PROPOSAL Kel 8 Finish
PROPOSAL Kel 8 Finish
SEKOLAH
Disusun oleh:
Kelompok 8
DOSEN PENGAMPU
Ns.FITRI WAHYUNI,M.Kep.Sp.Kep.An
A. Latar Belakang
Ular tangga adalah permainan papan untuk anak-anak yang dimainkan oleh 2
orang atau lebih. Papan permainan dibagi dalam kotak-kotak kecil dan di beberapa
kotak digambar sejumlah "tangga" atau "ular" yang menghubungkannya dengan kotak
lain. Dalam permainan ular tangga edukatif ini, kelompok memodifikasi papan ular
tangga menjadi kotak – kotak yang berisi gambar – gambar edukatif untuk membantu
pengembangan intelektual anak.
Setiap pemain mulai dengan bidaknya di kotak pertama (biasanya kotak di sudut
kiri bawah) dan secara bergiliran melemparkan dadu. Bidak dijalankan sesuai dengan
jumlah mata dadu yang muncul. Bila pemain mendarat di ujung bawah sebuah tangga,
mereka dapat langsung pergi ke ujung tangga yang lain. Bila mendarat di kotak dengan
ular, mereka harus turun ke kotak di ujung bawah ular. Pemenang adalah pemain
pertama yang mencapai kotak terakhir.
Biasanya bila seorang pemain mendapatkan angka 6 dari dadu, mereka mendapat
giliran sekali lagi. Bila tidak, maka giliran jatuh ke pemain selanjutnya
B. Tujuan
1. Umum
Setelah dilakukan tindakan program bermain pada anak usia sekolah (6 -12
tahun) selama kurang lebih 30 menit diharapkan anak dapat bermain sambil
belajar mengenal tanda umum anak bergizi baik.
2. Khusus :
Bagi anak:
• Dapat mengatur strategi dan kecermatan.
• Dapat mengenal tanda – tanda anak bergizi baik
• Dapat mengembangkan imajinasi dan mengingat peraturan
permainan
• Dapat berlatih bersosialisasi
• Dapat berlatih bersikap sportif
• Dapat mengurangi kecemasan dan ketegangan pada anak
• Dapat belajar pramatematika yaitu saat menghitung langkah pada
permainan ular tangga dan menghitung titik – titik yang terdapat pada
dadu.
Bagi Perawat:
• Membangun trust antara pasien anak dan perawat
• Mampu mengaplikasikan teori terapi bermain pada anak usia 6-12
tahun
• Mampu mengenal karakter tiap anak usia 6-12 tahun
c. Pokok Bahasan
Permainan ular tangga
D. Metode
Tanya jawab/diskusi
Ceramah
Demonstasi
3 Penutup
(10 menit) Melakukan penilaian dan Mengulang kembali
evaluasi peserta
Bersama audiens Mendengarkan dan
menyimpulkan materi memperhatikan
Terminasi (Memberi salam) Menjawab salam
I. Pengorganisasian
• Fasilitator :
• Observer
J. Uraian Tugas
K. Setting Ruangan
Keterangan:
: Penanggung Jawab
: Moderator
: Penyuluh
: Peserta Penyuluhan/audiens
: Fasilitator
: Obeserver
L. Kriteria Evaluasi
a. Evaluasi Struktur
i. Peserta penyuluhan hadir 90% dari jumlah sasaran penyuluhan
ii. Media dan alat tersedia dan berfungsi dengan baik
iii. Tempat penyuluhan memadai dengan jumlah peserta penyuluhan
b. Evaluasi Proses
i. Pelaksanaan penyuluhan tepat waktu dan sesuai dengan alokasi waktu yang
direncanakan
ii. Peserta antusias dan termotivasi mengikuti peyuluhan
iii. Peserta tidak keluar masuk, tenang dan tertib pada saat penyuluhan
iv. Peserta penyuluhan mengikuti penyuluhan sampai selesai dan tidak
meninggalkan ruangan sebelum kegiatan penyuluhan selesai
c. Evaluasi Hasil
Setelah dilakukan penyuluhan selama 40 menit diharapkan
i. 85% peserta penyuluhan mampu menjelaskan pengertian bermain ular tangga
ii. 85% peserta penyuluhan mampu menjelaskan tujuan bermain ular tangga
iii. 85% peserta penyuluhan mampu menjelaskan prinsip prinsip bermain permainan
ular tangga
iv. 85% peserta penyuluhan mampu menjelaskan factor yang mempengaruhi bermain
permainan ular tangga
Lampiran Materi
I. KONSEP TEORI BERMAIN
A. Pengertian
Bermain adalah cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial dan
bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain, anak akan berkata-
kata, belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan melakukan apa yang dapat dilakukan, dan
mengenal waktu, jarak, serta suara (Wong, 2000).
Bermain adalah kegiatan yang dilakukan sesaui dengan keinginanya sendiri dan
memperoleh kesenangan (Foster, 1989).
Bermain adalah cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkan konflik dalam dirinya
yang tidak disadarinya (Miller dan Keong, 1983).
