SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada
Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Tadulako
Oleh
Annisa Juniasih Putri
A 221 17 030
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada
Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Tadulako
iii
ABSTRACT
Annisa Juniasih Putri, 2021. "The Effect of Kecombrang (Etlingera elatior) Leaf
Extract on Culex Mosquito Mortality And Its Implementation As Learning Media".
Thesis. Biology Education Study Program, Department of Mathematics and
Natural Sciences Education, Faculty of Teacher Training and Education,
Tadulako University. Supervisor : Astija.
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
syukur kepada Allah SWT yang senantiasa memberi nikmat dan RahmatNya
Penulis menyadari tanpa RahmatNya tugas ini tidak dapat terselesaikan dengan
memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) pada Program Studi Pendidikan Biologi
Tadulako.
pihak. Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sangat tulus dan
Ayahanda saya Fadly dan Ibunda saya Agustina Plamularsih dengan penuh
henti-hentinya memberikan kasih sayang, bimbingan, nasehat dan doa yang tulus
yang menyertai penulis hingga akhir penyelesaian studi ini. Penulis juga
mempersembahkan skripsi ini kepada adik laki-laki saya tersayang Ragiel Bagus
Syahputra dan Reyhan Bagas Styaputra yang selalu memberi hiburan dan
v
canda tawa selama proses penyusunan skripsi ini serta nenek saya Hja.Rodiah
yang selalu tidak henti-hentinya mengingatkan akan ibadah yang wajib dilakukan.
Penulis juga ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya dan
Selaku pembimbing sekaligus dosen wali saya yang telah meluangkan waktu dan
ini, Tak lupa pula ucapan terima kasih kepada bapak selaku sekaligus dosen
pembahas 1 saya Dr. I Nengah Kundera, M.Kes dan kepada ibu Isnainar, S.P.,
M.Si sebagai dosen Pembahas 2 saya yang telah membimbing dan memberikan
Pada penulisan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak,
untuk itu dengan segala hormat ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. H Mahfudz, MP., Rektor Universitas Tadulako yang
di Universitas Tadulako.
2. Bapak Dr. Ir. Amiruddin Kade, S.Pd., M.Si. selaku Dekan Fakultas
vi
banyak membantu dalam penyelesaian administrasi dari awal penelitian
6. Ibu Purnama Ningsih, S.Pd., M.Si., Ph.D., Ketua Jurusan Pendidikan MIPA
8. Bapak Ibu Dosen dan staf Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas
Pendidikan Universitas Tadulako, Ibu Dra. Lussy Mohune dan Ibu Dra.
Hamidah.
vii
10. Staf Laboratorium Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Tadulako, Bapak Dr. Husain Sosidi, M.Si dan Ibu Dewi
Indriany, S.Si.
11. Operator Program Studi Pendidikan Biologi Bapak Sudarman S.Kom. yang
perkuliahan.
12. Bapak dan Ibu Staf Pengajaran Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Tadulako.
13. Kepada keluarga saya yang telah mendoakan dan mendukung saya sampai ke
tahap ini. Semoga Allah SWT selalu menjaga dan melindungi serta menyertai
Miftahul Jannah, Tenri Abeng S.Pd., Sri Nanda, Annisa S.Pd., Sahri Nur
Ramadhan, dan Syarifah Musfirah, Riki Rianto S.Pd., Royan Dwi Prayuda
S.Ak., M.Ak serta sahabat-sahabat saya yang ada di Purwokerto dan juga
sama hingga sampai saat ini. Terima kasih atas kebersamaan yang telah
diciptakan.
15. Tim Peneliti, yaitu Tenri Abeng S.Pd., Afifatun Miftahul Jannah, Annisa S.Pd.,
dan Sri Nanda yang sangat membantu peneliti pada saat pelaksanaan
penelitian.
viii
16. Saudara-Saudari saya Angkatan 2017, terkhusus teman-teman kelas A“Bio-
begitu banyak kesan dan moment serta canda tawa yang dilewati bersama-
18. Rekan-Rekan PLP SMA Negeri 3 Palu yang tidak bisa saya sebutkan satu
ini.
19. Semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak bisa disebutkan satu
dan partisipasi dari semua pihak, semoga Allah SWT yang akan membalas semua
pendidikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama bagi
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR iv
BAB I PENDAHULUAN
2.4 Hipotesis 25
3.5 Sampel 30
x
3.6 Alat dan Bahan 30
4.2 Pembahasan 61
5.1 Kesimpulan 62
5.2 Saran 62
DAFTAR PUSTAKA 63
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
quinquefasciatus
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
xiii
pada Pengematan Menit Ke-40
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Lampiran 1 66
2. Lampiran 2 70
3. Lampiran 3 78
xv
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
disebabkan oleh cacing filaria. Cacing tersebut hidup di pembuluh getah bening
(limfe) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk dengan manifestasi klinik akut
berupa demam berulang dan peradangan pada pembuluh tersebut. Pada stadium
payudara dan alat kelamin (Chin, 2006). Tiga spesies cacing filaria yang
malayi dan Brugia timori (Depkes RI, 2010). Filariasis ini banyak ditemukan di
wilayah tropika seperti Asia, Afrika, Amerika Tengah, dan Selatan, dengan 120
penyakit endemis. Pada tahun 2018, Indonesia terdapat 10.681 kasus filariasis
terbanyak pada tahun 2018 adalah Papua (3.615 kasus), Nusa Tenggara Timur
(1.542 kasus), Jawa Barat (781 kasus), Papua Barat (622 kasus), dan Aceh (578
kasus). Provinsi-provinsi berikutnya adalah Jawa Tengah (439 kasus), Jawa Timur
(412 kasus), Kalimantan Timur (319 kasus), Jambi (267 kasus), Kalimantan Barat
(254 kasus), Sumatera Barat (239 kasus), Riau (236 kasus), Sulawesi Tengah (193
kasus), Sumatera Utara (183 kasus), Sumatera Selatan (169 kasus), Banten (129
kasus), Kepulauan Bangka Belitung (104 kasus), Kalimantan Tengah (90 kasus),
1
2
Sulawesi Selatan (82 kasus), Bengkulu (64 kasus), Sulawesi Tenggara (62 kasus),
Sulawesi Barat (43 kasus), Lampung (40 kasus), Maluku (37 kasus), Maluku
Utara (34 kasus), Kepulauan Riau (31 kasus), DKI Jakarta (23 kasus), Kalimantan
Selatan (23 kasus), Sulawesi Utara (20 kasus), Bali (18 kasus), Kalimantan Utara
(15 kasus), Nusa Tenggara Barat (10 kasus), Gorontalo (4 kasus) dan provinsi
Sulawesi Tengah termasuk salah satu provinsi yang memiliki kasus penyakit
Tengah, penderita kasus filariasis pada tahun 2018 sebanyak 196 kasus. Dari 13
mikro filaria rate >1% yaitu Kabupaten Sigi 1,14% dengan jumlah 2 orang yang
terjangkit penyakit filariasis pada tahun 2003, Donggala 1,14% dengan jumlah 2
orang yang terjangkit penyakit filariasispada tahun 2003, Parigi Moutong 2,14%
dengan jumlah 4 orang yang terjangkit penyakit filariasis pada tahun 2004, Poso
1,66% dengan jumlah 3 orang yang terjangkit penyakit filariasis pada tahun 2004,
Tojo Una-una 4,3% dengan jumlah 9 orang yang terjangkit penyakit filariasis
pada tahun 2009, Morowali 1,17% dengan jumlah 2 orang yang terjangkit
penyakit filariasis pada tahun 2009, Banggai 1,1% dengan jumlah 1 orang yang
terjangkit penyakit filariasis pada tahun 2009, Bangkep 1,16% dengan jumlah 2
orang yang terjangkit penyakit filariasis pada tahun 2002 dan Buol 1,52% dengan
jumlah 2 orang yang terjangkit penyakit filariasis pada tahun 2015. Dengan
3
demikian berdasarkan data diatas dapat dilihat filariasis masih menjadi masalah
Kesehatan Indonesia, hingga pada tahun 2017 provinsi Sulawesi tengah hanya
cukup rendah dibanding dengan provinsi Jawa Timur (100%), Bali (100%) dan
Jawa Barat (85,2%), artinya provinsi Sulwesi tengah masih kurang maksimal
Filariasis limfatik adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit dari cacing
Cacing ini menghuni sistem limfatik, termasuk pembuluh getah bening. Ketika
quinquefasciatus merupakan nyamuk yang aktif pada malam hari dengan jarak
pemerintah yakni dengan cara menerapkan dua strategi utama yaitu memutuskan
penyakit filariasis dalam segi vektor hewan yang menularkan yakni nyamuk Culex
quinquefasciatus.
4
Tengah masih belum dilakukan sehingga penelitian ini penting untuk diteliti lebih
yang mampu mengancam reaktivitas dari sistem jaringan serangga hama secara
kimia ini digunakan berulang kali akan menimbulkan dampak kontaminasi residu
menyebabkan resistensi nyamuk. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu solusi yang
sintetik. Namun, bagaimana memilih insektisida nabati yang memiliki daya kerja
yang tinggi dan ramah lingkungan masih menjadi permasalahan hingga saat ini.
tanaman kecombrang (Etlingera elatior). Dari hasil studi yang telah dilakukan
Selain itu, kecombrang juga mengandung polifenol dan minyak atsiri. Zat saponin
5
larvasida pada Aedes aegypti Instar III. Hasilnya menunjukan bahwa ekstrak daun
kecombrang dapat mematikan larva dengan daya mortalitas tertinggi yaitu 100%
kematian pada konsentrasi 1% sedangkan pada daya mortalitas lebih rendah yaitu
0,411% - 1,251%.
di atas, tampaknya dalam studi penelitiannya hanya difokuskan kepada larva saja
sedangkan pada nyamuk sebagai vektor yang paling dominan dalam penyebaran
filariasis tidak diteliti. Oleh karena itu, diperlukan suatu penelitian mengenai
ekstrak daun kecombrang dalam pemberantasan jentik dan nyamuk dari jenis
Culex quinquefasciatus ini pada konsentrasi yang lebih efektif agar tingkat
mortalitasnya lebih tinggi dan daya bunuhnya yang lebih cepat. Untuk itu peneliti
jentik dan nyamuk Culex dan implementasinya pada media pembelajaran poster.
oleh ekstrak daun kecombrang ( Etlingera elatior ) terhadap mortalitas jentik dan
poster.
Adapun batasan istilah dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut:
Cranston, 2005).
sebagai racun.
8
(Hastari,2012).
7. Media pembelajaran merupakan suatu bahan, alat atau teknik yang digunakan
untuk menyalurkan pesan atau isi pelajaran dalam kegiatan belajar mengajar
dengan maksud agar proses interaksi dan komunikasi edukasi antara guru dan
yang disederhanakan yang dibuat dalam ukuran besar, bertujuan untuk menarik
fakta atau peristiwa tertentu. Poster bertumpu pada luasnya kata-kata untuk
KAJIAN PUSTAKA
dengan uji Beda Nyata Jarak Ducan (BNJD) dan uji Beda Nyata Jujur (BNJ)
adalah 2,5% pada 24 jam dan 2% pada 48 jam dan nilai KL50 selama 24 dan 48
berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dan 5
elatior) juga mengandung polifenol dan minyak atsiri, konsentrasi ekstrak daun
9
10
kecombrang (Etlingera elatior) yang digunakan yaitu 15%, 20%, 25% dan 30%
(Etlingera elatior) dengan konsentrasi lebih dari 15% efektif sebagai antioviposisi
Monica Anjar Wiji (2011) meneliti tentang mengenai Uji Daya Bunuh
dengan LC50 didapatkan pada konsetrasi 52.087,360 ppm dan LC80 pada
dengan objek dibagi dalam 5 perlakuan, masing-masing berisi 10 ekor larva dan
masing-masing 50.000 ppm, 55.000 ppm, 60.000 ppm, 65.000 ppm dan 70.000
ppm. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam dan dihitung jumlah larva yang mati.
bersifat bioaktif pada daun, batang, bunga dan rimpang tanaman ini. Kandungan
minyak esesnsial pada daun sebesar 0,0735 %, bunga 0,0334%, batang 0,0029%
dan rimpang 0,0021%. Selain itu hasil penelitian ini melaporkan bahwa ekstrak
steroid, dan glikosida yang berkaitan dengan aktivitas antioksidan dan antikanker.
11
daun, bunga dan rimpang kecombrang adalah saponin dan flavonoid. Senyawa
Regnum Plantae
Diviso Magnoliophyta
Classis Liliopsida
Ordo Zingiberales
Familia Zingiberaceae
Ganus Etlingera
1. Akar
2. Batang
tanaman kecombrang berbentuk tegak lurus. Tak hanya itu, batang juga memiliki
3. Daun
tersusun dalam dua baris berseling, di batang semu helaian daun berbentuk jorong
lonjong dengan ukuran panjang 20–90 cm dan lebar 10–20 cm dengan pangkal
pendek gundul namun dengan tampak bintik–bintik halus dan rapat berwarna
hijau mengkilap dengan sisi bawah bagian daun yang berwarna keunguan ketika
masih muda.
4. Bunga
jorong berwarna merah jambu hingga berwarna merah terang, kelopak berbentuk
13
tabung dengan panjang 3-3,5 cm bertaju 3 dan terbelah dan mahkota berbentuk
5. Buah
memiliki buah berjejalan dalam bongkol seperti bentuk bulat berdiameter 10–20
cm, berambut halus dan pendek di bagian luar, berwarna hijau dan ketika masak
berwarna merah.
6. Biji
berwana coklat kehitaman ketika masak, dan berwarna putih ketika masih muda
tumbuhan rempah tahunan yang sejak dari dulu banyak dimanfaatkan oleh
badan, memperbanyak air susu ibu, pembersih darah serta menghilangkan bau
nyamuk (Hidayat,2015).
14
atsiri.
1. Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol pada tumbuhan hijau yang
berperan penting dalam tumbuhan dan terdapat pada seluruh dunia tumbuhan
mulai dari fungus sampai angiospermae. Misalnya, pada pigmen bunga flavonoid
berperan dalam menarik burung serta menarik serangga penyerbuk yang terdapat
pada bunga. Selain itu terdapat beberapa flavonoid yang dapat menyerap sinar
2. Saponin
molekul tinggi terutama dihasilkan oleh tumbuhan, bakteri dan hewan laut tingkat
koloidal dengan air yang apabila dikocok akan menimbulkan buih–buih yang
stabil. Saponin ini dapat larut dalam air tetapi tidak dapat larut dalam ester.
Saponin juga merupakan senyawa yang memiliki rasa yang pahit menusuk
sehingga dapat menyebabkan seseorang bersin dan bersifat racun bagi hewan
berdarah dingin, banyak di antara saponin ini juga digunakan sebagai racun untuk
3. Minyak Atsiri
mudah menguap (volatil). Pada minyak atsiri bagian utamanya yaitu terpenoid, zat
inilah penyebab bau harum yang khas pada minyak tumbuhan. Minyak atsiri yang
mudah menguap terdapat dalam kelenjar minyak khusus didalam kantung minyak
atau didalam ruang antar sel dalam jaringan tumbuhan. Minyak atsiri umumnya
terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur
Carbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O) dan beberapa senyawa kimia yang
2.2.5 Ekstraksi
Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi ini yaitu pelarut selektif yang sesuai
dengan bahan yang ingin diekstraksikan yang tentunya sesuai dengan standar
Pembagian metode ekstraksi menurut Ditjen POM (2000) ada 2 cara yaitu
a) Maserasi
akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung
zat aktif yang akan larut, karena adanya perbedan konsetrasi larutan zat aktif
didalam sel dan diluar sel maka larutan terpekat didesak keluar. Keuntungan cara
17
penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan
sederhana.
b) Perkolasi
ruangan. Proses perkolasi ini terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahapan
ekstrak) yang terus menerus sampai ekstrak yang diinginkan habis tersari. Tahap
penting terutama untuk serbuk yang keras dan bahan yang mudah mengembang.
a) Refluks
temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relatif
b) Sokletasi
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dan
c) Digesti
pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan yaitu pada 40–50C.
18
d) Infus
tertentu ( 15 – 20 menit).
e) Dekok
lebih lama (+30 menit) dan temperatur sampai titik didih air.
yaitu :
Kindom Animalia
Phylum Arthropoda
Classis Insecta
Ordo Dipetra
Familia Culicidae
proboscis berwarna hitam polos tanpa bintik – bintik putih. memiliki kepala yang
umunya berbentuk bulat dan memiliki sepasang mata, sepasang antena, sepasang
palpi yang terdiri atas 5 segmen dan juga meiliki 1 probosis antena yang terdiri
19
atas 15 segmen. Pada nyamuk ini tidak terdapat rambut pada spiracular maupun
pada post spiracular. Ciri lain dari jenis nyamuk ini yaitu posisi yang sejajar
1. Sadium Telur
Telur nyamuk Culex pada waktu dikeluarkan oleh induk, telur berwarna
putih, setelah beberapa menit telur berubah menjadi berwarna abu-abu, dan
setelah kurang lebih dari 30 menit telur akan berubah menjadi hitam. Dalam sekali
bertelur dapat menghasilkan 100 butir telur dan telur-telur ini dapat bertahan
hidup selama 6 bulan yang ketika menetas akan menjadi pupa atau jentik setelah
sekitar 2 hari. Nyamuk ini untuk meletakkan telurnya di atas permukaan air secara
2. Stadium Larva
Setelah telur menetas, maka telur akan berubah menjadi larva atau jentik.
