Anda di halaman 1dari 2

Asal Usul Sunan Kudus

Ja'far Shadiq atau yang akrab dikenal dengan Sunan Kudus merupakan salah satu
penyebar agama Islam di Pulau Jawa khususnya di daerah Kudus, Jawa Tengah.
Sunan Kudus adalah putra dari Raden Utsman Haji alias Sunan Ngudung di Jipang
Panolan (letaknya di sebelah utara Kota Blora) dengan Syarifah Dewi Rahil binti Sunan
Bonang.

Di dalam babad tanah Jawa disebutkan bahwa Raden Utsman Haji yang merupakan
ayah kandung Sunan Kudus pernah memimpin pasukan Majapahit. Sunan Ngundung
selaku senopati Demak bertarung dengan sengit melawan Raden Husain atau Adipati
Terung dari Majapahit. Dalam pertempuran tersebut Sunan Ngundung gugur, sehingga
kedudukannya sebagai senopati Demak digantikan oleh Sunan Kudus.

Sementara ibu Sunan Kudus merupakan putri dari Sunan Bonang. Ia dilahirkan pada
tanggal 9 September 1400M. Dengan demikian Sunan Kudus adalah cucu dari Sunan
Bonang, sehingga silsilahnya pun mengikuti silsilah Sunan Bonang, yakni masih
beraliran atau keturunan langsung dari Husain bin Ali, cucu Nabi Muhammad

Cara Berdakwa Sunan Kudus

Strategi dakwah melalui pendekatan massa.

Melakukan pendekatan berdasarkan kepercayaan masyarakat setempat

Tidak melakukan atau menggunakan jalan kekerasan

Mengikuti dari belakang terhadap kelakuan dan adat rakyat tetapi diusahakan untuk
mempengaruhinya dan memasukan nilai ajaran Islam

Menghindari konfrontasi secara langsung. Dengan prinsip mengambil ikan


tanpamembuat keruh airnya
Pendekatan Kultural Sunan Kudus

Sunan Kudus dikenal menjadi salah satu pendakwah ulung di Tanah Jawa yang mampu
menyebarkan agama Islam dengan cara-cara fleksibel dengan mengambil hati
masyarakat non-islam dengan melakukan pendekatan kebudayaan. Sehingga agama
Islam mampu diterima dengan baik oleh masyarakat setempat tanpa melakukan
tindakan kekerasan. Berbagai macam cara dilakukan oleh Sunan Kudus dalam
melakukan pendekatan kebudayaan. Berikut ini pendekatan kebudayaan yang telah
dilakukan oleh Sunan Kudus.

Larangan menyembelih sapi, hal ini Sunan Kudus lakukan sebagai bentuk
menghargai apa yang diyakini oleh umat Hindu yang percaya bahwa sapi
merupakan hewan suci sehingga dilarang untuk disembelih. Selain itu Sunan
Kudus juga membuat menara layaknya candi. Namun, menara tersebut tidak
dijadikan sebagai tempat pemakaman raja atau menyembah roh leluhur melain
tempat mengumandangkan adzan.

Membuat padasan atau tempat wudhu dengan pancuran berjumlah delapan, hal
ini Sunan Kudus lakukan sebagai bentuk upaya melakukan pendekatan terhadap
umat Buddha dimana jumlah pancuran tersebut bermakna jalan berlipat delapan
atau Sanghika Marga. Selain itu, Sunan Kudus juga memberikan arca kepala
kebo gumerang di atas pancuran tersebut.

Menyelenggarakan selamatan mitoni, Sunan Kudus tidak melarang acara
selamatan atau mitoni yang dilakukan oleh masyarakat setempat. Namun, Sunan
Kudus melakukan perubahan dan memasukan nilai-nilai Islam dalam setiap
rangkaian acaranya. Misalnya mengubah permohonan doa kepada dewa
menjadi kepada Allah, berharap anak tampan seperti Arjuna atau cantik seperti
Dewi Ratih dirubah menjadi tampan seperti Nabi Yusuf dan cantik seperti Maria
ibu Nabi Isa. Kemudian menjadi acara tersebut sebagai momen bersedekah
dengan berbagi makanan.

Melalui sejumlah pendekatan tersebut Sunan Kudus berhasil menarik perhatian
dan hati masyarakat Jawa tanpa melakukan tindakan atau cara-cara kekerasan
dalam menyebarkan dan mengajarkan Islam kepada masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai