Anda di halaman 1dari 3

TENTANG SEJUTA MIMPIKU

Semua tentang mimpiku, mungkin sepele bagimu, tetapi itu tetaplah “My Big
Dream”. Mimpiku tidak hanya ku tujukan untukku, tapi melibatkan keluargaku,
teman-temanku, bahkan mungkin kamu. Selanjutnya, mari bermimpi. Karena
seringkali semua berawal dari mimpi.
Dulu saat aku kecil, lima tahun tepat usiaku, aku pernah bermimpi menjadi
seorang pramugari. Bayanganku saat itu, terbang mengelilingi dunia mungkin enak.
Bisa berkunjung ke banyak negara, bisa melihat laut-laut dari langit, bisa berada di
awan-awan, bahkan mungkin bisa melihat kawan kecilku melambai-lambai pada
pesawat yang aku tumpangi. Ya seperti saat itu, aku hanya bisa melihat pesawat
dari kejauhan, melambaikan tangan, berteriak agar si pesawat turun di depan
rumah. Ya sesederhana itu kebahagiaanku saat itu. Seiring berjalannya waktu,
semua terasa berbeda. Tepatnya karena aku menonton berita pesawat Adam Air
jatuh saat itu.
Mimpi keduaku muncul saat aku kelas dua sekolah dasar. Aku mempunyai
mimpi menjadi seorang dokter. Senang rasanya kalau bisa menyembuhkan orang-
orang yang sakit karena saat itu ibu bapakku selalu berkata bahwa kesehatan
adalah nikmat tebaik. Semuanya terasa tidak akan enak kalau badan terasa sakit.
“Kalau kaki kamu sakit, badan kamu bisa jadi semuanya sakit.” Begitu sih kata ibu
bapakku. Mulai saat itu, aku sangat mengidamkan sosok dokter dan semua itu
membuatku berani dengan istilah “disuntik”. Ya sama seperti mimpi sebelumnya.
Mimpiku berakhir karena aku melihat kejadian yang sangat memilukan yaitu
kecelakaan yang menurutku sangat tragis dan sangat tidaklah menyenangkan untuk
disaksikan secara langsung oleh anak berusia tujuh tahun.
Hingga kini aku teringat kejadian di bangku sekolah saat kelas dua sekolah
dasar. Ya, percakapan tentang sebuah harapan. Percakapan manis antara aku,
teman-temanku, dan ibu guruku.
“Ibu punya satu kertas, Ibu minta kalian tuliskan cita-cita kalian di kertas ini.”
Bergegas kami mengerjakan tugas dari ibu guru. Ada yang bingung, ada yang
dengan senang menuliskan, dan ada yang menulis lalu bingung. Saat itu aku
merasa aku termasuk kelompok anak yang menulis dengan senang. Kalian ingin tau
apa yang aku tulis di kertas biruku saat itu?
“Aku ingin menjadi guru di Papua. Aku ingin berbagi makanan dan buku dengan
temanku di Papua.”
Ya, sekecil itu mimpiku dan mungkin sangat sepele bagimu. Maksud dari
tulisan luguku itu adalah aku ingin mendedikasikan diriku sebagai guru di daerah
pedalaman dan aku ingin menjadi pemerbaik gizi masyarakat di daerah pedalaman.
Mengapa terlintas mimpi sekecil itu? Ya mungkin mimpiku sangat kecil, tetapi aku
tau betapa besarnya kebahagiaanku saat aku berhasil mewujudkannya. Saat itu aku
menonton televisi bersama ibu bapakku. Acara saat itu membahas tentang
kehidupan di Papua. Aku melihat kawan-kawanku di Papua hidup dengan sangat
tidak layak. Dengan bermodal badan yang sangat kurus kering tanpa alas kaki, baju
putih yang menguning bahkan kecoklatan, rok dan celana merah yang tidak
memperlihatkan lagi warna merah, tanpa membawa buku. Mereka gigih berangkat
sekolah. Mereka harus menapakki panasnya jalan dan kerasnya kerikil. Sampai-
sampai kelas dua sekolah dasarpun aku sudah bingung bagaimana mereka
menemukan atau mencari semangat yang sungguh membara itu? Segelintir bambu
menjadi penopng hidup mereka. Apakah bambu itu akan mendukung mereka untuk
mencapai cita-citanya atau mungkin memberi kepedihan akan hanyutnya mereka?
Sungguh miris untuk dilihat.
Entah mengapa setelah aku menonton acara itu aku langsung berkata kepda
ibu bapakku bahwa aku ingin bermain dan makan bersama dengan teman-temanku
saat kelak aku menjadi orang yang sukses. Aku ingin mencerdaskan dan
menyehatkan raga mereka. Aku ingin melihat mereka tersenyum walaupun aku tau
banyak sekali orang-orang yang berjalan tegak dengan kekayaan dan
keborosannya. Semenjak itu, aku tau betapa berharganya lima ratus rupiah bagi
teman-temanku di pedalaman. Semoga segala daya upayaku bisa berhasil
mewujudkannya.
Melintas ke beberapa bulan yang lalu, aku mempunyai mimpi agar aku masuk
UGM dan PKN STAN. YA itulah salah satu universitas dan sekolah ikatan dinas
yang didambakan muda-mudi saat ini. Segala upaya telah aku lakukan untuk meraih
mimpiku saat itu, tapi Allah memberi yang lain untukku. Awalnya ragu, tapi kali ini
aku banyak bersyukur. Sungguh. Tapi aku berharap juga semoga Allah
mengabulkan harapanku kelak.
Aku merasa bahwa di era sekarang kita mulai dituntut untuk berpendidikan
tinggi. Hari ini aku punya impian dengan pendidikanku. Aku sangat ingin
memberikan IP diatas 3,51 untuk diriku dan keluargaku. Aku ingin orangtua ku
dipanggil ke atas panggung saat hari wisudaku karena predikat “camlaude” itu.
Rasanya mungkin bahagia sekali bisa mencicil sedikit kebagiaan orang tuaku
dengan melihat senyum mereka akan selempang camlaude yang aku pakai itu. Aku
percaya aku akan meraihnya, suatu saat.
Beberapa waktu yang lalu aku dan ibu bapakku mengantar beberapa
saudaraku saat akan berangkat haji. Saat itu kami berangkat benar-benar saat dini
hari. Udara masih pekat dengan kedinginannya. Lmabaian daun pun sungguh
terdengar di telinga.
“Nggak pappa sekarang kita Cuma nganter Pakde Budhe, suatu saat kita bakal
diantar mereka ke tanah suci”,celoteh bapakku.
“Aamiin, bener banget. Kali ini kita mengantar, suatu saat kita ajan berjajar.”
Ya bagitu, berangkat haji ke tanah suci memang benar-benar menjadi harapan
keluargaku. Anehnya, aku dan orang tuaku acap kali membayangkan hal itu. Ya
namanya juga mimpi, dan sekali lagi, aku percaya itu akan terwujud.
Aku kini akan menceritakan padamu tentang mempiku akan kedua orang
tuaku. Beliau yang sangat kebal mendengar jerit tangisku saat aku kecil. Beliau yang
dengan sabar menitahku berjalan agar aku mampu berjalan lancar untuk berbuat
baik. Beliau yang selalu memberikanku yang terbaik agar kelak aku bisa menjadi
yang terbaik. Beliaulah yang selalu menjadi isnpirator ku dalam menulis sejuta
mimpiku. Tidak hanya untuk menulis, tapi beliaulah motivator terhebatku unuk
mewujudkannya. Entah bagaimana denganmu, tapi dalam doaku dalam doa
pertamaku aku selalu berdoa untuk beliau. Bagaimana doa untukku> Aku selalu
menempatkannya setelah itu. Aku ingin Tuhan memberikan yang terbaik untuk
beliau, kesehatan, kecukupan, dan kebahagian yang kekal.
Saat aku kecil aku dititah oleh orang tuaku. Pastinya karena beliau ingin aku
segera bisa berjalan dengan lancar. Jatuh bangun, jatuh jatuh bangun bangun. Aku
tau bahwa beliau lebih letih dariku, tapi aku tau harapannya sungguh lebih besar
untukku. Beliau ingin aku bisa berjalan untuk berbuat kebaikan dan agar selalu
melakukan yang terbaik. Saat kecil aku juga diajari bagaimana cara mengendarai
sepeda. Bagaimana mau mengayuh cepat? Menjaga keseimbangan pun aku tak
sanggup. Namun, beliau sangat gigih mengajariku berlayih. Harapannya agar aku
mampu bekerja keras dan bisa menyeimbangkan kebutuhan rohani dan jasmaniku.
Seimbang juga akan kehidupan dunia dan akhiratku.
Kini aku mempunyai kapal. Aku juga sudah memiliki dayung. Lantas apa yang
harus aku lakukan? Aku ingin mengambil mutiara di tengah laut sana. Lalu? Tuhan
sudah memberiku jiwa dan raga yang sehat. Aku tidak ingin berjalan di dunia ini
tanpa tujuan. Aku ingin memberi yang tebaik untuk orang-orang disekitaku terlebih-
lebih kepada orang tuaku. Ya resikonya aku tau bahwa badai di laut adalah
temanku. Menyelam akan dasar laut juga akan menjadi sahabatku. Bagaimana
kalau aku bertemu paus dan hiu?
Begitulah hidup, aku sudah punya rambu-rambu akan tujuanku. Ya itulah
sejuta mimpiku. Semua daya upaya akan aku lakukan untuk meraihnya dan aku
ingin melihat banyak senyum kebahagiaan tertoreh dari harapanku. Semoga Tuhan
memberikan aku daya juang yang mebara untuk mewujudkannya. Semoga Tuhan
memberiku beribu sabar dan kekuatan hati untuk menghadapi tantangan. Aamiin.

Anda mungkin juga menyukai