Tiara Destia Ramadhan-Fst
Tiara Destia Ramadhan-Fst
Skripsi
Oleh:
NIM. 11150970000020
Skripsi
Oleh:
Menyetujui,
Mengetahui,
Ketua Program Studi Fisika
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN
Menyetujui,
Penguji I, Penguji II,
Mengetahui,
Prof. Dr. Lily Surraya Eka Putri, M.Env.Stud. Tati Zera, M.Si.
NIP. 19690404 200501 2 005 NIP. 19690608 200501 2 002
ii
LEMBAR PERNYATAAN
1. Skripsi ini merupakan karya saya yang dibuat untuk memenuhi salah satu
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil dari karya saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
Hidayatullah Jakarta.
NIM: 11150970000020
iii
ABSTRAK
iv
ABSTRACT
In this research, Ti-6Al-7Nb alloys which are applied as dental implants was
studied. Casted Ti-6Al-7Nb alloys heat treatment including solution treatment at
850ºC, 970ºC and 1050ºC in one hour. After that, it was quenched in the argon gas
until room temperature and reheated at 550ºC for 4 hours. There are two variation
of Ti-6Al-7Nb alloys which are given heat treatment and not. Heat treatment
process was performed with variation in temperature 850ºC, 970ºC and 1050ºC.
from microstructure observation it was known that the largest grain size was given
by sample without heat treatment and the grain size increased as solution treatment
temperature increased. From characterization using XRD (X-Ray Diffraction)
showed that the sample had two phases (α and β) with hexagonal close packed
(HCP) and body centered cubic (BCC) crystal structure. Meanwhile mechanical
properties testing of Ti-6Al-7Nb alloys showed the highest test value which were
given solution treatment at 850ºC with the lowest corrosion at 970ºC.
v
KATA PENGANTAR
SWT, Tuhan semesta alam atas rahmat dan karunia-Nya yang berlimpah sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini. Tak lupa shalawat dan salam
Laporan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat wajib guna memperoleh gelar
Sarjana Sains (S.Si.) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang
Penelitian dan tugas akhir ini dapat berjalan dengan baik karena fasilitas dan
dukungan dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta serta dukungan
dari Pusat Teknologi Material BPPT, tentu tak lepas pula dari pengarahan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Maka penulis mengucapkan rasa hormat dan terima
kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu, diantaranya sebagai berikut:
a. Orang tua yaitu Mama Marini Yusliyanti dan Bapak Agus Salim, Kakak
Ayers, Indira, beserta keluarga besar sebagai pendukung utama yang telah
b. Bapak Arif Tjahjono, MT, M.Si selaku pembimbing di program studi Fisika
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah bersedia memberikan arahan dan
vi
c. Bapak Dr. I Nyoman Jujur, M. Eng selaku pembimbing di PTM-BPPT yang
Isnanita Admi, Diah Eka Savitri, Adelia Citra Hasanah, Qonita Sarah dan
Agilia Gunawan, Sita Sarah Aisyiyah, Sindy Fajar Alfipah yang selalu
f. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya laporan ini yang tidak
Penulis telah berusaha menyusun laporan tugas akhir ini dengan sebaik-
tugas akhir ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa yang akan datang, dan penulis tetap berharap agar laporan ini
akan memberikan manfaat bagi para pembaca. Kritik serta saran yang membangun
tiara.ramadhan27@gmail.com.
Penulis
vii
DAFTAR ISI
viii
3.3. Diagram Alir Penelitian ……………………………………….. 32
3.4. Variabel Penelitian……………………………………............... 33
3.5. Tahapan Penelitian …………………………………………….. 33
3.6. Karakterisasi Sampel …………………………………….......... 38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………….. 43
4.1. Hasil Pengamatan Struktur Mikro …………………………….. 43
4.2. Hasil Pengujian Sifat Mekanik ………………………………... 52
4.3. Hasil Pengujian Ketahanan Korosi ……………………………. 54
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………... 56
5.1. Kesimpulan ……………………………………………………. 56
4.2. Saran …………………………………………………………... 57
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 58
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
xi
Gambar 3.11 Proses pengujian korosi: a) Zahner Zennium dan media
analisis Thalles XT, b) Rangkaian elektorda ………………. 42
Gambar 3.12 Rangkaian kabel penghubung antara arus dan sampel untuk
pengujian korosi ……………………………………………. 42
Gambar 4.1 Hasil pengujian metalografi sampel Ti-6Al-7Nb tanpa
solution treatment ……………………………………………. 43
Gambar 4.2 Hasil pengujian metalografi sampel Ti-6Al-7Nb yang diberi
Temperatur Solution Treatment 850ºC ……………………... 44
Gambar 4.3 Hasil pengujian metalografi sampel Ti-6Al-7Nb yang diberi
Temperatur Solution Treatment 970ºC ……………………... 44
Gambar 4.4 Hasil pengujian metalografi sampel Ti-6Al-7Nb yang diberi
Temperatur Solution Treatment 1050ºC …………………....... 44
Gambar 4.5 Grafik hubungan antara ukuran butir dengan variasi
temperatur solution treatment paduan Ti-6Al-7Nb ………….. 45
Gambar 4.6 Hasil pengujian metalografi sampel Ti-6Al-7Nb tanpa
solution treatment dengan perbesaran 500x …………………. 46
Gambar 4.7 Hasil pengujian metalografi sampel Ti-6Al-7Nb yang diberi
temperatur solution treatment 850ºC dengan perbesaran 500x
……………………………………………………………... 46
Gambar 4.8 Hasil pengujian metalografi sampel Ti-6Al-7Nb yang diberi
temperatur solution treatment 970ºC dengan perbesaran 500x
………………………………………………………………... 47
Gambar 4.9 Hasil pengujian metalografi sampel Ti-6Al-7Nb yang diberi
temperatur solution treatment 1050ºC dengan perbesaran
500x…………………………………………………………... 47
Gambar 4.10 Grafik pola difraksi XRD dari sampel paduan Ti-6Al-7Nb ... 50
Gambar 4.11 Diagram persentase intensitas fase α dan fase β paduan Ti-
6Al-7Nb ……………………………………………………. 51
Gambar 4.12 Grafik hubungan antara nilai kekerasan dengan variasi
temperatur solution treatment paduan Ti-6Al-7Nb ………... 52
Gambar 4.12 Grafik polarisasi Tafel paduan Ti-6Al7-Nb ………………... 55
xii
BAB I
PENDAHULUAN
kesehatan gigi dan mulut, membuat implan gigi menjadi pertimbangan sebagai opsi
untuk mengganti gigi yang rusak atau hilang. Kasus kehilangan gigi disebabkan
oleh berbagai faktor antara lain kasus penyakit pada gigi seperti karies, abses,
mengunyah pada seseorang yang kehilangan gigi akan menurun, apabila tidak
segera mengganti giginya yang hilang maka akan menyebabkan bagian gigi lainnya
akan turut rusak bahkan hilang, selain itu akan menurunkan kepercayaan diri orang
tersebut. Estetika dan kenyamanan sangat ditekankan pada pemasangan implan gigi
tersebut, maka dari itu masih terus dikembangkan implan gigi yang aman untuk
kesehatan melihat implan tersebut digunakan dalam jangka waktu yang lama [1].
Berdasarkan penelitian dan uji klinis beberapa desain implan gigi telah
dunia medis membutuhkan dukungan teknologi bahan yang tinggi, dimana bahan
yang tepat untuk digunakan sebagai aplikasi biomedis disebut biomaterial. Menurut
1
Logam merupakan salah satu material biomedis yang memiliki sifat mekanik
seperti kekuatan, kekerasan, keuletan, ketahanan korosi, serta ketahanan retak lebih
merupakan salah satu material yang paling banyak digunakan dalam aplikasi
sifatnya yang unggul dibandingkan material lain. Namun, titanium murni dianggap
tinggi guna menggantikan jaringan keras [4]. Titanium yang digunakan untuk
implan gigi dapat berupa titanium murni maupun paduan titanium, namun biasanya
Penggunaan titanium murni dan paduan titanium untuk aplikasi gigi telah
berkembang secara signifikan sejak dipublikasikan secara umum pada tahun 1977.
Logam ini dapat digunakan untuk semua logam dan logam-keramik prostesis serta
untuk implan ataupun kerangka gigi tiruan sebagian yang dapat dilepas. Titanium
memperoleh perlindungan korosinya dari film oksida pasif yang tipis (sekitar
untuk restorasi gigi yang diproduksi dengan prostesis [6]. Prostesis itu sendiri
merupakan alat bantuan yang menyerupai bentuk bagian tubuh yang hilang atau
2
Dibutuhkan paduan titanium untuk memenuhi karakteristik implan dengan
sifat mekanik terbaik, maka dari itu terciptalah paduan titanium α+β yang umum
membebaskan ion-ion logam yang berpotensi sebagai racun. Selain itu, kandungan
vanadium dalam Ti-6Al-4V merupakan unsur yang bersifat toxic sehingga dapat
kemudian disubtitusi dengan niobium ataupun ferum sehingga muncul dua jenis
Dalam penelitian ini digunakan material Ti-6Al-7Nb sebagai sampel uji coba
untuk pembuatan implan gigi, dimana titanium dipadukan dengan aluminium dan
niobium untuk mendapatkan sifat mekanik yang optimal. Paduan titanium Ti-6Al-
7Nb diberikan pelakuan panas berupa temperatur solution treatment yang bervariasi
yaitu 850 ºC, 970ºC, dan 1050ºC serta dilakukan aging selama 4 jam. Pada paduan
tersebut belum diketahui struktur mikro, jenis fase serta sifat mekanik yang dimiliki
treatment padan Ti-6Al-7Nb terhadap struktur mikro, sifat mekanik serta ketahanan
3
1.2 Perumusan Masalah
diberi solution treatment dan paduan yang diberi variasi temperatur solution
treatment pada 850ºC, 970ºC, dan 1050ºC dengan aging 4 jam untuk aplikasi
berbeda tersebut?
berbeda tersebut?
berikut:
4
4. Pengujian ketahanan korosi menggunakan larutan artificial saliva sebagai
Adapun tujuan dari penelitian Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:
dengan variasi sampel yang tidak diberikan solution treatment dan yang telah
diberikan variasi temperatur solution treatment mulai dari temperatur 850 ºC,
kekerasan dan ketahanan korosi dari paduan Ti-6Al-7Nb yang akan dijadikan
sebagai implan gigi. Melalui penelitian ini pula diharapkan menjadi acuan untuk
sehingga pengunaannya lebih aman jika digunakan dalam jangka waktu yang lama
ataupun permanen.
5
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini menjelaskan topik yang menjadi landasan teori penelitian
yang meliputi titanium, karakteristik implan gigi, temperatur solution treatment dan
waktu aging, centrifugal casting, serta prinsip kerja dari alat karakterisasi.
penelitian, peralatan dan bahan penelitian, diagram alir penelitian dan prosedur
penelitian.
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hasil dan pembahasan data
berdasarkan data yang telah diperoleh dari hasil pengujian seperti pengujian
metalografi, uji kekerasan, uji ketahanan korosi, dan karakterisasi x-ray diffraction.
Bab ini berisi kesimpulan yang diperoleh dari semua hasil penelitian yang
menjawab tujuan dilakukannya penelitian dan juga berisi saran untuk penelitian
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
menggantikan fungsi jaringan hidup yang telah rusak [2]. Material yang digunakan
sebagai aplikasi biomedis harus memiliki tingkat kekuatan serta ketangguhan yang
optimal, biokompatibel, dan stabil secara kimiawi, karena implan tersebut akan
menghadapi lingkungan yang agresif di mulut dengan pH air liur bervariasi mulai
dari 5,2 hingga 7,8. Klasifikasi utama implan gigi adalah implan endosseous yang
Logam merupakan salah satu biomaterial yang paling sering digunakan untuk
material jaringan keras yang rusak. Logam yang paling sering digunakan adalah
7
paling tinggi karena adanya lapisan oksida yang terbentuk pada permukaan titanium
[10].
(seperti panjang, diameter, bentuk dan permukaan), faktor tulang, dan proses
pembedahan. Namun tidak semua bahan dapat diadikan implan, karena implan itu
sendiri dianggap benda asing dalam tubuh. Tubuh menganggap semua logam yang
ditanamkan sebagai logam yang tidak normal, dimana logam tersebut berkontak
pada pembentukan antigen. Reaksi ini dapat menimbulkan toksik pada sel yang
dapat menghambat pertumbuhan dan fungsi sel. Misalnya sel-sel fibroblas dan
osseointegrasi pada implan [11]. Kekuatan dan Modulus Young dari paduan
titanium adalah sifat material yang sangat penting untuk daya tahan jangka
Titanium murni dan paduan titanium yang banyak digunakan untuk aplikasi
implan memiliki Modulus Young sekitar 110 GPa, nilai tersebut lebih kecil
digunakan sebagai perangkat implan ortopedik yaitu sekitar 180 GPa dan 210 GPa.
Namun nilai Modulus Young yang dimiliki titanium dan paduannya tetap lebih
tinggi dibanding Modulus Young tulang dan dentin yang hanya sekitar 20 hingga
8
80 GPa, untuk itu upaya terus dilakukan untuk memodifikasi paduan titanium tanpa
kerugian yaitu kekuatan yang rendah, sulit dalam proses pemolesan, dan daya tahan
aus yang buruk, karena itu titanium murni komersial tidak cukup untuk aplikasi
stress tinggi seperti untuk implan dalam jangka panjang [14]. Paduan titanium Ti-
yang kekuatannya lebih tinggi dan ketahanan korosi yang mencukupi, diketahui
pula bahwa penguraian titanium secara kimia sangat rendah sehingga memiliki sifat
osseointegrasi yang baik. [15]. Namun, paduan titanium Ti-6Al-4V dirasa kurang
paduan titanium Ti-6Al-7Nb yang telah dievaluasi sebagai paduan baru untuk
aplikasi implan gigi. Dalam hal ini niobium (Nb) menunjukan efek yang mirip
dengan vanadium (V) dalam menstabilkan fase beta dalam sistem biner yang
Titanium diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu titanium murni dan paduan
Titanium (Ti) merupakan unsur kimia pada golongan 4 dan periode IVa
dalam table periodik dengan nomor atom 22. Titanium termasuk kedalam logam
transisi yang memiliki warna putih kelabu dan berkilau, sifatnya yang kuat seperti
9
baja tetapi lebih ringan dari pada baja (sekitar 45% lebih ringan). Titanium stabil
hingga suhu 400ºC, ketahanan korosi yang tinggi, memiliki berat jenis sebesar 4,5
kg/dm3, serta titik leleh sebesar 1660ºC [17]. Titanium digunakan sebagai unsur
pemurni pada baja serta sebagai bahan paduan dengan aluminium dan logam
lainnya. Titanium memiliki sifat biokompatibel yang baik untuk aplikasi dibidang
medis yang dijadikan implan tulang, dimana logam titanium dapat diterima oleh
tubuh manusia jika dipasangkan didalam tubuh dan tidak menyebabkan inflamasi
[18].
struktur kristal hexagonal close packed (HCP) dan body centered cubic (BCC).
Pada struktur kristal Titanium murni, pada suhu kamar membentuk struktur kristal
HCP yang disebut sebagai fase alfa (α) dan stabil sampai temperatur 882ºC sebelum
struktur kristalnya berubah, sedangkan pada suhu 883ºC sampai batas titik lelehnya
(1660ºC) berubah menjadi struktur kristal BCC yang dikenal sebagai fase beta (β)
[19].
10
Pada temperatur tinggi titanium akan membentuk oksida, nitrida atau
menyebabkan ketahanan korosi dari titanium dan paduannya menjadi lebih baik
[21].
demikian dapat terbagi menjadi dua yaitu α-stabilisator dan β-stabilisator. Fase α
(Ga), oksigen (O), nitrogen (N), dan karbon (C) [22]. Elemen-elemen ini dapat
menaikan suhu transformasi dan memungkinkan fase α tetap stabil bahkan pada
suhu yang lebih tinggi, dengan demikian elemen tersebut dikenal dengan α-
memberikan kekuatan yang tinggi pada temperatur yang tinggi. Suhu transformasi
dapat dikurangi dan jumlah fase β dapat meningkat pula dengan menambahkan
elemen-elemen seperti vanadium (V), molibdenum (Mo), niobium (Nb), besi (Fe),
kromium (Cr), dan lain-lain yang dikenal sebagai β-stabilisator yang terbagi
11
dari α menjadi β disebut β transus, setiap paduan titanium memiliki β transus yang
berbeda, sebagai contoh β transus untuk titanium murni yaitu 910ºC ± 15º dan
untuk Ti-6Al-7Nb yaitu pada 1010ºC ± 20º [17]. Secara garis besar paduan
titanium terbagi menjadi tiga kategori yaitu tipe α, tipe β, dan tipe α+β.
struktur kristal HCP dan merupakan salah satu jenis dari paduan titanium
pengerjaan panas.
12
transformasi dari fase β ke fase α pada pendinginana dengan suhu yang lebih
rendah, paduan ini memiliki kekerasan dan keuletan yang baik. Penstabil β
kombinasi stabilisator α dan β. Sifat paduan tipe ini dapat dikontrol melalui
yang seimbang dan ketahanan korosinya yang tinggi membuat paduan ini
13
mendekati suhu kritis. Paduan titanium tipe ini dapat ditingkatkan sifat
Secara umum, paduan titanium tipe α lebih kuat tetapi kurang ulet
dibandingkan dengan tipe β. Sedangkan paduan titanium tipe α+β memiliki sifat
mekanik yang berada diantar tipe α maupun tipe β [12]. Titanium memiliki
ketahanan korosi yang sangat baik, ringan dan kuat sehingga sangat menjanjikan
sistem pengecoran yang tepat, karena titik leleh kereaktivitasan oksidasi yang tinggi
titanium memiliki tiga jenis mesin yaitu pengecoran dengan tekanan vakum satu
14
dibandingkan kedua mesin lainnya yang meninggalkan impuritas paling sedikit
digunakan dalam pengobatan sendi panggul buatan, fixator tulang belakang hingga
implan gigi [25]. Paduan tersebut telah dikembangkan sebagai pengganti untuk
menunjukan toksisitas yang kuat. Paduan Ti-6Al-7Nb yang telah dibuat dengan
penstabil β [26]. Sama halnya dengan titanium murni, paduan Ti-6Al-7Nb memiliki
dua fase yaitu membentuk fase α heksagonal (distabilkan dengan aluminium) dan
mengarah ke ambrittlement tinggi [22]. Berikut ini merupakan komposisi kimia dari
Element C N O Al Nb Ta Fe H V Ti
Weight
0.015 0,0087 0.190 6.280 7.235 <0.50 0.190 0.001 - basis
(%)
15
Paduan Ti-6Al-7Nb menunjukan kepasifan yang lebih tinggi dibandingkan
Nb ke dalam matriks TiO2 [29]. Suhu transformasi α menjadi β pada paduan Ti-
6Al-7Nb ialah antara 1010ºC hingga 1020ºC, dan untuk meningkatkan sifat
7
Persen Massa Nb
Gambar 2. 3 Diagram fase paduan titanium [30].
memiliki β transus sekitar 1010ºC (1283K) termasuk kedalam paduan titanium tipe
α+β, dimana dapat membentuk dua jenis struktur kristal yaitu HCP (heksagonal)
16
2.4. Perlakuan Panas
Akan tetapi paduan tersebut masih memiliki nilai modulus elastisitas yang tinggi
sekitar 110 Gpa, sehingga perlu dilakukan perawatan panas (solution treatment)
elemen penstabil fase β yang dapat menurukan modulus elastisitas. [31]. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Wang dkk, proses solution treatment yang diberikan
pada paduan Ti-5Al-2Fe-3Mo yang merupakan paduan tipe α+β yaitu dengan
fraksi fase β yang dapat menurunkan modulus elastisitas [32]. Titanium dan
keuletan yang optimal, struktur yang stabil, serta mengurangi tegangan sisa yang
terjadi ketika proses fabrikasi [33]. Namun, perlakuan panas yang umum digunakan
untuk paduan titanium α+β ialah age hardening dan annealing yang akan secara
dilakukan terbagi menjadi dua yaitu temperatur solution treatment dan aging.
pada suhu sedikit diatas atau sedikit dibawah suhu β transus, tergantung pada jenis
paduannya. Pemilihan suhu solution treatment paduan tipe α -beta didasarkan pada
17
treatment dilakukan pada suhu 25ºC-85ºC dibawah suhu β transusnya. Jika
dilakukan diatas β transusnya, maka sifat tarik paduan α+β (terutama keuletannya)
berkurang dan tidak dapat sepenuhnya dipulihkan dengan perlakuan termal lainnya
[34].
dalam paduan tipe α+β yang distabilkan beta lemah, pedinginan cukup
menggunakan air, media pendinginan yang paling sering digunakan ialah air, oli,
dan gas. Quenching hanya akan memperjelas struktur lamelar, tetapi struktur
paduan titanium untuk meningkatkan nilai kekuatannya ialah aging. Aging biasanya
dilakukan dalam kisaran suhu 480ºC-600ºC. Namun proses aging harus disesuaikan
dengan paduan titanium tersebut, apabila paduan mengalami over aging, kekuatan
Menurut Ajeel dkk. setelah satu jam, specimen didinginkan pada berbagai tingkat,
pendinginan air, pendinginan udara dan pendinginan lambat pada tungku. Semua
perlakuan panas dilakukan dalam suasana argon inert, specimen yang didinginkan
dengan air maupun dengan udara, dilakukan penuaan (aging) di tungku udara
terbuka pada suhu 550ºC selama 4 jam [35]. Sedangkan, menurut penelitian yang
18
quenching dengan air sebagai media pendinginnya dan kemudian dilakukan aging
pada suhu 500ºC selama 4 jam [36]. Berikut ini merupakan proses heat treatment
Gambar 2. 4 Skema proses perlakuan panas (heat treatment) untuk paduan Ti-6Al-4V [36].
dilakukan untuk paduan tipe α dan tipe α+β dalam kisaran 650ºC-790ºC. perlakuan
panas ini harus sepenuhnya menghasilkan bagian yang bebas dari tegangan.
dimensi dan termal, serta ketahanan mulur. Umumnya annealing terbagi menjadi
empat, yaitu mill annealing, duplex annealing, recrystallization annealing, dan beta
annealing[37].
Struktur mikro dari paduan titanium sangat dipengaruhi oleh pemrosesan dan
solution treatment maka membuat butiran α primer semakin besar [30]. Hal tersebut
19
juga diperkuat dengan penelitian Cheng-li dkk, yang menunjukan bahwa solution
kekuatannya berkurang [5]. Struktur mikro suatu paduan dapat diubah dari equaxial
melalui struktur mikro bi-modal menjadi struktur mikro fully lamellar. Untuk
pengaplikasian implan diharapkan struktur yang terbentuk ialah fully lamellar, hal
tersebut dikarenakan struktur fully lamellar memberikan sifat mekanik yang baik
dibawah beta transus dan struktur beta pun berkembang [39] . Paduan titanium
paduan titanium dua fase (tipe α+β), dimana terdapat dua jenis struktur mikro yang
[40]. Struktur mikro bi-modal yang terbentuk membuat material memiliki kekuatan
luluh, kekuatan tarik, kekuatan tarik, daktilitas, serta ketahanan lelah yang baik.
retak dan ketangguhan yang baik. Untuk mendapatkan sifat mekanik yang lebih
spesifik, perlu diperhatikan parameter seperti ukuran butir fase β, ukuran koloni
Secara umum, struktur α terbagi menjadi dua yaitu α primer yang terbentuk
ketika proses pengerjaan panas dan α sekunder yang terbentuk dari transformasi β
20
lamellar menjadi lebih halus. Struktur fully lamellar α saat diberi perlakuan panas
Gambar 2. 5 Struktur mikro Ti-6Al-7Nb yang diberi perlakuan panas [42], [43].
Menurut Cahya Sutowo, struktur mikro pada paduan titanium α+β akan
membentuk dua gradasi warna, warna yang lebih terang (putih) merupakan butir α,
sedangkan bagian warna yang lebih gelap (hitam) merupakan butir β. Bagian
berwarna putih berbentuk seperti jarum yang pipih merupakan butir α sekunder[30].
mikro permukaan sampel dapat diketahui dengan pengujian metalografi yang dapat
sampel dipreparasi agar sesuai dengan standar material uji. Beberapa langkah yang
polishing, serta pengetsaan atau etching [44]. Larutan yang digunakan untuk
pengetsaan disesuaikan dengan jenis material ujinya, untuk paduan titanium dapat
21
menggunakan larutan etsa Dix Keller Reagen. Larutan tersebut dapat mengikis
permukaan material sehingga dapat terlihat struktur mikro seperti batas butir yang
untuk mengetahui struktur fase yang terbentuk dari paduan titanium tersebut. Pada
paduan titanium, fase α atau α’ dan fase β akan meningkat setelah diberikan
perlakuan panas (solution treatment). Peningkatan pada fase β terjadi karena proses
pemanasan diatas suhu β transus dalam wilayah fase β, sehingga fase α menurun
22
Gambar 2.6 menunjukan pola XRD sebelum dan sesudah dilakukan solution
Pergeseran ini terjadi karena unsur interstitial dan subtitusi pada struktur kristal
yang mengubah parameter kisi pada kristal. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Alfirano dkk, intensitas fase α tertinggi pada suhu 850ºC karena suhu pemanasan
ke fase β [45].
Gambar 2. 7 Grafik hubungan antara intensitas fase dan modulus elastisitas dengan perlakuan
panas paduan Ti-6Al-6Mo [45].
dengan semakin tinggi suhu solution heat treatment maka semakin banyak fase α
23
2.6. Sifat Mekanik
Sifat mekanik dari suatu material merupakan kriteria penting yang harus
itu sendiri. Struktur mikro dari paduan menjadi salah satu faktor yang dapat
pemvariasian proses perlakuan panas ataupun perawatan termo mekanis dan dapat
diketahui dengan beberapa pengujian yang dilakukan seperti uji kekerasan, uji tarik,
adalah tes penting dan banyak digunakan untuk tujuan mengevaluasi dengan cepat
sifat mekanik dari logam monolitik, padanan paduannya, dan bahkan bahan
dibandingkan tes-tes lainnya dan dikategorikan sebagai tes yang tidak merusak
material. Uji kekerasan terbagi menjadi tiga jenis yaitu Vickers, Brinell, dan
Vickers[41].
Nilai kekerasan berkaitan dengan struktur mikro suatu material, dimana pada
paduan titanium α+β, kekerasan fase α lebih tinggi dibanding fase β. Dengan
dengan kekerasan pada fase lain. Aspek penting yang berkontribusi dengan
24
memungkinkan pembentukan struktur yang teratur dan kekuatan serta kekerasan
yang lebih tinggi pada suhu kamar, tetapi dengan daktilitas (keuletan) yang lebih
rendah. Beberapa variable seperti fase paduan (α, β, dan α+β). Suhu perawatan
ataupun metode pendinginan dibidang fase α+β atau β dapat menentukan sifat
mekanik dari paduan titanium [48]. Ukuran butir yang kecil atau halus akan
memiliki grain boundaries (batas butir) yang banyak pula, batas butir dapat
menghambat difusi atom dan gerak dislokasi sehingga deformasi material akan sulit
terjadi, dengan kata lain semakin kecil atau banyak batas butir maka material
tersebut akan semakin kuat [49]. Paduan titanium umumnya menunjukan kekerasan
yang jauh lebih tinggi dibanding dengan paduan aluminium, mendekati kekerasan
paduan baja yang dipanaskan. Ketika dipadukan dan diberi perlakuan panas,
titanium dapat mencapai kekerasan di kisaran 250 hingga 500 HVN [33]. Berikut
ini merupakan perbandingan nilai kekerasan pada titanium dan paduan titanium
Korosi merupakan salah satu hal yang mempengaruhi sifat mekanik suatu
material haruslah diperhatikan dalam pemilihan material implan yang sesuai dilahat
dari tempat implan tersebut diletakan. Korosi dapat diartikan dengan terlepasnya
ion dari paduan karena kecenderungan unsur-unsurnya untuk kembali pada bentuk
25
aslinya. Jika bereaksi dengan air, titanium akan membentuk titanium oksida dan
dengan sesuatu yang ada didalam rongga mulut, serta saliva yang menjadi
korosi bahkan diseluruh cairan dan jaringan dalam tubuh. Ketahanan korosi yang
Lapisan oksida bertindak sebagai film pasif secara elektrokimia dan menghambat
terdaftar sebagai bahan implan dalam standar ASTM F13684 yang cukup diminati
studi rinci yang menunjukan bahwa paduan Ti-6Al-4V memiliki efek buruk yaitu
dan ion vanadium dari paduan tersebut. Dalam paduan Ti-6Al-4V, vanadium pada
lapisan oksida yang bertindak sebagai film pasif akan larut serta vanadium yang
bagi tubuh mannusia. Toksisitas vanadium telah mendorong pencarian bahan untuk
Zr, Ta, Sn, Pd dengan berbagai persentase. Contoh paduan titanium yang
26
meningkatkan film pasif yang stabil di lingkungan tubuh sehingga mengarah pada
mekanik, termal, dan listrik, secara substansial akan mengurangi daya tahan dengan
efek negatif pada karakteristik fungsional dan estetika dari implan. Dengan terpapar
reaksi kimia atau elektrokimia daerah sekitarnya, lapisan luar dan dalam dari
Air liur memiliki peran elektrolit dalam mulut. Air liur adalah media korosif yang
peningkatan potensi korosi saliva terjadi [53]. Pengujian laju korosi pada implan
gigi dapat dilakukan dengan menggunakan larutan elektrolit yang ada disekitar
tempat pemasangan implan. Saliva buatan atau larutan artificial saliva berperan
sebagai larutan penyangga atau sebagai pengganti fungsi saliva yang ada didalam
rongga mulut yang memiliki pH sebesar 6,7 dengan komposisi campuran pada tabel
Material yang dipilih untuk aplikasi prostetik harus bersifat pasif sehingga
memiliki laju korosi yang lebih rendah dibandingkan dengan logam lain yang lebih
27
reaktif seperti seng, magnesium, ataupun vanadium yang akan mengalami korosi
Salah satu metode penilaian korosi pada paduan titanium yang lebih
tingkat kerentanan korosi dengan memplot hubungan antara potensial listrik dan
elektrokimia dari paduan titanium [56]. Berikut ini merupakan contoh grafik
polarisasi Tafel paduan Ti-Nb-Zr yang merupakan paduuan titanium tipe α+β
Gambar 2. 8 Kurva Tafel uji korosi paduan Ti-Nb-Zr menggunakan larutan artificial saliva dan
SBF (Simulated Body Fluid) [57].
Sumbu vertical adalah potensial listrik dan sumbu horizontal adalah logaritma
arus absolut, sedangkan garis lengkung merupakan arus total antara jumlah arus
anodik dan katodik. Titik tajam dalam kurva merupakan titik dimana arus
membalikan polaritas ketika reaksi berubah dari anodik menjadi katodik atau
28
sebaliknya. Selanjutnya kurva polarisasi katodik dan kurva polarisasi anodik
diekstrapolasi dan titik perpotongannya menampilkan nilai Ecorr dan icorr. Nilai Ecorr
merupakan potensial sirkuit terbuka dari logam dalam lingkungan cairan dan nilai
icorr yang mempengaruhi laju korosi. Nilai arus korosi dapat diperoleh dari
pegukuran sel galvanic dan polarisasi, termasuk ekstrapolasi Tafel atau pengukuran
melintasi area yang digunakan dalam perhitungan ini. Perhitungan ini dapat
𝐼𝑐𝑜𝑟𝑟
𝑖𝑐𝑜𝑟𝑟 = , (2.1)
𝐴
dimana:
𝑖𝑐𝑜𝑟𝑟
𝐶𝑅 = 𝐾 𝐸𝑊, (2.2)
𝜌
dimana:
𝐸𝑊 = berat ekivalen
29
Berikut ini merupakan tabel nilai konstanta dalam perhitungan laju korosi
Penetration
Rate Unit Icor Unit ρ Unit K1 Units of K1
(CR)
mpy µA/cm2 g/cm3 0.1288 mpy g/µA cm
mm/yrB A/m2B kg/m3B 327.2 mm kg/A m y
mm/yrB µA/cm2 g/cm3 3.27 x 10-3 mm g/µA cm y
30
BAB III
METODE PENELITIAN
Aplikasi Implan Gigi” dilakukan pada Februari 2019 hingga Agustus 2019
abrasive cutting Metkon Micracut 152, mesin grinding dan polishing Struers
Lutron 222, magnetic stirrer, hairdryer, hot plate, lemari asam, gelas breaker,
spatula, termometer, kabel, selotip, double tape, kertas amplas SiC dengan grid 100
mesh, 240 mesh, 320 mesh, 500 mesh, 600 mesh, 800 mesh, 1000 mesh, 1200 mesh,
hardness Vickers test Struers DuraScan 20, mikroskop optik Hirox KH-8700 3D,
Selain peralatan diatas, ada pula bahan yang digunakan untuk menunjang
penelitian ini diantaranya adalah sampel Ti-6Al-7Nb dimana terdapat empat jenis
sampel uji Ti-6Al-7Nb yaitu sampel tanpa diberi solution treatment (As-cast) dan
31
sampel yang diberi variasi temperatur solution treatment berbeda-beda yaitu 850ºC,
970ºC, 1050ºC, larutan etsa Dix Keller Reagent, larutan Artificial Saliva.
Pada penelitian ini meliputi beberapa tahapan, yaitu persipan sampel uji yang
telah dipreparasi, karakterisasi sampel, dan analisis data. Berikut ini merupakan
Mulai
Pengujian Karakterisasi
metalografi XRD
Analisis data
Pembahasan
Kesimpulan
Selesai
32
3.4 Variabel Penelitian
(temperatur solution treatment) yang dilakukan pada empat sampel yang berbeda
yaitu sampel Ti-6Al-7Nb sampel tanpa diberi solution treatment (As-cast) dan
sampel yang diberi variasi temperatur solution treatment berbeda-beda mulai dari
850ºC, 970ºC, dan 1050ºC. Pada penelitian ini mengetahui struktur mikro melalui
test.
Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi persiapan sampel uji yang telah
yang telah di casting atau dicor diberikan heat treatment berupa solution treatment
pada suhu 850ºC, 970ºC, dan 1050ºC, kemudian sampel ditahan selama satu jam,
setelah itu diakukan proses quenching didalam gas argon hingga temperatur
ruangan dan kembali dipanaskan hingga temperatur 550ºC, proses heat treatment
akhir yang diberikan berupa aging pada pada waktu 4 jam, barulah sampel siap
dilakukan penelitian.
33
Setelah sampel telah dipreparasi, selanjutnya dilakukan persiapan sampel uji
dimulai dengan mempersiapkan sampel uji yang akan digunakan yaitu Ti-6Al-7Nb
yang terbagi menjadi 4 variasi antara lain paduan Ti-6Al-7Nb sampel tanpa diberi
solution treatment (As-cast) dan sampel yang diberi variasi temperatur solution
a b c d
dan aliran air pada mesin abrasive cutting, sehingga tidak membuat sampel tersebut
memanas yang dapat menyebabkan perubahan struktur mikro dari sampel tersebut.
34
Setelah sampel dipotong sesuai dengan standar yang diinginkan, kemudian
diperhatikan, jika konsentrasi hardener lebih besar maka hasil mounting akan lunak
dan sulit mengering, untuk penelitian ini perbandingan konsentrasi resin dan
a c
Gambar 3. 4 Proses mounting: a) EpoFix resin dan EpoFix Hardener, b) Sebelum mounting
grinding dan polishing secara manual menggunakan alat putar Struers Tegramin-
25. Proses grinding dilakukan secara manual menggunakan kertas amplas SiC
dengan grid 100 mesh, 240 mesh, 320 mesh, 500 mesh, dan 600 mesh yang
35
a b
Gambar 3. 5 Proses grinding dan polishing: a) Struers Tegramin-25 alat untuk grinding dan
polishing, b) Proses grinding dan polishing menggunakan kertas amplas SiC [dokumen pribadi].
pengamplasannya dilakukan selama kurang lebih 5 menit pada setiap gridnya. Hasil
grinding akan terlihat garis-garis tidak teratur pada sampel, untuk menghilangkan
secara manual pula menggunakan amplas SiC dengan grid 800 mesh, 1000 mesh,
1200 mesh selama kurang lebih 3 menit setiap gridnya. Proses pemolesan dilakukan
secara berulang hingga permukaan sampel sangat halus dan mengkilap seperti
cermin. Setelah permukaan sampel telah mengkilap barulah dapat dilakukan proses
titanium digunakan larutan etsa Dix Keller Reagent. Diperlukan beberapa bahan
untuk membuat larutan etsa antara lain 95 ml aquades, 2,5 ml HNO3, 1,5 ml HCl, 1
ml HF.
36
Seluruh larutan diukur menggunakan botol ukur, kemudian di
stirrer. Waktu pengetsaan juga harus benar-benar diperhatikan agar hasil struktur
mikro sesuai yang diharapkan, dalam penelitian ini pengetsaan dilakukan selama
permukaan sampel terlapisi oleh larutan etsa dan sampel harus segera dicuci dengan
mengkilap seperti cermin setelah dietsa berubah menjadi kasar, bertekstur, dan
keruh. Hal tersebut karena larutan Dix Keller Reagent bersifat asam kuat yang dapat
mengikis permukaan sampel. Permukaan sampel yang telah dietsa tidak boleh
tersentuh ataupun terkena kotoran agar tidak mempengaruhi hasil gambar ketika
a b
Gambar 3. 6 Hasil pengetsaan: a) Permukaan sampel seperti cermin setelah di grinding dan
polishing, b) Permukaan sampel keruh dan bertekstur setelah dietsa [dokumen pribadi].
