Materi 5
Materi 5
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja strategi pembelajaran IPA di SD ?
2. Bagaimana strategi pada pembelajaran IPA di SD ?
3. Bagaimanakah implementasi dalam strategi pembelajaran IPA di SD ?
4. Apa saja kekurangan dan kelebihan strategi pembelajaran IPA di SD ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Dari gambaran tersebut terlihat bahwa pembelajaran itu tidak sederhana,
tetapi kompleks dan terdiri dari beberapa kompenen pembelajaran yang berkaitan
dan saling bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kompenen-
kompenen tersebut adalah tujuan, materi, strategi pembelajaran, dan evaluasi
dapat dilihat pada gambar diatas. Dari gambar dijelaskan bahwa dalam mencapai
tujuan pembelajaran IPA yang telah ditentukan oleh pemerintah, mulai dari SKL
(Standar Kompetensib Lulusan) yang diuraikan menjadi KI (Kompetensi Inti)
atau KD (Kompetensi Dasar) dilakukan dengan cara memilih materi IPA yang
mendukung tujuan pembelajaran. Selanjutnya, ditentukan strategi pembelajaran
yang sesuai untuk materi tersebut dengan memilih metode dan teknik mengajar
yang disesuaikan dengan ketersediaan media dan sumber belajar. Dalam memilih
strategi pembelajaran juga harus memperhitungkan situasi dan kondisi guru dan
peserta didik. Kondisi guru dan peserta didik sekarang sangat dipengaruhi oleh
perkembangan teknologi dan masyarakat. Pada akhirnya, untuk mengetahui
tercapainya tujuan pembelajaran adalah dengan asesmen yang hasilnya akan
digunakan untuk meninjau kembali semua komponen dari sistem pembelajaran
IPA. Secara garis besar, macam- macam strategi pembelajaran ditentukan oleh 4
hal sebagai berikut.
a. Sumber Materi : Siapa yang menyusun materi atau bahan belajar? Guru,
dalam arti sempit atau dalam arti luas (dengan hubungannya sumber lain),
atau merupakan teks terprogram seperti modul atau bahkan oleh peserta
didik sendiri.
b. Pembawa Materi : Siapa yang membawakan materi? Perorangan,
berkelompok, atau dipelajari sendiri.
c. Pendekatannya : Bagaimana cara Materi itu disajikan dengan pendekatan
deduktif dan induktif atau yang lain?
d. Penerima Materi : Bagaimana dan beberapa jumlah penerima materi?
Perorangan, Kelompok Kecil, Kelompok Besar, Kelompok Heterogen,
atau Homogen.
4
Kombinasi empat factor tersebut menimbulkan berbagai macam strategi.
Yang akan dibahas dalam makalah ini adalah strategi pembelajaran dilihat dari
cara penyampaian materi IPA, yaitu strategi pembelajaran induktif dan deduktif.
Pemilihan strategi penyampaian materi IPA tersebut berdasarkan objek proses
pembelajaran IPA yang terdiri dari :
1. Produk IPA yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori
2. Nilai dan / atau sikap ilmiah IPA
3. Kerja dan / atau proses ilmiah IPA
4. Aplikasi IPA dalam kehidupan sehari- hari
5. Kreativitas dalam mempelajari IPA
Definisi strategi adalah cara untuk mencapai tujuan jangka panjang.
Strategi bisnis bisa berupa perluasan geografis, diversifikasi, akusisi,
pengembangan produk, penetrasi pasar, rasionalisasi karyawan, divestasi,
likuidasi dan joint venture (David, 2004).
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan
yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan
pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan
kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses
untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses
pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di
manapun dan kapanpun. Strategi pembelajaran merupakan salah satu komponen
penting yang harus dikuasai oleh guru dan siswa dalam melaksanakan
pembelajaran. Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai rencana dan cara-cara
membawakan pengajaran agar segala prinsip dasar dapat terlaksana dan segala
tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif (Gulo, 2008:3). Cara-cara
membawakan pengajaran itu merupakan pola dan urutan umum perbuatan guru
dan murid dalam perwujudan kegiatan pembelajaran.
Strategi pembelajaran berarti cara dan seni untuk menggunakan semua
sumber belajar dalam upaya membelajarkan siswa. Sebagai suatu cara, strategi
pembelajaran dikembangkan dengan kaidah-kaidah tertentu sehingga membentuk
suatu bidang pengetahuan tersendiri. Sedangkan sebagai suatu seni, strategi
5
pembelajaran kadang-kadang secara implisit dimiliki oleh seseorang tanpa pernah
belajar secara formal tentang ilmu strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran
digunakan untuk mempermudah proses pembelajaran sehingga dapat mencapai
hasil yang optimal. Dalam Strategi Pembelajaran (2006:124), Sanjaya
mengartikan strategi pembelajaran sebagai perencanaan yang berisi tentang
rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dari
pengertian tersebut, strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan termasuk
penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam
pembelajaran, selain itu strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh
karena itu, sebelum menentukan strategi, perlu merumuskan tujuan yang jelas dan
dapat diukur keberhasilannya. sebelum menentukan strategi, perlu merumuskan
tujuan yang jelas dan dapat diukur keberhasilannya.
Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa strategi
pembelajaran pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-
keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan atau penyusunan suatu strategi baru sampai
pada proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan. Dilihat dari
strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu
exposition-discovery learning atau strategi penyampaian penemuan dan group-
individual learning atau strategi pembelajaran individual (Rowntree dalam Wina
Sanjaya, 2006:126).
6
seseorang yang sangat ahli, namun tidak bisa bekerja sama dengan anggota tim
lainnya. Dia mungkin akan berjalan sendiri tanpa menghiraukan timnya.
Akibatnya bukan keberhasilan yang diperoleh tetapi kegagalan. Perlukah
kemampuan bekerja sama dilatihkan? Sekalipun gotong-royong merupakan
budaya bangsa Indonesia, tidak berarti bahwa setiap orang Indonesia secara
otomatis memiliki kemampuan untuk bekerja sama. Kemampuan bekerja sama
menuntut lebih dari sekerdar niat untuk bekerja sama, namun juga keterampilan-
keterampilan untuk bekerja sama, misalnya keterampilan mendengarkan,
keterampilan mengungkapkan pendapat, keterampilan menyelesaikan konflik.
Oleh karena itu, perlu usaha yang sungguh-sungguh untuk dapat mengembangkan
keterampilan bekerja sama siswa.
Seringkali kita mengidentikkan kerja kelompok dengan pembelajaran
kooperatif. Walaupun pembelajaran kooperatif dilakukan dalam bentuk kelompok,
namun kerja kelompok tidak selalu bersifat kooperatif. Ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan agar kerja kelompok bisa menjadi pembelajaran yang
kooperatif. Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang
dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan. Ada empat unsur penting dalam Strategi
pembelajaran koopratif, yaitu :
adanya peserta dalam kelompok;
adanya aturan kelompok;
adanya upaya belajar setiap anggota kelompok; dan
adanya tujuan yang harus dicapai.
7
terlibat, baik siswa sebagai peserta didik, maupun siswa sebagai anggota
kelompok. Misalnya, aturan tentang pembagian tugas setiap anggota kelompok,
waktu dan tempat pelaksanaan, dan lain sebagainya. Upaya belajar adalah segala
aktivitas siswa untuk meningkatkan kemampuannya yang telah dimiliki maupun
meningkatkan kemampuan baru, baik kemampuan dalam aspek pengetahuan,
sikap, maupun keterampilan. Aktivitas pembelajaran tersebut dilakukan dalam
kegiatan kelompok, sehingga antar peserta dapat saling belajar melalui tukar
pikiran, pengalaman, maupun gagasan-gagasan. Aspek tujuan dimaksudkan untuk
memberikan arah perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Melalui tujuan yang
jelas, setiap anggota kelompok dapat memahami sasaran setiap kegiatan belajar.
Salah satu strategi dari model pembelajaran kelompok adalah strategi
pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Strategi pembelajaran kooperatif
merupakan strategi pembelajaran kelompok yang akhir-akhir ini menjadi
perhatian dan dianjurkan para ahli pendidikan untuk digunakan. Slavin (1995)
mengemukakan dua alasan :
Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran
kooperatif dapat meningkatkan pretasi belajar siswa sekaligus dapat
meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap,
menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat meningkatkan harga
diri.
Pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam
belajar berpikir, memecahkan masalah, dan mengintregasikan pengetahuan
dengan keterampilan.
8
jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. Dengan
demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif.
Ketergantungan semacam itulah yang selanjutkan akan memunculkan tanggung
jawab individu terhadap kelompok dan keterampilan interpersonal dari setiap
anggota kelompok. Setiap individu akan saling membantu, mereka akan
mempunyai motivasi untuk keberhasilan kelompok, sehingga setiap individu akan
memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi demi keberhasilan
kelompok.
Strategi Pembelajaran Kooperatif mempunyai dua komponen utama, yaitu
komponen tugas kooperatif (cooperative task) dan komponen struktur insentif
kooperatif (cooperative incentive structure). Tugas kooperatif berkaitan dengan
hal yang menyebabkan anggota bekerja sama dalam menyelesaikan tugas
kelompok; sedangkan struktur insentif kooperatif merupakan sesuatu yang
membangkitkan motivasi individu untuk bekerja sama mencapai tujuan
kelompok. Struktur insentif dianggap sebagai keunikan dari pembelajaran
kooperatif, karena melalui struktur insentif setiap anggota kelompok bekerja keras
untuk belajar, mendorong dan memotivasi anggota lain menguasai materi
pelajaran, sehingga mencapai tujuan kelompok.
Jadi, hal yang menarik dari strategi pembelajaran kooperatif adalah adanya
harapan selain memiliki dampak pembelajaran, yaitu berupa peningkatan prestasi
belajar peserta didik (student achievement) juga mempunyai dampak pengiring
seperti relasi sosial, penerimaan terhadap peserta didik yang dianggap lemah,
harga diri, norma akademik, penghargaan terhadap waktu, dan suka memberi
pertolongan pada yang lain.
Strategi pembelajaran ini bisa digunakan manakala :
Guru menekankan usaha kolektif disamping usaha individual dalam
belajar.
Jika guru menghendaki seluruh siswa (bukan hanya siswa yang pintar saja)
untuk memperoleh keberhasilan dalam belajar.
Jika guru ingin menanamkan, bahwa siswa dapat belajar dari teman
lainnya, dan belajar dari bantuan orang lain.
9
Jika guru menghendaki untuk mengembangkan kemampuan komunikasi
siswa sebagai dari bagian isi kurikulum.
Jika guru menghendaki meningkatkan motivasi siswa dan menambah
tingkat partisipasi mereka.
Jika guru menghendaki berkembangnya kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah dan menemukan berbagai solusi pemecahan.
10
A. Karakteristik Strategi Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain.
Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan
kepada proses kerja sama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya
kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan bahan pelajaran, tetapi juga
adanya unsur kerja sama untuk penguasaan materi tersebut. Adanya kerja sama
inilah yang menjadi ciri khas dari pembelajaran kooperatif.
Slavin, Abrani, dan Chambers (1996) berpendapat bahwa pembelajaran
melalui kooperatif dapat dijelaskan dari beberapa perspektif, yaitu perspektif
motivasi, perspektif sosial, perspektif perkembangan kognitif, dan perspektif
elaborasi kognitif. Perspektif motivasi artinya bahwa penghargaan yang diberikan
kepada kelompok memungkinkan setiap anggota kelompok akan saling
membantu. Dengan demikian, keberhasilan setiap individu pada dasarnya adalah
keberhasilan kelompok. Hal semacam ini akan mendorong setiap anggota
kelompok untuk memperjuangkan keberhasilan kelompoknya.
Perspektif sosial artinya bahwa melalui kooperatif setiap siswa akan saling
membantu dalam belajar karena mereka menginginkan semua anggota kelompok
memperoleh keberhasilan. Bekerja secara tim dengan mengevaluasi keberhasilan
sendiri oleh kelompok, merupakan iklim yang bagus, dimana setiap anggota
kelompok menginginkan semuanya memperoleh keberhasilan.
Perspektif perkembangan kognitif artinya bahwa dengan adanya interaksi
antara anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berpikir
mengolah berbagai informasi. Elaborasi kognitif, artinya bahwa setiap siswa akan
berusaha untuk memahami dan menimba informasi untuk menambah pengetahuan
kognitifnya. Dengan demikian, karakteristik strategi pembelajaran kooperatif
dijelaskan dibawah ini.
a. Pembelajaran Secara Tim
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara tim. Tim merupakan
tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap
siswa belajar. Semua anggota tim (anggota kelompok) harus saling membantu
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itulah, kriteria keberhasilan
pembelajaran ditentukan oleh keberhasilan tim. Setiap anggota bersifat heterogen.
11
Artinya, kelompok terdiri atas anggota yang memiliki kemampuan anggota
akademik, jenis kelamin, dan latar belakang sosial yang berbeda. Hal ini
dimaksudkan agar setiap anggota kelompok akan saling memberikan pengalaman,
saling memberi dan menerima, sehingga diharapkan setiap anggota dapat
memberikan kontribusi terhadap keberhasilan kelompok.
b. Didasarkan pada Manajemen Kooperatif
Sebagaimana pada umumnya, manajemen mempunyai empat fungsi
pokok, yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi pelaksanaan, dan
fungsi kontrol. Demikian juga dalam pembelajaran kooperatif. Fungsi
perencanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan
perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan secara efektif
misalnya tujuan apa yang harus dicapai, bagaimana cara mencapainya, apa yang
harus digunakan untuk mencapai tujuan itu, dan lain sebagainya. Fungsi
pelaksanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif harus dilaksanakan
sesuai dengan perencanaan, melalui langkah-langkah pembelajaran yang sudah
ditentukan termasuk ketentuan-ketentuan yang sudah disepakati bersama. Fungsi
organisasi menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pekerjaan
bersama antar setiap anggota kelompok, oleh sebab itu perlu diatur tugas dan
tanggung jawab setiap anggota kelompok. Fungsi control menunjukkan bahwa
dalam pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui
tes maupun non tes.
c. Kemauan untuk Bekerja Sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara
kelompok. Oleh sebab itu, prinsip bekerja sama perlu ditekankan dalam proses
pembelajaran kooperatif. Setiap anggota kelompok bukan saja harus diatur tugas
dan tanggung jawab masing-masing, akan tetapi juga ditanamkan perlunya saling
membantu. Misalnya, yang pintar perlu membantu yang kurang pintar.
d. Keterampilan Bekerja Sama
Kemauan untuk bekerja sama itu kemudian dipraktikkan melalui aktivitas
dan kegiatan yang tergambarkan dalam keterampilan bekerja sama. Dengan
demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan
berkomunikasi dengan anggota lain. Siswa perlu dibantu mengatasi berbagai
12
hambatan dalam berinteraksi dan berkomunikasi, sehingga siswa dapat
menyampaikan ide, mengemukakan pendapat, dan memberikan kontribusi kepada
keberhasilan kelompok.
13
Interaksi Tatap Muka (Face to Face Promotion Interaction)
Pembelajaran kooperatif memberi ruang dan kesempatan yang luas kepada
setiap anggota kelompok untuk bertatap muka saling memberikan informasi dan
saling memberlajarkan. Interaksi tatap muka akan memberikan pengalaman yang
berharga kepada setiap anggota kelompok untuk bekerja sama, menghargai setiap
perbedaan, memanfaatkan kelebihan masing-masing anggota, dan mengisi
kekurangan masing-masing. Kelompok belajar kooperatif dibentuk secara
heterogen, yang berasal dari budaya, latar belakang sosial, dan kemampuan
akademik yang berbeda. Perbedaan semacam ini akan menjadi modal utama
dalam proses saling memperkaya antar anggota kelompok.
Partisipasi dan Komunikasi (Participation Communication)
Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk dapat mampu berpartisipasi
aktif dan berkomunikasi. Kemampuan ini sangat penting sebagai bekal mereka
dalam kehidupan dimasyarakat kelak. Oleh sebab itu, sebelum melakukan
kooperatif, guru perlu membekali siswa dengan kemampuan berkomunikasi.
Tidak setiap siswa mempunyai kemampuan berkomunikasi, misalnya kemampuan
mendengarkan dan kemampuan berbicara, padahal keberhasilan kelompok
ditentukan oleh partisipasi setiap anggotanya. Untuk dapat melakukan partisipasi
dan komunikasi, siswa perlu dibekali dengan kemampuan-kemampuan
berkomunikasi. Misalnya, cara menyatakan ketidaksetujuan atau cara
menyanggah pendapat orang lain secara santun, tidak memojokkan; cara
menyampaikan gagasan dan ide-ide yang dianggapnya baik dan berguna.
Keterampilan berkomunikasi memang memerlukan waktu. Siswa tidak mungkin
dapat menguasainya dalam waktu sekejap. Oleh sebab itu, guru perlu terus
melatih dan melatih, sampai pada akhirnya setiap siswa memiliki kemampuan
untuk menjadi komunikator yang baik.
14
tahap ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran. Pada tahap
ini guru memberikan gambaran umum tentang materi pelajaran yang harus
dikuasai yang selanjutnya siswa akan memperdalam materi dalam pembelajaran
kelompok (tim). Pada tahap ini guru dapat menggunakan metode ceramah, curah
pendapat, dan tanya jawab, bahkan kalau perlu guru dapat menggunakan
demonstrasi. Disamping itu, guru juga dapat menggunakan berbagai media
pembelajaran agar proses penyampaian dapat lebih menarik siswa.
2) Belajar dalam Kelompok
Setelah guru menjelaskan gambaran umum tentang pokok-pokok materi
pelajaran, selanjutnya siswa diminta untuk belajar pada kelompoknya masing-
masing yang telah dibentuk sebelumnya. Pengelompokkan dalam strategi
pembelajaran kooperatif bersifat heterogen, artinya kelompok dibentuk
berdasarkan perbedaan-perbedaan setiap anggotanya, baik perbedaan gender, latar
belakang, sosial-ekonomi, dan etnik, serta perbedaan kemampuan akademik.
Dalam hal kemampuan akademis, kelompok pembelajaran biasanya terdiri dari
satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan
sedang, dan satu lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang (Anita Lie,
2005). Selanjutnya, Lie menjelaskan beberapa alasan lebih disukainya
pengelompokkan heterogen. Pertama, kelompo heterogen memberikan
kesempatan untuk saling mengajar (peertutoring) dan saling mendukung. Kedua,
kelompok ini meningkatkan relasi dan interaksi antarras, agama, etnis, dan
gender. Terakhir, kelompok heterogen memudahkan pengelolaan kelas karena
dengan adanya satu orang yang berkemampuan akademis tinggi, guru
mendapatkan satu asisten untuk setiap tiga orang. Melalui pembelajaran dalam tim
siswa didorong untuk melakukan tukar menukar (sharing) informasi dan pendapat,
mendiskusikan permasalahan secara bersama, membandingkan jawaban mereka,
dan mengoreksi hal-hal yang kurang tepat.
3) Penilaian
Penilaian dalam strategi pembelajaran kooperatif bisa dilakukan dengan
tes dan kuis. Tes atau kuis dilakukan baik secara individual maupun secara
kelompok. Tes individual nantinya akan memberikan informasi kemampuan
setiap siswa, dan tes kelompok akan memberikan informasi kemampuan setiap
15
kelompok. Hasil akhir setiap siswa adalah penggabungan keduanya dan dibagi
dua. Nilai setiap kelompok memiliki nilai sama dalam kelompoknya. Hal ini
disebabkan nilai kelompok adalah nilai bersama dalam kelompoknya yang
merupakan hasil kerja sama setiap anggota kelompok.
4) Pengakuan Tim
Pengakuan tim (team recognition) adalah penetapan tim yang dianggap
paling menonjol atau tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan
penghargaan atau hadiah. Pengakuan dan pemberian penghargaan tersebut
diharapkan dapat memotivasi tim untuk terus berpretasi dan juga membangkitkan
motivasi tim lain untuk lebih mampu meningkatkan prestasi mereka.
16
Melalui strategi pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan
kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri,
menerima umpan balik. Siswa dapat berpraktik memecahkan masalah
tanpa takut membuat kesalahan, karna keputusan yang dibuat adalah
tanggung jawab kelompoknya.
Strategi pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan siswa
menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata
(riil).
Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan
memberikan rangsangan untuk berpikir. Hal ini berguna untuk proses
pendidikan jangka panjang.
17
Keberhasilan strategi pembelajaran kooperatif dalam upaya
mengembangkan kesadaran kelompok memerlukan periode waktu yang
cukup panjang, dan hal ini tidak mungkin dapat tercapai hanya dengan
satu kali atau sekali-sekali penerapan strategi ini.
Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang sangat
penting untuk siswa akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang
hanya didasarkan kepada kemampuan secara individual. Oleh karena itu
idealnya melalui strategi pembelajaran kooperatif selain siswa belajar
bekerja sama, siswa juga harus belajar bagaimana membangun
kepercayaan diri. Untuk mencapai kedua hal itu dalam strategi
pembelajaran kooperatif memang bukan pekerjaan yang mudah.
18
prinsip bertanya (guru sebagai penanya), prinsip belajar untuk berfikir (learning
how to think), prinsip keterbukaan (menyediakan ruang untuk memberikan
kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka
membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan). Ada beberapa hal yang
menjadi ciri utama Strategi Pembelajaran Inkuiri:
Strategi inkuiri menekankan pada aktivitas siswa secara maksimal untuk
mencari dan menemukan, artinya peserta didik jadikan subyek belajar.
Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan
menemukan jawaban sendiri dari suatu yang dipertanyakan. Strategi
inkuiri ini menempatkan guru sebagai fasilitator dan motivator, bukan
sebagai sumber belajar yang menjelaskan saja.
Tujuan dari penggunaan strategi inkuiri adalah mengembangkan
kemampuan berpikir secara sistematis, logis dan kritis atau
mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian proses mental.
19
Variasi pengembangan strategi pembelajaran di antaranya adalah sebagai berikut:
Kelompok Pro-Kontra.
Pendidik membagi peserta didik dalam dua kelompok. Misalnya kelompok
pro dan kontra. Untuk menentukan dia berada di kelompok pro atau kontra, maka
pendidik memberikan pertanyaan yang ditujukan kepada mereka. Bagi yang
memiliki jawaban “setuju”, maka ia masuk dalam kelompok yang “pro”, begitu
juga dengan yang “tidak setuju”, maka ia akan masuk pada kelompok “kontra”.
Jumlah anggota dalam kelompok tidak harus sama, karena disesuaikan dengan
jawaban masing-masing anak.
Lempar Bola Kertas Buta.
Pendidik membagi peserta didik dalam dua kelompok. Misalnya kelompok
A dan kelompok B. Untuk menentukan dia berada di kelompok A atau B adalah
dengan menghitung secara acak, baik melalui absen ataupun berhitung langsung
dari urutan tempat duduk. Setelah pendidik memberikan stimulus-stimulus berupa
materi yang akan dibahas, kemudian ia memerintah kepada masing-masing
peserta didik untuk membuat pertanyaan. Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut
nanti yang akan membuat diskusi semakin berwarna, karena yang akan menjawab
adalah teman dari kelompok yang seberang. Caranya yaitu: melempar bola kertas
kepada kelompok seberang dengan posisi badan menghadap ke belakang. Bagi
yang terkena bola kertas tersebut, maka dialah yang harus menjawab pertanyaan
dari yang melempar. Begitu seterusnya secara estafet.
Bertamu ke Kelompok Tetangga.
Pendidik membagi peserta didik menjadi lima atau enam kelompok. Dari
masing-masing kelompok berdiskusi dari selembar materi yang diberikan. Setelah
itu, anggota kelompok 7 singgah ke kelompok yang lain, hanya satu orang yang
masih tetap di kelompoknya. Satu orang tersebut bertanggung jawab menjelaskan
materi yang telah didiskusikan kepada anggota pendatang. Begitu seterusnya
secara bergantian, sampai semuanya mendapatkan bagian untuk menjelaskan
materinya.
Bola Musik Asyik.
Pendidik memberi intruksi kepada peserta didik untuk duduk dengan
posisi membentuk lingkaran besar. Masing-masing peserta didik harus membuat
20
pertanyaan dari materi yang telah diberikan. Bahan yang perlu dipersiapkan
adalah bola kertas dan musik/ringtone. Kemudian pendidik meletakkan bola
kertas tersebut dari arah start. Setelah itu ia menghidupkan musik. Bola kertas
tersebut terus berputar dari satu siswa ke siswa yang lain. Ketika musik tersebut
mati, bola kertas pun berhenti. Siswa yang mendapat bola kertas terakhir maka
dialah (siswa) yang harus menjawab pertanyaan dari siswa yang menjadi start bola
kertas. Begitu seterusnya, secara memutar.
21
maupun otak kanan. Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan
otak secara maksimal. Belajar yang hanya cenderung menggunakan otak kiri
dengan memaksa anak untuk berpikir logis dan rasional, akan membuat anak
dalam posisi “kering dan hampa”. Oleh karena itu, belajar berpikir logis dan
rasional perlu didukung oleh pergerakan otak kanan.
Prinsip Keterbukaan
Belajar merupakan suatu proses mencoba berbagai kemungkinan. Segala
sesuatu mungkin saja terjadi. Oleh sebab itu, anak perlu diberikan kebebasan
untuk mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan logika dan nalarnya.
Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai
kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Tugas guru
adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa
mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis
yang diajukan.
22
Mengajukan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang
dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya.
Kemampuan atau potensi individu untuk berpikir pada dasarnya sudah dimiliki
sejak individu itu lahir. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk
mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah
dengan mengajukan berbagai pertanyan yang dapat mendorong siswa untuk dapat
merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan
kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji.
Mengumpulkan Data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring infirmasi yang dibutuhkan
untuk menguji hipotesis yang diajuakan. Dalam strategi pembelajaran inkuiri,
mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam
pengmbangan intelektual. Oleh sebab itu tugas dan peran guru tahapan ini adalah
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir
mencari informasi yang dibutuhkan.
Menguji Hipotesis
Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap
diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan
pengumpulan data. Yang terpenting dalam menguji hipotesis adalah mencari
tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan. Artinya kebenaran jawaban
yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung
oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.
Merumuskan Kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang
diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Oleh karena itu, untuk mencapai
kesimpulan yang akurat hendaknya guru mampu menunjukkan pada siswa data
mana yang relevan.
23
Kesulitan – Kesulitan Implementasi Strategi Pembelajaran Inkuiri
Strategi Pembelajaran Inkuiri merupakan salah satu strategi pembelajaran
yang dianggap baru khususnya di Indonesia. Sebagai suatu strategi baru, dalam
penerapannya terdapat beberapa kesulitan :
Strategi Pembelajaran Inkuiri merupakan strategi pembelajaran yang
menekankan kepada proses berpikir yang bersandarkan kepada dua sayap
yang sama pentingnya, yaitu proses belajar dan hasil belajar.
Sejak lama tertanam dalam budaya belajar siswa bahwa belajar pada
dasarnya adalah menerima materi pelajaran dari guru, dengan demikian
bagi mereka guru adalah sumber belajar yang utama.
Berhubungan dengan sistem pendidikan kita yang dianggap tidak
konsisten.
24
Strategi ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur
dengan kebiasaan siswa dalam belajar.
Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu
yang panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu
yang telah ditentukan.
Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa
menguasai materi pelajaran, maka Strategi Pembelajaran Inkuiri akan sulit
diimplementasikan oleh setiap guru.
25
Mengapa di pelajaran IPA di SMA harus dibagi menjadi biologi, fisika,
kimia atau bahkan di perguruan tinggi biologi mesti dibagi menjadi bermacam-
macam ilmu? Seperti yang telah dikemukakan ilmu sangatlah luas dan tidak
mungkin manusia menguasai semuanya. Manusia hanya bisa menguasai beberapa
saja oleh karena itu, dibuat cabang-cabang / bagian-bagian. Semakin kecil cabang
ilmu berarti semakin sempit dan khusus ilmu tersebut.
Kemampuan anak usia SD untuk menguasai ilmu masih sangatlah terbatas.
Tentu tidak mungkin apabila anak SD harus belajar genetika, kimia organic, atau
fisika nuklir. Anak usia sekolah dasar baru mampu belajar hal yang sifatnya
umum. Karena itu, kurang tepat apabila pelajaran disajikan secara terpisah-pisah.
Ilmu/pengetahuan pada dasarnya berasal dari satu dan barulah mulai terbentuk
cabang-cabang. Oleh karena itu, sangat wajar apabila aristoteles, misalnya
namanya dikaitkan pada berbagai cabang ilmu, baik ilmu-ilmu sosial maupun
ilmu-ilmu alam. Pada saat dia hidup tentunya dia tidak menyatakan bahwa ini
ilmu biologi, ini filsafat dan sebagainya. Orang-orang yang mempelajari
belakangan, menempatkan pemikiran dan temuan aristoteles dalam cabang-
cabang ilmu yang berbeda.
Orang dewasa mengenal bermacam-macam ilmu, misalnya ilmu sosial,
ilmu alam, ilmu bahasa dan ilmu agama. Ilmu pada dasarnya hanyalah satu,
namun ketidakmampuan manusia untuk menguasai ilmu menyebabkan manusia
berusaha memisah-misahkan ilmu agar bisa dikuasai. Disekolah dasar dan sekolah
menengah pertama dikenal pelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA) atau sains.
Disekolah menengah atas tidak ada lagi pembelajaran IPA, yang ada ialah
pelajaran biologi, fisika, dan kimia, apabila kita kuliah dijurusan biologi, pelajaran
biologi tidak ada sebab yang ada ialah eklogi, embriologi, fisiologi, genetika.
morfologi, taksonomi, dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kita
mendalami suatu ilmu maka akan muncul cabang-cabang ilmu baru.
Mengapa di pelajaran IPA di SMA harus dibagi menjadi biologi, fisika,
kimia atau bahkan di perguruan tinggi biologi mesti dibagi menjadi bermacam-
macam ilmu? Seperti yang telah dikemukakan ilmu sangatlah luas dan tidak
mungkin manusia menguasai semuanya. Manusia hanya bisa menguasai beberapa
26
saja oleh karena itu, dibuat cabang-cabang / bagian-bagian. Semakin kecil cabang
ilmu berarti semakin sempit dan khusus ilmu tersebut.
Kemampuan anak usia SD untuk menguasai ilmu masih sangatlah terbatas.
Tentu tidak mungkin apabila anak SD harus belajar genetika, kimia organic, atau
fisika nuklir. Anak usia sekolah dasar baru mampu belajar hal yang sifatnya
umum. Karena itu, kurang tepat apabila pelajaran disajikan secara terpisah-pisah.
Ilmu/pengetahuan pada dasarnya berasal dari satu dan barulah mulai terbentuk
cabang-cabang. Oleh karena itu, sangat wajar apabila aristoteles, misalnya
namanya dikaitkan pada berbagai cabang ilmu, baik ilmu-ilmu sosial maupun
ilmu-ilmu alam. Pada saat dia hidup tentunya dia tidak menyatakan bahwa ini
ilmu biologi, ini filsafat dan sebagainya. Orang-orang yang mempelajari
belakangan, menempatkan pemikiran dan temuan aristoteles dalam cabang-
cabang ilmu yang berbeda.
Paparan diatas mengindikasikan bahwa pelajaran di SD, terutama kelas-
kelas awal hendaknya bersifat satu kesatuan dan tidak dipisah-pisahkan. Pada saat
kita belajar membaca, apakah kita berpikir ini pelajaran membaca IPA, ini
pelajaran membaca IPS, ini pelajaran membaca bahasa, dan sebagainya? Tentu
tidak. Pada saat kita belajar membaca, apapun isinya, pada saat itu pula kita
belajar tentang isi. Mungkin tujuan utamanya adalah membaca, namun pada saat
itu pula kita mempelajari isi. Karena itulah penyajian pelajaran secara tematik
merupakan alternatif yang tepat untuk kelas-kelas awal di SD.
Topik-topik pelajaran IPA dikelas awal sesungguhnya sangat
memungkinkan untuk disajikan secara tematik karena topik-topik yang harus
dikaji sangat berkaitan erat dengan keseharian siswa, misalnya tubuh siswa,
benda-benda disekeliling siswa, fenomena alam disekitar kita. Pelajaran tentang
tubuh, misalnya dapat didasarkan pada pelajaran bahasaIndonesia yang bacaannya
tentang tubuh manusia. Hal ini tentu saja dapat dikaitkan dengan pelajaran
matematika tentang menghitung jumlah anggota tubuh, dan sebagainya.
27
Pengertian Pembelajaran Tematik
Dalam aspek perkembangan kognitif (berdasarkan teori/tahap
perkembangan kognitif Piaget), anak usia ini berada pada tahap transisi dari tahap
pra operasi ke tahap operasi konkrit. Piaget, dalam hal ini, menyatakan bahwa
setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi
dengan lingkungannya. Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang
disebut schemata, yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil
pemahaman terhadap berbagai objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman
tentang obyek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan
objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikirannya) dan akomodasi (proses
memanfaatkan konsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek).
Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan
tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan
pengalaman bermakna kepada siswa. Pembelajaran tematik dapat diartikan suatu
kegiatan pembelajaran dengan mengintegrasikan materi beberapa mata pelajaran
dalam satu tema/topik pembahasan. Sutirjo dan Sri Istuti Mamik (2004: 6)
menyatakan bahwa pembelajaran tematik merupakan satu usaha untuk
mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, nilai, atau sikap pembelajaran, serta
28
pemikiran yang kreatif dengan menggunakan tema. Poerwadarminta (1984: 1.040)
Tema adalah pokok pikiran; dasar cerita (yang dipercakapkan, dipakai sebagai
dasar mengarang, mengarang sajak, dsb). Pembelajaran tematik adalah
pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu. Dalam
pembahasannya tema itu ditinjau dari berbagai mata pelajaran. Sebagai contoh,
tema “Air” dapat ditinjau dari mata pelajaran IPA dan Matematika. Lebih luas
lagi, tema itu dapat ditinjau dari bidang studi lain, seperti IPS, Bahasa Indonesia,
Penjasorkes, dan SBK. Pembelajaran tematik menyediakan keluasan dan
kedalaman implementasi kurikulum, menawarkan kesempatan yang sangat
banyak pada siswa untuk memunculkan dinamika dalam pendidikan. Unit yang
tematik adalah epitome dari seluruh bahasa pembelajaran yang memfasilitasi
siswa untuk secara produktif menjawab pertanyaan yang dimunculkan sendiri dan
memuaskan rasa ingin tahu dengan penghayatan secara alamiah tentang dunia di
sekitar mereka.
Proses belajar anak tidak sekedar menghafal konsep-konsep dan fakta-
fakta, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk
menghasilkan pemahaman yang lebih utuh. Belajar dimaknai sebagai proses
interaksi dari anak dengan lingkungannya. Anak belajar dari halhal yang konkrit,
yakni yang dapat dilihat, didengar, diraba dan dibaui. Hal ini sejalan dengan
falsafah konstruksivisme yang menyatakan bahwa manusia mengkonstruksi
pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman dan
lingkungannya. Pengetahuan ini tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang
guru kepada anak. Sejalan dengan tahapan perkembangan dan karakteristik cara
anak belajar tersebut, maka pendekatan pembelajaran siswa SD kelas-kelas awal
adalah pembelajaran tematik.
Strategi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan tematik
(selanjutnya disebut pembelajaran tematik) sebenarnya telah diisyaratkan sejak
kurikulum 1994, akan tetapi karena keterbatasan kemampuan guru, baik yang
disebabkan oleh proses pendidikan yang dilaluinya maupun kurangnya pelatihan
tentang pembelajaran tematik mengakibatkan pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan tematik tidak dapat diwujudkan dengan baik. Terlebih lagi disadari,
bahwa penerapan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan ini memerlukan
29
persiapan yang tinggi dari guru, dalam hal waktu, sumber, bahan ajar, serta
perangkat pendukung lainnya. Oleh karena itu penelitian tentang implementasi
model pembelajaran tematik di kelas rendah Sekolah Dasar beserta faktor-faktor
yang mempengaruhi keberhasilannya, terutama untuk meningkatkan kemampuan
dasar siswa SD dalam membaca, menulis dan berhitung, sangat diperlukan.
Penetapan pendekatan tematik dalam pembelajaran di kelas rendah oleh
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) ini tidak lepas dari perkembangan
akan konsep pembelajaran terpadu. Menilik perkembangan konsep pendekatan
terpadu di Indonesia, pada saat ini model pembelajaran yang dipelajari dan
berkembang adalah model pembelajaran terpadu yang dikemukakan oleh Fogarty
(1990). Model pembelajaran terpadu yang dikemukakan oleh Fogarty ini berawal
dari konsep pendekatan interdisipliner yang dikembangkan oleh Jacob (1989).
Jacob (1989) dan Fogarty (1991) berpendapat bahwa wujud penerapan
pendekatan integratif itu bersifat rentangan (continuum).
Bertolak dari konsep pendekatan integratif yang dianut Jacob tersebut,
Fogarty (1991) menyatakan bahwa ada 10 model integrasi pembelajaran, yaitu
model fragmented, connected, nested, sequenced, shared, webbed, threaded,
integrated, immersed, dan networked. Model-model itu merentang dari yang
paling sederhana hingga yang paling rumit, mulai dari separated-subject sampai
eksplorasi keterpaduan antar aspek dalam satu bidang studi (model fragmented,
connected, nested), model yang menerpadukan antar berbagai bidang studi (model
sequenced, shared, webbed, threaded, integrated), hingga menerpadukan dalam
diri pembelajar sendiri dan lintas pembelajar (model immersed dan networked).
Adapun karakteristik dari pembelajaran tematik ini menurut Tim
Pengembang PGSD (1997:3-4) adalah : (1) Holistik, suatu gejala atau peristiwa
yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran tematik diamati dan dikaji dari
beberapa bidang studi sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak. (2)
Bermakna, pengkajian suatu fenomena dari berbagai macam aspek,
memungkinkan terbentuknya semacam jalinan antar skemata yang dimiliki oleh
siswa, yang pada gilirannya nanti, akan memberikan dampak kebermaknaan dari
materi yang dipelajari; (3) Otentik, pembelajaran tematik memungkinkan siswa
memahami secara langsung konsep dan prinsip yang ingin dipelajari. (4) Aktif,
30
pembelajaran tematik dikembangkan dengan berdasar kepada pendekatan
diskoveri inkuiri dimana siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran,
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga proses evaluasi.
Psikologi Gestalt sebagai Landasan Pengembangan Pembelajaran
Tematik
Berhasilnya suatu proses pendidikan, bergantung pada proses
pembelajaran yang terjadi di sekolah. Kemampuan guru yang berhubungan
dengan pemahaman guru akan hakekat belajar akan sangat mempengaruhi proses
pembelajaran yang berlangsung. Guru yang memiliki pemahaman hakekat belajar
sebagai proses mengakumulasi pengetahuan maka proses pembelajaran yang
terjadi hanyalah sekedar pemberian sejumlah informasi yang harus dihapal siswa.
Sebaliknya, apabila pemahaman guru tentang belajar adalah proses memperoleh
perilaku secara keseluruhan, proses pembelajaran yang terjadi mencerminkan
suatu kesatuan yang mengandung berbagai persoalan untuk dipahami oleh anak
secara keseluruhan dan terpadu. Seperti yang diungkapkan oleh Surya (2002:84)
bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan
lingkungannya.
Dari definisi akan hakikat belajar di atas dapat diketahui bahwa landasan
pengembangan pembelajaran tematik secara psikologis adalah merunut pada teori
belajar gestalt. Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang berarti ’whole
configuration’ atau bentuk yang utuh, pola, kesatuan dan keseluruhan. Teori ini
memandang kejiwaan manusia terikat pada pengamatan yang berwujud pada
bentuk menyeluruh. Menurut teori belajar ini seorang belajar jika ia mendapat
”insight”. Insight itu diperoleh bila ia melihat hubungan tertentu antara berbagai
unsur dalam situasi itu, sehingga hubungan itu menjadi jelas baginya dan
demikian memecahkan masalah itu (Nasution, 2004; Slameto, 2003).
Pembelajaran tematik dapat diartikan suatu kegiatan pembelajaran dengan
mengintegrasikan materi beberapa mata pelajaran dalam satu tema/topik
pembahasan. Sutirjo dan Sri Istuti Mamik (2004: 6) menyatakan bahwa
pembelajaran tematik merupakan satu usaha untuk mengintegrasikan
31
pengetahuan, keterampilan, nilai, atau sikap pembelajaran, serta pemikiran yang
kreatif dengan menggunakan tema. Dari pernyataan tersebut dapat ditegaskan
bahwa pembelajaran tematik dilakukan dengan maksud sebagai upaya untuk
memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan, terutama untuk
mengimbangi padatnya materi kurikulum. Disamping itu pembelajaran tematik
akan memberi peluang pembelajaran terpadu yang lebih menekankan pada
partisipasi/keterlibatan siswa dalam belajar. Keterpaduan dalam pembelajaran ini
dapat dilihat dari aspek proses atau waktu, aspek kurikulum, dan aspek belajar
mengajar.
Dalam menerapkan dan melaksanakan pembelajaran tematik, ada beberapa
prinsip dasar yang perlu diperhatikan yaitu 1) bersifat terintegrasi dengan
lingkungan, 2) bentuk belajar dirancang agar siswa menemukan tema, dan 3)
efisiensi. Agar diperoleh gambaran yang lebih jelas berikut ini akan diurakan
ketiga prinsip tersebut, berikut ini. Bersifat kontekstual atau terintegrasi dengan
lingkungan. Pembelajaran yang dilakukan perlu dikemas dalam suatu format
keterkaitan, maksudnya pembahasan suatu topik dikaitkan dengan kondisi yang
dihadapi siswa atau ketika siswa menemukan masalah dan memecahkan masalah
yang nyata dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari dikaitkan dengan topik
yang dibahas. Bentuk belajar harus dirancang agar siswa bekerja secara sungguh-
sungguh untuk menemukan tema pembelajaran yang riil sekaligus
mengaplikasikannya. Dalam melakukan pembelajaran tematik siswa didorong
untuk mampu menemukan tema-tema yang benar-benar sesuai dengan kondisi
siswa, bahkan dialami siswa. Efisiensi. Pembelajaran tematik memiliki nilai
efisiensi antara lain dalam segi waktu, beban materi, metode, penggunaan sumber
belajar yang otentik sehingga dapat mencapai ketuntasan kompetensi secara tepat.
Karakteristik Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik memiliki ciri-ciri atau karakteristik sebagaimana
diungkapkan sebagai berikut 1) berpusat pada siswa, 2) Memberikan pengalaman
langsung kepada siswa, 3) Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas, 4)
Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses
pembelajaran., 5) Bersifat fleksibel, 6) Hasil pembelajaran dapat berkembang
sesuai dengan minat, dan kebutuhan siswa. Agar diperoleh gambaran yang lebih
32
jelas tentang karakteristik tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. Berpusat pada
siswa. Proses pembelajaran yang dilakukan harus menempatkan siswa sebagai
pusat aktivitas dan harus mampu memperkaya pengalaman belajar. Pengalaman
belajar tersebut dituangkan dalam kegiatan belajar yang menggali dan
mengembangkan fenomena alam di sekitar siswa. Memberikan pengalaman
langsung kepada siswa. Agar pembelajaran lebih bermakna maka siswa perlu
belajar secara langsung dan mengalami sendiri. Atas dasar ini maka guru perlu
menciptakan kondisi yang kondusif dan memfasilitasi tumbuhnya pengalaman
yang bermakna. Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas. Mengingat tema
dikaji dari berbagai mata pelajaran dan saling keterkaitan maka batas mata
pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Menyajikan konsep dari berbagai mata
pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Bersifat fleksibel. Pelaksanaan
pembelajaran tematik tidak terjadwal secara ketat antar mata pelajaran. Hasil
pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat, dan kebutuhan siswa.
Sehubungan dengan hal tersebut diungkapkan pula bahwa karakteristik
pembelajaran terpadu/tematik sebagai berikut: 1) pembelajaran berpusat pada
anak, 2) menekankan pembentukan pemahaman dan kebermaknaan, 3) belajar
melalui pengalaman langsung, 4) lebih memperhatikan proses daripada hasil
semata, 5) sarat dengan muatan keterkaitan.
Landasan Pembelajaran Tematik
Yang dijadikan landasan operasional dalam pembelajaran tematik di
sekolah dasar adalah sebagai berikut.
Landasan filosofis Dalam pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh
tiga aliran filsafat yaitu: progresivisme, konstruktivisme, dan humanisme. a)
Aliran progresivisme yang memandang proses pembelajaran perlu ditekankan
pada pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang
alamiah (natural), dan memperhatikan pengalaman siswa, b) Aliran
konstruktivisme yang melihat pengalaman langsung siswa (direct experiences)
sebagai kunci dalam pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil
konstruksi atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya
melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya.
Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada anak,
33
tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa. Pengetahuan
bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus
menerus. Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat
berperan dalam perkembangan pengetahuannya, c) Aliran humanisme yang
melihat siswa dari segi keunikan/ kekhasannya, potensinya, dan motivasi yang
dimilikinya. Landasan psikologis Dalam pembelajaran tematik terutama berkaitan
dengan psikologi perkembangan peserta didik dan psikologi belajar. Psikologi
perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi pembelajaran
tematik yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya
sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan
kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi pembelajaran tematik tersebut
disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya.
Landasan yuridis Dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai
kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di
sekolah dasar. Landasan yuridis tersebut adalah: a) UU No. 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak
memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya
dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9), dan b) UU
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap
peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan
pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya (Bab V Pasal 1-b).
Peran dan Pemilihan Tema dalam Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik dimaksudkan agar pelaksanaan kegiatan
pembelajaran lebih bermakna dan utuh. Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik
perlu mempertimbangkan alokasi waktu untuk setiap topik, banyak sedikitnya
bahan yang tersedia di lingkungan. Pilihlah tema yang terdekat dengan siswa.
Lebih mengutamakan kompetensi dasar yang akan dicapai dari tema
tersebut. Model pembelajaran terpadu yang dikemukakan oleh Fogarty ini berawal
dari konsep pendekatan interdisipliner ini dalam pembelajaran tematik memiliki
peran antara lain adalah sebagai berikut.
Siswa lebih mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topik
tertentu.
34
Siswa dapat mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai
kompetensi mata pelajaran dalam tema yang sama.
Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan
Kompetensi berbahasa bisa dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan
mata pelajaran lain dan pengalaman pribadi siswa.
Siswa lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan
dalam konteks tema yang jelas.
Siswa lebih bergairah belajar karena mereka bisa berkomunikasi dalam
situasi yang nyata.
Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara
terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam 2 atau 3 kali.
Pemilihan tema dalam pembelajaran tematik dapat berasal dari guru dan
siswa. Pada umumnya guru memilih tema dasar dan siswa menentukan unit
temanya. Tema juga dapat dipilih berdasarkan pertimbangan konsensus antar
siswa. Dari pernyataan tersebut dapat ditegaskan bahwa pembelajaran tematik
dilakukan dengan maksud sebagai upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan
kualitas pendidikan, terutama untuk mengimbangi padatnya materi kurikulum. Di
samping itu pembelajaran tematik akan memberi peluang pembelajaran terpadu
yang lebih menekankan pada partisipasi/keterlibatan siswa dalam belajar.
Keterpaduan dalam pembelajaran ini dapat dilihat dari aspek proses atau waktu,
aspek kurikulum, dan aspek belajar mengajar. Pembelajaran tematik lebih
menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu. Oleh
karena itu, guru perlu mengemas atau merancang pengalaman belajar yang akan
mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa.
Prinsip-prinsip Pembelajaran Tematik
Dalam menerapkan dan melaksanakan pembelajaran tematik, ada beberapa
prinsip dasar yang perlu diperhatikan yaitu: (1) bersifat terintegrasi dengan
lingkungan, (2) bentuk belajar dirancang agar siswa menemukan tema, dan (3)
efisiensi. Agar diperoleh gambaran yang lebih jelas berikut ini akan diurakan
ketiga prinsip tersebut, berikut ini. Bersifat kontekstual atau terintegrasi dengan
lingkungan. Pembelajaran yang dilakukan perlu dikemas dalam suatu format
35
keterkaitan, maksudnya pembahasan suatu topik dikaitkan dengan kondisi yang
dihadapi siswa atau ketika siswa menemukan masalah dan memecahkan masalah
yang nyata dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari dikaitkan dengan topik
yang dibahas. Bentuk belajar harus dirancang agar siswa bekerja secara sungguh-
sungguh untuk menemukan tema pembelajaran yang riil sekaligus
mengaplikasikannya. Dalam melakukan pembelajaran tematik siswa didorong
untuk mampu menemukan tema-tema yang benar-benar sesuai dengan kondisi
siswa, bahkan dialami siswa. Efisiensi. Pembelajaran tematik memiliki nilai
efisiensi antara lain dalam segi waktu, beban materi, metode, penggunaan sumber
belajar yang otentik sehingga dapat mencapai ketuntasan kompetensi secara tepat.
Sedangkan beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan
pembelajaran tematik, antara lain adalah sebagai berikut.
Pembelajaran tematik dimaksudkan agar pelaksanaan kegiatan
pembelajaran lebih bermakna dan utuh.
Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik perlu mempertimbangkan
alokasi waktu untuk setiap topik, banyak sedikitnya bahan yang tersedia di
lingkungan.
Pilihlah tema yang terdekat dengan siswa.
Lebih mengutamakan kompetensi dasar yang akan dicapai dari pada tema.
36
Menumbuhkan keterampilan sosial, seperti bekerja sama, toleransi,
komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
Melengkapi pendapat tersebut di atas, menurut Kunandar (2007)
pembelajaran tematik memiliki kelebihan yaitu sebagai berikut.
Menyenangkan karena berangkat dari minat dan kebutuhan peserta didik.
Memberikan pengalaman dan kegiatan belajar mengajar yang relevan
dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
Hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih berkesan dan bermakna.
Mengembangkan keterampilan berfikir anak didik sesuai dengan persoalan
yang dihadapi.
Menumbuhkan keterampilan sosial melalui kerja sama.
Memiliki sikap toleransi komunikasi dan tanggap terhadap gagasan orang
lain.
Menyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan persoalan yang
dihadapi dalam lingkungan peserta didik
37
Prinsip Pemilihan Tema
Berbagai tema yang dipilih dan disampaikan kepada siswa hendaknya
memperhatikan prinsip-prinsip pemilihan sebagai berikut.
- Kedekatan, artinya tema hendaknya dipilih mulai dari yang terdekat
kepada tema yang semakin jauh dari kehidupan anak
- Kesederhanaan, tema hendaknya dipilih mulai dari yang mudah/sederhana
sampai kepada yang lebih rumit bagi anak
- Kemenarikan, artinya tema hendaknya dipilih tema yang menarik minat
anak
- Kekonkritan, artinya tema yang dipilih hendaknya bersifat konkrit. Sesuai
dengan tingkat perkembangan anak
Alokasi Waktu Pembelajaran Tematik
Alokasi waktu yang tersedia untuk pembelajaran tematik adalah 27 jam
pelajaran dalam satu minggu, dengan jatah waktu untuk masing-masing mata
pelajaran adalah sebagai berikut: 15% untuk agama, 50% untuk membaca,
menulis dan berhitung (calistung), 35% untuk Pendidikan Kewarganegaraan, IPS,
Pengetahuan Alam, Kertakes dan Penjas. Perlu diketahui bahwa untuk kelas I, II
dan III tidak dikenal penjadualan mata pelajaran. Jika terdapat indikator dalam
berbagai matapelajaran yang tidak dapat dipadukan dalam tema maka guru dapat
membuat tema khusus untuk indikator tersebut. Matapelajaran agama yang
memiliki karaktristik khusus dapat diserahkan kepada guru agama, demikian pula
mata pelajaran pendidikan jasmani.
Tahap Persiapan Pelaksanaan Pembelajaran Tematik
Persiapan yang harus dilaksanakan guru sebelum pelaksanaan
pembelajaran tematik terdiri atas beberapa tahap, yaitu :
Pemetaan Kompetensi Dasar
Kegiatan pemetaan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran secara
menyeluruh dan utuh semua standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator
dari berbagai matapelajaran yang dipadukan dalam tema yang dipilih. Kegiatan
yang dilakukan adalah:
Penjabaran standar kompetensi, kompetensi dasar ke dalam
indikator. Melakukan kegiatan penjabaran standar kompetensi dan
38
kompetensi dasar dari setiap matapelajaran ke dalam indikator,
dengan memperhatikan hal-hal berikut : 1) Indikator
dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, 2)
Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik mata
pelajaran, dan 3) Dirumuskan dalam kata kerja operasional yang
terukur dan/atau dapat diamati.
Penentuan tema, dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu : 1)
Mempelajari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
terdapat dalam masing-masing mata pelajaran, dilanjutkan dengan
menentukan tema yang sesuai dan 2) Menetapkan terlebih dahulu
tema-tema pengikat keterpaduan, dilanjutkan dengan
mengidentifikasi kompetensi dasar dari berbagai matapelajaran
yang cocok dengan tema yang telah ada. Untuk menentukan tema
tersebut guru dapat bekerjasama dengan siswa sehingga sesuai
dengan minat siswa.
Identifikasi dan analisis standar kompetensi, kompetensi dasar dan
indicator
Menetapkan Jaringan Tema
Pembuatan jaringan tema dilakukan dengan cara menghubungkan
kompetensi dasar dan indikator dengan tema pemersatu. Dengan jaringan tema
tersebut akan terlihat kaitan antara tema, kompetensi dasar dan indikator dari
setiap matapelajaran. Jaringan tema ini dapat dikembangkan sesuai dengan alokasi
waktu yang tersedia untuk setiap tema.
Penyusunan Silabus Pembelajaran Tematik
Hasil seluruh proses yang dilakukan pada tahap-tahap sebelumnya
dijadikan dasar dalam penyusunan silabus. Komponen silabus terdiri dari standar
kompetensi, kompetensi dasar, indikator, pengalaman belajar, alat/sumber, dan
penilaian.
Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran, guru perlu menyusun
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP ini merupakan realisasi yang
telah ditetapkan dalam silabus pembelajaran. Komponen RPP tematik meliputi :
39
Identitas Mata Pelajaran yaitu nama matapelajaran yang akan
dipadukan, kelas, semester, dan waktu/banyaknya jam
pelajaran yang dialokasikan
Kompetensi dasar dan indikator yang akan dilaksanakan
Materi pokok beserta uraiannya yang perlu dipelajari siswa
dalam rangka mencapai kompetensi dasar dan indicator
Strategi pembelajaran (kegiatan pembelajaran secara konkrit
yang harus dilakukan siswa dalam berinteraksi dengan materi
pembelajaran dan sumber belajar untuk menguasai kompetensi
dasar dan indikator, kegiatan ini terdiri atas kegiatan
pembukaan, inti dan penutup
Alat dan media yang digunakan untuk memperlancar
pencapaian kompetensi dasar serta sumber bahan yang
digunakan dalam kegiatan pembelajaran tematik sesuai dengan
kompetensi dasar yang harus dikuasai.
Penilaian dan tindak lanjut (prosedur dan instrumen yang akan
digunakan untuk menilai pencapaian hasil belajar peserta didik
serta tindak lanjut hasil penilaian).
Implementasi Pembelajaran Tematik di Sekolah Dasar
Pembelajaran tematik di sekolah dasar merupakan suatu hal yang relatif
baru, sehingga dalam implementasinya belum sebagaimana yang diharapkan.
Masih banyak guru yang merasa sulit dalam melaksanakan pembelajaran tematik
ini. Hal ini terjadi antara lain karena guru belum mendapat pelatihan secara
intensif tentang pembelajaran tematik ini. Disamping itu juga guru masih sulit
meninggalkan kebiasan kegiatan pembelajaran yang penyajiannya berdasarkan
mata pelajaran/bidang studi. Pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar
pada saat ini difokuskan pada kelas-kelas bawah (kelas 1 dan 2) atau kelas yang
anak-anaknya masih tergolong pada anak usia dini, walaupun sebenarnya
pendekatan pembelajaran tematik ini bisa dilakukan di semua kelas sekolah
dasar. Pembelajaran tematik dilakukan dengan beberapa tahapan-tahapan seperti
penyusunan perencanaan, penerapan, dan evaluasi/refleksi. tahap-tahap ini secara
singkat dapat diuraikan sebagai berikut.
40
Perencanaan Pembelajaran Tematik
Model pembelajaran tematik merupakan model pembelajaran yang
pengembangannya dimulai dengan menentukan topik tertentu sebagai tema atau
topik sentral, setelah tema ditetapkan maka selanjutnya tema itu dijadikan dasar
untuk menentukan dasar sub-sub tema dari bidang studi lain yang terkait (Fogarty,
1991 : 54). Penentuan tema dapat dilakukan oleh guru melalui tema konseptual
yang cukup umum tetapi produktif. Dapat pula ditetapkan dengan negosiasi antara
guru dengan siswa, atau dengan cara diskusi sesama siswa. Alwasilah, dkk
(1998:16) menyebutkan bahwa tema dapat diambil dari konsep atau pokok
bahasan yang ada disekitar lingkungan siswa, karena itu tema dapat
dikembangkan berdasarkan minat dan kebutuhan siswa yang bergerak dari
lingkungan terdekat siswa dan selanjutnya beranjak ke lingkungan terjauh siswa.
Berikut ini ilustrasi yang diberikan dalam penentuan tema.
Mengingat perencanaan sangat menentukan keberhasilan suatu
pembelajaran tematik, maka perencanaan yang dibuat dalam rangka pelaksanaan
pembelajaran tematik harus sebaik mungkin Oleh karena itu ada beberapa langkah
yang perlu dilakukan dalam merancang pembelajan tematik ini yaitu: 1) Pelajari
kompetensi dasar pada kelas dan semester yang sama dari setiap mata pelajaran,
2) Pilihlah tema yang dapat mempersatukan kompetensi-kompetensi untuk setiap
kelas dan semester, 3) Buatlah ”matriks hubungan kompetensi dasar dengan
tema”, 4) Buatlah pemetaan pembelajaran tematik. Pemetaan ini dapat dapat
dibuat dalam bentuk matriks atau jareingan topik, 5) Susunlah silabus dan rencana
pembelajaran berdasarkan matriks/jaringan topik pembelajaran tematik.
Pelaksanaan Pembelajaran Tematik
Tahap ini merupakan pelaksanaan kegiatan proses belajar mengajar
sebagai unsur inti dari aktivitas pembelajaran, yang dalam pelaksanaannya
disesuaikan dengan rambu-rambu yang telah disusun dalam perencanaan
sebelumnya. Pelaksanaan pelambelajaran tematik diterapkan ke dalam tiga
langkah pembelajaran yaitu (1) Kegiatan awal bertujuan untuk menarik perhatian
siswa, menumbuhkan motivasi belajar siswa,dan memberikan acuan atau rambu-
rambu tentang pembelajaran yang akan dilakukan (Sanjaya, W., 2006:41) ; (2)
Kegiatan inti, merupakan kegiatan pokok dalam pembelajaran. Dimana dilakukan
41
pembahasan terhadap tema dan subtema melalui berbagai kegiatan belajar dengan
menggunakan multi metode dan media sehingga siswa mendapatkan pengalaman
belajar yang bermakna. Pada waktu penyajian dan pembahasan tema, guru dalam
penyajiannya sehendaknya lebih berperan sebagai fasilitator (Alwasilah:1988); (3)
Kegiatan akhir, dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk
mengakhiri pelajaran dengan maksud untuk memberikan gambaran menyeluruh
tentang apa yang telah dipelajari siswa serta keterkaitannya dengan pengalaman
sebelumnya, mengetahui tingkat keberhasilan siswa serta keberhasilan guru dalam
pelaksanaan proses pembelajaran. Pada tahap ini intinya guru melaksanakan
rencana pembelajaran yang telah disusun sebelumnya. Pembelajaran tematik ini
akan dapat diterapkan dan dilaksanakan dengan baik perlu didukung laboratorium
yang memadai. Laboratorium yang memadai tentunya berisi berbagai sumber
belajar yang dibutuhkan bagi pembelajaran di sekolah dasar. Dengan tersedianya
laboratorium yang memadai tersebut maka guru ketika menyelenggarakan
pembelajaran tematik akan dengan mudah memanfaatkan sumber belajar yang ada
di laboratorium tersebut, baik dengan cara membawa sumber belajar ke dalam
kelas maupun mengajak siswa ke ruang laboratorium yang terpisah dari ruang
kelasnya.
Pengevaluasian Pembelajaran Tematik
Menurut Raka Joni (1996 : 16), bahwa pada dasarnya evaluasi dalam
pembelajaran tematik tidak berbeda dari evaluasi untuk kegiatan pembelajaran
konvensional. Oleh karena itu, semua asas-asas yang perlu diindahkan dalam
pembelajaran konvensional berlaku pula bagi penilaian pembelajaran tematik.
Bedanya dalam evaluasi pembelajaran tematik lebih menekankan pada aspek
proses dan usaha pembentukan efek iringan (nurturant effect) seperti kemampuan
bekerja sama, tenggang rasa dan sebagainya. Menurut Pusat Kurikulum (2002),
penilaian siswa di kelas I dan II SD belum mengikuti aturan penilaian seperti mata
pelajaran lain, mengingat anak kelas I SD belum semua lancar membaca dan
menulis, maka cara penilaian di kelas I tidak ditekankan pada penilaian secara
tertulis. Evaluasi pembelajaran tematik difokuskan pada evaluasi proses dan hasil.
Evaluasi proses diarahkan pada tingkat keterlibatan, minat dan semangat siswa
dalam proses pembelajaran, sedangkan evaluasi hasil lebih diarahkan pada tingkat
42
pemahaman dan penyikapan siswa terhadap substansi materi dan manfaatnya bagi
kehidupan siswa sehari-hari. Disamping itu evaluasi juga dapat berupa kumpulan
karya siswa selama kegiatan pembelajaran yang bisa ditampilkan dalam suatu
paparan/pameran karya siswa.
Instrumen yang dapat digunakan untuk mengungkap pemahaman siswa
terhadap materi pelajaran dapat digunakan tes hasil belajar. dan untuk mengetahui
tingkat kemampuan siswa melakukan suatu tugas dapat berupa tes perbuatan atau
keterampilan dan untuk mengungkap sikap siswa terhadap materi pelajaran dapat
berupa wawancara, atau dialog secara informal. Di samping itu instrumen yang
dikembangkan dalam pembelajaran tematik dapat berupa: kuis, pertanyaan lisan,
ulangan harian, ulangan blok, dan tugas individu atau kelompok, dan lembar
observasi.
Implikasi Pembelajaran Tematik
Dalam implementasi pembelajaran tematik di sekolah dasar mempunyai
berbagai implikasi yang mencakup beberapa hal sebagai berikut.
Implikasi bagi guru, Pembelajaran tematik memerlukan guru yang kreatif
baik dalam menyiapkan kegiatan/pengalaman belajar bagi anak, juga
dalam memilih kompetensi dari berbagai mata pelajaran dan mengaturnya
agar pembelajaran menjadi lebih bermakna, menarik, menyenangkan dan
utuh.
Implikasi bagi siswa: (a) Siswa harus siap mengikuti kegiatan
pembelajaran yang dalam pelaksanaannya; dimungkinkan untuk bekerja
baik secara individual, pasangan, kelompok kecil ataupun klasikal, (b)
Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang bervariasi secara
aktif misalnya melakukan diskusi kelompok, mengadakan penelitian
sederhana, dan pemecahan masalah.
Implikasi terhadap sarana, prasarana, sumber belajar dan media: (a)
Pembelajaran tematik pada hakekatnya menekankan pada siswa baik
secara individual maupun kelompok untuk aktif mencari, menggali dan
menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan otentik. Oleh
karena itu, dalam pelaksanaannya memerlukan berbagai sarana dan
prasarana belajar. (b) Pembelajaran ini perlu memanfaatkan berbagai
43
sumber belajar baik yang sifatnya didesain secara khusus untuk keperluan
pelaksanaan pembelajaran (by design), maupun sumber belajar yang
tersedia di lingkungan yang dapat dimanfaatkan (by utilization). (c)
Pembelajaran ini juga perlu mengoptimalkan penggunaan media
pembelajaran yang bervariasi sehingga akan membantu siswa dalam
memahami konsep-konsep yang abstrak.(d) Penerapan pembelajaran
tematik di sekolah dasar masih dapat menggunakan buku ajar yang sudah
ada saat ini untuk masing-masing mata pelajaran dan dimungkinkan pula
untuk menggunakan buku suplemen khusus yang memuat bahan ajar yang
terintegrasi.
Implikasi terhadap Pengaturan ruangan. Dalam pelaksanaan kegiatan
pembelajaran tematik perlu melakukan pengaturan ruang agar suasana
belajar menyenangkan. Pengaturan ruang tersebut meliputi: ruang perlu
ditata disesuaikan dengan tema yang sedang dilaksanakan, susunan bangku
peserta didik dapat berubah-ubah disesuaikan dengan keperluan
pembelajaran yang sedang berlangsung, peserta didik tidak selalu duduk di
kursi tetapi dapat duduk di tikar/karpet, kegiatan hendaknya bervariasi dan
dapat dilaksanakan baik di dalam kelas maupun di luar kelas, dinding
kelas dapat dimanfaatkan untuk memajang hasil karya peserta didik dan
dimanfaatkan sebagai sumber belajar, alat, sarana dan sumber belajar
hendaknya dikelola sehingga memudahkan peserta didik untuk
menggunakan dan menyimpannya kembali.
Implikasi terhadap Pemilihan metode. Sesuai dengan karakteristik
pembelajaran tematik, maka dalam pembelajaran yang dilakukan perlu
disiapkan berbagai variasi kegiatan dengan menggunakan multi metode.
Misalnya percobaan, bermain peran, tanya jawab, demonstrasi, bercakap-
cakap.
44
konstruktivisme sangat sering digunakan dalam pendidikan sains, terutama dalam
tataran penelitian-penelitian.
Pengertian Pembelajaran Konstruktivis
Konstruktivisme lahir dari gagasan Piaget dan Vigotsky, keduanya
menyatakan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi yang telah
dipahami sebelumnya diolah melalui proses ketidakseimbangan dalam upaya
memperoleh informasi baru. Lebih lanjut menurut Piaget dan Vigotsky juga
menekankan adanya hakikat sosial dalam belajar. Keduanya menyarankan bahwa
dalam belajar dibentuk kelompok kecil yang anggota dalam kelompok tersebut
hiterogen untuk mengupayakan terjadinya perubahan pengertian atau belajar. Para
ahli konstruktivisme memandang bahwa manusia belajar dengan cara
mengkonstruksi pengertian atau pemahaman baru tentang fenomenafenomena dari
pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya. Maka dari itu para ahli pendidikan
yang menggunakan konstruktivisme sebagai suatu pendekatan lebih menekankan
pentingnya keaktifan siswa untuk membangun pengetahuan dan pengertian
melalui adanya saling keterkaitan antara apa yang sudah diketahui dengan apa
yang sedang dipelajari (Pudyo, 1999). Lebih lanjut dinyatakan bahwa kunci dari
teori konstruktivisme adalah siswa belajar melalui informasi secara aktif untuk
membangun pengetahuan sendiri, membandingkan informasi yang baru dengan
pemahaman atau pengalaman yang telah dimiliki. Barba, (1995) menambahkan
bahwa pengetahuan ilmiah dibangun secara bertahap dari waktu ke waktu oleh
siswa dalam konteks sosial melalui serangkaian interaksi, jika informasi baru
berinteraksi dengan informasi lama sedemikian sehingga hasilnya merupakan
kesadaran tentang apa yang sedang dipelajari.
Teori konstruktivisme menganjurkan adanya peran siswa aktif baik aktif
fisik maupun mentalnya dalam proses pembelajaran. Pendekatan konstruktivisme
merupakan pendekatan pembelajaran berpusat kepada siswa/student centered
instructions, peran guru membantu siswa dalam menemukan fakta, konsep atau
prinsip bagi diri siswa sendiri (Nur, 2000). Prinsip konstruktivisme adalah bahwa
pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri baik secara personal maupun sosial,
pengetahuan tersebut diperoleh melalui aktivitas siswa untuk bernalar. Siswa
berinteraksi dengan lingkungan menggunakan inderanya. Dengan melakukan
45
penginderaan diharapkan siswa mampu mengkonstruksi gambaran obyek atau
fenomena alam. Pendekatan konstruktivisme sesuai diterapkan dalam
pembelajaran IPA sebab dalam pembelajaranini, siswa akan berpartisipasi secara
aktif dalam proses pembelajaran, siswa dapat mengembangkan kemampuan
belajar mandiri, siswa mampu mengembangkan pengetahuannya sendiri, serta
guru sebagai fasilitator, mediator dan manajer dalam proses pembelajaran.
Konstruktivisme Dalam Pembelajaran IPA
Pada hakikatnya IPA dapat dipandang dari tiga dimensi yaitu IPA sebagai
proses, IPA sebagai produk dan pengembangan sikap ilmih. Ketiga dimensi
tersebut saling terkait, pembelajaran IPA diharapkan dapat mengembangkan
ketiga aspek IPA tersebut (Sri Sulistyorini, 2007). Dalam pembelajaran IPA lebih
menekankan pada proses dengan alasan bahwa IPA berkembang dari hasil
observasi manusia tentang fenomena alam atau gejala alam baik gejala kebendaan
maupun gejala peristiwa alam. Dengan demikian dalam pembelajaran IPA perlu
diterapkan kegiatan-kegiatan agar siswa mampu menemukan pengetahuan atau
konsep sendiri melalui pengalamannya sendiri dengan cara melakuka pengamatan,
percobaan dan diskusi tentang gejala alam. Alternatif yang dapat ditempuh adalah
dalam pembelajaran menerapkan pendekatan konstruktivisme.
Konstruktivisme mengajarkan tentang sifat dasar bagaimana siswa belajar.
Menurut konstruktivisme belajar adalah Constructing understanding atau
knowledge dengan cara mencocokkan fenomena, ide atau aktivitas yang baru
dengan pengetahuan yang telah dimiliki atau dipelajari. Kata kunci
konstruktivisme adalah to construct. Dalam pembelajaran konstruktivisme peran
guru membantu siswa agar informasi yang dipelajari menjadi bermakna bagi
siswa yaitu dengan cara memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan
sendiri atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar sadar
menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru memberi tangga untuk
membantu siswa sehingga dapat mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi,
namun demikian diupayakan agar siswa sendiri yang memanjat tangga tersebut.
Karakteristik pendekatan konstruktivisme menurut Nur ( 2001) :
Pembelajaran ditekankan pada pembelajaran sosial, meliputi pembelajaran
kooperatif atau pembelajaran berbasis penemuan.
46
Pembelajaran memperhatikan pemagangan kognitif
Pembelajaran menekankan scaffolding.
Pembelajaran menekankan Top-down.
Pembelajaran memperhatikan generative learning.
Pembelajaran dengan pengturan diri atau self regulated.
Pembelajaran terbalik (Resiprokal),
47
dilibatkan dalam perencanaan topik untuk dipelajari dan prosedur
penyelidikan yang digunakan.
Model Pendekatan struktural, dalam pembelajaran ini tim ditekankan pada
tujuan sosial dan tujuan akademik. Model ini ada 4 langkah pembelajaran
yaitu:
penomoran: guru membagi kelompok beranggotakan 3-5 orang
siswa, tiap anggota kelompok diberi nomor 1-5 orang,
guru mengajukan pertanyaan
siswa menyatukan pendapat terhadap jawaban pertanyaan dan
meyakinkan bahwa tiap anggota tim mengetahui jawaban
pertanyaan tersebut
guru memanggil satu nomor tertentu, kemudian siswa yang
nomornya sesuai mengacungkan jarimenjawab pertanyaan
untuk seluruh kelas.
Pembelajaran berbasis penemuan. Pada pembelajaran ini siswa didorong
untuk terlibat aktif baik fisik maupun mentalnya melakukan pengamatan atau
percobaan, dan diskusi untuk menemukan perolehan atau untuk menemukan
konsep IPA. Peran guru dalam pembelajaran berbasis penemuan sebagai
fasilitator dan motivator dan organisator (Slavin, 1997). Pembelajaran berbasis
penemuan memiliki beberapa keuntungan antara lain memacu siswa inging tahu,
memotivasi siswa untuk terus bekerja sehingga dapat menemukan
sendiri.jawabannya, siswa dapat memecahkan masalah secara mandiri, terampil
berpikir kritis. Pembelajaran berbasis penemuan mendorong siswa agar dapat
menemukan konsep untuk dirinya sendiri. Keuntungan belajar penemuan adalah
memacu keingintahuan siswa tentang materi yang sedang dipelajari, dapat
memotivasi belajar siswa untuk mampu memecahkan masalah sendiri secara
mandiri, di samping itu juga pada diri siswa berkembang keterampilan berpikir,
karena siswa melakukan analisis terhadap informasi yang diterimanya.
Pembelajaran menerapkan pemagangan kognitif, berdasarkan teori Vigotsky
dalam Slavin, (1997) pada pembelajaran yang ditekankan pada pemagangan
kognitif adalah selama proses belajar seseorang akan memperoleh pengetahuan
dan keahlian tahap demi tahap selama berinteraksi dengan seorang pakar. Yang
48
dimaksud pakar dapat seseorang yang dianggap lebih dewasa dari segi umur atau
seseorang yang lebih menguasai bidang yang sedang dipelajari. Sebagai contoh
dalam pemagangan kerja seseorang didampingi oleh seorang pekerja yang sudah
lebih berpengalaman yang berfungsi sebagai model. Pendampingan ini secara
berangsur-angsur atau bertahap akan mensosialisasikannya ke dalam norma atau
perilaku profesi tersebut. Dalam pembelajaran ini guru melakukan dukungan
tahap demi tahap untuk belajar memecahkan masalah (scaffolding). Pembelajaran
menekankan scaffolding. Dalam pembelajaran ini guru sebagai agen budaya yang
memandu siswa sehingga siswa akan menguasai secara tuntas keterampilan yang
harus dikembangkan berkaitan dengan fungsi kognitif yang lebih tinggi.
Implementasi konsep scaffolding misalnya berupa pemberian bantuan yang lebih
terstruktur kapada siswa dengan maksud siswa lebih bertanggung jawab atas dasar
keputusannya sendiri. Konsep pembelajaran Top-down. Pada pembelajaran ini
siswa diberi tugas menyelesaikan masalah yang kompleks. Mereka diberi bantuan
secukupnya untuk menyelesaikan masalah tersebut. Keterampilan untuk dapat
menyelesaikan masalah yang baru dapat ditemukan dan dipelajari kemudian. Jadi
dalam pembelajaran ini siswa tidak diberi bantuan sedikit demi sedikit komponen
dari tugas yang kompleks, dan selanjutnya suatu saat diharapkan siswa dapat
menyelesaikan tugas kompleks tersebut memanfaatkan komponen–komponen
kecil yang sudah dipelajari terdahulu. Konsep Top-down sesuai untuk
pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran terbalik (Resiprocal), pembelajaran berdasarkan prinsip
pengajuan pertanyaan. Pembelajaran ini utamanya bagi mahasiswa yang rendah
hasil belajarnya dalam memahami materi pelajaran. Pengajaran terbalik
(Reciprocal Teaching) menghendaki guru menjadi model dan membantu siswa
mengembangkan keterampilan kognitif dengan menciptakan pengalaman belajar.
Dalam proses pembelajaran siswa diajarkan empat strategi pemahaman
pengaturan diri spesifik yaitu perangkuman, pengajuan pertanyaan,
pengklasifikassian, dan peramalan (prediksi). Pada saat proses pembelajaran
situasi terbalik, yaitu siswa yang mengambil giliran melaksanakan peran guru.
Sedangkan guru memberi dukungan, umpan balik, dan semangat ketika siswa
belajar menggunakan strategi tersebut. Berikut disajikan tahap kegiatan dan
49
aktivitas yang dilakukan guru pada proses pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan konstruktivisme menurut Martin, dkk, (1997)
Sesuai hakikat IPA Pembelajaran IPA dapat dipandang dari aspek proses,
produk, dan sikap ilmiah. Untuk dapat mengembangkan ketiga aspek tersebut
guru dapat menerapkan pembelajaran IPA dengan menggunakan pendekatan
konstruktivisme. Menurut konstruktivisme, belajar merupakan proses aktif bagi
siswa untuk mengkonstruksi arti, wacana, dialog, pengalaman fisik dan lain-lain.
50
Belajar juga merupakan proses asimilasi dan menghubungkan pengalaman atau
informasi yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimiliki siswa .
Pembelajaran konstruktivisme siswa aktif menyusun sendiri konsep IPA dalam
struktur kognitifnya, dengan cara mengaitkan materi yang dipelajari dengan
kehidupan nyata siswa melalui pengamatan dan percobaan. Peran guru sebagai
fasilitator, sebagai model dalam pembelajaran melalui diskusi kelompok, diskusi
klasikal, sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa. Pembelajaran
konstruktivisme menuntut guru lebih kreatif dalam menciptakan pembelajaran
yang inovatif, kegiatan ini perlu diterapkan di sekolah dengan maksud
pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa.Dalam melakukan pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme, kegiatan yang dilakukan
dalam pembelajaran hendaknya dipilih, disesuaikan dengan tingkat perkembangan
intelektual siswa. Agar pembelajaran bermakna bagi siswa maka hendaknya guru
dalam melakukan kegiatan pembelajaran dapat mengaitkan dengan situasi nyata
dengan lingkungan sekitar.
Secara garis besar ada lima prinsip pendekatan-pendekatan pembelajaran
berbasis konstruktivisme (Driver, 1989; Widodo, 2004) sebagai berikut.
Pembelajar telah memiliki pengetahuan awal. Tidak ada pembelajar yang
otaknya benar-benar kosong. Pengetahuan awal yang dimiliki pembelajar
memainkan peran penting pada saat dia belajar tentang sesuatu hal yang
ada kaitannya dengan apa yang telah diketahui.
Belajar merupakan proses pengkonstruksian suatu pengetahuan
berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki. Pengetahuan tidak dapat
ditransfer dari suatu sumber ke penerima, namun pembelajar sendirilah
yang mengkonstruk pengetahuan berdasarkan pengetahuan yang telah
dimilikinya.
Belajar adalah perubahan konsepsi pembelajar. Karena pembelajar telah
memiliki pengetahuan awal, maka belajar adalah proses mengubah
pengetahuan awal sehingga sesuai dengan konsep yang diyakini “benar”
atau agar pengetahuan awal siswa bisa berkembang menjadi suatu
konstruk pengetahuan yang lebih besar.
51
Proses pengkonstruksian pengetahuan berlangsung dalam suatu konteks
sosial tertentu. Sekalipun proses pengkonstruksian pengetahuan
berlangsung dalam otak masing-masing individu, namun sosial
memainkan peran penting dalam proses tersebut sebab individu tidak
terpisah dari individu lainnya.
Pembelajar bertanggung jawab terhadap proses belajar. Guru atau
siapapun tidak dapat memaksa siswa untuk belajar sebab tidak ada
seorangpun yang bisa “mengatur” proses berpikir orang lain. Guru
hanyalah menyiapkan kondisi yang memungkinkan siswa belajar, namun
apakah siswa benar-benar belajar tergantung sepenuhnya pada diri
pembelajar itu sendiri.
52
Lingkungan sosial yang kondusif. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa
pengetahuan merupakan konstruk sosial. Lingkungan sosial memegang
peranan penting dalam proses pengkonstrukstian pengetahuan. Oleh
karena itu, kegiatan pembelajaran hendaknya memberikan kesempatan
kepada siswa untuk berinteraksi baik dengan sesama siswa maupun
dengan guru dalam berbagai seting sosial (kerja sendiri, berkelompok,
dalam kelas, dan sebagainya).
Dorongan kepada siswa untuk menjadi pembelajar yang mandiri. Ciri ini
didasarkan pada prinsip bahwa pembelajarlah yang sesungguhnya
memegang tanggung jawab untuk belajar. Oleh karena itu, siswa
hendaknya diberi kesempatan untuk mengembangkan kemandirian dalam
belajar.
Pengenalan ke dalam kultur ilmiah. Ciri ini didasarkan pada prinsip bahwa
pengetahuan bersifat tentative. Walaupun ilmuwan bekerja dengan
sungguh-sungguh dan hati-hati, namun seiring dengan waktu sesuatu yang
dulunya dianggap benar bisa saja tidak tepat disuatu saar. Hal ini
merupakan sesuatu yang lazim dalam dunia ilmiah. Oleh karena itu,
kegiatan pembelajaran hendaknya bisa memperkenalkan siswa dalam
kultur ilmiah yang dimiliki ilmuwan. Dengan demikian siswa bukan hanya
mempelajari apa-apa yang telah diketahui ilmuwan namun juga
mempelajari bagaimana ilmuwan bekerja dan bagaimana mereka
menyikapi ilmu.
53
mengikuti pelajaran, menjelaskan konteks pelajaran yang akan dipelajari, ataupun
mencoba menggali minat siswa berkaitan dengan topik yang akan dipelajari.
Eksplorasi
Sesuai dengan prinsip konstruktivisme, pembelajar memang telah
memiliki pengetahuan awal. Meskipun demikian pembelajar seringkali tidak
berusaha mengaktifkan pengetahuan awal yang dimilikinya sehingga bisa
dimanfaatkan untuk mempelajari topik yang baru. Tahap eksplorasi merupakan
tahap pengidentifikasian dan pengaktifan pengetahuan awal pembelajar.
Restrukturisasi
Tahap restrukturisasi pengetahuan awal pembelajar agar terbentuk konsep
yang diharapkan. Berbagai penelitian tentang usaha-usaha untuk mengubah
konsepsi siswa menunjukkan bahwa perubahan konsepsi sangat sulit terjadi dan
siswa cenderung mempertahankan konsepsi yang telah dimilikinya. Oleh karena
itu, salah satu langkah penting dalam rangka mengubah konsepsi siswa adalah
meminta siswa mempertimbangkan kembali konsepsi yang dimilikinya dan
selanjutnya guru berusaha agar siswa tidak puas dengan konsepsi yang dimiliki
dan berusaha mengkonstruk konsepsi yang baru.
Aplikasi
Pengintegrasian pengetahuan yang baru dikonstruk ke skema pengetahuan
yang telah dimiliki siswa akan lebih mudah berlangsung apabila siswa melihat
bahwa pengetahuan yang baru bermanfaat baginya. Oleh karena itu, siswa perlu
didorong untuk mengaplikasikan pengetahuan yang baru. Aplikasi dapat
dilakukan pada konteks/kondisi yang berbeda ataupun dalam kehidupan sehari-
hari.
Review dan Evaluasi
Tahap ini mempunyai fungsi ganda, yaitu :
Mendorong siswa meninjau kembali apa yang telah dipelajari
untuk menyadari apa yang telah diketahui dan apa yang belum
diketahui.
Sebagai awal untuk siklus pembelajaran berikutnya.
54
Tahapan-tahapan tersebut dapat dipresentasi dalam diagram (Widodo, 2004)
sebagai berikut.
55
Pendekatan STM muncul sebagai respon terhadap perkembangan sains
dan teknologi serta dampak yang ditimbulkannya terhadap masyarakat dan
lingkungan. Kemajuan sains pada akhirnya akan melahirkan teknologi-teknologi
baru. Sebagai contoh, seiring dengan berkembangnya pengetahuan tentang
genetika maka teknologi rekayasa genetika juga mengalami kemajuan pesat.
Beberapa tahun lalu misalnya, masyarakat dunia dihebohkan dengan lahirnya
domba dolly hasil cloning. Berikutnya muncul perdebatan tentang cloning pada
manusia. Begitu perdebatan mulai menyangkut “manusia”, pembicaraan tentang
cloning bukan lagi terjadi dikalangan ilmuwan dan akademisi, tetapi kini tokoh
masyarakat pemuka agama, dan pemerintah juga mulai bicara. Gambaran singkat
diatas menunjukkan bahwa sains, teknologi, dan masyarakat saling terkait satu
sama lain.
Melalui pembelajaran salingtemas siswa belajar tentang sains, teknologi,
serta dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan secara utuh sebagai satu
kesatuan. Melalui pembelajaran salingtemas, siswa terlibat secara aktif dalam
kegiatan yang akan dilaksanakan dalam pengumpulan data, dan menguji gagasan
yang dimunculkan. Sebenarnya dalam opembelajaran salingtemas, tercakup juga
adanya pemecahan masalah, tetapi masalah itu lebih ditekankan pada masalah
yang ditemukan sehari-hari, yang dalam pemecahannya menggunakan langkah-
langkah ilmiah.
Dapat disimpulkan bahwa model Salingtemas adalah suatu pembelajaran
yang dimaksudkan untuk mengetahui, dimana ilmu (sains) dapat menghasilkan
teknologi untuk perbaikan lingkungan sehingga bermanfaat bagi masyarakat, dan
bagaimana situasi sosial atau isu yang berkembang di masyarakat mengenai
lingkungan dan teknologi mempengaruhi perkembangan sains dan teknologi, yang
memberikan sumbangan terbaru bagi ilmu pengetahuan. Pendidikan salingtemas
mempunyai makna pengajaran sains yang dikaitkan dengan unsur dalam
salingtemas. Sains tidak berdiri sendiri di masyarakat karena keterkaitan dan
ketergantungannya pada unsur-unsur tersebut.
56
Pendekatan ini melibatkan siswa dalam menentukan tujuan, prosedur pelaksanaan,
pencarian informasi, dan evaluasi. Pendekatan STM memiliki karakteristik
sebagai berikut menurut Iskandar dalam Wulandari (2006: 18) :
57
sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat yang berkaitan . Dengan kata lain,
siswa dibawa pada suasana yang dekat dengan kehidupan nyata siswa sehingga
diharapkan siswa dapat mengembangkan pengetahuan yang telah mereka miliki
untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah yang diperkirakan akan timbul
disekitar kehidupannya.
58
Mampu menganalisis interaksi antara sains, teknologi, dan masyarakat.
a. Dilihat pada guru yang belum menguasai sains teknologi sehingga guru
susah untuk mentransfer materi pembelajaran dengan sains teknologi
masyarakat;
b. Selain itu peserta didik khusunya siswa yang berada di kelas rendah, belum
mampu mengoperasikan sains teknologi yang sudah ada;
c. Fasililitas pendukung pada beberapa sekolah kurang atau hampir tidak ada
itu yang menjadi kendala STM.
59
Implementasi strategi salingtemas dalam pembelajaran
o Pendahuluan
Guru memberikan beberapa kemungkinan topik untuk penyelidikan. Topik
dapat bersifat global atau lokal, tetapi harus merupakan minat siswa dan
memberikan wilayah yang cukup untuk penyelidikan bagi siswa. Misalnya
pada kompetensi dasar menganalisis jenis-jenis limbah dan daur ulang
limbah. Guru memberikan apersepsi dengan mengaitkan peristiwa yang
telah diketahui siswa dengan materi yang akan dibahas. Misalnya di
daerah sekitar pasar terjadi pencemaran udara karena limbah pasar tersebut
o Pembentukan konsep
Pada tahap ini guru dan siswa mengidentifikasi daerah kritis penyelidikan.
Data-data dan informasi dapat dikumpulkan melalui pertanyaan-
pertanyaan atau wawancara, kemudian menganalisis informasi tersebut.
Data dan informasi dapat pula diperoleh melalui telekomunikasi,
perpustakaan dan sumber-sumber dokumen publik lainnya. Dari sumber-
sumber informasi, siswa dapat mengembangkan penyelidikan berbasis
ilmu pengetahuan. Guru dan siswa melakukan penelitian ke daerah yang
terkena pencemaran udara, kemudian mengambil data misalnya tentang
jenis-jenis limbah yang dihasilkan di pasar tersebut, bagaimana
pengelolaan limbahnya, dampaknya bagi penduduk di sekitar pasar dan
upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat
setempat dalam menanggulangi pencemaran tersebut. Dari data yang
diperoleh siswa dapat membuat hipotesis, yang nantinya akan diuji pada
tahap berikutnya. Pada tahap ini diharapkan melalui konstruksi dan
rekonstruksi siswa menemukan konsep-konsep yang benar atau konsep-
konsep para ilmuan. Selanjutnya berbekal pemahaman konsep yang benar
siswa melanjutkan analisis isu atau masalah yang disebut aplikasi konsep
dalam kehidupan.
60
o Aplikasi konsep
Pada tahap ini, siswa mengatur dan mensintesis informasi yang mereka
telah kembangkan sebelumnya dalam penyelidikan. Proses ini termasuk
komunikasi lebih lanjut dengan para ahli di lapangan, pengembangan lebih
lanjut, memperbaiki, dan menguji hipotesis mereka, dan kemudian
mengembangkan suatu solusi dan tindakan. Hasil tersebut kemudian
dilaporkan dan disajikan kepada rekan-rekan kelas untuk menggambarkan
temuan, posisi yang diambil, dan tindakan yang diusulkan. Pada tahap ini
siswa dapat mengetahui jenis-jenis limbah, dapat mendeskripsikan metode
penanganan limbah dan mengusulkan penanganan limbah yang cocok
untuk mengatasi pencemaran udara di sekitar pasar.
o Pemantapan Konsep
Apabila selama proses pembentukan konsep dalam tahap sebelumnya
tidak tampak ada miskonsepsi yang terjadi pada siswa, demikian pula
setelah akhir analisis isu dan penyelesaian masalah, guru tetap harus
melakukan pemantapan konsep melalui penekanan pada konsep-konsep
kunci yang penting diketahui dalam bahan kajian tertentu. Hal ini
dilakukan karena konsep-konsep kunci yang ditekankan pada akhir
pembelajaran akan memiliki retensi lebih lama dibandingkan dengan kalau
tidak dimantapkan atau ditekankan oleh guru pada akhir pembelajaran.
Misalnya menguatkan kembali pemahaman siswa tentang defenisi limbah,
jenis-jenis limbah dan metode pengelolaan limbah. Di akhir tahap ini guru
sebaiknya mengarahkan siswa untuk menerapkan temuan-temuan mereka
dalam beberapa bentuk aksi sosial. Jika tindakan ini melibatkan
masyarakat sebagai pelaksana, misalnya membersihkan daerah pasar dan
sekitarnya, siswa dapat menghubungi pejabat publik yang dapat
mendukung pikiran dan temuan mereka.
o Evaluasi
Untuk mengungkap penguasaan pengetahuan sains dan teknologi anak
selama pembelajaran, dapat dilakukan melalui suatu evaluasi. Misalnya
mengevaluasi siswa tentang jenis-jenis limbah dan metode
pengelolaannya.
61
Menurut Yagger (1994), penilaian terhadap proses pembelajaran yang
menggunakan pendekatan STM dapat dilakukan dengan menggunakan lima
domain, yaitu:
62
Dalam hal dorongan materil, dapat dirintis pembiayaan penerapan metode ini
secara swadaya (Aisyah ,2007). Kompetensi guru sangat penting dalam
pembelajaran STM, terutama dalam penguasaan materi inti, problem solving dan
hubungan interpersonal. Umumnya guru belum memiliki pengetahuan yang baik
tentang pendekatan STM sehingga penerapan pendekatan ini masih sangat jarang
ditemukan. Selain itu, paradigma guru dalam menginterpretasikan dan
mengembangkan kurikulum, masih berbasis konten sehingga guru merasa dituntut
untuk menyampaikan materi tepat pada waktunya dan lupa berinovasi dalam
pembelajaran.
63
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang dilakukan
guru dengan tujuan proses pembelajaran yang berlangsung di kelas dapat
mencapai tujuannya secara efektif dan efisien. Pemilihan strategi penyampaian
materi IPA tersebut berdasarkan objek proses pembelajaran IPA yang terdiri dari:
1. Produk IPA yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori
2. Nilai dan / atau sikap ilmiah IPA
3. Kerja dan / atau proses ilmiah IPA
4. Aplikasi IPA dalam kehidupan sehari- hari
5. Kreativitas dalam mempelajari IPA
Macam-macam strategi pembelajaran :
1. Strategi Pembelajaran Kooperatif
2. Strategi Pembelajaran Inkuiri
3. Strategi Pembelajaran Tematik
4. Strategi Pembelajaran Konstruktivis
5. Strategi Pembelajaran Salingtemas
64
DAFTAR PUSTAKA
Rustaman, Nuryati dkk. 2010. Materi dan Pembelajaran IPA SD. Jakarta :
Universitas Terbuka
65