Namaku Bintang Ariefaldo Ianza, Biasa dipanggil Bintang.
Namun teman temanku menjulukiku dengan sebutan Robin. Saat ini aku masih duduk di bangku SMP kelas 9F. Aku adalah anak yang agak bandel di sekolah. Pernah aku dikunci di luar karena terlambat masuk kelas karena pergi ke kantin Selasa, 6 desember. Hari itu aku sedang mengikuti PTS. Pada saat jam istirahat aku mengobrol dengan temaku yang bernama Luki yaitu teman sebangku ku. Kita mengobrol dengan asik hingga aku melontarkan sebuah kata yang membuat dia kesal. Dia mengejarku, aku langsung lari secepat cepatnya namun naas kaki ku tersandung sebuah kursi yang membuat aku jatuh. Bukanya menolong, Luki malah menertawakan ku. Awalnya kukira baik baik saja, tapi saat aku ingin bangkit, tanganku terasa sangat berat sekali. Setelah kuperhatikan ternyata tanganku patah hingga nampak bengkok. Murid yang melihat kejadian itu, terkejut karena melihat tanganku yang nampak bengkok. Semua berkerumun penasaran melihat keadaan tanganku. Akupun digotong seorang murid yang badanya besar menuju UKS dan dirujuk ke puskesmas dekat sekolahan. Sesampainya di puskesmas, aku diberikan pertolongan pertama dengan diberikan sebuah obat pereda nyeri.Pak Yohanes wali kelasku menelpon orang tuaku. Bapakku sampai di puskesmas dan melihat keadaanku serta bertanya tentang kronologi kejadian itu. "Ini pak foto tanganya bintang, terlihat bengkok dan anjuran dari puskesmas untuk dirujuk ke rumah sakit agar dilakukan penanganan medis",jelas pak yohanes sambil memperlihatkan foto tanganku karena sudah dibalut oleh perban. Bapaku berfikir sejenak dan memutuskan untuk dibawa ke rumah sakit aisyiyah ponorogo dimana bapaku juga sudah pernah dirawat disana. Sepanjang perjalanan, aku sempat kalut terbayang serangkaian tindakan, dan oh tidak aku paling takut sakit, itu berarti aku tidak bisa melanjutkan PTS, padahal aku baru ikut satu hari "Pak, ini foto rontgentnya. Dua tulang patah fan terlihat jelek sekali patahnya, anjuran saya harus di oprasi ya", jelas dokter bedah kepada bapaku. Aku sangat takut dengan oprasi, tapi bukan cuma bius dan oprasinya yang membuatku takut. Tapi tak bisa melanjutkan PTS karena tanganku cedera. Pasrah dengan keadaan mau tak mau aku terpaksa menerima kenyataan harus oprasi. Hari itu juga masuk rumah sakit untuk persiapan oprasi esok harinya. Persiapanya meliputi: foto rontgent, pemeriksaan laboratorium, dan sarung. Berhubung tanganku yang patah sebelah kiri, infus dipasang ditangan sebelah kanan. Ketika akan buang air besar dan air kecil aku sangat kesulitan sekali. Awalnya aku masih mau minta tolong untuk membersihkan diriku di kamar mandi. Dan akhirnya aku nekad untuk melakukanya sendiri. Belum lagi kalau mau sholat, tapi beruntung aku mempunyai teman teman yang baik dan sabar. Segala doa kupanjatkan untuk keselamatanku dan keluargaku, juga oprasinya sendiri dan semua yang terkait. Singkat cerita tibalah saatnya hari dimana aku dijadwalkan untuk oprasi di jam setengah empat sore. Aku sangat takut dengan serangkaian tindakan yang dilakukan dokter bedah. Dokter menenangkan ku dengan lelucon yang dia buat. Perasaan ku terhibur dan agak tenang. Bius disuntik ke selang infus, dan beberapa saat kemudian aku tertidur. Tak terasa waktu berlalu dengan cepat. Aku terbangun dari tidurku di jam setengah 7 malam. Dokter bilang kalau tanganku sudah selesai di oprasi dan besok sudah diperbolehkan untuk pulang. Aku sangat senang sekali mendengar perkataan tersebut. Malam itu kulalui dengan gejolak batin. Malampun menyapa menanti esok. Bersambung...