OLEH :
Oleh :
Mengetahui ,
Pembimbing Lapangan Pembimbing Akademik
( ) ( )
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada status kesehatan masyarakat miskin terjadi 4 kali lebih buruk
dibandingkan masyarakat yang tidak miskin, hal ini disebabkan karena keterbatasan
pengetahuan, keterbatasan akses ke pelayanan kesehatan, dan biaya pengobatan yang
semakin mahal.
Patah tulang atau dengan nama lain fraktur yaitu putusnya kontinuitas tulang,
tulang rawan sendi, tulang rawan epiphysis, yang bersifat total maupun parsial, pada
umumnya disebabkan oleh trauma dan biasanya disertai cidera di jaringan sekitarnya.
Neglected fracture adalah suatu fraktur yang tidak ditangani atau ditangani dengan
tidak semestinya sehingga menghasilkan keadaan keterlambatan dalam penanganan,
atau kondisi yang lebih buruk dan bahkan kecacatan. Subroto Sapardan mengatakan
bahwa Neglected Fracture merupakan penanganan patah tulang pada extremitas
(anggota gerak) yang salah oleh bone setter (dukun patah), yang masih sering dijumpai
di masyarakat Indonesia. Arief Darmawan juga mengatakan bahwa neglected fracture
merupakan fraktur yang penanganannya lebih dari 72 jam, umumnya terjadi pada
masyarakat dengan pendidikan dan status sosio-ekonomi rendah.
Sukardja menggolongkan terkait keterlambatan pengobatan menjadi 3 bagian
yaitu kelambatan penderita, kelambatan dokter dan kelambatan rumah sakit.
Kelambatan dari penderita dapat dikarenakan penderita tidak merasa terganggu akan
penyakitnya, kurang menyadari bahaya dari penyakitnya, ada rasa takut, tidak
mempunyai biaya, keluarga tidak mengijinkan ke dokter serta akses menuju tenaga
kesehatan tidak terjangkau.
Laminektomi merupakan suatu proses bembedahan dengan pengangkatan
sebagian dari diskus lamina. Laminektomi adalah memperbaiki satu atau lebih vertebra,
osteophytis dan hernia nodus pulposus. Laminektomi juga merupakan metode standar
untuk dekompresi kanalis spinalis bagian tengah. Keuntungannya yaitu mudah
dikerjakan serta mempunyai angka kesuksesan yang tinggi. Angka kegagalan dengan
gejala yang rekuren adalah pasien setelah 5 tahun. Biasanya terdapat angka komplikasi
post operatif non spesifik dan jaringan parut epidural yang relatif lebih rendah.
B. RUMUSAN MASALAH
a. Bagaimana Konsep Dasar Neglected Fraktur Vertebra Lumbal 12 Sampai Lumbal
1?
b. Bagaimana Asuhan Keperawatan Anestesi Neglected Fraktur Vertebra Lumbal 12
Sampai Lumbal 1?
C. TUJUAN PENULISAN
a. Untuk mengetahui dan menambah wawasan terkait Konsep Dasar Neglected
Fraktur Vertebra Lumbal 12 Sampai Lumbal 1.
b. Asuhan Keperawatan Anestesi Neglected Fraktur Vertebra Lumbal 12 Sampai
Lumbal 1.
D. METODE
Metode yang digunakan dalam penyusunan Asuhan Keperawatan Anestesi yaitu
metode wawancara dengan melakukan pengkajian langsung kepada pasien sebelum
pasien melakukan operasi dan sesudah pasien melakukan operasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Neglected Fracture
1. Definisi
Neglected fracture adalah suatu fraktur yang tidak ditangani atau ditangani
dengan tidak semestinya sehingga menghasilkan keadaan keterlambatan dalam
penanganan, atau kondisi yang lebih buruk dan bahkan kecacatan.(Chhabra and
Arora, 2013)
Menurut Subroto Sapardan, Neglected Fracture adalah penanganan patah
tulang pada extremitas (anggota gerak) yang salah oleh bone setter (dukun patah),
yang masih sering dijumpai di masyarakat Indonesia. Arief Darmawan mengatakan
neglected fracture adalah fraktur yang penanganannya lebih dari 72 jam, umumnya
terjadi pada masyarakat dengan pendidikan dan status sosio-ekonomi rendah..
(Kariadi, 2012)
Neglected fracture dengan atau tanpa dislokasi adalah suatu fraktur dengan atau
tanpa dislokasi yang tidak ditangani atau ditangani dengan tidak semestinya
sehingga menghasilkan keadaan keterlambatan dalam penanganan, atau kondisi
yang lebih buruk bahkan kecacatan. Berdasarkan pada beratnya kasus akibat dari
penanganan patah tulang sebelumnya, neglected fracture dapat diklasifikasikan
menjadi 4 derajat:
1. Neglected derajat satu
Bila pasien datang saat awal kejadian maupun sekarang, penangannya tidak
memerlukan tindakan operasi dan hasilnya sama baik.
2. Neglected derajat dua
Keadaan dimana apabila pasien datang sejak awal kejadian, peanganannya
tidak memerlukan tindakan operasi, sedangkan saat ini kasusnya menjadi lebih
sulit dan memerlukan tindakan operasi . setelah pengobatan, hasilnya tetap
baik.
3. Neglected derajat tiga
Keterlambatan menyebabkan kecacatan yang menetap bahkan setelah
dilakukan operasi. Jadi pasien datang saat awal maupun sekarang tetap
memerlukan tindakan operasi dan hasilnya kurang baik.
4. Neglected derajat empat
Keterlambatan disini sudah mengancam nyawa atau bahkan menyebabkan
kematian pasien. Pada kasus ini penanganannya memerlukan tindakan
amputasi.
Arief Darmawan menyebutkan bahwa neeglected fraktur adalah fraktur
yang penaganannya lebih dari 72 jam atau disebut sebagai kasus terlantar akibat
penaganan yang tidak tuntas baik dari tenaga medis ataupun dukun :
Derajat 1. Fraktur yang telah terjadi antara 3 hari-3 minggu
Derajat 2 : fraktur yang telah terjadi antara 3 minggu- 3 bulan
Derajat 3 : fraktur yang telah terjadi antara 3 bulan – 1 tahun
Derajat 4. Fraktur yang telah terjadi lebih dari satu tahun.
2. Etiologi
Kurangnya / kesadaran yang tidak memadai adalah penyebab spesifik yang
paling umum. Neg-TSCI menambah kompleksitas manajemen lesi vertebral,
rehabilitasi fisik dan psikososial.(Chhabra and Arora, 2013)
Trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan otot yang tiba-tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan,
pemuntiran, atau penarikan. Bila terkena kekuatan langsung, tulang dapat patah
pada tempat yang terkena; jaringan lunak juga pasti rusak. Bila terkena kekuatan
tak langsung, tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat
yang terkena kekuatan itu; kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin
tidak ada.
Kompresi
Retak dapat terjadi pada tulang, sama halnya seperti pada logam dan benda
lain, akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering ditemukan pada
tibia atau fibula atau metatarsal, terutama pada atlet, penari, dan calon tentara
yang jalan berbaris dalam jarak jauh.
Patologik
Fraktur dapat terjadi karena tekanan yang normal apabila tulang itu lemah
(misalnya oleh tumor) atau apabila tulang itu sangat rapuh (misalnya pada
penyakit paget).
3. Tanda dan gejala
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di mobilisasi spasme
otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang di rancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Hilangnya fungsi terjadi setelah fraktur, sehingga bagian bagian tidak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah ( gerakan luar biasa ).
3. Deformitas terjadi akibat pergeseran fragmen pada fraktur. Ektermitas tidak dapat berfungsi
dengan baik karena fungsi normal otor bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya
otot.
4. Pemendekan ekstremitas terjadi pada fraktur.
5. Krepitus teraba saat palpasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya.
6. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan
yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah
cedera.
4. Pemeriksaan diagnostik/Pemeriksaan penunjang terkait
Pemeriksaan penunjang untuk mengetahui neglected fracture vertebra lumbal 12
sampai 1 adalah CT SCAN, Foto Rontgent, dan Laboratorium
5. Penatalaksanaan medis
a. Penatalaksanaan terapi
1. Terapi konservatif
a. Proteksi saja
Misalnya mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan
dengan kedudukan baik.
b. Immobilisasi saja tanpa reposisi
Misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur
dengan kedudukan baik.
c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Misalya fraktur supracondylari , fraktur colles, fraktur smith . reposisi
dapat dengan anastesi umum atau anastesi lokal dengan menyuntikan
obat anastesi dalam hemtoma fraktur. Fragmen distal dikembalikan pada
kedudukan semula terhadap fragmen proksimal dan dipertahankan
dalam kedudukan yang stabil dalam gips. Misalnya, fraktur distal radius,
immobilisasi dalam pronasi penuh dan fleksi pergelangan.
d. Traksi dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh
dipasang gips setelah tidak sakit lagi.
2. Terapi operatif
a. Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup dengan melihat foto
radiologi
- Reposisi tertutup – fiksasi eksterna
Setelah reposisi baik berdasarkan kontrol radiologis intraoperatif maka
dipasang fiksasi eksterna.
- Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi internal
Cara ini sekarang terus dikembangkan menjadi “close nailing) pada
fraktur femur dan tibia , yaitu pemasangan fiksasi interna intra meduller
(pen) tanpa membuka frakturya.
b. Terapi operatif dengan membuka frakurnya:
- Reposisi terbuka dan fiksasi interna
ORIF (Open Reduction and Internal Fixation)
3. Terapi Rehabilitasi
Bila penyatuan tulang pada terjadi, maka rehabilitasi terutama
merupakan masalah pemulihan jaringan lunak . kapsula sendi, otot dan
ligamentum berkontraksi membatasi gerakan sendi sewaktu gips atau
bidai dilepaskan. Batas ini lebih terbukti dalam fraktur dekat sendi
dibandingkan fraktur pada pertengahan korpus tulang panjang.
Dianjurkan terapi fisik untuk gerakan aktif dan pasif serta penguatan otot.
Edema statis, yang terjadi setelah gips dilepaskan, secara bertahap
berkurang dengan kembalinya gerakan dan tonus otot
b. Penatalaksanaan operatif
Terapi operatif Indikasi operasi adalah gejala neurologis yang
bertambah berat, defisit neurologis yang progresif, ketidakamampuan
melakukan aktivitas sehari-hari dan menyebabkan penurunan kualitas hidup,
serta terapi konservatif yang gagal. Prosedur yang paling standar dilakukan
adalah laminektomi dekompresi. Tindakan operasi bertujuan untuk dekompresi
akar saraf dengan berbagai tekhnik sehingga diharapkan bisa mengurangi gejala
pada tungkai bawah dan bukan untuk mengurangi LBP (low back pain),
walaupun pasca operasi gejala LBP akan berkurang secara tidak
signifikan.1,2,6,7,10 Prosedur pembedahan yang sering dikerjakan adalah
laminektomi dekompresi. Standar laminektomi dekompresi adalah membuang
lamina dan ligamentum flavum dari tepi lateral satu resesus lateralis sampai
melibatkan level transversal spina. Semua resesus lateralis yang membuat akar
saraf terperangkap harus didekompresi. Pasien diposisikan dalam posisi pronasi
dengan abdomen bebas, melalui garis tengah tentukan prosesus spinosus.
Tekhnik alternatif lain yang bisa dikerjakan adalah laminektomi sudut
dengan reseksi sudut hanya pada porsi anterior aspek lateral lamina,
laminektomi selektif single atau multiple unilateral atau bilateral, dan
laminoplasti lumbar. Multiple laminotomi dikerjakan pada level sendi facet
dengan memotong lebih sedikit pada seperempat sampai setengah facet
dilanjutkan dengan membuang porsi lateral ligementum flavum
B. Pertimbangan Anestesi
1. Definisi anestesi
Anastesi umum adalah suatu keadaan meniadakan nyeri secara sentral yang
dihasilkan ketika pasien di berikan obatobatan untuk amnesia, analgesia,
elumpuhan otot, dan sedasi. Pada pasien yang diberikan anastesi dapat dianggap
berada dalam keadaan ketikdaksadaran yang terkontrol dan reversibel. Anastesi
memungkinkan pasien untuk mentolelir tindakan pembedahan yang dapat
menimbulkan rasa sakit tak tertahankan yang berpotensi meyebabkan perubahan
fisiologis yubuh yang ekstrim, dan menghasilkan kenangan yang tidak
meyenangkan. Komponen anatesi yang ideal terdiri dari : 1. Hipnotik, 2. Analgesik,
3. Relaksasi otot. Anastesi umum menggunakan cara melalui intravena dan secara
inhalasi untuk memungkinkan akses bedah yang memadai ke tempat dimana kan
dilakukan operasi. Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa anastesi umum
mungkin tidak selalu menjadi pilihan terbaik, tergantung pada presentasi klinis
pasien. Suatu keadaan tidak sadar yang bersifat sementara yang diikuti oleh
hilangnya rasa nyeri di seluruh tubuh akibat pemberian obat anestesiaJenis anestesi
2. Teknik anestesi
a) General Anestesi Intravena
Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat
anestesi parenteral langsung ke dalam pembuluh darah vena.
b) General Anestesi Inhalasi
Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi
obat anestesi inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap
melalui alat atau mesin anestesi langsung ke udara inspirasi.
c) Anestesi Imbang
Merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan kombinasi obat-obatan
baik obat anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi atau kombinasi teknik
general anestesi dengan analgesia regional untuk mencapai trias anestesi secara
optimal dan berimbang, yaitu:
1) Efek hipnosis, diperoleh dengan mempergunakan obat hipnotikum atau
obat anestesiumum yang lain.
2) Efek analgesia, diperoleh dengan mempergunakan obat analgetik opiat atau
obat generalanestesi atau dengan cara analgesia regional.
3) Efek relaksasi, diperoleh dengan mempergunakan obat pelumpuh otot atau
generalanestesi, atau dengan cara analgesia regional.
3. Rumatan anestesi
Rumatan anestesi adalah menjaga tingkat kedalaman anestesi dengan cara
mengatur konsentrasi obat anestesi di dalam tubuh pasien. Jika konsentrasi obat
tinggi maka akandihasilkan anestesi yang dalam, sebaliknya jika konsentrasi obat
rendah, maka akan didapatanestesi yang dangkal. Anestesi yang ideal adalah
anestesi yang adekuat. Untuk itu diperlukan pemantauan secara ketat terhadap
indikator-indikator kedalaman anestesi.
Rumatan intravena dengan menggunakan opioid dosis tinggi fentanil 10- 50
µg/ kgBB.Rumatan inhalasi bisanya menggunakan campuran N2O dan O2 3:1
ditambah halotan 0,5- 2vol % atau enfluran 2-4 vol% atau isofluran 2-4% atau
sevofluran 2-4% tergantung pernapasan pasien spontan, dibantu atau
dikendalikan.
4. Resiko
Pemberian anestesi umum dengan teknik inhalasi, intravena maupun imbang
mempunyai risiko komplikasi pada pasien. Kematian merupakan risiko
komplikasi yang dapat terjadi pada pasien pasca pemberian anestesi. Kematian
yang disebabkan anestesi umum terjadi < 1:100.000 kasus, selain kematian ada
komplikasi lain yaitu serangan jantung, infeksi paru, stroke, trauma pada gigi atau
lidah (Pramono, 2014).
Risiko komplikasi pada anestesi umum minimal apabila kondisi pasien sedang
optimal, namun sebaliknya jika pasien mempunyai riwayat kebiasaan yang kurang
baik misalnya riwayat penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan, alergi pada
komponen obat, perokok, mempunyai riwayat penyakit jantung,paru dan ginjal
maka risiko komplikasi anestesi umum akan lebih tinggi (Pramono, 2014).
C. Web of Caution (WOC)
a. PATHWAY
Trauma langsung
Fraktur
Prosedur
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal proses keperawatan dan merupakan suatu proses
pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien (Iyer et al., 1996). Tahap pengkajian
merupakan dasar utama dalam meberikan asuhan keperawatan sesai dengan
kebutuhan individu (klien). Oleh karena itu pengkajian yang benar, akurat, lengkap,
dan sesuai dengan kenyataan sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosis
keperawatan dan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan respon
individu, sebagaimana yang telah ditentukan dalam standar praktik keperawatan
dari American Nursing Association (ANA).
a. Data subjektif
Data Subjektif adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu
pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak bisa
ditentukan oleh perawat, mencakup persepsi, perasaan, ide klien tentang status
kesehatannya. Misalnya tentang nyeri, perasaan lemah, ketakutan, kecemasan,
frustrasi, mual, perasaan malu.
b. Data objektif
Data Objektif adalah data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat
diperoleh menggunakan panca indera (lihat, dengar, cium, raba) selama
pemeriksaan fisik. Misalnya frekuensi nadi, pernafasan, tekanan darah, edema,
berat badan, tingkat kesadaran.
2. Masalah kesehatan anestesi
1. Nyeri Kronis
Nyeri kronis adalah nyeri yang terus menerus terjadi selama tiga bulan atau
lebih. Penderita nyeri kronis biasanya akan memiliki kecemasan yang tinggi dan
cenderung mengembangkan perasaan putus asa dan tidak berdaya. Hal ini
dikarenakan penderita nyeri kronis merasa berbagai pengobatan yang dijalaninya
tidak dapat menurunkan intensitas nyeri yang dirasakan (Sarafino & Smith,
2011). Contoh nyeri kronis antara lain nyeri yang berhubungan dengan sakit
pinggang (low back pain), arthritis, dan kerusakan saraf atau neurogenic pain.
Nyeri yang dialami penderita nyeri kronis bersifat kompleks dan merupakan hasil
interaksi faktor–faktor fisiologis, psikologis, sosial serta pengalaman masa lalu
individu dan manfaat treatment yang dijalaninya selama ini (Gatchel, Peng,
Fuchs, Peters & Turk, 2007; IASP 2012; Linton 2005; Nay & Fetherstonhaugh,
2012). Pasien nyeri kronis yang menganggap nyerinya sebagai sesuatu yang
mengganggu dan menghalanginya dalam beraktivitas akan mengalami perasaan
tidak berdaya, penurunan tingkat aktivitas dan intensitas nyeri yang lebih tinggi
serta mengalami distress emosional yang lebih tinggi (ACPA, 2016; Breivik,
Collet, Ventafridda, Cohen, & Gallacher, 2006; Godsoe, 2008).
2. Ansietas
Kecemasan (ansietas) adalah respon psiko- logik terhadap stres yang
mengandung komponen fisiologik dan psikologik. Reaksi fisiologis ter- hadap
ansietas merupakan reaksi yang pertama timbul pada sistem saraf otonom,
meliputi pe- ningkatan frekuensi nadi dan respirasi, perge- seran tekanan darah
dan suhu, relaksasi otot polos pada kandung kemih dan usus, kulit dingin dan
lembab. Respon psikologis secara umum berhubungan adanya ansietas
menghadapi anes- tesi, diagnosa penyakit yang belum pasti, kega- nasan, nyeri,
ketidaktahuan tentang prosedur operasi dan sebagainya (Long, 2000).
Kecemasan (ansietas) pasien pre operasi disebabkan berbagai faktor, salah
satunya adalah dari faktor penge- tahuan dan sikap perawat dalam
mengaplikasikan pencegahan ansietas pada pasien pre operasi elektif di ruang
bedah. Menurut Carpenito (1999) menyatakan 90% pasien pre operasi
berpotensi mengalami ansietas.
3. Nyeri Akut
Nyeri bersifat temporer kejadianya tiba – tiba dan tempat timbul nyeri
mudah dicari. Rasa sakit disebabkan menejemen nyeri yang kurang atau
karena ketidakadekuatan terapi atau stimulasi nociceptor nyeri (Kalliomakki,
et al., 2009). Perilaku verbal dan non verbal menunjukkan klien mengalami
nyeri akut antara lain kebutuhan istirahat berkurang terutama kebutuhan tidur
karena adanya nyeri, ketidakmampuan melakukan konsentrasi pada sesuatu
hal, denyut nadi cepat dan tekanan darah naik serta ketidakmauan melakukan
aktifitas secara dini. Nyeri kepala akut memiliki durasi kurang dari 6 bulan dan
ditandai adanya peningkatan ketegangan otot .
Nyeri akut merupakan signal bagi tubuh akan cidera atau penyakit yang
akan datang namun nyeri akut akan menghilang dengan atau tanpa pengobatan
setelah area pulih kembali.
3) Rencana intervensi
a) Kaji Tingkat Nyeri Pasien dengan pengkajian OPQRSTUV
b) Monitor Tanda tanda vital pasien
c) Kontrol faktor lingkungan yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan
(suhu ruangan,pencahayaan,keributan)
d) Ajarkan teknik nonfarmakologi: seperti Tarik nafas dalam
e) Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian obat pereda nyeri yang
optimal dengan analgesik
b. Masalah kesehatan anestesi 2 (Ansietas)
1) Tujuan pada kasus,
Setelah dilakukan tindakan selama 1 x 24 jam diharapkan ansietas dapat
teratasi.
2) Kriteria hasil, ansietas dapat teratasi. dengan kriteria hasil :
• Tingkat anxietas menurun dari sedang ke ringan
• Klien mengalami peningkatan kenyamanan
• Klien terlihat paham dan mengerti setelah diberikan edukasi
3) Rencana intervensi
1. Kaji tingkat ansietas dengan HARS
2. Ajarakan relaksasi nafas dalam untuk menurunkn ansietas
3. Memberi edukasi tentang prosedur pembedahan yang akan dijalani
4. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon pasien setelah dilakukan
intervensi keperawatan dan mengkaji ulang asuhan keperawatan yang telah
diberikan. Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan
untuk menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana
keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana
keperawatan (Manurung, 2011).
Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai. Evaluasi selalu
berkaitan dengan tujuan, apabila dalam penilaian ternyata tujuan tidak tercapai,
maka perlu dicari penyebabnya
E. Daftar Pustaka
1. (Chhabra & Arora, 2013; Hagni Wardoyo et al., 2017; Kasus & Tahun, 2012; Putriet
al., 2014; rambe, 2019; K. P. Sari, 2017; S. D. Sari, 2019; Uskenat et al., 2012;
Widyastuti, 2015)
2. Chhabra, H. S., & Arora, M. (2013). Neglected traumatic spinal cord injuries:
Causes, consequences and outcomes in an Indian setting. Spinal Cord, 51(3), 238–
244. https://doi.org/10.1038/sc.2012.141
3. Hagni Wardoyo, E., Cenderadewi, M., Rahman, H., Andansari Putri, N., &
Purnaning, D. (2017). KARAKTERISTIK SPONDILITIS TUBERCULOSIS DI
RSUP NTB JANUARI - DESEMBER 2012. The Indonesian Journal of Infectious
Diseases, 2(2). https://doi.org/10.32667/ijid.v2i2.23
4. Hendellyn, A., Yuliani, D., & Mahadewa, T. G. B. (2020). LAPORAN KASUS :
HEMATOMA. Callosum Neurology, 3.
5. Kasus, S., & Tahun, K. S. (2012). Jurnal Media Medika Muda Karya Tulis Ilmiah
Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Sistem Pembiayaan Jamkesmas Ayu
Puspita Sari G2a008036.
6. Putri, D. S., Kristiyawati, S. P., & Arif, S. (2014). Pengaruh terapi humor terhadap
penurunan kecemasan pada pasien pre operasi dengan general anestesi. STIKES
Telogorejo.
7. rambe, F. adelina. (2019). Tujuan Dan Tahapan Pengkajian Dalam Proses
Keperawatan. https://doi.org/10.31227/osf.io/59jbz
8. Sari, K. P. (2017). Perbedaan Kualitas Hidup antara Berbagai Metode Manajemen
Nyeri pada Pasien Nyeri Kronis. Jurnal Psikologi, 44(2), 107.
https://doi.org/10.22146/jpsi.25208
9. Sari, S. D. (2019). Intervensi Keperawatan Berdasarkan Nic Sebagai Panduan
Perawat Dalam Upaya Peningkatan Kesehatan Pasien.
https://doi.org/10.31227/osf.io/b8pq7
10. Uskenat, M. D., Kristiyawati, S. P., & Solechan, A. (2012). Perbedaan Tingkat
Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Dengan General Anestesi Sebelum Dan
Sesudah Diberikan Relaksasi Otot Progresif Di Rs Panti Wilasa Citarum Semarang.
Karya Ilmiah S.1 Ilmu Keperawatan, 0(0).
11. Widyastuti, Y. (2015). Gambaran Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Fraktur
Femur Di RS Ortopedi Prof . Dr . R Soeharso Surakarta (Description Of Anxiety
On Pre Operation Fracture Femur Patients In RS Orthopedi Prof . Dr . R Soeharso
Surakarta). Ejournal.Sikespku.Com, 12, 31–36.
BABIII
ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI PADA PASIEN NEGLECTED
FRAKTUR VERTEBRA LUMBAL 12 SAMPAI LUMBAL 1 DILAKUKAN
TINDAKAN OPERASI LAMINECTOMY DENGAN TINDAKAN
ANETESIGENERAL ANESTESI DI IBS/BANGSAL RSUD MOHAMAD
SALEH BANGSAL BOUGENVILE PADA TANGGAL 21 DESEMBER 2021
I. Pengkajian
A. Pengumpulan Data
1.Anamnesis
a. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Umur : 35 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Proyek
Suku Bangsa : Madura- Jawa
Status perkawinan` : Sudah menikah
Golongan darah :-
Alamat : Dsn Klompek RT 15/ RW 08, Sumberjo, Tongas
No. RM : 245734
Diagnosa medis : Negleted Fr V12- L1
Tindakan operasi : Pro Lamenectomy
Tanggal MRS : 20 Desember 2021
Tanggal pengkajian : 21 Desember 2021 08.00
Jam Pengkajian :08.00
Jaminan : BPJS
2) Identitas Penanggung-Jawab
Nama : Ny. K
Umur : 47 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT Madura-Jawa
Suku Bangsa : Madura-Jawa Bibi
Hubungan dg pasien :Bibi
Alamat : Dsn Klompek RT 15/ RW 08, Sumberjo, Tongas
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
a) Saat MRS : Pasien mengeluh nyeri pada pinggang. Pasien mengatakan nyeri
sudah berlangsung selama kurang lebih 2 tahun tetapi hanya dibiarkan. Pasien
mengatakan pernah melakukan pengobatan alternatif kurang lebih 4 bulan.
Pasien juga mengatakan pernah jatuh dari kandang kurang lebih 7 bulan yang
lalu.
b) Saat Pengkajian : Pasien mengatakan nyeri pada pinggang dengan skala nyeri 8.
Pasien juga mengatakan nyeri ketika batuk dan terasa ngilu. Pasien juga
mengatakan nyeri menjalar sampai pantat.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan nyeri pada pinggang dengan skala nyeri 8. Pasien juga
mengatakan nyeri ketika batuk dan terasa ngilu. Pasien didiagnosa Negleter Fr.
V12-L1 dan akan dilakukan tindakan operasi pro lamenectomy dengan general
anestesi.
3) Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien mengalami TBC yang terdeteksi satu bulan yang
lalu.
4) Riwayat Penyakut Keluarga : Pasien mengatakan neneknya terkena TBC dan OM,
pasien juga mengatakan bahwa ibunya mempunyai riwayat hipertensi.
5) Riwayat Kesehatan
Sebelumnya pernah masuk Rumah Sakit? Ya/Tidak
Jika Ya, menderita penyakit apa?
Riwayat operasi sebelumnya
Tahun :-
Jenis : -
Komplikasi :-
Riwayat anestesi sebelumnya
Tahun :-
Jenis : -
Komplikasi :-
Apakah pasien pernah mendapatkan transfusi darah? Ya/Tidak
Jika Ya, Jumlah : Reaksi alergi Ya/Tidak
Apakah pasien pernah didiagnosis penyakit menular? Ya/Tidak
Jika Ya, Sebutkan : Pasien terkena TBC
Khusus pasien perempuan
Jumlah kehamilan :-
Jumlah anak :-
Mensturasi terakhir :-
Menyususi : Ya/Tidak
6) Riwayat Pengobatan/ Konsumsi Obat
a) Obat yang pernah dikonsumsi -
b) Obat yang sedang dikonsumsi -
7) Riwayat Alergi Ya/tidak, Jika ya, Sebutkan Kepiting
8) Kebiasaan
Merokok : Ya/tidak, Jika ya, Jumlah………………………………………
Alkohol : Ya/tidak, Jika ya, Jumlah………………………………………
Kopi/teh/soda : Ya/tidak, Jika ya, Jumlah 1 hari 1 gelas
c. Pola Kebutuhan Dasar
1) Oksigenasi
Sebelum sakit
Gangguan pernafasan : Tidak ada gangguan pernafasan
Saat ini
Gangguan pernafasan : Tidak ada gangguan pernafasan
Warna : Normal
Bau : Normal
Cara (spontan/ digalat) : spontan
Keluhan : Pasien mengatakan jarang BAB
Lainnya
Saat ini
Frekuensi : 2- 3x sehari
Konsistensi : Cair
Warna : Normal
Bau : Normal
Cara (spontan/ digalat) : Spontan
Keluhan: Pasien mengeluh sedikit mencret
Lainnya
b) BAK
Sebelum sakit
Frekuensi : 4-5x sehari
Konsistensi : Cair
Warna : Kuning
Bau : Normal
Cara (spontan/ digalat) : Spontan
Keluhan : Tidak ada
Lainnya
Saat ini
Frekuensi : 4-5 kali sehari
Konsistensi : Cair
Warna : Kuning
Bau : Normal
Cara (spontan/ digalat) : Spontan
Keluhan : Tidak ada keluhan
Lainnya
d. Pola Aktivitas dan Istirahat
1) Aktivitas
Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4
Makan dan minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √
Keterangan: 0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain
dan alat, 4: tergantung total
2) Istirahat dan Tidur
Sebelum sakit
Apakah anda pernah mengalami insomnia? Tidak ada
Berapa jam anda tidur: malam……8 jam……., Siang 1 jam
Saat ini
Apakah anda pernah mengalami insomnia? Tidak ada
Berapa jam anda tidur: malam…8 jam…., Siang 1 jam
e. Interaksi Sosial : Pasien dapat berhubungan sosial denga baik dan tidak menutup diri
f. Pemeliharaan Kesehatan
Rasa aman : Baik
Rasa nyaman : Baik
Pemanfaatan pelayanan kesehatan : Baik
g. Peningkatan Fungsi Tubuh dan Pengimbangan Manusia dalam Kelompok Sosial
Sesuai dengan Potensinya
Konsumsi vitamin: Pasien mengatakan pernah mengonsumsi vitamin untuk syaraf
sebelum idul fitri
Imunisasi : -
Olahraga : Jarang ( 1 minggu sekali )
Upaya keharmonisan keluarga : pasien membangun keharmonisan keluarga dengan
baik
Stres dan adaptasi : Terkadang pasien merasa sedih dengan penyakitnya tetapi
mulai dapat beradaptasi.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Kesadaran umum: kompos metis /apatis /delirium /somnolen /sopor /koma
GCS : E4…V5…M6…
Penampilan : tampak sakit ringan/ sedang/ berat Suhu 36oC
TD 120/66 Nadi 83x/menit RR 20x/menit
mmHg TB 165cm BMI 22 kg/m2
BB 52 kg
Lainnya :
b. Kepala
Bentuk kepala (dolicephalus/ lonjong, brakhiocephalus/ bulat)
Kesimetrisan ( + / - )
Hidrochepalus ( + / - )
Luka ( +/ - )
Darah ( +/ - )
Trepanasi ( +/ - ).
Nyeri tekan ( +/ - )
Fontanella/pada bayi (cekung /tidak)
Lainnya:…………
c. Wajah
Ekspresi wajah (tegang/meringis/rileks)
Dagu kecil ( +/ - )
Edema ( +/ - )
Kelumpuhan otot-otot fasialis ( +/ - )
Sikatrik ( +/ - )
Micrognathia ( +/ - )
Rambut wajah ( +/ - )
Lainnya:…………
d. Mata
Kelengkapan dan kesimetrisan mata ( + / - )
Ekssoftalmus ( +/ - )
Endofthalmus ( +/ - )
Edem a ( +/ - )
Ptosis ( +/ - )
Peradangan ( +/ - )
Luka ( +/ - )
Benjolan ( +/ - )
Bulu mata (rontok atau tidak rontok)
Konjunctiva dan sclera: tidak anemis, tidak
elektrik, perubahan warna tidak ada
Reaksi pupil terhadap cahaya: (miosis/ midriasis) isokor ( +/ - )
Kornea: warna putih
Nigtasmus (+ / - ), Strabismus ( +/ - )
Ketajaman penglihatan (Baik/Kurang)
Penggunaan kontak lensa Ya/Tidak
Penggunaan kacamata Ya/Tidak
Pemeriksaan tekanan bola mata: normal
Lainnya:………………
e. Telinga Bentuk: simetris
Lesi ( +/ - )
Nyeri tekan ( + / - )
Peradangan ( +/ - )
Penumpukan serumen ( +/ - )
Perdarahan ( +/- )
Perforasi ( +/ - )
Tes kepekaan telinga: normal
Lainnya:………………
f. Hidung
Perdarahan ( +/ - )
Kotoran ( +/ - )
Pembengkakan ( +/ - )
Pembesaran/ polip ( + / - )
Pernafasan cuping hidung ( +/ - )
Lainnya:………………
g. Mulut dan Faring
Kelainan konginetal (labioscisis, palatoseisis, atau labiopalatoseisis), warnabibir pucat
Lesi ( + / - )
Bibir pecah ( + /- )
Amati gigi, gusi, dan lidah: Caries ( +/ - ), Kotoran ( +/ - ), Gingivitis ( +/ - ), gigi
palsu ( +/ - ), gigi goyang ( + / - ), gigi maju ( + / - )
Kemampuan membuka mulut < 3 cm ( +/ - )
Warna lidah : normal……….
Perdarahan ( +/ - )
Abses ( +/ - ) ukuran ….
Orofaring atau rongga mulut: Bau mulut busuk uvula (simetris/ tidak)
Benda asing: (ada /tidak)
Tonsil: T 0 / T1 / T2 / T3 / T4
Mallampati : I II III IV
Lainnya:………………
h. Leher
Bentuk leher (simetris atau asimetris)
Peradangan ( +/ - )
Jaringan parut ( +/ - )
Perubahan warna ( + / - )
Massa ( + / - )
Pembesaran kelenjar tiroid ( +/ - )
Pembesaran vena jugularis ( + / - )
Pembesaran kelenjar limfe ( +/ - )
Posisi trakea (simetris/ tidak simetris)
Mobilitas leher: Ekstensi ( +/ - ), Fleksi ( +/ - ), menggunakan collar ( + / - )
Leher pendek Ya/Tidak
Vena jugularis: tekanan………………
Jarak thyromentalis………………
Lainnya:………………
i. Payudara dan Ketiak
Bentuk (simetris/asimetris)
Pembengkakan ( +/ - )
Kulit payudara: warna.................. ,
Lesi ( + /- )
Areola: perubahan warna ( +/ - )
Putting : cairan yang keluar ( +/ - )
Ulkus ( +/ - )
Pembengkakan ( +/ - )
Nyeri tekan ( +/ - )
Kekenyalan (keras/ kenyal/ lunak)
Benjolan massa ( +/ - )
Lainnya:………………
j. Thorak : Bentuk simetris, tidak terdapat otot bantu pernafasan, tidak terdapat benjolan.
Paru-paru
Inspeksi : Tidak ada bekas luka, pergerakan dada kanan dan kiri simetris, tidak ada
benjolan, RR 20x / menit.
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara nafas vesikuler.
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak nampak.
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat mengangkat.
Perkusi : Batas jantung tidak melebar.
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal dan regular.
k. Abdomen
Inspeksi : Tidak ada bekas luka, perut tidak membuncit, tidak terdapat benjolan.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada asites.
Perkusi : Perkusi pada abdomen pekak.
Auskultasi : Bising usus normal : 5 - 34 bunyi x / menit.
l. Tulang Belakang
Kyposis ( +/ - )
Scoliosis ( +/ - )
Lordosis ( +/ - )
Perlukaan ( +/ - )
Infeksi ( +/ - )
Mobilitas (leluasa/ terbatas)
Fibrosis ( +/ - )
HNP ( +/ - )
Lainnya……………………
m. Genetalia
Pria
Rambut pubis (bersih /tidak bersih)
Lesi ( + / - )
Benjolan ( +/ - )
Penyumbatan lubang uretra ( + / - )
Hipospadia ( + / - )
Epispadia ( + / - )
Terpasang kateter ( +/ - )
Penis: nyeri tekan ( +/ - ), benjolan ( +/ - ), cairan tidak ada
Scrotum dan testis : benjolan ( + / - ), nyeri tekan ( + / - ), kelainan.................
Hidrochele ( +/ - )
Scrotal Hernia ( + / - )
Spermatochele ( + / - )
Epididimal Mass/Nodularyti ( + / - )
Epididimitis ( + / - )
Torsi pada saluran sperma ( + / -)
Tumor testiscular ( +/ - )
Inguinal hernia ( + / - )
Femoral hernia ( + / - )
Pembengkakan ( + / - )
Lainnya…………………….
Wanita
Kebersihan rambut pubis (bersih/kotor)
Lesi ( +/ - )
Eritema ( +/ - )
Keputihan ( +/ - )
Peradangan ( + / - )
Lubang uretra : stenosis/sumbatan ( + / - )
Terpasang kateter ( + / -- )
Lainnya…………………
n. Anus
Atresia ani ( +/ - )
Tumor ( +/ - )
Haemorroid ( +/ - )
Perdarahan ( +/ - )
Perineum: jahitan ( + / - ), benjolan ( +/ -)
Nyeri tekan pada daerah anus ( +/ - )
Pemeriksaan Rectal Toucher ……………
Lainnya:………………
o. Ekstermitas
Atas
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris/ asimetris)
Deformitas ( +/ - )
Fraktur ( +/ - )
Lokasi fraktur
Jenis fraktur
Terpasang gips ( +/ - )
Traksi ( +/ - )
Atropi otot ( +/ - )
IV line: terpasang di tangan kanan, ukuran abocatch hijau tetesan: 20tpm
ROM: aktif
CRT : -
Edema: ( 1– 4)
Lakukan uji kekuatan otat : ( 1 – 5 )
Lainnya:………………
Bawah
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris/ asimetris)
Deformitas ( +/ - )
Fraktur ( +/ - )
Lokasi fraktur
Jenis fraktur
Terpasang gips ( +/ - )
Traksi ( +/ - )
Atropi otot ( +/ - )
IV line: terpasang di - , ukuran abocatch - tetesan: -
ROM : aktif
CRT : -
Edema: ( 1– 4)
Lakukan uji kekuatan otat : ( 1 – 5 )
Lainnya:………………
3. Pemeriksaan Neurologis
a. Memeriksa Tanda-Tanda Rangsangan Otak
Penigkatan suhu tubuh ( + / - )
Nyeri kepala ( + / - )
Kaku kuduk ( +/ - )
Mual –muntah ( + / - )
Riwayat kejang ( + / - )
Penurunan tingkat kesadaran ( + / - )
Riwayat pingsan ( +/ - )
Lainnya:……………… ………………………………………………………………
b. Memeriksa Nervus Cranialis
Nervus I (Olfaktorius) : normal
Nervus II (Opticus) : normal
Nervus III (Ocumulatorius) : normal
Nervus IV (Throclearis) : normal
Nervus V (Thrigeminus) : normal
Cabang optalmicus : normal
Cabang maxilaris : normal
Cabang Mandibularis : normal
Nervus VI (Abdusen) : normal
Nervus VII (Facialis) : normal
Nervus VIII (Auditorius) : normal
Nervus IX (Glosopharingeal) : normal
Nervus X (Vagus) : normal
Nervus XI (Accessorius) : normal
Nervus XII (Hypoglosal) : normal
c. Memeriksa Fungsi Sensorik
Kepekaan saraf perifer: benda tumpul ( +/ - ), benda tajam ( +/ - ),
Menguji sensasi panas/dingin ( + /- ), kapas halus ( + /- )
d. Memeriksa Reflek Kedalaman Tendon
1) Refleks fisiologis
Reflek bisep ( +/ - )
Reflek trisep ( +/ - )
Reflek brachiradialis ( +/ - )
Reflek patella ( +/ - )
Reflek achiles ( +/ - )
2) Refleks patologis
Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada kasus-kasus tertentu.
Reflek babinski ( +/ - )
Reflek chaddok ( +/ - )
Reflek schaeffer ( +/ - )
Reflek oppenheim ( +/ - )
Reflek gordon ( +/ - )
B. Data Penunjang Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboratorium
Hari/tanggal : 21/12/2021
Jam : 13.50
2. Pemeriksaan Radiologi
Hasil pemeriksaan :
3. Pemeriksaan Lainnya
Hasil pemeriksaan :
………………………………………………………………………
C. Terapi Saat Ini :
Terapi farmakologi
D. Kesimpulan Status Fisik (ASA) :
ASA 1
Pertimbangan Anestesi
1. Faktor Penyulit : Tidak ada faktor penyulit pada paien
2. Jenis Anestesi : General Anestesi
Indikasi : Pasien dilakukan bedah panggul dan direncanakan tindakan anestesi
umum
3. Teknik Anestesi : Anestesi Inhalasi
Indikasi : dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang
berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui alat atau mesin anestesi
langsung ke udara inspirasi
E. Analisa Data
No Symptom Etiologi Problem
PRE ANESTESI
1 DS: Pasien mengeluh nyeriAgen cedera fisik Nyeri kronik
pada bagian pinggang
DO : Pasien meringis
kesakitan dibagian pinggang
P : Nyeri akibat jatuh daei
kandang selama kurang lebih
7 bulan dan nyeri pinggang
selama 2 tahun.
Q : Nyeri terasa ngilu
dibaagian pinggang
R : Pasien mengatakan nyeri
pada pinggang
S : Skala nyeri 6
T : Nyeri hilang timbul
- TD 120/66 mmHg
- BB 52 kg
- Nadi 83x/menit
- RR 20x/menit
PASCA ANESTESI
No Symptom Etiologi Problem
C:
Kolaborasi dengan dokter untuk - Kolaborasi merupakan hubungan
pemberian obat sedasi timbal balik dimana pemberi
layanan bertanggung jawab paling
besar untuk perawatan pasien
dalam pemberian obat sedatif
yang tepat untuk dapat
mengurangi kecemasan pasien.
-
Post op
1.1 Nyeri Akut Setelah dilakukan NIC : Agar dapat mengetahui skala
tindakan keperawatan •Lakukan pengkaijan nyeri secara nyeri yang dialami pasien.
selama 2 x 24 menit komprehensif termasuk lokasi, Untuk mengetahui tanda vital
diharapkan masalah karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas pasien.
gangguan rasa nyaman dan faktor presipitasi Air dingin dapat membantu
(nyeri akut) berkurang • Observasi reaksi nonverbal dari ketidak- meredakan nyeri.
dengan kriteria hasil : nyamanan Relaksasi nafas dalam merupakan
salah satu teknik untuk meredakan
NOC : •Ajarkan tentang teknik non nyeri.
farmakologi(terapi relaksasi nafas dalam Membantu klenn dalam
Mampu mengontrol nyeri
• Berkolaborasi dengan dokter untuk mengidentifikasi hal-hal yang dia
Mampu mengenali nyeri
pemberian obat ketorolac 2x30mg perhari bersenang-senang melakukan dan
(skala, intensitas,
frekuensi dan tanda nyeri) menganggap sebagai lucu.
Kegiatan semacam itu dapat
Menyatakan rasa nyaman
berfungsi sebagai gangguan
setelah nyeri berkurang
terhadap ketidaknyamanan dan
TTV dalam rentang
memungkinkan klien untuk maju
normal
ke kenyamanan kognitif
N : 60-100
(Hinds,Martin, & Vogel,
S : 36-37,5
1987
TD : 120/80
Kolaborasi sebagai hubungan
RR : 16-20x/mnt
timbal balik dimana pemberi
SpO2 : 95-100% pelayanan memegang tanggung
jawab paling besar untuk
perawatan pasien dalam kerangka
kerja bidang preseptif mereka.
peraktik kolaborasi menekankan
tanggung jawab bersama dalam
manajemen keperawatan pasien
( Abela. 2012)