hati tidak mampu menjalankan fungsinya dengan baik. Kondisi ini perlu segera ditangani dengan
tepat karena bisa menurunkan kualitas hidup hingga berisiko mengancam nyawa.
Mari kenali penyebab, gejala, diagnosis, hingga pengobatan gagal hati selengkapnya melalui ulasan di
bawah ini
Liver failure atau gagal hati adalah kondisi medis di mana organ hati mengalami kerusakan sehingga
tidak dapat berfungsi dengan baik. Gagal hati adalah kondisi yang dapat dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu gagal hati akut dan gagal hati kronis. Berikut masing-masing penjelasannya.
Gagal hati akut: Gangguan fungsi hati yang terjadi dalam jangka waktu pendek, bahkan hanya
berlangsung selama beberapa hari atau beberapa minggu. Umumnya, gagal hati akut bisa muncul
tanpa disertai dengan gejala awal.
Gagal hati kronis: Salah satu jenis gagal hati yang proses perburukan kondisinya terjadi secara
bertahap selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.
Penyebab utama terjadinya gagal hati adalah kerusakan pada sel-sel di dalam organ hati. Adapun
sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya gagal hati adalah sebagai berikut:
Sirosis hati.
Infeksi virus, seperti virus hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D, dan hepatitis E.
Penyakit kanker, baik yang berasal dari organ hati maupun kanker pada organ tubuh lain yang
menyebar (metastasis) ke organ hati..
Sepsis.
Intoleransi fruktosa.
Sindrom Reye.
Galaktosemia.
Cholangitis.
Oksalosis.
Sindrom Alagille.
Adenoma hati.
Secara umum, gejala awal gagal hati cenderung ringan dan serupa dengan gejala gangguan sistem
pencernaan lain, seperti nyeri perut bagian atas, mual, kehilangan nafsu makan, diare, dan lain-lain.
Namun, saat kondisi sudah semakin memburuk, terdapat sejumlah gejala gagal hati yang perlu
diwaspadai, antara lain:
Kulit terasa gatal akibat gangguan metabolisme bilirubin (zat pigmen kuning) di dalam tubuh.
Muntah darah.
Penyakit kuning.
Mudah mengalami memar atau perdarahan karena organ hati tidak mampu memproduksi zat
pembeku darah.
Rambut rontok.
Edema tungkai atau penumpukan cairan di kaki yang membuat kaki bengkak.
Telapak tangan memerah dan payudara membesar akibat penumpukan hormon estrogen di dalam
tubuh.
Sulit tidur.
Ensefalopati hepatik.
Gagal ginjal.
Sebelum menegakkan diagnosis, dokter dapat melakukan wawancara medis atau anamnesis untuk
mengetahui keluhan serta riwayat kesehatan pasien. Pemeriksaan fisik juga dapat dilakukan untuk
mendeteksi gejala gagal hati yang dapat diidentifikasi secara fisik, seperti pembengkakan pada perut,
kulit dan mata menguning, nyeri pada perut bagian atas, dan lain-lain.
Selain itu, sejumlah pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengonfirmasi diagnosis
gagal hati adalah:
Pemeriksaan fungsi hati dengan memeriksa sampel darah untuk menguji tingkat pembekuan darah
dan mendeteksi kadar enzim serta protein yang diproduksi oleh hati seperti kadar bilirubin dan
SGOT/SGPT.
Biopsi hati.
Apakah gagal hati bisa sembuh? Jika disebabkan oleh overdosis obat, gagal hati biasanya masih bisa
disembuhkan dengan memberikan penawarnya. Namun, jika organ hati telah mengalami kerusakan
yang cukup parah, seperti akibat sirosis, kondisi tersebut cenderung tidak bisa disembuhkan dan
pengobatan yang dilakukan hanya untuk menyelamatkan bagian organ hati yang masih sehat.
Jika tidak memungkinkan, dokter dapat melakukan transplantasi hati apabila memiliki tingkat
keberhasilan yang tinggi dan minim efek samping.
Pada dasarnya, pengobatan gagal hati dilakukan untuk menjaga kestabilan kondisi tubuh pasien serta
menangani penyebab yang mendasarinya. Adapun sejumlah metode pengobatan yang dapat
dilakukan untuk menangani gagal hati adalah:
Konsumsi obat-obatan yang diresepkan oleh dokter, contohnya seperti acetylcysteine untuk
memulihkan kondisi gagal hati akut yang disebabkan oleh overdosis obat acetaminophen
(paracetamol). Namun obat yang diberikan tentu saja tergantung pada penyebab, sehingga lain
penyebab akan lain pula obat yang diberikan.
Perawatan suportif, seperti transfusi darah jika pasien mengalami perdarahan, pemberian infus
untuk menjaga tekanan darah normal, pemberian obat pencahar untuk membantu mengeluarkan
racun dari dalam tubuh, dan lain-lain.
Gagal hati adalah kondisi yang dapat dicegah dengan menghindari faktor risiko yang dapat memicu
berkembangnya penyakit liver. Adapun sejumlah cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan risiko
terjadinya gagal hati adalah:
Menghindari penggunaan barang pribadi bersama, seperti alat cukur dan sikat gigi.
Melakukan praktek hubungan seksual yang aman, seperti menggunakan kondom dan tidak bergonta-
ganti pasangan.
Menggunakan alat pelindung diri dengan baik jika bekerja di lingkungan yang berisiko terpapar zat
kimia beracun.
Menjaga tekanan darah dan kadar gula darah agar tetap normal.
Apabila Anda menemukan gejala seperti ulasan di atas, segera kunjungi Siloam Hospitals terdekat
untuk mendapatkan diagnosis serta penanganan yang tepat dari dokter kami. Untuk memudahkan,
manfaatkan fitur Cari Dokter yang memungkinkan Anda dalam menemukan informasi jadwal serta
reservasi pertemuan dengan dokter terkait.
Tersedia pula aplikasi MySiloam yang bisa diunduh melalui Appstore atau Playstore untuk
memudahkan Anda dalam mengakses semua layanan kesehatan dari Siloam Hospitals.Mari unduh
aplikasinya sekarang dan jaga selalu kesehatan Anda #BersamaSiloam!
Artikel ini dibuat dan diterbitkan oleh Siloam Hospitals, baca selengkapnya di:
*https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/apai-itu-gagal-hati*
Dapatkan informasi atau layanan kesehatan terkini Siloam Hospitals di:
*Instagram*: https://instagram.com/siloamhospitals/
*Siloam-At-Home*: https://wa.me/628111950181
*IOS*: https://apple.co/3PYwuZK
*Android*: https://bit.ly/SiloamPS
Gagal hati adalah kondisi ketika sebagian besar organ hati mengalami
kerusakan sehingga tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Kondisi ini
bisa terjadi bertahap dalam waktu bertahun-tahun atau terjadi seketika. Gagal
hati harus segera ditangani karena berisiko menyebabkan kematian.
Organ hati memiliki sejumlah fungsi penting, antara lain membuang racun dari dalam tubuh,
membantu proses penggumpalan darah, dan membantu tubuh melawan infeksi. Seseorang
akan berada dalam kondisi serius apabila sejumlah fungsi tersebut tidak berjalan normal
atau terganggu.
Gagal hati umumnya ditandai dengan mata dan kulit yang menguning, serta perut yang
membengkak karena penimbunan cairan. Penyebab gagal hati sangat beragam, tetapi yang
paling sering adalah infeksi virus hepatitis, konsumsi minuman beralkohol secara berlebihan,
dan overdosis obat paracetamol.
Sirosis
Infeksi virus, terutama hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, hepatitis E
Kanker, baik yang bermula di hati maupun yang bermula dari bagian tubuh lain
kemudian menyebar ke hati
Cholangitis
Penggunaan obat paracetamol yang berlebihan
Konsumsi obat antiinflamasi nonsteroid, antikejang, dan obat herbal
Kecanduan alkohol
Penyalahgunaan NAPZA
Paparan racun, misalnya zat karbon tetraklorida
Sistem kekebalan tubuh yang menyerang tubuh sendiri (hepatitis autoimun)
Penyakit pembuluh darah di hati, seperti sindrom Budd-Chiari
Gangguan metabolik, misalnya penyakit Wilson
Reaksi tubuh atas infeksi berat (sepsis)
Penyakit lainnya, misalnya penyumbatan pembuluh darah di hati, penumpukan zat
besi dalam tubuh, intoleransi fruktosa, sindrom Reye, dan galaktosemia
Gagal hati akut memiliki tiga subkategori yakni gagal hati hiperakut, gagal hati akut
(fulminan), gagal hati subakut (subfulminan). Selain gagal hati akut, ada yang dikenal
dengan gagal hati acute on chronic dimana pasien memiliki riwayat penyakit hati
sebelumnya namun tanpa sirosis dan gagal hati acute on cirrhosis yang merupakan
kondisi dimana sirosis terjadi pada hati.[1]
Patofisiologi gagal hati akut adalah terjadinya nekrosis dan apoptosis yang
menyebabkan aktivasi kaskade dan semakin meningkatnya komponen stress oksidatif
sehingga kematian hepatosit makin meningkat.[3,4,5]
Hal yang hampir sama terjadi pada gagal hati acute on chronic, dimana terjadi
penurunan motilitas usus, peningkatan pH gaster, penurunan konsentrasi asam
empedu menyebabkan pertumbuhan bakteri abnormal yang disebut disbiosis.
Disbiosis ini berperan dalam mengaktifkan sitokin inflamasi dan menyebabkan
kegagalan multiorgan.[6,7]
Berbagai etiologi turut berperan dalam perkembangan gagal hati akut yakni obat-obat
tertentu salah satunya overdosis paracetamol, bahan toksik, infeksi virus hepatitis
maupun non-hepatotropik, penyakit autoimun, oklusi vaskuler, hepatitis
iskemik, Wilson Disease, infiltrasi keganasan, dan kehamilan. Sedangkan etiologi
gagal hati acute on chronic yakni dipengaruhi dua faktor yakni intrahepatik (hepatitis
akut dan alkohol) dan ekstrahepatik (infeksi).[6,8]
Faktor risiko gagal hati akut meliputi overdosis obat dan konsumsi obat hepatotoksik
berkepanjangan, infeksi virus hepatitis akut, dan riwayat konsumsi alkohol.[9]
Diagnosis gagal hati memerlukan anamnesis yang kuat terkait gejala, faktor risiko dan
etiologi. Pemeriksaan fisik dan penunjang diperlukan untuk memberikan informasi
tambahan terkait etiologi sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan yang tepat.
Penatalaksanaan gagal hati dapat diberikan sesuai etiologi yang mendasari. Secara
umum manajemen gagal hati meliputi tatalaksana non medikamentosa,
medikamentosa dan pembedahan. Penatalaksanaan medikamentosa disesuaikan
dengan etiologi dan transplantasi hati merupakan terapi definitif pada gagal hati.[3]
Prognosis gagal hati tergantung pada tingkat kerusakan hati yang terjadi dan
kegagalan multiorgan yang terlibat. Penatalaksanaan komplikasi harus diupayakan
untuk mencegah kerusakan multiorgan yang lebih parah.[12,37]
Komplikasi
Komplikasi gagal hati terkait dekompensasi akut yang terjadi berupa edema serebri,
koagulopati, gagal ginjal, gangguan metabolik, sepsis.[4,12]
Prognosis
Tingkat keparahan kerusakan hati dan kegagalan multiorgan yang terjadi
mempengaruhi prognosis gagal hati. Berbagai skoring telah dikembangkan untuk
menilai prognosis pasien gagal hati.[37]
Penilaian dengan skoring Model for End Stage Liver Disease (MELD) dan kadar
galectin-9 yakni protein yang diekspresikan oleh sel kupfer pada DILI mampu
memberikan prediksi terhadap risiko kematian. Skor MELD≥30 dan kadar galectin-9
serum >690 pg/ml lebih memiliki risiko kematian tinggi.[39]
Beberapa faktor berperan dalam memperburuk prognosis gagal hati akut, antara lain
derajat ensefalopati, perburukan nilai pemeriksaan laboratorium termasuk faktor
koagulasi, bertambahnya usia.[35]
Chronic Liver Failure-Sequential Organ Failure Assesment (CLIF-SOFA) lebih baik
dibandingkan parameter lainnya dalam memprediksi kematian gagal hati acute on
chronic pada 28 hari dan 90 hari.
Adapun faktor yang memperburuk prognosis acute-on-chronic liver failure antara
lain peningkatan bilirubin, usia dan peningkatan INR, penurunan Thyroid Stimulating
Hormone, penurunan triiodotironin bebas, perubahan hemodinamik, gangguan
transpor dan metabolisme besi, peningkatan nilai Neutrophile Lymphocyte
Ratio, kehadiran infeksi, Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) atau
sepsis.[35]
Patofisiologi gagal hati amat kompleks dan melibatkan berbagai mekanisme terutama
keterlibatan respon imun yang pada akhirnya akan menyebabkan berbagai komplikasi
multiorgan.
Gagal Hati Akut
Patofisiologi gagal hati akut tergantung dari etiologi yang mendasari. Secara umum,
hepatosit mengalami nekrosis atau apoptosis sebagai perlawanan terhadap patogen
atau toksin. Nekrosis akan terjadi bila hepatosit mengalami deplesi adenosin trifosfat
(ATP) sedangkan apoptosis akan mengaktifkan jalur kaskade dan berakibat kematian
hepatosit.[3,4]
Stres oksidatif yang terjadi akan menghasilkan reactive oxygen species (ROS)
kemudian ROS akan mengaktifkan c-Jun N-terminal kinase (JNK) lewat kaskade
sehingga terjadi disfungsi mitokondria dan nekrosis hepatosit berlanjut. Kejadian ini
akan menghasilkan Damage Associated Molecular Patterns (DAMPs) yang akan
mengaktifkan makrofag hati dan inflammasome.[5]
Multiprotein kompleks intrasel yang disebut dengan inflammasome berfungsi
merespon sinyal bahaya seluler dan mengaktifkan caspase-1 serta melepaskan IL-1b
dan IL-18. Sitokin proinflamasi dikeluarkan sehingga semakin banyak sel-sel
peradangan yang datang dan lebih banyak kematian hepatosit.[7]
Pada hati yang berfungsi normal, amonia akan didetoksifikasi membentuk urea.
Sedangkan pada disfungsi hati terjadi hiperamonemia. Amonia akan melintasi sawar
darah-otak dan menyebabkan asterosit menghasilkan glutamine yang dikatalisis oleh
enzim glutamin sintase sebagai sisa metabolisme amonia dan glutamate. Akumulasi
glutamine menyebabkan pembengkakan asterosit akibat gradien osmotik dan
pembentukan Reactive Oxygen species (ROS).[11,12] Penurunan sintesis faktor
pembekuan darah, peningkatan penggunaan faktor pembekuan dan penurunan jumlah
trombopoietin merupakan penyebab terjadinya koagulopati pada gagal hati akut.[4]
Gagal Hati Acute on Chronic
Gagal hati kronik (salah satunya sirosis hepatis) bisa mengalami eksaserbasi yang
disebut dengan gagal hati acute on chronic. Kerusakan hepatosit akan mengaktifkan
kaskade proinflamasi dan terjadi peningkatan leukosit, sitokin dan kemokin termasuk
IL-6 dan IL-8.[12]
Penurunan motilitas usus, peningkatan pH gaster, penurunan konsentrasi asam
empedu menyebabkan pertumbuhan bakteri abnormal yang disebut disbiosis.
Selanjutnya terjadi fenomena translokasi bakteri dimana toksin masuk ke dalam usus.
Bakteri akan menginduksi Pathogen-Associated Molecular Pattern (PAMPS) dan
faktor virulensi sedangkan hepatosit yang denaturasi melalui Damage Associated
Molecular Pattern (DAMPS) akan mengaktifkan sitokin pro-inflamasi.[6]
Imunopatogenik berperan dalam terjadinya kerusakan multiorgan pada gagal hati
kronik. Disbiosis yang terjadi dikaitkan kejadian ensefalopati hepatikum. Hal ini
dikarenakan pada penelitian dengan uji tikus sirosis yang bebas kuman tidak terjadi
hiperamonemia dan edema serebri.[6,13]
Definisi
Gagal hati adalah kehilangan fungsi hati. Gagal hati dapat terjadi secara cepat/akut atau
secara lambat/kronik. Gagal hati akut dapat terjadi selama beberapa hari atau minggu, paling
cepat 48 jam. Sementara itu, gagal hati kronik biasanya terjadi akibat penyakit hati yang
sudah berlangsung selama bertahun-tahun.
Penyebab
Gagal hati akut dan kronik memiliki penyebab yang berbeda. Gagal hati akut dapat
disebabkan oleh dosis parasetamol yang terlalu tinggi, obat-obatan yang diresepkan dokter,
suplemen herbal, hepatitis dan virus lainnya, toksin, penyakit autoimun, gangguan pembuluh
darah di hati, penyakit metabolik, kanker, syok, dan heat stroke.
Gagal hati akut yang disebabkan oleh parasetamol dapat terjadi karena mengonsumsi obat
tersebut dalam dosis yang terlalu banyak satu kali, atau dosis yang melebihi normal selama
beberapa hari. Sementara itu, obat-obatan resep dokter yang dapat menyebabkan gagal hati
akut dapat berupa antibiotik, antinyeri, dan antikejang. Suplemen herbal yang sudah diketahui
terkait dengan gagal hati akut adalah kava, efedra, skullcap, dan pennyroyal.
Virus-virus yang dapat menyebabkan gagal hati akut dapat berupa virus hepatitis A, B, dan E,
serta virus Epstein-Barr, sitomegalovirus, dan virus herpes simpleks. Toksin yang dapat
menyebabkan gagal hati akut di antaranya adalah toksin dari jamur Amanita phalloides, serta
karbon tetraklorida, yang ditemukan pada pendingin, lilin, dan pernis.
Penyakit yang dapat menyebabkan gagal hati akut dapat berupa hepatitis autoimun, yaitu
kondisi ketika sel kekebalan tubuh menyerang sel-sel hati, penyakit Wilson, serta perlemakan
hati akut saat kehamilan. Syok yang dapat menyebabkan gagal hati adalah syok berupa
kegagalan organ, misalnya akibat infeksi hebat (sepsis). Heat stroke adalah sebuah kondisi
ketika seseorang melakukan aktivitas fisik yang ekstrem pada cuaca panas.
Sementara itu, gagal hati kronik biasanya merupakan hasil dari sirosis atau pengerasan hati.
Sirosis dapat disebabkan oleh penggunaan alkohol jangka panjang, hepatitis B, hepatitis C,
dan hemokromatosis atau penyakit bawaan yang menyebabkan kadar besi di hati terlalu
tinggi.
Faktor Risiko
Faktor risiko gagal hati sangat tergantung dari penyebabnya. Misalnya, hepatitis E dan
penyakit hati autoimun lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Sementara itu,
hepatitis B dan C banyak terjadi pada orang-orang yang memiliki riwayat transfusi darah,
penggunaan jarum suntik untuk obat-obatan resep ataupun obat-obatan terlarang, orang
bertato, orang yang memiliki pasangan seksual lebih dari satu, tenaga kesehatan yang
berurusan dengan cairan tubuh pasien, dan sebagainya. Selain itu, konsumsi alkohol berlebih
juga dapat menjadi faktor risiko gagal hati, terutama gagal hati kronik. Gagal hati yang
disebabkan oleh penyakit bawaan seperti penyakit Wilson dapat pula diketahui dari riwayat
penyakit keluarga.
Gejala
Gejala gagal hati akut dapat berupa kuning pada kulit dan bagian putih bola mata (sklera),
nyeri pada perut bagian kanan atas, gejala saluran cerna lain seperti mual atau muntah dan
penurunan nafsu makan, pembengkakan perut yang berisi cairan, pembengkakan kaki, rasa
tidak enak badan (malaise), bingung atau disorientasi, mengantuk, napas berbau apek, tremor
atau getaran pada anggota gerak tubuh yang terjadi tanpa disadari, mudah berdarah terutama
pada lambung, perdarahan saluran cerna atas dapat bermanifestasi dengan gejala muntah
darah atau tinja berwarna hitam pekat, serta diare.
Gejala gagal hati kronik biasanya baru muncul apabila stadium penyakit sudah cukup parah
untuk menyebabkan gejala.
Diagnosis
Diagnosis gagal hati dimulai dari pertanyaan mengenai onset atau kapan gejala muncul.
Dokter dapat menanyakan berbagai faktor risiko terkait gagal hati untuk menentukan apakah
gagal hati terjadi secara akut atau kronik, misalnya seperti riwayat penggunaan alkohol,
penggunaan obat-obatan baik obat resep dokter atau obat-obatan terlarang, penggunaan obat
herbal, riwayat keluarga dengan penyakit serupa, faktor risiko hepatitis seperti perjalanan ke
daerah endemis, transfusi darah, kontak seksual, pekerjaan, dan tindik, serta racun hati seperti
jamur, pelarut organik, dan fosfor pada kembang api.
Pemeriksaan langsung kepada penderita juga dapat dilakukan oleh dokter untuk mencari
adanya kuning, nyeri pada perut bagian kanan atas, tekanan darah tinggi disertai denyut nadi
lambat, pembengkakan perut dan kaki, serta adanya muntah darah atau BAB hitam.
Pemeriksaan laboratorium memiliki peran yang sangat penting untuk menegakkan diagnosis,
mencari komplikasi, dan memerkirakan tingkat kesembuhan penderita. Pemeriksaan ini dapat
mencakup pemeriksaan darah lengkap untuk melihat jumlah trombosit, pemeriksaan
pembekuan darah, enzim hati, bilirubin, amonia serum, gula darah, laktat, analisis gas darah,
kreatinin, fosfat, penanda autoimun seperti antinuclear antibodies (ANA), kadar
parasetamol, serta toksikologi obat-obatan terlarang.
Selain itu, pemeriksaan untuk mengetahui adanya infeksi virus juga dapat dilakukan dengan
pemeriksaan antigen-antibodi. Kultur darah dapat pula dilakukan apabila penderita dicurigai
mengalami infeksi bakteri. Apabila ada kecurigaan terhadap penyakit hati autoimun, kanker
pada hati atau pada bagian tubuh lainnya, serta infeksi virus herpes simpleks, pengambilan
jaringan hati dapat dilakukan.
Pemeriksaan pencitraan ultrasonografi (USG) dapat dilakukan untuk mencari penumpukan
cairan di perut serta melihat bentuk pembuluh darah hati. Pemeriksaan computed tomography
scan (CT scan) juga dapat membantu melihat bentuk hati serta adanya massa atau tumor di
sekitar hati. Tidak hanya itu, CT scan dapat pula dilakukan pada kepala, untuk mencari
adanya perdarahan di dalam kepala yang sama-sama dapat menyebabkan penurunan
kesadaran, seperti halnya gagal hati akut yang dapat menyebabkan kerusakan otak.
Tata Laksana
Gagal hati, terutama akut, merupakan kondisi kegawatdaruratan. Apabila penderita datang
dalam keadaan tidak sadar atau koma, tenaga kesehatan akan berusaha menjaga agar jalan
napas tetap terbuka dengan bantuan selang napas (intubasi). Selain itu, pemasangan selang
makan dapat dilakukan untuk menurunkan tekanan pada lambung dan memberikan makan
kepada penderita.
Apabila penderita sadar, pengobatan yang dilakukan dapat bervariasi tergantung penyebab
gagal hati. Misalnya, apabila gagal hati disebabkan oleh keracunan parasetamol, jamur, dan
sebagainya, obat-obatan tertentu dapat diberikan sebagai penangkal racun tersebut. Apapun
penyebab gagal hatinya, sangat mungkin penderita memerlukan perawatan intensif di unit
intensif (intensive care unit, ICU).
Apabila sisa bagian hati yang masih dapat bekerja tinggal sedikit, dokter dapat menyarankan
Anda untuk menjalani transplantasi hati. Namun, prosedur ini hanya dapat dilakukan di pusat
rujukan nasional di Indonesia.
Komplikasi
Komplikasi gagal hati dapat berupa pembengkakan otak akibat penumpukan cairan.
Penumpukan cairan ini terjadi karena pembuluh darah hati menyempit, dan dapat terjadi pada
otak, perut, dan kaki. Namun, yang paling berbahaya adalah otak, karena dapat mematikan.
Selain itu, komplikasi lainnya adalah gangguan pembekuan darah, karena banyak faktor
pembekuan darah yang dihasilkan oleh hati. Selain itu, infeksi seperti pada paru (pneumonia)
dan saluran kemih seringkali terjadi karena sistem kekebalan tubuh yang menurun. Tidak
hanya itu, gagal hati juga memengaruhi kerja ginjal sehingga gagal ginjal dapat terjadi
sebagai komplikasi.
Pencegahan
Pencegahan gagal hati dapat dilakukan dengan berbagai langkah sebagai berikut:
Ikuti anjuran dosis yang tertera pada obat, misalnya pada kertas yang ada bersama
dengan bungkus obat.
Sebutkan seluruh obat-obatan Anda kepada dokter, karena pengobatan tanpa
resep dan herbal dapat berinteraksi dengan obat resep dokter
Batasi atau hindari minum alkohol, maksimal 1 gelas per hari untuk perempuan
dan 2 gelas per hari untuk laki-laki
Hindari tindakan berisiko seperti penggunaan obat-obatan terlarang, penggunaan
jarum suntik bersama, berhubungan seks tanpa kondom. Berhati-hatilah ketika hendak
menato atau menindik tubuh, cari tempat yang bersih dan aman
Vaksinasi virus hepatitis
Hindari kontak dengan darah atau cairan tubuh orang lain, misalnya dengan
menghindari penggunaan jarum suntik, pisau cukur, dan sikat gigi bersama
Jangan memakan jamur liar, karena sulit untuk membedakan jamur yang beracun
dan tidak beracun
Hati-hati dalam menggunakan semprotan aerosol seperti pembunuh serangga,
pembunuh jamur, cat, dan bahan kimia beracun lainnya. Pastikan ruangan memiliki
aliran udara yang baik
Awasi cairan yang menyentuh tubuh Anda. Saat menggunakan pembunuh
serangga, misalnya, lindungi kulit Anda dengan sarung tangan, baju berlengan
panjang, topi, dan masker
Jaga berat badan ideal karena obesitas dapat menyebabkan perlemakan hati, yang
selanjutnya dapat menyebabkan gagal hati kronik
agal hati akut adalah timbulnya komplikasi parah dengan cepat setelah gejala pertama
penyakit hati (seperti penyakit kuning ) muncul, dan menunjukkan bahwa hati mengalami
kerusakan parah (kehilangan fungsi 80–90% sel hati). Komplikasinya adalah ensefalopati
hepatik dan gangguan sintesis protein (yang diukur dengan kadar albumin serum dan waktu
protrombin dalam darah). Klasifikasi tahun 1993 mendefinisikan hiperakut dalam waktu 1
minggu, akut dalam waktu 8–28 hari, dan subakut dalam waktu 4–12 minggu; [1] kecepatan
berkembangnya penyakit dan penyebab yang mendasarinya sangat mempengaruhi hasil akhir. [2]
Tanda dan gejala [ sunting ]
Gambaran utama dari gagal hati akut adalah penyakit kuning yang timbul dengan cepat,
kelemahan, dan akhirnya, perubahan status mental yang dapat dimulai dengan kebingungan
ringan namun berkembang menjadi koma, yang dikenal sebagai ensefalopati hepatik. [3]
Koagulopati [ sunting ]
Koagulopati adalah ciri utama ALF lainnya. Hati mempunyai peran sentral dalam sintesis hampir
semua faktor koagulasi dan beberapa
inhibitor koagulasi dan fibrinolisis . Nekrosis hepatoseluler menyebabkan
gangguan sintesis banyak faktor koagulasi dan penghambatnya. Yang pertama menghasilkan
perpanjangan waktu protrombin yang banyak digunakan untuk memantau tingkat keparahan
cedera hati . Terdapat disfungsi trombosit yang signifikan (dengan kelainan trombosit kuantitatif
dan kualitatif). Trombositopenia progresif dengan hilangnya trombosit yang lebih besar dan lebih
aktif hampir terjadi secara universal. Trombositopenia dengan atau tanpa DIC meningkatkan
risiko perdarahan intraserebral. [7]
Penyebab [ sunting ]
Penyebab umum gagal hati akut adalah overdosis parasetamol (asetaminofen) , reaksi istimewa
terhadap obat (misalnya tetrasiklin , troglitazon ), konsumsi alkohol berlebihan ( hepatitis
alkoholik parah ), hepatitis virus ( hepatitis A atau B — sangat jarang terjadi pada hepatitis
C ), perlemakan hati akut pada kehamilan , dan idiopatik (tanpa penyebab yang jelas). Sindrom
Reye adalah gagal hati akut pada anak yang menderita infeksi virus (misalnya cacar
air ); tampaknya penggunaan aspirin mungkin memainkan peran penting. Penyakit
Wilson (akumulasi tembaga herediter) jarang muncul bersamaan dengan gagal hati akut. Gagal
hati akut juga disebabkan oleh keracunan jamur topi kematian ( Amanita phalloides )
serta spesies jamur penghasil amatoxin lainnya. Strain Bacillus cereus tertentu — spesies
bakteri umum yang sering menjadi penyebab keracunan makanan — dapat menyebabkan gagal
hati fulminan melalui produksi cereulide , [14] racun yang
menghancurkan mitokondria di hepatosit yang terkena , sehingga mengakibatkan kematian
sel. Meskipun sebagian besar kasus infeksi B. cereus dapat diatasi oleh sistem kekebalan tubuh
dan tidak memengaruhi hati, kasus parah yang mengakibatkan kerusakan hati dapat berakibat
fatal [15] [16] [17] [18] [19] tanpa pengobatan segera atau transplantasi hati .
Patofisiologi [ sunting ]
Diagnosa [ sunting ]
Semua pasien dengan bukti klinis atau laboratorium hepatitis akut sedang hingga berat harus
segera menjalani pengukuran waktu protrombin dan evaluasi status mental secara cermat. Jika
waktu protrombin memanjang ≈ 4-6 detik atau lebih (INR ≥ 1,5), dan terdapat bukti
perubahan sensorium , diagnosis ALF harus dicurigai kuat, dan rawat inap di rumah sakit wajib
dilakukan. [22] Pemeriksaan laboratorium awal harus ekstensif untuk mengevaluasi etiologi dan
tingkat keparahannya.
Analisis laboratorium awal [22]
Definisi [ sunting ]
Gagal hati akut didefinisikan sebagai "perkembangan pesat disfungsi hepatoseluler, khususnya
koagulopati dan perubahan status mental (ensefalopati) pada pasien yang sebelumnya tidak
memiliki penyakit hati". [23] halaman 1557
Diagnosis gagal hati akut didasarkan pada pemeriksaan fisik, temuan laboratorium, riwayat
pasien, dan riwayat kesehatan masa lalu untuk menentukan perubahan status mental,
koagulopati, kecepatan timbulnya penyakit, dan tidak adanya penyakit hati sebelumnya yang
diketahui. [23] halaman 1557
Definisi yang tepat dari "cepat" agak dipertanyakan, dan terdapat sub-divisi berbeda yang
didasarkan pada waktu dari timbulnya gejala hati pertama hingga timbulnya ensefalopati. Salah
satu skema mendefinisikan "gagal hati akut" sebagai perkembangan ensefalopati dalam waktu
26 minggu setelah timbulnya gejala hati. Hal ini dibagi lagi menjadi "gagal hati fulminan", yang
memerlukan timbulnya ensefalopati dalam waktu 8 minggu, dan "subfulminan", yang
menggambarkan timbulnya ensefalopati setelah 8 minggu tetapi sebelum 26 minggu. [24] Skema
lain mendefinisikan "hiperakut" sebagai permulaan dalam 7 hari, "akut" sebagai permulaan
antara 7 dan 28 hari, dan "subakut" sebagai permulaan antara 28 hari dan 24 minggu. [23] halaman 1557
Pengobatan [ sunting ]
Kriteria Rumah Sakit King's College
untuk transplantasi hati pada gagal hati akut [25]
Pasien lain
Waktu protrombin > 100 detik atau
Tiga variabel berikut :
Infeksi [ sunting ]
Infeksi bakteri dan jamur sering terjadi pada ALF, dengan sebuah penelitian menunjukkan infeksi
yang terbukti melalui kultur pada 80% pasien ALF. Imunitas seluler dan humoral yang rusak
serta adanya kateter, koma, antibiotik spektrum luas, dan obat-obatan yang menekan kekebalan
semuanya merupakan predisposisi terjadinya infeksi. Gejala lokal infeksi seperti demam dan
produksi sputum seringkali tidak ada dan satu-satunya petunjuk adanya proses infeksi yang
mendasarinya mungkin adalah memburuknya ensefalopati atau fungsi ginjal. Harus ada ambang
batas yang rendah untuk sering melakukan kultur (darah, urin, dan sputum), rontgen dada, dan
parasentesis. Bakteri yang masuk melalui kulit, seperti streptokokus dan stafilokokus, cenderung
mendominasi. Pengawasan yang agresif sangat penting karena antibiotik profilaksis hanya
menunjukkan sedikit manfaat. Infeksi jamur, terutama pada penggunaan antibiotik spektrum
luas, juga sering terjadi, dan fungimia yang menyebar merupakan tanda prognosis yang
buruk. [34]
Asetilsistein [ sunting ]
N-asetilsistein intravena bermanfaat dalam mengatasi toksisitas asetaminofen tetapi tidak
bermanfaat pada gagal hati akut yang tidak berhubungan dengan asetaminofen. [35] [36]
Prognosis [ sunting ]
Secara historis angka kematian cukup tinggi, melebihi 80%. [37] Dalam beberapa tahun terakhir,
munculnya transplantasi hati dan dukungan perawatan intensif multidisiplin telah meningkatkan
kelangsungan hidup secara signifikan. Saat ini kelangsungan hidup jangka pendek secara
keseluruhan dengan transplantasi lebih dari 65%. [38]
Beberapa sistem penilaian prognostik telah dirancang untuk memprediksi angka kematian dan
untuk mengidentifikasi siapa yang memerlukan transplantasi hati dini. Ini termasuk kriteria
Rumah Sakit King's College , skor MELD , dan kriteria Clichy . [39] [40]
Terminologi [ sunting ]
Sampai saat ini, belum ada nomenklatur yang diterima secara universal. Trey dan Davidson
memperkenalkan istilah gagal hati fulminan pada tahun 1970, yang mereka gambarkan sebagai
"... kondisi yang berpotensi reversibel, akibat dari cedera hati yang parah, dengan
timbulnya ensefalopati dalam waktu 8 minggu sejak munculnya gejala pertama dan dalam waktu
8 minggu setelah gejala pertama muncul. tidak adanya penyakit hati yang sudah ada
sebelumnya". [41] Kemudian, disarankan bahwa istilah fulminan harus dibatasi pada pasien yang
mengalami penyakit kuning hingga ensefalopati dalam waktu 2 minggu. Istilah gagal
hati subfulminan dan gagal hati awitan lambat diciptakan untuk awitan masing-masing antara 2
minggu hingga 3 bulan dan selama 8 minggu hingga 24 minggu. [42] [43] Ungkapan umum gagal hati
akut diusulkan oleh kelompok King's College, yang telah diadopsi dalam artikel ini. Paradoksnya,
dalam klasifikasi ini, prognosis terbaik adalah pada kelompok hiperakut . [44]
Referensi [ sunting ]
1. ^ O'Grady JG, Schalm SW, Williams R (1993). "Gagal hati akut: mendefinisikan ulang
sindrom". Lancet . 342 (8866): 273–5. doi : 10.1016/0140-6736(93)91818-
7 . PMID 8101303 . S2CID 21583699 .
2. ^ O'Grady JG ( 2005Lompat ke: ). "Gagal hati akut" . Jurnal Kedokteran Pascasarjana . 81 (953):
148–54. doi : 10.1136/pgmj.2004.026005 . PMC 1743234 . PMID 15749789 .
3. ^ "Gagal Hati Akut" , LiverTox: Informasi Klinis dan Penelitian tentang Cedera Hati Akibat
Obat , Bethesda (MD): Institut Nasional Diabetes dan Penyakit Pencernaan dan Ginjal,
2012, PMID 31689027 , diambil 2022-10-17
4. ^ Hazell, Alan S.; Butterworth, Roger F. (1999). "Ensefalopati hepatik: Pembaruan
mekanisme patofisiologis". Proses. sosial. Contoh. biologi. medis . 222 (2): 99–
112. doi : 10.1046/j.1525-1373.1999.d01-120.x . PMID 10564534 .
5. ^ Larsen FS, Wendon J (2002). "Edema otak pada gagal hati: prinsip dan manajemen
fisiologis dasar" . Transplasi Hati . 8 (11): 983–
9. doi : 10.1053/jlts.2002.35779 . PMID 12424710 . S2CID 23253577 .
6. ^ Armstrong IR, Pollok A, Lee A (1993). "Komplikasi pemantauan tekanan intrakranial
pada kegagalan hati fulminan". Lancet . 341 (8846): 690–1. doi : 10.1016/0140-
6736(93)90458-S . PMID 8095592 . S2CID 20859855 .
7. ^ Gimson AELompat ke: (1996) . "Gagal hati fulminan dan awitan lambat" . Jurnal Anestesi
Inggris . 77 (1): 90–8. doi : 10.1093/bja/77.1.90 . PMID 8703634 .
8. ^ Schmidt LE, Larsen FS (2006). "Implikasi prognostik dari hiperlaktatemia, kegagalan
banyak organ, dan sindrom respons inflamasi sistemik pada pasien dengan gagal hati
akut yang disebabkan oleh asetaminofen" . Kritik. Perawatan Med . 34 (2): 337–
43. doi : 10.1097/01.CCM.0000194724.70031.B6 . PMID 16424712 . S2CID 23466543
.
9. ^ Harry R, Auzinger G, Wendon J (2002). "Pentingnya klinis dari kekurangan adrenal
pada disfungsi hati akut". Hepatologi . 36 (2): 395–
402. doi : 10.1053/jhep.2002.34514 . PMID 12143048 . S2CID 24090416 .
10. ^ Bihari D, Gimson AE, Waterson M, Williams R (1985). "Hipoksia jaringan selama
kegagalan hati fulminan". Kritik. Perawatan Med . 13 (12): 1034–
9. doi : 10.1097/00003246-198512000-00010 . PMID 3933911 . S2CID 42723731 .
11. ^ Trewby PN, Warren R, Contini S, dkk. (1978). "Insiden dan patofisiologi edema paru
pada gagal hati fulminan" . Gastroenterologi . 74 (5 Pt 1): 859–65. doi : 10.1016/0016-
5085(78)90142-7 . PMID 346431 .
12. ^ Li XM, Ma L, Yang YB, Shi ZJ, Zhou SS (2005). "Ciri-ciri klinis hepatitis fulminan pada
kehamilan" . Dunia J Gastroenterol . 11 (29): 4600–
3. doi : 10.3748/wjg.v11.i29.4600 . PMC 4398717 . PMID 16052697 .
13. ^ Li XM, Ma L, Yang YB, Shi ZJ, Zhou SS (2005). "Faktor prognostik hepatitis fulminan
pada kehamilan". Chin Med J (Bahasa Inggris) . 118 (20): 1754–7. PMID 16313765 .
14. ^ Peltola; dkk. (2004). "Berita tentang cereulide, racun muntah dari Bacillus Cereus " .
15. ^ Takabe F, Oya M (1976). "Otopsi kasus keracunan makanan yang berhubungan
dengan Bacillus cereus ". Ilmu Forensik . 7 (2): 97–101. doi : 10.1016/0300-
9432(76)90024-8 . PMID 823082 .
16. ^ Mahler H; dkk. (1997). "Gagal hati fulminan berhubungan dengan toksin
emetik Bacillus cereus " . N Engl J Med . 336 (16): 1142–
1148. doi : 10.1056/NEJM199704173361604 . PMID 9099658 .
17. ^ Dierick K; dkk. (2005). "Wabah keluarga yang fatal dari keracunan makanan terkait
Bacillus cereus" . J Clin Mikrobiol . 43 (8): 4277–4279. doi : 10.1128/JCM.43.8.4277-
4279.2005 . PMC 1233987 . PMID 16082000 .
18. ^ Shiota, M; dkk. (2010). "Detoksifikasi Cepat Cereulide pada Keracunan
Makanan Bacillus cereus " . Pediatri . 125 (4): e951–e955. doi : 10.1542/peds.2009-
2319 . PMID 20194285 . S2CID 19744459 .
19. ^ Naranjo, M; dkk. (2011). "Kematian Mendadak Seorang Dewasa Muda Terkait
dengan Keracunan Makanan Bacillus cereus " . J Clin Mikrobiol . 49 (12): 4379–
4381. doi : 10.1128/JCM.05129-11 . PMC 3232990 . PMID 22012017 .
20. ^ Boyer JL, Klatskin G (1970). "Pola nekrosis pada hepatitis virus akut. Nilai prognostik
penghubung (nekrosis hati subakut)". N.Inggris. J.Med . 283 (20): 1063–
71. doi : 10.1056/NEJM197011122832001 . PMID 4319402 .
21. ^ Kolodziejczyk, Aleksandra A.; Federici, Sara; Zmora, Niv; Mohapatra, Gayatree; Dori-
Bachash, Mally; Hornstein, Shanni; Leshem, Avner; Reuveni, Debby; Zigmond,
Ehud; Tobar, Ana; Salame, Tomer Meir (Desember 2020). "Gagal hati akut diatur oleh
program yang bergantung pada MYC dan mikrobioma" . Pengobatan Alam . 26 (12):
1899–1911. doi : 10.1038/s41591-020-1102-2 . ISSN 1546-170X . PMID 33106666 . S
2CID 225083103 .
22. ^ Polson J ,Lompat ke: Lee WM (2005). "Makalah posisi AASLD: pengelolaan gagal hati
akut" . Hepatologi . 41 (5): 1179–
97. doi : 10.1002/hep.20703 . PMID 15841455 . S2CID 6216605 .
23. ^ Sleisenger , MarvinLompat ke: H.; Feldman, Mark; Friedman, Lawrence S.; Brandt, Lawrence J.,
penyunting. (2009). Patofisiologi, diagnosis, manajemen penyakit gastrointestinal dan
hati Sleisenger & Fordtran (PDF) (edisi ke-9). Louis, Mo.: Konsultasi MD. ISBN 978-1-
4160-6189-2.
24. ^ Sood, Gagan K. "Gagal Hati Akut" . Mescape . Diakses pada 14 Desember 2011 .
25. ^ O'Grady JG, Alexander GJ, Hayllar KM, Williams R (1989). "Indikator awal prognosis
pada kegagalan hati fulminan". Gastroenterologi . 97 (2): 439–45. doi : 10.1016/0016-
5085(89)90081-4 . PMID 2490426 .
26. ^ Jalan, R (2005). "Gagal hati akut: penatalaksanaan saat ini dan prospek masa
depan". Jurnal Hepatologi . 42 Tambahan (1): S115–
23. doi : 10.1016/j.jhep.2004.11.010 . PMID 15777566 .
27. ^ Polson, J; Lee, WM; Asosiasi Amerika untuk Studi Hati, Penyakit (Mei 2005). "Makalah
posisi AASLD: pengelolaan gagal hati akut" . Hepatologi . 41 (5): 1179–
97. doi : 10.1002/hep.20703 . PMID 15841455 . S2CID 6216605 .
28. ^ Jalan, R (Agustus 2003). "Hipertensi intrakranial pada gagal hati akut: dasar
patofisiologi manajemen rasional". Seminar Penyakit Liver . 23 (3): 271–
82. doi : 10.1055/s-2003-42645 . PMID 14523680 . S2CID 29276705 .
29. ^ Jalan, R; Olde Damink, SW; Deutz, NE; Davies, NA; Taman, OJ; Madhavan, KK; Hay,
PC; Lee, A (27 Juni 2003). "Hipotermia sedang mencegah hiperemia serebral dan
peningkatan tekanan intrakranial pada pasien yang menjalani transplantasi hati untuk
gagal hati akut" . Transplantasi . 75 (12): 2034–
9. doi : 10.1097/01.tp.0000066240.42113.ff . PMID 12829907 . S2CID 41782490 .
30. ^ Murphy, N; Auzinger, G; Bernel, W; Wendon, J (Februari 2004). "Pengaruh natrium
klorida hipertonik pada tekanan intrakranial pada pasien dengan gagal hati
akut" . Hepatologi . 39 (2): 464–
70. doi : 10.1002/hep.20056 . PMID 14767999 . S2CID 20335884 .
31. ^ Wijdicks, EF; Nyberg, SL (Juni 2002). "Propofol untuk mengontrol tekanan intrakranial
pada gagal hati fulminan". Proses Transplantasi . 34 (4): 1220–2. doi : 10.1016/s0041-
1345(02)02804-x . PMID 12072321 .
32. ^ Shami, VM; Caldwell, SH; Hespenheide, EE; Arseneau, KO; Bickston, SJ; Macik, BG
(Februari 2003). "Faktor VII yang diaktifkan rekombinan untuk koagulopati pada gagal
hati fulminan dibandingkan dengan terapi konvensional" . Transplantasi Hati . 9 (2):
138–43. doi : 10.1053/jlts.2003.50017 . PMID 12548507 . S2CID 12007975 .
33. ^ Coklat RS, Jr; Rusia, MW; Lai, M; Shiffman, ML; Richardson, MC; Everhart,
JE; Hoofnagle, JH (27 Februari 2003). "Survei transplantasi hati dari donor dewasa yang
masih hidup di Amerika Serikat" . Jurnal Kedokteran New England . 348 (9): 818–
25. doi : 10.1056/nejmsa021345 . PMID 12606737 .
34. ^ Petani ,Lompat ke: Ditjen; Anselmo, DM; Ghobrial, RM; Yersiz, H; McDiarmid, SV; Cao,
C; Penenun, M; Figueroa, J; Khan, K; Vargas, J; Saab, S; Han, S; Durazo,
F; Goldstein, L; Holt, C; Busuttil, RW (Mei 2003). "Transplantasi hati untuk kegagalan
hati fulminan: pengalaman dengan lebih dari 200 pasien selama periode 17
tahun" . Sejarah Bedah . 237 (5): 666–75, diskusi 675–
6. doi : 10.1097/01.sla.0000064365.54197.9e . PMC 1514517 . PMID 12724633 .
35. ^ Lee WM, Hynan LS, Rossaro L, dkk. (September 2009). "N-asetilsistein intravena
meningkatkan kelangsungan hidup bebas transplantasi pada gagal hati akut non-
asetaminofen tahap awal" . Gastroenterologi . 137 (3): 856–64,
864.e1. doi : 10.1053/j.gastro.2009.06.006 . PMC 3189485 . PMID 19524577 .
36. ^ Siu, Jacky TP; Nguyen, Trina; Ahli Bedah, Ricky D (9 Desember 2020). "N-asetilsistein
untuk gagal hati akut terkait non-parasetamol (asetaminofen)" . Database Tinjauan
Sistematis Cochrane . 2020 (12):
CD012123. doi : 10.1002/14651858.CD012123.pub2 . PMC 8095024 . PMID 33294991
.
37. ^ Rakela J, Lange SM, Ludwig J, Baldus WP (1985). "Hepatitis fulminan: pengalaman
Mayo Clinic dengan 34 kasus". Klinik Mayo. Proses . 60 (5): 289–
92. doi : 10.1016/s0025-6196(12)60534-5 . PMID 3921780 .
38. ^ Ostapowicz G, Fontana RJ, Schiødt FV, dkk. (2002). Hasil studi prospektif gagal hati
akut di 17 pusat perawatan tersier di Amerika Serikat. Ann. Magang. medis . 137 (12):
947–54. doi : 10.7326/0003-4819-137-12-200212170-00007 . PMID 12484709 . S2CID
11390513 .
39. ^ Castaldo, Eric T.; Chari, Ravi S. (2006). "Transplantasi hati untuk kegagalan hati
akut" . HPB . 8 (1): 29–34. doi : 10.1080/13651820500465741 . ISSN 1365-
182X . PMC 2131363 . PMID 18333235 .
40. ^ Yantorno, Silvina E.; Kremers, Walter K.; Ruf, Andrés E.; Trentadue, Julio J.; Podestá,
Luis G.; Villamil, Federico G. (Juni 2007). "MELD lebih unggul dari King's College dan
kriteria Clichy untuk menilai prognosis pada gagal hati fulminan" . Transplantasi
Hati . 13 (6): 822–828. doi : 10.1002/lt.21104 . ISSN 1527-
6465 . PMID 17539002 . S2CID 45783920 .
41. ^ Trey C, Davidson CS (1970). "Penatalaksanaan kegagalan hati fulminan". Kemajuan
dalam Penyakit Hati . 3 : 282–98. PMID 4908702 .
42. ^ Bernuau J, Goudeau A, Poynard T, dkk. (1986). "Analisis multivariat faktor prognostik
pada hepatitis B fulminan". Hepatologi . 6 (4): 648–
51. doi : 10.1002/hep.1840060417 . PMID 3732998 . S2CID 46521479 .
43. ^ Gimson AE, O'Grady J, Ede RJ, Portmann B, Williams R (1986). "Gagal hati awitan
lambat: gambaran klinis, serologis, dan histologis" . Hepatologi . 6 (2): 288–
94. doi : 10.1002/hep.1840060222 . PMID 3082735 . S2CID 30484891 .
44. ^ Sass DA, Shakil AO (2005). "Gagal hati fulminan" . Transplantasi Hati . 11 (6): 594–
605. doi : 10.1002/lt.20435 . PMID 15915484 . S2CID 4730290 .