Jam di dinding berbunyi mengarah pada angka 08.00 pagi yang menandakan
waktu aku untuk bekerja. Aku memasuki pintu ruang operasi di salah satu rumah sakit
Jakarta, dengan sebuah baju operasi yang aku pakai di tubuhku, serta masker yang aku
pakai di wajahku. Aku membuka daun pintu ruangan itu,di dampingi dua orang suster
yang biasa membantuku dalam melakukan tugasku di ruangan ini. Suasana hening
begitu tenang menyapaku, dengan dinginnya ac di ruangan ini seakan-akan langsung
membuat tubuhku merasa sangat sejuk seperti berada di sekitaran salju. Entahlah seperti
tidak pernah merasakan hal ini saja batinku. Ketika memasuki ruangan tersebut mataku
langsung tertuju pada rak yang berisikan alat-alat bedah, seperti pisau bedah, jarum
jahit, berbagai macam bentuk gunting, dan lainnya. Di pojok kanan ruangan ini terlihat
sebuah lemari yang tidak cukup besar berdiri sangat kokoh. Kemudian pandanganku
berganti ke seorang pasien yang berbaring di kasur. Dia menatapku dengan matanya
yang terlihat menahan sakit yang sangat dalam, aku segera bergegas mendekatinya dan
memeriksa keadaannya terlebih dahulu dengan menggunakan stetoskop yang aku
kalungkan di leherku. Lalu melakukan operasi penyakit yang di deritanya.
Ya, aku Audrey Bianca seorang dokter bedah yang bekerja di salah satu rumah
sakit di Jakarta. Usiaku masih terbilang cukup muda berkisaran 21 tahun. Aku terlahir
dari keluarga yang kurang mampu dalam perekonomian. Ayahku adalah seorang buruh
pabrik, sedangkan ibuku hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Aku mempunyai 2
saudara kandung, yaitu seorang kakak laki- laki dan adik perempuan. Dulu aku kuliah di
fakultas kedokteran UGM karena mendapatkan beasiswa dari pemerintah, disebabkan
aku memiliki nilai prestasi tertinggi di masa aku bersekolah dahulu. Setelah lulus
menjadi dokter bedah, aku mendapatkan tugas untuk bekerja di salah satu rumah sakit
terbaik di Jakarta, yaitu RS Medistra Jakarta. Disana aku bekerja dari pukul 08.00
sampai dengan selesai. Ruanganku berada tepat di lantai tiga dekat ruangan operasi
yang biasa aku pakai untuk menangani pasien. Rumah sakit ini sangat terkenal cukup
baik. Dengan didukung oleh tenaga kerja dokter dan perawat yang berkompeten, staf
terlatih, serta peralatan medis yang modern dan canggih.
12.00 wib sudah menunjukkan waktu aku beristirahat setelah melakukan operasi
panjang. Aku segera keluar dari ruangan operasi dan berjalan menuju ke ruanganku
sendiri. Satu dua langkah aku menginjakkan kakiku, tiba-tiba ada seseorang yang
menabrakku dari depan, kami terjatuh di lantai. Lalu aku berdiri dan membantunya
berdiri juga. Aku melihat seorang pria berbadan lumayan tinggi, dengan wajahnya yang
lesu, rambutnya acak-acakan berada di hadapanku. Dia meminta maaf karena tidak
sengaja menabrakku tadi. Dia terlihat sangat terburu- buru dan langsung pergi
meninggalkan tempat ini. Tetapi aku teringat sesuatu ketika melihat wajahnya,
sepertinya aku mengenalnya. Ya, aku ingat. Dia adalah Yuda sahabatku semasa kuliah
dulu. Bekas jahitan yang ada di dahinya, aku sangat mengenalnya. Kami berteman
sangat akrab dahulu. Aku langsung berbalik arah dan ingin mengejarnya, tetapi dia
sudah berlari begitu jauh dan tidak terlihat lagi di daerah ruangan ini.
Keesokannya aku bertemu lagi dengan sosok pria yang menabrakku kemarin di
depan pintu masuk rumah sakit. Aku langsung menghampirinya.
“ Oh… Audrey, aku ingat.” Dia menjawab setelah berfikir cukup lama sambil
memperhatikan wajahku.
“Aku senang bertemu denganmu audrey, sekarang kamu sudah sukses ya.” Dia
berkata sambil membalas senyumanku.
“Alhamdulillah yud. Tapi boleh kan aku tanyakan sesuatu padamu?” ucakpu
yang ingin menanyakan sesuatu yang ganjal di pikiranku.
“Sepertinya aku tidak bisa menjawabnya sekarang, istri dan anakku sudah
menungguku dirumah.”Jawabnya seperti ingin pergi.
“Bagaimana kalau kita bertemu di café sebelah rumah sakit ini?” tawarku
kepadanya.
“Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu ya.”Jawabnya sambil terburu-buru lalu
pergi meninggalkan tempat itu.
Besoknya tepat pukul 12.00 siang saat aku beristirahat, bertemula aku dengan
Yuda di cafe sebelah rumah sakit aku bekerja.Yuda pun mulai bercerita mengapa
keadaanya menjadi seperti ini sekarang.
Dulu, perusahaan ayahku bangkrut karena kelilit hutang dimana-mana.Rumah,
mobil, semua aset yang kami punya diambil oleh pihak bank untuk melunaskan hutang-
hutang kami. Sehingga kuliah ku putus dan berhenti di tengah jalan. Kami terpaksa
menyewa rumah untuk tempat kami berteduh. Dalam keadaan yang begitu pas-pasan,
aku harus mengurus ibuku yang sedang sakit parah. Sebelum ibuku sakit, ayahku sudah
meninggal karena terkena stroke akibat kejadian itu. Lalu, akulah yang menjadi tulang
punggung keluarga ini, untuk makan, untuk menyekolahkan adikku, serta kebutuhan
hidup lainnya.
Sekarang, aku sudah menikah dan mempunyai satu orang anak. Ibuku dan
adikku tetap tinggal bersamaku, dengan keadaan rumah yang sederhana dan penghasilan
yang bisa dibilang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan kami. Tujuan ku sekarang
tidak untuk memikirkan aku akan sukses kedepannya, tetapi bagaimana aku bisa
mendapatkan pekerjaan yang lebih baik saja agar ekonomi keluarga ku tercukupi.
“Maaf Yud, apakah kamu ingin aku carikan pekerjaan yang layak?” tawar
Audrey kepada Yuda.
“Mohon maaf, bukannya aku tidak menerima kebaikanmu drey, tetapi aku ingin
bekerja keras sendiri dan mencari nya sendiri.” Tolak Yuda karena merasa dia tidak
harus merepotkan orang lain untuk masalahnya ini karena ia yakin bahwa ia mencarinya
sendiri jika bekerja keras.
“Baiklah kalau begitu, jika kamu butuh bantuan, kamu bisa hubungi aku.” Ucap
Audrey.