KAJIAN PUSTAKA
A. Prestasi Akademik
yang diperoleh setelah instruksi dan pelatihan kursus atau subjek penelitian. Hal
ini umumnya diukur dengan cara total nilai siswa yang diperoleh mereka dalam
kelas tertentu. Prestasi akademik tergantung pada berbagai faktor yang secara
langsung atau tidak langsung mempengaruhinya. Di masa lalu gagasan aneh yang
dimiliki dalam pikiran besar serta orang-orang biasa adalah bahwa prestasi
baru, telah menyadari bahwa ada faktor-faktor lain, yang sama pentingnya dengan
dengan sukses oleh seorang individu atau kelompok pada penyelesaian tugas
apakah itu akademis, pribadi atau sosial. Dengan demikian, prestasi berarti semua
perubahan perilaku yang terjadi dalam individu sebagai hasil dari pengalaman dari
berbagai jenis belajar. Prestasi akademik menurut Lawrance & Vimala (2012 :
biasanya ditunjukkan dengan nilai tes, kelas, poin kelas, rata-rata dan derajat.
diukur dengan alat standar atau tes, tindakan mencapai akhir atau melaksanakan
tujuan. Prestasi umumnya diterapkan untuk kinerja dalam tes pendidikan daripada
1
2
2013 : 98).
sekolah dan berupa nilai rata-rata, yang didapatkan dari nilai rapor siswa.
akademik dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor eksternal dan faktor internal
(Eggen & Kauchak, 2007; Hill & Craft, 2003). Sedangkan menurut Deka (1993),
faktor yang mempengaruhi prestasi akademik yaitu faktor intelektual dan faktor
pendapat yang berbeda diungkapkan Crosnoe, dkk. (dalam Farooq, dkk., 2011)
empat kelompok, yaitu: (a) faktor siswa, (b) faktor keluarga, (c) faktor sekolah,
banyak variabel seperti motivasi berprestasi (Mc Clelland, 1962), konsep diri
akademik (Calhoun & Acocella, 1990), Berpikir Lateral (De Bono, 1970),
kemampuan (ability) kognitif merupakan salah satu dan bukan satu-satunya faktor
variabel lain yaitu faktor internal yang salah satunya adalah faktor psikologis.
Faktor psikologis merupakan hal-hal yang secara tidak langsung terkait dengan
faktor psikologis dalam penelitian ini yaitu perilaku siswa yang dispesifikkan
1. Motivasi Berprestasi
aspek penting berkaitan dengan performansi akademik siswa. Oleh karena itu,
variabel ini dipertimbangkan sebagai salah satu faktor yang berasal dari diri siswa
berkaitan dengan proses belajar dan hasil belajar di sekolah. Eaton dan Dembo
(2004) mengartikan motivasi berprestasi sebagai kondisi yang muncul dalam diri
siswa yang dapat memberikan daya dorong (inpectus) terhadap belajar dan
penampilan apa yang telah dipelajari siswa dari proses pembelajaran di kelas.
Motivasi berprestasi diartikan oleh Brophy (2004), Ricco et.al (2010), Elliot &
4
tingkah laku belajar seseorang untuk mencpai prestasi. Selanjutnya menurut Elliot
et.al (2000) motivasi dalam belajar merupakan salah satu faktor yang
berprestasi adalah suatu usaha untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya dengan
Siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi adalah mereka yang terdorong
belajar yang tinggi dengan kompetensi yang positif. Begitu pula siswa yang
belajarnya.
b. Jenis Motivasi
suatu tujuan). Menurut Santrock (2008), Schunk, Pintrich & Meece (2008), Slavin
(2009) jenis motivasi ini dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti penghargaan
5
dan hukuman. Jenis motivasi ini dalam proses pembentukan pribadi kurang
mengharapkan dukungan dari luar. Motif intrinsik dan motif ekstrinsik didasarkan
pada datangnya penyebab suatu tindakan. Tndakan yang digerakkan oleh suatu
sebab yang datang dari luar diri individu disebut motivasi ekstrinsik.
