Anda di halaman 1dari 19

1

EVALUASI TINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA


INDUK SAPI SIMMENTAL DI KECAMATAN
RIMBO ILIR KABUPATEN TEBO

PROPOSAL PENELITIAN

OLEH :

DEDEN SUYONO
NPM. 191016154231006

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUARA BUNGO
2023
2

EVALUASI TINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA


INDUK SAPI SIMMENTAL DI KECAMATAN
RIMBO ILIR KABUPATEN TEBO

PROPOSAL PENELITIAN

OLEH :

DEDEN SUYONO
NPM. 191016154231006

Di Ajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk


Mengikuti Seminar Proposal

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUARA BUNGO
2023
3

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUARA BUNGO

Kami dengan Ini Menyatakan Bahwa Proposal yang di Tulis oleh :

DEDEN SUYONO
NPM. 191016154231006

Judul :

EVALUASI TINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA


INDUK SAPI SIMMENTAL DI KECAMATAN
RIMBO ILIR KABUPATEN TEBO

Di Terima Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mengikut Seminar Proposal

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Supriyono, M.P Yeni Karmila, S.Pt., M.Pt


NIDN.1030066702 NIDN.1002018302

Mengetahui :
Ketua Prodi Peternakan

Eko Joko Guntoro, S.Pt., M.P


NIDN. 1008068701
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah


memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan proposal yang berjudul “Evaluasi Tingkat Keberhasilan Inseminasi
Buatan pada Induk Sapi Simmental di Kecamatan Rimbo Ilir Kabupaten Tebo”.
Pada kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih kepada bapak
Dr. Ir. Supriyono, MP selaku pembimbing I dan ibu Yeni Karmila, S.Pt., M.Pt
selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta saran
kepada penulis dalam menyelesaikan proposal ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan dalam proposal ini masih banyak
kekurangani. Untuk itu, diharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
demi penulisan yang lebih baik kedepannya. Semoga dengan adanya proposal ini
dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi pembaca.

Bungo, Januari 2024

Penulis
ii

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
I. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar
Belakang 1
1.2. Rumusan
Masalah 2
1.3. Tujuan
2
1.4. Manfaat
2
1.5. Hipotesis
Penelitian 2
II. TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1. Evaluasi Keberhasilan Inseminasi Buatan 3
2.2. Inseminasi Buatan 4
2.3. Keberhasilan Inseminasi Buatan 6
2.4. Sapi Simmental 7
III. METODE PENELITIAN 9
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 9
3.2. Metode Penelitian 9
3.3. Evaluasi Keberhasilan Inseminasi Buatan 9
DAFTAR PUSTAKA 11
LAMPIRAN 13
iii
1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Permasalahan yang dihadapi dalam bidang peternakan di Indonesia antara lain
adalah masih rendahnya produktifitas dan mutu genetik ternak. Keadaan ini
terjadi karena sebagian besar peternakan di Indonesia masih merupakan
peternakan konvensional, dimana mutu bibit, penggunaan teknologi dan
keterampilan peternak relatif rendah. Inseminasi buatan merupakan teknologi
alternatif yang sedang dikembangkan dalam usaha meningkatkan mutu genetik
dan populasi ternak sapi di Indonesia. Salah satu metode untuk meningkatkan
produktivitas biologis ternak lokal Indonesia melalui teknologi pemuliaan yang
hasilnya relatif cepat dan cukup memuaskan serta telah meluas dilaksanakan
adalah mengawinkan ternak tersebut dengan ternak unggul impor.
Inseminasi Buatan (IB) adalah salah satu teknologi reproduksi yang telah dan
sedang diprogramkan oleh pemerintah dalam rangka pembangunan peternakan
sebagai upaya peningkatan produktivitas ternak demi meningkatkan pendapatan
dan kesejahteraan petani peternak. Melalui teknologi ini peternak dapat memiliki
ternak yang berkualitas tanpa harus memiliki pejantan unggul (Sahili, 2005).
Namun bukan berarti setiap pelaksanaan IB akan terjadi kebuntingan. Faktor yang
mempengaruhi keberhasilan IB yaitu kualitas semen, ketepatan waktu IB,
pemahaman Inseminator, dan pemahaman peternak tentang Birahi.
Salah satu upaya pemerintah meningkatkan produktivitas sapi potong di
Indonesia adalah kawin suntik atau dikenal dengan Inseminasi Buatan (IB).
Melalui hal tersebut efisiensi reproduksi dapat lebih ditingkatkan lagi dengan
sedikit individu pejantan unggul sebagai penghasil keturunan yang unggul guna
menjaga kelestariannya. Dalam rangka mendukung program intensifikasi IB di
beberapa daerah Kabupaten Tebo khususnya oleh pemerintah telah di tempatkan
petugas pelayanan IB. Penempatan petugas pelayanan IB ini salah satu tujuan
utama adalah untuk mempermudah dan memperlancar proses pelayanan IB mulai
dari persiapan sampai kepada teknik pelaksanaan.
Menurut data statistik Dinas Peternakan Kabupaten Tebo tahun 2022 jumlah
ternak sapi yang ada di Kabupaten Tebo adalah 21.535 ekor dan dalam jumlah

1
2

tersebut ada 3.102 ekor yang terdapat di Kecamatan Rimbo Ilir dengan jumlah
ternak sapi Simmental 775 ekor.
Dalam kegiatan inseminasi buatan salah satu cara untuk mengetahui tingkat
keberhasilannya dapat diukur dengan melihat penampilan sifat-sifat reproduksi
sapi tersebut yaitu Non Retun Rate (NR), Conception Rate (CR), Service per
Conception (S/C) dan Calving Rate (Tolihere, 1993).
Dari uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul
“Evaluasi Tingkat Keberhasilan Inseminasi Buatan Pada Induk Simmental di
Kecamatan Rimbo Ilir Kabupaten Tebo”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan masalah yaitu : Bagaimana
tingkat keberhasilan inseminasi buatan berdasarkan perhitungan nilai NRR, CR,
S/C dan CvR di Kecamatan Rimbo Ilir Kabupaten Tebo?
1.3. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan
IB pada sapi Simmental di kecamatan Rimbo Ilir berdasarkan perhitungan non
return rate (NRR), conception rate (CR), service per conception (S/C) dan
calving rate (CvR)
1.4. Manfaat
Hasil penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui keberhasilan
inseminasi buatan dari jenis pejantan unggul Simmental yang digunakan
inseminator kepada sapi peternak di Kecamatan Rimbo Ilir Kabupaten Tebo.
1.5. Hipotesis Penelitian
Diduga program inseminasi buatan menunjukkan peningkatan produksi ternak
berdasarkan nilai NRR, CR, S/C dan CvR sudah optimal di Kecamatan Rimbo Ilir
Kabupaten Tebo.

2
3

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Evaluasi keberhasilan Inseminasi Buatan


Tingkat kesuburan reproduksi ternak dapat dikur dengan berbagai kriteria
meliputi kesuburan normal, dewasa kelamin, kemampuan seksual, Non Return
Rate (NRR), Conseption Rate (CR), Calving Rate (CR), Service Per Conception
(S/C), Calving Rate (CR), kemampuan bereproduksi dan proses kelahiran
(Vandeplassche, 1992).
Parameter yang dapat digunakan untuk mengetahui efisiensi reproduksi, yaitu
Service per Conceptrion, Conception Rate dan Calving Rate dengan
menggunakan data sekunder dari recording reproduksi (Susilawati,2011).
Berdasarkan kriteria efisiensi reproduksi yang bisa didapat dari pencatatan ini, ada
beberapa kriteria yang patut mendapat perhatian. Kriteria- kriteria tersebut adalah
conception rate, service per conception, dan calving rate. Angka kebuntingan (%)
atau conception rate, adalah banyaknya ternak yang bunting pada IB pertama
dibagi jumlah ternak yang diinseminasi dikali 100 persen (Arifiantini et al., 2009).
Selanjutnya adalah service per conception (S/C). Susilawati (2011) juga
menyatakan bahwa Service per conception adalah jumlah pelayanan inseminasi
25 buatan dibagi jumlah sapi yang bunting, yang menunjukkan berapa kali
inseminasi dilakukan sampai terjadi kebuntingan. Sedangkan calving rate (CR)
adalah jumlah anak sapi yang lahir dibagi jumlah betina dikali seratus persen
(Kutsiyah et al., 2003).
NRR adalah persentase sapi betina akseptor IB yang tidak kembali lagi birahi
selama 20–60 hari atau 60–90 hari pasca pelaksanaan IB. Metode NNR
berpedoman pada asumsi bahwa jika sapi yang telah diinseminasi dan tidak birahi
lagi, maka dianggap bunting (Susilawati, 2011). Evaluasi keberhasilan
pelaksanaan IB di suatu daerah dapat juga dilihat dari perkembangan jumlah
akseptor (peserta IB) setiap tahunnya, di mana hal ini mencerminkan adanya
perubahan pemahaman dan wawasan peternak pemilik sapi potong terhadap
inovasi teknologi IB sehingga dapat dengan cepat menambah popuasi ternak
potong dari hasil IB tersebut (Angga Dwi Prasetya, 2013).

3
4

Menurut Wiryosuhanto(1990) dalam arisandi R. (2017), Conception Rate


(CR) adalah persentase kebuntingan sapi betina pada pelaksanaan IB pertama dan
dapat dipakai sebagai alat ukur tingkat kesuburan. Ternak yang mempunyai
tingkat kesuburan tinggi, CR bisa mencapai 60% sampai 70% dan apabila CR
setelah inseminasi pertama lebih rendah dari 60% sampai 70% berarti kesuburan
ternak terganggu atau tidak normal.

II.2. Inseminasi Buatan


Meningkatkan produksi daging dan anak sapi salah satu caranya adalah
dengan meningkatkan jumlah kepemilikan sapi dan kualitas genetik ternak. Hal
ini dapat dilakukan dengan menerapkan inseminasi buatan (IB) pada sapi
pedaging, karena sperma yang digunakan saat IB berasal dari pejantan yang
genetiknya unggul dan angka service per conception (S/C) yang rata-rata lebih
kecil dibandingkan dengan kawin alam. Inseminasi buatan (IB) atau kawin suntik
adalah sebuah usaha memasukkan mani/semen ternak jantan ke dalam saluran
reproduksi ternak betina yang sedang estrus dengan bantuan tenaga ahli atau
inseminator agar ternak dapat bunting (Herawati, T. 2012).
IB diterapkan di Indonesia sejak tahun 1953 pada ternak sapi perah, kemudian
pada sapi potong dan kerbau. Walaupun hasilnya sampai saat ini sudah dirasakan
oleh masyarakat yang ditandai dengan tingginya harga jual dari ternak hasil IB,
namun demikian pelaksanaannya dilapangan belum optimal sehingga hasilnya
(tingkat kelahiran) dari tahun ke tahun berfluktuasi. Tingkat kelahiran hasil IB
pada sapi potong dan kerbau berfluktuasi setiap tahunnya (Sugoro, 2009).
Inseminasi buatan atau biasa dikenal dengan kawin suntik dilakukan dengan
perkawinan silang antara betina lokal dengan semen beku pejantan unggul yang
pada umumnya dipilih dari keluarga/bangsa sapi yang didatangkan dari luar
negeri (Firdaus, 2009). Bertujuan genetik sapi lokal dapat diperbaiki, selain itu ib
17 juga dapat menekan biaya produksi, karena tidak harus memelihara sapi jantan
yang biaya pakan, tempat pemeliharaan, dan perawatannya cukup mahal.
Pelaksanaan Inseminasi Buatan, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan
antara lain seleksi dan pemeliharaan pejantan, cara penampungan, penilaian,
pengenceran, penyimpanan dan pengangkutan semen, inseminasi, pencatatan, dan
penentuan hasil inseminasi.Agar dalam pelaksanaan IB pada hewan ternak atau

4
5

peternakan memperoleh hasil yang lebih efektif, maka deteksi dan pelaporan
birahi harus tepat disamping pelaksanaan dan teknik inseminasi itu sendiri
dilaksanakan secara cermat oleh tenaga terampil. Semen yang di inseminasikan ke
dalam saluran betina pada tempat dan waktu yang terbaik dapat memungkinkan
pertemuan antara spermatozoa dan ovum sehingga berlangsung proses pembuahan
(Tolihere, 1985).
Teknik atau metode Inseminasi Buatan ada 2 macam yaitu Rektovaginal dan
transservikal. Pada sapi adalah dengan metode rektovaginal yaitu tangan
dimasukkan kedalam rektum kemudian memegang bagian servik yang paling
mudah diidentifikasi karena mempunyai anatomi keras, kemudian insemination
gun dimasukkan melalui vulva, ke vagina hingga ke bagian servik. Sedangkan
teknik transervical ini diperuntukkan untuk ternak kecil seperti pada Babi,
kambing dan domba. Pada kambing dan domba dapat menggunakan spikulum
untuk melihat posisi servik, kemudian insemination gun dimasukkan hingga
mencapai servik, sedangkan pada babi menggunakan cattether dan dimasukkan
hingga kedalam uterus.
Prosedur inseminasi buatan pada sapi menurut Feradis, (2010) dalam Maryani
(2016), dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Sebelum melaksanakan prosedur Inseminasi Buatan (IB), semen dicairkan
(thawing) terlebih dahulu dengan mengeluarkan semen beku dari nitrogen cair
dan memasukkannya dalam air hangat atau meletakkannya dibawah air yang
mengalir. Suhu untuk thawing yang baik adalah 37o C selama 7-18 detik.
2. Setelah disemen di thawing, straw dikeluarkan dari air kemudian dikeringkan
dengan tissue. Kemudian straw dimasukkan dalam gun dan ujung yang
mencuat dipotong dengan menggunakan gunting bersih. Setelah itu Plastic
sheath dimasukkan pada gun yang sudah berisi semen beku/straw.
3. Sapi dipersiapkan (dimasukkan) dalam kandang jepit dengan ekor diikat.
4. Petugas Inseminasi Buatan (IB) memakai sarung tangan (glove) pada tangan
yang akan dimasukkan ke dalam rektum, hingga dapat menjangkau dan
memegang leher rahim (servix), apabila dalam rektum banyak kotoran harus
dikeluarkan lebih dahulu. Semen disuntikkan/disemprotkan pada badan uterus
yaitu pada daerah yang disebut dengan posisi ke empat.

5
6

5. Setelah semua prosedur tersebut dilaksanakan maka keluarkanlah gun dari


uterus dan servix dengan perlahan-lahan.
Adapun keuntungan Inseminasi buatan yaitu peningkatan produksi karena
selang beranak yang ideal dapat tercapai , yaitu 12 sampai 14 bulan, perkawinan
pasca beranak 60 sampai 80 hari, CR 60% dari inseminasi pertama dan S/C
berkisar antara 1,6 sampai 2,0. Selain itu dapat mempermudah peternak 19 dalam
proses perkawinan ternak, mencegah penularan penyakit, dan meningkatkan
kualitas mutu genetik ternak karena pejantan yang di ambil semennya adalah
pejantan unggul pilihan (Susilawati, 2011).
Kerugian dari sistem IB adalah pemilihan pejantan yang tidak sesuai akan
mengakibatkan abnormalitas genetik pada pedet yang dilahirkan dan juga dapat
menyebabkan distokia atau sulit beranak, inseminator yang kurang
berpengalaman akan menyebabkan rendahnya persentase kebuntingan dan
kesukaran dengan semen segar dari ternak jantan yang mempunyai satu garis
keturunan akan menyebabkan terjadinya Inbreeding yang sangat merugikan
(Partodiharjo, 1992).

II.3. Keberhasilan Inseminasi Buatan


II.3.1. Non Return Rate (NRR)
NRR adalah presentase sapi betina akseptor IB yang tidak kembali lagi
birahi selama 20-60 hari atau 60-90 hari pasca pelaksanaan IB. metode NRR
berpedoman pada asumsi bahwa jika sapi yang telah diinseminasi dan tidak birahi
lagi maka dianggap bunting ( Susilawati, 2011). Evaluasi keberhasilan
pelaksanaan IB disuatu daerah dapat juga dilihat dari perkembangan jumlah
akseptor setiap tahunnya, dimana hal ini mencerminkan adanya perubahan
pemahaman dan wawasan peternak pemilik sapi potong terhadap inovasi
teknologi IB sehingga dapat dengan cepat menambah populasi ternak potong dari
hasil IB tersebut (Angga Dwi Prasetya, 2013).
II.3.2. Service per conception (S/C)
Servis per Conseption merupakan jumlah pelayanan IB sampai seekor betina
menjadi bunting. Service per conception merupakan jumlah pelayanan IB pada
ternak sapi sampai terjadi kebuntingan (Susilawati, 2011).

6
7

II.3.3. Conception Rate (CR)


Conception rate adalah presentase kebuntingan sapi betina pada pelaksanaan
IB yang pertama kemudian presentase ini dapat di jadikan sebagai alat ukur
tingkat kesuburan ternak. Menurut Hardjopranjoto (1995) bahwa conception rate
yang ideal untuk suatu populasi ternak sapi adalah sebesar 60- 75%, semakin
tinggi nilai CR maka semakin subur sapinya dan begitu juga 48 sebaliknya.
Keadaan ini didukung oleh keterampilan peternak dimana sebesar 92,5% dari
peternak mengerti dalam melakukan deteksi tanda–tanda berahi, disamping itu
pelayanan petugas inseminator yang aktif mendatangi peternak, serta lamanya
persiapan alat IB yang kurang dari satu jam dan jumlah akseptor yang lebih dari 5
ekor per hari.
Menurut Fanani, dkk (2013) menyatakan bahwa nilai CR ditentukan oleh
kesuburan pejantan, kesuburan betina, dan teknik inseminasi. Kesuburan pejantan
salah satunya merupakan tanggung jawab Balai Inseminasi Buatan (BIB) yang
memproduksi semen beku disamping manajemen penyimpanan ditingkat
inseminator. Kesuburan betina merupakan tanggung jawab peternak di bantu oleh
dokter hewan yang bertugas memonitor kesehatan sapi induk.
Sementara itu, pelaksanaan IB merupakan tanggung jawab inseminator.
Apriem, dkk (2012) menjelaskan bahwa tinggi rendahnya CR dipengaruhi oleh
kondisi ternak, deteksi birahi, dan pengelolahan reproduksi yang akan
berpengaruh pada fertilitas ternak dan nilai konsepsi. Menurut Dirgahayu et al.
(2015) nilai conception rate dipengaruhi beberapa faktor diantaranya berahi
kembali setelah beranak dan perkawinan kembali setelah beranak. Apriem, dkk
(2012) menjelaskan bahwa tinggi rendahnya CR dipengaruhi oleh kondisi ternak,
deteksi birahi dan pengelolahan reproduksi yang akan berpengaruh pada fertilitas
ternak dan nilai konsepsi.
II.3.4. Calving Rate (CvR)
Calving rate adalah jumlah anak spai yang lahir dibagi jumlah brtina dikali
seratus persen (Kustiyah et al., 2003).
II.4. Sapi Simmental
Ternak sapi dapat digolongkan menjadi tiga Kelompok yaitu Bos Indicus
(zebu sapi berponok), Bos Taurus yaitu bangsa sapi yang menurunan

7
8

bangsabangsa sapi potong dan perah di Eropa, Bos Sondaicus (Bos bibos), yang
dikenal dengan nama Sapi Bali, Sapi Madura, Sapi Jawa dan sapi lokal (Sugeng,
2006).
Sapi Simental adalah bangsa Bos Taurus, Sapi Simental namanya berasal
dari daerah di mana ternak pertama kali dibiakkan yaitu Lembah Simme yang
terletak di Oberland Berner di Swiss. Sementara itu di Jerman dan Austria Sapi
Simental dikenal dengan nama Fleckvieh, dan di Perancis sebagai Pie Rouge
(Talib dan Siregar, 1999).
Menurut Talib dan Siregar (1999) sapi Simental termasuk sapi tipe
pedaging dan tipe perah, terkadang juga dimanfaatkan tenaganya dalam dunia
pertanian. Ciri-ciri sapi simental warna kulit bervariasi dari coklat, kuning
keemasan, putih, dimana warna merata seluruh tubuh., kepala berwarna putih
pada bagian atasnya, mayoritas memiliki pigmen di sekitar mata, gunanya untuk
membantu mengurangi masalah mata apabila terkena sinar matahari, memiliki
tanduk, kaki berwarna puih, dan dada berwarna putih. Bobot pejantan dewasa
mampu mencapai berat badan 1150 kg sedang betina dewasa 800 kg.
Pendugaan umur dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan melihat
lingkar tanduk dan keadaan atau susunan giginya. Cara pendugaan umur dengan
melihat lingkar tanduk adalah dengan menghitung jumlah lingkar tanduk
ditambah 2 (Abidin, 2004).

Gambar 2.1. Sapi Simmental


Sumber: https://.duniasapi.com

8
9

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan yaitu dari tanggal … sampai
dengan … di Kecamatan Rimbo Ilir Kabupaten Tebo
3.2. Metode Penelitian
Data yang dikumpulkan berupa data sekunder. Data sekunder diperoleh dari
recording IB pada setiap sapi yang di IB di masing-masing kartu catatan, idetitas
inseminator dan kinerja dilapangan serta dinas Peternakan mengenai perannya
memenuhi sarana dan prasarana yang menunjang program IB.
Metode penelitian menggunakan metode deskriptif dengan teknik studi kasus
ternak sapi yang mengikuti program IB. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan
melalui beberapa tahap yaitu survey awal dan pengumpulan data populasi ternak.
3.3. Evaluasi Keberhasilan Inseminasi Buatan
Metode atau teknik analisis data pada penelitian ini adalah dengan cara
mengumpulkan data primer maupun data sekunder yang diperoleh dalam bentuk
kuantitatif dan dianalisis secara statistik menggunakan rumus sebagai berikut:
3.3.1. Non Return Rate (NR)
Non Return Rate (NR) merupakan presentase jumlah ternak yang tidak
kembali birahi antara hari ke 60-90 atau ternak yang tidak kembali estrus setelah
pelaksanaan inseminasi buatan (Toelihere, 1985).
jumlah ternak yang tidak kembali birahi
NRR= x 100 %
jumlah ternak yang di IB

3.3.2. Conseption Rate


Conception Rate (CR) adalah presentase sapi betina yang bunting pada
inseminasi pertama, dan disebut conception rate atau angka konsepsi (Toelihere,
1985).

CR=
∑ betina bunting IB pertama x 100 %
∑ seluruh betina yang di inseminasi

3.3.3. Service Per Con

9
10

Service Per Conception (S/C) adalah jumlah perkawinan atau inseminasi


buatan yang dilakukan untuk menghasilkan kebuntingan atau konsepsi. Angka
S/C yang normal adalah 1.6-2.0, semakin tinggi angka S/C menunjukkan tidak
efisien maktivitas reproduksi sapi tersebut (Toelihere, 1985).

S ∑ Jumlah IB ( straw yang digunakan )


=
C ∑ ternak yang bunting
3.3.4. Calving Rate (CvR)
Calving Rate atau angka kelahiran merupakan prosentase jumlah anak yang
lahir dari hasil inseminasi buatan. Prosentase normal CR adalah 90% (Salisbury,
1985). Angka kelahiran adalah suatu ukuran terbaik dalam penilaian hasil
perkawinan dengan melihat persentase jumlah ternak yang dilahirkan pada setiap
inseminasi disebut dengan calving rate (CvR) atau angka konsepsi. Angka
konsepsi ditentukan berdasarkan persentase kebuntingan setelah inseminasi
(Toelihere, 1993).

CR=
∑ anakan yang dihasilkan x 100 %
∑ betina yang di IB

10
11

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2004. Penggemukan Sapi Potong. Agromedia Pustaka. Jakarta.


Angga Dwi Prasetya. 2013. Perbandingan Tingkat Keberhasilan Inseminasi
Buatan Pada Sapi Madura Dan Sapi Madrasin (Madura-Limousin) Di
Kecamatan Geger Kabupaten Bangkalan. (Skripsi) Malang: Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya
Apriem, F., N. Ihsan dan S.B. Poetro. 2012. Penampilan Reproduksi sapi
Peranakan Ongole Berdasarkan Paritas di Kota Probolinggo Jawa Timur.
Fakultas Peternakan. (Tesis) Program Pascasarjana Universitas Brawijaya.
Malang
Arisandi .R., 2017. Evaluasi keberhasila insemnasi buatan di kec. Tombolopao
kab. Gowa (skripsi). Uin Alauddin Makassar.

Creswell, John.W., 1994, Research Design, Qualitative & Quantitative


Approaches, California USA: Sage Publication.
Dinas Peternakan Kabupaten Tebo. 2022. Dinamika Populasi Ternak Sapi Potong
di Kabupaten Tebo Tahun 2022. Tebo
Dirgahayu, F. F., M. Hartono, P. E. Santosa (2015). Conception Rate pada Sapi
Potong di Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan. (Jurnal)
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu. 3(1): 7-14.
Fanani, S., Y.B.P Subagyo, dan Lutojo. 2013. Kinerja Reproduksi sapi perah
peranakan Friesian Holstein (PFH) di Kecamatan Pudak, Kabupaten
Ponorogo. (Skripsi) Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret.
Surakarta.
Firdaus, A. A., 2009. Domestikasi Sapi Madura. (Jurnal) Universitas Brawijaya.
Malang.
Hardjopranjoto, 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Airlangga University Press.
Surabaya.
Herawati, T., Anneke Anggraeni., Lisa Praharani., Dwi Utami., dan Argi Argiris.
2012. Peran Inseminator Dalam Keberhasilan Inseminasi Buatan Pada Sapi
Perah. (Jurnal) Hasil Penelitian Balai Penelitian ternak. Bogor.
Kutsiyah, F., Kusmartono, dan Trinil Susilawati. 2003. Studi Komparatif
Produktivitas antara Sapi Madura dan Persilangannya dengan Limousin di
Pulau Madura. (Jurnal) JITV 8(2): 98-106.
Maryani. 2016. Analisis Tingkat Keberhasilan Dan Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Teknik Inseminasi Buatan Pada Sapi Potong Di Kab.
Bantaeng (skripsi). Uin Alauddin Makassar.
Partodihardjo, S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta: PT. Mutiara Sumber
Widya.

11
12

Royse, David., Thyer, Bruce A., Padgett, Deborah.K., Logan, TK., 2006, Program
Evaluation, an Introduction, Fourth Edition, Belmont USA : Thomson
Brooks/Cole.
Sugeng, Y.B. 2006. Beternak Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sugiyono, 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta: Bandung.
Sugiyono, 2014. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Alfabeta: Bandung.
Sugoro, I. 2009. Pemanfaatan Inseminasi Buatan Untuk Meningkatkan
Produktifitas Sapi. Bandung: Kajian Bioetika Institut Teknologi Bandung.
Susilawati. 2011. Inseminasi Buatan dengan Spermatozoa Beku Hasil Sexing
pada Sapi.(Jurnal) Makalah Dipresentasikan Pada Kongres I Perkumpulan
Teknologi Reproduksi Indonesia (PATRI) Dempasar Bali.
Thalib, C. dan A.R. Siregar. 1999. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pertumbuhan Pedet Pernakan Ongole dan Crossbred-nya dengan Bos
Indicus dan Bos Taurus dalam Pemeliharaan Tradisional. Prosiding.
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, Bogor, 12 Desember 2023
.Hlm. 200-207
Toelihere, M.R., 1985. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa. Bandung.
Vandeplassche, M. 1992. Reproductive Efficiency in Cattle: A Guideline For
Projects in Developing Countries. Food and Agriculture Organization of
the United Nation. Rome.
Yultanto, C.A., T. Susilowati dan M.N. Ihsan. 2014. Penampilan Reproduksi sapi
Peranakkan Ongole dan sapi Peranakan Limousin dikecamatan Sawo
Kabupaten Ponorogo dan Kecamatan Tugu Kabupaten Trenggalek. Jurnal
Ilmu-ilmu Peternakan, 24(2): 49-57

12
13

LAMPIRAN

Tabel Data Ternak Sapi Simmental Kecamatan Rimbo Ilir

NO Nama Desa Jumlah Ternak Jantan(ekor) Betina


1 Rantau Kembang - - -
2 Giriwinangun 7 1 6
3 Giri mulyo - - -
4 Sumber Agung 5 2 3
5 Sari Mulya 1 - 1
6 Sari Mulyo - - -
7 Giri Purno - - -
8 Pulung Rejo 13 5 8
9 Karang Dadi 8 3 5
10 Sido Rejo - - -

13

Anda mungkin juga menyukai