perform and achieve vision” (kepemimpinan

sebagai seni dan ilmu tentang proses memperoleh tindakan dari orang lain dan

pencapaian visi). Prigon mengungkap hasil analisisnya terkait seorang

pemimpin yang sukses tentu harus memiliki kompetensi, kejujuran, pemberi

inspirasi dan pandangan ke depan.

Hubungannya dengan penelitian ini terletak pada kompetensi seorang

pemimpin, termasuk di dalamnya kepemimpinan seorang kepala madrasah

yang bertekad mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan

madrasahnya harus berawal dari peningkatan guru dan tenaga kependidikan,

sehingga dalam menjalankan tuposinya sebagai seorang guru dan tenaga

administrasi dapat memberikan pelayanan maksimal terutama yang terkait

dengan proses pembelajaran.


28

Penelitian yang berjudul “Peran Kepala Madrasah dalam

Meningkatkan Kinerja Guru di Madrasah Aliyah DDI Alliritengae Kabupaten

Maros”. Dalam hasil penelitian Muhammadong Haruna (2015: 218),

menyimpulkan bahwa tingkat kinerja guru Madrasah Aliyah DDI Alliritengae

Kabupaten Maros ini awalnya jika dapat diposisikan maka ia berada pada

posisi biasa-biasa saja yang pada akhirnya melalui proses dengan terlibat tidak

langsung atau terlibat langsungnya kepala madrasah sehingga guru-guru

madrasah dapat meningkatkan kinerjanya dan menghasilkan kualitas peserta

didik semakin baik.

Hubungannya dengan peneltian ini tampak pada kepemimpinan kepala

madrasah dimana keduanya pada berusaha meningkatkan kinerja guru di

Madrasah yang dipimpinnya. Karenanya penelitian Muhammadong ini lagi-

lagi dapat dijadikan sebagai referensi atau bahan rujukan pada penelitian ini.

Walaupun keduannya membahas tentang kepala madrasah, akan tetapi

Muhammadong dalam hasil penelitiannya hanya memaparkan tentang tingkat

kinerja guru sebagai hasil upaya kepala madrasah dalam meningkatkan kinerja

guru. Sementara penelitian ini tidak hanya membahas tentang kinerja guru,

tetapi lebih dominan uraian hasil penelitian tertuju pada upaya kepala

madrasah dalam mengembangkan potensi guru dan tenaga kependidikan di

Madrasah Aliyah Kota Parepare.


29

Selain hasil penelitian dalam bentuk “Disertasi” di atas, juga berikut ini

akan dipaparkan beberapa jurnal yang memiliki relevansi dengan penelitian

ini, yakni:

Jurnal yang berjudul “Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah,

Motivasi Kerja dan Disiplin Kerja terhadap Kinerja Guru MTsN Batudaa

Kabupaten Gorontalo” karya Syafrin Ngiode (2016: 136) yang

mengemukakan hasil penelitiannya bahwa kepemimpinan kepala sekolah

meliputi educator, manajer, administrator, supervisor, leader, innovator, dan

motivator sesuai dengan hasil pengolahan data termasuk dalam kategori baik.

Hubungannya dengan penelitian ini terletak pada kepemimpinan kepala

sekolah sebagai seorang pemimpin pendidikan di lingkungan madrasah.

Namun perbedaannya juga selain pada objek penelitiannya, juga hasil

penelitiannya berbeda. Penelitian ini dimaksudkan meneliti tentang

kepemimpinan kepala madrasah dalam mengembangkan profesionalitas guru

dan tenaga kependidikan pada Madrasah Aliyah di Kota Parepare.

Wilson Mugizi, et. all, (2019: 181), merekomendasikan bahwa:

Head teachers who are the leaders in the schools should make it a

priority to be transforma- tional in their leadership. Thus, head teachers

should assist teachers based on effort, recognise their achievements, behave

consistent with values, focus on the strengths of teachers, promote their

development, teachers to rethink ideas and provide them encouragement. Head

teachers should also encourage teachers to express ideas, reason, instil pride
30

in them, talk enthusiastically and promote trust. However, head teachers

should limit their use of transactional leadership style. Kepala sekolah yang

merupakan pemimpin di sekolah harus menjadikannya prioritas untuk menjadi

transformasional dalam kepemimpinan mereka. Dengan demikian, kepala

sekolah harus membantu guru berdasarkan upaya, mengenali prestasi mereka,

berperilaku konsisten dengan nilai-nilai, fokus pada kekuatan guru,

mempromosikan perkembangan mereka, guru untuk memikirkan kembali ide-

ide dan memberi mereka dorongan. Kepala sekolah juga harus mendorong

guru untuk mengungkapkan ide, alasan, menanamkan kebanggaan

terhadapnya, berbicara dengan antusias, dan meningkatkan kepercayaan.

Namun, kepala sekolah harus membatasi penggunaan gaya kepemimpinan

transaksional mereka).

Kesamaannya dengan penelitian ini terletak pada orientasi seorang

kepala sekolah (madrasah) hendaknya mendorong atau memotivasi guru dan

tenaga kependidikan itu agar mereka mampu mengimplementasikan gagasan

mereka, ide, dan mampu meningkatkan inovasi mereka dalam rangka

meningkatkan kualitas pendidikan madrasah. Adapun perbedaannya, jika

jurnal tersebut lebih pada kakian kepustakaan, sedangkan penelitian ini lebih

tertuju pada penelitian research.

Dengan demikian, dapat dikonklusikan bahwa beberapa hasil penelitian

terdahulu baik yang dikemukakan di atas maupun yang tidak dipaparkan dalam

penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang dapat menfavorable atau


31

dapat menyokong atau mendukung hasil penelitian ini sehingga hasil

penelitian dapat dijadikan sebagai preparasi rujukan pada penelitian

berikutnya.

B. Landasan Teori

1. Pengertian Kepemimpinan

Pemimpin pada hakikatnya adalah seseorang yang mempunyai

kemampuan untuk mempengaruhi prilaku orang lain di dalam kerjanya dengan

menggunakan kekuasaan. Wirjana dan Supardo (2006) mendefinisikan

kepemimpinan sebagai suatu proses yang kompleks dimana seseorang

mempengaruhi orang lain untuk mencapai suatu misi, tugas atau sasaran dan

mengarahkan organisasi dengan cara yang pembuatannya lebih kohensif dan

lebih masuk akal. Kartono (2005) mengemukakan bahwa kepemimpinan

adalah kekuasaan pemimpin untuk mengajak, mempengaruhi dan

menggerakkan orang lain guna melaksanakan sesuatu demi pencapaian satu

tujuan tertentu.

Kepemimpinan pendidikan selalu menjadi hal yang menarik untuk

dibicarakan, definisi tentang kepemimpinan juga dapat dengan mudah

dijumpai dan diperoleh karena banyaknya buku-buku yang membahas atau

mengkaji tentang kepemimpinan. Kepala madrasah merupakan salah satu figur

yang didambakan oleh banyak kalangan yang terjun dalam dunia pendidikan,

hal tersebut disebabkan karena kepala madrasah adalah seorang pemimpin

yang merupakan jabatan tertinggi dalam organisasi madrasah yang menjadi


32

panutan bagi para anggotanya dan menjadi faktor penentu laju geraknya suatu

lembaga pendidikan.

Kepemimpinan (leadership) merupakan salah satu yang sangat vital

bagi terlaksananya fungsi-fungsi manajemen. Pengertian secara umum

kepemimpinan berarti kemampuan dan kesiapan yang dimiliki oleh seseorang

untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun, menggerakan,

mengarahkan dan kalau perlu memaksa orang atau kelompok agar menerima

pengaruh tersebut dan selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat membantu

tercapainya suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Menurut Dadang

(2011: 125) bahwa kepemimpinan adalah “proses mempengaruhi kegiatan-

kegiatan kelompok yang diorganisir menuju kepada penentuan dan pencapaian

tujuan”.

Istilah kepemimpinan dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa

Inggris leadership. Dalam hal ini terdapat beberapa definisi tentang leadership

itu sendiri. Carter V. Good dalam Musfirah (2004: 27) bahwa “leadership”

adalah “the ability and readiness to inspire, guide or manager other”. Veithzal

Rivai mengatakan “kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan

mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan

para anggota kelompok” (2013: 3). Menurut Goetsch dan Davis seperti

dikutip Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana bahwa “kepemimpinan

merupakan kemampuan untuk membangkitkan semangat orang lain agar


33

bersedia dan memiliki tanggung jawab total terhadap usaha mencapai atau

melampaui tujuan organisasi” (2003: 52).

Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin mengutip James M. Black (2003:

106) dalam bukunya “Management A Guide to Executive Commad” yang

memberikan definisi tentang kepemimpinan dengan menyatakan bahwa

“leadership is capability of persuading others to work together direction as a

team to accomplish certain designated objectives”. Artinya kurang lebih

bahwa “kepemimpinan adalah kemampuan meyakinkan orang lain supaya

bekerja sama di bawah pimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai atau

melakukan sutau tujuan tertentu.

Menurut Rohmat (2010: 43) bahwa “kepemimpinan lebih diartikan

sebagai proses untuk mempengaruhi orang lain dalam memfasilitasi

pencapaian tujuan organisasi”. E. Mulyasa (2002: 107) menuturkan bahwa

“kepemimpinan adalah kemampuan untuk menggerakkan, mempengaruhi,

memotivasi, mengajak, mengarahkan, menasehati, membimbing, memerintah,

melarang, dan bahkan menghukum sekalipun, serta membina dengan maksud

agar manusia sebagai media manajemen mau bekerja dalam rangka mencapai

tujuan administrasi secara efektif dan efisien”.

Kepemimpinan adalah kemampuan untuk menggerakkan segala sumber

daya yang ada pada organisasi, sehingga dapat didayagunakan secara

maksimal, guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Meskipun ada

perbedaan tentang konsep kepemimpinan, tetapi teori kepemimpinan tetap saja


34

memberikan kontribusi penting dalam berbagai bidang, termasuk pendidikan.

Kepemimpinan dalam pendidikan menjadi sangat penting karena

kepemimpinan kepala madrasah memiliki pengaruh signifikan terhadap

kualitas pendidikan. Beberapa hasil studi terbaru telah menunjukkan bahwa

ada hubungan yang signifikan antara kemampuan kepemimpinan kepala

madrasah dengan efektifitas madrasah.

Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan para ahli

kepemimpinan tersebut, dapat digaris bawahi bahwa kepemimpinan pada

dasarnya adalah suatu proses menggerakkan, mempengaruhi dan membimbing

orang lain dalam rangka untuk mencapai tujuan organisasi. Ada empat unsur

yang terkandung dalam pengertian kepemimpinan, yaitu unsur orang yang

menggerakkan yang dikenal dengan pemimpin, unsur orang yang digerakkan

yang disebut kelompok atau anggota, unsur situasi dimana aktifitas

penggerakan berlangsung yang dikenal dengan organisasi, dan unsur sasaran

kegiatan yang dilakukan.

Sebenarnya, dengan adanya kemampuan yang memadai dan gaya

kepemimpinan yang sesuai, kepala madrasah pasti mampu mewujudkan

madrasah yang efektif. Namun karena kendala dalam memahami dan

mengimplementasikan kepemimpinan pendidikan di madrasah, madrasah tidak

begitu berhasil sebagai wadah pendidikan. Dalam kegiatannya bahwa

pemimpin memiliki kekuasaan untuk mengerahkan dan mempengaruhi

bawahannya sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakan. Pada


35

tahap pemberian tugas pemimpin harus memberikan suara arahan dan

bimbingan yang jelas, agar bawahan dalam melaksanakan tugasnya dapat

dengan mudah dan hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan yang telah

ditetapkan.

Kepemimpinan mencakup distribusi kekuasaan yang tidak sama di

antara pemimpin dan anggotanya. Pemimpin mempunyai wewenang untuk

mengarahkan anggota dan juga dapat memberikan pengaruh, dengan kata lain

para pemimpin tidak hanya dapat memerintah bawahan apa yang harus

dilakukan, tetapi juga dapat mempengnaruhi bagaimana bawahan

melaksanakan perintahnya. Sehingga terjalin suatu hubungan sosial yang

saling berinteraksi antara pemimpin dengan bawahan, yang akhirnya tejadi

suatu hubungan timbal balik. Oleh sebab itu, bahwa pemimpin diharapakan

memiliki kemampuan dalam menjalankan kepemimpinannya, karena apabila

tidak memiliki kemampuan untuk memimpin, maka tujuan yang ingin dicapai

tidak akan dapat tercapai secara maksimal.

Kepemimpinan dalam pendidikan menjadi sangat penting karena

kepemimpinan kepala madrasah memiliki pengaruh signifikan terhadap

kualitas pendidikan. Beberapa hasil studi terbaru telah menunjukkan bahwa

ada hubungan yang signifikan antara kemampuan kepemimpinan kepala

madrasah dengan efektifitas madrasah. Sebenarnya, dengan adanya

kemampuan yang memadai dan gaya kepemimpinan yang sesuai, kepala

madrasah pasti mampu mewujudkan madrasah yang efektif. Namun karena


36

kendala dalam memahami dan mengimplementasikan gaya-gaya

kepemimpinan pendidikan di madrasah, madrasah tidak begitu berhasil sebagai

wadah pendidikan.

Konsep yang menawarkan kerjasama yang erat antara madrasah,

masyarakat dan pemerintah dengan tanggung jawabnya masing-masing ini,

berkembang didasarkan kepada suatu keinginan pemberian kemandirian

kepada madrasah untuk ikut terlibat secara aktif dan dinamis dalam rangka

proses peningkatan kualitas pendidikan melalui pengelolaan sumber daya

madrasah yang ada. Madrasah harus mampu menterjemahkan dan menangkap

esensi kebijakan makro pendidikan serta memahami kondisi lingkunganya

(kelebihan dan kekurangannya) untuk kemudian melaui proses perencanaan,

madrasah harus memformulasikannya ke dalam kebijakan mikro dalam bentuk

program-program prioritas yang harus dilaksanakan dan dievaluasi oleh

madrasah yang bersangkutan sesuai dengan visi dan misinya masing-masing.

Madrasah harus menentukan target mutu untuk tahun berikutnya.

Mengingat madrasah sebagai unit pelaksana pendidikan formal

terdepan dengan berbagai keragaman potensi anak didik yang memerlukan

layanan pendidikan yang beragam, kondisi lingkungan yang berbeda satu

dengan lainnya, maka madrasah harus dinamis dan kreatif dalam

melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan kualitas atau mutu

pendidikan. Hal ini akan dapat dilaksanakan jika madrasah dengan berbagai

keragamannya itu, diberikan kepercayaan untuk mengatur dan mengurus


37

dirinya sendiri sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan anak

didiknya. Walaupun demikian, agar mutu tetap terjaga dan agar proses

peningkatan mutu tetap terkontrol, maka harus ada standar yang diatur dan

disepakati secara nasional untuk dijadikan indikator evaluasi keberhasilan

peningkatan mutu tersebut.

Pelaksanaan manajemen dengan baik, menjadi landasan kerja dalam

pengawasan dan pengembangan madrasah, artinya jika manajemen madrasah

belum dilaksanakan, maka peningkatan mutu tidak dapat dicapai.

Merencanakan berbagai aktivitas dengan memperhitungkan berbagai aspek,

baik kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan serta beraktivitas dengan

terorganisir. Dengan demikian madrasah perlu menata manajemen pendidikan

secara mendiri tetapi masih dalam kerangka acuan kebijakan nasional dan

ditunjang dengan penyediaan input yang memadai, memiliki tanggung jawab

terhadap pengembangan sumber daya yang dimilikinya sesuai dengan

kebutuhan belajar siswa.

Kepemimpinan merupakan hal yang penting dalam dunia pendidikan.

Kepemimpinan kepala madrasah sangat menentukan peningkatan dan

pengembangan madrasah untuk selanjutnya. Tanpa adanya kemampuan yang

memadai dalam mengimplementasikan gaya kepemimpinan, kepala madrasah

akan menemukan berbagai kesulitan dalam mewujudkan madrasah yang

efektif. Oleh karena itu, kepala madrasah harus mampu mengimplementasikan


38

gaya kepemimpinan manajerial, transformasional, transaksional, pengajaran,

dan positif supaya madrasah dapat menjadi wadah pembelajaran yang efektif.

Kepemimpinan merupakan sesuatu yang sangat diperlukan untuk

memicu dan memacu perubahan, mengingat perubahan transformasional

memerlukan, membangkitkan rasa kecerdasan pada tahap pemicuan perubahan

dan memerlukan energi yang luar biasa besarnya dari seluruh personel

organisasi dalam tahap-tahap proses perubahan selanjutnya (Jeff Madura,

2001: 763).

Kebutuhan akan kepemimpinan terlihat pada semua tingkat suatu

organisasi, dari tingkat supervisor hingga ketingkat pimpinan. Sedangkan Hari

suminto mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses perpindahan suatu

group atau beberapa group dalam arah tanpa paksaan (Suminto, 2010: 60)

Kepemimpinan yang efektif menghasilkan pergerakan dalam minat jangka

panjang. Stogdill Ralph menginventarisasi tidak kurang dari 73 ahli yang

masing-masing memberikan definisi yang berbeda tentang kepemimpinan.

Akan tetapi, Stogdill Ralph (2000: 716) menggolongkan definisi itu ke dalam

10 golongan yaitu:

(1) Kepemimpinan sebagai titik pusat dari proses yang terjadi ke dalam
kelompok. Definisi ini, kepemimpinan dikaitkan dengan kedudukan
pemimpin sebagai pusat perubahan, kegiatan dan proses yang terjadi
dalam kelompok.
(2) Kepemimpinan sebagai kepribadian dan akibatnya. Dalam definisi itu,
kepemimpinan disamakan dengan kepribadian yang menonjol.
(3) Kepemimpinan sebagai seni membentuk kepatuhan. Menurut definisi
ini, kepemimpinan berarti hubungan langsung atau tatap muka antara
pemimpin dengan bawahan. Sejauh mungkin konflik. Sebaiknya
39

diusahakan terciptanya kerja sama dalam rangka pencapaian tujuan


yang diinginkan.
(4) Kepemimpinan sebagai penggunaan pengaruh. Definisi ini
menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah saling berhubungan antara
manusia, yang terjadi pada situasi dan terarah melalui proses
komunikasi tertentu dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan.
Pada proses hubungan antar manusia itu, kemampuan pemimpin
untuk mempengaruhi dan membedakan antara dirinya dan
bawahannya.
(5) Kepemimpinan sebagai perbuatan atau perilaku. Menurut definisi ini,
kepemimpinan adalah suatu perbuatan atau perilaku seseorang.
Kepemimpinan berbeda dengan perilaku lainnya, karena itu dilakukan
oleh seseorang yang bertugas memimpin dan mengkoordinasikan
kegiatan kelompok.
(6) Kepemimpinan sebagai suatu bentuk mengajak. Maksudnya,
hendaknya membedakan kepemimpinan dengan paksaan.
Kepemimpinan adalah seni untuk mengarahkan bawahan kepada
tujuan tertentu.
(7) Kepemimpinan sebagai suatu hubungan kekuasaan. Definisi ini
menyatakan bahwa kepemimpinan adalah hubungan antar perorangan
yang masing-masing memiliki kadar kekuasaan yang berbeda di
dalam suatu kelompok itu merupakan hasil penggunaan maksimal
kekuasaan yang memiliki seorang lainnya.
(8) Kepemimpinan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Maksudnya,
pencapaian telah mencakup sendirinya dalam pengertian
kepemimpinan, sedangkan menurut definisi kepemimpinan, bernilai
instrumental yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan kelompok.
(9) Kepemimpinan sebagai suatu efek dari saling berhubungan.
Kepemimpinan adalah proses sosial, dan suatu proses saling
mendorong antar anggota kelompok yang berbeda peran.
Keberhasilan saling berhubungan antar anggota kelompok itu
mengendalikan kekuatan yang tersedia ke arah tujuan bersama.
(10) Kepemimpinan sebagai suatu proses perbedaan peran. Definisi ini
bertolak dari penemuan sosiologi modern tentang teori peran. Setiap
orang baik dalam masyarakat maupun dalam berbagai lembaga atau
organisasi menempati posisi tertentu. Berdasarkan posisinya itu,
mereka memainkan peran yang masing-masing berbeda satu dengan
yang lain.

Kutipan di atas menggambarkan bahwa kepemimpinan merupakan

penggerak awal dalam menata hubungan kerja. Dalam setiap kelompok,

anggota mempunyai peran masing-masing, oleh karena itu terjadi timbal balik
40

antara peran yang berbeda itu. Peran itu diorganisasikan dalam tata hubungan

kerja yang berisi ketentuan tentang apa yang harus diperbuat oleh setiap

anggota dalam mencapai tujuan bersama.

Dengan demikian, kepemimpinan adalah sebagai titik pusat dari proses

yang terjadi dalam kelompok, kepribadian yang menonjol, seni membentuk

kepatuhan, penggunaan pengaruh pimpinan, perbuatan atau perilaku, suatu

bentuk ajakan dan hubungan kekuasaan antara pimpinan dan bawahan, sebagai

media untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, suatu proses perbedaan

peran pimpinan dan bawahan, serta sebagai penggerak awal tata hubungan

kerja.

Gunawan Hataur (2005: 29) mengemukakan pula bahwa kepemimpinan

merupakan bagian dari manajemen. Manajemen itu ibarat mata uang logam

yang mempunyai dua sisi yang tak terpisahkan. Smith (2003: 35) berpendapat

bahwa manajemen adalah suatu ilmu, karena itu di dalamnya terdapat

objektivitas atau kebenaran-kebenaran umum yang bebas dari prasangka

perorangan.

Kartini Kartono (2017: 49) dalam bukunya “Pemimpin dan

Kepemimpinan” mengemukakan definisi kepemimpinan dari berbagai tokoh,

antara lain: Ordway Tead mengemukakan kepemimpinan adalah kegiatan

mempengaruhi orang-orang agar mereka mau bekerjasama untuk mencapai

tujuan yang diinginkan. Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang-

orang agar mereka suka berusaha mencapai tujuan-tujuan kelompok. Kartini


41

Kartono juga mengutip pandangan Howard H. Hoyt yang menyatakan bahwa

kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi tingkah laku manusia,

kemampuan untuk membimbing orang. Kepemimpinan merupakan

kemampuan yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar

bekerja mencapai sasaran. Kepemimpinan adalah suatu proses pengarahan dan

pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang

saling berhubungan tugasnya. Kepemimpinan adalah kegiatan untuk

mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku orang

lain, atau seni mempengaruhi manusia baik perorangan maupun kelompok

(2012: 49).

Dalam Islam kepemimpinan identik dengan sebutan khalifah yang

berarti wakil atau pengganti. Istilah ini dipergunakan setelah wafatnya

Rasulullah saw, sebagaimana yang tersurat dalam QS. al-Baqarah (2) : 30

sebagai berikut;
‫ۖٗة‬ ‫َٰٓل‬
‫ل ِفي ٱَأۡلۡر ِض َخ ِليَف َق اُلٓو ْا َأَتۡج َع ُل ِفيَه ا َم ن‬ٞ ‫َو ِإۡذ َقاَل َر ُّبَك ِلۡل َم ِئَك ِة ِإِّني َج اِع‬
‫ُيۡف ِس ُد ِفيَها َو َيۡس ِفُك ٱلِّد َم ٓاَء َو َنۡح ُن ُنَس ِّبُح ِبَح ۡم ِد َك َو ُنَقِّد ُس َلَۖك َق اَل ِإِّنٓي َأۡع َلُم َم ا‬
‫اَل َتۡع َلُم وَن‬
Terjemahnya:

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:


"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".
42

Kata khalifah dalam ayat tersebut tidak hanya ditunjukkan kepada para

khalifah sesudah nabi, tetapi juga kepada semua manusia yang ada dibumi ini

yang bertugas memakmurkan bumi ini. Kata lain yang dipergunakan yaitu

“Ulil Amri” yang mana kata ini satu akar dengan kata Amri sebagaimana

disebutkan di atas. Kata “Ulil Amri” berarti pemimpin tertinggi dalam

masyarakat Islam. Sebagaimana firman Allah swt, dalam surat al-Nisa’ (4):59:

‫َٰٓيَأُّيَها ٱَّلِذ يَن َء اَم ُنٓو ْا َأِط يُعوْا ٱَهَّلل َو َأِط يُعوْا ٱلَّرُسوَل َو ُأْو ِلي ٱَأۡلۡم ِر ِم نُك ۖۡم َفِإن َتَٰن َز ۡع ُتۡم‬
‫ِفي َش ۡي ٖء َف ُر ُّد وُه ِإَلى ٱِهَّلل َو ٱلَّرُس وِل ِإن ُك نُتۡم ُتۡؤ ِم ُن وَن ِبٱِهَّلل َو ٱۡل َي ۡو ِم ٱٓأۡلِخ ِۚر َٰذ ِل َك‬
‫ر َو َأۡح َس ُن َتۡأ ِو ياًل‬ٞ ‫َخ ۡي‬
Terjemahnya:
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.

Selain kata “khalifah”, “ulul amri”, juga istilah “wilayah” yang juga

disebutkan dalam al-Qur'an yang juga dapat bermakna memerintah,

menguasai, menyayangi dan menolong. Kata “wilayah” ini ditemukan dalam

QS. al-Maidah (5): 55:

‫ِإَّنَم ا َو ِلُّيُك ُم ٱُهَّلل َو َر ُسوُل ۥُه َو ٱَّلِذ يَن َء اَم ُنوْا ٱَّلِذ يَن ُيِقيُم وَن ٱلَّص َلٰو َة َو ُيۡؤ ُت وَن ٱلَّز َك ٰو َة‬
‫َو ُهۡم َٰر ِكُعوَن‬
Terjemahnya:
Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-
orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat,
seraya mereka tunduk (kepada Allah).
J. Suyuti Pulungan menuturkan bahwa kata “imamah” berarti yang

menjadi pemimpin, yang menjadi suri teladan atau contoh yang harus diikuti

atau yang mendahului (2007: 48-49), dan Amir mempunyai arti pemimpin
43

(Qaid Zaim) dan dalam kamus Inggris diartikan dengan orang yang

memerintah, komandan, kepala dan raja. Sedangkan menurut AI-Taftazani

yang telah dikutip oleh Dhiauddin Rais (2018:59), dalam bukunya yang

berjudul "Teori Politik Islam", keimamahan didefenisikan sebagai

kepemimpinan umum dalam urusan dunia dan agama. Sebagai khalifah atau

wakil dari Nabi saw, ta'rif dan defenisi tersebut tidak jauh berbeda dengan

defenisi yang disampaikan oleh Al-Mawardi (2008:62), yang menghimpun

urusan agama dan duniawi pada kata kepemimpinan dapat saja dipahami apa

yang tidak dipahami dari kata keimamahan yang memiliki makna sederhana

yang tidak menunjukkan selain pada tugas memberi petunjuk dan

bimbingan.kemudian Sulthan yang berakar dari huruf “sin lam” dan “than”

bermakna kekuatan dan paksaan yang berkenaan dengan kekuasaan meliter.

Dengan demikian, kepemimpinan adalah kemampuan seorang

pemimpin untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain untuk

bekerjasama mencapai suatu tujuan kelompok. Dan pengaruh yang diberikan

tentunya didasari oleh tanggung jawab yang tinggi. Hal ini sesuai dengan salah

satu sabda Rasulullah saw.. tentang tugas dan tanggung jawab seorang

pimimpin yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Anas ra, sebagaimana

tercantum dalam kitab “Shahih Bukhari” (2009: 254) bahwa Rasulullah

bersabda:
44

‫ُك ُّلُك ْم َر اِع َو ُك ُّلُك ْم َم ْس ُئْو ًل َعْن ِرِعَّيِت ِه َفالَّرُج ُل َر اِع ِفْى َأْه ِل ِه َو َم ْس ُئْو ٌل َعْن‬
‫(رواه‬.‫ َو ْالَم ْر َأُة َر اِعَيٌة ِفْى َم اِل َز ْو ِج َها َو َو ِل ِدِه َو َم ْس ُئْو َلٌة َعْن َر ِعَّيِتَه ا‬.‫َرِعَّيِتِه‬
.)‫البخاري‬
Artinya:
Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang laki-laki
bertanggung jawab atas kehidupan keluarganya dan akan dimintai
pertanggungjawaban atasnya. Dan seorang istri bertanggung jawab atas
harta benda dan anak-anak suaminya dan akan dimintai pertanggungan
jawab atasnya.

Hadis di atas menekankan tentang implementasi amanah yang adil dan

jujur pada seorang pemimpin karena kelak akan dimintai pertanggungan

jawabannya atas apa yang diamanatkan kepadanya sebagai seorang pemimpin.

Dalam kaitannya dengan pelaksanaan kepemimpinan seorang kepala

madrasah, sudah tentu menjadi dasar bagi seorang kepala madrasah untuk

menjalankan kepemimpinannya berdasarkan tata aturan, tertib, disiplin, jujur

dan adil sehingga dapat mempengaruhi orang lain (bawahannya) untuk

memperbaiki kinerjanya dalam rangka pencapaian dan peningkatan kualitas

pendidikan pada madrasah yang dipimpinnya.

Kepemimpinan kepala madrasah adalah kemampuan untuk

mempengaruhi anggota organisasi madrasah (SDM Pendidikan) untuk

melakukan aktifitas dalam mencapai tujuan pendidikan madrasah. Kepala

madrasah adalah pemimpin yang menjalankan perannya dalam memimpin

madrasah sebagai lembaga pendidikan, dalam hal ini kepala madrasah

berperan sebagai pemimpin pendidikan. Secara umum kepemimpinan

pendidikan dapat diartikan sebagai kepemimpinan yang ditetapkan dalam


45

bidang pendidikan. Maka kepemimpinan pendidikan dalam tatanan organisasi

madrasah akan berkaitan dengan kepemimpinan kepala madrasah (scholl

leader/principal), hal ini disebabkan kepala madrasah merupakan orang yang

secara formal punya otoritas untuk mengelola madrasah guna mencapai tujuan

yang telah ditentukan (Suharsaputra, 2016: 140).

Suharsaputra (2016), kepemimpinan kepala madrasah merupakan faktor

penting yang dapat memberi makna dan kesatuan tujuan antara pemimpin,

staff, siswa, orang tua siswa serta masyarakat secara keseluruhan.

Kepemimpinan tidak hanya berbicara apa yang dilakukan pemimpin, namun

juga berkaitan dengan bagaimana pemimpin membuat pendidik dan tenaga

kependidikan nyaman dan bersemangat dalam bekerja dan dalam organisasi itu

sendiri. Kepemimpinan kepala madrasah dapat dimaknai sebagai implementasi

kepemimpinan oleh kepala madrasah dalam mengelola organisasi madrasah

guna mengarahkan, menggerakkan dan membudayakan seluruh anggota

organisasi madrasah untuk mampu melakukan perubahan dan inovasi

pendidikan dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan mutu proses

pendidikan atau pembelajaran. Dengan demikian kepemimpinan kepala

madrasah menjadi faktor penting dalam menjadikan organisasi madrasah

bergerak dan berkinerja efektif untuk meningkatkan mutu pendidikan atau

pembelajaran sebagai tugas utamanya.

2. Tupoksi dan Pola Baru Kepemimpinan Kepala Madrasah

a. Tupoksi Kepala Madrasah


46

Era globalisasi yang ditandai dengan persaingan yang sangat ketat

dalam semua aspek kehidupan, memberi warna atau pengaruh terhadap

tuntutan akan kualitas sumber daya manusia, termasuk sumber daya tenaga

pendidik dan kependidikan sebagai unsur yang mempunyai posisi sentral dan

strategis dalam pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas.

Kondisi tersebut diiringi dengan tumbuh dan berkembangnya tuntutan

“demokratisasi pendidikan, akuntabilitas, tuntutan kualitas serta jaminan

mutu dari dunia kerja” (Soetopo & Wasty Soemanto, 2004: 1).

Kondisi tersebut di atas mensyaratkan madrasah dan tenaga pendidik

dan kependidikan untuk memiliki kualitas yang andal dan sebagai jaminan

mutu hasil proses pendidikan yang dilakukan. Seiring dengan berbagai

tuntutan kualitas tersebut, pemerintah telah melahirkan berbagai peraturan

perundangan yang pada dasarnya memberikan jaminan kualitas tenaga

pendidik dan kependidikan, termasuk mutu kepala madrasah sebagai pucuk

pimpinan pada unit terkecil penyelenggaraan pendidikan. Mutu pendidikan

dipengaruhi oleh mutu proses belajar mengajar, sedangkan mutu proses belajar

mengajar ditentukan oleh berbagai komponen yang saling terkait satu sama

lain, yaitu input peserta didik, kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan,

sarana prasarana, dana, manajemen, dan lingkungan.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional pasal 3, menyebutkan bahwa:


47

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan


membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab (2003: 5).

Penjaminan mutu merupakan kata kunci yang menjadi fenomena dalam

dunia pendidikan, seiring dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19

tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Implementasi dari kedua

payung hukum tersebut dilakukan oleh pemerintah, antara lain dengan

terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 tahun 2007

tentang Standar Kompetensi Kepala Madrasah, yang menetapkan adanya 5

(lima) dimensi kompetensi yang harus dimiliki seorang kepala madrasah yaitu

Kepribadian, Manajerial, Kewirausahaan, Supervisi dan Sosial. Di samping itu

pelaksanaan Otonomi Daerah mengharuskan kepala madrasah untuk mampu

menyesuaikan dengan situasi dan kondisi peraturan yang berlaku di daerah

masing-masing.

Aktivitas kepala madrasah sebagai seorang manajer meliputi

pengelolaan 3M, yaitu pertama, manusia sebagai faktor penggerak utama

aktivitas madrasah, kedua, money yaitu sebagi modal aktivitas, ketiga, method

sebagai alat untuk mengarahkan manusia dan uang menjadi efektif dalam

mencapai tujuan. Namun peranan kepala madrasah sebagai manajer tidaklah

cukup (Soetopo & Wasty Soemanto, 2004: 7).


48

Pengelolaan madrasah harus benar-benar dipimpin oleh seorang kepala

madrasah yang mempunyai acceptability, karena keberhasilan pendidikan di

Madrasah sangat ditentukan oleh gaya kepemimpinan kepala madrasah dengan

motor penggerak aktivitas yang ada dalam mencapai tujuan. Mengelola

penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan pembelajaran di madrasah, atau

secara lebih operasional tugas pokok kepala madrasah mencakup kegiatan

menggali dan mendayagunakan seluruh sumber daya madrasah secara terpadu

dalam kerangka pencapaian tujuan madrasah secara efektif dan efisien.

Menurut Mulyasa (2009: 98-120) kepala madrasah berfungsi dan

bertugas sebagai Edukator, Manajer, Administrator, Supervisor,

Pemimpin/Leader, Inovator, dan Motivator, yang akan diuraikan seperti

berikut:

1) Kepala Madrasah sebagai Pendidik (Educator)

Adapun yang menjadi tugas dan fungsi kepala madrasah ketika

posisinya sebagai seorang pendidik atau edukator adalah dapat bertugas dan

berfungsi sebagai pendidik (educator), yakni:

(a) Membimbing guru dalam hal menyusun dan melaksanakan program

pengajaran, mengevaluasi hasil belajar dan melaksanakan program

pengajaran dan remedial.

(b) Membimbing karyawan dalam menyusun program kerja dan

melaksanakan tugas sehari-hari.

(c) Membimbing siswa dalam kegiatan ekstra kurikuler, OSIS dan

mengikuti lomba di luar madrasah.


49

(d) Mengembangkan staf melalui pendidikan dan latihan, melalui

pertemuan, seminar dan diskusi, menyediakan bahan bacaan,

memperhatikan kenaikan pangkat, mengusulkan kenaikan jabatan

melalui seleksi calon kepala madrasah.

(e) Memberikan kewenangan bagi guru meningkatkan kreativitas

mengajarnya.

(f) Mengikuti perkembangan IPTEK melalui pendidikan atau latihan,

pertemuan, seminar, diskusi, lokakarya, kursus dan menganalisis

bahan-bahan yang berkaitan dengan tupoksinya sebagai pendidik.

2) Kepala Madrasah sebagai Manajer

Adapun yang menjadi tugas dan fungsi kepala madrasah sehingga

kadangkala bertindak sebagai manajer adalah:

(a) Mengelola administrasi kegiatan belajar dan bimbingan konseling

dengan memiliki data lengkap administrasi kegiatan belajar mengajar

dan kelengkapan administrasi bimbingan konseling.

(b) Mengelola administrasi kesiswaan dengan memiliki data administrasi

kesiswaan dan kegiatan ekstra kurikuler secara lengkap.

(c) Mengelola administrasi ketenagaan dengan memiliki data administrasi

tenaga guru dan Tata Usaha.

(d) Mengelola administrasi keuangan Rutin, BOS, dan Komite.

(e) Mengelola administrasi sarana dan rasarana baik administrasi

gedung/ruang, mebel air, alat laboratorium, dan perpustakaan.

3) Kepala Madrasah sebagai Pengelola Administrasi (Administrator)


50

Adapun tugas dan fungsi utama kepala madrasah sebagai pengelola

administrasi adalah:

(a) Menyusun program kerja, baik jangka pendek, menengah maupun

jangka panjang.

(b) Menyusun organisasi ketenagaan di madrasah baik Wakasek,

Pembantu Kepala Madrasah, Wali kelas, Kasubag Tata Usaha,

Bendahara, dan Personalia Pendukung misalnya pembina

perpustakaan, pramuka, OSIS, Olahraga. Personalia kegiatan temporer,

seperti Panitia Ujian, panitia peringatan hari besar nasional atau

keagamaan dan sebagainya.

(c) Menggerakkan staf/guru/karyawan dengan cara memberikan arahan

dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas.

(d) Mengoptimalkan sumberdaya manusia secara optimal, memanfaatkan

sarana atau prasarana secara optimal dan merawat sarana prasarana

milik madrasah.

4) Kepala Madrasah sebagai Penyelia (Supervisor)

Kepala madrasah sebagai penyelia atau supervisor karena bertanggung

jawab dalam:

(a) Menyusun program supervisi kelas, pengawasan dan evaluasi

pembelajaran.

(b) Melaksanakan program supervisi.


51

(c) Memanfaatkan hasil supervisi untuk meningkatkan kinerja

guru/karyawan dan untuk pengembangan madrasah.

5) Kepala Madrasah sebagai Pemimpin (Leader)

Kepala madrasah termasuk salah satu pemimpin pendidikan dan

menempati posisi puncak di madrasah yang dipimpinnya. Seorang pemimpin

tidak terkecuali kepala madrasah harus bertanggung jawab atas apa yang

dipimpinnya.

Secara gamblang asumsi tersebut mengingatkan bahwa setiap diri

adalah pemimpin dan akan dimintai pertangunggan jawabannya oleh Allah

swt. Maksudnya, selain pemimpin secara individu atas dirinya sendiri, juga

tertuju pada setiap pemimpin rumah tangga, pemimpin organisasi, pemimpin

lembaga, pemimpin negara dan sebagainya bahwa kepemimpinan serta apa

dan siapa yang dipimpin akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah swt.,

kelak di hari kemudian, termasuk pemimpin yang dimaksud dalam hadis di

atas adalah pemimpin pendidikan. Itulah sebabnya tidak semua orang mampu

menjadi pemimpin organisasi atau lembaga, seperti lembaga pendidikan

karena memerlukan kemampuan atau kompetensi yang dapat dipertanggung

jawabkan. Pemimpin pendidikan atau kepala madrasah harus memiliki

kemampuan atau kompetensi, paling tidak kemampuan kepribadian sehingga

sebagai pemimpin patut dijadikan teladan bagi yang dipimpinnya.

Sebagai pemimpin atau leader maka kepala madrasah hendaknya

memiliki kompetensi sehingga dapat memiliki (1) kepribadian yang kuat,


52

jujur, percaya diri, bertanggungjawab, berani mengambil resiko dan berjiwa

besar, (2) memahami kondisi guru, karyawan dan anak didik, (3) mMemiliki

visi dan memahami misi madrasah yang diemban, (4) mampu mengambil

keputusan baik urusan intern maupun ekstern, dan (5) mampu berkomunikasi

dengan baik secara lisan maupun tertulis (Mulyasa, 2009: 121).

6) Kepala Madrasah sebagai Pembaharu (Inovator).

Sebagai pemimpin madrasah, maka baginya dituntut kemampuannya

untuk mengadakan inovator atau mampu melakukan sesuatu yang baru guna

meningkatkan kualitas pendidikan. Adapun kemampuan yang harus dimiliki

kepala madrasah menurut Mulyasa, (2009) adalah:

(a) Mampu mencari, menemukan dan mengadopsi gagasan baru dari pihak

lain.

(b) Mampu melakukan pembaharuan di bagian kegiatan belajar mengajar

dan bimbingan konseling, pengadaan dan pembinaan tenaga guru dan

karyawan, kegiatan ekstra kurikuler dan mampu melakukan

pembaharuan dalam menggali sumber daya manusia di Komite dan

masyarakat.

7) Kepala Madrasah sebagai Pendorong (Motivator)

Kepala madrasah sebagai pemimpin, harus memiliki kepribadian yang

kuat, memahami kondisi guru dan tenaga kependidikan lainnya, mempunyai

program jangka pendek dan jangka panjang, dan memiliki visioner, mampu

mengambil keputusan yang tepat dan bijaksana serta mampu berkomunikasi


53

dengan semua warga madrasah secara baik. Kepala madrasah pada hakikatnya

adalah guru yang diberi tugas tambahan untuk memimpin penyelenggaraan

organisasi madrasah. Oleh sebab itu tugas-tugas kepala madrasah bukan hanya

mengatur dan melakukan proses belajar mengajar, melainkan juga mampu

menganalisis berbagai persoalan, mampu memberikan pertimbangan, cakap

dalam memimpin dan bertindak dalam berorganisasi, mampu berkomunikasi

baik lisan maupun tulisan, partisipatif dan cakap dalam menyelesaikan

persoalan dengan baik.

Kepala madrasah yang profesional dalam paradigma baru manajemen

pendidikan harus memberikan dampak positif dan perubahan yang mendasar

dalam pembaharuan sistem pendidikan di madrasah. Dampak tersebut antara

lain dampak terhadap efektivitas pendidikan, kepemimpinan madrasah yang

kuat, pengelolaan sumber daya kependidikan yang efektif berorientasi pada

peningkatan mutu, team work yang kompak, cerdas dan dinamis, kemandirian,

partisipatif dengan warga madrasah dan lingkungan masyarakat, keterbukaan,

manajerial, inovatif, evaluatif dan perbaikan berkelanjutan, responsif, dan

antisipatif terhadap kebutuhan serta akuntabilitas.

Sebagai seorang pemimpin pendidikan atau manajer pada lembaga

pendidikan madrasah, maka baginya harus mampu mempengaruhi

bawahannya, mampu mendorong dan memotivasi guru dan tenaga

kependidikan lainnya agar mereka:

a) Mampu mengatur lingkungan kerja.


b) Mampu mengatur pelaksanaan suasana kerja yang memadai.
54

c) Mampu menerapkan prinsip memberi penghargaan maupun sanksi


hukuman yang sesuai dengan aturan yang berlaku. (Soetopo &
Wasty Soemanto, 2014: 9).

Dengan demikian, paparan di atas memberikan suatu pemahaman

bahwa ternyata tugas pokok dan fungsi bagi kepala madrasah secara kaffah

berorientasi pada proses manajerial baik pengelolaan dari aspek bangunan

(lembaga pendidikan) maupun dari aspek kualitas pembelajaran yang gawangi

oleh guru. Oleh karena itu, kepala madrasah hendaknya mampu

menggerakkan, mendorong dan memotivasi guru agar dapat meningkatkan

kualitas dan kompetensi pribadinya sehingga dapat menjalankan tugas

pembelajaran sebagai tugas utamanya sehingga kualitas pendidikan dapat

tercapai.

b. Pola Baru Kepemimpinan Kepala Madrasah

Sebelum menguraikan tentang pola baru kepemimpinan kepala

madrasah, maka lebih awal dintrodusir istilah “kepemimpinan kepala

madrasah”. Kepemimpinan kepala madrasah terdiri dari dua bagian kata, yaitu

“kepemimpinan” dan “kepala madrasah”. Kepemimpinan memiliki sifat yang

universal yang ada di seluruh aspek kehidupan, sehingga sebelum membahas

mengenai kepemimpinan kepala madrasah, terlebih dahulu perlu dipahami

pengertian kepemimpinan secara umum. Tidak sedikiti dari ahli pendidikan

yang memberikan penjelasan mengenai pengertian kepemimpinan. Adapun

pengertian yang diungkapkan oleh beberapa ahli, antara lain:


55

Menurut Hendyat Soetopo dan Wasty Soemanto (2004: 1), dalam

bukunya bahwa kepemimpinan adalah suatu kegiatan dalam membimbing

suatu kelompok sedemikian rupa hingga tercapai tujuan dari kelompok itu

yaitu tujuan bersama. Menurut Marno (2007: 66) dalam tulisannya bahwa

kepemimpinan dipahami sebagai segala daya dan upaya bersama untuk

menggerakkan semua sumber dan alat (resources) yang tersedia dalam suatu

organisai. Menurur Soepardi dalam E. Mulyasa (2006: 107) menuturkan

bahwa kepemimpinan didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk

menggerakkan, mempengaruhi, memotivasi, mengajak, mengarahkan,

menasihati, membimbing, menyuruh, memerintah, melarang, bahkan

menghukum (kalau perlu), serta membina dengan maksud agar manusia

sebagai media manajemen mau bekerja dalam rangka mencapai tujuan

administrasi secara efektif dan efisien.

Berdasarkan ketiga pengertian tersebut, maka kepemimpinan dapat

diartikan sebagai kemampuan menggerakkan orang lain dengan memunculkan

reaksi berupa kemauan untuk berusaha dan berupaya untuk mencapai tujuan

kelompok dengan mendayagunakan segala sumber dan alat yang ada.

Sedangkan pengertian kepala madrasah, oleh Muhammad Saroni (2001: 38)

bahwa kepala madrasah adalah sosok yang diberi kepercayaan dan

kewenangan oleh banyak orang (anak buah) untuk membawa madrasah ke

arah tujuan yang ingin dicapai.


56

Wahjosumudjo (2002: 83) menggungkapkan bahwa kepala madrasah

adalah seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin

suatu madrasah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar atau tempat

dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang

menerima pelajaran. Berdasarkan kedua pengertian tersebut, dapat dipahami

bahwa kepala madrasah adalah seseorang yang diberi wewenang dan

kepercayaan untuk memimpin suatu madrasah guna mencapai tujuan yang

telah ditetapkan. Jadi kepemimpina kepala madrasah adalah satu kesatuan

yang tidak dapat dipisahkan. Seorang kepala madrasah bertugas untuk

memimpin bawahannya dan mendayagunakan semua sumber daya yang

dimiliki madrasah untuk mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu,

Mulyasa meuturkan bahwa kepala madrasah merupakan motor penggerak,

penentu arah kebijakan madrasah, yang akan menentukan bagaimana tujuan-

tujuan madrasah dan pendidikan pada umumnya direalisasikan (2006: 126).

Hal itulah yang kemudian menunjukkan bahwa kepemimpinan kepala

madrasah adalah kemampuan yang dimiliki seorang kepala madrasah dalam

mengarahkan, membimbing, dan menggerakkan seluruh komponen pendidikan

untuk mencapai tujuan pendidikan. Tanpa adanya seorang kepala madrasah

yang mendapat tanggung jawab tetapi tidak melaksanakan tugasnya dengan

baik, maka tujuan madrasah sebagai lembaga pendidikan tidak akan tercapai.

Oleh karena itu, kepemimpinan yang berkaitan dengan masalah kepala

madrasah dalam menigkatkan kesempatan untuk mengadakan pertemuan


57

secara efektif dengan para guru dalam situasi yang kondusif. Prilaku kepala

madrasah harus dapat mendorong kinerja para guru dengan menunjukakn rasa

bersahabat, dekat, dan penuh pertimbangan terhadap para guru, baik sebagai

individu maupun sebagai kelompok. Prilaku instrumental merupakan tugas-

tugas yang diorientasikan dan secara langsung diklarifikasi dalam peranan dan

tugas-tugas para guru, sebagai individu dan sebagai kelompok.

Seorang pemimpin potensial memberikan pengaruh karena memiliki

bawaan dan kemampuan. Ada beberapa karakteristik umum para pemimpin,

yaitu: (1) kecerdasan para pemimpin cenderung memiliki kecerdasan lebih

tinggi daripada anggotanya, (2) kematangan social para pemimpin cenderung

memiliki kematangan emosi dan minat yang sangat luas, (3) memiliki motivasi

dan orientasi prestasi para pemimpin berusaha mencapai sesuatu, bila mereka

mencapai satu tujuan akan mencapai yang lain dan (4) memiliki rasa percaya

diri dan ketrampilan komunikasi pemimpin mengenali kebutuhan bekerjasama

dengan orang lain dan hormat terhadap pribadi individu (M. Sulthon, 2004:

32).

Adapun yang menjadi pola baru kepemimpinan seorang kepala

madrasah berdasarkan data-data empirik, sebagai dukungan akan pentingnya

perumusan pola kepemimpinan baru. Bukti-bukti empirik lemahnya pola lama

manajemen pendidikan nasional dan digulirkannya otonomi daerah, telah

mendorong dilakukannya penyesuaikan diri dari pola lama manjemen


58

pendidikan menuju pola baru manajemen pendidikan masa depan yang lebih

bernuangsa otonomi dan yang lebih demokratis.

Tabel 1
Dimensi-Dimensi Perubahan Pola Manajemen Pola Lama ke Pola Baru
POLA LAMA MENUJU POLA BARU
Subordinasi Otonomi
Pengambilan keputusan terpusat Pengambilan keputusan partisipasif

Ruang gerak kaku Ruang gerak luwes


Pendekatan birokratik Pendekatan profesional
Sentralistik Disentralistik
Diatur Motivasi
Overegulasi Deregulasi
Mengontrol Mempengaruhi
Mengarahkan Memfasilitasi
Menghindari resiko Mengelola resiko
Gunakan uang semuanya Gunakan uang seefesien
Individual yang cerdas Teamwork yang cerdas
Informasi terpribadi Informasi terbagi
Pendelegasian Pemberdayaan
Organisasi herakis Organisasi datar
Sumber: Barnawi dan M. Arifin, 2019: 24.

Pada pola lama, tugas dan fungsi madrasah lebih pada melaksanakan

program dari pada mengambil inisiatif merumuskan dan melaksanakan

program peningkatan mutu yang dibuat sendiri oleh madrasah. Sedang pada

pola baru, madrasah memiliki wewenang lebih besar dalam pengelolan

lembaganya, pengambilan keputusan dilakukan secara partisipasif dab

partisipasi masyarakt makin besar, madrasah lebih luwes dalam mengelola


59

lembaganya, pendekatan profesionalisme lebih diutamakan dari pada

pendekatan birokrasi, pengelolaan madrasah lebih desentralistik, perubahan

madrasah didorong oleh motivasi diri madrasah dari pada diatur dari luar

madrasah, regulasi pendidikan lebih sederhana peranan pusat bergesr dari

mengontrol menjadi mempengaruhi dan dari mengarahkan ke memfasilitasi,

dari menghindari resiko menjadi mengolah resiko, pengunaan uang lebih

efesien karena sisa anggaran tahun ini dapat digunakan untuk anggaran tahun

depan (effesiensi-based budgeting), lebih mengutamakan teamwork, informasi

terbagi ke semua warga madrasah, lebih mengutamakan pemberdayaan, dan

struktur organisasi lebih datar sehingga lebih efesien.

Model manajemen yang memberikan fleksibilitas atau keluwesan lebih

besar kepada madrasah untuk mengelola sumber daya madrasah, dan

mendorong madrasah meningkatkan partisipasi warga madrasah dan

masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mutu madrasah atau untuk mencapai

tujuan mutu madrasah dalam kerangka pendidikan nasional.

3. Pengembangan Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan,

melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan

pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian

terhadap masyarakat. Dalam Pasal 1 ayat 6 UU RI No. 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa “pendidik adalah tenaga

kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong


60

belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai

dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan

pendidikan”. Selanjutnya, dalam pasal 39 UU RI No 20 tahun 2003 tentang

Sisdiknas, menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang

bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil

pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan

penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada

perguruan tinggi.

Pengembangan tenaga kependidikan dalam suatu organisasi mutlak

dilaksanakan oleh pimpinan dari suatu lembaga tersebut. Pengertian tenaga

kependidikan mencakup seluruh tenaga yang ada dalam suatu organisasi

pendidikan, khususnya tenaga guru dan pegawai. Demi mewujudkan

pencapaian tujuan pendidikan, guru harus menjadi sumber daya manusia

(SDM) yang menjadi prioritas pengembangan yang paling utama. Persaingan

yang semakin ketat saat ini memerlukan keuletan, kesabaran, kemampuan

mengantisipasi, kecepatan dan ketepatan berpikir serta bertindak agar tetap

dapat berperan aktif di dalam proses pendidikan itu sendiri. Dalam mengelola

pengembangan tenaga kependidikan, seorang pimpinan atau kepala madrasah

tidak bisa terlepas dari prinsip-prinsip manajemen.

Menurut Soebagio Admodiwirio (2000: 5), manajemen ialah “suatu

proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian

semua sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang ditetapkan”.


61

Sedangkan manajemen tenaga kependidikan (guru dan personil) mencakup

perencanaan pegawai, pengadaan pegawai, pembinaan dan pengembangan

pegawai, promosi dan mutasi, pemberhentian pegawai, kompensasi, dan

penilaian pegawai. Semua itu perlu dilakukan dengan baik dan benar agar apa

yang diharapkan dapat tercapai, yakni tersedianya tenaga kependidikan yang

diharapkan dengan kualifikasi dan kemampuannya dapat melaksanakan

pekerjaan dengan baik dan berkualitas (Mulyasa, 2002: 42).

Pengembangan tenaga kependidikan bukanlah tugas yang ringan,

karena tidak hanya berkaitan dengan permasalahan teknis, tetapi juga

mencakup berbagai persoalan yang sangat rumit dan kompleks, baik

menyangkut dengan perencanaan, pendanaan serta efisiensi dan efektivitas

penyelenggaraan pendidikan. Pengembangan tenaga kependidikan juga

menuntut adanya manajemen yang berkualitas sehingga dapat menjadi salah

satu faktor pembentuk pendidikan yang berkualitas. Made Pidarta (1988: 4)

mendefinisikan manajemen sebagai aktivitas memadukan sumber-sumber

pendidikan agar terpusat dalam usaha mencapai tujuan pendidikan yang telah

ditentukan sebelumnya. Menurut Alan Harris dan Martin Law (2005: 152),

bahwa seorang kepala madrasah seharusnya memperlihatkan kepemimpinan

organisasi yang bebas dengan menjamin bahwa maksud dan tujuan diketahui

dan diterima oleh semua personil. Tugas utama yang dilakukan kepala

madrasah bersama guru-guru dalam organisasinya adalah menyiapkan

serangkaian garis-garis besar dan kriteria pengembangan.


62

Prasetya Irawan, dkk (2009: 91) mengemukakan bahwa pengembangan

tenaga kependidikan atau pegawai mempunyai cakupan makna yang luas.

Secara umum pengembangan pegawai dapat didefinisikan sebagai suatu proses

merekayasa perilaku pegawai sedemikian rupa, sehingga pegawai-pegawai

dapat menunjukkan kinerja yang optimal dalam pekerjaannya. Definisi ini

menjelaskan bahwa pengembangan tenaga adalah merekayasa perilaku

sehingga dapat dipahami bahwa perilaku sesungguhnya dapat diubah dan

diperbaiki dari suatu keadaan ke keadaan lain yang lebih baik. Pelaksanaannya

melalui proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang sistematis.

Tenaga kependidikan adalah pegawai yaitu mereka yang memenuhi

syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang

berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas negara

lainnya yang ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan

yang berlaku (Subagio Admowirio, 2019: 207). Pengembangan tenaga

kependidikan dapat dilakukan melalui jalur atau cara diklat dan jalur non

diklat. Jalur diklat seperti melanjutkan pendidikan, penataran, kegiatan

seminar, lokakarya, dan lain-lain, jalur non diklat misalnya dapat berbentuk

promosi jabatan, pemberian bonus dan insentif, teguran dan hukuman. Di

samping itu, pengembangan tenaga kependidikan atau pegawai dapat

menghasilkan sesuatu yang nyata dalam waktu yang cepat. Contohnya seorang

pegawai sebelum dilatih sering melakukan kesalahan dalam bekerja, tetapi

setelah dilatih tingkat kesalahan menjadi berkurang.


63

Khusus mengenai penataran, Piet A. Sahertian (2014: 4) menjelaskan

ada tiga macam penataran, yaitu :

1. Penataran penyegaran, yaitu usaha peningkatan kemampuan guru

agar sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta

memantapkan tenaga kependidikan tersebut agar dapat melakukan

tugas sehari-harinya dengan lebih baik. Sifat penataran ialah

memberi kesegaran sesuai dengan perubahan yang terjadi.

2. Penataran peningkatan kualifikasi, yaitu usaha peningkatan

kemampuan guru sehingga mereka memperoleh kualifikasi formal

tertentu sesuai dengan standar yang ditentukan.

3. Penataran perjenjangan adalah suatu usaha meningkatkan

kemampuan guru sehingga dipenuhi persyaratan suatu pangkat atau

jabatan tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pengembangan dapat membantu tenaga kependidikan agar mampu

menjalankan tanggung jawabnya di masa depan. Pengembangan memiliki

ruang lingkup yang lebih luas, dapat berupa upaya meningkatkan pengetahuan

yang mungkin digunakan segera atau seiring kepentingan di masa depan.

Pengembangan tenaga kependidikan merupakan investasi yang cepat atau

lambat akan membuahkan hasil.

Menurut Prasetya Irawan, dkk (2009: 97) bahwa tujuan pengembangan

tenaga kependidikan yang efektif secara umum ialah untuk: a) menambah

pengetahuan; b) menambah keterampilan; dan c) mengubah sikap. Sedangkan


64

menurut para sarjana seperti Dale Yoder dalam Sondang P. Siagian (2002:

186) bahwa tujuan pengembangan tenaga kependidikan a) supaya tenaga

kependidikan dapat melakukan pekerjaan lebih baik; b) supaya pengawasan

lebih sedikit terhadap bawahan; c) supaya bawahan lebih cepat berkembang;

dan d) menstabilisasi tenaga kependidikan.

Prasetya Irawan, dkk, (2009) secara lebih khusus tujuan pengembangan

karier tenaga kependidikan adalah supaya : a) melaksanakan sistem pendidikan

modern; b) meningkatkan kualitas/bobot karier tenaga kependidikan; c)

melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien; dan d) menstabilisasi/

menstandarisasi tenaga kependidikan.

Pengembangan tenaga kependidikan merupakan aspek penting dalam

upaya mencapai tujuan pendidikan. Oleh sebab itu, pimpinan dalam suatu

lembaga hendaknya dapat menjadi motivator, fasilitator, dan pengarah bagi

terlaksananya program pengembangan tenaga kependidikan. Mengingat

perkembangan pada berbagai aspek kehidupan yang terus terjadi secara

dinamis, maka setiap tenaga kependidikan harus melakukan pengembangan

diri secara berkesinambungan. Pengembangan tenaga kependidikan dilakukan

melalui beberapa tahapan, di antaranya yakni: penentuan kebutuhan,

penentuan sasaran, penetapan isi program, prinsip-prinsip belajar, pelaksanaan

program, dan penilaian pelaksanaan program. Dengan pelaksanaan program

pengembangan secara baik dan tepat melalui tahapan-tahapan tersebut, maka

diharapkan tujuan khusus dari kegiatan tersebut dapat terlaksana dengan baik,
65

antara lain agar tercapainya sistem pendidikan yang modern, meningkatkan

kualitas atau mutu karier tenaga kependidikan, tenaga kependidikan dapat

melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien, dan menstabilisasi/

menstandarisasi tenaga kependidikan.

4. Sifat-Sifat dan Tugas Kepemimpinan Kepala Madrasah

a. Sifat-sifat Kepemimpinan Kepala Madrasah

Upaya untuk menilai sukses tidaknya pemimpin itu dilakukan antara

lain dengan mengamati dan mencatat sifat-sifat dan kualitas atau mutu

perilakunya, yang dipakai sebagai kriteria untuk menilai kepemimpinannya.

Usaha-usaha yang sistematis tersebut membuahkan teori sifat atau kesifatan

dari kepemimpinan. Teori kesifatan atau sifat dikemukakan oleh beberapa ahli.

Kartini Kartono mengemukakan tentang teori kesifatan atau sifat

kepemimpinan, dengan mengemukakan 6 (enam) sifat kepemimpinan berikut:

a. Kemampuan dalam kedudukannya sebagai pengawas (supervisory


ability) atau pelaksana fungsi-fungsi dasar manajemen.
b. Kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan, mencakup pencarian
tanggung jawab dan keinginan sukses.
c. Kecerdasan, mencakup kebijakan, pemikiran kreatif, dan daya pikir.
d. Ketegasan, atau kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan dan
memecahkan masalah-masalah dengan cakap dan tepat.
e. Kepercayaan diri, atau pandangan terhadap dirinya sehingga mampu
untuk menghadapi masalah.
f. Inisiatif, atau kemampuan untuk bertindak tidak tergantung,
mengembangkan serangkaian kegiatan dan menemukan cara-cara baru
atau inovasi (Kartini Kartono, 2002: 37).
66

Berbagai teori kesifatan juga dikemukakan oleh Ordway Tead dan

George R. Terry, teori kesifatan menurut Ordway Tead dalam Kartini Kartono

(2002: 38) teoi kesifatan yang harus dimiliki seorang pemimpin adalah:

a. Energi jasmaniah dan mental; yaitu mempunyai daya tahan, keuletan,


kekuatan baik jasmani maupun mental untuk mengatasi semua
permasalahan.
b. Kesadaran akan tujuan dan arah; mengetahui arah yang akan dituju
dari pekerjaan yang akan dilaksanakan, serta yakin akan manfaatnya.
c. Antusiasme; pekerjaan yang dilakukan mempunyai tujuan yang
bernilai, menyenangkan, memberikan sukses, dan dapat
membangkitkan semangat serta antusiasme bagi pimpinan maupun
bawahan.
d. Keramahan dan kecintaan; kasih sayang dan dedikasi pemimpin bisa
memotivasi bawahan untuk melakukan perbuatan yang menyenangkan
bagi semua pihak, sehingga pemimpin dapat mengarahkan untuk
mencapai tujuan.
e. Integritas; pemimpin harus bersikap terbuka; merasa utuh bersatu,
sejiwa dan seperasaan dengan anak buah sehingga bawahan menjadi
lebih percaya dan hormat.
f. Penguasaan teknis; setiap pemimpin harus menguasai satu atau
beberapa kemahiran teknis agar ia mempunyai kewibawaan dan
kekuasaan untuk memimpin.
g. Ketegasan dalam mengambil keputusan; pemimpin yang berhasil pasti
dapat mengambil keputusan secara cepat, tegas dan tepat sebagai
hasil dari kearifan dan pengalamannya.
h. Kecerdasan; orang yang cerdas akan mampu mengatasi masalah dalam
waktu yang lebih cepat dan cara yang lebih efektif.
i. Keterampilan mengajar; pemimpin yang baik adalah seorang guru yang
mampu menuntun, mendidik, mengarahkan, mendorong, dan
menggerakkan anak buahnya untuk berbuat sesuatu.
j. Kepercayaan; keberhasilan kepemimpinan pada umumnya selalu
didukung oleh kepercayaan anak buahnya, yaitu percaya bahwa
pemimpin bersama-sama dengan anggota berjuang untuk mencapai
tujuan.

Sedangkan teori kesifatan menurut George R. Terry dalam Kartini

Kartono (2002: 39) sebagai berikut:


67

a. Kekuatan; Kekuatan badaniah dan rokhaniah merupakan syarat yang


pokok bagi pemimpin sehingga ia mempunyai daya tahan untuk
menghadapi berbagai rintangan.
b. Stabilitas emosi; Pemimpin dengan emosi yang stabil akan menunjang
pencapaian lingkungan sosial yang rukun, damai, dan harmonis.
c. Pengetahuan tentang relasi insani; Pemimpin diharapkan memiliki
pengetahuan tentag sifat, watak, dan perilaku bawahan agar ia bisa
menilai kelebihan dan kelemahan bawahan yang disesuaikan dengan
tugas-tugas yang akan diberikan kepadanya.
d. Kejujuran; Pemimpin yang baik harus mempunyai kejujuran yang
tinggi baik kepada diri sendiri maupun kepada bawahan.
e. Obyektif; Pertimbangan pemimpin harus obyektif, mencari bukti-bukti
yang nyata dan sebab musabab dari suatu kejadian dan memberikan
alasan yang rasional atas penolakannya.
f. Dorongan pribadi; Keinginan dan kesediaan untuk menjadi pemimpin
harus muncul dari dalam hati agar mau ikhlas memberikan pelayanan
dan pengabdian kepada kepentingan umum.
g. Keterampilan berkomunikasi; Pemimpin diharapkan mahir menulis
dan berbicara, mudah menangkap maksud orang lain, mahir
mengintegrasikan berbagai opini serta aliran yang berbeda-beda untuk
mencapai kerukunan dan keseimbangan,
h. Kemampuan mengajar; Pemimpin diharapkan juga menjadi guru yang
baik, yang membawa orang belajar pada sasaran-sasaran tertentu untuk
menambah pengetahuan, keterampilan agar bawahannya bisa mandiri,
mau memberikan loyalitas dan partisipasinya.
i. Keterampilan sosial; Dia bersikap ramah, terbuka, mau menghargai
pendapat orang lain, sehingga ia bisa memupuk kerjasama yang baik.
j. Kecakapan teknis atau kecakapan manajerial; Penguasaan teknis perlu
dimiliki agar tercapai efektifitas kerja dan kesejahteraan.

Berdasarkan teori-teori tentang kesifatan atau sifat-sifat pemimpin di

atas, dapat disimpulkan bahwa sifat-sifat kepemimpinan kepala madrasah

adalah (a) Kemampuan sebagai pengawas (supervisory ability), (b)

Kecerdasan, (c) Inisiatif, (d) Energi jasmaniah dan mental, (e) Kesadaran akan

tujuan dan arah, (f) Stabilitas emosi, (g) Obyektif, (h) Ketegasan dalam

mengambil keputusan, (i) Keterampilan berkomunikasi, (j) Keterampilan

mengajar, (k) Keterampilan sosial, dan (l) Pengetahuan tentang relasi insani.
68

Selain sifat-sifat pemimpin yang harus dimiliki seorang kepala

madrasah di atas, juga sifat yang tak kalah pentingnya untuk dimiliki adalah

sifat islami sebagaimana yang pernah diteladankan oleh Rasulullah saw.,

antara lain sifat ”al-Shiddiq, amanah, dan fathanah”. Walaupun kesifatan

pemimpin ini hanya dapat diaktualisasikan oleh Nabi Muhammad saw.,

sebagai pemimpin dalam memimpin umat dan masyarakatnya, namun paling

tidak sifat-sifat tersebut dapat diterapkan oleh pemimpin masa kini yakni

pemimpin dipercaya oleh masyarakat atau mitra kerjanya termasuk

bawahannya atau pimpinan di atasnya, dapat bertanggung jawab sepenuhnya

atas apa yang dibebankan kepadanya, serta dapat mengetahui karakteristik

bawahannya seperti guru bantunya kalau ia sebagai kepala madrasah dan

karyawannya jika ia seorang direktur perusahaan dan lain-lain.

Sifat siddiq adalah bersifat benar, jujur dan dapat dipercaya terutama

orang-orang yang bermitra dengannya. Sifat amanah adalah sifat yang harus

dimiliki seorang pemimpin termasuk di dalamnya kepala Madrasah, yakni sifat

amanah yakni sifat yang dapat dipercaya untuk dititipkan sebuah tanggung

jawab dan dilaksanakan sesuai dengan tanggung jawab yang dibebankannya.

Adapun sifat fathanah adalah sifat yang berkenaan dengan kecerdasan,

kepintaran, dan kecerdikan seorang pemimpin sehingga dalam setiap

mengambil keputusan senantiasa diputuskan berdasarkan pertimbangan adil

dan jujur.

b. Tugas-tugas Kepemimpinan Kepala Madrasah


69

Berdasarkan pengertian bahwa kepemimpinan adalah proses

mempengaruhi tingkah laku yang mengandung indikasi serangkaian tugas

yang perlu dilaksanakan oleh seorang pemimpin adalah :

1) Membangkitkan kepercayaan dan loyalitas bawahan,


2) Mengkomunikasikan gagasan kepada orang lain,
3) Dengan berbagai cara mempengaruhi orang lain,
4) Seorang pemimpin adalah seorang besar yang dikagumi dan
mempesona dan dibanggakan oleh para bawahan. (Wahyusumidjo,
2005: 40)

Selanjutnya menurut Wahyusumidjo (2005: 40), ada 4 (empat) macam

tugas penting seorang pemimpin pendidikan dalam menjalankan

kepemimpinannya yaitu:

a. Mendefinisikan misi dan peranan organisasi ; Misi dan peranan


organisasi dapat dirumuskan dengan baik apabila seorang pemimpin
lebih dulu memahami asumsi struktural sebuah organisasi.
b. Pemimpin merupakan pengejawantahan tujuan organisasi; Dalam tugas
ini pemimpin harus menciptakan kebijaksanaan ke dalam tatanan atau
keputusan terhadap sarana untuk mencapai tujuan yang direncanakan.
c. Mempertahankan keutuhan organisasi; Pemimpin bertugas untuk
mempertahankan keutuhan organisasi dengan melakukan koordinasi
dan kontrol melalui dua cara, yaitu melalui otoritas, peraturan,
literally, melalui pertemuan, dan koordinasi khusus terhadap berbagai
peraturan.
d. Mengendalikan konflik internal yang terjadi di dalam organisasi.

Jadi seorang pemimpin yang baik dan benar harus mampu memahami

dan mengamalkan tugas-tugas yang melekat pada dirinya dengan adil agar

amanah organisasi atau lembaga yang dipimpinnya tetap utuh dalam mencapai

tujuan yang diharapkan bersama. Sebagai mana firman Allah dalam QS. An-

Nisa (4): 58:


70

‫ِإَّن ٱَهَّلل َيۡأ ُم ُر ُك ۡم َأن ُتَؤ ُّد وْا ٱَأۡلَٰم َٰن ِت ِإَلٰٓى َأۡه ِلَه ا َو ِإَذ ا َح َك ۡم ُتم َبۡي َن ٱلَّن اِس َأن َتۡح ُك ُم وْا‬
‫ِبٱۡل َع ۡد ِۚل ِإَّن ٱَهَّلل ِنِع َّم ا َيِع ُظُك م ِبۗٓۦِه ِإَّن ٱَهَّلل َك اَن َسِم يَۢع ا َبِص يٗر ا‬
Terjemahnya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat.
Ayat di atas dalam perspektif ahli tafsir seperti al-Qurtubi dalam

kutipan Abdul Rahman Shalih Abdullah (1991: 76) bahwa pengertian

”amanat” dalam ayat di atas adalah agama, tugas atau perintah Allah, maka

peran yang diperankan manusia dalam perspektif ayat tersebut seyogianya

mengacu pada subordinasi (pengabdian) manusia sebagai khalifah, karena itu

perilaku manusia harus dibarengi dengan tujuan.

Dalam hubungannya dengan kajian ini orang yang harus dibebankan

kepadanya sebagai seorang pemimpin adalah orang yang memiliki sifat

amanah sehingga dapat dipercaya. Karena kepala madrasah merupakan salah

satu jabatan tertinggi pada madrasah yang dipimpinnya, sehingga orang yang

dapat menempati posisi kepala madrasah ini adalah orang yang memiliki sifat

amanah, dapat diteladani, dapat ditiru, baik perilakunya maupun ucapannya.

Salah satu tujuan yang hendak dicapai dalam kepemimpinan kepala madrasah

adalah mensinergikan kinerja dan disiplin tenaga pendidik dan kependidikan,

sehingga pencapaian kualitas pendidikan dapat terwujud.

5. Strategi dan Kepemimpinan Kepala Madrasah


71

a. Strategi Kepemimpinan

Mengidentifikasikan sebuah srtategi yang ada dalam suatu orientasi

pemasaran sangat penting bagi madrasah. Peran utama kepala madrasah dan

tim manajemen senior adalah memberikan contoh teladan kepemimpinan

dalam manajemen strategis. The National Standard for Headteachers (1998: 9)

mengidentifikasi ‘arah dan perkembangan strategis madrasah’ sebagai kunci

dan arah utama para kepala bagian. Definisi strategi adalah cara untuk

mencapai tujuan jangka panjang. Glueck dan Jauch (2019) pengertian strategi

adalah rencana yang disatukan, luas dan berintegrasi yang menghubungkan

keunggulan strategis perusahaan dengan tantangan lingkungan, yang dirancang

untuk memastikan bahwa tujuan utama dari perusahaan dapat dicapai melalui

pelaksanaan yang tepat oleh organisasi. Glueck dan Jauch (2019: 9)

mengemukakan tentang pengertian strategi secara umum dan khusus sebagai

berikut:

1) Pengertian umum

Strategi adalah proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang

berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu

cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai.

2) Pengertian khusus

Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa

meningkat) dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang


72

tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan

demikian, strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan

dimulai dari apa yang terjadi. Terjadinya kecepatan inovasi pasar yang baru

dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi inti (core

competencies). Dalam (http:/strategi kepemimpinan/konsep-strategi-definisi-

perumusan.html) ditemukan sebuah kaedah bahasa Arab sebagai berikut;

‫د‬H‫إستراتجـيـةهي خطط أو طرق توضع لتحقيق هدف معين على المدى البعي‬
.‫اعتماداعلى التكـتـيكات واإلجراءات‬
Artinya:
(Strategi adalah rencana atau cara yang dilakukan untuk mencapi tujuan
tertentu pada jangka panjang dengan menggunakan taktik-taktik dan
langkah-langkah).

Strategy (stratejik) generalship: the science or art of combining and

employing the means of war in planning and directing large military

movements and operations. (Strategi adalah ilmu atau seni dalam menyusun

alat-alat dalam sebuah perencanaan dan pengarahan dalam sebuah militer).

Kepemimpinan merupakan proses mengarahkan, membimbing,

mempengaruhi, atau mengawasi pikiran, perasaan atau tindakan dan tingkah

laku orang lain. Menurut Nawawi (2007) kepemimpinan adalah tindakan atau

perbuatan di antara perseorangan dan kelompok yang menyebabkan baik orang

maupun kelompok bergerak ke arah tujuan tertentu.

Menurut Tony Bush dan Marianne Coleman (2008) bahwa strategis

kepemimpinan adalah tuntutan bagi pemimpin agar bersifat fleksibel dalam

mengatasi sesuatu yang tidak diharapkan, dan tuntutan bagi mereka untuk
73

mempunyai ‘visi helikopter’, yaitu suatu kemampuan untuk berpandangan jauh

ke depan. Kepemimpinan strategis, sebaliknya, merupakan seni dan ilmu yang

mengfokuskan perhatiannya pada kebijakan-kebijakan dan tujuan-tujuan

dengan rencana-rencana jangka panjang.

Deduksi yang dapat ditarik dari paparan di atas adalah bahwa strategi

kepemimpinan adalah rencana atau cara yang dilakukan pemimpin untuk

mencapai suatu tujuan tertentu. Tujuan dalam kitannya dengan strategi

kepemimpinan kepala madrasah, maka tujuan yang akan dicapi yaitu untuk

kemajuan suatu lembaga pendidikan.

Adapun bentuk strategi yang dilakukan kepala madrasah dalam

mengembangkan tenaga pendidik dan kependidikan adalah kepala madrasah

membentuk MGMP. Pembentukan MGMP dijadikan sebagai pengembangan

diri guru untuk meningkatkan kemampuan guru, selain itu juga untuk

membantu guru dalam proses pembelajaran dan bisa meningkatkan mutu

pendidikan. Dari pemaparan kepala madrasah adanya pembentukan MGMP

sebagai wahana pengembangan diri guru untuk meningkatkan kapasitas dan

kemampuan guru. Selain itu juga untuk menambah pengetahuan dan

keterampilan dalam bidang yang diajarkan. Kemudian kepala madrasah selalu

melakukan kroscek dan mengontrol di dalam kelas. Untuk mengamati guru

dalam proses pembelajaran. Hal lain adalah selalu mengecek bagi guru yang

tidak masuk mengajar baik ada keterangan maupun yang tidak. Madrasah
74

selalu mengadakan rapat strategi perubahan diawal tahun ada perubahan

pembelajaran. Berdasarkan strategi yang telah dilakukan kepala madrasah

diharapkan dapat membangkitkan dan memperkuat minat yang baru maupun

yang lama bagi para guru, dan menanamkan kesadaran terhadap masalah-

masalah yang dihadapi oleh para guru.

Mukhtar, (2015) dengan judul, “Strategi Kepala Madrasah Dalam

Meningkatkan Kinerja Guru Pada SMP Negeri Di Kecamatan Masjid Raya

Kabupaten Aceh Besar” bahwa: 1) Strategi kepala madrasah dalam

meningkatkan kemampuan guru melalui pembinaan kemampuan guru dalam

proses pembelajaran, 2) Strategi kepala madrasah dalam meningkatkan disiplin

guru yaitu : a) Menegakkan kedisiplinan guru, b) Meningkatkan standar

prilaku guru, c) Melaksanakan semua peraturan, 3) Strategi kepala madrasah

dalam meningkatkan motivasi guru yaitu menciptakan situasi yang harmonis,

memenuhi semua perlengkapan yang diperlukan serta memberikan

penghargaan dan hukuman, 4) Strategi kepala madrasah dalam meningkatkan

komitmen guru adalah: mengadakan pelatihan, mendatangkan tutor ke

madrasah dan memberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan,

menempatkan guru sesuai dengan bidangnya, dan mengadakan rapat setiap

awal semester. 5) Hambatan yang dihadapi kepala madrasah dalam

meningkatkan kinerja guru adalah: a) kurang tegas dalam menerapkan

kebijakan b) guru kurang motivasi dan domisili guru yang jauh. c) fasilitas
75

madrasah yang belum memadai, d) rendahnya partisipasi warga lingkungan

madrasah.

b. Kepemimpinan Kepala Madrasah

Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang untuk

mempengaruhi orang-orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran.

Kepemimpinan dapat diklasifikasikan sebagai pendekatan-pendekatan

kesifatan, prilaku dan situasional (contingency) tentang kepemimpinan.

Pendekatan pertama memandang kepemimpinan merupakan kombinasi sifat-

sifat (traits) yang tampak. Pendekatan kedua bermaksud mengidentifikasikan

perilaku-perilaku (behaviors) pribadi yang berhubungan dengan

kepemimpinan efektif. Kedua pendekatan ini mempunyai anggapan bahwa

seorang individu mempunyai sifat-sifat tertentu atau memperagakan perilaku-

perilaku tertentu akan muncul sebagai pemimpin dalam situasi kelompok

apapun dimana dia berada.

Pemikiran sekarang mendasarkan pada pendekatan ketiga, yaitu

pandangan situasional tentang kepemimpinan. Pandangan ini menganggap

bahwa kondisi yang menentukan efektifitas kepemimpinan bervariasi dengan

situasi, tugas-tugas yang dilakukan, ketrampilan dan pengharapan bawahan,

lingkungan organisasi, dan sebagainya. Pandangan Handoko (2003: 294)

menggambarkan bahwa telah menimbulkan contingency pada kepemimpinan,

dengan maksud menetapkan faktor-faktor situasional yang menentukan

seberapa besar efektifitas situasi kepemimpinan tersebut.


76

Kepemimpinan dapat dipergunakan setiap orang dan tidak hanya

terbatas berlaku dalam suatu organisasi atau kantor tertentu. Kepemimpinan

adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni

memepengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok (Miftah

Toha, 1993: 9). Pada konteks pemimpin, Allah berfirman dalam al-Qur'an

surat aln-Nisa’: 59 bahwa:

‫َٰٓيَأُّيَها ٱَّلِذ يَن َء اَم ُنٓو ْا َأِط يُعوْا ٱَهَّلل َو َأِط يُعوْا ٱلَّرُسوَل َو ُأْو ِلي ٱَأۡلۡم ِر ِم نُك ۖۡم َفِإن َتَٰن َز ۡع ُتۡم‬
‫ِفي َش ۡي ٖء َف ُر ُّد وُه ِإَلى ٱِهَّلل َو ٱلَّرُس وِل ِإن ُك نُتۡم ُتۡؤ ِم ُن وَن ِبٱِهَّلل َو ٱۡل َي ۡو ِم ٱٓأۡلِخ ِۚر َٰذ ِل َك‬
‫ر َو َأۡح َس ُن َتۡأ ِو ياًل‬ٞ ‫َخ ۡي‬
Terjemahnya:
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.
Dalam tafsir al-Maraghi (1986: 119) diterangkan bahwa ulil amri yaitu

para umara, hakim, ulama, panglima perang, dan seluruh pemimpin dan kepala

yang menjadi tempat kembali manusia dalam kebutuhan dan maslahat umum.

Apabila mereka telah menyepakati suatu urusan atau hukum, mereka wajib

ditaati, dengan syarat, mereka harus dapat dipercaya, tidak menyalahi perintah

Allah dan sunnah Rasul yang mutawatir, dan di dalam membahas serta

menyepakati perkara mereka tidak ada pihak yang memaksa.

Kepemimpinan adalah proses tindakan mempengaruhi kegiatan

kelompok dan pencapaian tujuannya. Di dalamnya terdiri dari unsur-unsur

kelompok (dua orang atau lebih). Ada tujuan orientasi kegiatan serta

pembagian tanggung jawab sebagai bentuk perbedaan kewajiban anggota.


77

Kepemimpinan juga merupakan proses mempengaruhi aktivitas individu atau

kelompok usaha ke arah pencapaian tujuan dalam situasi tertentu. Kata lain

proses kepemimpinan itu dijumpai fungsi pemimpin, pengikut anggota dan

situasi. Kepemimpinan merupakan hubungan di mana satu orang yakni

pemimpin mempengaruhi pihak lain untuk dapat bekerja sama dalam upaya

mencapai tujuan.

Kepemimpinan yaitu suatu pokok dari keinginan manusia yang besar

untuk menggerakkan potensi organisasi. Weber dalam Syaiful Sagala (2000:

145) mengemukakan kepemimpinan merupakan suatu kegiatan membimbing

suatu kelompok sedemikian rupa sehingga tercapailah tujuan kelompok itu

yang merupakan tujuan bersama, kepemimpinan merupakan sejumlah aksi atau

proses seseorang atau lebih menggunakan pengaruh, wewenang, atau

kekuasaan terhadap orang lain untuk menggerakkan sistem sosial guna

mencapai tujuan sistem sosial. Wahjusumidjo (2007: 39) menuturkan bahwa

“leader are persons others want to follow. Leaders are the ones who command

the trust and loyalty of followers - the great persons who capture the

imagination and admiration of those with whom they deal” yang artinya

kurang lebih “pemimpin adalah seseorang yang diikuti. Pemimpin adalah

seseorang yang berkuasa atas kepercayaan dan kesetiaan pengikut, seseorang

yang mewujudkan imajinasi dengan kesepakatan bersama”.

Jadi pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan

merupakan suatu proses mempengaruhi orang lain atau kelompok bawahan


78

guna mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Kepala madrasah merupakan

pimpinan tertinggi di madrasah. Pola kepemimpinannya akan sangat

berpengaruh bahkan sangat menentukan terhadap kemajuan dan peningkatan

tenaga pendidik dan kependidikan di madrasah tersebut. Oleh karena itu, pada

pendidikan modern, kepemimpinan kepala madrasah perlu mendapat perhatian

secara serius. Keberhasilan suatu lembaga pendidikan sangat tergantung pada

kepemimpinan kepala madrasah, karena dia sebagai pemimpin di lembaganya,

maka dia harus mampu membawa lembaganya ke arah tercapainya tujuan yang

telah ditetapkan, dia harus mampu melihat adanya perubahan dan mampu

melihat masa depan dalam kehidupan globalisasi yang lebih baik.

6. Bentuk dan Teori Kepemimpinan

a. Bentuk Kepemimpinan

Adapun bentuk kepemimpinan dapat dilihat dari beberapa segi, seperti

yang disadur dalam Fatah Syukur NC (2011), sebagai berikut:

1) Segi Kepatuhan:

(a) Kepemimpinan Karismatik. Dalam kepemimpinan ini seorang

pemimpin dipatuhi oleh anak buahnya karena memiki kharisma-

kharisma tertentu. Kharisma ini dapat diperoleh karena keturunan

ataupun karena memiliki magic-magic tertentu. Kepatuhan yang


79

ditimbulkan biasanya tidak rasional, karena cenderung mengabaikan

obyektivitas.

(b) Kepemimpinan Tradisional. Dalam kepemimpinan ini seorang

pemimpin dipatuhi karena faktor tradisi, misalnya anaknya pejabat

suatu wilayah, anaknya kiyai dan sebagainya.

(c) Kepemimpinan Rasional. Dalam kepemimpinan ini seorang

pemimpin dipatuhi karena faktor-faktor yang obyektif, misalnya

profesionalitas atau kemampuan di bidangnya. Dalam

kepemimpinan ini ukuran kelayakan seorang pemimpin adalah

kapabilitas, bukan keturunan atau pendukung.

2) Segi Pelaksanaan Fungsi Pengambilan Keputusan:

(a) Kepemimpinan otokratis adalah model kepemimpinan yang

diktator, segala keputusan ditentukan oleh pimpinan, sementara

anak buahnya pasif. Anak buah dianggap sebagai obyek yang pasif.

(b) Kepemimpinan Partisipatif atau Demokratis adalah kepemimpinan

yang menempatkan anak buah sebagai mitra. Mereka adalah bagian

dari organisasi yang dapat menentukan maju dan mundurnya

organisasi. Oleh karena itu mereka ikut sertakan dalam penentuan

suatu kebijakan.

(c) Kepemimpinan Laissez Faire adalah model kepemimpinan yang

tidak memperhatikan anak buah. Pemimpin dalam hal ini kurang


80

peduli terhadap anak buah, tidak memberi pengarahan dan

bimbingan. Mereka dibiarkan berjalan sendiri-sendiri.

(d) Kepemimpinan Militeristik adalah model kepemimpinan gaya

militer, padahal mereka bukan militer. Pemimpin menempatkan diri

sebagai komandan dan yang lain dianggap sebagai anak buah yang

harus menuruti komandonya.

3) Segi Formalitas:

(a) Kepemimpinan Formal adalah sebuah bentuk kepemimpinan yang

diangkat secara formal melalui mekanisme pemilihan dengan

aturan-aturan tertentu.

(b) Kepemimpinan Informal adalah bentuk kepemimpinan yang tidak

diangkat secara formal, tetapi masyarakat menganggap dia sebagai

pemimpin. Contoh dalam hal ini adalah tokoh masyarakat dan

sebagainya.

4) Segi Pendekatan Positif dan Negatif:

(a) Kepemimpinan Positif. Yang dimaksud kepemimpinan dengan

pendekatan positif adalah bahwa seorang pemimpin dalam

menjalankan kepemimpinannya selalu menggunakan pendekatan-

pendekatan yang positif, misalnya suka menggunakan penghargaan

kepada orang-orang yang dipimpin.

(b) Kepemimpinan Negatif. Model pendekatan ini merupakan

kebalikan dari kepemimpinan positif. Pendekatan seorang


81

pemimpin dalam memimpin, menggunakan pendekatan-pendekatan

negatif, misalnya mengedepankan kemarahan, menakut-nakuti dan

sebagainya.

Mencermati bentuk kepemimpinan di atas, dapat dikemukakan bahwa

dalam prakteknya seorang pemimpin tidak pernah menerapkan gaya dasarnya

secara konsisten. Seorang pemimpin biasanya memperhatikan tiga hal, yaitu:

(1) Sifat hubungan dengan para bawahannya. Dalam hubungan ini yang

diandalkan adalah hubungan yang menumbuhkan suasana saling percaya

mempercayai. Suasana demikian hanya dapat tercipta apabila di satu pihak

para pemimpin memperlakukan para bawahannya sebagai manusia yang

sudah dewasa dan di lain pihak para bawahan menerima kepemimpinan

atasannya.

(2) Struktur tugas yang harus dikerjakan yaitu kejelasannya, mekanisme

penyelesaiannya dan tingkat formalisasi yang digunakan. Kejelasan

menyangkut deskripsi tugas dan pekerjaan sedemikian rupa sehingga

terlihat dengan jelas apakah tugas itu bersifat rutin ataukah memerlukan

daya kreativitas yang tinggi. Mengenai mekanisme kerja yang dimaksud

adalah adanya prosedur kerja yang sedapat mungkin baku sehingga

siapapun yang melakukan tugas tersebut, hasilnya dapat diukur dengan

kriteria yang obyektivitasnya sama. Sedangkan mengenai tingkat

formalisasinya yang dimaksud adalah adanya kesepakatan sampai sejauh

mana berbagai ketentuan harus dinyatakan secara lisan. Biasanya dalam


82

organisasi yang besar di mana hubungan langsung antara atasan dengan

semua bawahan tidak lagi mungkin, tingkat formalisasi tinggi meskipun

pimpinannya menggunakan gaya kepemimpinan yang demokratik.

Sebaliknya dalam organisasi kecil, di mana seorang manajer masih

mungkin mengenal semua bawahannya secara pribadi dan tugas yang harus

diselesaikan pun tidak terlalu rumit, tingkat formalisasi biasanya rendah

meskipun pimpinannya menggunakan gaya yang tidak demokratik.

(3) Posisi kewenangan seseorang; yang dimaksudkan ialah sampai sejauhmana

para bawahan menerima dan mengakui kewenangan atasan untuk

melakukan berbagai kegiatan tertentu, seperti mengambil keputusan,

memberikan penghargaan, mengenakan tindakan disiplin, dan tindakan

lainnya yang menyangkut nasib bawahan tersebut. Biasanya seorang

pemimpin yang otokratik senang menonjolkan wewenang formalnya dan

tidak segan-segan mengambil tindakan menghukum terhadap para

bawahan yang tidak mau menerima dan mengakui wewenang formal

tersebut. Padahal teori kepemimpinan mengajarkan bahwa wewenang

formal seseorang dapat menghadapi ronrongan apabila terlalu ditonjolkan

tanpa dibarengi oleh pemilikan berbagai ciri yang menunjukkan

kemampuan manajerial yang tinggi (Sondang P. Siagian, 2002: 40-41).

b. Teori Kepemimpinan

Kegiatan manusia secara bersama-sama selalu membutuhkan

kepemimpinan. Untuk berbagai usaha dan kegiatannya diperlukan upaya yang


83

terencana dan sistematis dalam melatih dan mempersiapkan pemimpin baru.

Teori kepemimpinan merupakan penggeneralisasian suatu seri perilaku

pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan latar

belakang historis, sebab-sebab timbulnya kepemimpinan, persyaratan

pemimpin, sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya serta etika

profesi kepemimpinan.

Kepemimpinan bukan suatu yang istimewa, tetapi tanggung jawab, ia

bukan fasilitas tetapi pengorbanan, juga bukan untuk berleha-leha tetapi kerja

keras. Ia juga bukan kesewenang-wenangan bertidak tetapi kewenangan

melayani. Kepemimpinan adalah berbuat dan kepeloporan bertindak. Mas’ud

Said (2007: 110), ada beberapa teori kepemimpinan yang berkembang selama

ini dalam organisasi antara lain yaitu:

1. Teori sifat tentang kepemimpinan. Teori sifat menjelaskan bahwa


kepemimpinan seseorang sangat erat kaitannya dengan faktor sifat
bawaan pribadi pemimpin sejak lahir.
2. Teori kontengency tentang kepemimpinan. Teori ini berbeda dengan
teori pendekatan sifat, bahwa teori kontengenci menyatakan situasi
menentukan gaya kepemimpinan seorang pemimpin.
3. Teori transformasional atau harismatik. Teori ini merupakan teori
yang relatif baru dalam ilmu manajemen, khususnya tentang
kepemimpinan suatu organisasi. Teori transfomasional lebih
mengutamakan partisipasi aktif para anggota organisasi dalam
mencapai tujuan organisasi.
4. Teori kepemimpinan pendekatan kecerdasan emosional. Dalam
pendekatan ini, bahwa kepemimpinan merupakan upaya untuk
menyakinkan orang lain untuk bekerja keras menuju sasaran
bersama.

Pemimpin pada hakikatnya adalah seorang yang mempunyai

kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya


84

dengan menggunakan kekuasaan. Teori kepemimpinan terdiri atas pendekatan,

antara lain:

1. Teori Pedekatan Sifat. Pendekatan ini berdasarkan pada sifat seseorang

yang dilakukan dengan cara: membandingkan sifat yang timbul sebagai

pemimpin dan bukan pemimpin dan membandingkan sifat pemimpin

yang efektif dengan pemimpin yang tidak efektif. Pendekatan sifat-sifat

berpendapat bahwa pemimpin itu dilahirkan bukan diciptakan, artinya

seorang telah membawa bakat kepemimpinan sejak dilahirkan bukan

dididik atau dilatih. Pemimpin yang dilahirkan tanpa melalui diklat

sudah dapat menjadi pemimpin yang efektif. Pelatihan kepemimpinan

hanya bermanfaat bagi mereka yang memang telah meiliki sifat-sifat

kepemimpinan. Artinya, seseorang yang tidak memiliki sifat dan bakat

kepemimpinan yang dibawa sejak lahir, tidak perlu dilatih

kepemimpinan karena akan sia-sia saja (Husaini Usman, 2010: 279).

2. Teori Pendekatan Perilaku. Pendekatan perilaku memandang bahwa

kepemimpinan dapat dipelajari dari pola tingkah laku, dan bukan dari

sifat-sifat pemimpin. Alasannya sifat seseorang relatif sukar untuk

diindentifikasi. beberapa pandangan ahli, antara lain James Owen

berkeyakinan bahwa perilaku dapat dipelajari, hal ini berarti bahwa

seorang yang dilatih dalam perilaku kepemimpinan yang tepat akan

dapat memimpin secara efektif, (Ibrahim Bafadal, 2006: 44).


85

3. Teori Kepemimpinan Situasional-Kontingensi. Pendekatan ini merevisi

pendekatan perilaku yang ternyata mampu menjelaskan kepemimpinan

yang ideal. Pendekatan ini terkenal dengan beberapa model teori

kepemimpinan yang dikemukakan oleh para ahli, yaitu:

(1) Model kontingensi Fiedler. Model kepemimpinan Fiedler


merupakan kakek (grand daddy) dari semua model kontingensi
lainnya. Fiedler berpendapat bahwa pemimpin akan berhasil
menjalankan kepemimpinanya jika menerapkan gaya
kepemimpinan yang berbeda di suatu situasi yang berbeda pula.
Artinya, gaya kepemimpinan yang digunakan tergantung situasi.
Ada tiga sifat situasi yang dapat mempengaruhi kefektifan
kepemimpinan, yaitu (a) hubungan pemimpin-bawahan yang
menguntungkan situasi, (b) derajat susunan tugas yang
menguntungkan situasi dan (c) kekuasaan formal yang
menguntungkan situasi.
(2) Model rangkaian kesatuan kepemimpinan Tennenbaum & Schmidt.
Dalam model ini, Tennenbaum & Schmidt berpendapat bahwa ada
tiga faktor yang dipertimbangkan pemimpin dalam memilih gaya
kepemimpinannya, yaitu kekuatan dirinya sendiri sebagai
pemimpin, kekuatan bawahannya, dan kekuatan situasi.
(3) Model kontinum kepemimpinan Vroom & Yetton. Vroom & Yetton
terkenal dengan gaya pembuatan keputusan manajemen. Dengan
menggunakan model Vroom & Yetton yang sederhana dan praktis,
kita dapat menentukan sejauh mana masukan bawahan dapat
dijadikan bahan pengemabilan keputusan di dalam berbagai situasi.
(4) Model kepemimpinan Path Goal Theory. Model ini mulai
dikembangkan pada tahun 1970-an oleh Evan dan House. Peranan
pemimpin adalah menjelaskan kepada bawahannya cara
mendapatkan imbalan (mencapai tujuan individu). Kefektifan
kepemimpinan tergantung dari kemampuan pemimpin memuaskan
kebutuhan bawahannya dan kemampuan pemimpin memberi
petunjuk kepada bawahannya.
(5) Model kepemimpinan situasional Hersey & Blanchard.
Kepemimpinan situasional didasarkan saling pengaruh antara
perilaku kepemimpinan yang ia terapkan, sejumlah pendukungan
emosional yang ia berikan, dan tingkat kematangan bawahannya.
(6) Teori Kepemimpinan Transformasional. Pemimpin dengan
kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang
memiliki visi ke depan dan mampu menidentifikasi perubahan
86

lingkungan serta mampu mentransformasi perubahan tersebut ke


dalam organisasi (Husaini Usman, 2010: 323-334).

Dasar pemikiran teori tersebut adalah kepemimpinan merupakan

perilaku seorang individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu

kelompok ke arah pencapaian tujuan. Setiap kepemimpinan selalu

menggunakan power atau kekuatan. Kekuatan yang dimaksud dalam hal ini

adalah kemampuan seseorang dalam mempengaruhi orang lain. Kemampuan

pemimpin untuk membina hubungan baik, komunikasi dan interaksi dengan

para bawahan dan seluruh elemen perusahaan. Kemampuan adalah persyaratan

mutlak bagi seorang pemimpin dalam membina komunikasi untuk

menjalankan perusahaan sehingga akan terjadi kesatuan pemahaman.

Asumsi tersebut menunjukkan bahwa pemimpin mempunyai deskripsi

perilaku (1) perilaku seorang pemimpin yang cenderung mementingkan

bawahan memiliki ciri ramah tamah, mau berkonsultasi, mendukung,

membela, mendengarkan, menerima usul dan memikirkan kesejahteraan

bawahan serta memperlakukannya setingkat dirinya. Di samping itu terdapat

pula kecenderungan perilaku pemimpin yang lebih mementingkan tugas

organisasi. (2) Berorientasi kepada bawahan dan produksi perilaku pemimpin

yang berorientasi kepada bawahan ditandai oleh penekanan pada hubungan

atasan-bawahan, perhatian pribadi pemimpin pada pemuasan kebutuhan

bawahan serta menerima perbedaan kepribadian, kemampuan dan perilaku

bawahan (Syafaruddin, 2003: 112).


87

Merujuk pada dua gaya kepemimpinan yang dikemukakan sebelumnya,

maka dapat ditarik kesimpulan bahwa model atau gaya kepemimpinan itulah

yang disebut dengan kepemimpinan transformasional adalah sebuah proses

yang mengubah dan mentransformasikan individu. pendekatan ini

berhubungan dengan nilai-nilai, etika, standar dan tujuan-tujuan jangka

panjang. Menurut Menurut A. Bryman (1992) bahwa kepemimpinan

transformasional meliputi: menilai motif para bawahannya, memuaskan

kebutuhan mereka dan memperlakukan mereka sebagai manusia seutuhnya.

Pendekatan ini merupakan sebuah proses yang menggolongkan kepemimpinan

berkarisma dan bervisi. Inilah salah satu pendekatan kepemimipnan saat ini

yang sering menjadi fokus penelitian sejak awal tahun 1980-an. A. Bryman

(1992: 1) mengemukakan bahwa pendekatan tersebut, merupakan paradigma

dari “kepemimpinan baru”. Kepemimpinan transformasional merupakan

pendekatan rumit yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan banyak hal

tentang kepemimpinan, mulai dari usaha yang sangat spesifik untuk

mempengaruhi para bawahannya pada tingkat satu-satu, sampai pada usaha

yang sangat luas untuk mempengaruhi seluruh organisasi dan bahkan seluruh

budaya. Meskipun pemimpin transformasional mempunyai peranan yang

sangat penting dalam mempercepat perubahan, para bawahan dan para

pemimpin sangat terikat sehingga tidak mungkin dapat lepas dalam proses

transformasi (P.G. Northouse, 1997: 130). Memberdayakan peran pengikutnya

untuk berkinerja secara efektif dengan membangun komitmen mereka terhadap


88

nilai-nilai baru, mengembangkan keterampilan dan kepercayaan mereka,

menciptakan iklim yang kondusif bagi berkembangnya inovasi dan kraktivitas.

Esensi kepemimpinan transformasional adalah sharing of power dengan

melibatkan bawahan secara bersama-sama untuk melakukan perubahan.

Dengan demikian, kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang

mampu menciptakan perubahan yang mendasar dan dilandasi oleh nilai-nilai

agama, sistem dan budaya untuk menciptakan inovasi dan kreaktivitas

pengikutnya dalam rangka mencapai visi yang telah ditetapkan. Pemimpin

transformasional sesungguhnya merupakan agen perubahan, karena memang

erat kaitannya dengan transformasi yang terjadi dalam suatu organisasi. Fungsi

utamanya adalah berperan sebagai katalis perubahan, bukanya sebagai

pengontrol perubahan. Seorang pemimpin transformasional memiliki visi yang

jelas, memiliki gambaran holistik tentang bagaimana organisasi di masa depan

ketika semau tujuan dan sasaran sudah tercapai. Oleh karena itu,

kepemimpinan pendidikan adalah proses mempengaruhi, menggerakkan,

memberikan motivasi, dan mengarahkan orang-orang yang ada dalam

organisasi pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.

Komariah dan Triatna menyebutkan bahwa kepemimpinan

transformasional dapat dilihat secara mikro maupun makro. Secara mikro, A.

Komariah & Triatna menjelaskan bahwa kepemimpinan transformasional

merupakan proses mempengaruhi antara individu, sementara secara makro

merupakan proses memobilisasi kekuatan untuk mengubah sistem sosial dan

mereformasi kelembagaan (2008: 80). Pendapat yang lain dikemukakan oleh


89

B.M. Bass (1985: 20) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional

memotivasi para bawahannya untuk melakukan sesuatu yang lebih dari yang

diharapkan dengan melakukan hal-hal berupa; (1) meningkatkan tingkat

kesadaran para bawahan tentang arti penting dan nilai tujuan yang ditentukan

dan diinginkan, (2) meminta para bawahan untuk mengutamakan kepentingan

tim atau organisasi di atas kepentinga pribadi, dan (3) menggerakkan bawahan

untuk menuju kebutuhan pada level yang lebih tinggi.

Seorang pemimpin yang sukses adalah seorang pemimpin yang

pemberani, bukan hanya dalam pengertian fisik. Jika pemimpin tidak memiliki

keberanian yang diperlukan untuk bertindak demi kepentingan orang banyak,

maka pemimpin itu kehilangan kepercayaan dari kelompoknya. Pemimpin

yang sempurna harus mampu menerapkan kedisiplinan dalam arti yang klasik,

yakni mengajarkan kepada para pengikutnya ke jalan yang benar. Disiplin

bukan hanya menerapkan kontrol dan menghukum orang yang tidak menaati

instruksi, tetapi disiplin adalah membingan, aturan, latihan, yang tanpa semua

itu tidak seorang pun yang akan memimpin dengan efektif. Kepemimpinan

bukan menghendaki ukuran teknis, tetapi sikap dan karakter. Sesuatu yang

diperlukan dalam kepemimpinan adalah kekuatan moral, bukan kekuatan fisik

atau intelektual. Kepemimpinan merupakan suatu usaha untuk menggerakkan

manusia untuk mencapai tujuan tertentu baik yang bersifat duniawi maupun

bersifat ukhrowi sesuai dengan nilai dan syariat Islam. Dengan demikian,

semakin banyak jumlah sumber kekuasaan yang tersedia bagi pemimpin, akan

semakin besar potensi kepemimpinan yang efektif.


90

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa kepemimpinan merupakan

suatu usaha untuk menggerakkan manusia untuk mencapai tujuan tertentu baik

yang bersifat duniawi maupun bersifat ukhrawi sesuai dengan nilai dan syariat

Islam. Dengan demikian, semakin banyak jumlah sumber kekuasaan yang

tersedia bagi pemimpin, akan semakin besar potensi kepemimpinan yang

efektif.

7. Kunci Sukses Kepemimpinan Rasulullah

Sebelum membahas tentang kunci sukses kepemimpinan Rasulullah

saw, yang harus diketahui dahulu adalah nabi pernah mengingatkan kepada

umatnya bahwa setiap individu manusia adalah pemimpin, minimal terhadap

dirinya sendiri dan itupun akan dipertanggungjawabkan di hadapan Qadhi

Rabbul Jalil Allah swt.

Pada hakikatnya setiap manusia adalah pemimpin dan setiap pemimpin

akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Manusia sebagai

pemimpin minimal harus mampu memimpin dirinya sendiri. Dalam

lingkungan organisasi harus ada pemimpin yang secara ideal dipatuhi dan

disegani oleh bawahannya. Ibrahim Bafadal (2001: 47) mengemukakan bahwa

kepemimpinan dapat terjadi melalui dua bentuk, yaitu: kepemimpinan formal

(formal leadership) dan kepemimpinan informal (informal leadership).

Kepemimpinan formal terjadi apabila dilingkungan organisasi jabatan otoritas

formal dalam organisasi tersebut diisi oleh orang-orang yang ditunjuk atau

dipilih melalui proses seleksi, sedang kepemimpinan informal terjadi, di mana


91

kedudukan pemimpin dalam suatu organisasi diisi oleh orang-orang yang

muncul dan berpengaruh terhadap orang lain karena kecakapan khusus atau

berbagai sumber yang dimilikinya dirasakan mampu memecahkan persoalan

organisasi serta memenuhi kebutuhan dari anggota organisasi yang

bersangkutan.

Dalam pandangan Islam kepemimpinan tidak jauh berbeda dengan

model kepemimpinan pada umumnya, karena prinsip-prinsip dan sistem-

sistem yang digunakan terdapat beberapa kesamaan. Kepemimpinan dalam

Islam pertama kali dicontohkan oleh Rasulullah saw kepemimpinan Rasulullah

tidak bisa dipisahkan dengan fungsi kehadirannya sebagai pemimpin spiritual

dan masyarakat. Prinsip dasar kepemimpinan beliau adalah keteladanan.

Dalam kepemimpinannya mengutamakan “uswatun hasanah” pemberian

contoh kepada para sahabat yang dipimpinnya. Rasulullah saw memang

mempunyai kepribadian yang sangat agung, hal ini seperti yang digambarkan

dalam QS. al-Qalam/68: 4:

‫َو ِإَّنَك َلَع َلٰى ُخ ُلٍق َع ِظ يٖم‬


Terjemahnya:

Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.

Dari ayat di atas menunjukkan bahwa Rasullullah memang mempunyai

kelebihan yaitu berupa akhlak yang mulia, sehingga dalam hal memimpin dan

memberikan teladan memang tidak lagi diragukan. Kepemimpinan Rasullullah

saw memang tidak dapat ditiru sepenuhnya, namun setidaknya sebagai umat

Islam harus berusaha meneladani kepemimpinan-Nya. Pada umumnya


92

seseorang yang diangkat menjadi pemimpin didasarkan atas kelebihan-

kelebihan yang dimilikinya dibandingkan dengan orang-orang yang

dipimpinnya, di mana kelebihan-kelebihan tersebut diantaranya sifat-sifat yang

dimiliki berkaitan dengan kepemimpinannya. Kelebihan sifat ini merupakan

syarat utama menjadi seorang pemimpin yang sukses.

Keberhasilan madrasah untuk mencapai tujuannya antara lain sangat

ditentukan oleh kehandalan kepemimpinan kepala madrasah dalam mengelola

madrasahnya. Peranan kepemimpinan dalam suatu organisasi sangat

berpengaruh untuk mewujudkan sasaran yang telah ditetapkan. Karena itu,

keberhasilan suatu organisasi mencapai tujuannya secara efektif dan efisien

sangatlah ditentukan oleh kehandalan kepemimpinan seorang pemimpin.

Kepemimpinan dalam pandangan Islam merupakan amanah dan

tanggung jawab yang tidak hanya dipertanggungjawabkan kepada anggota-

anggota yang dipimpinnya, tetapi juga akan dipertanggung jawabkan di

hadapan Allah swt. Jadi, pertanggungjawaban kepemimpinan dalam Islam

tidak hanya bersifat horizontal-formal sesama manusia, tetapi bersifat vertikal-

moral, yakni tanggung jawab kepada Allah swt di akhirat. Kepemimpinan

sebenarnya bukanlah sesuatu yang menyenangkan, tetapi merupakan tanggung

jawab sekaligus amanah yang amat berat dan harus diemban sebaik-baiknya.

Kepemimpinan dapat berjalan dengan baik apabila fungsinya telah

terpenuhi, oleh sebab itu seorang pemimpin haruslah dapat menggunakan

peran yang dimilikinya secara optimal sehingga akan dapat mewujudkan


93

fungsi kepemimpinan dengan kerja sama dari orang-orang yang dipimpinnya.

Fungsi pemimpin adalah memandu, menuntun, membimbing, memotivasi,

menjalin komunikasi yang baik, mengorganisasi, mengawasi, dan membawa

kelompoknya pada tujuan yang telah diterapkan.

Kepemimpinan merupakan sebuah modal yang harus dimiliki oleh

seseorang yang hendak menjadi pemimpin pada sebuah organisasi atau

kelompok. Biasanya, masing-masing pemimpin memiliki model mereka

sendiri dalam memimpin sebuah organisasi baik formal maupun non-formal

atau organisasi yang sangat besar. Model kepemimpinan dibagi menjadi 5

(lima) gaya kepemimpinan, yaitu Otokratis, Militeristis, Paternalistis,

Kharismatik, dan Demokratis, dan kelima model kepemimpinan ini memiliki

penganut masing-masing.

Namun yang paling berhasil dan paling fenomenal seorang pemimpin

yang pernah ada di dunia ini adalah kepemimpinan Rasulullah saw. Beliau

berhasil karena mampu mengkombinasikan kelima model kepemimpinan di

atas sehingga model kepemimpinan yang dianut oleh beliau menjadi

sempurna. Hampir tidak ada sejarah yang menceritakan kecacatan yang

Rasulullah lakukan selama beliau menjadi pemimpin, baik ketika beliau

bertindak sebagai pemimpin agama, pemimpin rumah tangga, bahkan

pemimpin negara. Hal ini dilakukan karena dari model-model kepemimpinan

tersebut terdapat kelemahan dan juga kelebihan dari masing-masing model

kepemimpinan tersebut. Selain itu, yang tidak boleh dilupakan adalah pribadi
94

dari seorang pemimpin itu. Rasulullah sebagai pemimpin merupakan anugrah

tersendiri, atau keistimewaan yang diberikan Allah swt., kepada Rasulullah

saw., karena pada dasarnya Rasulullah adalah utusan terakhir untuk seluruh

umat manusia atau sebagai pemimpin umat manusia.

Rasulullah saw., adalah contoh pemimpin sempurna yang pernah ada

selama ini. Karena beliau mengkombinasikan antara akhlakul karimah dengan

model kepemimpinan yang ada. Kekuatan akhlak yang Rasulullah miliki

mampu menciptakan kekuatan baru yang sangat luar biasa. Dengan kekuatan

itu, Rasulullah menjadi mampu menegakan dan menyebarkan ajarannya ke

seluruh penjuru dunia. Walaupun begitu, karena kemuliaannya tadi, tidak ada

rasa sombong, ujub atau membanggakan diri sedikitpun yang timbul pada diri

Rasulullah saw.

Inilah yang membedakan Rasulullah dengan pemimpin-pemimpin yang

ada saat ini. Mereka sangat haus dengan kedudukan, harta, bahkan hal-hal

yang menurut mereka dapat membuatnya kaya di dunia ini, sehingga mereka

dapat menjalankan segala keinginan mereka sesuai nafsu yang mereka

inginkan. Oleh karena itu, ketika ada pertanyaan model kepemimpinan apa

yang harus dijalankan, maka jawaban yang harus timbul adalah poin yang

keenam yaitu model atau gaya kepemimpinan Rasulullah saw. Hal ini

dikarenakan Rasulullah adalah seorang pemimpin yang sudah diakui oleh

dunia dalam berbagai hal, baik dari segi akhlak maupun kemampuan-

kemampuan yang lainnya. Oleh karena itu, pemimpin yang relevan dengan

keadaan saat ini adalah seorang pemimpin yang paling mengenal siapa itu
95

Nabi Muhammad saw, dan mengamalkan segala bentuk ajaran atau risalah

yang beliau bawa. Selain itu pemimpin saat ini haruslah benar-benar

memusatkan perhatiannya terhadap amanah yang ia emban.

Kesuksesan kepemimpinan Rasulullah saw., antara lain ini disebabkan

karena beliau dalam memimpin selalu:

(1) Menggunakan atau menerapkan sistem musyawarah.

(2) Beliau menghargai orang lain, baik lawan maupun kawan.

(3) Sifat ramah, kelembutan perangai menjadi lekat dengan pribadi beliau,

akan tetapi beliau juga dapat bersifat keras dan tegas beliau ketika

dibutuhkan.

(4) Lebih mementingkan umat daripada diri beliau sendiri.

(5) Cepat menguasai situasi dan kondisi, serta tegar menghadapi musuh.

(6) Sebagai koordinator dan pemersatu ummat.

(7) Prestasi dan jangkauan beliau di segala bidang.

(8) Keberhasilan beliau sebagai perekat dasar-dasar perdamaian dan

penyatu kehidupan yang berkesinambungan.

(9) Beliau merupakan pembawa rahmat bagi seluruh alam.

(10)Beliau menerapkan aturan dengan konsisten, tidak memandang bulu

dan tidak pilih kasih.

Pada sumber lain menerangkan bahwa kunci kesuksesan pada diri

Rasulullah saw, terdapat pada 4 kekuatan kepemimpinan:

1. Kekuatan inspirasi

2. Kekuatan motivasi

3. Kekuatan solusi
96

4. Kekuatan memprediksi (kejadian dimasa depan)

Dalam pelaksanaannya, Rasulullah sangat dekat dengan orang-orang

yang dipimpinnya. Penyebutan “sahabat” menunjukkan kedekatan pemimpin

dengan yang dipimpin. Ini pula yang menyebabkan terbentuk ikatan emosi

yang kuat dan rasa saling percaya yang tinggi. Dari yang dicontohkan

Rasulullah saw, minimal empat hal yang harus ada dan melekat pada diri

seorang pemimpin dan atau calon pemimpin atau Imam yaitu: Siddiq, Amanah,

Tabligh dan Fathonah.

a. Siddiq, maksudnya seorang pemimpin harus benar dan berpihak pada

kebenaran, kejujuran, keadilan, bukan sebaliknya sebagai pembohong,

pengumbar janji yang tak tahu ujung kepastiannya.

b. Amanah dapat diyakini amanah yang diembannya betul-betul dapat dia

laksanakan dengan baik. Menjunjung tinggi harkat dan martabat

kepemimpinannya. Pemimpin yang dapat dipercaya, bukan sebaliknya

sebagai pengkhianat rakyat yang telah memilihnya. Lain di mulut lain

pula di hati.

c. Tabligh, bermakna penyampai. Menyampaikan segala sesuatu yang

telah diamanahkan kepadanya. Amanah rakyat/masyarakat yang telah

memandatkan kepadanya, apa, siapa, kenapa dan bagaimana

menyampaikannya. Pemimpin sebagai penyambung harus

menyampaikan dengan benar dan baik walaupun berat. Sampaikan

kebenaran itu olehmu walaupun pahit. Bukan sebaliknya sebagai

penghianat rakyat, pengkhianat masyarakat dan pemimpin yang

munafik.
97

d. Fathonah, berarti cerdas, pintar, berwawasan maju, punya motivasi

yang tinggi, selalu berinovasi untuk kemajuan, punya pemikiran

cemerlang, bagaimana memajukan rakyat, menyejahterakan rakyat atau

masyarakat yang dipimpinnya. Bukan sebaliknya pemimpin yang

bodoh. Pemimpin yang bodoh akan menimbulkan pemimpin yang

serakah, rakus, kesewenang-wenangan, tak punya malu lagi dengan

rakyat dan masyarakat yang memilihnya, sehingga rakyat dibuat

semakin terpuruk.

Dalam menentukan seorang figur pemimpin Rasulullah saw, adalah

figur yang patut diteladani dan diikuti. Beliau mengajarkan memimpin

melalui konsep konsep al-Quran dan al-Hadist. Dari gaya kepemimpinan

Rasulullah saw, menunjukkan bahwa rasul adalah seorang figur imam agama,

pemimpin negara, masyarakat dan pemimpin dalam keluarga dan satu-satunya

rujukan umat Islam.

Masalah kepemimpinan dan politik sama menariknya untuk

diperbincangkan karena keduanya ada relevansinya dengan kekuasaan/power.

Perbincangan tentang politik Islam dalam makna kenegaraan selama ini lebih

difahami setelah Nabi Muhammad saw., wafat. Artinya bahwa Nabi

Muhammad adalah nabi an sich bukan seorang pemimpin politik atau kepala

Negara. Akan tetapi, dalam pandangan Khuda Bukhsh (2018: 17) dalam

Politics in Islam dikatakan bahwa “Muhammad not only found an we religion,

but established e new polity”, artinya bahwa Muhammd bukan hanya


98

membangun sebuah agama baru, tetapi juga sebuah politik baru. Politik

merupakan sarana dalam memperoleh kemenangan dan kehormatan secara

bersama-sama. Sebagaimana dipahami dalam sejarah, bahwa kehadiran Nabi

Muhammad saw, membawa sistem kepercayaan alternatif yang egaliter dan

membebaskan. Karena ajaran yang disampaikan nabi membawa pesan bahwa

segala ketundukan dan kepatuhan hanya diberikan kepada Allah, bukan kepada

manusia. Karena kebenaran datang dari Allah, maka kekuasaan yang

sebenarnya juga berada pada kekuasaan-Nya, bukan kepada raja atau

pemerintah.

Secara empirik kemudian nabi melakukan gerakan reformasi dengan

mengembalikan kekuasaan dari tangan raja (kelompok elit) kepada kekuasaan

Allah melalui sistem musyawarah. Kehadiran nabi tersebut membawa angin

segar bagi “masyarakat baru” yang mendambakan sebuah kondisi sosial

masyarakat yang adil dan beradab. Karena apa yang dibawa nabi sebetulnya

sistem ajaran yang menegakkan nilai-nilai sosial: persamaan hak, persamaan

derajat di antara sesama manusia, kejujuran dan keadilan (akhlak hasanah).

Selain itu, sesuai posisinya sebagai pembawa rahmat, nabi terus berjuang

merombak masyarakat Arab jahiliyah menuju masyarakat Arab yang beradab,

atau dalam bahasa al-Qur’an disebut “min al-Dulumat ila al-nur” [QS. al-

Baqarah (2): 257].

Dalam perjalanan sejarah Islam, politik Islam sudah dimulai pada masa

Rasulullah sebagai pemimpin umat Islam pada masa itu. Rasulullah saw
99

melalui tahapan kepemimpinannya pada periode Mekah yang disusul oleh

tahap Madinah untuk menjadi satu kesatuan, di mana tahap pertama

merupakan bibit yang ditanam untuk menghasilkan masyarakat Islam (Ahmad

Ali, 1976: 34). Maka selanjutnya yang menjadi perhatian adalah tahap kedua

di mana masyarakat Islam sudah berdiri sendiri dengan mempunyai

kepribadian dalam satu kesatuan yang bebas dari merdeka. Pada dasarnya,

telah terbentuk kedaulatan dalam sifat yang penuh memberi arti untuk

menentukan dasar hidup Islam dengan tujuan melaksanakan ajaran-ajaran

Islam dengan penuh tanggung jawab (Ahmad Ali, 1976: 37).

Nabi Muhammad saw merupakan sosok pemimpin yang paling

berpengaruh sepanjang sejarah kehidupan umat manusia. Muhammad Husain

Haekal (1990: 17) menuturkan bahwa Michael M. Hart seorang penulis Barat

dalam bukunya “The 100, A Ranking of The Most Influential Persons in

History”, dengan sangat obyektif yang menempatkan Nabi Muhammad saw

sebagai orang paling berpengaruh dalam sejarah. Michael telah menempatkan

Nabi Muhammad saw dalam urutan pertama dari keseratus tokoh yang paling

berpengaruh dalam sejarah dunia sepanjang masa. Michael M. Hart ini

merupakan seorang orientalis namun dengan lugas mengatakan bahwa

jatuhnya pilihan saya kepada Muhammad untuk memimpin di tempat teratas

dalam daftar pribadi-pribadi yang paling berpengaruh di dunia ini mungkin

mengejutkan beberapa pembaca dan mungkin pula dipertanyakan oleh yang

lainnya, namun dia memang satu-satunya orang dalam sejarah yang telah
100

berhasil secara unggul dan agung baik dalam bidang keagamaan maupun

dalam bidang keduniaan. Muhammad saw itu seorang pemimpin keduniaan

dan sekaligus keagamaan. Nyatanya, sebagai kekuatan yang mendorong

kemenangan orang-orang Arab dan sayogianya menempati urutan sebagai

pemimpin politik yang paling berhasil sepanjang masa.

Muhammad selain diutus sebagai Nabi dan Rasul, juga beliau

merupakan seorang leader atau pemimpin (kepala Negara) bahkan pemimpin

umat, setelah beliau tiba dan diterima penduduk Yasrib (Madinah), Nabi resmi

menjadi pemimpin penduduk kota itu. Babak baru dalam sejarah Islam pun

dimulai. Berbeda dengan periode Mekah, pada periode Madinah, Islam

merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan

masyarakat banyak turun di Madinah. Harun Nasution (1985: 101) Nabi

Muhammad mempunyai kedudukan, bukan sebagai kepala agama, tetapi juga

sebagai kepala Negara. Dengan kata lain, bahwa dalam diri Nabi terkumpul

dua kekuasaan, kekuasaan spiritual dan kekuasaan duniawi. Kedudukannya

sebagai rasul secara otomatis merupakan kepala Negara.

Dalam upaya memperkokoh masyarakat dan negara baru itu, ia segera

meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat. Dasar pertama,

pembangunan masjid, selain untuk tempat ibadah, juga sebagai sarana untuk

mempersatukan kaum muslimin dan mempertalikan jiwa mereka, disamping

sebagai tempat bermusyawarah merundingkan masalah-masalah yang

dihadapi. Dasar kedua, mewujudkan ukhuwah islamiyah yakni persaudaraan


101

sesame muslim. Nabi mempersaudarakan antara golongan muhajirin orang-

orang yang hijrah dari Mekah ke Madinah, dan anshar penduduk Madinah

yang sudah masuk Islam dan ikut membantu kaum muhajirin tersebut,

sehingga terikat tali persaudaraan. Dasar ketiga, menjalin hubungan

persahabatan dengan pihak-pihak yang tidak beragama Islam (Badri Yatim,

2003: 26).

Di Madinah, di samping orang-orang Arab Islam, juga terdapat

golongan masyarakat Yahudi dan orang-orang Arab yang masih menganut

agama nenek moyang mereka. Sehingga untuk mempersatukan masyarakat

Madinah yang pluralistik itu perlu diadakan suatu MOU (perjanjian kerjasama)

yang dapat merangkum semua golongan yang ada. Oleh karena itu, agar

stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi Muhammad mengadakan ikatan

perjanjian dengan mereka. Sebuah piagam yang menjamin kebebasan

beragama orang-orang Yahudi sebagai suatu komunitas dikeluarkan. Setiap

golongan masyarakat memiliki hak tertentu dalam bidang politik dan

keagamaan. Kemerdekaan beragama dijamin, dan seluruh anggota masyarakat

berkewajiban mempertahankan keamanan negeri itu dari serangan luar

(Muhammad Husain Haekal, 1990: 205). Badri Yatim, (2003: 26)

mengemukakan bahwa dalam perjanjian tersebut jelas disebutkan bahwa

Rasulullah saw, menjadi kepala pemerintahan karena sejauh menyangkut

peraturan dan tata tertib umum, otoritas mutlak diberikan kepada beliau.

Dalam bidang social, dia juga meletakkan dasar persamaan antar sesama
102

manusia. Perjanjian tersebut dalam pandangan ketatanegaraan sekarang, sering

disebut dengan “Konstitusi Madinah”.

Gambaran di atas menunjukkan bahwa selama kepemimpinannya

Madinah, Nabi Muhammad saw, telah melakukan reformasi secara gradual

dalam rangka menegakkan Islam, sebagai sebuah agama yang memiliki

perhatian besar terhadap tatanan masyarakat yang ideal. Menurut Muhammad

Husain Haekal (1990: 21) bahwa masyarakat yang dibangun nabi saat itu

adalah masyarakat pluralistik yang terdiri dari berbagai suku, agama dan

kepercayaan. Dalam membangun masyarakat plural ketika itu, tentu Nabi

Muhammad saw, tidak serta merta membangun masyarakat yang begitu

beragama tanpa memiliki pedoman. Pedoman tidak dimaksud tentu adalah

piagam Madinah, bahwa masyarakat seperti apa yang dikehendaki dalam

rumusan piagam Madinah, adalah masyarakat yang memiliki kesatuan kolektif

dan ingin menciptakan masyarakat muslim yang berperadaban tinggi, baik

dalam konteks relasi antar manusia maupun dengan Tuhan. Kasih sayang

terhadap golongan yang lemah seperti kaum feminis, para janda dan anak-anak

yatim menunjukkan komitmen moralnya sebagai seorang pemimpin umat yang

plural.

Salah satu kesuksesan kepemimpinan Nabi ketika ingin menciptakan

masyarakat muslim yang berperadaban tinggi, tergambar dalam kesempatan

pidato terakhirnya di padang Arafah. Beliau berpesan kepada para pengikutnya

kala itu agar supaya memperlakukan kaum wanita dengan baik dan bersikap
103

ramah terhadap mereka. Ketika salah seorang sahabat bertanya tentang jalan

pintas masuk surga, beliau menjawab bahwa “surga di bawah telapak kaki

ibu”. Kalimat tersebut diulang sampai tiga kali. Salah satu sifat pemaaf dan

toleransi Nabi yang luar biasa adalah tampak pada kasus Hindun, salah

seorang musuh Islam yang dengan dendam kusumatnya tega memakan hati

Hamzah, seorang paman nabi sendiri dan pahlawan perang yang terhormat.

Kala itu orang hampir dapat memastikan bahwa nabi tidak akan pernah

memaafkan seorang Hindun yang keras kepala itu. Akan tetapi, ternyata suatu

hal yang tak terduga ketika kota Mekah berhasil dikuasai oleh orang Islam dan

Hindun yang menjadi tawanan perang itu pada akhirnya dimaafkan. Melihat

sikap nabi yang begitu mulia tersebut dengan serta merta Hindun sadar dan

menyatakan masuk Islam seraya menyatakan, bahwa Muhammad memang

seorang rasul, bukan manusia biasa.

Tidak hanya itu saja, sikap politik nabi yang sangat sulit untuk ditiru

oleh seorang pemimpin moderen adalah, pemberian amnesti kepada semua

orang yang telah berbuat kesalahan besar dan berlaku kasar kepadanya. Tetapi

dengan sikap nabi yang legowo dan lemah lembut itu justru membuat mereka

tertarik dengan Islam, sebagai agama rahmatan lil-’alamin. Seperti yang

dicatat oleh seorang penulis sejarah Islam kenamaan dari Pakistan, bahwa

penaklukan Mekah oleh nabi yang hanya menelan korban kurang dari 30 jiwa

manusia itu merupakan kemenangan perang yang paling sedikit

menelan korban jiwa di dunia dibanding dengan kemenangan beberapa


104

revolusi besar lainnya seperti Perancis, Rusia, Cina dan seterusnya (Akbar S.

Ahmad, 1992: 37). Hal ini bisa dipahami karena perang dalam perspektif Islam

bukan identik dengan penindasan, pembunuhan dan penjarahan, seperti yang

dituduhkan sebagian kaum orientalis selama ini, melainkan lebih bersifat

mempertahankan diri.

Demikian juga larangannya untuk tidak membunuh kaum perempuan,

anak-anak dan mereka yang menyerah kalah. Nilai-nilai islami yang tercermin

dalam figur nabi yang melampaui batas ikatan primordialisme dan

sektarianisme memberikan rasa aman dan terlindung bagi masyarakat yang

pluralistik.

Nabi Muhammad diperintahkan oleh Allah ke dunia untuk

membebaskan masyarakat Arab dari krisis moral dan sosial. Secara tegas

beliau berani memberantas praktek-praktek akumulasi kekayaan yang

diperoleh secara ilegal oleh konglomerat Arab saat itu. Dan gerakan reformasi

nabi itulah yang kemudian membuat mereka berang dan merasa terancam

kepentingannya. Sampai-sampai beliau dan keluarganya diboikot dari

hubungan kerja dan pergaulan. Oleh sebab itu seperti penilaian Ahmad Amin

(1987: 71), bahwa pada hekikatnya kelompok hartawan Mekah bukan tidak

mau menerima ajaran tauhid yang dibawa nabi, atau penentangannya terhadap

penyembahan berhala, melainkan yang sangat dirisaukan oleh mereka adalah

gerakannya yang mengarah kepada “ancaman” praktek monopolistik dan

eksploitatif yang mereka lakukan. Pengaruh reformasi Nabi Muhammad betul-


105

betul mengguncang dunia dan dengan waktu kurang lebih sepuluh tahun beliau

mampu mewujudkan sebuah masyarakat ideal, masyarakat yang secara

sosiologis berada dalam kelas kesejajaran atau masyarakat tanpa kelas. Status

manusia tidak diukur oleh kekayaan maupun jabatan, melainkan diukur oleh

kesalehannya.

Bertolak dari paparan di atas, dapat dikemukakan bahwa ada empat

langkah yang dilakukan seorang revolusioner besar Islam yang bernama

Muhammad saw, sehingga beliau sukses dalam membangun sebuah Negara.

Keempat langkah yang ditempuh nabi dalam membentuk masyarakat Islam

saat itu adalah sebagai berikut;

1. Mendirikan masjid yang diberi nama Baitullah (rumah Allah). Masjid

inilah yang kemudian menjadi sentral kegiatan umat Islam, mulai dari

praktek ritual (beribadah), mengadili perkara, majlis ta’lim, bahkan

jual-beli pernah dilakukan di kawasan masjid tersebut. Hanya

mengingat kondisi yang tak memungkinkan, maka pada akhirnya harus

dipindahkan. Masjid tersebut juga merupakan pusat pertemuan kaum

muslimin dari seluruh wilayah Islam.

2. Mempersatukan kelompok Anshar dan Muhajirin yang berselisih. Ali

ra. dipilih sebagai saudara beliau sendiri, Abu Bakar dipersaudarakan

dengan Kharijah Ibn Zuhair dan Ja’far Ibn Abi Thalib dipersaudarakan

dengan Muaz Ibn Jabbal. Demikianlah nabi telah mempersatukan tali

persaudaraan mereka. Dengan demikian terciptalah persaudaraan yang


106

berdasarkan agama, sebagai pengganti dari persaudaraan yang

berdasarkan ras dan suku sebagaimana yang telah dipraktekan orang-

orang Jahiliyyah sebelumnya.

3. Perjanjian saling membantu antara kaum muslimin dengan non-muslim.

Penduduk Madinah saat itu terdiri dari tiga golongan: kaum muslimin,

Yahudi (yang terdiri dari Bani Nadhir dan Quraidhah) dan bangsa Arab

yang masih pagan (penyembah berhala). Karena itu nabi

mempersatukan mereka dalam satu masyarakat yang terlindung,

sebagaimana yang terumuskan dalam Piagam Madinah.

4. Meletakkan dasar politik, ekonomi dan sosial bagi terbentuknya

“masyarakat baru”. Seperti analisis Montgomery Watt (1989), hijrah

nabi pada tahun 622 M menunjukkan permulaan kegiatan politiknya.

Namun beliau tidak dengan tiba-tiba mendapatkan kekuatan politik

yang begitu besar itu melainkan tumbuh dengan perlahan-perlahan.

Konsesi-konsesi dengan warga Madinah yang akan beliau masuki

(ketika beliau masih berada di Mekah) berarti pendirian badan politik

baru, yang didalamnya terdapat kelonggaran untuk merealisasikan

potensi politik dari pemikiran al-Qur’an.

Itulah sosok Muhammad, orang pertama yang memikirkan proses

perubahan yang terjadi dalam masyaralat Mekah secara serius, radikal dan

humanistik. Beliau tidak sekadar menyeru orang untuk men-tauhid-kan Allah,

melainkan juga membangun masyarakat baru yang demokratis, berperadaban,


107

dan tidak korup. Islam yang dibawa Muhammad saw, memang tidak

menciptakan dunia moderen, tetapi Islam merupakan agama yang mungkin

paling tepat dan cocok untuk dunia moderen.

Sebagai rujukan akhir dari pemaparan teori-teori kepemimpinan, maka

ada baiknya mengutarakan kunci sukses kepemimpinan Rasulullah

Muhammad saw. Hal ini sangat penting dan sangat berarti karena beliau

adalah rujukan dan suri tauladan bagi seluruh alam semesta. Nourouzzaman

Shidiqi (1996: 96), memberikan beberapa kunci kesuksesan tersebut sebagai

berikut:

1. Akhlak Rasul terpuji tanpa cela.


2. Karakter rasulullah saw yang tahan uji, tangguh, ulet, sederhana dan
bersemangat tinggi.
3. Sistem dakwah Nabi menggunakan metode imbauan, hikmah dan
bijaksana.
4. Tujuan perjuangan Nabi untuk kebenaran dan keadilan,
menghancurkan yang batil dan tanpa pamrih.
5. Prinsip persamaan.
6. Prinsip kebersamaan.
7. Mendahuulukan kepentingan dan keselamatan pengikut.
8. Memberikan kebebasan berkreasi dan berpendapat serta
mendelegasikan wewenang.
9. Tipe kepemimpinan kharismatik dan demokratis.

Dengan memberikan gambaran tentang kunci kesuksesan

kepemimpinan Rasululah tersebut, akan memberikan bahan perbandingan

dengan berbagai teori yang dikemukakan dalam penelitian ini, sehingga

pendekatan untuk mencapai keberhasilan dalam pemimpin akan selalu

merujuk kepada tokoh utama yaitu Rasulullah Muhammad saw.


108

Suksesnya kepemimpinan Rasulullah saw., tidak terlapas dari tiga hal,

yaitu holistic, accepted, dan proven, sehingga beliau menjadi pemimpin dalam

segala hal.

Pertama, Beliau memulai mengembangkan kepemimpinannya berawal

dari dirinya sendiri (self development) terlebih dahulu. Semangat

kepemimpinan bisnis dan entrepreneurship yang ditunjukan beliau semasa

masih muda sangat menakjubkan. Kegiatan bisnis yang dilakukan hampir tidak

pernah mengalami kerugian. Saat menjadi kepala rumah tangga, beliau mampu

mengembangkan leadership dalam kehidupan rumah tangganya.

Kepemimpinannya mewarnai kehidupan sehari-hari bersama istri-istrinya

sehingga nuansa harmonis tercipta begitu indah. Beliau dapat bersifat adil

terhadap mereka semua. Dalam kehidupan yang lebih heterogen yaitu tatanan

kehidupan masyarakat, beliau melahirkan era baru, era yang tidak pernah

terjadi sebelumnya. Kepemimpinannya menjadikan kehidupan masyarakat

menjadi akur. Perbedaan agama begitu dihargai, sistem perpolitikan yang

beliau terapkan mampu mengubah tatanan kehidupan masyarakat menjadi

bermartabat. Sistem pendidikan dalam masyarakat berubah total. Pendidikan

yang diterapkan menjadikan masyarakatnya bermoral dan nampak cerah.

Dari segi hukum, Muhammad saw, menjunjung tinggi keadilan.

Keadilan tanpa pandang bulu. Seandainya ada keluarganya yang bersalah

maka hukumpun tetap diterapkan. Tatanan kehidupan masyarakat benar-benar

berubah menjadi lebih baik karena kepemimpinan beliau. Nabi Muhammad

seorang pemimpin yang holistic juga terlihat dari strategi pertahanan yang
109

diterapkan dalam masyarakat maupun peperangan. Hampir semua peperangan

yang beliau pimpin selalu menang. Keamanan masyarakatnya juga

diutamakan. Warga masyarakatnya benar-benar mendapat perlindungan tidak

melihat apakah itu muslim maupun non muslim. Adakah saat ini pemimpin

yang mampu berbuat seperti itu, atau paling tidak mendekati seperti itu?

Bagaimana dengan orang-orang yang memimpin kita. Sudahkah dirasakan ke-

holistic-an pemimpin saat ini?

Kedua, beliau adalah pemimpin yang accepted. Seorang pemimpin

yang diterima dan diakui oleh semua masyarakatnya. Bahkan kepemimpinan

beliau masih diterima sampai saat ini. Jika terhitung sudah berapa milyar orang

yang mengakui kepemimpinannya. Terlepas dari wahyu yang disampaikan,

akhlaq beliau juga patut untuk diterima dan dijadikan suri tauladan. Mencari

sosok pemimpin yang diakui oleh semua masyarakat saat ini memang bukan

hal yang mudah.

Ketiga, Nabi Muhammad saw, adalah pemimpin yang proven. Figur

pemimpin yang terbukti telah membawa perubahan bagi masyarakat.

Kepemimpinan yang selalu berorientasi pada bukti real tidak sekedar kata-kata

persuatif. Pemimpin yang berorientasi ke depan. Seperti disinggung

sebelumnya bahwasanya sampai saat ini kepemimpinannya masih relevan

untuk diterapkan. Oleh sebab itu sangat disayangkan jika kita tidak dapat

mengambil hikmah dari kepemimpinan beliau. Mulai dari diri sendiri,

setidaknya berusaha menerapkan kepemimpinan beliau dalam diri sendiri

karena setiap manusia adalah pemimpin paling tidak bagi dirinya sendiri.
110

Mampu mengembangkan kepemimpinan dalam segala bidang, dapat

diterima oleh masyarakat dan proven atau penuh bukti harus menjadi

parameter bagi pemimpin jika menginginkan kesuksesan. Ketiga hal tersebut

harus terlaksana secara seimbang. Ketika menentukan pemimpin pun ketiga

hal tersebut selayaknya dijadikan pertimbangan bagi pemilih. Leadership yang

dimiliki pemimpin berpengaruh terhadap kesuksesan. Pemimpin yang

memberikan contoh langsung pada pengikutnya. Bukan janji belaka tetapi

bukti nyata yang dapat diterima oleh semua manusia. Sudah sepantasnya

kepemimpinan beliau dijadikan referensi bagi direktur, manager dan para

pimpinan dalam lingkup kecil ataupun pemerintahan.

Bertolak keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa suksesnya

kepemimpinan Rasulullah saw., tidak terlepas dari tiga hal yaitu pemimpin

yang holistic, accepted dan proven. Muhammad saw., merupakan pemimpin

yang holistic, accepted dan proven karena ia mampu mengembangkan

leadership dalam berbagai bidang kehidupan. Kepemimpinannya mampu

meresap ke berbagai nuansa kehidupan melalui celah-celah yang tanpa disadari

oleh manusia yang lain pada saat itu.

8. Prinsip-Prinsip Kepemimpinan dalam Islam

Ada tiga prinsip kepemimpinan dalam Islam, yakni (a) prinsip

musyawarah, (b) prinsip adil, dan (c) prinsip kebebasan berpikir.

a. Prinsip Musyawarah
111

Mengutamakan musyawarah sebagai prinsip yang harus diutamakan

dalam kepemimpinan Islam. Seseorang yang menyebut dirinya sebagai

pemimpin wajib melakukan musyawarah dengan orang yang berpengetahuan

atau orang yang berpandangan baik. Dalam Q.S. al-Syura: 38 Allah berfirman:

‫َو ٱَّل ِذ يَن ٱۡس َتَج اُبوْا ِل َر ِّبِهۡم َو َأَق اُم وْا ٱلَّص َلٰو َة َو َأۡم ُر ُهۡم ُش وَر ٰى َبۡي َنُهۡم‬
‫َو ِمَّم ا َر َز ۡق َٰن ُهۡم ُينِفُقوَن‬
Terjemahnya:

Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya


dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari
rezeki yang Kami berikan kepada mereka.

Musyawarah merupakan sebuah kegiatan permufakatan yang dilakukan

guna melaksanakan kegiatan musyawarah. Melalui musyawarah inilah

memungkinkan seluruh komunitas Islam akan turut berpartisipasi dalam proses

pembuatan keputusan dan sementara itu musyawarah dapat berfungsi sebagai

tempat untuk mengawasi tingkah laku para pemimpin jika menyimpang dari

tujuan semula.

b. Prinsip Adil

Prinsip keadilan bagi seorang pemimpin adalah sebuah keniscayaan.

Pemimpin patut memperlakukan semua orang secara adil terutama orang-

orang yang menjadi bawahannya. Seorang pemimpin sedapat mungkin berlaku

adil dalam kepemimpinannya, tidak berat sebelah dan tidak memihak. Lepas
112

dari suku bangsa, warna kulit, dan golongan atau strata di masyarakat ataupun

agama. Al-Qur'an memerintahkan kepada setiap muslim agar berperilaku adil

bahkan sekalipun ketika berhadapan dengan para penentang mereka. Dalam al-

Qur'an Allah berfirman :

‫ِإَّن ٱَهَّلل َيۡأ ُم ُر ُك ۡم َأن ُتَؤ ُّد وْا ٱَأۡلَٰم َٰن ِت ِإَلٰٓى َأۡه ِلَه ا َو ِإَذ ا َح َك ۡم ُتم َبۡي َن ٱلَّن اِس َأن َتۡح ُك ُم وْا‬
‫ِبٱۡل َع ۡد ِۚل ِإَّن ٱَهَّلل ِنِع َّم ا َيِع ُظُك م ِبۗٓۦِه ِإَّن ٱَهَّلل َك اَن َسِم يَۢع ا َبِص يٗر ا‬
Terjemahnya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat (an-Nisa’: 58).
Selain memegang teguh prinsip keadilan sebagai dasar tegaknya

masyarakat Islam, pemimpin organisasi Islam juga patutnya mendirikan badan

peradilan internal atau lembaga hokum atau semacam komisi arbitase untuk

menyelesaikan berbagai perbedaan atu sengketa dalam kelompok itu. Anggota

tersebut hendaknya dipilih dari orang-orang yang berpengetahuan, arif dan

bijaksana.

c. Prinsip Kebebasan Berpikir

Dampak ketidak taatan manusia terhadap peringatan Allah swt., maka

Allah mengingatkan melalui firman-Nya sebagai berikut;

‫َو َلَقۡد َص َّر ۡف َنا ِفي َٰه َذ ا ٱۡل ُقۡر َء اِن ِللَّناِس ِم ن ُك ِّل َم َثٖۚل َو َك اَن ٱِإۡل نَٰس ُن َأۡك َثَر َش ۡي ٖء َج َد اٗل‬

Terjemahnya:
113

Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam


Al Quran ini bermacam-macam perumpamaan. Dan manusia adalah
makhluk yang paling banyak membantah (al-Kahfi: 54).

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah swt., berfirman bahwa

sesungguhnya Kami telah menjelaskan kepada umat manusia melalui al-

Qur’an ini, dan Kami terangkan kepada mereka berbagai permasalahan secara

rinci supaya mereka tidak tersesat dari kebenaran dan tidak keluar dari jalan

petunjuk. Al-Qur’an dengan penjelasannya ini, manusia banyak

memperselisihkan, membantah dan mempertikaikan tentang kebenaran dengan

cara yang bathil, kecuali orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan

diperlihatkan kepada mereka jalan menuju keselamatan.

Imam Ahmad meriwayatkan bahwa `Ali bin Abi Thalib

memberitahukan bahwa Rasulullah saw., pernah mengetuk pintu rumahnya

pada malam hari yang ketika itu ia bersama Fathimah binti Rasulullah saw.,

seraya berkata “tidakkah kalian berdua mengerjakan shalat?” Lalu aku

menjawab “ya Rasulullah, sesungguhnya jiwa kami berada di tangan Allah,

jika Dia berkehendak untuk membangunkan kami, maka kami bangun.” Maka

beliau pun kembali pada saat kukatakan hal itu kepadanya, sedang beliau sama

sekali tidak melontarkan sepatah kata pun kepadaku. Kemudian ketika beliau

membalikkan punggungnya sambil menepuk pahanya, beliau membacakan:

)‫َو َك اَن ْاِإل ْنـَس ـاُن َأْك َثَر َش ْي ٍء َج َد اًل (بخارى – مسلم‬
Artinya:
(Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah) (HR.
al-Bukhari dan Muslim).
114

Pemimpin yang baik adalah mereka yang mampu memberikan ruang

dan mengundang anggota kelompok untuk mampu mengemukakan kritiknya

secara konstruktif. Mereka diberikan kebebasan untuk mengeluarkan pendapat

atau keberatan mereka dengan bebas, serta harus dapat memberikan jawaban

atas setiap masalah yang mereka ajukan. Agar sukses dalam memimpin, maka

seorang pemimpin hendaknya dapat menciptakan suasana kebebasan berfikir

dan bertukaran gagasan yang sehat dan bebas, saling kritik dan saling

menasihati satu sama lain, sehingga para pengikutnya merasa senang

mendiskusikan masalah atau persoalan yang menjadi kepentingan bersama.

C. Kerangka Pikir

Pemimpin adalah suatu lakon/peran dalam sistem tertentu, karenanya

seseorang dalam peran formal belum tentu memiliki keterampilan

kepemimpinan dan belum tentu mampu memimpin. Istilah kepemimpinan

pada dasarnya berhubungan dengan keterampilan, kecakapan, dan tingkat

pengaruh yang dimiliki seseorang, oleh sebab itu kepemimpinan bisa dimiliki

oleh orang yang bukan pemimpin.

Kepemimpinan yang efektif harus memberikan pengarahan terhadap

usaha-usaha semua pekerja dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi. Tanpa

kepemimpinan atau bimbingan, hubungan antara tujuan perseorangan dan

tujuan organisasi mungkin menjadi renggang (lemah). Keadaan ini

menimbulkan situasi dimana perseorangan bekerja untuk mencapai tujuan

pribadinya. Sementara itu keseluruhan organisasi menjadi tidak efisien dalam


115

pencapaian sasaran-sasarannya. Oleh karena itu kepemimpinan sangat

diperlukan jika suatu organisasi ingin sukses. Jadi, organisasi perusahaan yang

berhasil memiliki satu sifat umum yang menyebabkan organisasi tersebut

dapat dibedakan dengan organisasi yang tidak berhasil sifat dan cara umum

tersebut adalah kepemimpinan yang efektif.

Kepemimpinan bukan suatu yang istimewa, tetapi tanggung jawab, ia

bukan fasilitas tetapi pengorbanan, juga bukan untuk berleha-leha tetapi kerja

keras. Ia juga bukan kesewenang-wenangan bertidak tetapi kewenangan

melayani, kepemimpinan adalah berbuat dan kepeloporan bertindak.

Kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan

tujuan organisasi, memotivasi prilaku pengikut untuk mencapai tujuan,

memengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budaya. Selain itu juga

mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya,

pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara

hubungan kerja sama dan kerja kelompok, perolehan dukungan kerja sama

orang orang diluar kelompok dan organisasi. Kepemimpinan terkadang

dipahami sebagai kekuatan untuk menggerakkan dan memengaruhi orang.

Kepemimpinan sebagai sebuah alat sarana, proses untuk membujuk orang agar

bersedia melakukan sesuatu secara sukarela atau suka cita. Ada beberapa

faktor yang dapat menggerakan orang yaitu ancaman, penghargaan, otoritas,

dan bujukan.
116

Dalam duania pendidikan peran pemimpin amat penting dalam rangka

mewujudkan keberhasilan tujuan pendidikan itu sendiri. Peranan

kepemimpinan dalam pendidikan bukan hanya sekedar sebagai seorang kepala,

akan tetapi lebih dari itu harus benar-benar mencerminkan diri sebagai seorang

pemimpin pendidikan yang memadai khususnya dari segi kualitas

kepemimpinannya. Kepala dan pemimpin sebenarnya merupakan dua

pengertian yang tidak identik. Keduanya ada persamaan dan ada

perbedaannya. Persamaannya; keduanya menghadapi atau mengepalai

kelompok, dan keduanya bertanggungjawab. Sedangkan perbedaannnya

adalah: 1) Kepala bersindak sebagai penguasa, sedangkan pemimpin bertindak

sebagai organisatoris dan koordinator, 2) Kepala bertanggujawab kepada piha

ketiga, pihak atasannya sedangkan pemimpin bertanggungjawab terhadap

kelompok yang dimpinnya, 3) Kepala tidak selalu merupakan bagian dari

kelompok sedangkan pemimpin merupakan bagian dari kelompok, 4)

Kekuasaan kepala biasanya berasal dari peraturan-peraturan pihak ketiga

sedangkan pemimpin berasal dari kepercayaan anak buah/kelompok, 5)

Kelompok/anak buah dari seorang kepala biasanya tidak atas kemauan sendiri,

melainkan ditunjuk oleh peraturan-peraturan sedangkan pemimpin diangkat

oleh anggota-anggotanya dan dianggap anggota dari kelompoknya (Ngalim

Purwanto, 1986: 36).

Lembaga pendidikan diharapkan mampu menghasilkan produk yang

unggul seperti bekal pengetahuan, keterampilan dan pengalaman, sehingga


117

mampu bersaing dan merebut berbagai peluang yang ada di hadapannya. Umat

manusia saat ini ditantang agar memiliki sikap yang kreatif, inovatif, dinamis,

terbuka, demokratis, memiliki etos kerja yang tinggi, serta memiliki keandalan

spritual sebagai alat untuk menangkis berbagai pengaruh negatif. Menghadapi

tantangan hidup yang demikian itu, dunia pendidikan semakin dihadapkan

kepada berbagai tantangan yang cukup berat. Hal yang demikian dapat

dimengerti, karena dunia pendidikanlah sebagai wahana yang paling

bertanggungjawab untuk menghadapinya.

Dalam sejarah pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam di

Indonesia sangat terkait erat dengan kegiatan dakwah islamiyah. Pendidikan

Islam berperan sebagai mediator dalam memasyarakatkan ajaran Islam kepada

masyarakat dalam berbagai tingkatannya. Melalui pendiidkan inilah,

masyarakat Indonesia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran

islam sesuai dengan ketentuan al-Qur’an dan al-Sunnah. Sehubungan dengan

itu tingkat kedalaman pemahaman, penghayatan dan pengamalan masyarakat

terhadap ajaran Islam amat tergantung pada tingkat kualitas pendidikan Islam

yang diterimanya. Pendidikan Islam tersebut berkembang setahap demi

setahap hingga mencapai tingkat seperti sekarang ini.

Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang untuk

mempengaruhi orang-orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran.

Kepemimpinan dapat diklasifikasikan sebagai pendekatan-pendekatan

kesifatan, prilaku dan situasional (contingency) dalam studi tentang


118

kepemimpinan. Pendekatan pertama memandang kepemimpinan sebagai suatu

kombinasi sifat-sifat (traits) yang tampak. Pendekatan yang kedua bermaksud

mengidentifikasikan perilaku-perilaku (behaviors) pribadi yang berhubungan

dengan kepemimpinan efektif. Kedua pendekatan ini mempunyai anggapan

bahwa seorang individu yang mempunyai sifat-sifat tertentu atau

memperagakan perilaku-perilaku tertentu akan muncul sebagai pemimpin

dalam situasi kelompok apapun dimana dia berada.

Pencapaian perkembangan madrasah seperti sekarang ini khususnya di

pada Madrasah Aliyah di Kota Parepare sering kali berhadapan dengan

berbagai problematika yang tidak ringan. Diketahui bahwa sebagai sebuah

sistem, pendidikan Islam mengandung berbagai komponen yang antara satu

dengan lainnya saling berkaitan. Komponen pendidikan tersebut meliputi visi,

misi, landasan, tujuan, kurikulum, kompetensi dan profesionalisme guru, pola

hubungan guru murid, metodologi pembelajaran, sarana prasarana,

pengelolaan (manajemen), evaluasi, pembiayaan, dan lain sebagainya.Berbagai

komponen dalam pendidikan tersebut sering kali berjalan apa adanya, alami,

tradisional, serta dilakukan tanpa perencanaan dan konsep yang matang.

Akibat dari keadaan demikian, maka kualitas pendidikan pada Madrasah

Aliyah di Kota Parepare seringkali menunjukkan keadaan yang kurang

menggembirakan, sehingga yang menjadi sorotan tentu adalah kepala

madrasah sebagai pemimpin pendidikan.


119

Kepemimpinan kepala madrasah merupakan bagian integral

pengembangan atau pemberdayaan dalam mengembangkan tenaga pendidik

dan tenaga kependidikan pada Madrasah Aliyah di Kota Parepare. Dalam

prakteknya, masalah yang muncul dalam kepemimpinan Kepala Madrasah

Aliyah sangatlah beragam. Hal ini penting untuk dievaluasi terutama berkenan

dengan pelaksanaan kepemimpinan para Kepala Madrasah Aliyah yang ada di

Kota Parepare.

Kerangka pikir dalam penelitian ini bertumpu pada dua variabel yaitu

kepemimpinan kepala madrasah dan pengembangan tenaga pendidik dan

kependidikan pada Madrasah Aliyah di Kota Parepare. Kerangka pikir tersebut

dapat digambarkan sebagai berikut:

KEPEMIMPINAN
RASULULLAH SAW

1. Shiddiq, berbuat baik & meninggalkan keburukan


2. Amanah, menghargai waktu, pemaaf, menepati janji dan sebagainya.
3. Tabligh, berkasih sayang dan menjauhi sifat membenci, mencintai
persatuan
4. Fathanah, bijaksana; mampu menganalisa dan mengambil keputusan
yang tepat dan cepat & dan sebagainya.
120

1. Syahadat, dengan prinsip visioner


2. Shalat, dengan prinsip disiplin
3. Puasa, dengan prinsip integritas
4. Zakat, dengan prinsip peduli sosial
5. Haji, dengan prinsip istiqamah (rendah hati)

1. Pola Kepemimpinan
KEPEMIMPINAN KEPALA 2. Bentuk Kepemimpinan
MADRASAH ALIYAH KOTA 3. Gaya Kepemimpinan
PAREPARE 4. Ciri Kepemimpinan
5. Keterampilan Pemimpin
6. Sifat-sifat Kepemimpinan
7. Kepemimpinan Pancasila

1. Contect Pengembangan Pendidik dan Tenaga Kependidikan.


2. Input masukan akan pengembangan pendidik dan tenaga
kependidikan.
3. Proces tata cara tentang pengembangan tenaga pendidik dan
kependidikan.
4. Product Pengembangan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan.
5. Outcome adalah output dari hasil upaya pengembangan
pendidik dan tenaga kependidikan.

Terwujudnya Guru dan Tenaga Pendidik Profesional


Madrasah Aliyah Kota Parepare

Anda mungkin juga menyukai