digerakkan oleh kekuataan eksternal individu. Menurut Eggen & Kauchak (2007)
orang lain, lebih percaya pada orang lain. Menurut Pintrich, et.al (1990) motivasi
Motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam diri seeorang
(internal) untuk melakukan sesuatu demi hal itu sendiri (sebuah tujuan). Campbell
merasakan adanya penghargaan jika dapat mengerjakan suatu tugas, dan tugasnya
dapat diterima. Elliot et.al (2000) mendefinisikan motivasi intrinsik sebagai suatu
dorongan yang ada dalam diri individu yang mana individu tersebut merasakan
senang dan gembira setelah melakukan serangkaian tugas. Jadi pada dasarnya
6
motivasi intrinsik sudah ada dalam diri individu dan dapat terlihat apabila
bertindak yang disebabkan faktor pendorong dari dalam diri individu dalam
proses belajar siswa yang memiliki motivasi intrinsik dapat dilihat pada
butuh dan ingin mencapai hasil belajar yang baik. Tujuan siswa tersebut
sebenarnya ingin menguasai apa yang sedang dipelajari. Gage & Berliner (1984)
Rico, Piere & Madinilla (2011) mengemukakan bahwa individu yang termotivasi
secara intrinsik aktivitasnya lebih baik dalam belajar daripada individu yang
Motivasi intrinsik bertumbuh dalam diri seseorang tanpa paksaan dari luar.
Motivasi intrinsik memiliki nilai yang lebih besar dari motivasi ekstrinsik, karena
dorongan dari luar hanya digunakan untuk menimbulkan motivasi yang ada di
dalam diri setiap individu. Motivasi intrinsik yang dimiliki siswa dalam belajar
akan semakin tinggi prestasi belajar yang dicapai. Siswa yang memiliki motivasi
intrinsik yang besar akan menjadi lebih aktif dan dapat belajar tanpa perintah atau
paksaan dari orang lain. Kurangnya motivasi intrinsik dpat pula disebabkan oleh
Konsep diri akademik merupakan bagian dari konsep diri mayor, yang di
dalamnya terdapat berbagai macam konsep diri spesifik. Konsep diri yang spesifik
yang menjadi titik perhatian dalam penelitian ini adalah konsep diri spesifik yang
menghasilkan pekerjaan yang baik, dan konsep diri spesifik yang berkaitan
dengan kemampuan untuk memperoleh nilai yang lebih baik (Brookover, dalam
Cohen, 1976).
Menurut Hanna, Suggett & Radtke (2008); Ormrod (2009) konsep diri
terbentuk atas dua komponen, yaitu komponen kognitif dan komponen afektif.
penjelasan "siapa saya" yang akan memberi gambaran tentang diri saya (individu).
Gambaran diri tersebut akan membentuk citra diri. Komponen konsep diri
dirinya sendiri yang akan membentuk bagaimana penerimaan terhadap diri dan
hargadiri individu. Menurut Wigfield & Karpothian dalam Ferla; Volche; Cai
(2009), Tan & Yates (2007), Tang (2011) bahwa konsep diri berkenaan dengan
8
& Pittayanon (2010) mendefinisikan konsep diri sebagai suatu persepsi individu
menyelesaikan studinya dengan baik. Jadi pada intinya konsep diri merupakan
pembelajaran.
dari diri menurut Calhoun dan Acocella (1990) yaitu pertama, diri menyangkut
fisik, tubuh dan semua aktivitas biologis berlangsung di dalamnya. Diri fisik yang
dimaksud yaitu indikasi bagaimana individu melihat dirinya dari segi fisik,
kesehatan, penampilan diri dan gerak motorik. Kedua, diri sebagai proses yang
dimaksud adalahdimana dalam diri terdapat akal pikiran, emosi, dan perilaku yang
lain. Diri proses adalah suatu penilaian terhadap diri dalam kegiatannya sekarang
untuk membentuk dirinya,dalam hal ini sebagai siswa. Ketiga, adalah diri sosial
terdiri atas akal pikiran dan perilaku sosial. Diri sosial yang dimaksud yaitu
dimaksudkan adalah apa yang terlintas dalam pikiran saat berpikir tentang dirinya.
bagaimana penilaian dirinya sendiri. Kelima yaitu cita-cita diri yaitu apa yang
9
terhadap dirinya yang berkaitan dengan karir ataupun masa depan studinya.
jika dibanding dengan teman-teman dekatnya, teman sekelasnya, dan atau teman-
temannya dalam satu sekolah, apakah kemampuan dirinya yang terbaik, ataukah
atau dirinya yang paling rendah (Brookover, dalam Cohen, 1976).Konsep diri
spesifik yang lainnya adalah berupa keyakinan akan kemampuan diri siswa untuk
untuk menggapai cita-cita, seperti misalnya menjadi dokter, ilmuwan, guru dan
mampu melalui dan mengatasi tantangan akademik yang sulit sekalipun. Untuk
hal tersebut bagaimana siswa memandang dirinya dan memahami dirinya, apakah
siswa sangat mungkin, agak mungkin, atau tidak yakin di antara keduanya, tidak
pasti akan memperoleh tugas-tugas dari gurunya, dalam kaitan ini bagaimana
baik atau hanya sebaliknya. Begitu pula konsep diri dalam hal kemampuan siswa
kemampuan akademik, adalah pandangan, atau citra, atau gambaran diri siswa
Konsep diri dibedakan menjadi dua konsep diri positif dan konsep diri
negatif (Calhoun&Acocella 1990, Showers & Boyce dalam Elliot 2008). Kedua
Penerimaan diri maksudnya bahwa orang dengan konsep diri positif mengenal
dirinya dengan baik sekali. Orang yang memiliki konsep diri positif dapat
dirinya sendiri. Ciri konsep diri yang positif adalah pengetahuan yang luas dan
bermacam-macam tentang diri, pengharapan yang realistis, dan harga diri yang
1993) menyatakan bahwa konsep diri yang positif lebih mungkin timbul apabila
sukses yang masuk akal, dalan perlakuan seperti ini konsep diri anak akan
Konsep diri negatif ada dua jenis, pertama pandangan seseorang tentang
dirinya sendiri benar-benar tidak teratur seperti tidak memiliki keutuhan diri,
11
benar-benar tidak tahu siapa dirinya, apa kekuatan dan kelemahannya, atau apa
yang dapat dihargai dalam hidupnya. Tipe kedua dari konsep diri negatif
merupakan konsep diri pertama di mana konsep diri itu terlalu stabil dan terlalu
teratur atau kata lain kaku. Orang dengan konsep diri tidak teratur atau konsep diri
Penelitian Dobson dan Shaw dalam (Calhoun & Acocella 1990) menunjukkan
bahwa konsep diri negatif sering kali berhubungan dengan depresi klinis atau
mengalami kecemasan. Ciri konsep diri negatif adalah pengetahuan yang tidak tepat
tentang diri sendiri, pengharapan yang tidak realistis, dan harga diri yang rendah.
penelitian yang berkaitan dengan proses kognitif yang terkait dengan interaksi
sosial, tentang bagaimana memahami orang lain, berinteraksi dengan orang lain
dengan latar belakang yang berbeda. Dalam konteks seperti ini asumsi-asumsi
dasar teori psikologi kognitif dibangun oleh batuan teori-teori psikologi sosial
(Maxwell, 2008). Kognisi sosial dapat dipahami sebagai struktur dari proses
dengan reaksi yang sesuai dengan situasi sosial yang terjadi. Asumsi mendasar
dari penelitian tentang kognisi sosial adalah gagasan bahwa representasi mental
dalam diri individu terhadap orang lain dan situasi sosial yang melingkupi dirinya
dan khusus dalam struktur dan proses beroperasinya. Secara teoritis dapat
digambarkan kaitan antara (a) informasi tentang tanda-tanda yang menunjuk pada
mental ini dimanipulasi dan berproses untuk mempengaruhi pilihan perhatian dan
kognisis seseorang, (d) keputusan, penilaian dan prilaku yang dilahirkan dari
gambar mengenai Model Teori Kognisi Sosial dapat dilihat pada gambar 2.1
Pengalaman Keputusan,
The
langsung dari
Mind penilaian &intensi
lingkungan sosial
kognisi dan perilaku atau keputusan yang diambil dalam teori kognisi sosial
adalah bagaimana seseorang dapat menduga perasaan, maksud, dan fikiran orang
lain (Maxwell, 2008). Proses dan kompetensi ini dinamakan sebagai “perspective-
(Hojat,2006; Maxwell, 2008; Slote, 2007). Perkembangan empati hingga abad ke-
mengacu pada komponen afektif dari empati, dan kedua pada komponen kognitif
Selanjutnya Hall & Mast (2007) dengan melihat perkembangan lebih jauh
mengenai empati maka secara umum aspek-aspek empati yaitu ada dua aspek
kognitif dan aspek afektif. Pada aspek kognitif dilekankan pada bagimana
kognitif yang dimiliki seseorang dapat mengetahui perasaan orang lain dan
and emotion”. Proses kognitif yang melibatkan instropeksi diri, objektif dan
perasaan orang lain. Kompetensi ini sering disebut dengan istilah lain
perasaan diri sendiri untuk mencoba merasakan seperti apa yang orang lain
orang laintermasuk dalam tahap problem solving yang harus dikuasai oleh
dengan orang lain. Kemampuan siswa berhubungan dengan orang lain adalah
semua informasiyang ada pada proses sosial. Kemampuan ini antara lain
kemungkinan respon serta memilih respon yang akan dilakukan (Robinson &
15
disposition to "take the role”of another person in the cognitive sense "
kemampuan umum dan disposisi untuk " mengambil" peran orang lain dalan arti
kognitif, yaitu untuk menilai respon kapasitas dan kecenderungan dalam suatu
tentang peran orang lain sebagai alat dalam berkomunikasi secara efektif.
dan bagaimana orang tersebut bereaksi secara kognitif dan emosional terhadap
lain melibatkan (a) penilaian yang realistis berdasarkan kepentingan bersama dan
pemahaman bagaimana orang lain melihat masalah dalam rangka untuk dapat
mengusulkan alternatif kesepakatan yang akan memuaskan kedua belah pihak dan
(c) secara akurat menilai validitas dan manfaat relatif dari semua masalah.
memposisikan peran orang lain dalam ranah kognitif dan bagaimana seseorang
kemampuan intelektual untuk memahami pikiran orang lain dalam situasi sosial
orang lain adalah (a) sebagai orientasi holistik bagi seseorang untuk situasi
dimana mereka bertindak dengan orang lain, (b) memiliki dimensi persepsi,
afektif, kognitif, melalui proses yang beraneka ragam dan (c) pengalaman.
perspektif dari orang lain. Pertama, setiap orang memiliki perspektif yang unik.
menanggapi pengalaman pada waktu bayi, anak, remaja dan dewasa. Seseorang
hidupnya. Tidak ada dua orang akan melihat masalah dengan cara yang persis
sama. Kedua, perspektif seseorang memilih dan mengatur apa yang dialaminya
dari pengalaman. Jika seseorang ingin mempengaruhi orang lain, maka perlu
memahami kekuatan empati atau sudut pandang dan untuk merasakan kekuatan
konflik. Ketiga, setiap orang dapat memiliki perspektif yang berbeda pada waktu
yang berbeda. Keempat, pesan yang sama dapat berarti dua hal yang sangat
berbeda dari dua perspektif berbeda. Kelima, salah paham sering terjadi karena
17
kita mengasumsikan bahwa setiap orang melihat sesuatu dari perspektif yang
berpikir dan perasaan orang lain, sehingga berpengaruh pada perilaku individu
orang lain terdiri dari (a) tidak membeda-bedakan atau egosentris, (b) mengambil
peran subjektif, (c) memikirkan diri sendiri atau orang lain dan perspektif timbal
balik, (d) orang ke-tiga dan saling mengambil perspektif, secara mendalam dan (e)
kemampuan mengambil perspektif simbolik dari social. Lebih lanjut, Enright dan
konstruksi yaitu kognitif dan afektif, kognitif mengacu kemampuan anak untuk
berpikir mengenai pikiran orang lain dan afektif mengacu memahami secara
merupakan bagian dari kognisi sosial, kedua hal tersebut saling menggantikan,
dan afektif untuk memahami keadaan orang lain. Rodriguez (1992: 46-47)
perspektif orang lain meliputi (a) mengakui setiap individu memiliki perpsektif
setiap perilaku yang ditunjukkan diri sendiri berdampak terhadap perilaku orang
18
lain, (c) mengamati dan menggeneralisasikan bahwa perilaku orang lain dapat
akibat dari perilaku orang lain, (e) menggambarkan hubungan logis antara semua
peristiwa yang berbeda dalam sistem sosial sebagai bentuk interaksi (bergantung
Orientation);, (b) Perhatian bersama; (c) Mengacu sosial; dan (d) Tanggapan
kelompok mengenai objek atau kejadian sehingga diperoleh perhatian yang sama,
positif, jika anggota mampu menjawab dengan benar mengenai persoalan yang
kelompok untuk merespon stimulus baru sesuai dengan emosi orang lain
Tanggapan relasional dua arah, yaitu anggota dalam mengenali dan memahami
sehingga mudah dipahami dan saling belajar mengenai hubungan antara objek dan
kata.
dimodifikasi dari hasil penelitian Rodriguez (1992: 46-47) yaitu (a) mengakui
ditunjukkan oleh diri sendiri akan berdampak terhadap perilaku yang ditunjukkan
oleh orang lain; (c) mengamati dan menggeneralisasikan bahwa perilaku orang
tindakan tertentu dapat berakibat pada perilaku yang ditunjukkan orang lain, (e)
dan sistem sosial yang bergantung pada kerangka dan orientasi pengamat, dan (f)
individu.
20
yang dialami seseorang bila mereka dihadapkan pada suatu masalah atau
mental yang melibatkan kerja otak serta, berpikir berarti juga berjerih
payah secara mental untuk memahami sesuatu atau mencari jalan keluar
dibagi ke dalam empat level yaitu recall, basic, critical, dan creative.
1. Recall thinking
ini, berpikir yang dilakukan oleh orang dewasa tidak terlalu menggunakan
otomatis tanpa melalui proses berpikir akan menjawab 4. Contoh yang lian
2. Basic thinking
setiap buku harganya dua ribu rupiah. Jawaban dari pertanyaan tersebut
3. Critical thinking
sesuatu hal jika mendapat masalah, dan juga dapat menganalisa situasi.
4. Creative thinking
perilaku atau sikap yang tampak, (2) berpikir merupakan suatu proses
Proses berasal dari bahasa latin yaitu processus yang berarti berjalan ke
23
langkah atau kemajuan yang mengarah pada suatu sasaran atau tujuan.
pada prinsipnya ada tiga langkah, yaitu: (1) pembentukan pengertian, (2)
oleh Dr. Edward De Bono, seorang psikologi asal Malta. Dalam bukunya yang
berjudul “The Use of Lateral Thinking” (1967) De Bono menyatakan bahwa pola
berpikir manusia dibedakan menjadi dua bentuk yaitu berpikir vertikal dan
yang selama ini kita kenal dan umum dipakai. Pola berpikir ini dilakukan secara
tahap demi tahap berdasarkan fakta yang ada, untuk mencari berbagai alternatif
menurut logika normal. Sedangkan berpikir lateral merupakan pola berpikir yang
tetap menggunakan fakta-fakta yang ada untuk menentukan hasil akhir yang
diinginkan dan secara kreatif (seringkali berpikir tanpa mengikuti tahap demi
24
tahap) dan mencari alternatif pemecahan masalah dari berbagai sudut pandang
fungsi dari gaya berpikir (Deporter dan Hernacki, 2002). Fungsi dari gaya berpikir
tersebut dibagi ke dalam tujuh bagian utama, yaitu: berpikir vertikal, berpikir
lateral, berpikir kritis, berpikir analitis, berpikir strategis, berpikir tentang hasil
dan berpikir kreatif. Jika ditinjau dari letaknya, maka ketujuh gaya berpikir
Tabel 2.1
Gaya Berpikir Berdasarkan Belahan Otak
Proses Pemikiran Otak Kiri Proses Pemikiran Otak Kanan
Vertikal Lateral
Kritis Holistik
Strategis Kreatif
Analitis
Sumber: Deporter & Hernacki (2002)
merupakan proses pemikiran yang dijalankan oleh otak bagian kanan. Menurut
Asmin (2005) otak belahan kanan berfungsi untuk berpikir holistic (berpikir
dengan ruang dan tempat), methaporik dan lebih banyak menyerap konsep
(kreativitas). Hal ini berarti bahwa dalam berpikir lateral sedapat mungkin
berpikir lateral adalah melihat permasalahan dari beberapa sudut baru, seolah-olah
tidak logis dan tidak runtut pada satu arah. Seperti yang tertulis dalam Oxford
Hal tersebut mengandung makna berpikir lateral merupakan suatu cara untuk
memecahkan masalah dengan metode yang tampaknya tidak logis. Pendapat yang
Maksud dari pernyataan tersebut bahwa kata berpikir lateral terkait dengan
pola yang ada dan bukan sepanjang pola tersebut yang alami, logis, dan kreatif.
siswa karena sifatnya yang tidak lazim, seperti yang dinyatakan oleh Hawkins &
diabaikan oleh cara berpikir logis. Berpikir lateral juga diartikan sebagai cara
sesuatu yang baru dan berpikir inovatif untuk berbagai masalah (Longman Group,
1992:740).
siswa dengan mampu mencari berbagai alternatif penyelesaian masalah. Hal ini
menggunakan imajinasi untuk menemukan sesuatu yang baru dan inovatif , maka
berpikir lateral dari siswa tersebut dapat dilihat dari cara siswa menjawab serta
lateral, akan memiliki pola pandang yang luas dalam menyikapi pertanyaan yang
diberikan.
Prestasi Akademik
Akademik
sebagai suatu proses serta kesediaan untuk melihat hal-hal dengan cara yang
produk baru, proses baru dan layanan baru secara kreatif. Hal tersebut
besar dalam memecahkan masalah yang dialami oleh individu, solusi pemecahan
masalah tersebut dapat berupa ide-ide baru maupun ide-ide yang berbeda yang
berguna baik untuk individu itu sendiri maupun orang lain, keterkaitannya dengan
diatasi dan tidak dibiarkan begitu saja sehingga dapat mengganggu aktivitas yang
lain.
cipta atau pemikiran kreatif agar menjadi individu yang kreatif (Gie, 2003).
penelitian Wang (2011) yang menjelaskan bahwa adanya hubungan positif antara
lateral. Sedangkan hasil penelitian Alrubaie & Daniel (2014) menyatakan bahwa
lateral sangat penting untuk keberhasilan dalam belajar dan sukses dalam hidup.
28
penelitian terhadap 256 orang siswa, terdapat hubungan yang signifikan antara
tingkat berpikir lateral dengan prestasi akademik, siswa berprestasi tinggi dalam
hal berpikir lateral secara signifikan lebih baik (mean 22,39) dibandingkan siswa
berprestasi rendah (mean 20,41). Siswa berprestasi tinggi dapat berpikir lateral
Lebih lanjut, siswa berprestasi tinggi mampu menciptakan ide yang dihasilkan
secara fasih dengan cara elaborasi, dibandingkan dengan anak berprestasi rendah.
Hansen & Byrge (2008) menyatakan bahwa kreativitas dapat membantu siswa
positif berpikir lateral terhadap prestasi belajar matematika. Bagi siswa yang
internal yang akan mendorong siswa agar lebih tertarik untuk belajar matematika.
Prestasi belajar akan tercapai dengan maksimal jika pemahaman konsep tertata
dengan baik, hal ini menuntut keterampilan berpikir lateral yang merupakan salah
satu potensi yang sangat besar yang harus dikembangkan, sehingga wajar jika
2008).
terhadap suatu masalah, dan 3) Bersibuk diri secara kreatif tidak hanya
memposisikan peran orang lain dalam ranah kognitif dan bagaimana seseorang
keterampilan memproses informasi sosial maka akan semakin mudah bagi anak
untuk membentuk hubungan suportif dengan orang lain, yang berarti akan
sosialnya. Kaitannya dengan prestasi akademik ialah apabila seorang anak dengan
mudah mampu membaca isyarat sosial yang diberikan oleh orang yang berada di
lingkungan sekolah misal: oleh gurunya, maka anak akan dengan mudah
memahami apa yang diinginkan oleh guru tersebut dan dapat melakukannya
dengan baik.
untuk membantu anak membentuk perspektive tentang diri dan orang lain
mengambil perspektif dari orang lain mempunyai penyesuaian diri yang lebih
baik, membantu anak memahami apa yang diinginkan dan diharapkan oleh guru
dasar untuk masa depan anak-anak, karena jika orang tua, guru, atau orang dewasa
ingin sukses di masa depan maka perlu memahami orang lain yang ada disekitar
lingkungannya.
aspek-aspek psikologis yang saling terkait satu dengan lainnya. Aspek-aspek ini
saling berhubungan dan memberi kontribusi satu sama lainnya. Menurut Greene
and Zirkel dalam Waschull (2005) hubungan antara konsep diri dan prestasi
signifikan dengan prestasi akademik. Hal ini sejalan dengan pendapat Fink dalam
Burns (1993) bahwa ada hubungan yang cukup berarti di antara konsep diri yang
konsisten dengan dimensi konsep diri, dan hubungan antara prestasi akademik dan
konsep diri dapat berbeda antara laki-laki dan perempuan ataupun antara suatu
Hasil penelitian Johns dan Grieneeks dalam Burns (1993) terhadap 877
konsep diri dengan pencapaian prestasi akademik. Hasil penelitian Purkey dalam
Burns (1993) menyimpulkan bahwa ada hubungan yang konsisten dan cukup
31
berarti antara konsep diri dengan pencapaian prestasi akademikanak laki-laki lebih
prestasi akademis. Konsep diri positif pada akhirnya akan membentuk harga diri
yang kuat. Harga diri merupakan penilaian tentang keberartian diri dan nilai
sekarang dan akan mencapai perasaan menjadi apa. Konsep diri tidakhanya berdiri
sendiri, tetapi terkait dengan dimensi lain seperti aspek akademik dan aspek sosial.
Temuan tidak seluruhnya konsisten dengan dimensi konsep diri, dan hubungan
antara prestasi akademik dan konsep diri dapat berbeda antara laki-laki dan
perempuan.
Para siswa yang memiliki konsep diri positif memandang mereka dapat
merasa nyaman dalam lingkungan sosial di kelas. Siswa berbakat pada umumnya
32
konsep dirinya tinggi (Wentzel & Wigfield 1998, Matovu 2012) dibandingkan
dengan siswa yang kemampuannya rata-rata. Shavelson et al dalam Skoe & Lippe
(2005) menyimpulkan bahwa konsep diri mempunyai korelasi tinggi artara 0.50 -
0.80 terhadap prestasi akademik siswa. Perkembangan konsep diri pada siswa
motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik walaupun perbedaan itu tidak jauh
motivasi intrinsik terhadap hasil belajar adalah sebesar 0,89. Motivasi berprestasi
merupakan faktor pribadi yang sangat berpengaruh terhadap hasil belajar. Banyak
prestasi akademik secara signifikan (Eliot, et.al. 2000, Pintrich dalam Pokay &
Centra & Portter dalam Eliot, et.al. (2000) selanjutnya mengatakan bahwa
dengan empat cara yaitu: (1) motivasi dapat meningkatkan energi dan aktivitas
menentukan pilihan-pilihan terhadap tujuan mana yang ingin dicapai hasilnya, (3)
tekun melakukan aktivitas tersebut dan, (4) motivasi dapat mempengaruhi cara
belajar dan proses kognitif individu dalam konteks proses belajar mengajar di
sekolah.
bahwa individu yang memiliki motivasi belajar tinggi juga memperoleh hasil
belajar yang baik, dibandingkan dengan hasil belajar yang diraih oleh individu
berpengaruh secara positif dengan hasil belajar. Menurut Glover & Burning
(1990), siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi akan selalu ingin bekerja
Siswaseperti ini memiliki kecenderungan yang kuat untuk melakukan sesuatu atas
Para ahli menyimpulkan bahwa konsep diri merupakan dasar motivasi tingkah
faktor yang berkontribusi adalah konsep diri. Temuan yang dilakukan Turner, dkk
(2009: 337) terhadap 264 mahasiswa menunjukkan bahwa motivasi berprestasi dan
melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi (Chevalier, dkk., 2007: 30-31) atau
dkk., 2004: 81). Ini berarti bahwa siswa yang memiliki keinginan untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, akan memiliki motivasi agar
prestasi akademiknya baik, sehingga dengan hasil dari prestasinya tersebut akan
menunjang tercapainya tujuan pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan
menemukan adanya korelasi statistik positif antara konsep diri dengan motivasi
ekstrinsik (r = 490) dan konsep diri dengan motivasi intrinsic (r = 297), artinya
siswa yang memiliki motivasi berprestasi dan konsep diri tinggi, memiliki prestasi
yang lebih baik daripada mereka yang rendah dalam motivasi berprestasi dan
konsep diri. Selain itu, individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi