Hari ini tepat 10 hari sebelum aku berulang tahun, sama seperti
tahun-tahun sebelumnya, tahun ini pun aku tidak begitu menantikan
hari itu tiba. Bagiku memiliki pesta besar, kue-kue enak dan kehangatan
suasana ulang tahun adalah hal yang mustahil. Beruntunglah anak-anak
yang masih bisa merasakan lezatnya masakan Ibu, mempunyai Ayah
yang mereka jadikan tokoh utama dalam cerita superhero. Aku hanya
bisa menyebut nama Ayah dan Bunda disetiap bait doa yang
kulayangkan kepada Tuhan disana, berharap mereka dijaga dengan baik
sementara aku disini mengemban mimpiku ditengah keterbatasan yang
ada.
Pagi ini ketika aku sedang duduk menikmati merdunya kicauan
burung di taman, sebuah bola sepak entah darimana asalnya melayang
dan tepat mengenai tongkat yang biasanya menuntunku berjalan,
spontan aku terkejut dan jatuh, aku bisa mendengar dengan jelas suara
seorang anak yang meneriakiku, “Heh yang disana! Kembaliin bola kami
dong kesini” soraknya padaku. Aku ingin, aku sangat ingin
mengembalikan bola itu pada mereka, tetapi aku tidak bisa meraba
dimana keberadaan bola tersebut. Mereka terus-terusan meneriakiku
dengan makian seperti “Woy, anak buta! Ambilin bola kami cepet, kami
nggak peduli kamu bisa melihat bolanya atau enggak, kamu kembalikan
bola kami atau kami patahin tongkat jelekmu itu” ancam mereka.
Rasanya makian tersebut terdengar seperti angin yang berhembus, itu
berlalu begitu saja karena sudah terlalu sering telingaku mencerna
makian-makian yang tak ada habisnya.