Pada larva culex memiliki ciri khas yaitu siphon yang panjangnya 4 kali lebih
20
panjang dari pada larva dari jenis nyamuk yang lain. Secara anatomis, seekor
larva terdiri atas 3 bagian yaitu kepala, thoraks dan juga abdomen. Pada bagian
perubahannya, mulai dari larva instar I, larva instar II, larva instar III, hingga larva
instar IV. Pada setiap perubahan antara instar ini, seekor larva akan mengalami
pergantian kulit. Dari proses pergantiaan kulit ini disebut sebagai proses moulting
(Metcalff, 1985).
3. Stadium Pupa
waktu antara 5 – 8 hari lamanya.Pupa berbentuk seperti koma. Pada bagian distal
abdomen terdapat sepasang pengayuh yang lurus dan runcing. Ketika pupa
tersentuh, pupa akan bergerak dengan cepat masuk kedalam air selama beberapa
detik kemudian muncul kembali ke permukaan air ketika tidak ada gangguan lagi
(Christopers, 1960).
21
a
b
c
Keterangan :
a) Antena
b) Kaki
c) Tabung pernafasan
Setelah 2-3 hari, dari pupa akan muncul nyamuk dewasa berubah melalui
proses robeknya kulit pada bagian thorax. Nyamuk jantan akan muncul lebih
dahulu daripada nyamuk betina. Nyamuk dewasa betina dapat bertahan hidup
selama 4-5 bulan, terutama pada periode hibernasi (musim dingin) sedangkan
pada periode musim kemarau (musim panas) merupakan masa aktif dari nyamuk
betina dan hanya mampu bertahan hidup selama 2 minggu. Untuk nyamuk jantan
hanya dapat bertahan hidup selama 1 minggu, akan tetapi pada kondisi optimal
dapat bertahan hidup selama lebih dari 1 bulan. Tubuh nyamuk Culex dewasa
terdiri dari 3 bagian yaitu kepala, thoraks dan abdomen (Borror, et al., 1992).
guna membantu dalam proses belajar mengajar dan berfungsi untuk memperjelas
makna pesan yang ingin disampaikan dalam proses pembelajaran, sehingga dapat
berupa apapun yang digunakan oleh guru atau pengajar dalam membantu kegiatan
antara guru atau pengajardengan peserta didik agar proses interaksi pembelajaran
dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Dalam pebelajaran media dapat
dengan baik.
23
melihatnya.
➢ Media auditif, yaitu media yang hanya didengar saja atau media yang
➢ Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat dan tidak mengandung
unsur hara.
➢ Media yang memiliki daya liput yang luas dan serentak. Melalui media ini
c) Dilihat dari cara atau teknik pemakaiannya, media dapat dibagi kedalam:
24
film, slide projector untuk memproyeksikan film slide, dan OHP untuk
2.4 Hipotesis
nyamuk Culex.
METODE PENELITIAN
Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dan pada setiap
dan air. Adapun perlakuan untuk nyamuk Culex quinquefasciatus ini meliputi
konsentrasi 6%, 8%, 10%, baygon cair dan air. Dari 5 perlakuan dan 4 kali
pengulangan pada setiap sampel dalam penelitian ini dapat dihitung sebagai
berikut :
6r – 6 > =15
6r > = 15 + 6
r > = 21/6
27
28
kesempatan yang sama untuk masuk pada kelompok kontrol maupun perlakuan.
Untuk itu peneliti menggunakan metode dadu untuk mengacak sampel yang dapat
Pengulangan
Perlakuan
U1 U2 U3 U4
J (79, 12, 6, J (4, 13, 122, J (188, 183,
J (22, 93, 116,
199, 80, 91, 113, 165, 154, 179, 133, 141,
Kontrol Normal 45, 73, 66, 54,
64, 44, 21, 132, 124, 177, 157, 16, 14,
47, 99, 101)
11) 176) 35, 43)
J ( 53, 5, J (111, 143,
J (37, 9, 145, J ( 92,61,32,
189,128, 90, 55, 70, 30, 138,
Baygon Cair 62, 31, 2, 110, 17, 8, 109, 94,
23, 171, 15, 181, 119, 68,
60, 134, 51) 148, 59, 192)
161) 76, 33)
J ( 85, 136, J ( 97, 174, J (147, 83, 77, J (29, 10, 158,
Konsentrasi 125, 27, 185, 162, 104, 57, 20, 156, 144, 146, 108, 117,
0,012 % 167, 82, 196, 40, 130, 106, 120, 56, 173, 50, 25, 168,
75, 87) 19, 3) 137) 155)
J (200, 107, J (169, 198, J (172, 112, 42, J (1, 142, 131,
Konsentrasi 63, 48, 100, 163, 115, 164, 153, 150, 89, 95, 39, 159,
0,016 % 69, 38, 7, 28, 34, 81, 58, 182, 195, 52, 166, 127, 74, 190,
160) 194) 186) 84)
J (197, 103, J (193, 184, J (149, 151,
J (187, 96, 191,
Konsentrasi 88, 140, 18, 102, 72, 26, 65, 78, 67, 98,
36, 152, 46, 126,
0,2 % 129, 71, 41, 118, 105, 135, 49, 178, 180,
86, 114, 123)
139, 175) 121, 24) 170)
Keterangan :
U : Ulangan
29
Pengulangan
Perlakuan
U1 U2 U3 U4
N (79, 12, 6, N (4, 13, 122, N (188, 183,
N (22, 93, 116,
199, 80, 91, 113, 165, 154, 179, 133,
Kontrol Normal 45, 73, 66, 54,
64, 44, 21, 132, 124, 177, 141, 157, 16,
47, 99, 101)
11) 176) 14, 35, 43)
N (37, 9, 145, N (111, 143,
N ( 92,61,32, N ( 53, 5,
62, 31, 2, 70, 30, 138,
Baygon Cair 17, 8, 109, 94, 189,128, 90, 55,
110, 60, 134, 181, 119, 68,
148, 59, 192) 23, 171, 15, 161)
51) 76, 33)
N ( 85, 136, N ( 97, 174, N (147, 83, 77, N (29, 10,
125, 27, 185, 162, 104, 57, 20, 156, 144, 158, 146,
Konsentrasi 6 %
167, 82, 196, 40, 130, 106, 120, 56, 173, 108, 117, 50,
75, 87) 19, 3) 137) 25, 168, 155)
N (200, 107, N (169, 198, N (172, 112, 42, N (1, 142,
63, 48, 100, 163, 115, 164, 153, 150, 89, 131, 95, 39,
Konsentrasi 8 %
69, 38, 7, 28, 34, 81, 58, 182, 195, 52, 166, 159, 127, 74,
160) 194) 186) 190, 84)
N (197, 103, N (193, 184, N (149, 151,
N (187, 96, 191,
88, 140, 18, 102, 72, 26, 65, 78, 67,
Konsentrasi 10 % 36, 152, 46, 126,
129, 71, 41, 118, 105, 135, 98, 49, 178,
86, 114, 123)
139, 175) 121, 24) 180, 170)
Keterangan :
U : Ulangan
Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel
terikat, yang menjadi variabel bebas adalah ekstrak daun kecombrang (Etlingera
30
elatior) dan yang menjadi variabel terikat adalah mortalitas jentik dan nyamuk
3.5.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu blender, botol kecil, botol
spayer, sarung tangan, parang, pisau, gelas kimia, gelas ukur, kain kasa, kertas
saring, kertas label, pipet, aluminium foil, timbangan, oven, shaker, rotrary
3.5.2 Bahan
(Etlingera elatior), 200 ekor jentik dan 200 ekor nyamuk Culex quinquefasciatus,
3.6 Sampel
200 ekor untuk jentik dan 200 ekor untuk nyamuk Culex qiunquefasciatus.
3.7 ProsedurKerja
1. Pembuatan Simplisia
kebutuhan yaitu sebanyak 2 kg, setelah itu daun dicuci hingga bersih kemudian
dikeringkan dalam oven dengan suhu 40̊ C selama 3 hari lamanya agar daun
sebanyak 500g.
sebanyak 2 Liter. Setelah itu, tutup dengan menggunakan aluminium foil dan
selama 3 hari lamanya. Hasil meserasi yang didapatkan kemudian disaring, hasil
ini selanjutnya di evaporasi agar dapat memisahkan antara zat pelarut (etanol) dan
presentasi sebagai berikut: 0,012%, 0,016%, 0,02%, air dan baygon cair sebagai
kontrol normal untuk jentik Culex quinquefasciatus dan 6%, 8%, 10%, air dan
larutan 100 ml
larutan 100 ml
• Pada baygon cair tidak di tambahkan ekstrak daun kecombrang dan air
33
kedalam wadah berupa botol kecil yang telah disiapkan, kemudian dalam masing-
masing wadah yang berisi air dengan volume 500 ml yang sama dimasukkan
konsentrasi 0,012%, 0,016%, 0,02%, serta air dan baygon cair sebagai kontrol
menit dengan interval waktu setiap 20 menit. Dari 5 perlakuan jentik nyamuk
yang digunakan dalam 1 kali perlakuan terdiri dari 40 ekor, sehingga jumlah
jentik nyamuk keseluruhan yang diperlukan dalam penelitian ini sebanyak 200
ekor.
kedalam wadah berupa botol kecil yang telah disiapkan, kemudian dalam masing-
yang ditambahkan ekstrak dengan konsentrasi 6%, 8%, 10%, serta air dan baygon
perlakuan jentik nyamuk yang digunakan dalam 1 kali perlakuan terdiri dari 40
Proses penelitian ini dapat dilihat pada diagram alur penelitian dibawah
ini.
Eksperimen
K 3% K 4% K 5% Baygon Air
cair
Eksperimen
Data mengenai mortalitas jentik dan nyamuk dari hasil pengujian yang
diperoleh pada penelitian ini akan dianalisis secara statistik melalui Analisis
Yij = µ + τj+∑ij
Keterangan: Yij = Nilai pengamatan pada ulangan ke-i dan perlakuan ke-j
dengan uji lanjut BNT (beda nyata terkecil). Formasi rumus BNT yang digunakan
adalah :
√2 KT galat
𝐵𝑁𝑇 = ta
𝑟
r = ulangan
KT = kuadrat tengah
Nilai Ftabel dilihat dalam tabel t pada sumber keragaman dan untuk tingkat
validasi media pembelajaran oleh para dosen ahli dalam bidang penilaian
khususnya pada aspek desain, media serta isi. Adapun tujuan dilakukannya
belajar peserta didik serta dapat memahami atau mengetahui keunggulan dan
Revisi dari desain media pembelajaran ini dilakukan dengan tujuan agar
kelayakan media pembelajaran. Poster yang telah dibuat perlu diuji kelayakannya
38
dengan melalui pengisisn pada lembar penilaian berupa angket yang akan diujikan
kepada mahasiswa (i) sebanyak 20 orang mahasiswa (i) dari Program Studi
Tadulako. Hal ini bertujuan agar dapat mengetahui media tersebut layak
Rata-Rata =
Tabel 4.1 Hasil Mortalitas Jentik Culex quinquefasciatus pada Menit Ke-20
37
40
Menit Ke-20
Presentase Kematian
a
10
8
6
4 b b b c
2
0
(A) (B) (C) (D) (E)
Perlakuan
Rata-rata 10 0 0 0 0.5
signifikansi perbedaan antar macam perlakuan, dilakukan uji lanjut BNT. Hasil
yang didapatkan yaitu perlakuan A (baygon cair) sebagai kontrol positif berbeda
yang berbeda yaitu (a,b). Namun, pada perlakuan E (konsentrasi 0,02%) berbeda
nyata jika di bandingkan dengan perlakuan A (baygon cair) yang di tandai dengan
huruf yang berbeda yaitu (a,c) dan berbeda nyata signifikan jika dibandingkan
yang ditandai dengan huruf yang sama yaitu (a,b, c). Sedangkan perlakuan B (air)
Tabel 4.2 Hasil Mortalitas Jentik Culex quinquefasciatus pada Menit Ke-40
Menit Ke- 40
Presentase kematian
a
10
8
6
4 b b b b
2
0
(A) (B) (C) (D) (E)
Perlakuan
Rata-rata 10 0 0 0.25 0.25
dengan huruf yang berbeda yaitu (a,b). Namun, antara ke-empat macam perlakuan
(konsentrasi 0,02%) berbeda tidak nyata signifikan yang ditandai dengan huruf
42
Tabel 4.3 Hasil Mortalitas Jentik Culex quinquefasciatus pada Menit Ke-60
Menit ke-60
Presentase kematian
a
10
8
6
4 c
2 b b b
0
(A) (B) (C) (D) (E)
Perlakuan
Rata-rata 10 0 0.25 0.25 0.75
yang diperlakukan dengan perlakuan A (baygon cair) berbeda nyata dengan ke-
dan E (konsentrasi 0,02%) yang ditandai dengan huruf yang berbeda yaitu (a,b,c).
dan D (konsentrasi 0,016%) berbeda tidak nyata yang ditandai dengan huruf yang
Tabel 4.4 Hasil Mortalitas Jentik Culex quinquefasciatus pada Menit Ke-80
Menit Ke-80
a
Presentase Kematian
10
8
6
4 d
2 b c c
0
(A) (B) (C) (D) (E)
Perlakuan
Rata-rata 10 0 0.5 0.5 1
dan E (konsentrasi 0,02%) yang ditandai dengan huruf yang berbeda yaitu
(a,b,c,d). Perlakuan B (air) dan E juga berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Tabel 4.1 Perubahan Fisik Jentik Culex quinquefasciatus Yang Telah Mati
Pada Perlakuan Baygon Cair, Air, Konsentrasi Ekstrak 0,012%, 0,016%,
0,02%.
No. GambarAmatan
Pada gambar diatas menunjukkan bahwa kondisi jentik yang telah mati
pada perlakuan pemberian baygon cair dengan selang waktu dari menit
ke-20 sampai menit ke-80, kematian jentik terjadi saat menit ke-20
45
diawal. Perubahan fisik yang terjadi pada jentik yaitu, kulit jentik
ditempatkan dalam media yang berisikan air dengan selang waktu dari
menit ke-20 sampai menit ke-80 tidak terjadi kematian pada jentik.
serta jentik memperlihatkan gerak yang aktif dan tidak ada mengalami
0,012%
46
Pada gambar diatas menunjukkan bahwa kondisi jentik yang telah mati
yang dimana kematian jentik pertama terjadi pada menit ke-57. Jentik
quinquefasciatus.
0,016%
Pada gambar diatas menunjukkan bahwa kondisi jentik yang telah mati
yang dimana kematian jentik nyamuk pertama terjadi pada menit ke-
yaitu, kulit jentik terlihat pucat berwarna coklat kehitaman serta tubuh
quinquefasciatus.
0,02%
konsentrasi 0,02% dengan selang waktu dari menit ke-20 sampai menit
yang dimana kematian jentik nyamuk pertama terjadi pada menit ke-
yaitu, kulit jentik terlihat pucat berwarna coklat kehitaman serta tubuh
quinquefasciatus.
yaitu pada menit ke-20, -40, -60, -80 dapat dilihat pada tabel 4.5 sebagai berikut:
Tabel 4.5 Hasil Mortalitas Nyamuk Culex quinquefasciatus pada Menit Ke-20
Menit ke-20
Presentase kematian
a
10
8
6
e
4 d
b c
2
0
(A) (B) (C) (D) (E)
Perlakuan
Rata-rata 10 0 0.75 1.5 2.75
49
dilakukan uji lanjut BNT. Hasil yang didapatkan yaitu perlakuan A (baygon cair)
sebagai kontrol positif berbeda nyata dengan ke-empat perlakuan yaitu B (air), C
dengan huruf yang berbeda yaitu (a,b,c,d). Demikian pula dengan perlakuan B, C,
D dan E masing masing berbeda signifikan jika dibandingkan antara satu dengan
lainnya (a,b,c,d).
Tabel 4.6 Hasil Mortalitas Nyamuk Culex quinquefasciatus pada Menit Ke-40
Menit ke-40
Presentase kematian
a
10
8
6 e
4 d
2 b c
0
(A) (B) (C) (D) (E)
Perlakuan
Rata-rata 10 0 0.5 2 3
dilakukan uji lanjut BNT. Hasil yang didapatkan yaitu perlakuan A (baygon cair)
sebagai kontrol positif berbeda nyata dengan ke-empat perlakuan yaitu B (air), C
dengan huruf yang berbeda yaitu (a,b,c,d). demikian pula dengan perlakuan B, C,
D dan E masing masing berbeda signifikan jika dibandingkan antara satu dengan
lainnya (a,b,c,d).
Tabel 4.7 Hasil Mortalitas Nyamuk Culex quinquefasciatus pada Menit Ke-60
4 10 1 2 1 0
Total 40 2 6 8 0
Rata-rata 10 0,5 1,5 2 0
Presentase Kematian
Menit ke-60
a
10
5 d e
b c
0
(A) (B) (C) (D) (E)
Perlakuan
Series1 10 0 0.5 1.5 2
dilakukan uji lanjut BNT. Hasil yang didapatkan yaitu perlakuan A (baygon cair)
sebagai kontrol positif berbeda nyata dengan ke-empat perlakuan yaitu B (air), C
dengan huruf yang berbeda yaitu (a,b,c,d). demikian pula dengan perlakuan B, C,
D dan E masing masing berbeda signifikan jika dibandingkan antara satu dengan
lainnya (a,b,c,d).
Tabel 4.8 Hasil Mortalitas Nyamuk Culex quinquefasciatus pada Menit Ke-80
52
Menit Ke-80
a
Presentase Kematian
10
8
6
4 d e
c
2 b
0
(A) (B) (C) (D) (E)
Perlakuan
Series1 10 0 1 2 1.75
kontrol positif berbeda nyata signifikan dengan ke-empat perlakuan yaitu B (air),
dengan huruf yang berbeda yaitu (a,b,c,d). Namun berbeda nyata tidak signifikan
dibandingkan dengan perlakuan A (baygon cair) yang di tandai dengan huruf yang
berbeda yaitu (a,c,d,e) dan berbeda nyata signifikan jika di bandingkan dengan
perlakuan B (air) dan C (konsentrasi 6%) yang ditandai dengan huruf yang
53
berbeda yaitu (b,c,d,e). Sedangkan Perlakuan B (air) berbeda tidak nyata yang
Tabel 4.2 Perubahan Fisik Nyamuk Culex quinquefasciatus Yang Telah Mati
Pada Perlakuan Baygon Cair, Air, Konsentrasi Ekstrak 6%, 8%,10%.
No. Gambar Amatan
waktu dari menit ke-20 sampai menit ke-80, kematian nyamuk terjadi
saat menit ke-20 diawal. kulit nyamuk terlihat pucat berwarna coklat
quinquefasciatus.
54
telah ditempatkan dalam media yang berisikan air dengan selang waktu
dari menit ke-20 sampai menit ke-80 tidak terjadi kematian pada
konsentrasi 10% dengan selang waktu dari menit ke-20 sampai menit
kematian nyamuk pertama terjadi pada menit ke-4. Nyamuk yang mati
Adapun saran dari ahli isi yaitu lebih memperjelas petunjuk gambar dalam
poster. Oleh karena itu peneliti menerima saran dan menambahkan petunjuk
58
persentase yang dilakukan berjumlah 85,45% Data tersebut dapat dilihat pada
Tabel 4.4.
bentuk poster tersebut layak dijadikan sebagai media pembelajaran sehingga dapat
sangat layak digunakan sebagai media pembelajaran dan dapat menunjang proses
tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.6 Persentase kelayakan oleh mahasiswa
4.2 Pembahasan
Dari hasil uji yang telah dilakukan diperoleh bahwa pada mortalitas jentik
Culex quinquefasciatus yang diperlakukan dengan baygon cair pada menit ke-20
sudah menunjukkan adanya mortalitas kematian yang berbeda nyata dari ke-empat
perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan baygon cair memiliki efek yang dapat
diperlakukan dengan air dan ekstrak daun kecombrang pada konsentrasi 0,012%,
0,016%. Hal yang sama juga diperlihatkan oleh perlakuan dengan ekstrak daun
kecombrang pada konsentrasi 0,02%. Namun dari perlakuan dengan ekstrak daun
sama yakni belum mematikan jentik pada menit ke-20 (Gambar 4.1). Sementara
itu, efek mortalitas dari perlakuan dengan ektrak daun kecombrang pada
konsentrasi 0,012% dan 0,016% mulai terjadi menit ke-80 (Gambar 4.4). Berbeda
diperlihatkan bahwa perlakuan- baygon cair, air dan ekstrak daun kecombrang
konsentrasi 6%, 8%, 10% pada menit ke-20 sudah menunjukkan berbeda
signifikan. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa baygon cair memiliki
daya mortalitas yang memiliki potensi mortalitas jentik dan nyamuk Culex
62
untuk membunuh jentik dan nyamuk Culex quinquefasciatus. Sementara itu pada
Culex quinquefasciatus namun memerlukan waktu yang lebih lama. Hal senada
juga pernah diungkapkan oleh Juliani dan Yuliani (2017) bahwa salah satu
kelemahan dari pestisida nabati yaitu memiliki efek atau pengaruh yang lambat
terhadap serangga.
dinding traktus menjadi korosif dan nyamuk mati. Kerusakan salah satu organ
fisiologinya (Faudzy et al., 2012). Hal ini sejalan dari hasil penelitian pengamatan
kondisi jentik dan nyamuk yang telah mati pada setiap perlakuan mengalami
perubahan fisik yang terjadi yaitu, kulit jentik terlihat pucat berwarna coklat
insektisida nabati. Dimana keunggulan dari hasil penelitian ini yaitu bahwa benar
pada konsentrasi ekstrak daun kecombrang dalam penelitian ini belum efektif
membunuh jentik dan nyamuk Culex quinquefasciatus. Hal ini dikarenakan pada
penelitian ini konsentrasi yang digunakkan masih rendah sehingga bahan aktif
pada daun kecombrang belum mampu membunuh banyak jentik dan nyamuk
Culex quinquefasciatus.
daun kecombrang konsentrasi 0,012%, 0,016% dan 0,02% untuk jentik Culex
konsentrasi yang diberikan rendah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
Hal ini dibuktikan dengan terjadinya mortalitas 100 % jentik akibat ekstrak daun
konsentrasi ekstrak yang lebih tinggi agar mortalitas jentik dan nyamuk Culex
Bentuk poster
efektifitas ekstrak daun kecombrang terhadap mortalitas jentik dan nyamuk Culex
quinqeufasciatus.
ahli media, ahli isi, dan juga ahli desain, maka diperoleh nilai persentase berturut-
turut sebesar 75 % dari ahli isi artinya layak, 85,45 % dari ahli desain artinya
sangat layak dan 62 % dari ahli media yang artinya sangat layak. Berdasarkan
hasil persentase yang didapatkan maka hasil penelitian dalam bentuk poster layak
ahli (dosen), maka poster kembali diuji kelayakannya pada mahasiswa Program
sebesar 84,25 %. Sesuai dengan kriteria yang dikemukakan oleh Arikunto (2010)
dari itu secara keseluruhan poster sangat layak dijadikan sebagai media
5.1 Kesimpulan
3) Hasil validasi oleh tim ahli dan diuji pada 20 mahasiswa/i, dinyatakan
5.2 Saran
62
DAFTAR PUSTAKA
Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan
Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Gomez, K.A dan Gomez, A.A. (1995). Prosedur Statistik Untuk Penelitian
63
68
Pertanian.
Edisi Kedua. Jakarta: UI – Press.
Jaafar FM, Osman CP, Ismail NH, Awang K. (2007).Analysis of essensial oi;s of
leaves, stems, flowers and rhizomes of Etlingera elatior (JACK) R. M.
SMITH. The Malaysian Journal of Analytical Sciences. 11 (1): 269-273.
K. C. Wong, Y. F. Yap and L. K. Ham. (1993). The Essential Oil of Young Flower
Shoots of Phaeomeria Speciosa Koord. J. Essent. Oil Res. Dalam Journal
of Essential Oil Research/461.
Metclaf, R.L. (1985). Destructive and useful insect their habits and control, 4TH
Ed. INC New York: Hill Book Company.
Monica, W.A. (2011). “Uji Daya Bunuh Ekstrak Bunga Kecombrang (Nicolaia
speciosa (Blume) Horan). terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti”. E-
Jurnal Program Studi Biologi Fakultas Teknobiologi.Yogyakarta:
Universitas Atma Jaya.
Wulan, D. (2016). Survei Nyamuk Culex spp Sebagai Vektor Filariasis di Desa
Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya.
66
71
1. lampiran 1
DOKUMENTASI PENELITIAN
2. lampiran 2
A. Jentik
Total 15 13.433594
Berdasarkan hasil uji beda nyata terkecil diatas, dapat disimpulkan bahwa
perlakuan konsentrasi 0,016%, 0,02% dan baygon cair berbeda nyata pada
konsentrasi 0,016% dan 0,02% berbeda nyata. Perlakuan konsentrasi 0,016% jika
perlakuan baygon cair, konsentrasi 0,016% dan 0,02% belum efektif dalam
20 40 60 80
I 0 0 0 0
II 0 0 0 0
III 0 0 0 1
IV 0 0 1 1
TOTAL 0 0 1 2
20 40 60 80
I 0 0 0 0
II 0 0 0 0
III 0 0 0 1
IV 0 1 1 1
75
TOTAL 0 1 1 2
20 40 60 80
I 0 0 0 1
II 0 0 1 1
III 1 0 1 1
IV 1 1 1 1
TOTAL 2 1 3 4
20 40 60 80
I 10 0 0 0
II 10 0 0 0
III 10 0 0 0
IV 10 0 0 0
TOTAL 40 0 0 0
76
RATA-RATA 10 0 0 0
20 40 60 80
I 0 0 0 0
II 0 0 0 0
III 0 0 0 0
IV 0 0 0 0
TOTAL 0 0 0 0
F
Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F
Table
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah hitung
5%
Total 15 10.496094
Konsentrasi Rata-Rata
Rata-Rata BNT 5 %
% Perlakuan
PI 6% 0.43 0.432.07*
Berdasarkan hasil uji beda nyata terkecil diatas, dapat disimpulkan bahwa
perlakuan baygon cair, konsentrasi 8% dan 10% berbeda nyata pada perlakuan
kontrol, namun perlakuan control tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 6%.
Perlakuan baygon cair berbeda nyata jika dibandingkan dengan konsentrasi 6%,
konsentrasi 8%, 10% dan baygon cair belum efektif dalam mematikan nyamuk
Culex quinquefasciatus
20 40 60 80
I 0 0 0 1
78
II 0 0 0 1
III 0 1 1 1
IV 3 1 1 1
TOTAL 3 2 2 4
20 40 60 80
I 1 1 1 1
II 0 2 1 2
III 3 2 2 2
IV 2 3 2 3
TOTAL 6 8 6 8
20 40 60 80
I 2 3 2 1
II 2 3 3 2
III 3 3 2 2
79
IV 4 3 1 2
TOTAL 11 12 8 7
20 40 60 80
I 10 0 0 0
II 10 0 0 0
III 10 0 0 0
IV 10 0 0 0
TOTAL 40 0 0 0
RATA-RATA 10 0 0 0
20 40 60 80
I 0 0 0 0
II 0 0 0 0
III 0 0 0 0
IV 0 0 0 0
TOTAL 0 0 0 0
80
1. lampiran 3
Aspek Penilaian
No. Nama 1 2 3 4 5 6 7 8
1. Syarifah 5 4 3 3 3 4 5 5
2. Sahri 4 4 4 5 3 4 3 3
3. Afifatun Miftahul 5 5 4 4 3 3 4 5
4. Anisa 4 4 3 5 5 4 4 5
5. Sri Nanda 5 4 4 5 3 5 4 5
6. Ilma Sahira 4 5 5 5 5 5 5 5
7. Tenri Abeng 4 4 4 5 4 5 5 5
8. Nur Hayati 4 4 5 3 4 5 4 4
9. Susanti 4 5 4 5 4 5 5 5
Putri
12. Winanda 4 3 5 4 3 3 5 5
14. Nurhaliza 4 4 4 5 4 4 5 5
16. Rifka 4 3 4 5 5 5 4 4
17. Hidayanti 5 3 4 3 3 3 5 4
Samasae
18. Indriani 4 4 5 5 4 4 5 4
5
Skor Perolehan
33,7
85 78 82 86 77 85 90 91
2. Lampiran 4
83
84
85
86
87
88
89
90
91
BIODATA PENULIS
Agama : Islam
Orang Tua
Ayah : Fadly
Riwayat Pendidikan :