Penerbit:
ISBN: 978-623-7346-37-1
Tebal: 131 hlm; A5
Satriana, S.Pd
(Owner TBM KERTAS PENA Campagaya)
TTD
Penulis
SAMPUL ~ i
TESTIMONI ~ iii
KATA SAMBUTAN ~ v
PRAKATA PENULIS ~ vii
DAFTAR ISI ~ ix
Oleh:
“RAPIAHTUL HIKMAH WAHID”
Doa…
Doa merupakan ibadah
Permintaan yang di inginkan
Rasa syukur diperoleh
Memohon kepada allah atas rahmatnya
Memohon dipertemukan dengan bulan suci ramadan
Kebahagiaan…
Menyambut tamu agung
Kebahagiaan terpancarkan dalam mempersiapkannya
Bulan ramadan membawa rahmat & magfirah
Niat tulus
Keiklasan dalam melakukannya
Dorongan dari jiwa
Takkan senada dengan niat
Ketulusan tak berujung
Sucikan hati
Memaafkan dalam kelapangan
Sucikan hati dalam kebaikan
Hati bagaikan kapas tak bernoda
Menghilangkan kebencian masa lalu
Saling memaafkan adalah ibadah
Motivasi menggebuh
Dengan usaha gigih
Manempuh pendidikan
Angan-angan melampaui batas
Arah jalan memuncak
Mempelajari maknanya
Mencari tau apa yang belum diketahui
Mempelajarai cakupan ilmu
Memperdalam pengetahuan
Detik-detik perjuangan
Kegelisahan menyelimuti hati
Langkah kaki tersentak
Menuju ruangan
Duk…duk…duk…
Inillah suara hati dek-dekan
Duk…duk…duk...
Masih dengan suara hati
Berusaha menenangkannya
Serambi berdoa dan optimis
Dengan persiapan yang matang
Hari demi hari
sebelum hari ini tiba
Detik…menit … berjalan
Aturan ujian dipaparkan
Persiapkan diri untuk ujian
Lampu hijau telah di nyalakan
Menandakan waktu ujian telah tiba
Aku…..
Wanita dengan tubuh mungilku
Dengan kulit coklatku
Senyuman tersipu malu menyapamu
Alunan suara lemah dalam ucapan
Terdengar merdu nyiurnya
Sosok dirumu dengan ke anggunan
Tak tergambarkan
Aku….
Wanita lemah tak berdaya
Dengan penuh ke sederhanan
Dalam menjajaki bahtera kehidupan
Hilir ulur silih berganti
Memori mengandung makna cerita
Aku…
Tak mengenal lelah dalam hidupku
Menuntut ilmu seluas-luasnya
Selalu haus akan ilmu
Selalu merasa kurang akan ilmu
Belajar dan belajar
Menjalani proses meraih ilmu
Aku dan kebenaran…..
Dalam kehidupanku…..
Namun ternyata
Hanya angan-angan belaka
Waktu terus bergulir, usia terus berkurang
Semua tak dapat diterka
Detik-detik menit menjemput
Segeralah…
Sedekah, infaq, waqaf, haji dan amalan ketaatan
Perbanyak ke taatan
Wahai insan…..
Pandangan hidup
Rutinitas menanti dalam waktu
Skenario hidup yang tak henti
Bergulir dalam roda kehidupan
Ku kuruyu….
Ku kuruyu….
Kokok ayam jago berbunyi
Bel pagi sudah bersorak
Gemuruh azan subuh berkomandan
Hati tersentak….
Sholat subuh
Pagi sudah menjemput
Bergegas dan meraihnya
Duk…duk…duk…
Suara langkah dalam rumah
Mata 5 watt berkunag-kunag
Berselimut dalam kalbu
Beriring mendampingi keinginan
Menjemput keceriahan pagi
Hidup bahagia angan-angan
Jemari meraihnya menjemput kebahagiaan itu
Berjalan tanpa henti
Dalam naungan sangkar
Kehidupan punya kisah
Matapun memandangnya
Cahayamu begitu terang
Tak sanggup menatapnya
Daud kehidupan
Silir ulir berganti
Tarik ulir bergening
Semi milir berderuh
Puing-puing berserakan
Buih nan jauh disana
Selaput mata tak melihat
Bulu kudu merinding
Daud kehidupan
Silir ulir berganti
Tarik ulir bergening
Semi milir berderuh
Puing-puing berserakan
Buih nan jauh disana
Selaput mata tak melihat
Bulu kudu merinding
Memperingatinya
Mengenang jasanya
Mengingat sejahrahnya
Memperkenalkan kegenari muda
Dalam pejuangannya dimasa lalu
Terimakasih jasa-jasamu
Karaeng Galesong…
Matapun memandangnya
Cahayamu begitu terang
Tak sanggup menatapnya
Oleh:
“MULIANA”
Buat kupingmu
Juga sanubari biruku
Pada mata berkaca-kaca
Dengan pelita redup kita
Ahh...
Modul memang selalu termaki
Pengetahuan kini hanya mantra untuk berlindung
Ketika dibaca…
Tatanan selalu menjutaikan bahu
Kewalahan dan seringai
Ketika tegak
Ia lekas memudarkan kebiasaan-kebiasaan resmi
Yang kian muak terbelenggu
Ini pendidikan kita...
Kurikulum tingkat tinggi, pemancar rasa malas
Tukang hafal di alam pikiran
Setiap tahun…
Lemari perpustakaan dan kamus selalu hymne
Buku-buku pelajaran menyibakkan tubuhnya
Ada halaman-halaman nyaris mati
Dan hendak di ganti ujaran-ajaran baru
Tapi sentuh tak pernah ada menyapa
Menuakannya sesegera bagai sampah
Di sana…
Telah kusematkan kata kenang
Beserta dua tiga tutur
Pada pemikiran usai pamitmu
Tapi dindingmu beku
Serupa jasad siang malam merobek rindu
Aku mafhum
Betapa rumitnya berjalan menggapai.
Bertumpuk-tumpuh wajah manusia
Yang acak mesti ditemui, sebelummu
Sebelum menemukanmu dalam temuan
Sebelum temuan mempertemankan
Sebelum teman mempersamakan
Sebelum sama mempersatukan
Sebelum satu ada, dari segala angka sulit
Kita dilukai
Tapi kita belum nyali bicara
Dengan bodoh
Dibiarkannya sang majikan
Bertindak dengan jamak maha sadis
Ayolah....
Kenapa enggan kau sebut ini siksa?
Kalbuku getir
Mengenang harummu dipusaran
Ada ngilu yang tak sampai pada kata
Lalu tercambuk gores namamu di pusara
Kawanku,
Jejak-jejak mereka membajak bacaan
Dari wajah koran dan radio menuju laut
Berperi tentang duka
Hingga tamat kala kecup nisan bertemu gunduknya
Sudah senja
Karangan bunga meributkan geladak sunyi
Ketiadaan meletakkanmu disini, berderai
Tapi, jangan benar-benar pergi!
Dalam makna, dalam kenangan
...Kapten.
-Ana-
Wajo, 8 juli 2019
Aku terlantar…
Batas-batas yang coba kau jinakkan sepanjang malam
Lewat doa-doa di bibirmu,
Bukannya memberitahuku arah
Tapi menggores ingat setiap ku tapakkan kaki di geladak
Ibu,
Pergi ialah memaksa sakit
Jika ini pembelaan
Maka menghitung adalah cara membunuh
Jika ini perlawanan
Maka menunda adalah cara kalah
Jika ini perang
Maka menahan segala adalah juang
Sialnya, juangku telah habis
Bahkan sebelum tiba ke bulan
Apa ini?
Rindu saya jadi tercium dusta bersamanya.
Daring mencambuk, mencabut segala pertemuan,
Juga ruang yang semestinya kita rangkul
Oleh:
“NURUL INSANI. J”
Saudara….
Iya… dia Saudara
Bukan sedarah tapi sehati
Hati ikhlas dalam persaudaraan
Tanpa menghiraukan perbedaan ada
Kau menolongku
Dunia sebelumnya kuanggap gelap
Hitam, sunyi, dan senyap
Bagai sebuah ruang hampa
Indonesiaku….
Terbentang dari Sabang sampai Merauke
Persatuan dan kesatuan tetap terjaga
Indonesiaku, Jayalah Negeriku
Manusia….
Tercipta di dunia fana ini
Mengembang tugas berat
Membangun dan menciptakan kebaikan
Manusia….
Sejatinya manusia berakhlak mulia
Tapi, terkalahkan oleh hawa nafsunya
Kalah dengan nafsu sendiri
Manusia….
Berbuat dosa dan kerusakan di muka bumi ini
Mendekati larangan-larangan RabbNya
Angkuh, kikir, tak beribadah,
Dan tak tunduk kepada RabbNya
Oleh:
“NURHIJRAH”
Bumi Bergejolak
Penuh duka dan airmata
Bumi tertindas
Tempat para mujahid dan mujahidah
Bumi palestina
Berharap lirih dalam doa
Menanti haru pelukan sang rabbi
Dengan balasan surga nan abadi
Maafkan ku
Jika tak bisa kembali percaya
Pada dirimu sang kekasih
Kini negeriku…
Dikikis habis si konglomerat
Hingga rakyatmu kian melarat
Runtuh di genggaman sang pemimpin
Malam berlalu,
Tapi tak mampu kupejamkan mata di rundung rindu
Wajahmu mengingatkan ku akan surga
Ibu..
Ku gumam namamu demi kuatkan jiwa
Ada gema rintihan terdengar dalam gelisah
Kini, dirimu dalam kenangan
Namun cintamu dalam genggaman ..
Aku menari-nari
Dalam kubangan kesedihan
Bergelayut dalam rimbun kedengkian
Gelisah di pekat malam dingin
Ku terluka karena mu
Mencoba kuatkan diri ini
Hadapi resah pilu
Bangkitkan semangat diri
Di kedalaman hatiku
Ada rasa menyeruak
Memenuhi rongga sesak dadaku
Wahai angin
Kabarkan padanya
Mengapa ia menciptakan perasaan ini
Menyisakan kegelisahan dalam hati
Seumpama racun
Membunuh semua cinta dalam jiwa
Hingga menjadikannya benci
Wahai amarah
Bergegas lah pergi
Karena mu ku tersiksa
Menjadikan akhlak kian ternoda
Oleh:
“HAERUDDIN”
Sana-sini
Uang rakyat dibagi-bagi
Tak ada pemberi kompensasi
Hati rakyat tersakiti
Malam,
Hati selalu menantimu
Sebab dengan datangmu
Tubuh siap aku rebahkan
Malam,
Kau detang membawa kegelapan
Seperti gelapnya masalah hidup saat ini
Malam,
Ku ingin kau bersamaku
Belajar bersamamu
Tentang hadirmu yang selalu dirindu
Dengan cahayamu yang selalu menyinari dalam kegelapan
Malam
Sampaikan kepadanya
Lewat angin dingmu
Ada yang merindukannya.
Hujan
Kau hadir dengan cinta
Hadir dalam hati perindunya
Hadir di hati orang-orang terjaga
Hujan
Kau hadir dengan air suci
Berbarengan suasana dingmu
Higgu hati yang terdu terselimuti
Hujan
Pengikat hati yang merindu
Dalam halaqah di tengah ritik hujan yang berdansa
Tak ada masalah, karena ditanggung bersama
Hujan,
Ku harap kau selalu hadir
Membawa kasih sayang dari-Nya
Hingga puisi ini menjadi pesan untuknya.
Oleh:
“ABDUL JALIL MATTEWAKKANG”
Ajarkan sederhana
Walau tak seutuhnya
Kelak akan jadi pelita
Pun banyak derita
Di malam itu
Kalimat zikir dan istighfar
Berkecamuk dan mengoceh dalam sanubari
Sembari duduk tafakkur di sajadah suci
30 hari bersama
Hari terlalui begitu cepat
Sejengkal asa demi harapan mulia
Menunggu beduk demi hapus dahaga
Kini…
Gema takbir menggelegar sejagad raya
Petanda ia kan pergi
Tangisan senduh… sujud mendoa untuk bertemu
Kala diri bergelimangan dosa
Tangis…. Merindu bertemu kembali
Kala waktu menjawab jika tak mendahului
30 Ramadan 1440 H
Oleh:
“HASBAR MARANNU”
Bayangan tatapanmu
Aku seolah terjebak
Tak mampu berpaling
Hanya bisa mengindahkanmu
Bayangan senyumanmu
Aku seolah terbungkam
Tak mampu bicara
Hanya bisa bicara tersenyum
Dikejauhan
Aku selalu berdoa
Semoga tuhan mempertemukan kita
Agar kuceritakan betapa indah dirimu
Bulan Ramadan…
Tatkala setan dibelenggu
Nyawa menjadi mendung
Terkunkunglah amarah
Berubah menjadi sendu
Bulan Ramadan…
Tatkala berpuasa
Tempat penghapus dosa
Menenangkan diri dengan cinta yang terasa
Bulan Ramadan…
Tatkala Al-qur’an di lafadzkan
Hati jadi tentram terhanyut syair ilahi
Iringan sabar menunggu beduk
Adzan dikumandangkan penanda buka puasa
Bulan Ramadan…
Tatkala engkau kan pergi
Ku harap bertemu lagi
Atas kuasa ilahi
Ditahun yang akan datang
Hitamnya…
Seakan menggambarkan wajah indonesia
Gelap kelam dan kental sehabis politik
Duka luka terjadi akbiat perpecahan
Aromanya…
Seakan menusuk ke hidung
Menyengat, membuka mata
Berharap tak ada angin kencang memperluasnya
Hey mawarku
Kau keindahan terindah ditaman ini
Menebarkan aroma, menghidupakan cinta
Terlalu sempurna untuk kupetik
Hey mawarku
Kau tajam, durimu terlalu kuat
Sesekali melukaiku tanpa kau sadari
Walau tajam tetap kau terindah bagiku (tanpa dusta)
Hey mawarku
Aku sadar melati disampingmu
Jauh lebih pantas bagimu
Lupakanlah aku abaikanlah aku (tak pantas)
Oleh:
“MUH. ALWI NAWAWI”
Seiring waktu
Mata engan terpejam
Bayangi sosok indah dalam khayal
Wajah berseri penghias tidur
Terpisah jarak
Terjangkau hati
Dibelanggu asmara
Dimusnahkan jalan berliku
Wahai guru.......
Kau adalah pahlawan tak mengharap balas
Kau pahlawan tanpa lencana
Kau adalah pahlawan tanpa tanda jasa
Jasamu kan ku semat sepanjang hidupku
Dapatkah Ku mengatakan
Perasaan yang ku punya
Untuk Mu seorang wanita
Pemilik hati yang kucinta
DapatkahKu memeluknya
Menjadikan bintang disurga
Memberikan warna indah
Di lubuk hati yang lara
Oleh:
“SRI AYU PRATIWI”
Hujan...
Bawalah ceritaku ini pergi jauh ke samudra altlantik
Agar jadi beku dan tidak akan cair
Membasahi pikiran ini
Sendiri!
Sendiri bukan berarti tidak menyenangkan
Sendiri bukan berarti tidak membahagiakan
Terkadang memilih sendiri jauh lebih menyenankan
Daripada bersama namun terasa jauh
Namun hanya luka didapat
Terimakasih...
Setidaknya dalam hidup ini aku bisa mengambil pelajaran
Dari sakit yang kau beri
Setidaknya aku pernah membuatmu tertawa
Dengan kebodohanku
Rindu…
Kini...
Aku mengerti dengan keadaanku sekarang saat ini
Melepasmu bukan berarti menyiksaku
Hanya saja membebaskan indahnya kenangan
Dan harapan tentang kita
Akhirnya...
Untuk esok yang lebih bahagia
Oleh:
“ABDUL RAHMAT”
Saudaraku...
Pemilu sudah berlalu
Namun, kau masih memilu
Ku hibur kau dengan nyanyian
Namun, kau balas dengan tangisan
Cukup saudaraku
Kau adalah pejuang
Moral tak kau jual
Karena bukan pengemis suara
Saudaraku...
Lihat! Lihatlah mereka!
Melegalkan politik uang
Membeli suara rakyat
Mendapatkan kursi berkuasa
Jabatan sebagai baju
Untuk meraup uang rakyat
Saudaraku...
Bangkit dan banggalah
Kau seorang idealis
Pejuang rakyat
Saudaraku...
Lanjutkan langkahmu
Meski tidak di kursi jabatan
Demi kesejahteraan rakyat
Arrgghhh!!!
Lentera redup peduli tidak
Tak hiraukan gelap kembali
Datang cengengesan salah dibuat
Hey!!!
Lindung tangan cahaya lentera
Teriak khalayak dengarkanlah
Tutup telinga hingga berlalu
Oleh:
“ABDUL SALAM SAPUTRA”
Tiada pelerai
Mereka membiarkan darah menutupi tanah air
Entah mengapa hal ini menjadi tabu
Skenario saparatis
Lihatlah hasilnya
Dimana letak persatuan?
Dimana letak kepentingan bersama?
Semua hanya kepalsuan
Apalah daya
Janji demi janji akan pendidikan
Buaian harapan akan kemakmuran
Semua menghilang tergerus keserakaan
Oleh:
“NUR KHALISAH”
Terimakasih guruku
Telah mengajarkanku banyak hal
Meski kita sekarang berbeda dunia
Jasamu akan selalu ku kenang
Tuntunlah mereka
Bantulah mereka
Agar negeri kau pimpin
Semakin makmur dan berjaya