37
pengujian ini merupakan non-destructive test, dimana tidak akan mempengaruhi
pengujian lain seperti pengujian kekerasan, uji x-ray diffraction (XRD), dan uji
ketahanan korosi. Pada pengujian korosi digunakan larutan artificial saliva atau
saliva buatan sebagai larutan penyangga atau pengganti fungsi saliva. Pengunaan
implan pada gigi yang secara langsung bersentuhan dengan saliva manusia, dengan
komposisi antara lain 4,9 gr NaHCO3, 4,0 gr Na2HPO4 • 7H2O, 0,285 gr KCl, 0,235
gr NaCl, 0,06 gr MgSO4 • 7H2O, 0,02 gr CaCl2, yang dilarutkan kedalam 500 ml
aquades.
a b c
kekerasan, uji x-ray diffraction (XRD), dan uji ketahanan korosi. Proses pertama
38
tahap akhir telah dilakukan, pengujian siap dilakukan. Berikut merupakan
secara berurutan.
a. Pengujian Metalografi
berupa bentuk butir dan batas butir. Mikroskop optik yang digunakan untuk
pengujian metalografi ini memiliki tiga jenis lensa perbesaran yaitu low,
medium dan high dengan hasil yang didapatkan berupa gambar struktur
b. Pengujian Kekerasan
5 HV dan pengambilan data sebanyak 10 kali setiap satu sampel, hasil yang
39
HVN. Alat yang digunakan untuk pengujian kekerasan Vickers yang
memiliki kekuatan pengujian mulai dari 0,1 N hingga 100 N dengan waktu
pengukuran sekitar 30 detik untuk satu kali penjejakan pada sampel. Alat
ini memiliki lensa objek mulai dari 10 kali, 20 kali, dan 40 kali dengan zoom
digital 2 kali. Hasil dari pengujian ini berupa gambar penjejakan identor dan
40
sehingga dapat diketahui secara detail informasi yang ada pada sampel
tersebut seperti struktur kristal, parameter kisi, ukuran rata-rata kristal, dan
lain-lain.
d. Pengujin Korosi
digunakan ketika proses polarisasi dan penilaian laju korosi yaitu luas
permukaan setengah sampel, jenis logam yang diuji dalam hal ini ialah
titanium, temperatur ruangan sebesar 33ºC, range potential, scan rate, serta
41
berupa kurva polarisasi Tafel dan laju korosi dalam satuan mg/year yang
a b
Gambar 3. 11 Proses pengujian korosi: a) Zahner Zennium dan media analisis Thalles
XT, b) Rangkaian elektorda [dokumen pribadi].
Gambar 3. 12 Rangkaian kabel penghubung antara arus dan sampel untuk pengujian korosi
[dokumen pribadi].
42
BAB IV
permukaan sampel Ti-6Al-7Nb yang dilihat dari bawah mikroskop optik HIROX
KH-8700 3D Digital dengan perbesaran 200 kali dan skala 600µm. Berikut ini
43
Gambar 4. 2 Hasil pengujian metalografi sampel Ti-6Al-7Nb yang diberi Temperatur Solution
Treatment 850ºC [dokumen pribadi].
Gambar 4. 3 Hasil pengujian metalografi sampel Ti-6Al-7Nb yang diberi Temperatur Solution
Treatment 970ºC [dokumen pribadi].
Gambar 4. 4 Hasil pengujian metalografi sampel Ti-6Al-7Nb yang diberi Temperatur Solution
Treatment 1050ºC [dokumen pribadi].
44
Hasil pengujian metalografi diatas dapat dihitung ukuran butir menggunakan
software imageJ. Berikut merupakan nilai ukuran butir pada setiap sampelnya
800
763,5
750
Ukuran Butir (µm)
704,5
700
640,3
650
600
573,2
550
As-cast ST 850 ST 970 ST 1050
Temperatur Solution Treatment (ºC)
Gambar 4. 5 Grafik hubungan antara ukuran butir dengan variasi temperatur solution treatment
paduan Ti-6Al-7Nb[dokumen pribadi].
butir terbesar berada pada sampel paduan Ti-6Al-7Nb yang tanpa diberi heat
treatment yaitu sebesar 763,5 µm, sedangkan ukuran butir terkecil berada pada
sampel paduan Ti-6Al7Nb yang diberi solution treatment pada suhu 850ºC yaitu
sebesar 573,3 µm. Grafik hubungan antara ukuran butir dengan variasi sampel Ti-
6Al-7Nb diatas dapat dilihat bahwa ukuran butir semakin membesar seiring
45
dengan meningkatnya temperatur solution treatment. Hal tersebut dikarenakan
solution treatment mengontrol stabilitas dari matriks dan ukuran butir, dimana
mikroskop optik berbeda untuk mengetahui lebih jelas struktur mikronya yang
dilakukan di B2TKS dengan perbesaran 500 kali. Berikut ini gambar struktur
Butir β
Butir α
Gambar 4. 6 Hasil pengujian metalografi sampel Ti-6Al-7Nb tanpa solution treatment dengan
perbesaran 500x[dokumen pribadi].
Butir β
Butir α
Gambar 4. 7 Hasil pengujian metalografi sampel Ti-6Al-7Nb yang diberi temperatur solution
treatment 850ºC dengan perbesaran 500x[dokumen pribadi].
46
Butir β
Butir α
Gambar 4. 8 Hasil pengujian metalografi sampel Ti-6Al-7Nb yang diberi temperatur solution
treatment 970ºC dengan perbesaran 500x [dikumen pribadi].
Butir β
Butir α
Gambar 4. 9 Hasil pengujian metalografi sampel Ti-6Al-7Nb yang diberi temperatur solution
treatment 1050ºC dengan perbesaran 500x [dokumen pribadi].
mikro yang lebih kasar atau besar. Struktur mikro yang dihasilkan seluruh sampel
Ti-6Al-7Nb merupakan fully lamellar atau bisa disebut berbentuk jarum yang
pipih. Terdapat dua gradasi warna yang terbentuk yaitu sisi warna hitam (gelap)
merupakan fase β dan sisi warna putih (terang) merupakan fase α. Hal tersebut
sesuai dengan teori dan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Cahya
Sutowo [30].
47
B. Hasil Karakterisasi X-ray Diffraction (XRD)
pengujian lain yang didapatkan, sehingga dapat diketahui struktur kristal, jenis
fase, serta parameter kisinya. Nilai parameter kisi yang didapat dari sampel
yang digunakan sebagai sampel pada penelitian ini memiliki dua fase, yaitu fase
α dengan jenis struktur kristal hexagonal close packed (HCP) dan fase β dengan
jenis struktur kristal body centered cubic (BCC), dapat dilihat dari nilai unit cell
dimana pada fase α yang berupa heksagonal nilai a = b ≠ c, sedangkan unit cell
48
pada fase beta yang berupa kubik nilai a = b = c. Hal tersebut sesuai dengan teori
yang ada bahwa titanium bersifat allotropy karena memiliki dua bentuk
Hasil pengujian XRD pada penelitian ini dapat diketahui pula bahwa adanya
kenaikan fase β mulai dari sampel tanpa solution treatment (As-cast) hingga
treatment yaitu 4,2%, karena pada sampel tersebut belum dilakukan pemanasan
pemanasan masih dibawah suhu β transus sehingga belum banyak pula fase α yang
1050ºC yaitu 5,9%. Hal itu dikarenakan fase β akan meningkat secara signifikan
apabila proses pemanasannya diatas suhu β transus yang diketahui bahwa suhu
beta transus paduan Ti-6Al-7Nb sebesar ± 1010ºC [17]. Hasil tersebut sesuai
dengan teori dan penelitian yang dilakukan oleh Alfirano dkk [45].
49
1980 ST 1050ºC
𝑇𝑖𝛼
1320 𝑇𝑖𝛽
660
0
ST 970ºC
1560
1040
520
Intensitas (a.u.)
2120
0
ST 850ºC
1590
1060
530
0
760 As-cast
570
380
190
10 20 30 40 50 60 70 80
2 Theta (º)
adanya perbedaan puncak (peak) terhadap sudut 2θ, dapat dilihat pada Gambar
50
solution treatment yang diberikan. Berikut ini merupakan data kenaikan fase β yang
110
100
90
80
% (Ti-alfa)
Intensitas (%)
70
% (Ti-beta)
60
50
40
30
20
10
0
As-cast ST 850 ST 970 ST 1050
Temperatur Solution Treatment (ºC)
intensitas fase β terbesar dan nilai kekerasan terkecil ada pada sampel paduan Ti-
6Al-7Nb yang diberikan temperatur solution treatment 1050º. Hal tersebut sesuai
dengan Manjumdar dkk, dalam studinya yang mengatakan bahwa fase β pada
51
4.2. Hasil Pengujian Sifat Mekanik
biomedis harus memiliki tingkat kekuatan serta ketangguhan yang optimal. Pada
yang disajikan kedalam sebuah grafik hubungan antara variasi sampel Ti-6Al-7Nb
460
446
Nilai Kekerasan (HVN)
440 433
428
420
400
398
380
Gambar 4. 12 Grafik hubungan antara nilai kekerasan dengan variasi temperatur solution
kekerasan mulai dari sampel, paduan Ti-6Al-7Nb tanpa solution treatment hingga
52
paduan Ti-6Al7Nb yang diberikan solution treatment 850ºC mengalami kenaikan
yang diberikan solution treatment pada suhu 850ºC yaitu 446 HVN, sedangkan nilai
kekerasan terendah terdapat pada sampel Ti-6Al-7Nb tanpa perlakuan panas yaitu
398 HVN. Hal tersebut didukung pula oleh hasil ukuran butir yang didapat, dimana
ukuran butir terkecil terdapat pada pada sampel paduan Ti-6Al-7Nb yang diberikan
solution treatment pada temperatur 850ºC. Hubungan antara ukuran butir dan nilai
kekerasan berbanding terbalik, ukuran butir yang lebih halus atau kecil akan
mempersulit terjadinya dislokasi sehingga nilai kekerasannya akan lebih besar [49].
semakin keras suatu material maka material tersebut semakin getas dan
implan dibutuhkan kekuatan yang tinggi dengan keuletan yang memadai, untuk
treatment dilakukan pada suhu 25ºC-85ºC dibawah suhu β transusnya [34]. Solution
treatment pada suhu 970ºC memiliki nilai kekuatan yang lebih besar dibandingkan
pada suhu 970ºC merupakan suhu treatment 40ºC dibawah suhu β transusnya,
sedangkan solution treatment pada suhu 1050ºC merupakan suhu diatas suhu β
transusnya. Hal tersebut berarti solution treatment pada suhu 850ºC merupakan
suhu optimum untuk nilai kekerasannya, tetapi kekuatannya akan menurun, dimana
53
nilai kekerasan tidak menjadikan suatu material menjadi lebih tangguh, akan tetapi
sebaliknya.
Pengujian ini dapat diketahui nilai icorr, laju korosi (corrosion rate), serta penyajian
data berupa plot polarisasi Tafel. Laju korosi dapat dihitung menggunakan
Dapat dilihat bahwa laju korosi tertinggi terdapat pada sampel Ti-6Al-7Nb
yang tanpa diberikan temperatur solution treatment yaitu 21,97 mpy, sedangkan
laju korosi terendah terdapat pada sampel paduan Ti-6Al-7Nb yang diberikan
temperatur solution treatment sebesar 970ºC yaitu 5,21 mpy. Ketika diberi heat
treatment laju korosi akan menurun secara signifikan, hal tersebut karena ketika
diberi heat treatment titanium akan membentuk oksida, nitride, atau hidrida pada
terhadap larutan dan lingkungan sekitarnya [21]. Nilai icorr dapat mempengaruhi
54
laju korosi [58], dimana nilai icorr sebanding dengan besarnya laju korosi. Hasil
pengujian ini disajikan pula grafik polarisasi Tafel hubungan antara potensial
listrik dengan logaritma arus absolut yang dapat dilihat pada gambar 4.12, dimana
titik perpotongan antara merupakan nilai laju korosi sampel paduan Ti-6Al-7Nb
yang diberi variasi heat treatment. Grafik polarisasi Tafel tersebut menunjukan
hal yang sama pula, nilai laju korosi tertinggi terdapat pada sampel paduan Ti-
6Al-7Nb yang tidak diberikan solution treatment (as-cast), sedangkan laju korosi
1.0
0.5
Potential, E (VSCE)
0.0
As-Cast
o
-0.5 ST 850 C
o
ST 970 C
o
ST 1050 C
-1.0
-1.5
-7 -6 -5 -4 -3 -2
2
Current density, Log I (A/cm )
55
BAB V
5.1. Kesimpulan
Dari hasil data pengujian dan pembahasan yang ada diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa:
berbentuk jarum pipih yang terbagi menjadi dua jenis yaitu butir α dan β.
ukuran butir yang lebih halus atau kecil akan mempersulit terjadinya
treatment pada suhu 850ºC, namun dengan kekerasan yang tinggi akan
970ºC.
56
5.2. Saran
informasi kristalografi yang lebih detail. Pengujian tarik juga perlu dilakukan untuk
57
DAFTAR PUSTAKA
58
[16] D. Iijima, T. Yoneyama, H. Doi, H. Hamanaka, and N. Kurosaki, “Wear
properties of Ti and Ti – 6Al – 7Nb castings for dental prostheses,” vol. 24,
pp. 1519–1524, 2003.
[17] C. Leyens and M. Peters, Titanium and Titanium Alloys. 2003.
[18] N. Herlina Sari, Material Teknik. Deepublish, 2018.
[19] R. Boyer and G. Welsch, Materials Properties Handbook : Titanium Alloys.
2007.
[20] H. . Kishawy and A. Hosseini, “Titanium and Titanium Alloys, Machining
Difficult to Cut Materials,” Springer Int. Publ., 2019.
[21] A. Akuan, “TITANIUM 3,” pp. 3–32.
[22] V. Arun Joshi, Titanium Alloys an Atlas of Structures and Fracture Features.
CRC Press, 2006.
[23] R. Nunes, J. H. Adams, M. Ammons, and R. J. Barnhurst, “Properties and
Selection: Nonferrous Alloys and Special Purpose Materials,” ASM Int., vol.
2.
[24] R. . Smallman and R. . Bishop, Modern Physical Metallurgy and Materials
Engineering. 1999.
[25] M. Ashida, P. Chen, H. Doi, Y. Tsutsumi, and T. Hanawa, “Microstructures
and Mechanical Properties of Ti-6Al-7Nb Processed by High-Pressure
Torsion,” Procedia Eng., vol. 81, no. October, 2014.
[26] M. Niinomi, Metals for Biomedical Devices. Woodhead Publishing Limited,
2010.
[27] E. Chlebus, T. Kurzynowski, and B. Dybala, “Microstructure and
Mechanical Behaviour of Ti ― 6Al ― 7Nb Alloy Produced by Selective
Laser Melting,” vol. 62, pp. 3–10, 2011.
[28] P. F. Barbosa and S. T. Button, “Microstructure and Mechanical Behaviour
of The Isothermally Forged Ti-6Al-7Nb Alloy,” vol. 214, pp. 23–32, 2000.
[29] I. Milosev, et al, “XPS and EIS Study of The Passive Film Formed on
Orthopaedic Ti – 6Al – 7Nb Alloy in Hank ’ s Physiological Solution.,”
Electrochim. Acta, vol. 53, 2008.
[30] C. Sutowo, F. Rokmanto, and M. K. Waluyo, “Pengaruh Variasi Temperatur
Solution Treatment terhadap struktur Mikro dan Kekuatan Paduan Ti-6Al-
6Nb untuk Aplikasi Biomedis,” Pus. Penelit. Metal. dan Mater. LIPI, no.
November, pp. 1–2, 2017.
[31] C. Sutowo, A. A. Alhamidi, M. Idrus, A. Basir, and F. Rokhmanto, “Effect
of Quenching Medium on The Microstructure of Hot Rolled Ti-6Al-6Nb
Alloy for Medical Application,” vol. 020045, no. May, pp. 1–9, 2018.
59
[32] Z. Wang, H. Cai, and S. Hui, “Microstructure and Mechanical Properties of
a Novel Ti – Al – Cr – Fe Titanium Alloy After Solution Treatment,” J.
Alloys Compd., vol. 640, no. 33, pp. 253–259, 2015.
[33] F. H. Froes, Titanium-Physical Metallurgy Processing and Aplications.
2015.
[34] A. Tohru, et al, “ASM Handbook Heat Treating,” ASM Int., vol. 4, 1995.
[35] S. A. Ajeel, T. L. Alzubaydi, and A. K. Swadi, “Influence of Heat Treatment
Conditions on Microstructure of Ti- 6Al-7Nb Alloy As Used Surgical
Implant Materials,” vol. 25, no. 3, 2007.
[36] Damisih, I. N. Jujur, J. Sah, and D. H. Prajitno, “Characteristics
Microstructure and Microhardness of Cast Ti-6Al-4V ELI for Biomedical
Application Submitted to Solution Treatment,” vol. 020037, 2018.
[37] R. R. Boyer, “Titanium and Its Alloys : Metallurgy , Heat Treatment and
Alloy Characteristics,” Mater. adn Process Technol. Boeing Co., pp. 1–12,
2010.
[38] R. Filip, K. Kubiak, W. Ziaja, and J. Sieniawski, “The Effect of
Microstructure on The Mechanical Properties of Two-phase Titanium
Alloys,” J. Mater. Process. Technol., vol. 133, pp. 84–89, 2003.
[39] L. M. Gammon, R. D. Briggs, J. M. Packard, K. W. Batson, R. Boyer, and
C. W. Domby, “Metallography and Microstructures of Titanium and Its
Alloys,” vol. 9, 2004.
[40] G. Lutjering, “Influence of Processing on Microstructure and Mechanical
Properties of ( α+β ) Titanium Alloys,” J. Mater. Eng., vol. 243, pp. 32–45,
1998.
[41] N. Poondla, T. S. Srivatsan, A. Patnaik, and M. Petraroli, “A Study of The
Microstructure and Hardness of Two Titanium Alloys : Commercially pure
and Ti – 6Al – 4V,” J. Alloys Compd., vol. 486, pp. 162–167, 2009.
[42] T. Sercombe, N. Jones, R. Day, A. Kop, T. Sercombe, and N. Jones, “Heat
Treatment of Ti-6Al-7Nb Components Produced by Selective Laser
Melting,” Team Sercombe, Aust. Synchrotron Co., 2010.
[43] J. Lindemann and L. Wagner, “Microtextural Effects on Mechanical
Properties of Duplex Microstructures in ( α+β ) Titanium Alloys,” J. Mater.
Sci. Eng., vol. 263, pp. 137–141, 1999.
[44] H. Aaronsom, S. M Allen, C. S Barret, and A. M Bayer, “Metallography and
Microstructures,” Technol. (ASM Int., vol. 9, 1998.
[45] S. Alfirano and F. S, “Effect of Solution Treatment on The Microstructure
and Mechanical Properties of Ti-6Al-6Mo Hot Rolled Alloy,” UMP Press,
vol. 13, no. 2, 2019.
60
[46] P. Majumdar, S. B. Singh, and M. Chakraborty, “Elastic Modulus of
Biomedical Titanium Alloys by Nano-indentation and Ultrasonic
Techniques,” Mater. Sci. Eng., vol. 489, 2008.
[47] W. J. Evans, “Optimising Mechanical Properties in alpha + beta Titanium
Alloys,” Mater. Sci. Eng., vol. 243, pp. 89–96, 1998.
[48] S. Rocha, G. L. Adabo, E. P. Henriques, and M. A. Nobilo, “Vickers
Hardness of Cast Commercially Pure Titanium and Ti-6Al-4V Alloy
Submitted to Heat Treatments,” Dep. Dent. Mater. Prosthodont., vol. 17, pp.
126–129, 2006.
[49] Purnomo, Material Teknik, 1st ed. Malang, Jawa Timur: CV. Seribu Bintang,
2017.
[50] S. Ardhy, J. Affi, and Gunawarman, “Perilaku Korosi Titanium dalam
Larutan Modifikasi Saliva Buatan untuk Aplikasi Ortodontik,” J. Mek. Jur.
Tek. Mesin, Univ. Andalas, vol. 6, no. 2, pp. 585–593, 2015.
[51] M. Geetha, U. K. Mudali, and A. K. Gogia, “Influence of Microstructure and
Alloying Elements on Corrosion Behavior of Ti – 13Nb – 13Zr Alloy,” J.
Corros. Sci., vol. 46, pp. 877–892, 2004.
[52] N. . Al-Mobarak, A. . Al-Swayih, and F. . Al-Rashoud, “Corrosion Behavior
of Ti-6Al-7Nb Alloy in Biological Solution for Dentistry Applications,” Int.
J. Electrochem. Sci., vol. 6, pp. 2031–2042, 2011.
[53] S. Renita, S. Rajendran, and A. Chattree, “Influence of Artificial Saliva on
the Corrosion Behavior of Dental Alloys : A review,” J. Adv. Chem. Sci., vol.
4, no. January, 2017.
[54] P. Adi, A. Puspitasari, and U. Islami, “Pengaruh Konsentrasi Rebusan
Kelopak Bunga Rossella terhadap pH Saliva Buatan,” Fak. Kedokteran,
Univ. Brawijaya, vol. 1, no. 2, pp. 156–160, 2015.
[55] A. Baron, W. Simka, and W. Chrzanowski, “EIS Tests of Electrochemical
Behaviour of Ti6Al4V and Ti6Al7Nb Alloys,” J. Achiev. Mater. Manuf.
Eng., vol. 21, no. 1, pp. 23–26, 2007.
[56] L. S. . Kumar and D. Avinash, “Experimental Biocompatibility
Investigations of Ti – 6Al – 7Nb Alloy in Micromilling Operation in terms
of Corrosion Behavior and Surface Characteristics Study,” J. Brazilian Soc.
Mech. Sci. Eng., vol. 9, pp. 1–11, 2019.
[57] M. Dinu et al., Ti-Nb-Zr System and Its Surface Biofunctionalization for
Biomedical Applications. Elsevier Inc., 2018.
[58] ASTM, “Standard Practice for Calculation of Corrosion Rates and Related
Information from electrochemical Measurements,” ASTM G102, vol. 89,
1999.
61
LAMPIRAN
Tanpa ST
ST 850ºC ST 970ºC ST 1050ºC
(As-cast)
372 427 430 406
423 459 433 427
370 455 472 436
395 436 415 430
436 452 430 418
421 424 445 452
372 455 436 445
387 455 415 424
390 436 442 395
418 459 415 445
Ā= 398 Ā= 446 Ā= 433 Ā= 428
I
3. Pengubahan satuan corrosion rate pada pengujian korosi
𝑖𝑐𝑜𝑟𝑟
𝐶𝑅 = 𝐾 𝐸𝑊
𝜌
Tanpa ST(As-cast)
0,89414
𝐶𝑅 = 0,1288 860,047
4,51
= 21,97 mpy
ST 850ºC
0,33032
𝐶𝑅 = 0,1288 860,047
4,51
= 8,11 mpy
ST 970ºC
0,21209
𝐶𝑅 = 0,1288 860,047
4,51
= 5,21 mpy
ST 1050ºC
0,38568
𝐶𝑅 = 0,1288 860,047
4,51
= 9,47 mpy
II
4. Proses perhitungan ukuran butir menggunakan software ImageJ
III
Mengubah nilai known distance Didapat keterangan jaraknya
sesuai dengan skala pada foto,
dan disesuaikan satuannya>OKE
IV