Oleh:
Nadhev Fadil Muhammad
D500200161
DOSEN PEMBIMBING:
Alimatun Nashira S.T. M.Eng.Sc
Surakarta, 2024
Mengetahui, Pengusul
Dosen Pembimbing
i
ABSTRAK
Salah satu pencemaran air akibat limbah tekstil yaitu industri batik yang
merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Industri tekstil batik
menghasilkan limbah cair yang berwarna pekat serta mengandung Chemical
Oxygen Demand (COD), Total Dissolved Solid (TDS), pH, temperatur,
turbiditas, salinitas, dan bahan kimia toksik yang tinggi dan berfluktuasi. Limbah
cair yang dihasilkan berwarna keruh dan pekat yang dapat menimbulkan dampak
negative terhadap mikroorganisme yang hidup di air serta merusak lingkungan
dan menganggu kesehatan manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh pH, variasi jenis resin, dan pengatuh pretreatment terhadap efektivitas
resin Anion Amberlite HPR 4800 Cl dan Kation Amberlite HPR 1100 Na untuk
menurunkan kadar TDS pada limbah cair batik dan air sungai bengawan solo,
khusus untuk air sungai bengawan solo juga dilakukan pengujian warna. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode korelasi yaitu dengan membandingkan
dat yang satu dengan data berikutnya untuk menemukan hasil yang paling
optimum untuk menurunkan kadar TDS. Penurunan TDS dilakukan tipe resin
(Kation Na+ form dan Kation H+ form). Sedangkan pada air sungai bengawan solo
tipe resin yang digunakan adalah (Kation Na + form, Kation H+ form, Anion OH-
form, dan kombinasi Kation Anion). Hasil penelitian variasi pH kurang efektif
untuk menurunkan kadar TDS dengan menggunakan resin kation Amberlite 1100
Na pada limbah batik. Kombinasi Resin Amberlite Kation HPR 4800 Cl dan
Resin Amberlite Anion HPR 1100 Na yang di pretreatment dengan larutan asam
dan basa konsentrasi 1,5 N yang paling efektif digunakan untuk menurukan kadar
TDS sebesar air sungai bengawan solo (penurunan sebesar 38%). Resin Amberlite
Kation HPR 4800 Cl yang di pretreatment dengan larutan asam konsentrasi 0,5 N
paling efektif untuk menurukan kadar TDS limbah batik (penurunan sebesar
37%). Semakin tinggi konsentrasi asam yang digunakan untuk pretreatment, maka
resin kation semakin efektif untuk menurukan kadar TDS, tetapi pada resin anion
semakin tinggi konsentrasi basanya malah kurang efktif untuk menurunkan kadar
TDS. Jenis resin yang paling optimal untuk menurunkan kadar TDS dan warna
pada air sungai bengawan solo pada kombinasi resin kation dan anion (K+An)
dengan hasil penurunan TDS sebesar 38,27% dan penurunan warna sebesar
92,9%.
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3. 1 Rangkaian alat yang digunakan dalam penelitian.............................18
Gambar 3. 2. Cara kerja dalam penelitian..............................................................19
Gambar 4. 1 Pengaruh konsentasi pretreatment amberlite terhadap kemampuan
menuruan kanTDS.................................................................................................27
Gambar 4. 2 Perbandingkan efektivitas resin Kation Na+ form, Kation H+ form,
Anion OH- form, dan kombinasi Kation dan Anion..............................................29
Gambar 4. 3 nilai warna (TCU) setelah dilewatkan resin......................................31
Gambar 4. 4 Penurunan warna menggunakan konsentrasi pre-treatment..............32
iv
DAFTAR TABEL
v
BAB I. PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman suku,
budaya, ras, dan adat istiadat. Budaya yang mencirikhaskan atau
menyimbolkan suatu negara membuat banyak juga suatu budaya seperti,
kerajinan, seni, dan musik itu menjadi keuntungan bagi ekonomi
masyarakat. Salah satu budaya warisan Indonesia yang terkenal di
mancanegara dan memiliki nilai jual tinggi adalah batik. Batik merupakan
hasil karya bangsa Indonesia yang memperpadukan antara seni dan
teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia. Batik memiliki variasi Teknik
untuk membatiknya sendiri. Saat ini terdapat batik yang dibuat secara tulis,
lukis, dan cap. Ketiga jenis batik tersebut merupakan buatan tangan
(handmade), sehingga proses pembuatannya relatif lama.
Salah satu pencemaran air akibat limbah tekstil yaitu industri batik yang
merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Limbah tekstil
merupakan pencemaran yang banyak terjadi di negara negara berkembang.
Jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara lainnya,
Indonesia merupakan negara dengan beban air limbah industri tekstil
terbesar. Beban air limbah organik yang dihasilkan di Indonesia adalah
sebesar 883 ton/hari, yang mana 29% dari beban ini berasal dari industri
tekstil (Lolo dan Pambudi, 2020). Industri tekstil biasanya menghasilkan
limbah cair yang berwarna pekat serta mengandung Biochemical Oxygen
Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), pH, temperatur,
turbiditas, salinitas, dan bahan kimia toksik yang tinggi dan berfluktuasi.
Limbah cair yang dihasilkan berwarna keruh dan pekat yang dapat
menimbulkan dampak negative terhadap mikroorganisme yang hidup di air
serta merusak lingkungan dan menganggu kesehatan manusia. Selain itu
juga limbah cair batik mempunyai karakteristik kimia yang meliputi:
konsentrasi BOD, COD, pH, dan beberapa logam berat yang terdiri atas:
Krom (Cr), Nikel (Ni), Mangan (Mn), dan Timbal (Cu) (Kiswanto dkk,
2019).
1
Dalam proses produksi pembuatan kain batik dibutuhkan banyak bahan
kimia dan air, bahan kimia yang digunakan adalah pewarna sintetis. Limbah
cair yang dihasilkan oleh industri batik memiliki karakteristik berwarna
keruh, berbusa, memiliki pH tinggi, terdapat minyak alkali, kandungan
organik yaitu BOD, COD, dan TSS senyawa yang dihasilkan oleh zat warna,
dan kandungan logam yang paling tinggi adalah Cr, Cu, dan Pb. Indikasi
adanya pencemaran terhadap limbah cair dapat dilihat berdasarkan
perubahan warna pada air. Pewarna sintetis yang digunakan dalam
pembuatan batik memiliki karakteristik sukar terurai dan memiliki
kandungan zat warna tinggi, sehingga limbah cair yang dihasikan bahaya
ketika langsung dibuang ke lingkungan (Yuniarti dan Widayatno, 2022).
Apabila dilihat dari karateristik limbah batik dan permasalahan limbah
batik yang dialami oleh pelaku industri batik seperti tersebut diatas maka
limbah batik dapat menimbulkan dampak kerusakan lingkungan dan
kesehatan manusia dalam jangka waktu yang panjang dan kian meluas.
Proses pengolahan yang termasuk pengolahan fisika antara lain: pengolahan
dengan menggunakan screening, sedimentasi, filtrasi, sentrifugasi, dan
flotasi. Proses pengolahan yang termasuk pengolahan kimia di antaranya:
penukar ion, koagulasi, netralisasi, dan elektrokimia. Sehingga diharapkan
limbah cair industri batik yang diolah melalui model percontohan IPAL batik
ini dapat memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan, sehingga aman
apabila dibuang ke lingkungan (Indrayani, 1997).
Air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan. Untuk
mendapatkan air yang baik sesuai dengan standar tertentu sekarang bukanlah
suatu yang mudah karena air sudah banyak tercemar oleh berbagai macam
limbah dari kegiatan manusia, baik itu limbah dari industri, limbah dari
kegiatan rumah tangga, maupun limbah dari kegiatan yang lainya.
Sedikitnya ada sembilan sungai yang melewati wilayah Surakarta sudah
dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Sebut saja Sungai Jenes, Sungai
Pepe, Sungai Wingko, Sungai Gajah Putih, Sungai Premulung, Sungai Boro,
Kali Anyar, Sungai Brojo dan bahkan Sungai Bengawan Solo yang
2
legendaris itupun tidak luput dari dampak buruk pencemaran saat ini.
Tingginya tingkat pencemaran membuat sungai ini keruh dan berbau. Hal ini
dikarenakan di kedua wilayah ini terdapat banyak industri rumah tangga.
Banyaknya pengusaha yang tidak melakukan pengolahan limbah merupakan
penyumbang terbesar dari pencemaran sungai yang terjadi. Bahkan dari 27
pengusaha batik yang tergabung dalam Forum Pengembangan Kampeong
Batik Laweyan hanya satu yang membuang limbahnya melalui Instalasi
Pengolahan Air Limbah ( IPAL) (Rumaisa dkk, 2019).
Pemantauan Dinas Lingkungan Hidup Kota Surakarta kualitas air pada
Bengawan Solo masih seringkali kurang layak untuk dimanfaatkan karena
adanya pencemaran terutama dari limbah domestik dan industri. Produksi air
limbah di Surakarta kurang lebih 44.473 m3 /hari yang sebagian besar
adalah dari limbah domestik yaitu sebesar 89% dan sisanya sebesar 11%
berasal dari limbah industri dan rumah sakit (Paramita, 2023). Karena
adanya pencemaran tersebut diperlukan pengolahan untuk menjadi air
minum, salah satu pengolahan dapat menggunakan penukaran ion.
Proses pertukaran ion terdiri dari reaksi kimia antara ion dalam fase cair
dengan ion dari fase padat. Padatan yang mempunyai ion untuk ditukarkan
dengan ion fase cairan sering dikenal dengan nama resin penukar ion. Ion
tertentu dari larutan lebih mudah diserap (terjadi reaksi kimia) oleh padatan
penukar ion dan sejumlah ekuivalen ion akan dilepaskan oleh padatan
kembali ke fase larutan. Resin ini dapat mengionisi dan dapat dimuati
dengan kation yang dipertukarkan. Pertukaran ion merupakan suatu reaksi
kimia yang terjadi antara ion bermuatan kation atau anion dalam fase cair
dengan ion dalam fase padat. Padatan ini mempunyai ion yang dapat
bertukar dengan ion fase cair ini adalah resin penukar ion. Ion dari larutan
lebih mudah diserap (atau terjadi reaksi kimia) pada padatan penukar ion
serta sejumlah ekuivalen ion akan dilepaskan kembali dari padatan ke fase
larut (Partuti, 2014).
Resin dapat memperbaiki kualitas limbah industri batik dan air sungai
bengawan solo khususnya Total Dissolved Solid (TDS) dan warna.
3
Penyebab utama terjadinya TDS adalah bahan anorganik berupa ion-ion
yang umum dijumpai di perairan (Pratamaa dkk, 2016). Tingkat kadar TDS
yang tinggi akan memberikan kualitas air yang kurang baik atau tingkat
pencemaran yang tinggi. Warna adalah salah satu tolak ukur pengukuran
kualitas air. Warna dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air. Air
sungai berwarna karena proses alami, baik yang berasal dari proses biologis
maupun non-biologis. Produk dari proses biologis dapat berupa humus,
gambut dan lain-lain, sedangkan produk dari proses non-biologis dapat
berupa senyawa-senyawa kimia yang mengandung unsur Fe, Ni, Co, Mn,
dan lain-lain. Selain itu, perubahan warna air sungai dapat pula disebabkan
oleh kegiatan manusia yang menghasilkan limbah berwarna.
Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian untuk menurunkan kadar
TDS dan warna menggunakan resin penukar ion perlu dilakukan. Resin
yang digunakan adalah resin jenis Amberlite HPR 4800 Cl dan Amberlite
HPR 1100 Na.
1. 2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat di susun
rumusan masalah sebagai berikut :
4
1. 3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menentukan pengaruh pengaruh variasi pH terhadap efektivitas resin
Amberlite HPR 1100 Na untuk menurunkan kadar TDS pada limbah
cair batik.
2. Pengaruh variasi jenis resin terhadap efektivitas resin Amberlite untuk
menurunkan kadar TDS pada air sungai bengawan solo.
3. Pengaruh variasi efek pretreatment terhadap efektivitas resin Amberlite
HPR 4800 Cl dan Amberlite HPR 1100 Na untuk menurunkan kadar
TDS dan warna pada air sungai bengawan solo.
1. 4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penilitian ini adalah :
1. Dapat mengetahui efektifitas resin Amberlite HPR 1100 Na untuk
menurunkan kadar TDS pada limbah industri batik.
2. Dapat mengetahui kondisi operasi khususnya mengenai resin Amberlite
HPR 4800 Cl dan Amberlite HPR 1100 Na untuk menurunkan kadar
TDS pada air sungai bengawan solo.
3. Mendapatkan metode pretreatment dengan variasi yang optimal
1. 5 Urgensi Penelitian
Pencemaran perairan karena limbah industri batik semakin meningkat dan
untuk industri kecil dan menengah ke atas tidak ada kontrol khusus namun
sebagai bentuk kepedulian akademika maka perlu dilakukan penelitian intuk
membantu usaha UMKM agar bisa membantu pengusaha kecil mengelola
limbahnya.
5
industri batik dan air sungai dengan menggunakan resin Anion Amberlite
HPR 4800 Cl dan resin kation Amberlite HPR 1100 Na.
6
pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, dinyatakan
bahwa :
7
Escherichia coli dan Total
Bakteri Coliform dalam air
minum 0 per 100 ml sampel
2. Parameter tambahan a. Persyaratan Kimia Air
minum yang akan
dikonsumsi tidak
mengandung bahan – bahan
kimia (organik, anorganik,
pestisida dan desinfektan)
melebihi ambang batas yang
telah ditetapkan, sebab akan
menimbulkan efek kesehatan
bagi tubuh konsumen.
b. Persyaratan Radioaktivitas
Kadar maksimum cemaran
radioaktivitas dalam air
minum tidak boleh melebihi
batas maksimum yang
diperbolehkan.
2. 3 Limbah Batik
Batik adalah sejenis kain tertentu yang dibuat khusus dengan motif-
motif yang khas yang langsung dikenali masyarakat umum. Batik
merupakan hasil karya asli bangsa Indonesia, batik telah resmi dikukuhkan
UNESCO yaitu badan dunia PBB dalam bidang kebudayaan dan pendidikan
sebagai salah satu warisan dunia. Namun, pada proses pembuatan batik
memiliki masalah yang besar pada pencemaran lingkungan. Pencemaran
terutama bersumber dari limbah cair yang berupa zat warna yang dihasilkan
sisa bahan pewarna, proses pencucian dan pembilasan kain batik. Pada
umumnya limbah industri batik terdiri dari dari sisa mori, ceceran lilin, sisa
air pewarnaan, sisa lilin dan air pelorodan (Apriyani, 2018).
Diperkirakan penggunaan air dalam proses pembuatan batik rata-rata
kurang lebih 25 – 50 m2 permeter kain batik. Data kementerian
perindustrian pada tahun 2017 memperlihatkan bahwa produksi batik di
Indonesia rata-rata 500 juta meter pertahun, berarti 25 juta m 3 air pertahun.
Persediaan air untuk industri batik pertahun, setara dengan penyediaan
kebutuhan air bersih untuk 2,500 rumah tangga. Hampir 85 persen dari
8
limbah cair batik memiliki volume yang besar, warna yang pekat, dan
berbau menyengat. Selain itu, limbah cair batik memiliki karateristik suhu,
keasamam (pH), BOD, COD, TSS, serta kandungan logam yang tinggi
(Indrayani, 2018).
9
Karakteristik kimia meliputi pH, Chemical Oxygen Demand
(COD), dan Dissolved Oxygen (DO). COD merupakan banyaknya
oksigen yang diperlukan untuk menguraikan bahan organik secara
kimiawi. Nilai COD yang semakin tinggi menunjukkan bahwa
semakin buruk kualitas air tersebut. DO merupakan ukuran banyaknya
kandungan oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen terlarut ini
merupakan hal yang paling penting untuk kelangsungan hidup biota
air. Kematian biota air karena menurunnya kandungan oksigen dalam
air dapat merupakan salah satu indikator tercemarnya air (Apriyani,
2018).
Biochemical Oxygen Demand atau BOD adalah suatu
karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang
diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai
atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik (Atima,
2015).
Chemical Oxygen Demand atau COD adalah jumlah oksigen
yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang
terkandung dalam air. Hal ini karena bahan organik yang ada sengaja
diurai secara kimia dengan menggunakan oksidator kuat kalium
bikromat pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat,
sehingga segala macam bahan organik, baik yang mudah urai maupun
yang kompleks dan sulit urai, akan teroksidasi (Atima, 2015).
Total Dissolved Solid atau TDS didefinisikan sebagai
jumlah zat padat baik berupa ion-ion organik, senyawa, maupun
koloid yang terlarut dalam air. TDS merupakan parameter dari jumlah
material yang dilarutkan dalam air. Penyebab utama terjadinya TDS
adalah bahan anorganik berupa ion-ion yang umum dijumpai di
perairan. Tingkat kadar TDS yang tinggi akan memberikan kualitas air
yang kurang baik atau tingkat pencemaran yang tinggi (Pratamaa dkk,
2016).
10
Total Suspended Solid atau TSS merupakan tempat
berlangsungnya reaksi-reaksi heterogen, yang berfungsi sebagai bahan
pembentuk endapan yang paling awal dan dapat menghalangi
kemampuan produksi zat organik di suatu perairan. TSS yang tinggi
pun dapat menimbulkan dampak lain seperti nilai konsentrasi padatan
tersuspensi total yang tinggi dapat menurunkan aktivitas fotosintesa
tumbuhan laut baik yang mikro maupun makro sehingga oksigen yang
dilepaskan tumbuhan menjadi berkurang dan mengakibatkan
organisme perairan menjadi mati. Sehingga apabila konsentrasi TSS
yang ada pada perairan terus bertambah dan mengalir ke perairan
lepas dalam jangka waktu yang lama dapat menurunkan kualitas
perairan TDS adalah pengukuran yang awal untuk mengindentikasi
kualitas air, namun TDS tidak termasuk dalam standar pengukuran.
TDS diukur sebagai volume air dengan satuan miligram per liter
(mg/L), atau dikenal sebagai bagian per juta atau part per million
(ppm) (Jiyah, 2016)..
3. Karakteristik Biologis
Hampir semua air limbah mengandung mikroorganisme dalam
berbagai jenis dengan konsentrasi 105 sampai 108 organisme/mL.
Bakteri juga berperan penting untuk mengevaluasi kualitas air.
Karakteristik biologi limbah cair adalah konsentrasi mikroorganisme
(Apriyani, 2018).
11
koagulasi adalah karakteristik limbah berupa pH, suhu, tingkat
kekeruhan, jenis dan dosis koagulan, serta kecepatan dan lama
pengadukan (Radityaningrum dan Caroline, 2017).
2. Flokulasi
Flokulasi merupakan proses kelanjutan dari proses koagulasi,
dimana mikroflok hasil koagulasi mulai menggumpalkan partikel-
partikel koloid menjadi flokflok yang lebih besar yang dapat
diendapkan dan proses ini dibantu dengan pengadukan lambat
(Setyawati dkk, 2019).
3. Ion Exchange (pertukaran ion)
Proses pertukaran ion terdiri dari reaksi kimia antara ion
(kation/anion) dalam fase cair dengan ion dari fase padat. Padatan
yang mempunyai ion untuk ditukarkan dengan ion fase cairan sering
dikenal dengan nama resin penukar ion. Ion tertentu dari larutan lebih
mudah diserap (terjadi reaksi kimia) oleh padatan penukar ion dan
sejumlah ekuivalen ion akan dilepaskan oleh padatan kembali ke fase
larutan. Resin penukar kation merupakan bahan polimer yang
mempunyai gugus reaktif seperti sulfonat, fenolat, dan karboksilat.
Resin ini dapat mengionisi dan dapat dimuati dengan kation yang
dipertukarkan. Sedangkan resin penukar anion merupakan bahan
polimer yang dapat mengionisasi dari kelompok amonium kuartener
dan amina. Resin ini dapat dimuati dengan anion yang dapat
dipertukarkan (Sani dkk, 2019).
4. Netralisasi
Proses netralisasi digunakan untuk menetralkan limbah yang
bersifat terlalu asam atau basa. Bahan kimia yang sering digunakan
sebagai penetral yaitu natrium hidroksida, natrium karbonat, asam
sulfat, asam klorida dan karbon dioksida. Bahat tersebut dipilih
dengan mempertimbangkan harga, keamana dalam penyimpanan dan
12
keefektifannya untuk menetralkan pH. Kenaikan pH menyebabkan
terjadinya presipitasi logam. Kelarutan logam sangat dipengaruhi oleh
pH larutan. Kenaikan pH akan menurunkan kelarutan logam, kecuali
logam Ag (Said, 2010).
5. Adsorpsi
Proses adsorpsi dilakukan untuk menyerap adsorbat atau
kation - kation yang terlarut dalam air limbah. Proses adsorpsi terjadi
karena adanya luas permukaan, semakin luas permukaan adsorben
yang disediakan maka semakin banyak molekul atau ion yang dapat
diserap (Akbari dkk, 2022)
6. Proses Anaerob
Proseas anaerobik adalah proses pengolahan limbah secara
biologi yang memanfaatkan mikroorganisme untuk mendegradasi
bahan organik dalam air limbah dengan kondisi sedikit atau tidak
terdapat oksigen (Nur O dkk, 2015).
2. 6 Resin
Resin penukar ion adalah suatu matriks yang tidak dapat larut
berbentuk butiran dengan diameter sekitar 1-2 mm. Proses pembuatan resin
pada umumnya dari suatu substratpolimer organik. Kebanyakan resin
penukar ion dengan bahan dasar polisytrene dengan ikatan crosslinker pada
umumnya dicapai dengan penambahan suatu proporsi kecil divinyl benzene
kedalam suatu styrene. Secara umum resin penukar ion didefinisikan
sebagai senyawa hidrokarbon terpolimerisasi sampai tingkat yang tinggi.
Gugus fungsional pada resin penukar ion terbagi menjadi dua antara lain:
resin penukar kation dan resin penukar anion. Resin penukar kation
mengandung kation dapat melakukan pertukaran ion, sedangkan pada resin
penukar anion mengandung anion yang dapat melakukan pertukaran ion
(Wahid dkk., 2022).
Pertukaran ion adalah sebuah proses fisika-kimia. Pada proses
tersebut senyawa yang tidak larut, dalam hal ini resin, menerima ion positif
13
atau negatif tertentu dari larutan dan melepaskan ion-ion lain ke dalam
larutan tersebut dalam jumlah ekivalen yang sama (Wahid dkk, 2022).
1. Resin Amberlite HPR 4800 Cl
Resin Penukar Ion Amberlit HPR 4800 Cl adalah resin berkualitas
tinggi untuk digunakan dalam demineralisasi industri aplikasi ketika kinerja
tinggi dan hemat biaya diperlukan operasi. Sifat kimia dan ukuran partikel
resin telah dioptimalkan untuk membantu hasil yang sangat baik kapasitas
operasi dan karakteristik bilas, sekaligus mengurangi regeneran kimia dan
penggunaan air bilas. Amberlite HPR 4800 Cl kompatibel dengan semua
teknologi sistem; itu memiliki fleksibilitas untuk digunakan pada lapisan
anion tunggal timbal dan pemoles lapisan campuran. Dalam campuran
aplikasi tempat tidur, ukuran partikel dirancang untuk meningkatkan
keterpisahan, dan cahaya Warna resin anion ini memungkinkan perbedaan
visual yang mudah dari resin kation berwarna gelap setelah pemisahan
backwash. Resin Amberlite HPR 4800 Cl memiliki karakteristik yang dapat
dilihat pada tabel 2.3.
Physical Properties
- Copolymer Styrene-divinylbenzene
- Matrix Gel
- Type Strong base anion, Type 1
- Functional Group Trimethylammonium
- Physical Form Amber, translucent,
Spherical beads
14
Stability ≥ 95%
- Whole Uncracked Beads Cl- OH- : 20%
- Swelling
Density
- Particle Density 1,08 g/mL
- Shipping Weight 670 g/L
Temperature Range
- OH- form+ 5-60˚C (41-140˚F)
- Cl- form 5-100˚C (41-212˚F)
pH Range
- Service Cycle 1-14
- Stable 0-14
Physical Properties
Copolymer Styrene-divinylbenzene
Matrix Gel
Type Strong acid cation
Functional Group Sulfonic acid
Physical Form Amber, translucent,
spherical beads
15
Chemical Properties
Ionic Form as Shipped Na+
Total Exchange Capacity ≥2.0 eq/L (Na+ form)
Water Retention Capacity 42.0 – 48.0% (Na+ form)
Particle Size
Particle Diameter 585± 50 µm
Uniformity Coefficient ≤1.10
<300 µm ≤0.5%
>850 µm ≤ 5.0 %
Stability
Whole Uncracked Beads ≥95%
Swelling Ca2+ Na+ : 5%
Na+ H+ : 8%
Density
Partcle Density 1.29 g/mL
Shipping Weight 850 g/L
Temperature Range (Na+ 5-150℃ ( 41-302 ℉ )
form)
pH Range
Service Cycle 1-14
Stable 0-14
16
BAB 3. METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini digunakan metode korelatif. Penelitian ini bertujuan
menetukan pengaruh variasi resin dan kondisin pretreatment terhadap kemempuan
resin resin dalam menurunkan kadar TDS dan warma.
3. 1 Bahan
Berikut ini merupakan bahan yang digunakan dalam penelitian :
1. Aquades
2. HCl
3. Limbah Air Sungai
4. Limbah Cair Batik
5. NaOH
6. Resin Amberlite HPR 1100 Na
7. Resin Amberlite HPR 4800 Cl
3. 2 Alat
3.2.1. Alat
Berikut ini merupakan alat yang digunakan pada penelitian :
1. Cawan Porselin
2. EC & TDS Meter
3. Gelas Beker
4. Kaca Arloji
5. Kapas
6. Kertas Saring
7. Klem dan Statif
8. Kolom Kromatografi
9. Labu Ukur
10. Neraca Analitik
11. Oven
12. Pompa Vakum
17
3.2.2. Gambar Alat
Rangkaian alat yang digunakan dalam penelitian dapat terlihat
pada gambar 3.1.
Keterangan gambar :
1 = influent / limbah air terproduksi
2 = resin penukar kation
3 = glass wool / kapas
4 = Penampung efluent
18
3. 3 Cara Kerja
Cara kerja dalam penelitian efektivitas resin penukar anion amberlite
HPR 4800 Cl dan kation amberlite HPR 1800 Na untuk menurunkan kadar
TDS dan dan warna pada limbah batik dan air sungai bengawan solo dapat
terlihat dalam gambar 3.2, serta variabel penelitian yang digunakan :
1. pH : 4, 7, 10
2. Larutan pretreatment : Aqua DM, HCl 1N, dan NaOH 1 N
3. Konsentrasi larutan treatment : 0,5 N, 1 N, dan 1,5 N
19
Gambar 3. 2. Cara kerja dalam penelitian
EC
COD
Sampel (mS/
(ppm)
cm)
Limbah Batik pH 12 1070 220
Limbah pH 10 1299 212
Limbah pH 7 1539 155,2
Limbah pH 4 1600 149,6
20
H+ sehingga penurunan pada pH 10 serta nilai EC mengalami kenaikan
sebesar 1299. Pada saat limbah batik diasamkan lagi hingga pH 7 kenaikan
semakin besar yaitu 1539. Pada limbah batik dengan pH 4 kenaikan nilai EC
sangat besar yaitu 1600. Kenaikan pada nilai EC disebabkan EC dan TDS
meter mengukur konduktivitas pada cairan. Pada saat mengasamkan limbah
batik dengan cara penambahan HCl yang memiliki konduktivitas yang
besar, sehingga pada saat pengukuran nilai EC menggunakan EC dan TDS
meter nilai EC semakin besar karena adanya campuran konduktivitas dari
HCl. Menurut Hastuti dkk. (2022), penambahan HCl pada proses eksfoliasi
kimia menyebabkan penurunan konduktivitas pada frekuensi rendah. HCl
meningkatkan jumlah kerusakan susunan karbon sp2, sehingga jumlah cacat
(defect) yang semakin banyak menyebabkan penurunan konduktivitas
sampel. Selain itu, jarak antar bidang yang besar mempengaruhi proses
difusi electron sehingga konduktivitas menunjukkan nilai paling tinggi
EC
COD
Sampel (mS/
(ppm)
cm)
Limbah Murni 1070 220
K Na+ 1004 213,6
K H+ 0,5 N 670 -
K H+ 1 N 782 164
21
Setelah limbah batik dilewatkan ke resin nilai EC mengalami penurunan,
dengan penurunan paling besar terjadi pada resin KH+ 0,5 N yaitu sebesar
670. Sementara resin yang menggunakan Na+ hanya menurunkan EC
sedikit hal ini terjadi sejalan hasil uji COD, dimana pada resin H+ sudah
berhasil menurunkan kadar polutan pada limbah batik, namun pada KH+ 1N
mengalami kenaikan karena pada resin KH+ 1N mengandung banyak H+,
meskipun polutan yang ditukar banyak akan tetapi KH+ 1 N memiliki nilai
kondukvitas yang tinggi sehingga mengalami kenaikan. Namun secara
langsung resin dengan konsentrasi KH+ 0,5 N dan KH+ 1 N efektif untuk
menurunkan kadar EC pada limbah batik. Semakin banyak ion, maka
semakin banyak pula padatan terlarut dalam air. Kandungan ion
menunjukkan tingginya kadar organik dan anorganik dalam air. Hal ini
mengindikasikan bahwa semakin tinggi nilai konduktivitas air, semakin
tinggi pula tingkat pencemarannya. Penggunaan zat warna dengan kaustik
soda dangan garam diazonium yang merupakan senyawa garam
menghasilkan air limbahdengan kadar garam terlarut terionisasi yang tinggi
(Indarsih, 2016).
22
terproduksi dan dengan proses ini dapat menghasilkan keluaran air yang
memenuhi baku mutu air buangan. Sedangkan penilitian ini hanya
menurunkan kadar TDS sebesar 6%-37%.
Total Dissolve Solid(TDS) adalah jumlah zat padat baik berupa ion-ion
organik, senyawa, maupun koloid yang terlarut dalam air. Perubahan
konsentrasi TDS dapat menyebabkan perubahan salinitas, komposisi ion-ion
dalam perairan, dan toksisitas yang muncul dari masing-masing ion. TDS
adalah ukuran zat terlarut (zat organik/anorganik) dengan diameter < 10 -3
μm yang terdapat pada sebuah larutan yang terlarut dalam air (Sholiha,
2022). Electrical Conductivity (EC) merupakan kekuatan dari sifat air
tersebut untuk menghantarkan listrik, maupun gelombang suara dan
gelombang panas. EC memiliki satuan siemens per meter (S/m) pada satuan
standard international. Rata-rata konduktivitas air minum dalam kemasan
layak minum memiliki besaran sebesar 0,005 S/m s/d 0,5 S/m. Dalam hal ini
EC berhubungan erat dengan nilai dari TDS meter diatas. Sebagai contoh air
dengan tanpa mineral tentu nilai konduktivitasnya malah “0”, artinya aliran
listrik tidak dapat di hantarkan dengan baik di dalam air minum dalam
kemasan. Pengukuran EC bertujuan untuk mengetahui seberapa besar air
dapat menghantarkan listrik (Calvinus, 2019). Walaupun TDS dan EC bukan
23
paramaeter formal untuk pengukuran kualitas air sungai, namun nilai TDS
dan EC meter dapat mengindentifikasikan bahwa air sungai tersebut masih
segar atau sudah mengalami kontaminasi.
EC
TDS
No Sampel Limbah (mS/cm
(ppm)
)
1 Air sungai murni 252 530
2 KNa+ 196 376
3 AnOH- 1,5N 423 840
4 KH+ 0,5N 148 292
5 KH+ 1N 217 464
6 KH+ 1,5N 320 592
7 K+An 1N 101 198
8 K+An 1,5N 89 168
Resin
mengalami penurunan ketika dilewatkan resin mengalami penurunan yaitu
pada resin KNa+, KH+ 0,5, KH+ 1,5N, K+An 1N, dan K+An 1,5N dan
24
mengalami kenaikan yaitu pada resin AnOH- 1,5N, dan KH + 1,5N. Secara
teori setelah dilewatkan resin dan dilakukan pretreatment resin seharusnya
mengalami penurunan. Kenaikan terjadi karena alat TDS dan EC meter
menganggap bahwa semua larutan memiliki konduktivitas ion larutan yang
sama. Padahal ion H+ dan ion OH- memiliki konduktivitas lebih tinggi
daripada ion ion lain. EC dan TDS meter yaitu ketika polutan ditukar ion H +
dan ion OH- maka angka kondukvitasnya bertambah, sehingga hal ini yang
menyebabkan kenaikan pada nilai TDSnya (Rachmanto dan Saputro, 2019).
Alat EC dan TDS meter lebih cocok digunakan untuk pengukuran air segar
dan kurang cocok digunakan penukuran badan air yang sudah tercemar
begitu parah. Data hasil diatas didapatkan pengukuran yang tidak akurat
karena pengaruh alat TDS dan EC meter yang tidak dapat menghasilkan
hasil yang optimal untuk mengukur alat sungai bengawan solo.
Karena alat TDS dan EC meter yang kurang akurat, pengukuran TDS
dilakukan menggunakan metode Gravimetri. prinsip pengukurannya dengan
menguapkan sampel uji padatan yang telah disaring pada suhu 180°C.
Langkah pertama yaitu dengan menimbang cawan kosong. Kemudian
diuapkan air sungai didalam oven dengan suhu 180°C selama 1 jam.
Penguapan bertujuan untuk menghilangkan kadar air pada cawan sehingga
diperoleh berat cawan yang berisi padatan terlarut. Kemudian cawan
dimasukkan ke dalam desikator untuk proses pendinginan sebelum
ditimbang kembali agar mendapatkan berat cawan yang akurat dan konstan
dengan 3 kali pengulangan. Dengan metode gravimetri didapatkan nilai
TDS pada Bengawan Solo yaitu 2352 mg/L. Setelah dilewatkan resin dan
dilakukan pre-treatment resin didapatkan penurunan yang hasilnya dapat
dilihat pada tabel 4.4.
25
Berat Berat
Tabel TDS 4. 4
Cawan Cawan
No Sampel Selisih gravimetri
Kosong terlarut
(ppm)
(gram) (gram)
Air sungai
1 30,4770 30,5358 0,0588 2352
murni
2 KNa+ 30,1820 30,2300 0,0480 1920
3 K H+ 0,5N 34,3500 34,3910 0,0410 1640
4 K H+ 1N 35,3417 35,3817 0,04 1600
5 K H+ 1,5N 28,5300 28,5688 0,0388 1552
Pengukuran TDS menggunakan Konsentrasi resin terhadap airsungai bengawan
solo
26
H+ 0,5N didapatkaan hasil sebesar 1640 mg/L, hasil tersebut menunjukan
penurunan sebesar 30,27% . Pada resin yang di treatment menggunakan
konsentrasi H+ 1N didapatkan TDS 1600 mg/L, hasil tersebut mengalami
penurunan sebesar 31,97%. Dapat dilihat dari gambar 4.1 semakin tinggi
konsentrasi asam yang digunakan untuk pretreatment maka kemampuan
untuk menurunan TDS semakin besar. Pada resin yang ditreatment
menggunakan konsentrasi H+ 1,5 N didapatkan TDS 1552 mg/L, hasil
tersebut mengalami penurunan sebesar 24,01%. Hasil tersebut mengalami
penurunan yang paling banyak sehingga resin H+ 1,5 lebih optimal untuk
menuurunkan kadar TDS air sungai bengawan solo. Penurunan kadar TDS
menggunakan pretreatment menggunakan asam tidak terlalu signifikan
penurunan grafiknya, kemungkinan grafik akan semakain melandai jika
konsentrasi asam semakin besar yang artinya resin sudah berubah 100% H+.
Pengaruh konsentasi pretreatment amberlite terhadap kemampuan
menurunkankan TDS dapat juga dilihat pada gambar 4.1.
2200
1900
ppm
1600
1300
1000
0 0.5 1 1.5 2
Konsentrasi resin pre-treatment
27
menggunakan resin penukar kation resin kation tulsion T42 dan resin anion
Tulsion A23 untuk menurunkan konsentrasi TDS dalam limbah air
terproduksi dengan sistem kolom, sehingga air keluaran dari proses
pertukaran kation aman dibuang ke lingkungan sesuai dengan baku mutu
yang telah ditetapkan. Konduktivitas awal air setelah melewati resin adalah
3,8 mikro siemens. Lalu dilakukan proses sirkulasi. Pada saat proses
sirkulasi terjadi kenaikan nilai konduktivitas hingga 14,2 mikro siemens lalu
nilai konduktivitas turun menjadi nol. Adanya nilai kenaikan tersebut
dikarenakan terhambatnya proses pertukaran ion pada resin akibatnya
adanya garam. Garam ini terbentuk dari kation dan anion dari air baku yang
tidak terproses pertukaran ion pada kolom resin. Proses Penelitian
penurunan konsentrasi TDS dan konduktivitas pada air pendingin primer
reaktor dengan menggunakan resin penukar ion juga telah dilakukan oleh
Lestari (2005). Penggantian resin penukar ion setelah mengalami kejenuhan
akan sangat mempengaruhi kualitas air pendingin primer menjadi lebih
baik, dimana konduktivitas air menjadi lebih kecil, pH air mendekati air
murni serta konsentrasi TDS menjadi lebih rendah dari batas maksimal yang
ditentukan. Penelitian ini di dapatkan konduktivitas air pendingin pada
sistem pemurnian air kolam bahan bakar bekas (FAK 01) berada pada
rentang harga 0,8 – 2,9 S/cm, lebih rendah dari harga batas ambang baku
mutu yang ditentukan yaitu 8 S/cm.dan TDS berada pada rentang harga 0,3
– 1,4 mg/l sedangkan pH air pendingin primer berada pada rentang harga
5,2– 6,9. Penilitian yang lain sama untuk pengujian kadar TDS. Namun,
Peredaan penelitian yang lain dilakukan pengukuran kadar TDS pada air
pendingin industri bukan pengukuran TDS pada air sungai bengawan solo.
Pada limbah industri cendrung lebih bersih dan jernih karna telah dilakukan
pengolahan limbah, namun pada sungai bengawan solo cendrung kotor dan
lebih keruh. Kandungan yang terbawa oleh sungai bengawan solo dapat
mempengaruhi kinerja resin, sehingga hal ini yang menyebabkan
pengukuran TDS lebih kecil penurunannya dibanding dengan air limbah
industri.
28
Jenis resin yang berbeda memiliki kemampuan yang berbeda untuk
menurunkan kadar TDS. Pada penilitian ini dibandingkan efektivitas resin
Kation Na+ form, Kation H+ form, Anion OH- form, dan kombinasi Kation
dan Anion. Hasil percobaan mengenai perbandingkan efektivitas resin
Kation Na+ form, Kation H+ form, Anion OH- form, dan kombinasi Kation
dan Anion dapat dilihat pada gambar 4.2.
100.00
Persentase Penurunan
75.00
50.00
38.27 %
34.01 % 32.14 %
25.00 18.37 %
0.00
KNa+ KH+ AnOH- K+An
Resin Pre-treatment
Dapat dilihat bahwa bentuk Na form yang paling tidak efektif namun
dapat menghilangkan kadar TDS yaitu sebesar 18,37%. Saat resin berbentuk
H+ mampu menghilangkan lebih tinggi yaitu sebesar 34,01% . Sementara
pada resin berbentuk anion OH- maka mampu menghilangkan TDS 32,14%.
Pada penelitian ini juga dilakukan kombinasi resin kation dan Anion dimana
air sungai dilewatkan resin Kation terlebih dahulu kemudian dilewatkan ke
resin anion. Pada mode operasi ini kadar TDS yang dapat dihilangkan
sebesar 38,27%, artinya mode ini merupakan mode yang paling baik
29
digunakan dibandingkan menggunakan satu jenis resin. Variasi
perbandingan resin kation dan anion terhadap penurunan konsentrasi TDS
dan konduktivitas telah diteliti oleh Partuti. (2014), dimana untuk
perbandingan resin kation dan anion 4:6 menghasilkan konduktivitas air
produk yang rendah. Dengan demikian kombinasi resin kation dan anion
cendrung lebih baik untuk menurunkan kadar TDS.
Resin anion dan kation bekerja dengan cara menukar polutan yang
bermuatan dan menukar dengan ion H+ ini menunjukkan bahwa resin tidak
dapat menghilangkan polutan yang tidak bermuatan. Selain itu resin yang
digunakan dalam penelitian ini adalah resin asam kuat dan basa kuat yang
berarti tidak bisa menghilangkan polutan yang terlalu besar atau yang
bermuatan terlalu lemah. Ion H+ dari larutan HCl berperan untuk
mensubstitusi kation-kation dari larutan air terproduksi yang terikat pada
situs-situs aktif resin dan mengembalikannya ke bentuk semula (H+)
(Rachmanto dan Saputro, 2019).
TDS umum digunakan sebagai uji awal untuk screening kualitas air,
namun bukan merupakan parameter yang dijadikan standar. Salah satu
parameter parameter fisika yang digunakan untuk menentukan parameter
yang dijadikan untuk air bersih dan air minum adalah minum True Colour
Units (TCU). TCU diukur menggunakan alat bernama tintometer.
Tintometer adalah alat ukur yang digunakan dalam analisis kolorimetri
untuk menentukan jumlah zat dari warna yang dihasilkan dengan reagen
tertentu. Air bersih memiliki nilai 50 TCU sedangkan air minum memiliki
30
nilai 15 TCU. Baku mutu air bersih adalah 25 NTU sedangkan air minum 5
NTU (Barang dan Saptomo, 2019). Sebelum dilakukan pengujian warna,
menggunakan Tintometer air sungai bengawan solo disaring terlebih dahulu,
kemudian di dibandingkan dengan larutan lain untuk melihat nilai
perbandingan hasil warna tersebut. Hasil pengukuran setelah melewati resin
terjadi perubahan warna yang tersaji pada gambar 4.3.
100
84 Air murni sungai bengawan solo 84
80
60
TCU
40 31
26
20
20
Setelah dilewatkan resin
0
0 0.5 1 1.5
Kosentrasi Pretretment Resin Kation (N)
31
Jenis resin yang berbeda memiliki kemampuan yang berbeda untuk
menurunkan kadar warna pada air sungai bengawan solo. Pada penilitian ini
dibandingkan efektivitas resin Kation Na+ form, Kation H+ form, Anion OH-
form, dan kombinasi Kation dan Anion. Hasil percobaan mengenai
perbandingkan efektivitas resin Kation Na+ form, Kation H+ form, Anion
OH- form, dan kombinasi Kation dan Anion dapat dilihat pada gambar 4.4.
120.0
100.0 92.9%
86.9%
80.0 76.2%
60.0
40.0
20.0
0.0
KNa+ KH+ AnOH- K+An
-20.0
-40.0
-41.7%
-60.0
32
berisi zat yang tidak dapat larut (material padat) sehingga zat tersebut dapat
mengambil ion bermuatan positif atau negatif dari larutan elektrolit dan
melepaskan ion bermuatan sejenis ke dalam larutan sehingga dapat
mempengaruhi perubahan warna (Samik dkk, 2017). Hal ini terbukti bahwa
resin dengan jenis AnOH- dan resin KH+ dapat merubah warna sesuai
dengan standar baku mutu kualitas air. Penelitian yang telah dilakukan oleh
Pinalia dan Rosyidi (2012). Menemukan larutan sodium klorat dari pengotor
kromat dengan metode ion exchange bahwa perbedaan warna yang sangat
signifikan antara larutan kromat sebelum dilewatkan resin ion exchange.
Larutan kromat sebelum dilewatkan kolom ion exchange berwarna kuning,
sementara larutan yang keluar dari kolom ion exchange berwarna bening,
hal ini mengindikasikan larutan tersebut tidak lagi mengandung senyawa
kromat, atau kandungannya sangat kecil yaitu <10 ppm.
33
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan makan dapat ditarik kesimpulan :
34
DAFTAR PUSTAKA
Akbari, T., Alfandiana, I. and Fitriyah (2022) ‘Pengolahan Limbah Cair Batik
Banten secara Koagulasi Menggunakan Tawas dan Adsorpsi dengan
Memanfaatkan Zeolit Alam Bayah’, Serambi Engineering, VII(1), pp.
2499–2509.
Indrayani, L. (1997) ‘Pengolahan Limbah Cair Industri Batik Sebagai Salah Satu
35
Percontohan Ipal Batik Di’, 12(2), pp. 173–184.
Indrayani, L. (2018) ‘Pengolahan Limbah Cair Industri Batik Sebagai Salah Satu
Percontohan Ipal Batik Di Yogyakarta’, ECOTROPHIC : Jurnal Ilmu
Lingkungan (Journal of Environmental Science), 12(2), p. 173. doi:
10.24843/ejes.2018.v12.i02.p07.
Lestari, E. (2005) ‘Pemantauan Kualitas Air…(Diyah EL, dkk)’, (Fak 01), pp. 2–
6.
36
Partuti, T. (2014) ‘Efektifitas Resin Penukar Kation untuk Menurunkan Kadar
Total Dissolved Solid ( TDS ) dalam Limbah Air Terproduksi Industri
Migas’, Jurnal Integrasi Proses, 5(1), pp. 1–7.
37
Samik, S., Setiarso, P. and Sanjaya, I. G. M. (2017) ‘Pemanfaatan Air Buangan
Ac (Air Conditioner) Sebagai Pengganti Akuades’, Indonesian
Chemistry and Application Journal, 1(1), p. 29. doi:
10.26740/icaj.v1n1.p29-36.
Sani, S. et al. (2019) ‘Penurunan Bod Dan Cod Pada Limbah Cair Industri
Rumput Laut Dengan Metode Ion Exchange’, Jurnal Teknik Kimia,
13(2), pp. 67–71. doi: 10.33005/tekkim.v13i2.1413.
38
39
LAMPIRAN
40
41