Anda di halaman 1dari 7

AYSTOLE

Yuliana Ade Yopita, tanggal lahir 05 februari, 1994


asal kalimantan barat, lulusan STIKES persada
husada indonesia jakarta tahun 2014. Pengalaman
kerja sebagai perawat instalasi gawat darurat selama
5 tahun di rumah sakit hermina depok lalu
melanjutkan bekerja sebagai perawat intensive care
unit di rumah sakit umum bunda margonda depok
hingga saat ini sambil melanjutkan pendidikan S1
keperawatan dan profesi. Hobby tidak lain dan tidak
bukan anak rumahan yang bercita-cita ingin
memiliki XXI sendiri dan ternyata yang tercapai
hanyalah hometeater, always on netflix, dysney
holstar, lqiyi, dan lain-lain. Saat ini sedang mencoba
untuk mengembangkan minat untuk menulis cerita
lewat mata kuliah kewirausahaan.
Asystole merupakan kisah tentang dilemma yang dialami oleh johan seorang perawat icu di
salah satu rumah sakit dan harus merawat pasien yang adalah ibunya sendiri. Johan merupakan
seorang perantau dan ibunya yang dating dari kampung untuk bertemu dirinya akhirnya
mengalami sakit dan dirawat di rumah sakit tempat dimana johan bekerja. Karena perburukan
kondisi, ibu johan tiba-tiba mengami henti jantung. Johan menangis dan memutuskan untuk
melakukan pijat jantung sembari merasa gagal merawat orang tua sendiri. Gambaran irama
jantung pada monitor tampak garis lurus. Johan yang semakin lelah tersadar bahwa ibunya
sudah tiada. Teman sejawat dan dokter memberikan support kepada johan akhirnya membuat ia
harus ikhlas bahwa ibunya sekarang sudah tenang dan tidak mengalami sakit lagi.

- SYNOPSIS-
ASYSTOLE

Proses panjang serta perjuangan yang tidak mudah membuahkan gelar S.Kep Ners sudah aku raih pada usia 24
tahun. Kisah pahit datang menghampiri ketika aku sudah genap 2 tahun bekerja di salah satu Rumah Sakit
Umum dan inilah kisah terpahit yang sulit aku lupakan. “Nak, kamu harus menjadi sosok laki-laki yang kuat,
jangan pernah menyerah dengan kondisi apapun. Pulanglah membawa profesi perawatmu” begitulah nasihat ibu,
wanita yang sering kusapa dengan sebutan mama ketika hendak mengatarkan aku untuk melanjutkan studi
profesi perawat di Jakarta. Kerasnya kehidupan kota Jakarta serta pola pikir masyarakat yang beranggapan
bahwa laki-laki Timur notabennya bekerja sebagai security dan debtcolector, membuatku semakin berambisi
untuk mengubah mineset tersebut. Aku harus mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar, mengingat karatker
laki-laki Maluku yang menempel erat dengan diriku. Hitam kulit, keriting rambut, nada berbicara yang lantang
merupakan karater itu. Aku berhasil beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan menjalani proses jatuh bangun
kuliah.
LANJUTAN…

4 tahun kemudian aku berhasil menuntaskan kuliah S1 keperawatan dan Profesi Ners, gelar S.Kep Ners telah aku
sandang. Rasa bangga orang tuaku tidak terbendung saat aku memeberitahu kabar baik ini. Setelah lulus aku
memutuskan untuk bekerja bekerja di rumah sakit dan meminta restu dari orang tua namun karena bertepatan
dengan kejadian Covid 19 sehingga orang tuaku semakin khawatir untuk megijinkan aku bekerja di Rumah Sakit.
Aku berusaha meyakinkan orang tua agar bisa bekerja karena merasa terpanggil sebagai seorang perawat. “Kalau
memang kamu ingin untuk bekerja, Ibu ikhlaskan Nak, ingat jangan andalkan kemampuan diri melainkan tetap
mengandalkan Tuhan dalam pekerjaanmu, namamu selalu ibu titip di dalam doa” ucap ibu dengan penuh harapan.
Aku dipanggil untuk diinterview di salah satu Rumah sakit umum, bermodalkan nasihat dari orang tua akhirnya
aku diterima untuk bekerja di rumah sakit tersebut. Intensive Care Unit merupakan ruangan dimana aku
ditempatkan untuk bekerja, rekan kerja dan senior di ruangan ini selalu menciptakan suasana yang harmonis
sehingga aku semakin betah bekerja di sini. “Bung” itulah sapaan akrab yang sering dipakai rekan-rekan untuk
memanggilku. Motivasi dan bimbingan selalu diberikan oleh rekan-rekan kerja kepadaku mengingat aku adalah
seorang perantau dari jauh. Mereka juga membentuk aku menjadi sosok yang mapan dan berpikir dewasa dalam
bertindak.
LANJUTAN…

Tak terasa dua tahun sudah terlewati aku bekerja di Rumah sakit dan untuk mengobati rasa rindu terhadap
orang tua, aku memutuskan untuk memberangkatkan kedua orang tuaku datang ke Jakarta. Aku
tinggal dengan kedua orang tuaku di kontrakan dan menikmati tiap masa indah bersama mereka.
Suatu sore Ketika aku hendak selesai bekerja, terdengar bunyi dering dari Handphone dan ternyata
panggilan itu dari Ayah yang mengabarkan bahwa ibu mengalami sesak nafas. Aku pun berlari ke
arah parkiran menyalakan motor tua milikku dan bergegas pulang ke kontrakan. Setibanya di sana
tampak ibu terbaring lemas dan mengalami sesak berat. Tanpa berpikir panjang aku segera
membawa ibu ke ruang IGD Rumah sakit tempat aku bekerja. Setelah menjalani pemeriksaan,
dokter pun mengatakan bahwa ibu harus dirawat intensive karena mengalami sesak berat.
LANJUTAN…

Aku dengan kondisi gementar dan panik langsung melakukan tindakan RJP (Resusitasi Jantung Paru)/pijat
jantung dengan harapan kondisi ibu membaik. Dokter dan semua teman sejawat langsung datang menghampiri.
Pijat jantung serta tindakan pertolongan medis maksimal yang dilakukan selama 30 menit belum dapat
mengembalikan kondisi ibu namun aku yang tetap memiliki harapan besar teteap melakukan tindakan RJP.
Monitor itu seakan memberikan informasi kepadaku untuk berhenti. Garis lurus yang digambarkan monitor
membuatku merasa kehilangan separuh nyawa. Dokter dan teman sejawat langsung merangkul aku dan
mengatakan “Bung, kami turut berduka cita”. Aku putus asa, aku merasa gagal dan terus menyalahakan diriku
namun ayah dengan cintanya datang memeluk aku sembari berkata, “Nak, semua yang Tuhan buat itu baik
adanya, kamu harus percaya ada maksud baik dibalik semua ini.” Mendengar nasihat dari Ayah membuat aku
sadar bahwa ibu sudah tenang dan tidak sakit lagi, aku merasa bersyukur karena memiliki sosok ibu yang selalu
memberikan seluruh cintanya kepadaku. dan inilah bentuk pengabdian terakhirku untuk ibu.
SEKIAN DAN TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai