Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

ANALISIS BERBAGAI PERSPEKTIF MENGENAI PRINSIP KEMANUSIAAN


TERHADAP PERLINDUNGAN KEPADA TAWANAN DALAM PERANG

Rafi Nurzaki Fauzan

E0022386

Perbandingan Teoritis

1.1 Jurnal “Perlindungan Hukum terhadap Tawanan Perang berdasarkan Konvensi


Jenewa III Tahun 1949 dan Declration of Human Rigths”, karya Lona Puspita, S.H.,
M.H.

Jurnal pertama yang saya gunakan sebagai sumber untuk penulisan makalah literature
review saya mengenai topik perlindungan tawanan perang adalah jurnal dari seorang dosen
Fakultas Hukum Universitas Tamansiswa Padang, yang berjudul “Perlindungan Hukum
terhadap Tawanan Perang berdasarkan Konvensi Jenewa III Tahun 1949 dan Declration of
Human Rigths”, karya Lona Puspita, S.H., M.H.. Jurnal ini menganalisis prinsip – prinsip
kemanusiaan yang ada di dalam HHI (Hukum Humaniter Internasional) terhadap penahanan
tawanan kombatan dalam perang melalui penjabaran nilai kemanusiaan dalam aturan – aturan
hukum humaniter yang tertuang pada Konvensi Jenewa III di Tahun 1949 dan Declaration of
Human Rights.

Inti dari isi Konvensi Jenewa III dijelaskan dalam jurnal tersebut sebagai salah satu
Hukum Humaniter Internasional yang mengatur tentang bagaimana para tawanan perang
seharusnya diperlakukan oleh negara yang menahannya. Dalam hal ini, perlakuan yang
dimaksud adalah dengan tidak melakukan tindakan kekerasan apapun terhadap tawanan
kombatan seperti penyiksaan, pembunuhan, atau bentuk kekerasan dan penindasan lainnya
terhadap kombatan yang sudah tidak berdaya. Melalui analisis terhadap aturan – aturan dalam
Konvensi Jenewa III dan Declation of Human Rights, Penulis berpendapat bahwa kombatan
perang yang dijadikan sebagai tawanan di negara yang kombatan tersebut perangi, tetap berhak
mendapatkan perlindungan hukum dengan cara tetap melindungi hak asasinya sebagai
manusia.(Puspita, 2017) Hal tersebut harus dilakukan untuk mencapai prinsip hukum
humaniter internasional itu sendiri, yaitu meminimalisir dampak yang diakibatkan oleh perang
bersenjata. Tindakan meminimalisir dampak perang ini dengan tidak menyerang warga sipil
serta objeknya, menyerang dengan memperhatikan prinsip – prinsip humaniter, dan lainnya
merupakan tujuan dari Hukum Humaniter Internasional untuk tetap memperhatikan segala
aspek kemanusiaan.

Namun pada kenyataannya, penulis berpendapat bahwa masih banyak tindakan –


tindakan dalam peperangan yang tidak mengindahkan aturan – aturan hukum internasional
tersebut dengan cara menghiraukan aspek kemanusiaan saat berperang dengan negara musuh,
salah satunya yaitu memperlakukan tawanan perang secara semena – mena hingga akhirnya
dapat membahayakan keselamatan kombatan musuh atau bahkan menimbulkan kematian.
Penulis membuktikan argumennya dengan menjabarkan contoh – contoh tindakan kekerasan
sewenang – wenang terhadap tawanan perang, dalam tragedi penyiksaan terhadap para tahanan
Guantanamo dan Abu Ghraib oleh Tentara Amerika Serikat di Penjara Guantanamo di wilayah
Kuba, Amerika Latin pada tahun 2004. Dari penjabaran berbagai tindakan kekerasan tersebut,
penulis menyimpulkan bahwa, meskipun sudah ada hukum internasional yang sudah mengatur
tentang perlindungan tawanan perang, namun tawanan perang tetap tidak akan luput dari
tindakan kekerasan oleh negara musuh yang merendahkan martabat tawanan perang sebagai
manusia dengan merampas hak asasinya.

1.2 Jurnal “Kajian Hukum Humaniter dan HAM Mengenai Pelanggaran terhadap
Prinsip-Prinsip Kemanusiaan Tawanan Perang”, ditulis oleh Queency Chelsea
Femmy Tani.

Jurnal ini diawali dengan pembahasan sebutan tawanan perang sebagai kombatan atau
warga sipil dari negara musuh yang jatuh ke tangan musuh data masa atau segera setelah
peperangan, dan berhak diperlakukan sebagai tawanan dengan cara ditahan di negara yang
diserang tersebut. Setelah mendefinisikan tawanan perang, penulis mengaitkan tawanan perang
dengan hukum internasional mengenai perlindungannya bagi mereka, yang dalam jurnal ini,
Konvensi Jenewa III merupakan hukum internasional yang dipakai penulis untuk menganalis,
sama seperti jurnal sebelumnya. Konvensi Jenewa III dalam jurnal ini dijelaskan sebagai aturan
yang memberikan jaminan perlindungan kemanusiaan terhadap tawanan perang sampai
akhirnya tawanan tersebut dikembalikan. Isi dari Konvensi Jenewa III sebagai aturan yang
melindungi tawanan perang dijabarkan melalui kesimpulan dari penulis, yaitu meliputi
pencegahan serta pemberhentian kekerasan, pemulihan martabat dan penjaminan hidup yang
layak melalui restitusi, resparasi dan rehabilitasi, penghormatan segala hak individu meliputi
tindakan yang berdasarkan prinsip kemanusiaan Hukum Humaniter Internasional, larangan
penganiyaan, jaminan atas sandang, pangan dan papan, perawatan kesehatan, kebebasan
melakukan ibadah keagamaan dan perlindungan lainnya.(Queency Chelsea Femmy Tani,
2019)

Penulis berargumen bahwa isi atau ketentuan dari Konvensi Jenewa III terbentuk dari
pengalaman – pengalaman kelam terhadap kemanusiaan di masa peperangan dan juga
ketentuan yang mengutamakan prinsip – prinsip kemanusiaan. Dari argumen tersebut, penulis
menguatkan opininya dengan menyampaikan bahwa kemanusiaan merupakan aspek HAM
yang harus dijunjung tinggi karena merupakan anugerah Tuhan yang diberikan kepada
manusia, oleh karena itu Konvensi jenewa III sebagai bentuk perlindungan HAM perlu ditaati
oleh para negara yang meratifikasi konvensi itu.

Selanjutnya, penulis jurnal ini mengkategorikan kekerasan atau penganiayaan yang


mengganggu perlindungan tawanan perang sebagai salah satu dari empat kejahatan
internasional berdasarkan pengertian Nurremberg trials pada Tahun 1945, yang meliputi
kejahatan kemanusiaan, kejahatan perang, kejahatan genosida, dan kejahatan agresi. Tindakan
kekerasan terhadap tawanan perang termasuk ke dalam kejahatan kemanusiaan, karena seorang
tawanan perang tetap berhak mendapatkan hak asasinya sebagai manusia, namun hak itu
dihancurkan dengan dilakukannya berbagai tindakan penganiayaan kepada tawanan yang
sudah lemah hingga membahayakan kesehatan tawanan dan bahkan dapat menghilangkan
nyawa. Walaupun sudah ada hukum internasional yang mengatur tentang perlindungan
tawanan perang, namun penegakkan aturan ini masih terhambat dan akhirnya masih banyak
pihak yang melanggar aturan tersebut.

Penegakkan hukum ini terhambat oleh manfestasi kedaulatan Negara dengan


berlakunya beberapa faktor seperti tetap main hakim sendiri terhadap tawanan dengan alasan
adanya kemauan politik, pengekstradisian tawanan atau warga sipil, dan pengadilan terhadap
penjahat kemanusiaan di ICC melalui Konvensi Jenewa III. Dari kendala - kendala tersebut,
penulis menyimpulkan bahwa hambatan – hambatan itu diakibatkan oleh belum adanya
konsekuensi atau hukuman yang akan ditanggung oleh pelaku kejahatan kemanusiaan
termasuk pengganggu perlindungan tawanan perang yang secara spesifik diatur dalam aturan
itu. Sehingga, penegakkan hukum aturan perlindungan tawanan perang dapat dikatakan masih
belum tegas.

1.3 Jurnal Skripsi “Tinjauan Yuridis terhadap Perlindungan Tawanan Perang di


Penjara Abu Ghraib Irak berdasarkan Hukum Humaniter Internasional” ditulis
oleh Noviani Dwi Prasetya Ningdiah.
Sama seperti jurnal pertama, penulis menganalisis penegakkan hukum perlindungan terhadap
tawanan perang (Konvensi Jenewa III), lalu mengaitkannya dengan tragedi kekerasan yang
dilakukan oleh tentara Amerika Serikat kepada tawanannya di Penjara Abu Ghraib Irak.
Penulis menganalisis keefektifan Konvensi Jenewa III sebagai hukum perlindungan tawanan
perang saat ada tragedi kekerasan di Penjara Abu Ghraib Irak melalui metode penelitian
empiris sosilogis. Penelitian itu dilakukan dengan metode meneliti berbagai studi empiris untuk
menemukan berbagai teori bagaimana penegakkan hukum humaniter internasional berlaku
sebagai pelindung tawanan perang.

Melalui jurnal ini, penulis meneliti efektivitas hukum dengan membandingkan realitas
hukum yang terjadi di penjara Abu Ghraib (hukum dalam tindakan) dengan hukum humaniter
internasional yang ideal (hukum dalam teori).(Noviani Dwi Prasetya Ningdiah, 2014) Dari
penelitian itu, penulis mendapatkan hasil kesimpulan bahwa kasus pelanggaran kemanusiaan
terhadap tawanan oleh tentara Amerika Serikat di penjara Abu Ghraib seperti penyiksaan,
pembunuhan, perbudakan, dan kekejaman terhadap kemanusiaan sudah sering terjadi. Setelah
diketahui adanya kekerasan tehadap tawanan perang, tentara Amerika Serikat beserta
sekongkolannya di Irak yang diduga melakukan kekerasan tersebut diberikan hukuman karena
telah melanggar prinsip Hukum Humaniter Internasional, yaitu mengabaikan kemanusiaan dan
menyebabkan korban berlebih akibat perang dengan cara menyiksa para tawanan perang.

Hukuman yang dilakukan kepada para pelaku kejahatan kemanusiaan tersebut yaitu
diadili dan diberikan sanksi denda berupa kewajiban membaya kompensasi kepada tawanan di
Penjara Abu Ghraib. Fakta terakhir yang ditemukan penulis melalui penelitian tersebut ialah
penyebab terjadinya kekerasan terhadap tawanan di Penjara Abu Ghraib oleh tentara Amerika
Serikat. Diketahui bahwa tindakan kekerasan itu dilakukan oleh para tentara Amerika Serikat
karena sudah diberikan izin oleh mantan Menteri Pertahanan Amerika Serikat yang pada saat
itu menjabat, sehingga, tentara Amerika Serikat tidak patut sepenuhnya disalahkan atas
tindakan kekerasan itu.

1.4 Jurnal “Bentuk Pertanggungjawaban Pelanggaran HAM Terhadap Tawanan


Perang Menurut Hukum dan HAM Internasional” ditulis oleh Figur Muhammad Ali
Putra Nirwan1, Josina Augusthina Yvonne Wattimena, Arman Anwar.

Pertama, penulis di jurnal ini mengaitkan perlindungan tawanan perang dengan hukum
Konvensi Jenewa III tahun 1949 dan Protokol Tambahan I tahun 1977. Inti dari peraturan
tersebut adalah tawanan perang memiliki hak untuk diperlakukan secara manusiawi seperti
tidak boleh dipaksa memberikan keterangan kecuali tawanannya mengenal identitas yang
bertanya. Penyiksaan dan perlakuan kejam terhadap tawanan perang dikategorikan oleh penulis
sebagai kejahatan perang. Beberapa contoh tindakan dari kejahatan perang terhadap
tawanannya adalah penyiksaan/penindasan, perbudakan, pemusnahan massal (genosida),
pemerkosaan, pengusiran, kejahatan apartheid dan penghilangan orang.(Figur Muhammad Ali
Putra, Josina Augusthina Yvonne Wattimena, 2023) Solusi yang diberikan agar dapat
menghindari atau mengurangi terjadinya tindakan – tindakan tersebut adalah pemindahan
tawanan ke tahanan yang lebih aman dan menyamakan kondisi kehidupan para tawanan dengan
penawannya dari segi keamanan dan kesehatannya.

Lalu penulis juga memasukan Roma Statuta 1998 sebagai kaidah yang merumuskan
kejahatan kemanusiaan yang dalam pembahasan ini berkaitan dengan pelanggaran
perlindungan tawanan perang. Aturan tersebut mempunyai elemen-elemen prinsip (chapeau
elements) yang membedakan kejahatan terhadap manusia dengan kejahatan biasa seperti
penyiksaan, pemaksaan minum air kotor, tidak diberikan perawatan medis saat dibutuhkan,
memberikan kejutan listrik secara paksa, membakar tubuh, mencabut kuku dan gigi secara
paksa, dam menggantung orang dari satu atau dua anggota tubuh dalam jangka waktu yang
lama. Selain aturan – aturan yang berkaitan langsung dengan perlindungan tawanan perang,
penulis memasukan Pasal 6 ayat 1 ICCPR tahun 1996, sebagai aturan yang berisi tentang HAM
yang dimiliki setiap orang dan sifatnya yang harus dilindungi serta tidak boleh dirampas secara
paksa oleh orang lain.

Petanggungjawaban pelaku yang melanggar hukum humaniter dengan merampas HAM


tawanan perang berdasar kepada prinsip exhaustion of local remedies dengan diadili di
pengadilan nasional. Jika pengadilan nasional dianggap tidak mau dan tidak mampu menangani
kasus pelanggaran HAM terhadap tawanan perang, maka kasus iri bisa lebih lannjut diadili
oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC), karena kejahatan tersebut sudah termasuk objek
kejahatan internasional. Kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan sendiri diatur dalam
Pasal 5 ayat (1) Statuta Roma. Pertanggungjawabannya ditujukan kepada siapapun yang
melakukan kejahatan tesebut dan akan dihukum secara individu sesuai dengan Pasal 25 ayat
(2) Statuta Rom, lalu diadili tanpa mamandang perbedaan jabatan yang tercantum dalam Pasal
27. Selain menjalani hukuman tersebut, para korban juga berhak mendapatkan restitusi,
kompensasi, rehabilitasi sebagai pemulihan dampak dari tindakan kekerasan yang dialami dan
jaminan agar tindakan tesebut tidak akan terulang lagi.

1.5 Jurnal “Perlindungan Hukum Terhadap Pemulangan Tawanan Perang Pada


Konflik Bersenjata Internasional Menurut Konvensi Jenewa III 1949”, ditulis oleh
Syifa Nurafantin, Lazarus Tri Setyawanta Rebala, Nuswantoro Dwiwarno.

Penulis membuat penelitian ini untuk mengetahui bentuk perlindungan bagi tawanan
perang dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif melalui spesifikasi
penelitian deskriptif analitis, dengan bantuan datai dari studi kepustakaan. Analisis yang
dilakukan adalah degan metode kualitatif. Pertama, penulis mengemukakan bahwa perang
meruapakan salah satu metode penyelesaian konflik negara yang sah jika sudah dideklarasikan.
Kombatan atau sipil yang sudah lemah dan jatuh di tangan musuh dapat dijadikan sebagai
tawanan.(Nurafantin et al., 2016) Melalui penelitian ini, penulis menggunakan peraturan
Konvensi Jenewa III sebagai patokan terhadap bentuk aturan yang melindungi tawanan perang.
Tidak ada kasus spesifik yang digunakan dalam jurnal ini untuk meneliti, dikarenakan penulis
lebih memfokuskan meneliti peraturannya, yang dalam jurnal ini adalah Konevensi Jenewa III.

Peneliti mendapatkan hasil seperti apa saja batasan – batasan perlakuan terhadap
tawanan perang, bagaimana caranya membedakan kombatan dan nonkombatan, lalu apa saja
bentuk dari pertanggungjawaban atas tindakan melanggar perlindungan tawanan perang.
Peneliti juga mendapatkan kesimpulan dari penelitian terhadap prosedur pemulangan tawanan
perang ke tempat asal, dan tawanan perang yang tidak mau dipulangkan atau dikembalikan ke
tempat asal setelah konflik berakhir, bisa dituruti jika pengembalian tawanan ke tempat asal
dapat mengancam atau membahayakan HAM milik tawanan.

1.6 Jurnal “Tinjauan Hukum Humaniter Mengenai Perlindungan Hak Asasi Manusia
bagi Personil Militer yang Menjadi Tawanan Perang” ditulis oleh Ivan Donald
Girsang.

Penulis mendefinisikan tawanan perang sebagai personal militer yang lemah dan jatuh
di tangan Negara musuh. Dengan menggunakan aturan hukum humaniter internasional dari
Konvensi Jenewa III dan Resolusi Majelis Umum PBB No. 2675 tahun 1970 berjudul
"Penghormatan terhadap hak asasi manusia dalam konflik bersenjata". Penulis
mengkategorikan 4 subjek yang berhak melindungi tawanan perang(Girsang, 2013) yaitu
Negara sendiri (negara tawanan perang) dengan cara memberikan penghirmatan jaminan
kepada personal militer melalui perundingan atau komunikasi lewat Negara pelindung
(Protecting power) yang kemudian akan diberikan perlindungan dari negara pelindung
tersebut, lalu memfasilitasi atau memenuhi kebutuhan tawanan perang, hal itu dibebankan
kepada Negara penahan. Negara penahan pun harus turut melindungi tawanannya dengan cara
tidak bertindak seweang – wenang kepada tawanan yang sudah lemah.

Setelah itu, penulis mengemukakan ada PBB yang turut melindungi tawanan perang
dengan mengeluarkan resolusi yaitu Resolusi Majelis Umum PBB No. 2675 tahun 1970
berjudul "Penghormatan terhadap hak asasi manusia dalam konflik bersenjata", yang intinya
menghormati dan melindungi tawanan perang sesuai dengan hak dan martabat sebagai
manusia. Lalu terakhir ada ICRC sebagai organisasi yang memberikan perlindungan kepada
tawanan perang melalui pemberian jaminan sesuai yang sudah ditetapkan oleh HHI, penahanan
yang layak untuk tawanan, perlindungan komunikasi bagi tawanan keapda keluarga, dan
perlindungan terhadap tindakan kekerasan yang membahayakan keselamatan dan nyawa
tawanan.

1.7 Jurnal “Konsep Perlindungan Tawanan Perang Menurut Hukum Humaniter


Internasional dan Hukum Islam” oleh Hanung Hisbullah Hamda.

Penulis melakukan komparasi terhadap Hukum Humaniter Internasional dengan


Hukum Islam terkait pandangan masing – masing hukum tersebut mengenai perlindungan
tawanan perang. Hasil yang dia dapatkan setelah menjabarkan masing – masing hukum dan
membadingkannya adalah, kedua peraturan yang diatur oleh Hukum Humaniter Internasional
dan Hukum Islam memiliki persamaan perspektif terhadap isu tersebut. Ketentuan tentang
perlindungan terhadap tawanan perang dalam HHI melalui Konvensi Jenewa III 1949 dan
Protokol Tambahan 1 tahun 1977 membahas tentang jaminan penghormatan, perlindungan,
dan perawatan kesehatan terhadap tawanan perang. Lalu dalam Hukum Islam, peraturan yang
isinya bersinggungan dengan perlindungan tawanan perang tertuang di dalam Al Qur'an, yaitu
surat Al-Baqarah ayat 190, yang mana isi kandungan dari ayat Al-Quran tersebut memiliki
persamaan pandangan dengan HHI.

Terdapat beberapa prinsip humaniter yang sepatutnya diterapkan dalam peperangan,


beberapa prinsipnya yang disinggung oleh penulis adalah prinsip pembatasan, prinsip
proporsionalitas, serta prinslp pembedaan. Dari tiga prinsip HHI tersebut ada kesamaan
pandangan yang juga dimiliki oleh Hukum Islam dalam Al-qanun dan Al-adauli(Hamda,
2005), yang dahulu merupakan praktik Nabi Muhammad beserta para sahabatnya dalam
menjalin hubungan antar negara. Ajaran tersebut berpengaruh besar pada ahli-ahli Hukum
Internasional Eropa, hal ini dikarenakan banyak ahli hukum dari Eropa mempelajari ilmunya
di Spanyol yang mana merupakan tempat peradaban Islam pada Abad ke-8 sampai Abad-15.
Namun terdapat pula beberapa perbedaan prinsip dan asas dasar dalam HHI dan Hukum Islam.
Beberapa perbedaan itu ada dalam hal praktikal yaitu, masalah penggolongan tawanan
berdasarkan masing – masing hukum, sanksi yang sepatutnya dikenakan, kodifikasi hukum
perlindungan tawanan perangnya, dan hal – hal teknis lainnya.

1.8 Jurnal “Tinjauan Yuridis atas Tindakan Tentara Amerika Serikat Terhadap
Tawanan Perang Irak” ditulis oleh Mira Nila Kusuma Dewi.

Jurnal diawali dengan pembahasan Invasi pasukan Amerika Serikat (AS) ke Irak pada
tahun 2003 yang pada akhirnya kombatan – kombatan Irak yang lemah jatuh di tangan Amerika
Serikat lalu ditahan menjadi tawanan.(Dewi, 2016) Namun, pada tahun 2004 terkuak informasi
bahwa terdapat tindakan kekerasan yang dialami oleh tawanan perang di Penjara Abu Ghraib
Irak oleh tentara Amerika Serikat. Tindakan – tindakan kekerasan tersebut diniliai melanggar
prinsip humaniter internasional dan hukum perang itu sendiri. Penulis meneliti kasus kekerasan
pada tawanan itu dan mencari bentuk hukum apa yang tepat untuk dikenakan pada tragedi
kejahatan kemanusiaan tersebut.

Isi pembahasan jurnal ini serupa dengan jurnal pertama yang saya gunakan, namun ada
beberapa tambahan atau perbedaan dalam dasar hukumnya, dikarenakan, berbeda dengan
jurnal pertama, jurnal ini lebih mengupas dasar – dasar hukum untuk kasus itu, yaitu
penggunaan aturan dari Protokol tambahan I tahun 1977, Deklarasi Universal tentang Hak
Asasi Manusia 1948 (UDHR), Konvensi III Jenewa 1949, dan konvensi lainnya yang
menentang penyiksaan dan kekejaman yang merendahkan hak dan martabat manusia atau
merampas HAM para tawanan. Pertanggungjawabannya sama seperti yang sudah dijabarkan
di jurnal sebelumnya yaitu tentara Amerika Serikat diadili dengan diberikan hukuman dan
kewajiban kompensasi kepada korban, tidak hanya tentara tetapi pejabat atau mantan Menhan
yang memberikan izin untuk melakukan kekerasan kepada tawanan pun ikut diadili.

1.9 Jurnal “Perlindungan Hukum terhadap Anak Korban Perang dalam Perspektif
Hukum Humaniter Internasional (Studi Kasus Tawanan Perang Anak Palestina oleh
Israel)” ditulis oleh I Gede Susila Yuda Putra, Dewa Gede Sudika Mangku, Ni Putu
Rai Yuliartini.

Penulis meneliti perlindungan tawanan perang menggunakan kasus kekerasan anak dan
tawanan perang di Palestina oleh kombatan Israel dengan menggunakan penelitian hukum
normative (pendekatan peraturan, pendekatan kasus dan pendekatan konsepsual).

Melalui penelitian ini, penulis mendapatkan fakta bahwa kekerasan yang dialami oleh
anak – anak Palestina yang dijadikan sebagai tawanan sudah sering dilakukan oleh tentara
Israel. Para korban kekerasan tersebut tidak mendapatkan kehidupan yang layak dan setelah
mengalami kondisi lemah, mereka tidak mendapatkan bantuan medis yang layak. Penulis
berpendapat, seharusnya Pihak PBB beserta negara yang meratifikasi atuaran Konvensi Jenewa
tahun 1949 dapat bertindak lebih tegas terhadap pelanggaran HAM yang sudah sering
dilakukan oleh tentara Israel. Para tawanan yang sudah jatuh di tangan musuh dan memiliki
kondisi lemah seharusnya tetap diperlakukan sebaik dan seadil mungkin selayaknya manusia
yang mempunyai hak asasi untuk memiliki kehidupan yang layak, karena tindakan pelanggaran
HAM kepada tawanan perang ini sudah melewati batas terutama jika korbannya masih anak
kecil. Sanksi yang seharusnya dapat dikenakan kepada tentara yang melanggar HAM (Israel)
dalam pengadilan Internasional yaitu hukuman penjara yang tidak melebihi batas tertinggi 30
tahun, atau hukuman penjara seumur hidup.(Putra et al., 2022)

Dalam kasus pelanggaran HAM di Palestina, penulis mengaitkan beberapa peraturan


internasional yang dapat digunaka, beberapa dari aturan itu adalah Konvensi Jenewa IV 1949
tentang “Perlindungan Orang-Orang Sipil Dalam Waktu Perang, point 5 The Declaration on
the Protection of Women and Children in Emergency sebagai aturan yang melindungi anak –
anak dan wanita dari tindakan kejam, terutama saat dijadikan sebagai tawanan, serta Pasal 91
Protokol Tambahan I tahun 1977 sebagai sanksi ganti rugi dan pertanggungjawaban oleh
kombatan yang melanggar HAM.

1.10 Jurnal “Perlakuan terhadap Tawanan Perang dalam Hukum Humaniter


Internasional dan Hukum Islam” ditulis oleh Ali Zainal Abidin.

Konvensi Jenewa III sudah menjadi pedoman perang internasional yang mangatur
tentang bagaimana tawanan perang sepatutnya diperlakukan dan dilindungi. Menurut Hukum
Islam, aturan perang Islam mengacu pada apa yang diterima oleh para ulama Islam dalam
syariah (hukum Islam) dan fikih (hukum Islam) merupakan peraturan yang wajib ditaati oleh
Muslim saat berperang.
Penulis mengaitkan dan membandingkan hukum humaniter internasional dengan
hukum Islam dengan menggunakan kasus penindasan tawanan perang di Penjara Abu Ghraib,
Irak. Penulis mendapatkan kesamaan dari masing – masing Konvensi Jenewa III dan Konvensi
protokol tambahan I di tahun 1977 sebagai HHI serta surat Al- Baqarah ayat (190) dalam Al-
Quran sebagai Hukum Islam memiliki beberapa kesamaan prinsip dalam menanggulangi
perlindungan tawanan perang.(Abidin, 2023) Beberapa kesamaan prinsip yang dapat
diterapkan dalam perlindungan tawanan perang adalah mengakui kehormatan tawanan perang
sebagai manusia, memberikan jaminan kesehatan kepada para tawanan, dan memberikan medis
yang layak.

2.1 Tabel Hasil Perbandingan Teoritis

Indikator Perbandingan
Jurnal
Penggunaan
Dasar Hukum Hasil Penelitan
Kasus
Penyiksaan
“Perlindungan
terhadap para
Hukum
tahanan
terhadap Meskipun sudah ada aturan
Guantanamo
Tawanan konkrit HHI yang melindungi
dan Abu Ghraib
Perang tawanan perang sehinggan
oleh Tentara Konvensi Jenewa
berdasarkan HAMnya tidak terganggu,
Amerika Serikat III dan Declaration
Konvensi tetapi tindakan kekerasan
di Penjara of Human Rights
Jenewa III sewenang – wenang terhadap
Guantanamo di
Tahun 1949 tawanan perang masih luput
wilayah Kuba,
dan Declration terjadi
Amerika Latin
of Human
pada tahun
Rigths”
2004
“Kajian Hukum Hambatan dilakukannya
Penindasan
Humaniter dan Konvensi Jenewa pengadilan terhadap pelaku
tawanan perang
HAM III, Protokol I tahun pelanggaran HAM kepada
di Penjara Abu
Mengenai 1977 tawanan perang adalah
Ghraib, Irak
Pelanggaran ketidakadaan konsekuensi tegas
terhadap dan spesifik yang diatur bagi
Prinsip-Prinsip para pelaku.
Kemanusiaan
Tawanan
Perang”
“Tinjauan Tragedi penyiksaan di Penjara
Yuridis Abgu Ghraib terjadi karena
terhadap adanya izin dari mantan
Perlindungan Menhan Amerika Serikat,
Tawanan pelanggaran HAM tersebut
Perang di Konvensi Jenewa sudah terjadi berkali – kali, dan
Tindakan
Penjara Abu III pelaku pelanggaran HAM
kekerasan pada
Ghraib Irak terhadap tawanan perang sudah
tawanan perang
berdasarkan diadili dengan dikenai
oleh tentara
Hukum hukuman dan pemberian
Amerika Serikat
Humaniter kewajiban membayar
di Penjara Abu
Internasional” kompensasi kepada korban
Ghraib, Irak
Pelanggar perlindungan
“Bentuk
Konflik tawanan perang yang tidak
Pertanggungja
penangkapan dapat diadil di pengadilan
waban Konvesi Jenewa III,
rakyat Timur nasional bisa diadili di ICC,
Pelanggaran Pasal 5 ayat (1),
Tengah dan setelah diberikan hukuman
HAM Terhadap Pasal 25 ayat (2),
Afrika Utara kepada tawanan, korban juga
Tawanan dan Pasal 27
yang melakukan berhak mendapatkan
Perang Roman Statuta,
aksi pemulihan. Tindakan
Menurut Pasal 6 ayat (1)
demonstrasi dan pelanggaran HAM terhadap
Hukum dan ICRC
perlawanan tawanan dihindari dengan
HAM
rakyat di Suriah pemindahan ke tahanan yang
Internasional”
aman
“Perlindungan Peneliti mendapatkan bentuk –
Hukum Konvensi Jenewa bentuk tindakan pelanggaran
-
Terhadap III yang dapat mengancam
Pemulangan perlindungan tawanan, dan
Tawanan mengenali batasan – batasan
Perang Pada perlakuan kepada tawanan
Konflik perang. Selain mempelajari
Bersenjata prosedur pemulangan tawanan,
Internasional penulis mendapatkan fakta
Menurut bahwa tawanan bisa tidak
Konvensi dikembalikan jika berdasarkan
Jenewa III kemauan sendiri
1949”
“Perlindungan
Hukum
Peneliti mendapatkan batasan –
Terhadap Konvensi Jenewa
batasan perlakuan kepada
Pemulangan Penindasan III dan Resolusi
tawanan perang, cara
Tawanan tawanan perang Majelis Umum
mengidentifikasi kombatan dan
Perang Pada di Abu Ghraib PBB No. 2675
non kombatan, prosedur
Konflik pada tahun tahun 1970 berjudul
pemulangan tawanan setelah
Bersenjata 2004 oleh "Penghormatan
konflik selesai, dan pengizinan
Internasional tentara Amerika terhadap hak asasi
kepada tawanan jika dia tidak
Menurut Serikat manusia dalam
ingin dikembalikan karena
Konvensi konflik bersenjata"
alasan keamanan HAM
Jenewa III
1949”
“Tinjauan Subjek – subjek yang berhak
Hukum Konvensi Jenewa memberikan perlindungan bagi
Humaniter III dan Resolusi tawanan perang baik
Mengenai Majelis Umum memfasilitasi dengan layak,
Perlindungan PBB No. 2675 memberikan jaminan
Hak Asasi - tahun 1970 berjudul kesehatan, dan menghormati
Manusia bagi "Penghormatan HAM yang dimiliki tawanan
Personil Militer terhadap hak asasi sebagai manusia adalah negara
yang Menjadi manusia dalam tawanan, negara penahan
Tawanan konflik bersenjata" Protecting Power atau negara
Perang” pelindung, PBB dan ICRC.
Ada persamaan prinsip dalam
“Konsep
HHI dan hukum islam
Perlindungan
mengenai perlindungan
Tawanan Konvensi Jenewa
tawanan parang yaitu
Perang III, Protokol
pemberian jaminan
Menurut Tambahan I, Al-
- penghormatan, perlundungan,
Hukum Baqarah ayat (190),
dan kesehatan. Hal yang
Humaniter (Al-Qanun dan Al-
membedakan adalah hal
Internasional Dauli)
praktikal/teknis seperti sanksi,
dan Hukum
kodifikasi hukumnya, dan
Islam”
sebagainya
Protokol tambahan
I tahun 1977,
Penindasan yang dilakukan
“Tinjauan Deklarasi Universal
pada tawanan di Penjara Abu
Yuridis atas Tragedi tentang Hak Asasi
Ghraib merupakan kejahatan
Tindakan penyiksaan Manusia 1948
internasional karena sudah
Tentara tawanan di (UDHR), Konvensi
melanggar prinsip
Amerika Penjara Abu III Jenewa 1949,
kemanusiaan. Pejabat Menhan
Serikat Ghraib Irak dan konvensi
Amerika Serikat turut
Terhadap oleh tentara lainnya yang
dipertanggugjawabkan atas
Tawanan Amerika Serikat menentang
pengizinan tindakan kekerasan
Perang Irak” penyiksaan dan
kepada tawanan perang.
kekejaman HAM
lainnya.
“Perlindungan
Kekerasan Konvensi Jenewa
Hukum Perlindungan HAM dalam
kepada anak – IV 1949, point 5
terhadap Anak peperangan bagi anak – anak,
anak dan sipil The Declaration on
Korban Perang wanita, sipil, kombatan, dan
lainnya beserta the Protection of
dalam manusia lainnya yang bahkan
tawanan perang Women and
Perspektif dijadikan sebagai tawanan
oleh Israel Children in
Hukum perang tetap perlu dilindungi
kepada rakyat Emergency, dan
Humaniter HAMnya
Palestina Pasal 91 Protokol
Internasional
(Studi Kasus Tambahan I tahun
Tawanan 1977
Perang Anak
Palestina oleh
Israel)”

“Perlakuan Kesamaan prinsip HHI dan


terhadap
Penyiksaan Hukum Islam dalam
Tawanan
tawanan perang Konvensi Jenewa menanggapi perlindungan
Perang dalam
di Penjara Abu III, Protokol tawanan perang adalah dengan
Hukum
Ghraib oleh Tambahan I, Al- menghormati martabat tawanan
Humaniter
Tentara Baqarah ayat (190) perang sebagai manusia,
Internasional
Amerika Serikat memberikan jaminan
dan Hukum kesehatan, dan memebrikan
Islam” tindakan medis yang layak.

3.1 Kesimpulan

Dari hasil riset literature review terhadap 10 jurnal berkaitan dengan topik perlindungan
tawanan perang yang sudah saya lakukan, saya mendapatkan beberapa persamaan dan
perbedaan. Persamaan menyeluruh yang dimiliki semua jurnal adalah fakta bahwa orang baik
itu kombatan maupun nonkombatan yang sudah jatuh di tangan musuh dan dijadikan sebagai
tawanan perang tetap perlu dilundung hak asasinya. Tawanan perang harus diperlakukan
selayaknya manusia, tidak disiksa, dipaksa melakukan sesuatu yang mereka tidak mau,
diperbudak, dan tindakan kejam lainnya yang melanggar HAM.

Persamaan yang hampir menyeluruh digunakan oleh sebagain besar jurnal yang saya ambil
adalah penggunaan kasus yang sama yaitu penyiksaan/penindasan tawanan perang oleh tentara
Amerika Serikat di penjara Abu Ghraib Irak, penggunaan Konvensi Jenewa III di tahun 1949
sebagai peraturan Hukum Humaniter Internasional yang secara langsung mengatur tentang
perlindungan tawanan perang, lalu diikuti oleh Protokol Tambahan I tahun 1977.

Perbedaan yang saya temukan tidak banyak, beberapa perbedaan meliputi perbedaan
pengkategorian kejahatan terhadap tawanan perang sebagai kejahatan kemanusiaan dan juga
kejahatan perang, perbedaan penggunan aturan yang bersinggungan dengan tawanan perang,
dan perbedaan fokus penelitian walaupun menggunakan kasus yang sama.

3.2 Saran

Pelanggaran terhadap perlindungan tawanan perang sudah sangat jelas melanggar


prinsip kemanusiaan yang ditetapkan oleh hukum – hukum humaniter internasional dan sudah
diratifikasi oleh hampir seluruh negara. Seharusnya, dengan mereka meratifikasi aturan
tersebut, mereka (pihak negara yang menindas tawanan perang) sadar bahwa tindakan mereka
sudah melanggar prinsip atau aturan kemanusiaan yang sudah mereka sepakati.

Dan seharusnya, penegakkan sanksi terhadap para pelanggar atau pelaku kejahatan
internasional bisa lebih dipertegas dan dibuat lebih spesifik. Sehingga, pelaku yang ingin
melakukan penindasan itu baik karena adanya kemauan politik negara, atau
ketidakmampuannya peradilan negara untuk mengadili kasus seperti itu, memiliki perasaan
segan untuk melakukannya karena sudah takut melihat hukuman yang diadili dan ditetapkan
secara internasional dengan skala yang memberatkan bagi pelaku.
Daftar Pustaka

Abidin, A. Z. (2023). Perlakuan terhadap Tawanan Perang dalam Hukum Humaniter


Internasional dan Hukum Islam. Qonuni: Jurnal Hukum Dan Pengkajian Islam, 3(01),
1–8. https://doi.org/10.59833/qonuni.v3i01.1161

Dewi, M. N. K. (2016). Tinjauan Yuridis Atas Tindakan Tentara Amerika Serikat Terhadap
Tawanan Perang Irak. Jurisprudentie, 3(1), 95–108. https://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/Jurisprudentie/article/view/3628

Figur Muhammad Ali Putra, Josina Augusthina Yvonne Wattimena, A. A. (2023). Bentuk
Pertanggungjawaban Pelanggaran HAM Terhadap Tawanan Perang Menurut Hukum
dan HAM Internasional. TATOHI Jurnal Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas
Pattimura, 3 No. 7(3), 1–16.

Girsang, I. D. (2013). Tinjauan hukum humaniter mengenai perlindungan hak asasi manusia
bagi personil militer yang menjadi tawanan perang. Hukum Internasional Fakultas
Hukum Universitas Undayana, 1 No. 5.

Hamda, H. H. (2005). Konsep Perlindungan Tawanan Perang Menurut Hukum Humaniter


Internasional dan Hukum Islam. Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, 12(30), 174–192.
https://doi.org/10.20885/iustum.vol12.iss30.art2

Noviani Dwi Prasetya Ningdiah. (2014). Tinjauan Yuridis terhadap Perlindungan Tawanan
Perang di Penjara Abu Ghraib Irak berdasarkan Hukum Humaniter Internasional. Gloria
Yuris Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak, 2 No.3, 6–7.

Nurafantin, S., Rebala, L. T. S., & Dwiwarno, N. (2016). Perlindungan Hukum Terhadap
Pemulangan Tawanan Perang Pada Konflik Bersenjata Internasional Menurut Konvensi
Jenewa III 1949. Diponegoro Law Journal, 5(3), 1–18.

Puspita, L. (2017). Perlindungan Hukum Terhadap Tawanan Perang Berdasarkan Konvensi


Jenewa III Tahun 1949 Dan Declration of Human Rigths. Fakultas Hukum Universitas
Tamansiswa Padang, 1–10.

Putra, I. G. S. Y., Mangku, D. G. S., & Yuliartini, N. P. R. (2022). PERLINDUNGAN


HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN PERANG DALAM PERSPEKTIF HUKUM
HUMANITER INTERNASIONAL ( STUDI KASUS TAWANAN PERANG ANAK
PALESTINA OLEH ISRAEL). E-Journal Komunikasi Yustisia Universitas Pendidikan
Ganesha Program Studi Ilmu Hukum, 5(1), 243–253.

Queency Chelsea Femmy Tani. (2019). Kajian Hukum Humaniter Dan Ham Mengenai
Pelanggaran Terhadap Prinsip-Prinsip Kemanusiaan Tawanan Perang. Lex Et Societatis,
7(3), 27–39.

Anda mungkin juga menyukai