Anda di halaman 1dari 14

A.

PENDAHULUAN
Kepribadian adalah gabungan dari karakter-karakter yang membuat seseorang
menjadi unik. Cara terbaik untuk mengartikan kepribadian adalah dengan melihat tiga level yang
terpisah namun saling berkaitan yaitu: pusat psikologis, ciri khas tanggapan, dan perilaku
berdasarkan peran. Penerapan psikologi ke dalam bidang olahraga ini adalah untuk membantu agar
bakat olahraga yang ada dalam diri seseorang dapat dikembangkan sebaik-baiknya tanpa adanya
hambatan dan faktor-faktor yang ada dalam kepribadiannya. Dengan kata lain, tujuan umum dari
psikologi olahraga adalah untuk membantu seseorang agar dapat menampilkan prestasi optimal,
yang lebih baik dari sebelumnya.
Pusat atau inti psikologis merupakan bagian paling dasar dari kepribadian yang meliputi perilaku-
prilaku dan nilai-nilai, kepentingan dan alasan-alasan, serta keyakinan terhadap diri sendiri dan
harga diri. Pada intinya, pusat psikologis inilah yang nantinya membentuk seseorang yang
sesungguhnya, bukan pencitraan diri yang diinginkan dari orang lain.
Ciri khas tanggapan merupakan cara dari masing-masing untuk belajar menyesuaikan diri dengan
lingkungan atau bagaimana biasanya menanggapi lingkungan disekitar. Biasanya jenis atau ciri khas
tanggapan kita akan menggambarkan seperti apakah psikologis seseorang. Sebagai contoh:
Seseorang

yang secara konsisten menanggapi segala hal dengan malu-malu dan pendiam adalah seseorang
yang tertutup dan tidak terbuka pada orang lain.
Perilaku yang berkaitan dengan peran merupakan bagaimana berperilaku berdasarkan apa yang
dilihat dari lingkungan. Perilaku ini merupakan aspek kepribadian yang paling tidak tetap (berubah-
ubah). Perilaku yang berubah seiring dengan perubahan tanggapan terhadap lingkungan yang
dihadapi. Situasi yang berbeda menuntut untuk memerankan peran yang berbeda. Dalam satu hari
bisa saja memerankan peran dan perilaku yang berbeda-beda seperti sebagai seorang mahasiswa,
pelatih sebuah tim kecil, pekerja, dan juga sebagai seorang teman.
Di dalam olahraga dikenal adanya istilah fair play. Dalam kode fair play tersebut terkandung makna
bahwa setiap penyelenggaraan olahraga harus dijiwai oleh semangat kejujuran dan tunduk pada tata
aturan, baik yang tersurat maupun tersirat. Setiap pertandingan harus menjunjung tinggi sportivitas,
menghormati keputusan wasit/juri, serta menghargai lawan, baik saat bertanding maupun di luar
arena pertandingan. Kemenangan dalam suatu pertandingan, meski penting, tetapi ada yang lebih
penting lagi, yaitu menampilkan keterampilan terbaik dengan semangat persahabatan. Lawan
bertanding sejatinya adalah juga kawan bermain. Tidaklah diragukan bahwa pendidikan olahraga
adalah wahana yang sangat ampuh bagi persemaian karakter dan kepribadian anak bangsa apabila
dikembangkan secara sistematis sekaligus merupakan topik yang menarik untuk di bahas.
Setelah 1.
2. Menjelaskan
3. Mengidentifikasi 4.Membahas
5.Menggambarkan
B. PEMBAHASAN 1. Fair Play
Fair
membaca, kita di harapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut:
Mendefinisikan pengembangan karakter dan perilaku olahraga yang baik,
bagaimana karakter dan perilaku olahraga yang baik berkembang,
hubungan penting antara penalaran moral dan perilaku moral,
bagaimana karakter dan perilaku olahraga yang baik dapat
dipengaruhi, dan
efek menang pada pembangunan karakter dan perilaku
olahraga yang baik.
( Tindakan yg wajar terhadap semua orang )
Play adalah diperlukan jika semua peserta memiliki kesempatan yang adil
untuk mengejar kemenangan dalam olahraga kompetitif. bermain Fair
mensyaratkan bahwa semua kontestan memahami dan mematuhi tidak hanya
dengan aturan formal permainan tetapi juga semangat kerja sama dan aturan tidak
tertulis dalam bermain diperlukan untuk memastikan bahwa kontes adil (Shields
& Bredemeier, 1995). Misalnya, program sepak bola pemuda yang dirancang
untuk memaksimalkan partisipasi semua anak-anak mungkin akan meminta setiap

pemain mengambil bagian dalam setiap seperempat dari kontes. Namun, pelatih
mungkin melanggar semangat aturan tersebut dengan memiliki pengganti
masukkan permainan untuk hanya satu bermain per kuartal atau hanya membawa
dalam drama dan kemudian meninggalkan sebelum bermain benar-benar
dijalankan. Sangat penting bahwa orang tua, pelatih, dan pejabat mendukung
keutamaan fair play awal, sering, dan selama karir peserta.
2. Perilaku
Baik
Olahraga
Perilaku olahraga yang baik adalah komponen kedua moralitas dalam olahraga.
Shields dan Bredemeier (1995) berpendapat bahwa perilaku olahraga yang baik
"melibatkan intens berjuang untuk sukses, tempramen dengan komitmen
semangat bermain sehingga standar etika yang akan mengambil alih keuntungan
strategis ketika ada dua konflik". Dengan kata lain, Anda mematuhi fair play
bahkan ketika itu bisa berarti kehilangan.
Sedangkan Shields dan Bredemeier mendefinisikan perilaku olahraga yang
baik berdasarkan pemahaman konseptual mereka dari literatur, Psikolog olahraga
Kanada Robert Vallerand dan rekan-rekannya (Vallerand, Briere, Blanchard, &
Provencher, 1997; Vallerand, Deshaies, Cuerrier, Briere, & Pelletier, 1996)
melakukan studi ekstensif untuk memahami bagaimana atlet sendiri menjelaskan istilah itu. Secara
khusus ahli waris, mereka 1996 studi mensurvei 1.056 atlet Prancis-Kanada yang berusia antara
tahun 10 dan 18 yang mewakili tujuh olahraga yang berbeda.
1. penuh terhadap partisipasi (muncul dan bekerja keras selama semua praktek dan permainan;
mengakui kesalahan seseorang dan mencoba untuk memperbaiki)
2. Menghormati dan kepedulian terhadap aturan dan panitia (bahkan ketika resmi muncul tidak
kompeten)
3. Menghormati dan kepedulian untuk konvensi sosial (berjabat tangan setelah kontes, mengakui
kinerja yang baik dari lawan seseorang, menjadi pecundang yang baik)
4. Menghormati dan kepedulian lawan (peralatan pinjaman seseorang untuk lawan, setuju untuk
bermain bahkan jika lawan terlambat, dan menolak untuk mengambil keuntungan dari lawan
terluka)
5.
Menggunakan penelitian pilot dengan populasi serupa
atlet, para peneliti membangun sebuah survei perilaku olahraga dan
diadministrasikan ke atlet. Analisis faktor (suatu teknik statistik bahwa kelompok-
kelompok seperti pola respon dalam data) menunjukkan bahwa perilaku olahraga
yang baik terdiri dari lima faktor:
komitmen
Menghindari sikap buruk terhadap partisipasi (menghindari menang di
semua pendekatan biaya; tidak menunjukkan marah setelah sebuah
kesalahan, bukan hanya bersaing untuk piala individu dan hadiah)

Oleh karena itu bahwa atlet menentukan perilaku olahraga yang baik sebagai
"kepedulian dan menghormati aturan dan pejabat, konvensi sosial, lawan, serta
komitmen penuh seseorang untuk olahraga seseorang, dan tidak adanya relatif
dari pendekatan negatif terhadap partisipasi olahraga". kesimpulan masih berlaku-
tidak ada satu diterima secara universal definisi perilaku olahraga yang baik.
Sebaliknya, perilaku olahraga yang baik harus secara spesifik diidentifikasi:
Mereka terikat dengan jenis olahraga, tingkat bermain, dan usia peserta.
3. Karakter
Karakter, konsep ketiga dalam moralitas, mengacu ke susunan karakteristik
(biasanya konotasi sebuah nada moral positif yang kita semua ingin peserta untuk
dapat mengembangkan karakter yang baik dalam olahraga) yang dapat
dikembangkan dalam olahraga. Mereka yang mendukung karakter dan
keuntungan pengembangan olahraga berpendapat bahwa para peserta belajar
untuk mengatasi kendala, bekerja sama dengan rekan tim, mengembangkan
pengendalian diri, dan bertahan dalam menghadapi kekalahan (Ewing, Seefeldt, &
Brown, 1996). Shields dan Bredemeier (1995) melihat karakter sebagai suatu
konsep menyeluruh yang mengintegrasikan bermain wajar dan perilaku olahraga
yang baik dengan dua kebajikan penting lainnya, kasih sayang dan integritas.
Oleh karena itu, karakter dalam olahraga terdiri dari empat kebajikan yang saling
terkait: kasih sayang, keadilan, perilaku olahraga yang baik, dan integritas.
Kita telah mendefinisikan bermain adil dan perilaku olahraga yang baik, tapi
tidak kasih sayang dan integritas. Kasih sayang adalah berkaitan dengan empati
dan kemampuan untuk mengambil dan menghargai perasaan orang lain. Oleh
karena itu, ketika kita memiliki belas kasih, kita merasakan pesaing dan berusaha
untuk memahami perasaan dan persepektif mereka. Integritas adalah kemampuan
untuk mempertahankan moralitas seseorang dan keadilan ditambah dengan
keyakinan bahwa seseorang dapat (dan akan) memenuhi tujuan moral seseorang.
Pada dasarnya, ini adalah seorang atlet atau moral diri seorang pelatih-efficacy: Ini adalah keyakinan
bahwa dia akan melakukan hal yang benar ketika menghadapi dilema moral.
baik perilaku), mentaati peraturan dan semangat aturan waktu bersaing (keadilan); kasih sayang
seseorang mampu mengambil perasaan orang lain, dan memiliki integritas atau menjadi yakin
bahwa kita tahu apa yang benar dan akan menunjukkan perilaku
Singkatnya, ketika kita membahas karakter dalam olahraga kita merujuk untuk
mengetahui aturan dan standar perilaku yang diharapkan peserta (olahraga yang
sejalan dengan apa yang benar, bahkan ketika alternatif
pilihan membuat melakukan begitu sulit.
Pengembangan Karakter dan Perilaku Baik Olahraga
Meskipun orang memiliki perbedaan pandangan mengenai bagaimana sikap
karakter dan olahraga yang baik dan mengembangkan perilaku, tiga bagian

pendekatan ini yang saat ini paling banyak diterima: pembelajaran sosial,
pengembangan struktural, dan pendekatan psikologi sosial.
1. Pendekatan Pembelajaran Sosial
Pengembangan karakter yang terkait dengan berbagai cara, dan mereka
dijelaskan oleh teori-teori serupa.
digunakan untuk memandu perilaku.
dan kemudian dihayati dan
Menurut pendekatan pembelajaran sosial untuk
pengembangan karakter, sikap positif dan olahraga tertentu perilaku yang
dianggap layak oleh masyarakat dipelajari melalui pemodelan atau belajar
observasional, penguatan, dan perbandingan sosial
Pendekatan ini, kemudian, berpendapat
bahwa sosial sejarah orang belajar menentukan tingkat perilaku olahraga yang
baik, meskipun lebih versi terbaru juga menekankan perilaku yang ditentukan
oleh interaksi dari faktor pribadi dan situasional.
Dengan demikian, baik sikap positif dan negatif dan perilaku yang dipengaruhi oleh proses
pembelajaran sosial.
a.
b. c.
2. Pendekatan Pengembangan Struktural
Selain itu, psikolog olahraga telah diturunkan definisi tertentu pembangunan moral, penalaran
moral, dan perilaku moral. Perhatikan bahwa ketika kita menggunakan istilah moral, kita tidak
bermaksud
untuk menyiratkan nilai-nilai agama.
Penalaran moral didefinisikan sebagai proses pengambilan keputusan dimana
seseorang menentukan kebenaran atau kesalahan dari tindakan. P
Sebagai contoh, dalam perencanaan seluruh sistem sebuah kurikulum pendidikan jasmani,
koordinator kabupaten akan ingin memahami apa yang pengalaman dan perubahan perkembangan
kognitif yang paling mungkin untuk meningkatkan kemampuan untuk menentukan
kebenaran atau kesalahan dari suatu tindakan.
Jadi, hasil penalaran moral dari pengalaman individu, serta pertumbuhan psikologis dan
perkembangan , dan diperkirakan untuk memandu perilaku moral. Selain itu, penalaran moral dilihat
sebagai serangkaian prinsip-prinsip etika umum
Komponen Teori Belajar Sosial
Modeling atau belajar observasional (belajar dengan mengamati apa yang
orang lain lakukan dan jangan lakukan)
Penguatan (yang diperkuat atau dihukum karena tindakan seseorang)
Perbandingan sosial (menunjukkan perilaku dalam upaya untuk
mencocokan dengan memandang seseorang atau kelompok perbandingan)
Alih-alih berfokus pada pemodelan, penguatan, dan perbandingan sosial,
pendekatan pengembangan struktural berfokus pada bagaimana pertumbuhan
psikologis dan perkembangan perubahan dalam pikiran dan penilaian yang
mendasari perilaku berinteraksi dengan pengalaman lingkungan untuk
membentuk penalaran moral.
erkembangan
moral adalah proses melalui pengalaman dan pertumbuhan yang kapasitas
seseorang dikembangkan untuk alasan moral.
Terakhir, perilaku moral adalah
melakukan yang sebenarnya tindakan yang dianggap benar atau salah.

yang mendasari situasional tindakan tertentu pada perilaku olahraga yang baik. Penalaran moral
adalah proses keputusan yang melalui penentuan kebenaran atau kesalahan dari tindakan.
Perkembangan moral adalah
Perilaku moral adalah pelaksanaan suatu tindakan yang dianggap benar atau salah. Pengembang
struktural berpendapat bahwa kemampuan untuk alasan moral tergantung pada tingkat seseorang
perkembangan kognitif atau mental (misalnya, kemampuan seorang untuk berpikir secara konkret
atau abstrak).
Penalaran moral dan perilaku tergantung pada tingkat individu perkembangan kognitif.
Pemuda Sebagai Penangkal Atas Perilaku Negatif
Hal ini tidak hanya pendidik fisik yang menyatakan partisipasi yang meningkatkan pengembangan
karakter dan perilaku positif. Administrator olahraga, pelatih, dan tokoh masyarakat juga sering
mengklaim bahwa mengambil bagian mengikuti olahraga terus pemuda dapat berhenti dari jalanan,
keluar dari kesulitan, dan keluar dari geng. Ahli Pengembangan Pemuda, Reed Larson (2000),
misalnya, menunjukkan bahwa kegiatan ekstrakurikuler seperti tempat memiliki potensi besar untuk
memimpin pengembangan pemuda yang positif karena beberapa alasan. Pertama, olahraga secara
intrinsik memotivasi banyak remaja. Kedua, melibatkan upaya berkelanjutan pada bagian dari
peserta diarahkan menuju tujuan dari waktu ke waktu. Dan ketiga, Mengamati seorang pemuda
yang mengalami kemunduran, membuat penyesuaian, dan belajar untuk mengatasi tantangan.
Potensi olahraga sebagai kendaraan untuk pengembangan pemuda yang positif telah memimpin
olahraga psikolog dan sosiolog untuk mempelajari dua pertanyaan spesifik: Apakah partisipasi
olahraga mencegah kenakalan? Apakah partisipasi dalam kekerasan geng olahraga menurun?
Strategi Untuk Meningkatkan Perkembangan Karakter
Pembelajaran sosial, perkembangan struktural, dan pendekatan psikologi sosial telah memfasilitasi
pemahaman kita tentang perilaku olahraga yang baik dan pengembangan karakter ditingkatkan.
Sembilan strategi telah diturunkan dari pendekatan ini. Kita akan membahas setiap strategi untuk
menunjukkan bagaimana hal itu dapat meningkatkan pengembangan karakter. Memeperkuat dan
Mendorong Perilaku Baik Olahraga
Memperkuat dan mendorong mereka merupakan perilaku dan sikap yang Anda tetapkan dalam
program anda sebagai perilaku olahraga yang baik. Sebaliknya,
proses melalui pengalaman
dan pertumbuhan yang kapasitas seseorang dikembangkan untuk alasan moral.
developmentalists struktural melihat penalaran moral dan perilaku sebagai
tergantung, sebagian besar, pada pengembangan kognitif.
Dengan pengembangan moral, penalaran berlangsung dari keputusan
berdasarkan kepentingan egois untuk menjadi perhatian kekepentingan bersama
dari semua orang yang terlibat. Perkembangan ini tergantung pada kemampuan
seseorang untuk berpikir abstrak.
Olahraga

menghukum dan mencegah perilaku yang tidak pantas. Konsistensi dalam memperkuat dan
menghukum perilaku dan tindakan sangat penting.
C. KESIMPULAN adalah
1.
2.
Ada tiga pandangan tentang bagaimana karakter dan perilaku olahraga yang baik berkembang
diatlet.
Fair Play
diperlukan jika semua peserta memiliki kesempatan yang adil
untuk mengejar kemenangan dalam olahraga kompetitif. bermain Fair
mensyaratkan bahwa semua kontestan memahami dan mematuhi tidak hanya
dengan aturan formal permainan tetapi juga semangat kerja sama dan aturan tidak
tertulis dalam bermain diperlukan untuk memastikan bahwa kontes adil Berikut
ringkasan membantu pembelajaran
Tentukan pengembangan karakter dan perilaku olahraga yang baik.
Pembangunan karakter dan moralitas olahraga perilaku yang baik kepedulian
dalam olahraga dan aktivitas fisik, yaitu, mereka harus melakukan dengan
pandangan dan tindakan kita tentang apa yang benar atau etis dan apa yang salah
atau tidak etis dalam olahraga dan pengaturan aktivitas fisik. Karakter terdiri dari
empat kebajikan yang saling terkait: belas kasih, keadilan, perilaku olahraga yang
baik, dan integritas. Kebajikan ini juga berkaitan erat dengan perkembangan
moral, penalaran moral, dan perilaku moral.
Jelaskan bagaimana karakter dan perilaku olahraga yang baik berkembang.
Pendekatan leaming sosial menekankan pemodelan,
penguatan, dan perbandingan sosial. Pendekatan struktural-perkembangan
berpendapat bahwa penalaran moral yang berkaitan dengan tingkat seseorang
perkembangan kognitif. Analisis lima tingkat dalam penalaran moral
mencerminkan perkembangan dari menilai kebenaran suatu tindakan atau yang
salah sesuai dengan kepentingan berpusat diri untuk memiliki kepedulian dengan
kepentingan bersama dari semua pihak yang terlibat. Ketiga, pendekatan psikologi
sosial menggabungkan dua pendekatan pertama dan menunjukkan bahwa interaksi
orang-by-situasi yang kompleks menentukan pengembangan karakter dan perilaku
olahraga yang baik.
Mengidentifikasi
3. hubungan penting antara penalaran moral dan perilaku moral.
respon. Meskipun ada hubungan yang konsisten antara penalaran moral dan perilaku moral,
hubungan yang tidak sempurna.
penalaran moral seseorang dan perilaku moral yang dihubungkan oleh sebuah
proses tindakan moral yang meliputi empat tahap: menafsirkan situasi sebagai
salah satu yang melibatkan semacam penghakiman moral, memutuskan pada
tindakan yang terbaik, membuat pilihan untuk bertindak secara moral, dan
menerapkan moral

4. Diskusikan bagaimana karakter dan perilaku olahraga yang baik dapat dipengaruhi.
Untuk perkembangan positif terjadi, perlu untuk menggunakan baik dari pikiran, dirancang dengan
baik, strategi untuk
pengembangan karakter.
Ini adalah mendefinisikan apa yang Anda anggap perilaku olahraga yang baik dalam hal tepat;
memperkuat dan mendorong perilaku olahraga yang baik dan menghukum dan tidak mendorong
perilaku buruk olahraga; perilaku pemodelan yang sesuai; menyampaikan alasan-alasan,
menekankan mengapa tindakan sesuai atau tidak
pantas, mengingat maksud dari tindakan, mengambil peran
5. Jelaskan
Bahwa pendidikan jasmani dan partisipasi pemuda olahraga dapat mencegah
perilaku negatif seperti kenakalan dan kekerasan dan dapat meningkatkan
pengembangan karakter yang positif.
Sembilan strategi untuk mengembangkan karakter dan
perilaku olahraga positif dapat digambarkan berdasarkan pembelajaran sosial,
perkembangan struktural, pendekatan psikologis dan sosial.
empati; membahas dilema moral, membangun dilema moral dan pilihan dalam
, belas kasih, dan
konteks praktek dan kelas; mengajar strategi pembelajaran kooperatif; rekayasa
berorientasi tugas, iklim motivasi, dan mentransfer kekuasaan dari pemimpin
kepada peserta.
efek menang pada pembangunan karakter dan perilaku olahraga
yang baik.
Beberapa isu filosofis yang berorientasi untuk dipertimbangkan dalam
memfasilitasi pengembangan karakter adalah peran pendidik dalam
pengembangan karakter, peran double sided menang, mentransfer nilai-nilai
terhadap lingkungan nonsport, dan menjaga harapan yang realistis dari proses
pembangunan karakter. Spesialis aktivitas fisik juga memainkan peranan penting
dalam mendorong terlaya
Definisi kepribadian dan sikap
Definisi personality yang dipaparkan oleh beberapa ahli yang lain dalam buku karangan
Wrahatnala, Bondet (2009):
a. M.A.W. Brower
Kepribadian adalah corak tingkah laku sosial yang meliputi corak kekuatan, dorongan,
keinginan, opini, dan sikap-sikap seseorang.
b. Koentjaraningrat
Kepribadian adalah suatu susunan dari unsur-unsur akal dan jiwa yang menentukan tingkah
laku atau tindakan seseorang.
c. Theodore R. Newcomb
Kepribadian adalah organisasi sikap-sikap yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang
terhadap perilaku.
Dari pengertian yang diungkapkan oleh para ahli di atas, dapat kita simpulkan secara
sederhana bahwa yang dimaksud kepribadian (personality) merupakan ciri-ciri dan sifat-sifat
khas yang mewakili sikap atau tabiat seseorang yang mencakup pola-pola pemikiran dan
perasaan, konsep diri, perangai, dan mentalitas yang umumnya sejalan dengan kebiasaan
umum.
Ø Definisi sikap menurut beberapa ahli adalah sebaai berikut :
Soetarno (1994)
Menurut Soetarno, sikap yaitu sebuah pandangan atau perasaan yang diikuti oleh
kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tertentu, kembali lagi Soetarno membawa
obyek sebagai hal utama untuk pengertian sikap.
Syamsudin (1997:10)
Pengertian sikap yang dikemukakan menurut Syamsudin (1997: 10) adalah tingkah laku atau
gerakan-gerakan yang tampak dan ditampilkan dalam interaksinya dengan lingkungan sosial.
Interaksi tersebut terdapat proses saling merepon, saling mempengaruhi serta saling
menyesuiakan diri dengan lingkungan sosial.
La Pierre (dalam Azwar, 2003)

Selanjutnya ada La Pierre yang dikuti dalam Azwar tahun 2003. Mengemukakan pendapat bahwa sikap

adalah suatu pola atau perilaku tendensi ataupun kesiapan untuk seseoran agar bisa menyesuaikan diri atau

mungkin disebut sebagai adaptasi. Dimana adaptasi itu bisa dilakukan dengan cara rumit ataupun

sederhana. Sikap juga bentuk respon dari stimulan sosial yang sudah terkondisikan.
Dari pengertian yang diungkapkan oleh para ahli di atas, dapat kita simpulkan bahwa sikap adalah

kesediaan untuk merespon secara konstan denan cara positif atau negatif terhadap objek atau situasi

tertentu.
B. Faktor-faktor pembentuk kepribadian dan sikap
Menurut F.G. Robbins, ada lima faktor yang menjadi dasar kepribadian, yaitu sifat dasar,
lingkungan prenatal, perbedaan individual, lingkungan, dan motivasi.

a. Sifat Dasar
Sifat dasar merupakan keseluruhan potensi yang diwarisi oleh seseorang dari ayah dan
ibunya. Sifat dasar tersebut terbentuk pada saat konsepsi, yaitu saat terjadi pembuahan benih.
Sifat dasar yang masih merupakan potensi-potensi juga dipengaruhi oleh faktor lain.

b. Lingkungan Prenatal
Lingkungan prenatal merupakan lingkungan dalam kandungan ibu. telur yang telah dibuahi
tersebut berkembang menjadi embrio dalam lingkungan prenatal. Pada periode prenatal ini,
individu mendapatkan pengaruh-pengaruh tidak langsung dari ibu. Pengaruh-pengaruh
tersebut, antara lain sebagai berikut:
1) Struktur tubuh ibu (daerah panggul) merupakan kondisi yang memengaruhi pertumbuhan
bayi dalam kandungan.
2) Beberapa jenis penyakit, seperti halnya kanker, diabetes, hepatitis, dan aids yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan bayi dalam kandungan.
3) Gangguan endokrin yang dapat mengakibatkan keterbelakangan perkembangan anak.
4) Shock pada saat melahirkan dapat memengaruhi kondisi yang menyebabkan berbagai
kelainan, seperti cerebral, palsy, dan lemah pikiran.

c. Perbedaan Individual atau Perorangan


Perbedaan individual merupakan salah satu faktor yang memengaruhi proses sosialisasi.
Sejak dilahirkan oleh ibunya, anak akan tumbuh dan berkernbang sebagai individu yang unik,
serta berbeda dengan individu lainnya. Perbedaan perorangan ini meliputi perbedaan-
perbedaan ciri-ciri fisik, seperti warna kulit, warna mata, rambut, bentuk badan, serta ciri
personal dan sosial.

d. Lingkungan
Situasi dan kondisi di sekitar individu yang memengaruhi proses sosialisasi dapat dibedakan
atas lingkungan alam, lingkungan kebudayaan, serta lingkungan sosial.
· Lingkungan alam meliputi keadaan iklim, tanah, flora, fauna, dan sumber daya di sekitar
individu.
· Lingkungan kebudayaan meliputi cara hidup masarakat ym tempat individu itu hidup.
Kebudayaan ini mepunyai aspek materiil (rumah, perlengkapan hidup, dan hasil-hasil
teknologi lainnya) dan aspek nonmateriil (nilai-nilai pandangan hidup dan adat istiadat).
· Lingkungan sosial adalah pengaruh manusia lain dan masyarakat di sekitarnya dan dapat
membatasi proses sosialisasi serta memberi stimulasi terhadap perkembangannya.
Kondisi lingkungan tersebut memang tidak menentukan secara mutlak, tetapi membatasi dan
sosialis memengaruhi proses asi manusia. Selain itu, kita juga menolak kebenaran
determinisme geografi dan determninisme ekonomi mengenai peranan kondisi geografi dan
ekonomis terhadap proses sosialisasi individu.

e. Motivasi
Motivasi adalah kekuatan-kekuatan dari dalam diri individu yang menggerakkannya untuk
berbuat ses dibedakan menjadi dua yakni dorongan dan kebutuhan.

1. Dorongan adalah keadaan tidak seimba dal individu karena am diri pengaruh dari ng dalam
dan luar dirinya. Dorongan itu memengaruhi dan engarahkan perbuatan individu dalam
mencapai adaptasi atau keseimbangan. Pada diri individu terdapat dorongan makan, minum,
dan menghindarkan diri dari bahaya yang mengancamnya.
2. Kebutuhan adalah dorongan yang telah ditentukan secara personal, sosial, dan kultural.
Kebutuhan-kebutuhan manusia yang penting, antara lain
· kebutuhan bebas dari rasa takut,
· kebutuhan bebas dari rasa bersalah;
· kebutuhan untuk bersama dengan orang lain;
· kebutuhan untuk berprestasi;
· kebutuhan akan afeksi;
· kebutuhan untuk turut serta mengambil keputusan mengenai persoalan-persoalan yang
menyangkut dirinya, kebutuhan akan kepastian ekonomis;
· kebutuhan akan terintegrasinya sikap, keyakinan, dan nilai-nilai.
Melalui proses aksi, reaksi, dan interaksi maka kelima faktor yang menjadi dasar kepribadian
manusia akan memengaruhi proses sosialisasi

C. Bagaimanakah pengaruh sikap dan kepribadian terhadap prestasi atlet


Prestasi atlet sangat dipengaruhi oleh kepribadian dan sikap atlet itu sendiri. Aldermen
(1974) mengmukakan bahwa traits merupakan sifat kecenderungan yang khusus,sehingga
menunjukan kecenderungan tabiat (watak) untuk bertindak dan berkelakuan dengan cara
tertentu.
Sekalipun demikian, jelas bahwa melakukan olahraga secara teratur dapat berpengaruh
khusus terhadap kepribadian seseorang. Berolahraga secara teratur ri dalam kehidupan
keluarga ataupun masyarakat.
Kepribadian banyak dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan fisik secara teratur, sesuai dengan
bidang olahraga yang diminati atau ditekuni, seperti golf, sepakbola, dan bulutangkis.
Olahraga akan mempengaruhi aspek kepribadian seseorang. Misalnya, dengan berolahraga,
seseorang akan mengembangkan sikap pantang menyerah, gigih, serta sikap membuka diri
terhadap lingkungan sosialnya.
Urusan energi dan emosi begitu signifikan dampaknya bagi prestasi dan penampilan
sang atlet, sementara kita tidak bisa mensterilkan atlet dari masalah yang datang dan pergi
dalam kehidupannya. Namun jika ditelaah, rupanya menurut Nasution (2007) ada beberapa
faktor yang menentukan mudah tidaknya seorang atlet terpengaruh oleh masalah.

1. Berpikir positif
Bisa atau tidaknya seorang atlet berpikir positif, bisa mempengaruhi mentalitasnya di
lapangan. Kemampuan menemukan makna dari tiap peluang, event, situasi, serta orang yang
dihadapi adalah cara untuk menimbulkan pikiran positif. Sering terdengar bahwa pemain A
atau B tidak terduga bisa memenangkan pertandingan padahal targetnya adalah berusaha
main sebaik mungkin. Alasannya, karena lawannya bagus dan pertandingan ini jadi moment
penting untuk meng up grade¬ kualitas diri dan permainannya. Artinya, sang atlet mampu
melihat sisi lain yang membuat dirinya tidak terbebani ambisi. Pikiran rileks dan focus pada
permainan berkualitas akhirnya mempengaruhi sikap atlet tersebut saat bertanding dimana ia
jadi berhati-hati dan cermat dalam proses, dan tidak grasah grusuh ingin cepat-cepat
mencetak skor.
Jadi, pikiran positif bisa menggerakkan motivasi yang tepat, sehingga mengeluarkan
besaran energi dan tekanan yang tepat untuk menghasilkan tindakan konstruktif. Dampaknya
bisa beragam, bisa kerja sama yang baik, performance yang optimum, atau pun kemenangan.
2. Motivasi
Tingkat motivasi dan sumber motivasi atlet akan mempengaruhi daya juangnya.
Kalau kurang termotivasi, otomatis daya juangnya pun kurang. Kalau highly motivated, maka
daya juangnya juga tinggi. Kalau sumber motivasi ada di luar (ekstrinsik), maka kuat
lemahnya daya juang sang atlet pun sangat situasional, tergantung kuat lemah pengaruh
stimulus. Contoh, makin besar hadiahnya, makin kuat daya juangnya. Makin kecil hadiahnya,
makin kecil usahanya.
Yang paling baik jika sumber motivasi ada di dalam diri, tidak terpengaruh cuaca
apalagi iming-iming hadiah. Atlet yang memiliki motivasi berprestasi tinggi, maka sejak awal
berlatih dia sudah secara konsisten dan persisten mengusahakan yang terbaik. Kepuasannya
terletak pada keberhasilannya untuk mencapai yang terbaik di setiap tahap proses latihan,
bukan hanya saat bertanding. Masalah yang ada pasti punya pengaruh, namun selama
motivasi internalnya kuat, atlet tersebut mampu untuk sementara waktu menyingkirkan beban
emosi yang dirasa memperberat gerakannya.
3. Sasaran yang jelas

Mengetahui sejauh mana dan setinggi apa sasaran yang harus dicapai, mempengaruhi
tingkat daya juang, usaha dan kualitas tempur atlet. Sementara, ketidakpastian bisa
melemahkan motivasi. Ketidakpastian ini bentuknya beragam. Kalau tidak jelas siapa
musuhnya, sasarannya, medan perangnya, tingkat kesulitannya, targetnya, waktunya, akan
membuat sang atlet kebingungan dan energi nya juga tidak fokus, strategi nya pun tidak
spesifik dan standar kualitas nya jadi tidak bisa ditentukan, bisa terlalu rendah bisa juga
terlalu tinggi. Dalam keadaan membingungkan seperti ini, atlet jadi sangat rentan terhadap
masalah.
4. Pengendalian emosi
Ketidakmampuan mengendalikan emosi bisa mengganggu konsentrasi dan
keseimbangan fisiologis. Pengendalian emosi tidak bisa muncul dalam semalam, karena
sudah menjadi bagian dari kepribadian atlet. Hal ini bukan berarti tak bisa dirubah, namun
perlu proses untuk mengembangkan kemampuan mengelola emosi dengan proporsional. Jadi,
kalau atlet tersebut masih punya masalah dalam pengendalian emosi, maka dia lebih mudah
terstimulasi oleh berbagai masalah apapun bentuknya, entah itu kelakuan penonton /
supporter, sikap pelatih, tindakan teman-temannya, dsb.

5. Daya tahan terhadap stress


Jika tingkat stres berada di atas ambang kemampuan sang atlet dalam memanage
stresnya maka akan mengakibatkan prestasi atlet menurun, namun jika tingkat stres berada
dibawah ambang maka atlet tidak akan termotivasi untuk berprestasi. Jika tingkat stres berada
pada level toleransi kemampuannya maka atlet akan mampu berprestasi.
6. Rasa percaya diri
Kurangnya rasa percaya diri akan mempengaruhi keyakinan dan daya juang sang
atlet. Masalah yang muncul saat berlatih maupun bertanding bisa saja memperlemah rasa
percaya dirinya, meski sang atlet sudah berlatih dengan baik. Apalagi jika masalah yang
dihadapi berkaitan dengan konsep dirinya. Misalnya, sang atlet selalu memandang dirinya
kurang baik, kurang sempurna, maka seruan "uuuuuu" penonton bisa dianggap konfirmasi
atas kekurangan dirinya, meskipun pada kenyataannya atlet tersebut tergolong berprestasi.
maka dari itu pelatih harus bisa memberikan masukan-masukan, motivasi atau
pelatihan terhadap atlet agar atlet memiliki mental yan kuat.
7. Daya konsentrasi
Atlet yang punya kemampuan konsentrasi tinggi, cenderung mampu mempertahankan
performance meski ada gangguan, interupsi atau masalah. Kalau daya konsetrasi atlet rendah,
maka ia mudah melakukan kesalahan jikalau terjadi interupsi baik saat latihan maupun
pertandingan.

8. Kemampuan evaluasi diri


Kemampuan evaluasi ini juga diperlukan untuk melihat hubungan antara masalah
dengan performance-nya. Tanpa kemampuan untuk melihat ke dalam, atlet akan terjebak
dalam masalah dan kesalahan yang berulang.

9. Minat
Jika si atlet memang memiliki minat yang tinggi pada cabang olahraga yang
dipilihnya maka ia akan melakukan olahraga tersebut sebagai suatu kesenangan bukan
sebagai beban.
10. Kecerdasan (emosional dan intelektual)
Kecerdasan emosional dan intelektual merupakan elemen yang dapat memproduksi
kemampuan berpikir logis, obyektif, rasional serta memampukannya mengambil hikmah
yang bijak atas peristiwa apapun yang dialami atau siapapun yang dihadapi.
D. Peranan olahraga dalam membentuk kepribadian dan sikap
Pengaruh Olahraga terhadap Kepribadian
Olahraga mengajarkan pada seseorang akan kedisiplinan, jiwa sportivitas, tidak
mudah menyerah, mempunyai jiwa kompetitif yang tinggi, semangat bekerja sama, mengerti
akan adanya aturan, berani mengambil keputusan. Pendek kata,olahraga akan membentuk
manusia dengan kepribadian yang sehat. Ini relevan dengan pemikiran Baron Piere de
Coubertin, penggagas Olympiade modern bahwa tujuan olahraga terletak pada fungsinya “as
the unique school of moral perfection, and as the means for the acquisttion and formation
and formation of strong personality, good character and noble sentimens, only men with
these moral virtues can be useful member of society”
Olahraga juga membina manusia menuju kesempurnaan seperti tercermin dalam
motto. Citius,Altius,Fortius,telah diakui dunia sebagai Gerakan Olympiade (Olympic
Movement). Citius,sesungguhnya tidak hanya diartikan sebagai lebih cepat atau tercepat,
seperti terekam pada prestasi seorang atlet dalam berlari. Namun makna sesungguhnya
menunjukkan kualitas mental seseorang yang mampu mengambil keputusan lebih cepat atau
lebih cerdas. Makna altius,bukan dalam pengertian lebih tinggi atau tertinggi mencapai
prestasi, misalnya lompat tinggi atau lompat galah dalam atletik, namun merujuk pada moral
yang lebih luhur atau mulia.
Beberapa hasil riset terkait dengan pengaruh aktivitas olahraga terhadap beberapa
dimensi psikologis.
1. Olahraga dan Konsep Diri (Self-concept)
Kebanyakan studi menyatakan bahwa ada hubungan yang positif antara keterlibatan dalam
olahraga dengan perkembangan identitas remaja (Biddle, Salis,&Cavill,1998). Mereka yang
terlibat aktif dalam kegiatan olahraga menunjukkan tingkat kepercayaan diri (self-
confidence) yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak terlibat. Ketika para remaja
terlibat dalam olahraga kompetitif, ternyata mereka juga menunjukkan konsep diri yang lebih
positif dibanding mereka yang tidak terlibat dalam olahraga kompetitif (Brettscneider &
Klimek,1998, Richartz & Brettscneider,1996). Konsep diri yang tampak positif tampak tidak
hanya dalam dimensi fisik, tetapi juga sosial dan yang lebih surprise adalah pengaruhnya
pada perkembangan intelektual.
2. Kemampuan Mengatasi Stress (coping with stress)
Sebagaimana dimaklumi bahwa kehidupan remaja sangat rentan terhadap persoalan-
persoalan psiko sosial, seperti godaan terhadap obat-obat terlarang, minuman keras,
pergaulan bebas, dan penyakit sosial linya. Hasil studi membuktikan bahwa remaja yang
terlibat dalam aktivitas fisik lebih memiliki ketahanan dan mampu mengatasi stressor dari
lingkunganya (Brinkhoff,1998)
3. Penyimpangan tingkah laku Remaja
Hasil studi Biddle, Sallis. & cavvill (1998) menyatakan bahwa remaja yang aktif
dalam olahraga penyimpangan tingkah lakunya lebih kecil dibandingkan mereka yang tidak
berpartisipasi dalam olahraga. Meskipun demikian dalam studi tersebut juga dikemukakan
bahwa diantara beberapa cabang olahraga, mereka yang terjun dalam sepak bola kasus
penggunaan obat-obat terlarang lebih tinggi dibandingkan cabang olahraga yang lain

.
4. Integrasi Sosial
Umumnya anak-anak dan remaja yang tidak terlalu betah tinggal di institusi-institusi sosial
seperti rumah, sekolah, tetangga dan tempat ibadah. Sebagian besar waktunya dicurahkan
bersama teman dan kelompoknya, sehingga terkesan eksklusif. Kegiatan olahraga
memberikan kesempatan yang baik bagi para remaja, baik pria dan waniita untuk terintegrasi
dalam jaringan sosial dan mengembangkan kepercayaan sosial (social confidence). Studi
yang dilakukan Brettscneider (1999) menunjukkan bahwa remaja umumnya membutuhkan
interaksi dengan yang lain dan membutuhkan dukungan sosial, tidak saja dari kelompoknya
melainkan juga dari

Anda mungkin juga menyukai