Bermain sama dengan bekerja pada orang dewasa, dan merupakan aspek terpenting
dalam kehidupan anak serta merupakan satu cara yang paling efektif untuk menurunkan stress
pada anak, dan penting untuk kesejahteraan mental dan emosional anak (Champbell dan Glaser,
2005).
B. Fungsi
1. Perkembangan Sensori
a. Memperbaiki keterampilan motorik kasar dan halus serta koordinasi
b. Meningkatkan perkembangan semua indra
c. Mendorong eksplorasi pada sifat fisik dunia
d. Memberikan pelampiasan kelebihan energi
2. Perkembangan yang intelektual
a. Memberikan sumber – sumber yang beraneka ragam untuk pembelajaran
b. Eksplorasi dan manipulasi bentuk, ukuran, tekstur, warna.
c. Pengalaman dengan angka, hubungan yang renggang, konsep abstrak
d. Kesempatan untuk mempraktikan dan memperluas keterampilan berbahasa
e. Memberikan kesempatan untuk melatih masa lalu dalam upaya mengasimilasinya
kedalam persepsi dan hubungan baru
f. Membantu anak memahami dunia dimana mereka hidup dan membedakan antara
fantasi dan realita.
3. Perkembangan sosialisasi dan moral
a. Mengajarkan peran orang dewasa, termasuk perilaku peran seks.
b. Memberikan kesempatan untuk menguji hubungan.
c. Mengembangkan keterampilan sosial
d. Mendorong interaksi dan perkembangan sikap positif terhadap orang lain.
e. Menguatkan pola perilaku yang telah disetujui standar moral.
4. Kreativitas
a. Memberikan saluran ekspresif untuk ide dan minat kreatif
b. Memungkinkan fantasi dan imajinasi
c. Meningkatkan perkembangan bakat dan minat khusus
5. Kesadaran diri
a. Memudahkan perkembangan identitas diri
b. Mendorong pengaturan perilaku sendiri
c. Memungkinkan pengujian pada kemampuan sendiri (keahlian sendiri)
d. Memberikan perbandingan antara kemampuasn sendiri dan kemampuan orang lain.
e. Memungkinkan kesempatan untuk belajar bagaimana perilaku sendiri dapat
mempengaruhi orang lain
6. Nilai Teraupetik
a. Memberikan pelepasan stress dan ketegangan
b. Memungkinkan ekspresi emosi dan pelepasan impuls yang tidak dapat diterima
dalam bentuk yang secara sosial dapat diterima
c. Mendorong percobaan dan pengujian situasi yang menakutkan dengan cara yang
aman.
d. Memudahkan komunikasi verbal tidak langsung dan non verbal tentang kebutuhan,
rasa takut, dan keinginan.
C. Tujuan
1. Untuk melanjutkan tumbuh kembang yg normal pada saat sakit.
Pada saat sakit anak mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
2. Mengekspresikan perasaan, keinginan, dan fantasi serta ide-idenya.
Permainan adalah media yang sangat efektif untuk mengsekspresikan berbagai perasaan yang
tidak menyenangkan.
3. Mengembangkan kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah.
Permainan akan menstimulasi daya pikir, imajinasi, dan fantasinya untuk mencipakan sesuatu
seperti yang ada dalam pikirannya.
4. Dapat beradaptasi secara efektif thp stres karena sakit dan di rawat di RS.
D. Prinsip – prinsip Bermain
Menurut Soetjiningsih (1995) bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar aktifitas
bermain bisa menjadi stimulus yang efektif :
1. Perlu ekstra energi
Bermain memerlukan energi yang cukup sehingga anak memerlukan nutrisi yang memadai.
Asupan atau intake yang kurang dapat menurunkan gairah anak. Anak yang sehat memerlukan
aktifitas bermain yang bervariasi, baik bermain aktif maupun bermain pasif.Pada anak yang sakit
keinginan untuk bermain umumnya menurun karena energi yang ada dugunakan untuk
mengatasi penyakitnya.
2. Waktu yang cukup
Anak harus mempunyai cukup waktu untuk bermain sehingga stimulus yang diberikan dapat
optimal. Selain itu, anak akan mempunyai kesempatan yang cukup untuk mengenal alat-alat
permainannya.
3. Alat permainan
Alat permainan yang digunakan harus disesuaikan dengan usia dan tahap perkembangan anak.
Orang tua hendaknya memperhatikan hal ini sehingga alat permainan yang diberikan dapat
berfungsi dengan benar dan mempunyai unsur edukatif bagi anak.
4. Ruang untuk bermain
Aktifitas bermain dapat dilakukan di mana saja, di ruang tamu, di halaman, bahkan di ruang
tidur. Diperlukan suatu ruangan atau tempat khusus untuk bermain bila memungkinkan, di mana
ruangan tersebut sekaligus juga dapat menjadi tempat untuk menyimpan permainannya.
5. Pengetahuan cara bermain
Anak belajar bermain dari mencoba-coba sendiri, meniru teman-temannya, atau diberitahu oleh
orang tuanya. Cara yang terahkir adalah yang terbaik karena anak lebih terarah dan berkembang
pengetahuannya dalam menggunakan alat permainan tersebut. Orang tua yang tidak pernah
mengetahui cara bermain dari alat permainan yang diberikan, umumnya membuat hubungannya
dengan anak cenderung menjadi kurang hangat.
6. Teman bermain
Dalam bermain, anak memerlukan teman, bisa teman sebaya, saudara, atau orang tuanya. Ada
saat-saat tertentu di mana anak bermain sendiri agar dapat menemukan kebutuhannya sendiri.
Bermain yang dilakukan bersama orang tuanya akan mengakrabkan hubungan dan sekaligus
memberikan kesempatan kepada orang tua untuk mengetahui setiap kelainan yang dialami oleh
anaknya. Teman diperlukan untuk mengembangkan sosislisasi anak dan membantu anak dalam
memahami perbedaan.
f. Un occupied behaviour
Anak tidak memainkan alat permainan tertentu, tapi situasi atau objek yang ada disekelilingnya,
yang digunakan sebagai alat permainan (Contoh: jinjit-jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan
kursi, meja dsb).
2. Menurut karakter sosial
a. Onlooker play
Anak hanya mengamati temannya yang sedang bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut
berpartisifasi dalam permainan (Contoh: Congklak/Dakon).
b. Solitary play
Anak tampak berada dalam kelompok permainan, tetapi anak bermain sendiri dengan alat
permainan yang dimilikinya dan alat permainan tersebut berbeda dengan alat permainan
temannya dan tidak ada kerja sama.
c. Parallel play
Anak menggunakan alat permaianan yang sama, tetapi antara satu anak dengan anak lain tidak
terjadi kontak satu sama lain sehingga antara anak satu dengan lainya tidak ada sosialisasi.
Biasanya dilakukan anak usia toddler.
d. Associative play
Permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak dengan anak lain, tetapi tidak
terorganisasi, tidak ada pemimpin dan tujuan permaianan tidak jelas (Contoh: bermain boneka,
masak-masak).
e. Cooperative play
Aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas pada permainan jenis ini, dan punya
tujuan serta pemimpin (Contoh: main sepak bola)
3. Menurut usia
a. Umur 1 bulan (sense of pleasure play).
Visual : dapat melihat dgn jarak dekat
Audio : berbicara dgn bayi
Taktil : memeluk, menggendong
Kinetik : naik kereta, jalan-jalan.
b. Umur 2-3 bln
Visual : memberi objek terang, membawa bayi keruang yang berbeda
Audio : berbicara dengan bayi,memyanyi
Taktil : membelai waktu mandi, menyisir rambut.
c. Umur 4-6 bln
Visual : meletakkan bayi didepan kaca, memebawa bayi nonton TV.
Audio : mengajar bayi berbicara, memanggil namanya, memeras kertas.
Kinetik : bantu bayi tengkurap, mendirikan bayi pada paha ortunya.
Taktil : memberikan bayi bermain air.
d. Umur 7-9 bln
Visual : memainkan kaca dan membiarkan main dengan kaca serta berbicara sendiri.
Audio : memanggil nama anak, mngulangi kata-kata yang diucapkan seperti mama,
papa.
Taktil : membiarkan main pada air mengalir.
Kinetik : latih berdiri, merangkap, latih meloncat.
e. Umur 10-12 bln
Visual : memperlihatkan gambar terang dalam buku.
Audio : membunyikan suara binatang tiruang, menunjukkan tubuh dan menyebutnya.
Taktil : membiarkan anak merasakan dingin dan hangat, membiarkan anak
merasakan angin.
Kinetik : memberikan anak mainan besar yang dapat ditarik atau didorong, seperti
sepeda atau kereta.
f. Umur 2-3 tahun
Paralel play dan sollatary play
Anak bermain secara spontan, bebas, berhenti bila capek, koordinasi kurang (sering
merusak mainan)
Jenis mainan: boneka,alat masak,buku cerita dan buku bergambar.
g. Preschool 3-5 thn
Associative play , dramatik play dan skill play.
Sudah dapat bermain kelompok
Jenis mainan: roda tiga, balok besar dengan macam-macam ukuran.
h. Usia sekolah
Cooperative play
Kumpul prangko, orang lain.
Bermain dengan kelompok dan sama dengan jenis kelamin
Dapat belajar dengan aturan kelompok
Laki-laki : Mechanical
Perempuan : Mother Role
B. Saran
Terapi bermain dapat menjadi obat bagi anak-anak yang sakit. Jadi sebaiknya di RS juga
disediakan fasilitas bermain bagi anak-anak yang di rawat di rumah sakit. Mensosialisasikan
terapi bermain pada orang tua sehingga orang tua dapat menerapkan terapi di rumah dan di
rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, K., et al.2010. Contoh Proposal Terapi Bermain Pada Anak Prasekolah. Diakses Pada
Tanggal 11 Desember 2012. www.nursingbegin.com
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC