Anda di halaman 1dari 29

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CORE

(CONNECTING, ORGANIZING, REFLECTING, EXTENDING)


TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRONOLOGIS SISWA DALAM
PEMBELAJARAN SEJARAH

(Penelitian Quasi Eksperimen Kelas XI A SMAN 1 Banjaran)

Proposal Penelitian

Proposal ini diajukan untuk memenuhi syarat Ujian Akhir Semester (UAS)
Mata Kuliah Seminar Penulisan Karya Ilmiah Pembelajaran

Dosen Pengampu:
Dr. Taruna Sena Ma’mur, M.Pd.
Dra. Yani Kusmarni, M.Pd.

Oleh:

Hevie Rahmi Ihsani

NIM 2106501

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2024
1

A. Judul Penelitian
Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran CORE (Connecting, Organizing,
Reflecting, Extending) Terhadap Kemampuan Berpikir Kronologis Siswa Dalam
Pembelajaran Sejarah.
(Penelitian Quasi Eksperimen Kelas XI A SMAN 1 Banjaran).

B. Latar Belakang
Pendidikan memberikan kontribusi penting dalam membentuk dan
meningkatkan kualitas manusia sepenuhnya. Melalui pendidikan, setiap individu
dituntun untuk mampu menggali potensi dan mengembangkan kemampuan dirinya
untuk dapat mencapai kehidupan yang lebih baik. Pendidikan juga merupakan tolak
ukur kemajuan suatu bangsa, karena tingkat pencapaian dalam bidang pendidikan
mencerminkan kualitas sumber daya manusia, inovasi, dan daya saing yang
menjadi fondasi bagi perkembangan ekonomi, sosial, dan budaya negara tersebut.
Langkah yang dapat dilakukan agar mewujudkan hal tersebut adalah dengan
mengerahkan seluruh aspek dalam pendidikan untuk dapat meningkatkan kualitas
pendidikan dan memperbaiki segala kekurangan yang ada. Berbagai upaya
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia telah diupayakan oleh pemerintah,
melalui penyempurnaan kurikulum, peningkatan profesionalisme guru,
peningkatan proses pembelajaran dan sebagainya.
Kurikulum merupakan aspek yang sangat penting dalam pendidikan. Kurikulum
terkini yang diterapkan di Indonesia merupakan kurikulum terbaru yaitu Kurikulum
Merdeka. Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran
intrakurikuler yang beragam di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik
memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Guru
memiliki keleluasaan untuk memilih berbagai perangkat ajar sehingga
pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik.
(Anggraini, dkk, 2022).
Menurut Widja (1989: 30) pembelajaran sejarah adalah ilmu pengetahuan yang
memiliki tujuan agar peserta didik dapat tergugah kesadarannya mengenai esensial
tempat dan waktu yang merupakan bagian dari proses masa lampau. Pembelajaran
sejarah dalam Kurikulum Merdeka adalah mengkontekstualisasikan berbagai
peristiwa yang terjadi di masa lampau dengan peristiwa yang dihadapi saat ini agar
2

dapat mengevaluasi dan mengorientasi kehidupan di masa depan yang lebih baik.
Unsur pembelajaran sejarah terdiri dari guru, peserta didik, lingkungan belajar,
materi dan perangkat pembelajaran.
Tujuan pembelajaran sejarah dalam Kurikulum Merdeka adalah menciptakan
dan mengembangkan kesadaran sejarah, pemahaman mengenai diri sendiri dan
kolektif sebagai bangsa. Menumbuhkan perasaan bangga, nasionalisme,
patriotisme dan nilai-nilai moral serta gotong royong. Mengembangkan
pengetahuan mengenai dimensi manusia, ruang, dan waktu. Melatih kecakapan
berpikir diakronis, sinkronis, kausalitas, kreatif, kritis reflektif dan kontekstual.
Melatih keterampilan untuk mencari sumber, kritik, seleksi, analisis dan sintesis
sumber, serta penulisan sejarah. Melatih keterampilan mengolah informasi sejarah
secara digital dan non digital (Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen
Pendidikan, 2022: 235-237).
Berpikir kronologis merupakan satu dari berbagai tujuan dalam pembelajaran
sejarah, karena urutan peristiwa menjadi kunci pokok dalam memahami masa lalu
dan masa sekarang. pentingnya memiliki kemampuan berpikir kronologis pada
siswa agar mereka dapat memahami peristiwaperistiwa yang telah terjadi. Berpikir
kronologis dalam pembelajaran Sejarah mengacu pada konsep ruang dan waktu.
Sejarah akan mengajarkan peristiwa dan kejadian yang telah terjadi sehingga
konsep tersebut sangat diperlukan untuk menghindari adanya kesalahan dalam
proses pembelajaran.
Kochhar menjelaskan bahwa kronologi memberikan dua gagasan tentang
perubahan dan kontinuitas setiap peristiwa yang dialami oleh manusia.
Pembelajaran kronologi merupakan salah satu tujuan yang penting dalam
pembelajaran Sejarah karena urutan peristiwa menjadi kunci pokok dalam
memahami masa lampau dan masa sekarang. Karena suatu fenomena dalam Sejarah
tidak akan bisa dipahami secara utuh apabila kita tidak mengetahui hubungan
kausalitas antara peristiwa satu dengan lainnya.
Realitanya, pada proses pembelajaran sebagian besar siswa mengatakan
kesulitan mengingat fakta ketika belajar Sejarah. Berdasarkan hasil studi
pendahuluan peneliti, siswa di SMAN 1 Banjaran memiliki kemampuan berpikir
kronologis yang tidak merata, ada yang tinggi dan ada juga yang rendah.
3

Rendahnya kemampuan berpikir secara kronologis pada mata pelajaran Sejarah,


diikuti oleh kurangnya minat untuk mengikuti proses pembelajaran, banyak
ditemukan di lapangan siswa sulit mengingat tahun dan peristiwa dalam Sejarah.
Sehingga, siswa mengalami kesulitan saat menerima pembelajaran.
Ketidakketertarikan siswa pada mata pelajaran Sejarah bisa disebabkan dari strategi
yang tidak maksimal digunakan sehingga membosankan atau yang digunakan guru
tidak cocok dengan demikian siswa enggan untuk belajar Sejarah.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diperlukan model pembelajaran yang
tepat untuk diterapkan di dalam kelas, yaitu dengan menerapkan model
pembelajaran CORE. Dalam penggunaan CORE (connecting, organizing, reflecting
extending) merupakan sebuah cara menggunakan 4 elemen konstruktivisme seperti
menghubungkan, mengatur, merefleksikan dan memperluas pembelajaran
(Whitesmith & Calfee, 2010). Model pembelajaran core memiliki cara agar peserta
didik memberikan kesempatan dalam meluaskan pengetahuan membuat guru
menjadi banyak pilihan di kelas berdasarkan beberapa kelebihannya. Kelebihan
dari ini yaitu peserta didik tentang informasi, pengetahuan, pemikiran krisis dan
lebih aktif saat proses belajar (Budiyanto, 2016).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran CORE
(Connecting, Organizing, Reflecting, Extending) Terhadap Kemampuan
Berpikir Kronologis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah. (Penelitian Quasi
Eksperimen Kelas XI A SMAN 1 Banjaran).

C. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka dapat diidentifikasi
beberapa permasalahan yang muncul sebagai berikut:
1) Masih ada siswa yang belum memiliki kemampuan membedakan dan
memaknai informasi tentang waktu kejadian peristiwa pada mata pelajaran
Sejara.
2) Masih ada siswa yang belum mampu menghafal urutan waktu peristiwa pada
mata pelajaran Sejarah.
3) Masih ada siswa yang belum mampu mengingat tahun-tahun peristiwa yang
terjadi pada mata pelajaran Sejarah.
4

4) Masih ada siswa yang belum mampu menghubungkan sebab-akibat dalam


sebuah peristiwa pada mata pelajaran Sejarah.
5) Masih ada siswa yang belum memahami konsep ruang dan waktu dalam
mata pelajaran Sejarah.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, adapun masalah
yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Bagaimana kemampuan berpikir kronologis siswa dalam pembelajaran
sejarah pada kelompok eksperimen setelah diberikan perlakuan berupa
model pembelajaran CORE (Connection, Organizing, Reflecting, and
Extending) pada siswa Kelas XI SMAN 1 Banjaran?
2) Bagaimana kompetensi kemampuan berpikir kronologis siswa dalam
pembelajaran sejarah pada kelompok kontrol setelah diberikan perlakuan
berupa model pembelajaran CORE (Connection, Organizing, Reflecting,
and Extending) pada siswa Kelas XI SMAN 1 Banjara?
3) Apakah terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran CORE
(Connection, Organizing, Reflecting, and Extending) terhadap kompetensi
kemampuan berpikir kronologis siswa dalam pembelajaran sejarah pada
kelas XI SMAN 1 Banjaran?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, adapun tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Untuk mengetahui kemampuan berpikir kronologis siswa dalam
pembelajaran sejarah pada kelompok eksperimen setelah diberikan
perlakuan berupa model pembelajaran model pembelajaran CORE
(Connection, Organizing, Reflecting, and Extending) pada siswa Kelas XI
SMAN 1 Banjaran.
2) Untuk mengetahui kemampuan berpikir kronologis siswa dalam
pembelajaran sejarah pada kelompok kontrol setelah diberikan perlakuan
berupa model pembelajaran model pembelajaran CORE (Connection,
Organizing, Reflecting, and Extending) pada siswa Kelas XI SMAN 1
Banjaran.
5

3) Untuk mengetahui pengaruh yang signifikan model pembelajaran CORE


(Connection, Organizing, Reflecting, and Extending) terhadap kemampuan
berpikir kronologis dalam pembelajaran sejarah pada siswa kelas XI SMAN
1 Banjaran.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat Hasil Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian
yang telah diuraikan sebelumnya, adapun manfaat yang diperoleh dari segi teoretis
dan praktis sebagai berikut.
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan
ilmu tentang pembelajaran (pedagogi).
2. Manfaat praktis
Penelitian ini memiliki beberapa manfaat praktis bagi siswa, guru, kepala
sekolah dan peneliti lain yang dapat dipaparkan sebagai berikut.
a) Bagi siswa
Penelitian ini dapat bermanfaat bagi siswa untuk memperoleh
pengalaman belajar yang menyenangkan, aplikatif dan bermakna.
Sehingga, dapat meningkatkan kemampuan berpikir kronolgis dalam
pembelajaran sejarah melalui model pembelajaran CORE.
b) Bagi guru
Hasil penelitian ini dapat memberikan inovasi baru bagi guru dalam
upaya menciptakan pembelajaran yang lebih optimal khususnya pada
mata pembelajaran sejarah.
c) Bagi kepala sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan
dalam mengambil keputusan atau kebijakan untuk membina guru
dalam meningkatkan profesionalnya.
d) Bagi peneliti lain
Hasil penelitian ini diharapkan mampu mendorong peneliti lainnya,
untuk mengambil faktor variabel lain yang berpengaruh terhadap
kemampuan berpikir kronologis.
6

G. Kajian Pustaka
1. Kajian Sumber
a) Kemampuan Berpikir Kronologis
Pengertian Berpikir Kronologis menurut Nash dan Phenix dalam Ma’mur
(2008), yaitu membangun tahap awal dari pengertian atas waktu (masa lalu,
sekarang dan masa datang), untuk mengidentifikasi urutan waktu atas setiap
kejadian, mengukur waktu kalender, menginterpretasikan dan menyusun garis
waktu, serta menjelaskan konsep kesinambungan sejarah dan perubahannya
(hlm. 201). Berpikir kronologis merupakan satu bentuk kemampuan dasar atau
awal yang penting untuk dikuasai siswa, sehingga ini dapat memfasilitasi siswa
dalam memahami tingkat berpikir kesejarahan yang lebih tinggi secara
komprehensif.
Berpikir kronologis merupakan kemampuan dasar dalam historical thinking
atau hal yang mendasari dari tingkat berpikir dalam pembelajaran sejarah. Hal
itu disebabkan karena dalam berpikir kronologis menempatkan waktu sebagai
unsur essensial dalam belajar sejarah. Sejarah berkaitan dengan rangkaian
peristiwa, dan setiap peristiwa terjadi dalam lingkup waktu tertentu (Kochar,
2008).
Ada tiga hal penting dalam berpikir kronologis, yaitu konsep yang
sistematis berdasarkan urutan waktu. Berpikir kronologis juga dapat diartikan
sebagai pemahaman terhadap suatu konsep waktu yang dapat mengurutkan
secara sistematis. Sehingga berpikir kronologis bagaimana mencermati setiap
peristiwa dalam setiap urutan waktu secara sistematis (Dara & Setiawati,
2017).
Berdasarkan pendapat di atas, berpikir kronologis merupakan bagian dari
berpikir kesejarahan. Seperti yang dikemukakan oleh Nash dan Crabtree (1996,
hlm. 17) bahwa “Chronological thinking is at the heart of historical
reasoning”. Kemampuan awal untuk mengidentifikasi konsep ruang, waktu,
dan peristiwa merupakan modal berharga bagi peserta didik untuk
mengembangkan kemampuan berpikir sejarah ke tingkat yang lebih kompleks.
Berpikir kronologis dalam pembelajaran sejarah sangatlah penting karena
mengacu pada konsep ruang dan waktu. Sejarah akan mengajarkan peristiwa
7

dan kejadian yang telah terjadi sehingga konsep tersebut sangat diperlukan
untuk menghindari adanya kesalahan dalam proses pembelajaran. Kronologis
merupakan sebuah kurun waktu atau peristiwa yang terjadi secara beruntun
berdasarkan urutan waktu terjadinya.
Dari beberapa indikator mengenai berpikir kronologis dalam pembelajaran
Sejarah, diperoleh pemahaman bahwa keterampilan berpikir kronologis dapat
dikembangkan melalui pemahaman tentang konsep ruang, waktu, perubahan
dan kausalitas. Selanjutnya Drake dalam Wiriaatmadja mengemukakan
sedikitnya ada tujuh kemampuan siswa yang dituntut dalam berpikir kronologis
antara lain,
a. Terampil membedakan antara masa lampau, kini dan masa depan,
b. Terampil mengidentifikasi struktur temporal dalam menyusun cerita
Sejarah dari sebuah cerita sejarah atau kisah,
c. Terampil menyusun tatanan temporal dalam menyusun cerita
kesejarahan tentang mereka sendiri,
d. Terampil mengukur dan memperhitungkan kalender waktu,
e. Terampil menginterpretasikan data dan mampu menyajikan dalam
bentuk garis waktu,
f. Terampil mengkonstruksi kembali pola-pola rangkaian dan durasi
(lamanya),
g. Terampil membandingkan model-model alternatif untuk periodisasi.
Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti menyimpulkan berpikir kronologis
mencakup kemampuan peserta didik untuk mengidentifikasi waktu di masa
lalu, keterhubungannya dengan masa sekarang dan dapat memperkirakan
dampaknya di masa yang akan datang. Kemampuan berpikir kronologis dapat
membantu peserta didik untuk memahami fenomena Sejarah yang dikaji.
Proses rekonstruksi dari peristiwa-peristiwa Sejarah akan lebih cepat dipahami
apabila peserta didik sudah mampu mengetahui aspek-aspek dalam sebuah
periodisasi Sejarah yang disusun secara kronologis.
b) Pembelajaran Sejarah
Pembelajaran sejarah merupakan studi yang menjelaskan tentang manusia
di masa lampau dengan semua aspek kegiatan manusia seperti politik, hukum,
8

militer, sosial, keagamaan, kreativitas (seperti yang berkaitan dengan seni,


musik, arsitektur Islam), keilmuan dan intelektual (Sapriya, 2009:26).
Pembelajaran sejarah merupakan bidang ilmu yang memiliki tujuan agar
setiap peserta didik membangun kesadaran tentang pentingnya waktu dan tempat
yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini dan masa depan
sehingga peserta didik sadar bahwa dirinya merupakan bagian dari bangsa
Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang dapat
diimplementasikan dalam berbagai kehidupan baik nasional maupun
internasional (Widja, 1989:30).
Pembelajaran sejarah merupakan suatu kegiatan yang ditujukan untuk
melangsungkan persiapan, pelaksanaan, dan pencapaian hasil belajar peserta
didik dalam bidang studi sejarah. Peserta didik dituntut untuk tidak menjadi
manusia yang melupakan sejarah bangsanya sendiri. Terdapat banyak pengertian
tentang pembelajaran, diantaranya yaitu pembelajaran merupakan serangkaian
kegiatan yang telah dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar
pada peserta didik (Briggs, dan Wagner dalam Rosdiani, 2014: 73).
Brian Garvey dan Mary Krug (2015:2) menyatakan bahwa studi sejarah
berarti: 1) Untuk memperoleh pengetahuan tentang fakta-fakta sejarah. 2)
Memperoleh pemahaman dan apresiasi terhadap peristiwa, waktu, dan orang-
orang yang hidup di masa lampau. 3) Memperoleh kemampuan menilai dan
mengkritisi karya sejarah (historis works). 4) Belajar bagaimana melakukan
penelitian sejarah. 5) Belajar menulis sejarah. Dari uraian di atas, literasi sejarah
bukan hanya tentang membaca dan menulis, atau sekadar mengingat tanggal.
(Wibowo, 2017).
Amelia (2014: 48) beberapa indikator terkait dengan pembelajaran sejarah
tersebut yaitu : (1) pembelajaran sejarah memiliki tujuan, substansi, dan sasaran
pada segi-segi yang bersifat normatif; (2) nilai dan makna sejarah diarahkan pada
kepentingan tujuan pendidikan dari pada akademik atau ilmiah murni; (3)
aplikasi pembelajaran sejarah bersifat pragmatik, sehingga dimensi dan
substansi dipilih 20 dan disesuaikan dengan tujuan, makna, dan nilai pendidikan
yang hendak dicapai yakni sesuai dengan tujuan pendidikan; (4) pembelajaran
sejarah secara normatif harus relevan dengan rumusan tujuan pendidikan
9

nasional; (5) pembelajaran sejarah harus memuat unsur pokok: instruction,


intellectual training, dan bertanggung jawab pada masa depan bangsa; (6)
pembelajaran sejarah tidak hanya menyajikan pengetahuan fakta pengalaman
kolektif dari masa lampau, tetapi harus memberikan latihan berpikir kritis dalam
memetik makna dan nilai dari peristiwa sejarah yang dipelajarinya.
Mempelajari sejarah betapapun sederhananya, peserta didik haruslah
menggunakan ingatan, imajinasi, kekuatan penalaran, serta penilaiannya dalam
mengumpulkan, memeriksa, dan mengkorelasikan fakta dalam menarik
kesimpulan, menimbang bukti, dan dalam pembentukannya. Pendapat umum
yang harus dipelajari hanya untuk sementara dan lebih atau kurang mungkin
bukan sebagai benar atau salah. Singkatnya, studi sejarah seharusnya dapat
memberi pengetahuan yang sangat diperlukan sebagai dasar untuk memahami
dunia nyata (Cruse, 2011: 4).
c) Model Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran terdapat beberapa istilah salah satunya adalah
model pembelajaran. Model Pembelajaran merupakan bagian dari struktur
pembelajaran yang didalamnya terdapat pendekatan, strategi, metode dan teknik
pembelajaran. (Hayati, 2017).
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau
pembelajaran dalam tutorial. Fungsi model pembelajaran adalah sebagai
pedoman bagi perancang pengajar dan para guru dalam melaksanakan
pembelajaran (Trianto, 2010: 51).
Menurut Trianto (2010: 53) fungsi model pembelajaran adalah sebagai
pedoman bagi perancang pengajar dan para guru dalam melaksanakan
pembelajaran. Untuk memilih model ini sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi
yang akan diajarkan, dan juga dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai dalam
pengajaran tersebut serta tingkat kemampuan peserta didik. Di samping itu pula,
setiap model pembelajaran juga mempunyai tahap-tahap (sintaks) yang dapat
dilakukan siswa dengan bimbingan guru. Antara sintaks yang satu dengan
sintaks yang lain juga mempunyai perbedaan. Perbedaan-perbedaan ini,
diantaranya pembukaan dan penutupan pembelajaran yang berbeda antara satu
10

dengan yang lain. Oleh karena itu, guru perlu menguasai dan dapat menerapkan
berbagai keterampilan mengajar, agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang
beraneka ragam dan lingkungan belajar yang menjadi ciri sekolah pada dewasa
ini.
Menurut Kardi dan Nur dalam Trianto (2011: 142) istilah model
pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode, atau
prosedur. Model pengajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki
oleh strategi, metode, atau prosedur. Ciri-ciri khusus model pembelajaran
adalah:
1) Rasional teoretis logis yang disusun oleh para pencipta atau
pengembangnya. Model pembelajaran mempunyai teori berfikir yang
masuk akal. Maksudnya para pencipta atau pengembang membuat teori
dengan mempertimbangkan teorinya dengan kenyataan sebenarnya serta
tidak secara fiktif dalam menciptakan dan mengembangankannya.
2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan
pembelajaran yang akan dicapai). Model pembelajaran mempunyai
tujuan yang jelas tentang apa yang akan dicapai, termasuk di dalamnya
apa dan bagaimana siswa belajar dengan baik serta cara memecahkan
suatu masalah pembelajaran.
3) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat
dilaksanakan dengan berhasil. Model pembelajaran mempunyai tingkah
laku mengajar yang diperlukan sehingga apa yang menjadi cita-cita
mengajar selama ini dapat berhasil dalam pelaksanaannya.
4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat
tercapai. Model pembelajaran mempunyai lingkungan belajar yang
kondusif serta nyaman, sehingga suasana belajar dapat menjadi salah satu
aspek penunjang apa yang selama ini menjadi tujuan pembelajaran.
d) Model Pembelajaran CORE
Model pembelajaran CORE merupakan model pembelajaran yang
dirancang untuk membangun kemampuan siswa melalui kegiatan
menghubungkan (connecting), mengorganisasikan (organizing), memikirkan
kembali (reflecting), serta memperluas pengetahuan (extending). Model CORE
11

sangat efektif untuk membangun pengetahuan dan mengaktifkan siswa dalam


pembelajaran (Humaira, Suherman, & Jazwinarti, 2014). Melalui penerapan
model CORE dalam pembelajaran, siswa dapat membangun pengetahuan
sehingga siswa dapat lebih memahami pembelajaran dengan mudah.
Model pembelajaran CORE adalah model pembelajaran yang menekankan
pada empat aspek yaitu connecting, organizing, reflecting, dan extending.
Connecting memiliki makna menghubungkan, yaitu menghubungkan
informasi baru dengan informasi lama. Organizing berarti mengatur atau
mengorganisasikan. Pada tahap organizing siswa dilatih untuk mengatur atau
mengorganisasikan pengetahuan yang diperoleh melalui kegiatan pengamatan
dan diskusi. Reflecting berarti memikirkan kembali. Pada tahap reflecting
siswa dilatih untuk mempresentasikan atau menjelaskan hasil pengamatan dan
diskusi. Hal tersebut bertujuan agar siswa dapat memikirkan kembali hasil
pengamatan dan diskusi yang dilakukan. Aspek yang terakhir yaitu Extending.
Extending memiliki makna memperluas pengetahuan. Perluasan pengetahuan
yang dimaksud adalah tahap perluasan terhadap apa yang telah dipelajari siswa
selama proses pembelajaran sesuai dengan kondisi dan kemampuan siswa
melalui soal-soal evaluasi (Budiyanto, 2016).
Langkah-langkah yang terdapat pada model pembelajaran CORE
berdasarkan teori Konstruktivisme yaitu teori belajar yang memberikan
kesempatan siswa untuk menggali dan memperdalam pengetahuan (Budiyanto,
2016). Hal tersebut sangat membantu siswa untuk membangun keaktifan siswa
dalam pembelajaran. Langkah-langkah dalam model CORE mulai dari
kegiatan menghubungkan, mengorganisasikan, memikirkan kembali, serta
memperluas pengetahuan juga membantu siswa untuk melatih daya ingat dan
daya pikir siswa. Sejalan dengan penelitian relevan yang menyatakan bahwa
model CORE dapat meningkatkan hasil belajar siswa (Wardika, Ariawan, &
Arsa, 2015).
Menurut (Shoimin, 2014, p. 39), model pembelajaran CORE memiliki
langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut:
a) Mengawali pembelajaran dengan kegiatan yang manarik siswa;
12

b) Penyampaian konsep lama yang akan dihubungkan dengan konsep baru


oleh guru kepada siswa (Connecting/ C);
c) Pengorganisasian ide-ide untuk memahami materi yang dilakukan oleh
siswa dengan bimbingan guru (Organizing/ O);
d) Pembagian kelompok secara heterogen (campuran antara yang pandai,
sedang dan kurang) yang terdiri dari 4-5 orang;
e) Memikirkan kembali, mendalami, dan menggali informasi yang sudah
didapat dan dilaksanakan dalam kegiatan belajar kelompok siswa
(Reflecting/ R); dan
f) Pengembangan, memperluas, menggunakan, dan menemukan melalui
tugas individu dengan mengerjakan tugas (Extending/ E)
2. Penelitian Terdahulu
Pada bagian ini peneliti mencantumkan berbagai hasil penelitian terdahulu
yang terkait dengan penelitian yang hendak dilakukan, kemudian membuat
ringkasannya, baik penelitian yang sudah terpublikasikan atau belum
terpublikasikan (jurnal, skripsi, tesis, disertasi dan sebagainya). Kajian yang
mempunyai relasi atau keterkaitan dengan kajian ini antara lain:
a) Al Rasyid, H. (2022). PENGARUH PENGGUNAAN MODEL
PEMBELAJARAN CORE (CONNECTING, ORGANIZING,
REFLECTING, EXTENDING) TERHADAP KETERAMPILAN
BERPIKIR SEJARAH KRITIS (Penelitian Quasi Eksperimen Kelas XI
di SMA Negeri 1 Kayu Agung) (Doctoral dissertation, Universitas
Pendidikan Indonesia).
Latar belakang permasalahan pada penelitian ini untuk model pembelajaran
konvensional seperti model ceramah, model hafalan, dan model diskusi
kelompok di dalam kelas. Penelitian bertujuan untuk mengimplementasikan
model pembelajaran CORE (Connecting, Organizing, Reflecting,
Extending) dan pengaruhnya terhadap keterampilan berpikir sejarah kritis.
Penelitian ini menggunakan metode quasi eksperimen dengan metode
pretest dan posttest dengan sampel kelas XI.IPA.4 sebagai kelas eksperimen
dan kelas XI.IPA.5 sebagai kelas kontrol treatments dilakukan 12
pertemuan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kayu Agung. Hasil
13

penelitian ini menunjukkan bahwa 1) terdapat pengaruh model


pembelajaran CORE terhadap keterampilan berpikir sejarah kritis pada
berpikir kronologis berpikir kronologis, pemahaman sejarah, analisis dan
interpretasi historis, dan Analisis dan Pengambilan Keputusan dan 2)
terdapat perbedaan secara signifikan antara kelas eksperimen dan kelas
kontrol terhadap keterampilan berpikir sejarah kritis kedua kelas tersebut.
b) AZHAR, A. W. (2023). PENGARUH PENERAPAN METODE
TIMELINE TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRONOLOGIS
SISWA PADA MATA PELAJARANSEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
DI MADRASAH ALIYAH NEGERI KOTA
TANJUNGPINANG (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Kasim Riau).
Pengaruh Penerapan Metode Timeline terhadap Kemampuan Berpikir
Kronologis Siswa pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di
Madrasah Aliyah Negeri Kota Tanjungpinang Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh penerapan metode Timeline terhadap kemampuan
berpikir kronologis siswa pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di
Madrasah Aliyah Negeri Kota Tanjungpinang. Jenis penelitian ini adalah
quasi experimental design dengan bentuk nonequivalent control group
design. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 40 siswa. Sampel penelitian
berjumlah 40 siswa, dengan rincian 20 siswa dari kelompok eksperimen dan
20 siswa dari kelompok kontrol. Teknik pengumpulan data menggunakan
observasi, tes, dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan tes ―t‖
(independent-samples t test). Hasil penelitian yang diperoleh adalah
terdapat pengaruh penerapan metode Timeline terhadap kemampuan
berpikir kronologis siswa pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di
Madrasah Aliyah Negeri Kota Tanjungpinang, dibuktikan dengan nilai
5,391 > 2.23 pada taraf signifikansi 5% dan nilai sig. (2-tailed) 0.00 < 0.05,
dimana nilai rata-rata (mean) kelompok ekperimen sebesar 77,5 dan 57 pada
kelompok kontrol.

c) Hamara, A. (2019). Pengaruh media pembelajaran Timeline terhadap


kemampuan berpikir kronologis siswa pada mata pelajaran Sejarah
14

Kebudayaan Islam: Penelitian Quasi Eksperimen di Kelas VIII MTs


Negeri 1 Ciamis (Doctoral dissertation, UIN Sunan Gunung Djati
Bandung).
Penelitian ini dilatar belakangi oleh masalah kurangnya pembelajaran SKI
yang berorientasi pada peningkatan kemampuan berpikir kronologis siswa
di MTs Negeri 1 Ciamis. Padahal kemampuan berpikir kronologis
merupakan bagian dari kemampuan berpikir kesejarahan yang penting.
Pihak pendidik kekurangan wawasan mengenai media pembelajaran yang
tepat untuk meningkatkan kemampuan berpikir kronologis siswa.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui realitas kemampuan
berpikir kronologis siswa dengan menggunakan media pembelajaran
timeline pada kelas eksperimen, juga untuk mengetahui realitas kemampuan
berpikir kronologis siswa dengan menggunakan media pembelajaran
konvensional di kelas kontrol, dan untuk mengetahui pengaruh media
pembelajaran timeline terhadap kemampuan berpikir kronologis siswa pada
mata pelajaran SKI. Penelitian ini bertolak pada pemikiran bahwa banyak
faktor yang mempengaruhi kemampuan berpikir kronologis siswa,
diantaranya adalah faktor media pembelajaran. Salah satu dari media
pembelajaran itu adalah media pembelajaran timeline. Karena media
pembelajaran timeline menyajikan materi pembelajaran sesuai dengan
urutan kronologis terjadinya peristiwa sehingga diduga dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kronologis siswa. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode penelitian quasi eksperimen dengan
menggunakan sampel dari kelas eksperimen dan kontrol. Teknik
pengumpulan data pada penelitian ini adalah menggunakan tes dan studi
dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah berupa
uji normalitas, uji homogenitas, uji hipotesis dan uji N-gain. Berdasarkan
hasil analisis, didapati bahwa realitas kemampuan berpikir kronologis siswa
pada mata pelajaran SKI di kelas eksperimen menunjukan peningkatan skor.
Pada pretest rata-rata nilai skor sebesar 54,23, menjadi 64,42 pada saat
postest. Setelah dilakukan uji n-gain, kelas eksperimen mendapat nilai N-
gain sebesar 0,22, maka peningkatan skor pada kelas eksperimen dapat
15

dikategorikan sebagai peningkatan yang rendah karena < 0,30. Sementara


itu realitas kemampuan berpikir kronologis siswa pada mata pelajaran SKI
di kelas kontrol juga menunjukan peningkatan skor yang pada pretes rata-
rata skor sebesar 56,74 menjadi 58,26 pada saat postest. Setelah dilakukan
uji N-gain, diketahui nilai n-gain kelas kontrol sebesar 0,035 yang berarti
peningkatan skor pada kelas kontrol juga dikategorikan rendah karena <
0,30. Berdasarkan hasil uji hipotesis yang menghasilkan nilai t sebesar 0,41
dengan nilai t tabel pada taraf signifikansi 5% sebesar 2,014 . Hal ini berarti
Ha ditolak dan Ho diterima dan dapat ditarik kesimpulan bahwa media
pembelajaran timeline tidak memberi pengaruh signifikan terhadap
kemampuan berpikir kronologis siswa pada mata pelajaran SKI.
d) Dara, M. C., & Setiawati, E. (2017). Pengaruh penggunaan media
timeline terhadap kemampuan berpikir kronologis pembelajaran
sejarah di sman 2 metro. HISTORIA: Jurnal Program Studi Pendidikan
Sejarah, 5(1), 55-76.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh media timeline terhadap
kemampuan berpikir kronologis pembelajaran sejarah siswa kelas XI IPS
SMA Negeri 2 Metro Tahun Ajaran 2016-2017. Penelitian ini menggunakan
jenis penelitian eksperimen semu (quasi exsperiment), adapun rancangan
(desain) penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Nonequivalent control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa kelas XI IPS semester genap SMA Negeri 2 Metro,penelitian
menggunakan metode pengambilan sampel clusterrondom sampling. Jadi,
dalam penelitian ini peneliti memilih kelas secara acak (sembarang) dalam
pengambilan sampel. Kelas XI IPS 2 dengan jumlah siswa 30 sebagai kelas
eksperimen, kelas XI IPS 1 jumlah siswa 28 sebagai kelas uji coba, dan
kelas XI IPS 4 dengan jumlah siswa 31 sebagai kelas kontrol. Terdapat
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap penggunaan media timeline
terhadap kemampuan berpikir kronologis Sejarah siswa Kelas XI IPS SMA
Negeri 2 Metro. Berdasarkan hasil analisis dalam temuan penggunaan
media pembelajaran timeline terhadap berpikir kronologis sejarah siswa
yang telah diperoleh, maka disimpulkan bahwa media pembelajaran
16

timeline yang dipilih berpengaruh positif terhadap peningkatan kemampuan


berpikir kronologis sejarah siswa.
e) Safitri, D., Handayani, S., & Umamah, N. (2014). Penerapan Model
Connecting, Organizing, Reflecting, dan Extending (CORE) Untuk
Meningkatkan Kreativitas dan Hasil Belajar Sejarah Peserta Didik
Kelas X3 SMAN 1 Bangorejo Tahun Ajaran 2013/2014. Jurnal
Edukasi, 10-14.
Pembelajaran versi kurikulum 2013 diharapkan dapat mendorong peserta
didik menjadi aktif, kreatif, dan inovatif. Pendidik diharapkan dapat
menumbuhkan kreativitas peserta didik dalam mengkontruksikan masa
lampau dengan mengaitkan kondisi masa sekarang agar pembelajaran lebih
bermakna. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kreativitas
dan hasil belajar sejarah dengan menerapkan model pembelajaran
Connecting, Organizing, Reflecting, and Extending (CORE) pada peserta
didik kelas X 3 SMAN 1 Bangorejo. Pelaksanaan penelitian dimulai dari
bulan April sampai bulan Mei 2014. Subjek penelitian ini adalah peserta
didik kelas X 3 SMAN 1 Bangorejo dengan jumlah 31 peserta didik.
Indikator yang diteliti dalam penelitian ini adalah kreativitas dan hasil
belajar sejarah peserta didik. Kreativitas peserta didik secara klasikal pada
siklus 1 memperoleh 60,48%, pada siklus 2 meningkat 18,60% menjadi
71,23%, pada siklus 3 meningkat 7,97% menjadi 77,95% . Pada siklus 1
hasil belajar kognitif memperoleh persentase sebesar 70,96%, pada siklus 2
meningkat 9,09% menjadi 77,41% pada siklus 3 meningkat 8,34% menjadi
83,87%. Hasil belajar psikomotorik pada siklus 1 memperoleh persentase
sebesar 62,29%, pada siklus 2 meningkat 14,89% menjadi 71,57% dan pada
siklus 3 meningkat 7,88% menjadi 77,21%. Berdasarkan penjelasan di atas
dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Connecting,
Organizing, Reflecting, and Extending (CORE) dapat meningkatkan
kreativitas dan hasil belajar sejarah peserta kelas X 3 SMAN 1 Bangorejo.
17

H. Kerangka Berpikir dan Hipotesis Teoretis


1. Kerangka Berpikir
Pembelajaran Sejarah kerap kalidianggap sebagai pembelajaran yang
membosankan dan kurang diminati. Hal inidisebabkan oleh pelaksanaan
pembelajransejarah masih dilakukan secara monoton seperti hanya berfokus
pada guru (teacher centered). Selain itu, pembelajaran sejarah juga kerap kali
berfokus pada aspek hapalan mengenai peristiwa, waktu, tepat, nama tokoh dan
lainnya. Pembelajaran yang seperti ini membuat siswa menjadi kurang memiliki
pemahaman yang mendalam dan siswa menjadi kurang aktif selama proses
pembelajaran, akibatnya kemampuan siswa khususnya dalam kemampuan
berpikir kronologis yang dicapai siswa menjadi kurang optimal. Padahal pada
pembelajaran yang menerapkan kurikulum merdeka kini, pembelajaran sejarah
mesti lebih berfokus pada pengembangan kompetensi peserta didik pada
fasenya. Proses pembelajaran diharapkan menjadi lebih mendalam, bermakna,
tidak terburu-buru, dan menyenangkan.
Adanya situasi demikian perlu diadakan perbaikan dalam kegiatan belajar
agar yang dilakukan oleh guru tidak monoton dan membosankan. Penerapan
model pembelajaran CORE (Connection, Organizing, Reflecting, dan
Extending) dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk membuat kegiatan
belajar menjadi lebih efektif dan berfokus pada peningkatan kompetensi siswa
dalampembelajaran sejarah. Melalui penerapan model CORE dalam
pembelajaran, siswa dapat membangun pengetahuan sehingga siswa dapat lebih
memahami pembelajaran dengan mudah. Tujuan penelitian ini, untuk
mengetahui keefektivan pembelajaran Sejarah yang menerapkan model
pembelajaran CORE dengan pembelajaran tanpa menerapkan model
pembelajaran CORE.
Cara untuk melihat keefektivan pembelajaran yakni dari tes kemampuan
berpikir kronologis. Semakin hasil tes kemampuan berpikir kronologis tinggi
maka kegiatan pembelajaran tersebut efektif. Untuk melihat perbedaan hasil
belajar dengan menggunakan metode penelitian eksperimen yakni menggunakan
kelas kontrol dan kelas eksperimen, yang kemudian hasil belajar siswa diujikan
dengan uji-t dan dapat diketahui bagaimana hasil belajar siswa sebelum
18

penerapan model pembelajaran CORE dan setelah menerapkan model


pembelajaran CORE. Bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan model
pembelajaran CORE lebih efektif dibandingkan tanpa menerapkan model
pembelajaran CORE.
Berikut ini, skema kerangka berpikir dari peneliti dapat digambarkan dalam
bagan alur mengenai alur pikir dalam penelitian sebagai berikut.

Proses Pembelajaran Sejarah.

Kelas XI IPS A SMAN 1 Kelas XI IPS B SMAN 1


Banjaran Banjaran
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Dengan Media Blog Dengan Media Blog

Kemampuan Berpikir Kemampuan Berpikir


Kronologis dalam Kronologis dalam
Pembelajaran Sejarah Pembelajaran Sejarah

Uji T

Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir

2. Hipotesis Teoretis
Hipotesis yang digunakan untuk peneliti dalam penelitian ini terlihat di
bawah ini:
19

1) H1 : Terdapat pengaruh pada model CORE secara signifikan pada


kemampuan berpikir kronologis
2) H1 : Terdapat perbedaan secara signifikan di kelas eksperimen dan kelas
kontrol pada kemampuan berpikir kronologis
I. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan jenis penelitiannya
adalah quasi eksperimen. Penelitian ini merupakan quasi eksperimen. Penelitian
quasi eksperimen berfungsi untuk mengetahui pengaruh percobaan/perlakuan
terhadap karakteristik subjek yang diinginkan oleh peneliti. Penelitian quasi
eksperimen menggunakan dua kelompok sampel, satu kelompok sampel berlaku
sebagai perlakuan dan satu kelompok lainnya berlaku sebagai kelompok kontrol.
Penelitian kuasi eksperimen dipilih karena peneliti ingin menerapkan suatu
tindakan atau perlakuan. Tindakan atau perlakuan yang dimaksud adalah model
pembelajaran CORE (Connecting, Organizing, Reflecting, dan Extending). Hal ini
untuk mengetahui perbedaan pengaruh penerapan model pembelajaran CORE
terhadap berpikir kronologis siswa.
J. Desain Penelitian
Bentuk desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonequivalent control
group design, pada desain ini kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol
dipilih secara Purposive Sampling. Bentuk ini menggunakan dua kelompok, satu
kelompok diberikan perlakuan dan satu kelompok lain tidak diberikan perlakuan.
Kelompok yang diberikan perlakuan disebut kelompok eksperimen dan kelompok
yang tidak diberikan perlakuan disebut kelompok kontrol .Secara skematis desain
penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Kelompok (Kelas) Pretest Perlakuan Posttest

Eksperimen O1 X O2
Kontrol O3 - O4
Tabel 1. Desain Penelitian
Keterangan:
X : pemberian perlakuan metode pembelajaran Timeline
O1 : pemberian pretest pada kelas eksperimen
O2 : pemberian posttest pada kelas eksperimen
20

O3: Pemberian pretest pada kelas kontrol


O4 : Pemberian pretest pada kelas kontrol
K. Populasi dan Sampel
Populasi merupakan keseluruhan subjek atau sumber data penelitian. 40
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI A tahun ajaran
2024/2025 sebanyak 40 orang yang terbagi dalam dua kelas. Sampel adalah
sebagian dari populasi yang diambil secara respresentative atau mewakili populasi
yang bersangkutan atau bagian kecil yang diamati.
L. Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Purposive Sampling. Purposive
Sampling adalah teknik yang digunakan apabila penelitian mempunyai
pertimbangan-pertimbangan tertentu dalam pengambilan sampelnya atau
pengambilan sampel untuk tujuan tertentu.
Pengambilan sampel ini didasari oleh pertimbangan guru bidang studi dalam
menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sampel dalam penelitian ini
terbagi menjadi dua kelas, kelas eksperimen dan kelas kontrol, kelas eksperimen
yaitu kelas yang mendapat perlakuan model pembelajaran CORE dan kelas kontrol
yaitu kelas yang tidak mendapat perlakuan model pembelajaran CORE atau
menggunakan metode pembelajaran diskusi. Sebanyak 20 orang dari kelas XI A
menjadi sampel kelas eksperimen dan Sebanyak 20 orang dari kelas XI B menjadi
sampel kelas kontrol.
M. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional beserta Indikator
1. Definisi konseptual
Definisi konseptual adalah unsur penelitian yang menjelaskan tentang
karakteristik sesuatu masalah yang hendak diteliti. Berdasarkan kajian pustaka
yang telah dipaparkan di atas, dapat dikemukakan definisi konseptual dari
masing-masing variabel, sebagai berikut:
a) Berpikir kronologis merupakan kemampuan dasar dalam historical
thinking atau hal yang mendasari dari tingkat berpikir dalam
pembelajaran sejarah. Hal itu disebabkan karena dalam berpikir
kronologis menempatkan waktu sebagai unsur essensial dalam belajar
21

sejarah. Sejarah berkaitan dengan rangkaian peristiwa, dan setiap


peristiwa terjadi dalam lingkup waktu tertentu.
b) Model pembelajaran CORE merupakan model pembelajaran yang
menekankan kemampuan berpikir siswa dalam menghubungkan,
mengorganisasikan, mendalami, mengelola, dan mengembangkan
informasi yang didapat. Model CORE termasuk model pembelajaran
yang belandaskan pada teori konstruktivisme dimana siswa harus dapat
mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri melalui interaksi diri dengan
objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungannya, sehingga proses
pembelajaran menjadi lebih bermakna dan dapat mempengaruhi
perkembangan pengetahuan serta kemampuan berpikir siswa.
2. Definisi Operasional beserta Indikator
Agar konsep data diteliti secara empiris, maka konsep tersebut harus
dioperasionalisasikan dengan cara mengubahnya menjadi variabel atau sesuatu
yang mempunyai nilai. Penjelasan dari difinisi operasinal dari variabel-variabel
penelitian ini sebagai berikut:
a) Indikator Variabel Kemampuan Berpikir Kronologis
Variabel Indikator
Terampil membedakan antara masa lampau, kini dan masa depan
Terampil mengidentifikasi struktur temporal dalam menyusun
cerita Sejarah dari sebuah cerita sejarah atau kisah
Terampil menyusun tatanan temporal dalam menyusun cerita
kesejarahan tentang mereka sendiri
Kemampuan Terampil mengukur dan memperhitungkan kalender waktu
Berpikir Terampil menginterpretasikan data dan mampu menyajikan dalam
Kronologis bentuk garis waktu
Terampil mengkonstruksi kembali pola-pola rangkaian dan durasi
(lamanya)
Terampil membandingkan model-model alternatif untuk
periodisasi
Tabel 2. Indikator Variabel Kemampuan Berpikir Kronologis
22

