Anda di halaman 1dari 39

KATA HANTAR

Buku ajar mata kuliah Pengelolaan Barang Berbahaya dan Beracun ini merupakan
salah satu mata kuliah pembelajaran pada Jurusan DIII Manjemen Logistik
Politeknik Transportasi Darat. Mata Kuliah Pengelolaan Barang Berbahaya dan
Beracun ditujukan bagi civitas akademik Politeknik Transportasi Darat yang
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman peserta dalam
mempelajari tentang logistik. Terutama terkait dengan penanganan pengangkutan
terkait dengan barang B3 dalam penyelenggaraan logistik

Diharapkan buku ajar ini mampu memenuhi kebutuhan pengampu dan peserta didik
terutama dalam proses belajar untuk memperkaya pengetahuannya terkait logistik.
Meskipun demikian, sebagaimana peribahasa, tak ada gading yang tak retak, maka
penulis menyampaikan harapan adanya masukan dari berbagai pihak untuk
penyempurnaan modul ini. Akhir kata, selamat belajar, semoga bermanfaat.

Bali, November 2020


DAFTAR ISI

KATA HANTAR .............................................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... v
BAB 1 JENIS DAN KLASIFIKASI B3 ......................................................................... 1
1.1 Limbah B3 .................................................................................................... 1
1.2 Limbah B3 Berdasarkan Sumbernya ........................................................... 2
1.3 Limbah B3 Berdasarkan Jenis Buangan ...................................................... 3
1.4 Limbah B3 Berdasarkan Sifatnya ................................................................. 3
1.5 Soal Latihan ................................................................................................. 5
BAB 2 METODE PENGEMASAN ............................................................................... 1
2.1 Prinsip Pengemasan Limbah B3 .................................................................. 1
2.2 Cara Penyimpanan Limbah B3 pada Fasilitas Penyimpanan Limbah B3
Berupa Bangunan ........................................................................................ 2
2.3 Cara Penyimpanan Limbah B3 pada Fasilitas Penyimpanan Limbah B3
Berupa Tangki Dan/Atau Kontainer ............................................................ 5
2.4 Cara Penyimpanan Limbah B3 pada Fasilitas Penyimpanan Limbah B3
Berupa Silo................................................................................................... 6
2.5 Soal Latihan ................................................................................................. 7
BAB 3 TATA CARA PENGANGKUTAN .................................................................... 8
3.1 Parameter Pengangkutan Limbah B3 .......................................................... 8
3.2 Regulasi Pengangkutan Limbah B3 ............................................................. 9
3.3 Soal Latihan ............................................................................................... 12
BAB 4 LOADING DAN UNLOADING ..................................................................... 13
4.1 Pengertian Bongkar Muat ......................................................................... 13
4.2 Alat-alat yang digunakan dalam Bongkar Muat ........................................ 14
4.3 Prinsip penanganan dan pengaturan Muatan .......................................... 15
4.4 Soal Latihan ............................................................................................... 17
BAB 5 PELABELAN................................................................................................... 18
5.1 Simbol Limbah B3 ...................................................................................... 18
5.2 Label Limbah B3 ........................................................................................ 21
5.3 Soal Latihan ............................................................................................... 23
BAB 6 TANDA DAN RAMBU B3 ............................................................................ 24
6.1 Rambu-rambu Angkutan Barang Berbahaya............................................. 24
6.2 Soal Latihan ............................................................................................... 26
BAB 7 PRAKTEK LAPANGAN ................................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................... 28
DAFTAR TABEL

No table of figures entries found.


DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Contoh pola Penyimpanan Limbah B3 menggunakan
kemasan drum ............................................................................................... 3
Gambar 2.2 Penggunaan rak pada Penyimpanan Limbah B3 dengan
kemasan drum ............................................................................................... 3
BAB 1
JENIS DAN KLASIFIKASI B3
1.1 Limbah B3
Limbah B3 dapat dikatakan sebagai setiap limbah yang mengandung bahan
berbahaya dan /atau beracun yang karena sifat dan /atau konsentrasinya dan /atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak dan /atau
mencemarkan lingkungan hidup dan /atau membahayakan.
Dampak yang ditimbulkan oleh limbah B3 yang dibuang langsung ke
lingkungan sangat besar dan dapat bersifat akumulatif, sehingga dampak tersebut
akan berantai mengikuti proses pengangkutan (sirkulasi) bahan dan jaring-jaring
rantai makanan. Mengingat besarnya resiko yang ditimbulkan tersebut maka
pemerintah telah berusaha untuk mengelola limbah B3 secara menyeluruh, terpadu
dan berkelanjutan.
Permasalahan mengenai pengelolaan limbah dapat berdampak pada
pencemaran lingkungan. Proses pencemaran industri limbah B3 terutama di industri
kereta api dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Proses secara
langsung yaitu bahan pencemar tersebut langsung berdampak meracuni sehingga
mengganggu kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan atau mengganggu
keseimbangan ekologis baik air, udara maupun tanah. Proses tidak langsung, yaitu
beberapa zat kimia bereaksi di udara, air maupun tanah, sehingga menyebakan
pencemaran.
Pencemaran ada yang langsung terasa dampaknya, misalnya berupa
gangguan kesehatan langsung (penyakit akut), atau akan dirasakan setelah jangka
waktu tertentu (penyakit kronik). Alam memiliki kemampuan sendiri untuk
mengatasi pencemaran (self recovery), namun alam memiliki keterbatasan. Setelah
batas itu terlampaui, maka pencemaran akan berada di alam secara tetap atau
terakumulasi dan kemudian berdampak pada manusia, material, hewan, tumbuhan
dan ekosistem.
1.2 Limbah B3 Berdasarkan Sumbernya

Menurut PP No. 12/1995, limbah B3 berdasarkan sumbernya


dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu :
1. Limbah dari Sumber yang Spesifik

Limbah B3 ini merupakan sisa proses suatu industri kegiatan tertentu.


Segala macam limbah berbahaya yang berasal dari kegiatan utama industri dapat
dikategorikan sebagai jenis limbah B3 dari sumber spesifik. Contoh dari limbah
jenis ini di antaranya adalah pelarut terhalogensi seperti klorobenzena dan metilen
klorida, pelarut yang tak terhalogensi seperti toluena, aseton dan nitrobenzema,
asam atau basa seperti natrium hidroksida, asam sulfat dan asam fostat serta limbah
yang tidak spesifik seperti aki bekas dan limbah laboratorium.

Limbah B3 dari sumber spesifik sendiri masih dapat dibagi menjadi 2 jenis,
yakni limbah B3 dari sumber spesifik umum dan khusus.Untuk limbah B3 dari
sumber spesifik umum, beberapa contohnya adalah katalis bekas dan limbah karbon
aktif dari pabrik pupuk, residu proses produksi dan abu insinerator dari pabrik
pestisida serta residu dasar tangki dan sludge dari proses produksi kilang minyak
bumi. Sedangkan untuk limbah B3 dari sumber spesifik khusus beberapa contohnya
meliputi slag nikel, copper slag, slag timah putih dan sludge IPAL.

2. Limbah dari Sumber yang Tidak Spesifik

Sama halnya dengan limbah B3 dari sumber spesifik, limbah jenis ini juga
berasal dari aktivitas industri. Hanya saja, limbah jenis ini bukan berasal dari
kegiatan utama industri melainkan dari kegiatan sampingannya seperti kegiatan
pemeliharaan alat, pencucian, pengemasan, pelarutan kerak dan sejenisnya. Selain
itu, limbah B3 yang tidak jelas sumbernya dan belum diketahui secara pasti
kandungan racun di dalamnya juga bisa dimasukkan ke dalam jenis limbah B3 dari
sumber tidak spesifik.
3. Limbah dari Bahan Kadaluarsa

Limbah B3 yang tumpah dan bekas kemasan limbah B3 masuk ke dalam


jenis limbah yang satu ini. Beberapa contoh limbah lain yang juga masuk ke dalam
jenis ini di antaranya adalah tembaga sianida, karbon disulfida, barium sianida,
endrin dan gas fluor. Meski banyak dari limbah B3 yang berasal dari kegiatan
industri, beberapa limbah B3 juga ada yang berasal dari kegiatan rumah tangga.
Misalnya saja seperti bekas pengharum ruangan, deterjen pakaian dan pemutih
pakaian. Hanya saja, pengelolaan limbah B3 industri memang lebih rumit, terlebih
mengingat kuantitasnya yang tidak sedikit.

1.3 Limbah B3 Berdasarkan Jenis Buangan

limbah B3 dapat dibedakan atas jenis buangan yaitu :


1. Buangan radioaktif, Buangan yang mengemisikan radioaktif berbahaya,
persisten untuk periode waktu yang lama.
2. Buangan bahan kimia, umumnya digolongkan lagi menjadi: (a) synthetic
organics; b) anorganic logam, garam-garam, asam dan basa; (c) flamable dan (d)
explosive.
3. Buangan biological, dengan sumber utama: rumah sakit, penelitian biologi. Sifat
terpenting sumber ini menyebabkan sakit pada mahluk hidup dan menghasilkan
toxin.
4. Buangan mudah terbakar (flamable), dengan bentuk bahan kimia padat, cair, gas
dan paling umum berbentuk cairan. Tingkat bahaya jenis ini selama penyimpanan,
pengumpulan dan pembuangan akhir.
5. Buangan mudah meledak (Explosive), yang dihasilkan dari pabrik bahan
peledak. Bahan ini berbahaya pada waktu penyimpanan, pengumpulan dan
pembuangan akhir

1.4 Limbah B3 Berdasarkan Sifatnya

Berdasarkan sifatnya, limbah B3 dapat dikelompokkan sebagai berikut :


1. Mudah terbakar (Flamable).
Buangan ini apabila dekat dengan api/sumber api, percikan, gesekan mudah
menyala dalam waktu yang lama baik selama pengangkutan, penyimpanan atau
pembuangan. Contoh jenis ini buangan BBM atau buangan pelarut (benzena,
toluen, aseton).
2. Mudah meledak (Explosive)
yaitu buangan yang melalui reaksi kimia menghasilkan ledakan dengan
cepat, suhu, tekanan tinggi mampu merusak lingkungan. Penanganan secara khusus
selama pengumpulan, penyimpanan, maupun pengangkutan.
3. Menimbulkan karat (Corrosive),
yaitu buangan yang pH nya sangat rendah (pH < 3) atau sangat tinggi pH >
12,5) karena dapat bereaksi dengan buangan lain, dapat menyebabkan karat besi
dengan adanya buangan lain, dapat menyebabkan karat baja/besi. Contoh: sisa asam
terutama asam sulfat, limbah asam dan baterei.
4. Buangan pengoksidasi (Oxidizing waste),
yaitu buangan yang dapat menyebabkan kebakaran karena melepaskan
oksigen atau buangan peroksida (organik) yang tidak stabil dalam suhu tinggi.
Contoh : magnesium, perklorat dan metil etil keton peroksida
5. Buangan yang menimbulkan penyakit (Infectious Waste),
yaitu dapat menularkan penyakit. Contoh : tubuh manusia, cairan tubuh
manusia yang terinfeksi, limbah laboratorium yang terinfeksi kuman penyakit yang
dapat menular.
6. Buangan beracun (Toxic waste),
yaitu buangan berkemampuan meracuni, menjadikan cacat sampai
membunuh mahluk hidup dalam jangka panjang ataupun jangka pendek. Sebagai
contoh logam berat (seperti Hg, Cr), pestisida, pelarut, halogenida.
1.5 Soal Latihan
1. Sebutkan Pengertian dari Limbah Berbahaya dan Beracun….
2. Jelaskan Pengelompokan Limbah B3…..
3. Jelaskan Limbah B3 Berdasarkan Sumbernya….
4. Jelaskan Limbah B3 Berdasarkan Jenis Buangan..
5. Jelaskan Limbah B3 Berdasarkan Sifatnya….
BAB 2
METODE PENGEMASAN
2.1 Prinsip Pengemasan Limbah B3

Pengemasan Limbah B3 harus memberikan suatu kondisi yang sesuai dan


berfungsi sebagai pelindung dari kemungkinan perubahan keadaan yang dapat
mempengaruhi kualitas Limbah B3 dalam kemasan. Kemasan untuk mengemas
Limbah B3 terbuat dari bahan logam atau plastik, seperti drum, jumbo bag, tangki
intermediated bulk container (IBC), dan/atau kontainer.
Dalam melakukan pengemasan, hal yang perlu diperhatikan adalah:
1. Setiap Penghasil Limbah B3 dan/atau Pengumpul Limbah B3 harus mengetahui
karakteristik dari setiap Limbah B3 yang dihasilkannya/dikumpulkannya;
2. Bagi Penghasil Limbah B3 yang menghasilkan Limbah B3 yang sama secara
terus-menerus, maka pengujian karakteristik masing-masing Limbah B3 dapat
dilakukan paling sedikit satu kali. Apabila dalam perkembangannya terjadi
perubahan kegiatan yang diperkirakan mengakibatkan berubahnya karakteristik
Limbah B3 yang dihasilkan, terhadap masing-masing Limbah B3 hasil kegiatan
perubahan tersebut harus dilakukan pengujian kembali terhadap karakteristiknya;
dan
3. Bentuk kemasan dan bahan kemasan dipilih berdasarkan kecocokannya terhadap
jenis dan karakteristik Limbah B3 yang akan dikemas.

Menurut peraturan menteri lingkungan hidup dan kehutanan republik indonesia


nomor p.12/menlhk/setjen/plb.3/5/2020, prinsip Pengemasan Limbah B3 adalah:
1. Limbah B3 yang tidak saling cocok, atau Limbah B3 dan B3 yang tidak saling
cocok tidak boleh disimpan secara bersama-sama dalam satu kemasan;
2. Untuk mencegah resiko timbulnya bahaya selama dilakukan Penyimpanan
Limbah B3, maka jumlah pengisian Limbah B3 dalam kemasan harus
mempertimbangkan kemungkinan terjadinya pengembangan volume Limbah B3,
pembentukan gas, atau terjadinya kenaikan tekanan;
3. Jika kemasan yang berisi Limbah B3 sudah dalam kondisi yang tidak layak
(pengkaratan atau kerusakan permanen) atau jika mulai bocor, maka Limbah B3
tersebut harus dipindahkan ke dalam kemasan lain yang memenuhi syarat sebagai
kemasan bagi Limbah B3;
4. Terhadap kemasan yang telah berisi Limbah B3 harus diberi penandaan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dan disimpan dengan memenuhi ketentuan tentang
tata cara dan persyaratan bagi Penyimpanan Limbah B3;
5. Terhadap kemasan wajib dilakukan pemeriksaan oleh penanggungjawab
Pengelolaan Limbah B3, untuk memastikan tidak - 39 - terjadinya kerusakan atau
kebocoran pada kemasan akibat korosi atau faktor lainnya; dan
6. Kegiatan Pengemasan Limbah B3 dan Penyimpanan Limbah B3 harus
dilaporkan sebagai bagian dari kegiatan Pengelolaan Limbah B3.
Fasilitas penyimpanan limbah B3 secara umum dapat dilakukan pada
fasilitas berupa bangunan, tangka dan/atau container, dan silo.

2.2 Cara Penyimpanan Limbah B3 pada Fasilitas Penyimpanan


Limbah B3 Berupa Bangunan

Penyimpanan Limbah B3 pada fasilitas Penyimpanan Limbah B3 berupa


bangunan dilakukan dengan menggunakan kemasan. Pengemasan Limbah B3 harus
memberikan suatu kondisi yang sesuai dan berfungsi sebagai pelindung dari
kemungkinan perubahan keadaan yang dapat mempengaruhi kualitas Limbah B3
dalam kemasan. Kemasan untuk mengemas Limbah B3 terbuat dari bahan logam
atau plastik, seperti drum, jumbo bag, tangki intermediated bulk container (IBC),
dan/atau kontainer.

1. Cara Penyimpanan Limbah B3 menggunakan Kemasan Drum


Drum yang digunakan untuk mengemas Limbah B3 dapat dari drum logam
atau drum plastik, dengan kapasitas 200 liter. Cara Penyimpanan Limbah B3
menggunakan drum dapat dilihat pada Gambar 2.1 dan Gambar 2.2.
Gambar 2.1 Contoh pola Penyimpanan Limbah B3
menggunakan kemasan drum

Gambar 2.2 Penggunaan rak pada Penyimpanan Limbah B3


dengan kemasan drum

2. Cara Penyimpanan Limbah B3 menggunakan Kemasan Jumbo Bag


Jumbo bag adalah kantong besar dengan kapasitas tampung 500 kl - 2.000
kl, untuk menyimpan dan mengangkut berbagai produk yang berbentuk butiran,
serbuk, atau serpih. Pengangkutan dan pemuatan dilakukan pada palet atau dengan
mengangkatnya dalam bentuk loop. Cara Penyimpanan Limbah B3 ke dalam jumbo
bag dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Penyimpanan Limbah B3 dengan menggunakan
jumbo bag

3. Cara Penyimpanan Limbah B3 menggunakan Kemasan Tangki Intermediated


Bulk Container (IBC)
Tangki intermediated bulk container (IBC) adalah wadah yang digunakan
sebagai alat penyimpanan muatan atau Limbah B3 fase cair. Cara Penyimpanan
Limbah B3 ke dalam tangki intermediated bulk container (IBC) dapat dilihat pada
Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Penyimpanan Limbah B3 dengan menggunakan


kemasan tangki intermediated bulk container (IBC).

4. Cara Penyimpanan Limbah B3 menggunakan Kemasan Kontainer


Kontainer adalah kemasan Limbah B3 untuk menyimpan Limbah B3 fase
cair. Dalam proses pengisian Limbah B3 ke dalam tangki kontainer biasanya
menggunakan pompa alkon.
Gambar 2.5 Penyimpanan Limbah B3 dengan menggunakan
kontainer

2.3 Cara Penyimpanan Limbah B3 pada Fasilitas Penyimpanan


Limbah B3 Berupa Tangki Dan/Atau Kontainer
Fasilitas Penyimpanan Limbah B3 berupa tangki dan/atau kontainer dilengkapi
fasilitas penunjang, antara lain:
a. pompa yang berfungsi untuk mengisi ataupun mengeluarkan Limbah B3; dan
b. oil water separator (OWS) yang berfungsi untuk memisahkan antara minyak dan
air.
Fasilitas Penyimpanan Limbah B3 berupa tangki dan/atau kontainer dapat dilihat
pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Contoh rancang bangun fasilitas Penyimpanan


Limbah B3 berupa tangki dan/atau kontainer

Untuk mencegah terlepasnya Limbah B3 ke lingkungan, tangki dan/atau


kontainer dilengkapi dengan penampungan sekunder. Penampungan sekunder
dapat berupa satu atau lebih dari ketentuan berikut:
1. dibuat atau dilapisi dengan bahan yang saling cocok dengan Limbah B3 yang
disimpan serta memiliki ketebalan dan kekuatan memadai untuk mencegah
kerusakan akibat pengaruh tekanan;
2. ditempatkan pada fondasi atau dasar yang dapat mendukung ketahanan tangki
dan/atau kontainer terhadap tekanan dari atas dan bawah dan mampu mencegah
kerusakan yang diakibatkan karena pengisian, tekanan atau gaya angkat (up lift);
3. dilengkapi dengan sistem deteksi kebocoran yang dirancang dan dioperasikan
selama 24 (dua puluh empat) jam sehingga mampu mendeteksi kerusakan pada
struktur tangki dan/atau kontainer primer dan sekunder, atau lepasnya Limbah B3
dari sistem penampungan sekunder; dan
4. penampungan sekunder, dirancang untuk dapat menampung dan mengangkat
cairan-cairan yang berasal dari kebocoran, ceceran atau presipitasi.

2.4 Cara Penyimpanan Limbah B3 pada Fasilitas Penyimpanan


Limbah B3 Berupa Silo
Penyimpanan Limbah B3 dengan menggunakan silo ditujukan untuk
menyimpan Limbah B3 secara sementara, sebelum dilakukan pengolahan Limbah
B3 dan/atau pemanfaatan Limbah B3. Limbah B3 yang disimpan dan/atau
dikumpulkan merupakan Limbah B3 fase padat dengan ukuran butir 0,5-300 μm
(nol koma lima sampai dengan tiga ratus mikrometer) yang dihasilkan secara
kontinu dalam jumlah besar per satuan waktu.
Contoh rancang bangun fasilitas Penyimpanan Limbah B3 berupa silo dapat
dilihat pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Contoh rancang bangun fasilitas Penyimpanan
Limbah B3 berupa silo.

Silo adalah alat berbentuk tabung yang memiliki volume tertentu. Fasilitas
silo dilengkapi dengan peralatan dan sistem yang tidak menimbulkan debu pada
saat loading dan unloading, antara lain dust collector atau electrostatic precipitator
(EP) yang berfungsi untuk mengumpulkan debu agar tidak berterbangan dan pompa
yang berfungsi sebagai pemindah abu hasil tangkapan EP ke fasilitas silo.

2.5 Soal Latihan

1. Sebutkan cara-cara penyimpanan bahan berbahaya dan beracun


2. Sebutkan prinsip prinsip penyimpanan bahan berbahaya dan beracun
3. Jelaskan cara penyimpanan limbah B3 pada tangki
4. Jelaskan cara penyimpanan limbah B3 pada Silo
5. Jelaskan cara penyimpanan limbah B3 menggunakan kemasan drum
BAB 3
TATA CARA PENGANGKUTAN
3.1 Parameter Pengangkutan Limbah B3
Dalam pemilihan rute pengangkutan limbah B3 perlu mempertimbangkan
beberapa informasi yang diperlukan agar dapat memperkirakan resiko atau bahaya
selama perjalanan. Hal ini dilakukan agar dapat meminimalisir terjadinya resiko
yang berdampak baik bagi penduduk lokal ataupun lingkungan sekitar rute
perjalanan pengangkutan limbah B3. Adapun parameter-parameter yang perlu
diperhatikan dalam pengangkutan limbah B3 adalah sebagai berikut :
1. Parameter Fisik.
Parameter fisik yang perlu diperhatikan adalah seperti temperature udara
dan kelembaban udara area, gradien dari suatu area, tingkat kekerasan lahan area
pengangkutan dan tipologi lahan yang dilewati.
2. Distribusi populasi penduduk.
Distribusi populasi penduduk pada area yang terkena dampak merupakan
hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam mengukur resiko. Oleh karena
itu perlu diketahui apakah jika kebocoran atau kecelakaan terjadi selama
pengangkutan, masyarakat sekitar dapat berlindung baik itu menggunakan
bangunan atau sesuatu yang dapat digunakan sebagai perlindungan dari tumpahan
limbah B3. Sehingga sebaiknya memilih rute pengangkutan dengan populasi on-
route yang minim.
Distribusi penduduk dapat berganti secara signifikan dari waktu ke waktu.
Sebagai contoh populasi on-route pada pagi hari lebih tinggi jika dibandingkan
pada malam hari. Sekolah dan pusat perbelanjaan sepi pada malam hari. Hal-hal
tersebut dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan rute pengangkutan limbah
B3.
3. informasi karakteristik meteorologi area pengangkutan.
Informasi meteorologi dari suatu area juga menjadi hal yang patut
dipertimbangkan untuk mengendalikan resiko pengangkutan limbah B3. Informasi
mengenai temperature maksimum, temperature rata-rata, temperature minimum,
kecepatan laju angin dan arah angin. Pada umumnya informasi tersebut dapat
diambil dari stasiun cuaca yang biasanya terletak tidak jauh dari bandar udara
komersial dan militer.

Parameter-parameter tersebut merupakan upaya untuk meminimalisir


terjadinya resiko atau dampak pengangkutan limbah B3 terhadap masyarakat dan
lingkungan. Terdapat banyak metode Analisa yang dapat digunakan untuk dapat
menentukan rute teraman dalam pengangkutan. Dengan mempertimbangkan
parameter-parameter tersebut maka rute pengangkutan limbah B3 yang dipilih
merupakan rute yang memiliki nilai resiko paling minim. Beberapa contoh metode
Analisa yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :
• Numerical method analysis
• Fuzy SWOT analysis
• GIS-Based analysis
• Classical standard routes

3.2 Regulasi Pengangkutan Limbah B3


Pengangkutan limbah B3 yang wajib dilengkapi dengan rekomendasi
pengangkutan limbah B3 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kegiatan pengangkutan limbah B3 yang tidak memerlukan rekomendasi
pengangkutan limbah B3 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
wajib memenuhi persyaratan teknis pengangkutan limbah B3, antara lain:
1. Menggunakan alat angkut khusus untuk pengangkutan limbah B3 dan dalam
keadaan laik jalan;
2. Menggunakan alat angkut tertutup ketika melakukan pengangkutan limbah B3
kategori bahaya 1;
3. Melekatkan simbol limbah B3 terhadap alat angkut limbah B3 yang digunakan
untuk alat angkut darat;
4. Melakukan pengemasan limbah B3 yang diangkut sesuai dengan ketentuan
mengenai pengemasan limbah B3 dan melekatinya dengan simbol dan label limbah
B3; dan
5. Memperhatikan kompatibilitas limbah B3.

Pengangkutan limbah B3 wajib menggunakan alat angkut yang dikhususkan


untuk mengangkut limbah B3, kecuali kapal laut. Pengangkutan limbah B3 di darat
harus menggunakan alat angkut mobil roda 4 (empat) atau lebih, kecuali
pengangkutan limbah B3 infeksius dari fasilitas pelayanan kesehatan.
Pengangkutan limbah B3 menggunakan mobil roda 3 (tiga) hanya dapat
dilakukan oleh Penghasil Limbah B3 dari fasilitas pelayanan kesehatan yang akan
melakukan pengangkutan limbah medis ke depo pemindahan (transfer depo) atau
ke pengolah dan/atau penimbun limbah B3 yang berizin dalam 1 (satu) wilayah
provinsi. Permohonan rekomendasi pengangkutan dengan mobil roda 3 (tiga)
diajukan oleh pemohon kepada bupati/wali kota untuk pengangkutan skala
kabupaten/kota atau kepada gubernur untuk pengangkutan skala provinsi.
Selanjutnya, permohonan izin pengelolaan limbah B3 untuk kegiatan pengangkutan
limbah B3 dapat diajukan kepada Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota/Provinsi
sesuai dengan skala pengangkutan limbah B3 yang dilakukan. Pemberlakuan dan
ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan alat angkut mobil roda 3 (tiga) akan
diatur tersendiri dalam peraturan mengenai pengelolaan limbah B3 dari fasilitas
pelayanan kesehatan.
Persyaratan umum untuk pengangkutan limbah B3, yaitu:
1. Pengangkutan limbah B3 dengan kategori bahaya 1, wajib menggunakan alat
angkut tertutup untuk alat angkut darat, dan
2. Pengangkutan limbah B3 dengan kategori bahaya 2, dapat menggunakan alat
angkut bersifat tertutup atau terbuka untuk alat angkut darat.
• Untuk alat angkut darat limbah B3, pemberian simbol wajib memenuhi
persyaratan: Foto alat angkut berwarna (colour) dari depan, belakang, kiri
dan kanan
• Terlihat identitas nama perusahaan (ditulis nama lengkap dan bukan
singkatan) di kanan, kiri, depan dan belakang
• Nomor telepon perusahaan wajib tercantum permanen (nomor yang dapat
dihubungi apabila terjadi kecelakaan) di sebelah kanan dan kiri kendaraan

Gambar 3.1 Contoh pemberian simbol pada kendaraan roda 3


(tiga) untuk mengangkut limbah infeksius oleh penghasil limbah
medis dari fasilitas pelayanan kesehatan.

Gambar 3.2 Penempatan simbol limbah B3 pada alat angkut


darat
3.3 Soal Latihan
1. Sebutkan Parameter-parameter penentuan rute pengangkutan limbah B3
2. Jelaskan parameter fisik
3. Jelaskan parameter informasi karaketeristik meteorologi
4. Sebutkan persyaratan umum untuk pengangkutan limbah B3
5. Sebutkan persyaratan teknis pengangkutan limbah B3
BAB 4
LOADING DAN UNLOADING
4.1 Pengertian Bongkar Muat
Menurut keputusan menteri perhubungan no. KM 14 tahun 2002, yang
dimaksud dengan perusahaan bongkar muat adalah badan hukum 17 indonesia yang
khusus di dirikan untuk penyelenggaraan dan mengusahakan kegiatan bongkar
muat barang dari dan ke kapal. Perusahaan yang melakukan kegiatan bongkar muat
(stevedoring, cargodoring dan receiving/delivery) dengan menggunakan tenaga
kerja bongkar muat (TKBM) dan peralatan bongkar muat.
Menurut Suyono (2007), perusahaan bongkar muat adalah perusahaan yang
secara khusus berusaha di bidang bongkar muat dari dan ke kapal, baik dari dan ke
gudang Lini 1 maupun langsung ke alat angkutan yang meliputi kegiatan :

1. Stevedoring : Pekerjaan membongkar barang dari kapal kedermaga /


tongkang / truk atau memuat barang dari dermaga /
tongkang / truk ke dalam kapal sampai dengan tersusun
dalam palka kapal dengan menggunakan derek kapal atau
derek darat.
2. Cargodoring : Pekerjaan melepaskan sling barang dari Cargo hook kapal
di dermaga dan memindahkan barang (ex tackle) tersebut
dari dermaga ke gudang / lapangan penumpukan,
selanjutnya menyusun di gudang / lapangan atau
sebaliknya.
3. Receiving/Delivery : Pekerjaan penerimaan barang dari timbunan/tempat
penumpukan di gudang / lapangan penumpukan dan
menyerahkan sampai tersusun diatas kendaraan di pintu
gudang/lapang penumpukan atau sebaliknya.
4.2 Alat-alat yang digunakan dalam Bongkar Muat
Alat-alat yang dapat digunakan untuk bongkar muatan ke atas palka kapal
bermacam-macam seperti ship crane, trucking, hopper dan sebagainya. Penjelasan
alat-alat sebagai berikut :
a. Ship crane
Alat bantu bongkar muat yang terletak di bagian tengah antar palka kapal
yang berfungsi untuk menaikan atau menurunkan (lift on/lift off) dari atau ke atas
kapal. Sistem crane kapal (ship crane) serupa dengan crane pada umumnya yaitu
menggunakan kabel baja, motor penggerak, dan berbagai ukuran pully sebagai
pemindah dayanya.
b. ForkLift
Alat yang dapat bergerak dan memiliki garpu (fork) yang di gunakan untuk
menaikan atau menurunkan (lift on / lift off ) pada cargo Steel Plate yang memiliki
kapasitas sesuai dengan jenis barang dan ukuran barang.
c. Truck tronton
Alat ini berupa truck dengan kontruksi deck datar yang digunakan untuk
mengangkut barang dari tepi dermaga ke gudang / lapangan penumpukan atau
sebaliknya. Alat ini memiliki kapasitas angkat hingga 20 ton dan dapat beroprasi di
dalam maupun diluar pelabuhan
d. Mobile truck
Alat ini berupa truck dengan kontruksi bak terbuka yang digunakan untuk
mengangkut barang dari tepi dermaga ke gudang / lapangan penumpukan atau
sebaliknya. Alat ini memiliki kapasitas angkat hanya 8 ton dan dapat beroprasi di
dalam maupun diluar pelabuhan
e. Hopper
Hopper adalah kelengkapan dari system conveyor yang bertugas
menampung muatan curah yang di supply dari conveyor sebelum diteruskan ke alat
pengangkut yang lain seperti dumtruck. Pada pelabuhan- pelabuan tertentu hopper
telah dilengkapi oleh mesin-mesin penimbang sehingga muatan curah tersebut bisa
dapat dimasukkan ke dalam karung secara otomatis
f. Excavator back hoe
yaitu sejenis excavator dengan fungsi sebagai pengeduk dengan arah
kebelakang alat berat ini adalah alat berat yang paling dikenal di masyarakat
g. Conveyor Belt
conveyor yang juga disebut sabuk berjalan adalah peralatan penerus
(conveying equipment) yang memungkinkan gerakan meneruskan dan
memindahkan muatan secara horizontal Sistem kerja conveyor adalah adanya karet
dengan penggerak motor listrik pada setiap unitnya melalui roda pada ujung-
ujungnya. Pada disetiap bagian sepanjang unitnya ban karet ditopang oleh rol yang
berputar disetiap jarak 0,5 meter yang berfungsi sebagai peluncur ban karet karena
beban sehingga ban dapat berputar dengan ringan

4.3 Prinsip penanganan dan pengaturan Muatan


Penanganan dan Pengaturan Muatan Ada 5 (lima) Prinsip Penanganan dan
Pengaturan Muatan yaitu :
a. Melindungi Kendaraan.
b. Melindungi Muatan.
c. Pemanfaatan Ruang muat semaksimal mungkin.
d. Bongkar muat secara Cepat, Teratur dan Sistimatis.
e. Melindungi Buruh.
Berikut ini adalah penjelasan mengenai prinsip-prinsip penanganan dan
pengaturan muatan tersebut :
a. Melindungi kendaraan.
Melindungi kendaraan berarti menciptakan suatu keadaan dimana dalam
melaksanakan kegiatan penanganan dan pengaturan muatan, kendaraan senantiasa
tetap dalam kondisi yang baik, aman serta layak. Untuk dapat mencapai maksud
tujuan ini, maka yang perlu untuk mendapatkan perhatian adalah mengenai
pembagian muatan yang harus proporsional dalam pengaturannya baik pembagian
muatan secara Tegak. Melintang, atau Membujur.
b. Melindungi Muatan
Yang dimaksud dengan melindungi muatan adalah menyangkut tanggung
jawab. pihak pengangkut (Carrier) terhadap keselamatan muatan yang dimuat dari
suatu titik pengangkutan ke titik tujuannya dengan aman sebagaimana kondisi
muatan seperti saat penerimaannya. Tanggung jawab pihak pengangkut terhadap
keselamatan muatan berdasarkan "From Sling to Sling" atau " From Tackle to
tackle".
Untuk dapat menjaga keselamatan dan melindungi muatan , maka pihak
Carrier dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, hams mengenal betul
akan sifat serta jenis muatan tersebut sehingga dapat menghindari kerusakan
muatan maka yang harus dilakukan dengan baik dan tepat adalah : Penggunaan
Penerapan (Dunnage), Pengikatan dan Pengamanan (Lashing and securing),
Pemberian Ventilasi, Pemisahan Muatan. Perencanaan yang prima.
c. Pemanfaatan Ruang Muat Semaksimal Mungkin.
Yang dimaksud dengan pemanfaatan ruang muat semaksimal mungkin
adalah menyangkut penguasaan ruang rugi (Broken stowage) yaitu pengaturan
muatan yang dilakukan sedemikian rupa sehingga ruang muat yang tersedia dapat
diisi dengan muatan sebanyak mungkin dan ruang muat yang tidak terpakai dapat
ditekan sekecil mungkin.
d. Bongkar Muat Secara Cepat, Teratur dan Sistimatis.
Yang dimaksud dengan Bongkar muat secara cepat, teratur dan Sistimatis
adalah menciptakan suatu proses kegiatan bongkar muat yang efisien dan efektif
dalam penggunaan waktu serta biaya.
maka hal-hal yang harus diperhatikan adalah :
• Perencanaan pengaturan dilakukan dengan prima.
• Pemisahan yang sempurna
• Pemberian label (Po mark) yang jelas.
• Pemeriksaan saat akhir pembongkaran.

e. Melindungi Buruh.
Yang dimaksud dengan Melindungi Buruh adalah menyangkut atas
keselamatan Jiwa Buruh, yang mana bahwa selama Buruh bekerja melaksanakan
kegiatannya senantiasa selalu terhindar dari segala bentuk resiko-resiko yang
mungkin atau dapat terjadi yang berasal dari pelaksanaan bongkar muat.
Pelaksanaan bongkat muat Barang Berbahaya pada Mobil Barang harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. menggunakan alat bongkar muat yang memenuhi persyaratan;
b. memiliki peralatan pengaman darurat yang memenuhi persyaratan;
c. dilakukan pada tempat yang tidak mengganggu keamanan, keselamatan,
kelancaran, serta ketertiban lalu lintas dan masyarakat di sekitarnya;
d. menghentikan kegiatan jika dalam pelaksanaan terdapat kemasan atau wadah
yang rusak; dan
e. diawasi oleh pengawas yang memiliki kualifikasi.
Pengemudi dan pembantu pengemudi yang mengoperasikan Mobil Barang
pengangkut Barang Berbahaya harus dilengkapi peralatan berupa:
a. pelindung mulut dan hidung;
b. pelindung anggota badan;
c. pelindung kepala/helm;
d. kacamata pengaman;
e. sarung tangan dapat berupa bahan karet, bahan kain, atau bahan kulit sesuai jenis
bahan berbahaya dan beracun;
f. sepatu pengaman; dan
g. pakaian kerja.

4.4 Soal Latihan

1. Sebutkan pengertian Loading dan Unloading


2. Sebutkan alat-alat yang digunakan dalam bongkar muat
3. Sebutkan 5 (lima) Prinsip Penanganan dan Pengaturan Muatan
4. Jelaskan maksud dari tiap-tiap prinsip penanganan dan pengaturan muatan
5. Jelaskan fungsi dari Hopper
BAB 5
PELABELAN
5.1 Simbol Limbah B3
Bentuk dasar simbol limbah B3 berbentuk bujur sangkar diputar 45o
sehingga membentuk belah ketupat. Pada keempat sisi belah ketupat tersebut dibuat
garis sejajar yang menyambung sehingga membentuk bidang belah ketupat dalam
dengan ukuran 95% dari ukuran belah ketupat luar. Warna garis yang membentuk
belah ketupat dalam sama dengan warna gambar simbol limbah B3.
Pada bagian bawah simbol limbah B3 terdapat blok segilima dengan bagian
atas mendatar dan sudut terlancip berhimpit dengan garis sudut bawah belah
ketupat bagian dalam.
Panjang garis pada sudut terlancip adalah 1/3 dari garis vertical simbol
limbah B3 dengan lebar 1/2 dari Panjang garis horizontal belah ketupat dalam
gambar 8. Simbol limbah B3 yang dipasang pada kemasan dengan ukuran paling
rendah 10 cm x 10 cm, sedangkan simbol limbah B3 pada kendaraan pengangkut
limbah B3 dan tempat penyimpanan limbah B3 dengan ukuran paling rendah 25 cm
x 25 cm, sebanding dengan ukuran boks pengangkut yang ditandai sehingga tulisan
pada simbol limbah B3 dapat terlihat jelas dari jarak 20 m.
Simbol limbah B3 harus dibuat dari bahan yang tahan terhadap goresan
dan/atau bahan kimia yang kemungkinan akan mengenainya, misalnya bahan
plastik, kertas, atau plot logam dan harus melekat kuat pada permukaan kemasan.
Warna simbol limbah B3 untuk dipasang dikendaraan pengangkut imbah
B3 harus dengan cat yang dapat berpendar (fluorenscene).
Gambar 5.1 Bentuk dasar simbol limbah B3

Setiap simbol limbah B3 adalah satu gambar tertentu untuk menandakan


karakteristik limbah B3 dalam suatu pengemasan, penyimpanan, pengumpulan,
atau pengangkutan. Terdapat 7 (tujuh) jenis simbol limbah B3 untuk penandaan
karakteristik limbah B3 yaitu :

Gambar 5.2 Simbol Limbah B3 Mudah Meledak

Gambar 5.3 Simbol Limbah B3 Mudah Menyala


Gambar 5.4 Simbol Limbah B3 Reaktif

Gambar 5.5 Simbol Limbah B3 Beracun

Gambar 5.6 Simbol Limbah B3 Korosif


Gambar 5.7 Simbol Limbah B3 infeksius

Gambar 5.8 Simbol Limbah B3 berbahaya bagi perairan

5.2 Label Limbah B3

Label limbah B3 merupakan penandaan pelengkap yang berfungsi


memberikan informasi kasar mengenai kondisi kualitatif dan kuantitatif dari suatu
limbah B3 yang dikemas. Terdapat label limbah B3 yang berkaitan dengan sistem
pengemasan limbah B3 yaitu :
1. Label limbah B3 untuk wadah dan/atau kemasan limbah B3
Label limbah B3 berfungsi untuk memberikan informasi tentang asal usul
limbah B3, identitas limbah B3, serta kuantifikasi imbah B3 dalam kemasan imbah
B3, label limbah B3 berukuran paling rendah 15 cm x 20 cm dengan warna dasar
kuning serta garis-garis tepi berwarna hitam, dan tulisan identitas berwarna hitam
serta tulisan PERINGATAN! Dengan huruf yang lebih besar berwarna merah.
Gambar 5.9 Label Limbah B3

2. Label Limbah B3 untuk wadah dan/atau kemasan limbah B3 kosong


Bentuk dasar label limbah B3 untuk wadah dan/atau kemasan limbah B3
kosong sama dengan bentuk dasar simbol limbah B3, label limbah B3 yang
dipasang pada wadah dan/atau kemasan dengan ukuran paling rendah 10 cm x 10
cm dan pada bagian tengah terdapat tulisan KOSONG berwarna hitam ditengahnya.

Gambar 5.10 Label Limbah B3 untuk wadah dan/atau kemasan


limbah B3 kosong

3. Label limbah B3 untuk penunjuk tutup wadah dan/atau kemasan


Label berukuran paling rendah 7 cm x 15 cm dengan warna dasar putih dan
terdapat gambar yang terdiri dari 2 (dua) buah anak panah mengarah ke atas yang
berdriri sejajar di atas blok hitam terdapat dalam frame hitam. Label terbuat dari
bahan yang tidak mudah rusak karena goresan atau akibat terkena limbah dan bahan
kimia lainnya.
Gambar 5.11 Label limbah B3 untuk penunjuk tutup wadah
dan/atau kemasan

5.3 Soal Latihan


1. Sebutkan jenis-jenis bahan yang dapat digunakan untuk pembuatan simbol
limbah B3
2. Sebutkan fungsi pelabelan limbah B3
3. Sebutkan pelabelan limbah B3 berkaitan dengan sistem pengemasan limbah B3
4. Gambarkan Simbol Limbah B3 infeksius
5. Gambarkan Simbol Limbah B3 Mudah Menyala
BAB 6
TANDA DAN RAMBU B3
6.1 Rambu-rambu Angkutan Barang Berbahaya
Rambu-rambu dalah bagian dari perlengkapan jalan yang
memuat lambang, huruf, angka, kalimat dan/atau perpaduan di antaranya, yang
digunakan untuk memberikan peringatan, larangan, perintah dan petunjuk bagi
pemakai jalan. Rambu lalu lintas diatur menurut Peraturan Menteri Perhubungan
Nomor 13 tahun 2014. Agar rambu dapat terlihat baik siang ataupun malam atau
pada waktu hujan maka bahan terbuat dari material retro-reflektif pada rambu
konvensional.
Sepanjang perjalanan angkutan barang berbahaya dan beracun (B3) perlu
diberikan peringatan bagi pemakai jalan agar mereka dapat lebih berhati-hati
selama perjalanan atau memilih rute lain dikarenakan jalur tersebut akan dilewati
kendaraan-kendaraan dengan angkutan berbahaya yang dapat menimbulkan resiko
bagi pengendara lainnya. Berikut beberapa contoh rambu-rambu lalu lintas bagi
kendaraan yang membawa angkutan berbahaya :

Gambar 6.1 Peringatan Banyak Lalu Lintas Angkutan Barang


Gambar 6.2 Peringatan Banyak Lalu Lintas Angkutan Barang
tipe Curah/Cair

Gambar 6.3 Peringatan Banyak Lalu Lintas Angkutan Barang


Berbahaya dan Beracun

Gambar 6.4 Peringatan Banyak Lalu Lintas Angkutan Barang


Mudah Terbakar
6.2 Soal Latihan
1. Sebutkan pengertian rambu
2. Sebutkan material untuk membuat rambu
3. Gambarkan rambu Peringatan Banyak Lalu Lintas Angkutan Barang tipe
Curah/Cair
4. Gambarkan Rambu Peringatan Banyak Lalu Lintas Angkutan Barang
Berbahaya dan Beracun
5. Gambarkan Rambu Peringatan Banyak Lalu Lintas Angkutan Barang Mudah
Terbakar
BAB 7
PRAKTEK LAPANGAN
DAFTAR PUSTAKA
Anggarini, N. H., Stefanus, M., & Prihatiningsih, P. (2015). Pengelolaan dan
Karakterisasi Limbah B3 di Pair Berdasarkan Potensi Bahaya. Beta
Gamma, 5(1).
Bubbico, R., Di Cave, S., & Mazzarotta, B. (2004). Risk analysis for road and rail
transport of hazardous materials: a GIS approach. Journal of Loss prevention
in the Process Industries, 17(6), 483-488.
DAERAH, B. P. P. (2018). Optimalisasi Penjadwalan Pengangkutan Sampah Zona
III Kota Banda Aceh Dengan Metode Vehicle Routing Problem (VRP).
Ginting, P. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri. Bandung:
Yrama Widya.
Hidup, K. L. (2014). Peraturan menteri lingkungan hidup republik indonesia nomor
5 tahun 2014 tentang baku mutu air limbah. Jakarta (ID): Kementerian
Lingkungan Hidup Republik Indonesia.
Indonesia, R. (2014). Peraturan Menteri Perhubungan nomor: PM 13 Tahun 2014
tentang Rambu Lalu Lintas. Menteri Perhubungan Republik Indonesia.
Jakarta.
Indonesia, R. (2019). Peraturan Menteri perhubungan nomo: PM 60 Tahun 2019
tentang penyelenggaraan angkutan barang dan kendaraan bermotor di jalan.
Menteri perhubungan Republik Indonesia. Jakarta.
Leonelli, P., Bonvicini, S., & Spadoni, G. (1999). New detailed numerical
procedures for calculating risk measures in hazardous materials
transportation. Journal of Loss Prevention in the process industries, 12(6),
507-515.
Ridho’i, r. I. (2019). Proses penanganan dan pemuatan barang berbahaya batu-batu
oleh pt. Trans coal pacific kalimantan selatan. Karya tulis.
Setiyono, S. (2001). Dasar Hukum Pengelolaan Limbah B3. Jurnal Teknologi
Lingkungan, 2(1).

Anda mungkin juga menyukai