Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Konsep Dasar Patologi Social

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Patologi Sosial

Dosen Pengampu: Faricha Andriani, M.Psi.

Oleh :

Eka Apriliyanti ( 2240410031)


Noor Mukhlis ( 2240410036)
Evi Munifatul Masruroh ( 2240410050)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI ISLAM

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat limpahan
karunianya kami dapat menyelesaikan penulisan makalah kami yang berjudul Konsep Dasar
Patologi Sosial. Selain itu, kami pun mengucapkan terimakasih kepada para penulis yang
tulisannya kami kutip sebagai bahan rujukan. Tak lupa juga kami ucapkan maaf yang
sebesar-besarnya, jika ada kata dan pembahasan yang keliru dari kami. Kami berharap kritik
dan saran Anda. Semoga makalah kami ini dapat menjadi pelajaran dan menambah wawasan
anda dalam mata kuliah Patologi Sosial. Semoga dengan makalah yang kami buat ini dapat
menambah pengetahuan dan pemahaman kita semua tentang Pendekatan Tokoh Masyarakat
dan Kepemimpinan Situasional dalam Pengembangan Masyarakat Islam. Kami sadar dalam
penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangan, akan tetapi kami yakin makalah ini dapat
bermanfaat untuk kita semua.
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masyarakat modern yang serba kompleks sebagai produk kemajuan teknologi,
industrialisasi dan urbanisasi memunculkan banyak masalah sosial. Maka usaha
adaptasi atau penyesuaian diri terhadap masyarakat modern sangat kompleks itu
menjadi tidak mudah. Kesulitan. Mengadakan adaptasi dan adjustment menyebabkan
banyak kebimbangan, kebingungan, kecemasan maupun konflik. Sebagai dampaknya,
kemudian orang-orang mengembangkan pola tingkah laku menyimpang dari norma-
norma umum, dengan jalan berbuat semaunya sendiri demi keuntungan pribadi
dengan mengganggu maupun merugikan orang lain tanpa mempertimbangkan apa
yang menjadi akibatnya. Timbulnya situasi sosial demikian itu, mengkondisionir
timbulnya banyak perilaku menyimpang dari norma-norma yang ada, hal inilah yang
disebut dengan patologi sosial.’ Di antara sekian banyak perilaku menyimpang,
remaja adalah kalangan mayoritas yang melakukan tindakan-tindakan masyarakat

B. Rumusan Masalah

1.Apakah definisi dari patologi sosial?

2.Bagaimana masalah sosial (disorganisasi sosial), ketidak keserasian perubahan,serta


ketertinggalan budaya

3.Bagaimanakah konsep patologi sosial?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetauhi definisi patologi sosial

2.Untuk mengetauhi .Bagaimana masalah sosial (disorganisasi sosial), ketidak


keserasian perubahan,serta ketertinggalan budaya

3.Untuk mengetauhi konsep patologi sosial

1
BAB II

PEMBAHASAN

A.Definisi Patologi Sosial

Patologi sosial ialah ilmu tentang penyakit masyarakat, yaitu semua tingkah laku yang
bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas lokal, moral, disiplin, kebaikan dan hukum
formal. Disebut dengan penyakit sosial atau masyarakat adalah segala bentuk tingkah laku
yang dianggap tidak sesuai, melanggar norma-norma umum, adat istiadat, atau tidak bisa
diintegrasikan dalam pola tingkah laku umum. Secara etimologis, kata patologi berasal dari
kata Pathos yang berarti disease/ penderitaan/penyakit dan Logos yang berarti berbicara
tentang/ilmu. Jadi, patologi adalah ilmu yang membicarakan tentang penyakit atau ilmu
tentang penyakit. Sedangkan kata sosial adalah tempat atau wadah pergaulan hidup antar
manusia yang perwujudannya berupa kelompok manusia atau organisasi yakni individu atau
manusia yang berinteraksi berhubungan secara timbal balik bukan manusia atau manusia
dalam arti fisik, tetapi dalam arti yang lebih luas yaitu community atau masyarakat. Dengan
demikian, pengertian dari patologi sosial adalah ilmu tentang gejala-gejala sosial yang
dianggap “sakit” disebabkan oleh faktor-faktor sosial atau Ilmu tentang asal usul dan sifat-
sifatnya, penyakit yang berhubungan dengan hakikat adanya manusia dalam hidup
masyarakat.

Penyakit sosial disebut pula sebagai disorganisasi sosial, karena gejalanya berkembang
menjadi ekses sosial yang mengganggu keutuhan dan kelancaran berfungsinya organisasi
sosial. Semua tingkah laku yang sakit secara sosial merupakan penyimpangan sosial yang
sukar diorganisir, sulit diatur dan ditertibkan sebab para pelakunya memakai cara pemecahan
sendiri yang non konvensional, tidak umum, luar biasa atau abnormal sifatnya. Biasanya
mereka mengikuti kemauan dan cara sendiri demi kepentingan pribadi. Karena itu deviasi
tingkah laku tersebut dapat mengganggu dan merugikan subjek pelaku sendiri dan atau
masyarakat luas.

2
B.MASALAH SOSIAL (DISORGANISASI SOSIAL), KETIDAKSERASIAN
PERUBAHAN, SERTA KETERTINGGALAN BUDAYA

Pada masyarakat yang sedang mengalami perubahan, unsur-unsur masyarakat dan


kebudayaan tidak selalu mengalami perbedaan yang seimbang. Dikenalnya senjata dan kuda
oleh masyarakat Indian di Amerika Serikat mengubah cara mereka mencari makanan dan
berperang. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan bidang-bidang kehidupan lainnya,
seperti agama yang disebarkan oleh penyiar-penyiar agama orang kulit putih. Ada unsur-
unsur yang dengan cepat berubah, tetapi ada pula unsur-unsur yang sulit untuk berubah.
Biasanya unsur-unsur kebudayaan kebendaan lebih mudah berubah daripada unsur-unsur
kebudayaan rohaniah. Apabila terdapat unsur-unsur yang tidak memiliki hubungan
(relevansi) yang erat, tidak ada persoalan mengenai tidak adanya keseimbangan lajunya
perubahan-perubahan. Misalnya, suatu perubahan dalam cara bercocok tanam tidak begitu
berpengaruh terhadap tarian-tarian tradisional. Akan tetapi, sistem pendidikan anak-anak
memiliki hubungan yang erat dengan dipekerjakannya tenaga-tenaga wanita pada industri.

Apabila terjadi ketidakserasian, kemungkinan akan terjadi kegoyahan dalam hubungan


antara unsur-unsur tersebut sehingga keserasian masyarakat terganggu. Misalnya, apabila
pertambahan penduduk berjalan dengan cepat, untuk menjaga tata tertib dalam masyarakat
diperlukan pula penambahan petugas-petugas keamanan dengan jumlah yang seimbang.
Ketidakserasian mungkin akan menaikkan frekuensi kejahatan yang terjadi. Demikian pula
bertambah banyaknya sekolah harus dimbangi dengan penambahan lapangan kerja. Apabila
terjadi ketidakserasian, mungkin akan timbul pengangguran.

Sampai sejauh mana akibat keadaan tidak serasinya laju perubahan tersebut tergantung dari
erat atau tidaknya integrasi antara unsur-unsur tersebut. Apabila integrasi unsur-unsur dalam
masyarakat sangat erat, seperti halnya dengan bagian-bagian sebuah jam, ketidakseimbangan
memiliki akibat-akibat yang sangat jauh. Kalau bagian-bagian dari sebuah jam tidak bekerja
dengan Semestinya, jam itu tidak akan berfungsi dengan baik.

Suatu teori yang terkenal di dalam sosiologi mengenai perubahan dalam masyarakat adalah
teori cultural lag (ketertinggalan budaya atau kelambanan budaya atau keterlambatan gerak
kultural) dari William F. Ogburn.” Teori ter- sebut mulai dengan kenyataan bahwa
pertumbuhan kebudayaan tidak selalu sama cepatnya, tetapi ada bagian yang tumbuh cepat,
sedangkan ada bagian lain yang tumbuhnya lambat. Perbedaan antara taraf kemajuan dari
berbagai bagian dalam kebudayaan dari suatu masyarakat dinamakan cultural lag. Maksud-

3
nya, suatu ketertinggalan (lag) terjadi apabila laju perubahan dari dua unsur masyarakat atau
kebudayaan (mungkin juga lebih) yang memiliki korelasi tidak sebanding sehingga unsur
yang satu tertinggal oleh unsur lainnya.

Menurut teori cultural lag ini, apabila aneka dari kebudayaan dalam masyarakat
berkembang secara tidak seimbang dan tidak sesuai dengan per- kembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (Iptek), maka kebudayaan akan mengalami proses kelambatan
kultural (keterlambatan budaya). Kondisi sosial semacam ini sering kali menimbulkan
masalah sosial atau disorganisasi atau disintegrasi sosial. Terkait masalah kebudayaan, ada
beberapa ahli yang mencoba merumus kan unsur-unsur pokok kebudayaan. Sebagaimana
dikutip Selo Soemardian, di antaranya Melville J. Herskovits yang mengungkapkan empat
unsur pokok Kebudayaan,20 yaitu

1. Alat-alat teknologi,

2. Sistem ekonomi,

3. Keluarga, dan

4. Kekuasaan politik.

Sementara itu menurut Soerjono Soekanto, unsur-unsur kebudayaan yang dianggap sebagai
cultural universal itu, yaitu”

1.Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat rumah


tangga, senjata, alat-alat produksi, alat transportasi, dan sebagainya);

2. Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peter- nakan,


sistem produksi, sistem distribusi, dan lain-lain);

3. Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem Hukum, dan


sistem perkawinan);

4. Bahasa (lisan maupun tulisan);

5. Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak, dan lain-lain);

6. Sistem pengetahuan;

7. Religi (sistem kepercayaan).

4
Selanjutnya, masyarakat yang mengalami disorganisasi memiliki ciri-ciri:22 (1) perubahan-
perubahan yang serba cepat ke arah negatif; (2) tidak stabil dari segala bidang (ekonomi,
pendidikan, hukum, dan lain-lain); (3) tidak ada kesinambungan pengalaman yang baik dari
satu kelompok dengan kelompok- kelompok lainnya; (4) tidak ada intimitas organik dalam
relasi sosial; (5) kurang atau tidak adanya adaptasi di antara para anggota masyarakat (baik
adat istiadat maupun karakter yang dianut oleh masyarakat). Sebaliknya, masyarakat yang
terorganisasi dengan baik memiliki ciri-ciri: (1) adanya stabilitas di segala bidang (ekonomi,
keamanan, politik, dan lain- lain); (2) interaksi secara individu tergolong akrab (intim); (3)
relasi sosial berjalan secara berkesinambungan; (4) ada kesepakatan (konsensus) yang kuat di
antara anggota-anggota masyarakat.

Hilangnya keakraban (intimitas) organik dari relasi sosial itu dianggap sebagai pertanda
utama dari masyarakat yang tengah mengalami proses dis- organisasi/disintegrasi, yang
kemudian digantikan dengan pola individualistis ekstrem serta nafsu mementingkan diri
sendiri. Ditandai pula oleh kontak- kontak sosial yang atomistis dan relasi yang terpecah-
pecah. Dengan demikian, para anggotanya mengalami frustrasi dan terhalang dalam
pemenuhan kebu- tuhan manusiawi serta keinginan-keinginan pribadinya. Disorganisasi
sosial ini merupakan dampak dari perkembangan teknologi, ilmu pengetahuan, industri, dan
urbanisasi, yang menimbulkan banyak pergeseran nilai normatif dan perubahan dalam
masyarakat sehingga bagian-bagian masyarakat itu tidak bisa diintegrasikan dan tidak bisa
terorganisasi secara sempurna. Sosiolog WI. Thomas dan Charles H. Cooley, sebagaimana
dikutip Kartini Kartono,” banyak menyoroti masyarakat primer yang kecil strukturnya
dengan

Interelasi yang intim dan menemukan banyak abnormalitas dalam masyarakat sekunder yang
terorganisasi serta formal, seperti yang terdapat di kota-kota besar. Cooley menganggap
kehidupan sosial ini sebagai proses organik, yang di dalamnya terdapat interaksi dan
hubungan timbal balik di antara masya- rakat. Menurutnya, disorganisasi sosial itu
dimunculkan oleh adanya sifat yang dinamis dari relasi individual dengan institusi atau
perlembagaan masyarakat. Institusi itu merupakan alat atau sarana guna memenuhi
kebutuhan manusiawi para anggota masyarakat. Institusi tersebut juga berfungsi sebagai alat
pengontrol-pembatas terhadap tingkah laku individu dalam masyarakat. Apabila institusi
tersebut tidak sesuai lagi dan tidak tanggap terhadap kebutuhan para anggota masyarakat,
kewiba- waan lembaga tersebut jadi hilang dan tidak lagi mampu menyelenggarakan fungsi
kontrolnya. Kondisi atau proses semacam ini disebut sebagai formalisme. Selanjutnya,

5
Cooley” menyebut proses formalisme ini sebagai disorganisasi Sosial, yang menciptakan
banyak tingkah laku sosio-patologis.

Kesimpulan dari Cooley ialah konsepsi mikroskopik-makroskopik, yaitu relasi antara


individu dengan masyarakat. Individu dan masyarakat itu meru- pakan unsur yang berbeda
dari kehidupan sosial. Jika kehidupan sosial dilihat sebagai unit-unit yang diskrit (mempunyai
ciri-ciri tersendiri yang khas, yang berlainan), dia akan melihat kehidupan sosial sebagai
individu. Sebaliknya, apabila kehidupan itu dilihat sebagai satu kolektivitas, dia melihatnya
sebagai masyarakat. Jadi, individu dan masyarakat itu merupakan unsur yang komple- menter
dari realitas sosial yang besar, yaitu kehidupan sosial.

Disorganisasi sosial itu bisa timbul dari masyarakat ataupun individu. Disorganisasi sosial
ini bisa berupa “sebab” atau “akibat”. Dampak disorganisasi sosial adalah runtuhnya fungsi
pengontrol dari lembaga atau institusi sosial dan memberikan kemungkinan kepada individu-
individu untuk bertingkah laku tanpa kendali, kontrol, dan penggunaan pola susila tertentu.
Lenyapnya fungsi pengontrol dari institusi masyarakat serta kemunculan formalisme tadi,
menyebabkan ditinggalkannya individu-individu secara internal tanpa bimbingan dan pola
umum.

Faktor-faktor yang menyebabkan disorganisasi sosial itu, yaitu

(1) politik yang tidak kondusif;

(2) religi yang beraneka paham yang sering berbeda dengan paham pada umumnya,

(3) sosial budaya yang tidak sesuai dengan makna Indonesia; dan

(4) faktor-faktor ekonomi yang labil. Mengenai hal ini, kaum interaksionis dengan
teori interaksionalnya menyatakan bahwa bermacam- macam faktor tadi bekerja
sama, saling memengaruhi, dan saling berkaitan satu sama lain sehingga terjadi
interplay yang dinamis dan bisa memengaruhi tingkah laku manusia. Kemudian
terjadilah perubahan tingkah laku dan per- ubahan sosial. Sekaligus juga timbul
perkembangan yang tidak imbang dalam kebudayaan, disharmoni atau
ketidakselarasan, ketidakmampuan penyesuaian diri, konflik, dan tidak adanya
konsensus yang mengakibatkan disorganisasi, disintegrasi, dan penyimpangan tingkah
laku atau perilaku yang patologis.

6
Di samping itu, ada interdependensi (ketergantungan satu sama lain) dan ketergantungan
organik di antara disorganisasi sosial dengan disorganisasi personal/pribadi. Dengan kata
lain, satu lingkungan kultural yang tidak menguntungkan bisa memberikan banyak
rangsangan kepada individu-individu tertentu untuk menjadi sosiopat, yaitu menjadi sakit
secara sosial.

C. Konsep Patologi Sosial

Berbagai macam pendapat para ahli tentang masalah-masalah sosial, pada intinya mengacu
pada penyimpangan dari berbagai bentuk tingkah laku yang dianggap sebagai bentuk sesuatu
yang tidak normal dalam masyarakat. Dari berbagai pendapat para ahli, dapat disimpulkan
bahwa patologi sosial adalah semua tingkah laku yang bertentangan dengan norma kebaikan,
stabilitas lokal, pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas kekeluargaan, hidup rukun
bertetangga, disiplin, kebaikan Dan hukum formal.

Sementara itu, masalah sosial ialah penyakit masyarakat yang diartikan sebagai semua
tingkah laku yang melanggar norma-norma dalam masyarakat dan dianggap mengganggu,
merugikan serta tidak dikehendaki Oleh masyarakat. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa
masalah sosial adalah:

a. Semua bentuk tingkah laku yang melanggar atau Memperkosa adat istiadat
masyarakat (dan adat istiadat tersebut diperlukan untuk menjamin kesejahteraan hidup
bersama)

b. Situasi yang dianggap oleh sebagian besar dari warga masyarakat sebagai
mengganggu, tidak dikehendaki, berbahaya, dan merugikan orang banyak. Apabila
dicermati dari kesimpulan di atas, adat Istiadat dan kebudayaan itu mempunyai nilai
pengontrol Dan nilai sangsional terhadap tingkah laku masyarakat. Oleh karena itu,
tingkah laku yang dianggap tidak cocok, Melanggar norma dan adat istiadat, atau
tidak terintegrasi dengan tingkah laku umum dianggap sebagai masalah sosial.

Faktor-faktor Penyebab Patologi Sosial Kejahatan remaja yang merupakan gejala


penyimpangan dan patologis secara sosial itu juga dapat dikelompokkan dalam satu kelas
defektif secara sosial dan mempunyai sebab musabab yang majemuk; jadi sifatnya
multikausal. Kartini menggolongkan beberapa teori penyebab patologi sosial, diantaranya:

A. Teori biologis Tingkah laku sosiopatik atau delinkuen pada Anak-anak dan remaja
dapat muncul karena faktor-faktor fisiologis dan struktur jasmaniah seseorang juga

7
dapat cacat jasmaniah yang dibawa sejak lahir. Kejadian ini berlangsung 1). Melalui
gen atau plasma pembawa sifat dalam keturunan, atau melalui kombinasi gen; dapat
juga disebabkan oleh tidak adanya gen tertentu, yang semuanya bisa memunculkan
penyimpangan tingkah laku, dan anak-anak menjadi delinkuen secara potensial. 2).
Melalui pewarisan tipe-tipe kecenderungan yang luar biasa (abnormal), sehingga
menyebabkan tingkah laku delinkuen. 3). Melalui pewarisan kelemahan
konstitusional jasmaniah tertentu yang menimbulkan tingkah laku delinkuen atau
sosiopati.
B. Teori psikogenis Teori ini menekankan sebab tingkah laku delinkuen anak-anak dari
aspek psikologis atau isi kejiwaannya. Antara lain faktor intelegensi, motivasi, sikap-
sikap yang salah, fantasi, rasionalisasi diri yang keliru, konflik batin, emosi yang
kontroversial, kecenderungan psikopatologis, dan lain-lain. Argumen sentral teori ini
ialah sebagai berikut: Delikuen merupakan “bentuk penyelesaian” atau kompensasi
dari masalah psikologis dan konflik batin dalam menanggapi stimulasi
eksternal/sosial dan pola- pola hidup keluarga yang patologis. Kurang lebih dari 90%
jumlah anak-anak delinkuen berasal dari keluarga berantakan (broken home). Kondisi
keluarga yang tidak bahagia dan tidak beruntung, jelas membuahkan masalah
psikologis personal dan adjustmen (penyelesaian diri) yang terganggu pada diri anak-
anak sehingga mereka mencari kompensasi di luar lingkungan keluarga guna
memecahkan kesulitan batinnya dalam bentuk perilaku delinkuen. Ringkasnya,
delinkuen atau kejahatan anak-anak merupakan reaksi terhadap masalah psikis anak
remaja itu sendiri. Sebagian kita tidak melakukan kejahatan, sekalipun mempunyai
kecenderungan egoistis dan a-sosial, disebabkan adanya kontrol diri yang kuat dan
kepatuhan secara normal terhadap kontrol sosial yang efektif. Bahkan
 Konsep Islam terhadap Patologi Sosial
Patologi sosial merupakan salah satu masalah yang diperhatikan oleh Islam.
Berbagai macam persoalan telah dijelaskan dalam Alquran untuk memecahkan
masalah ini, misalnya memberikan hukuman bagi orang yang melakukan pencurian,
minum-minuman keras, membunuh, dan lain-lain sebagai ganjaran bagi yang
melakukan suatu masalah yang bertentangan dengan Islam.

Alquran menjelaskan tiap-tiap perbuatan yang berkenaan dengan masalah patologi


sosial dan memberikan ancaman serta peringatan bagi orang yang melakukan patologi
sosial. Di sisi lain, Islam adalah agama dakwah sehingga Allah menciptakan manusia

8
dengan tugas utamanya untuk selalu mengadakan hubungan (interaksi). Yaitu
hubungan dengan Allah sebagai sang pencipta dan hubungan dengan sesama mahluk
yang satu dengan lainnya. Mengenai masalah interaksi antara manusia dengan
manusia lainnya, berbagai macam persoalan yang timbul di dalamnya dapat
diselesaikan karena manusia sebagai mahluk sosial yang mana mereka saling
membutuhkan antara yang satu dengan yang lainnya. Saling nasihat menasihati
sebagaimana yang dijelaskan dalam Alquran dapat dilihat dari sudut unsur dakwah,
yaitu subjek, metode, dan media. Dari segi objek

Berbagai macam pendapat dari para ahli tentang masalah-masalah sosial, pada
intinya mengacu pada penyimpangan dari berbagai bentuk tingkah laku yang
dianggap sebagai sesuatu yang tidak normal dalam masyarakat. Dari berbagai
pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa patologi sosial adalah semua tingkah
laku yang bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas lokal, pola kesederhanaan,
moral, hak milik, solidaritas kekeluargaan, hidup rukun bertetangga, disiplin,
kebaikan, dan hukum formal.Sementara itu, masalah sosial ialah penyakit masyarakat
yang diartikan Sebagai semua tingkah laku yang melanggar norma-norma dalam
masyarakat dan dianggap mengganggu, merugikan, serta tidak dikehendaki oleh
masya- rakat. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa masalah sosial adalah:

a. Semua bentuk tingkah laku yang melanggar atau memerkosa adat-istiadat


Masyarakat (dan adat-istiadat tersebut diperlukan untuk menjamin
kesejahteraan hidup bersama);
b. situasi yang dianggap oleh sebagian besar dari warga masyarakat sebagai
mengganggu, tidak dikehendaki, berbahaya, dan merugikan orang banyak.

Apabila dicermati dari simpulan di atas, adat-istiadat dan kebudayaan itu mempunyai
nilai pengontrol dan nilai sanksional terhadap tingkah laku anggota masyarakatnya.
Oleh karena itu, tingkah laku yang dianggap tidak cocok, melanggar norma dan adat-
istiadat, atau tidak terintegrasi dengan tingkah laku umum dianggap sebagai masalah
sosial.

Pada Dasarnya permasalahan penyakit masyarakat di pengaruhi oleh beberapa


factor,berikut:

a. Factor Keluarga

9
Keluarga merupakan cermin utama bagi seorang anak. Faktor keluarga di sini
meliputi bagaimana orang tua dalam mendidik seorang anak, perhatian orang tua
terhadap anak, interaksi orang tua dengan anak, keadaan ekonomi keluarga, serta
kepedulian orang tua terhadap anak. Di sini, orang tua sangat berperan penting dalam
mendidik seorang anak untuk menjadikan anak tumbuh dengan baik dan tidak
terjerumus ke dalam penyakit-penyakit masyarakat. Oleh karena itu, sangat
dianjurkan kepada semua orang tua untuk mendidik anak-anaknya dengan baik dan
memberikan perhatian yang penuh terhadap anak.
b. Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan faktor kedua yang berpengaruh terhadap munculnya
penyakit-penyakit masyarakat. Misalnya, seseorang yang berada di lingkungan
yang tidak baik, seperti lingkungan pemabuk, pemain judi, dan senang berke- lahi,
cepat atau lambat akan mudah terjerumus ke dalam kumpulan orang-orang tidak
baik itu. Norma (aturan) yang tidak ditegakkan di dalam masyarakat juga ikut
menyumbang munculnya penyakit-penyakit sosial.
c. Faktor Pendidikan
Pendidikan merupakan modal utama yang sangat diperlukan bagi seseorang
untuk menjalankan hidupnya dengan baik, baik itu pendidikan formal (pendi-
dikan di sekolah) maupun nonformal (pendidikan dalam keluarga, lingkungan
masyarakat dan pergaulan). Dengan pendidikan, seseorang akan mengetahui mana
yang baik dan buruk, mengetahui mana yang harus dilakukan dan yang tidak
seharusnya dilakukan sehingga tidak akan terjerumus ke dalam permasalahan
penyakit-penyakit masyarakat.
Kenakalan remaja, seperti perkelahian, pencurian, dan lainnya yang ada di
daerah biasanya dilakukan oleh anak-anak yang kurang mendapat perhatian dari
orang tua, terpengaruh oleh lingkungan yang buruk dan kurangnya pen- didikan
yang mereka miliki. Anak-anak yang tidak melanjutkan sekolah (hanya lulus SD
atau SMP), tidak bekerja, dan ditinggal oleh orang tua juga rentan terjerumus ke
dalam penyakit-penyakit masyarakat. Sebagian orang berpendapat bahwa
pertimbangan dan nilai (value dan judgement mengenai baik dan buruk atau jahat)
itu sebenarnya bertentangan Dengan ilmu pengetahuan yang objektif. Pada
dasarnya, penilaian itu sifatnya

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
patologi sosial adalah ilmu tentang gejala-gejala sosial yang dianggap “sakit”
disebabkan oleh faktor-faktor sosial atau Ilmu tentang asal usul dan sifat-sifatnya,
penyakit yang berhubungan dengan hakikat adanya manusia dalam hidup
masyarakat.Semua tingkah laku yang sakit secara sosial merupakan penyimpangan
sosial yang sukar diorganisir, sulit diatur dan ditertibkan sebab para pelakunya
memakai cara pemecahan sendiri yang non konvensional, tidak umum, luar biasa atau
abnormal sifatnya. Biasanya mereka mengikuti kemauan dan cara sendiri demi
kepentingan pribadi. Karena itu deviasi tingkah laku tersebut dapat mengganggu dan
merugikan subjek pelaku sendiri dan atau masyarakat luas. Menurut teori cultural lag
ini, apabila aneka dari kebudayaan dalam masyarakat berkembang secara tidak
seimbang dan tidak sesuai dengan per- kembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(Iptek), maka kebudayaan akan mengalami proses kelambatan kultural (keterlambatan
budaya). Kondisi sosial ini sering kali menimbulkan masalah sosial atau disorganisasi
atau disintegrasi sosial.

DAFTAR PUSTAKA

11
Burlian,P.(2016).Patologi Sosial.Jakarta:PT Bumi Aksara. Tersedia dari
https://books.google.co.id/books?
id=0L5mEAAAQBAJ&pg=PA13&dq=Konsep+dasar+patologi+sosial&hl=id&newbks=1&newbks_r
edir=0&source=gb_mobile_search&ovdme=1&sa=X&ved=2ahUKEwikleCW9cyBAxUezzgGHYdB
BpoQ6AF6BAgMEAM#v=onepage&q=Konsep%20dasar%20patologi%20sosial&f=false

12

Anda mungkin juga menyukai