a. Indikator Variabel Model Pembelajran CORE (Connecting, Organizing,


Reflecting dan Extending)
Variabel Indikator
1. Connecting; Pada langkah pertama peserta
didik diberikan beberapa pertanyaan yang
berhubungan materi. Peserta didik mencari
jawaban dan menulisnya dengan sumber-
sumber yang berhubungan dengan materi
tersebut. Guru memberikan menghubungkan
materi sejarah dengan penemuan saat ini
2. Organizing; Membuat peta konsep
pengetahuan lama dan pengetahuan baru.
Model Pembelajaran Tujuannya untuk membandingkan dan
CORE (Connecting, membedakan materi sesuai dengan zaman pada
Organizing, Reflecting sejarah tersebut
dan Extending) 3. Reflecting; Kegiatan memikirkan kembali
informasi yang sudah didapat. Dalam kegiatan
diskusi, siswa diberi kesempatan untuk
memikirkan kembali apakah hasil diskusi/hasil
kerja kelompoknya pada tahap organizing sudah
benar atau masih terdapat kesalahan yang perlu
diperbaiki pada bagian organizing.
4. Extending; Perluasan pengetahuan dapat
dilakukan dengan cara menggunakan konsep
yang telah didapatkan ke dalam situasi baru atau
konteks yang berbeda sebagai aplikasi konsep
yang dipelajari,
Tabel 3. Indikator Variabel Model Pembelajran CORE (Connecting,
Organizing, Reflecting dan Extending)

N. Instrumen Penelitian
23

Arikunto (2002:136) menyatakan bahwa instrumen penelitian adalah alat atau


fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya
lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan
sistematis sehingga lebih mudah diolah.Dalam mendapatkan data yang diperlukan,
disusun instrumen dalam bentuk observasi, dan tes. Sebelum digunakan maka
disusun terlebih dahulu kisi-kisinya dan butir-butir soalnya
1. Soal Pretest
Pretes dilakukan untuk mengukur kemampuan awal yang harus sama
diantara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
2. Soal Posttest
Postest dilakukan untuk mengukur kemampuan akhir dari dua kelompok
yang telah diberi perlakuan berbeda.
3. Observasi Pembelajaran
Observasi dilakukan untuk mengecek metode yang disampaikan guru dan
implementasi RPP yang disusun dalam pembelajaran. Lembar observasi
dilakukan oleh peneliti bersama dengan guru lain selama guru kelas 3
melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan metode Ice breaking
berlangsung.
Instrumen Observasi yang digunakan berupa Check List yaitu lembar
observasi yang berisikan daftar dari semua aspek yang akan diobservasi
sehingga observer tinggal memberi tanda cek (√) tentang aspek yang
diobservasi. Check List digunakan untuk mengamati partisipasi siswa pada saat
proses pembelajaran berlangsung dan bagaimana guru melaksanakan kegiatan
pembelajaran.
O. Teknik Analisis Data
1. Analisis Deskriptif
Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data
dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku
untuk umum atau generalisasi. Statistik deskriptif dapat digunakan bila peneliti
hanya ingin mendeskripsikan data sampel, dan tidak ingin membuat
kesimpulan yang berlaku untuk populasi di mana sampel diambil.
24

Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan skor yang diperoleh


setelah perlakuan dari semua variable. Pada teknik ini penyajian data berupa
skor maksimum, skor minimum, rata-rata skor, standar deviasi dan varians,
Adapun rumus yang digunakan yaitu:
1) Mean/rata-rata (𝑥̅)

Keterangan:
𝑥̅= mean hitung
𝑓𝑖 = frekuensi
𝑥𝑖 = Nilai ke-i
2) Standar Deviasi (S)

𝑠 = 𝑓𝑖 (𝑋𝑖−𝑥̅ )2
√ 𝑛−1
Keterangan:
S = Standar deviasi
𝑥̅= mean (rata-rata)
𝑓𝑖 = frekuensi yang sesuai dengan tanda kelas 𝑥𝑖
𝑥𝑖 = Nilai ke-i
𝑛 = jumlah responden
3) Variansi (𝑆2)

𝑆2 = ∑ 𝑓𝑖 (𝑥𝑖−𝑥)2
𝑛−1
Keterangan :
𝑆2 = Varians
𝑓𝑖 = frekuensi
𝑥𝑖 = Nilai ke-i
𝑛 = jumlah responden
Setiap itu, data juga diolah dengan program IMB SPSS Versi 20
25

4) Kategori Hasil Belajar


Untuk menentukan skor rerata hasil belajar, dapat digunakan dengan rumus:
𝑠𝑘𝑜𝑟 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟
𝑥 100
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑜𝑎𝑙
Persentasi hasil skor yang diperoleh kemudian dikategorikan untuk
menentukan seberapa tinggi peningkatan kemampuan berpikir kronologis
peserta didik pada kelas XI SMA Negeri 1 Banjaran.
2. Analisis Inferensial
a) Uji Normalitas
Uji normalitas adalah pengujian yang dilakukan pada data untuk
mengetahui apakah data tersebut terdistribusi normal atau tidak. Uji
normalitas yang digunakan pa
da penelitian ini adalah uji Kolmogorof-Smirnov pada taraf 𝛼 = 0,05.

Dengan rumus yaitu 𝐷 = 𝑀𝐴𝐾𝑆 |𝐹0 (𝑥) − 𝑠𝑁(𝑥)|


Keterangan:
D = Nilai D hitung
𝐹0 (𝑥) = Distribusi frekuensi kumulatif teoritik
s𝑁 (𝑥) = frekuensi distribusi kumulatif observasi
Kriteria pengujian:
Data dinyatakan terdistribusi normal apabila Dhitung< Dtabel pada taraf
siginifikan
α= 0,05. dengan analisis Kolmogorov-Smirnov pada taraf signifikansi
α = 0,05, dengan kriteria pengujian Sebagai berikut:
- Nilai sig. ≥ 0,05; H0 diterima, sehingga dapat disimpulkan
bahwa sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
- Nilai sig. < 0,05; H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan
bahwa sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi
normal.
b) Uji homogenitas
Persyaratan uji statistik inferensial parametric yang kedua adalah
homogentas. Pengujian homogenitas dilakukan dalam rangka menguji
26

kesamaan varians setiap kelompok data. Persyaratan uji homogenitas


diperlukan untuk melakukan analisis inferensial dalam uji komparasi. Uji
homogenitas dapat dilakukan dengan beberapa teknuk uji, salah satunya
yaitu uji F (Fisher). Pengujian homogenitas dengan uji F dapat dilakukan
apabila data ayang akan diuji hanya ada 2 sampel/kelompok. Dengan
rumus:

Fℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟


𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙
Dengan kriterian pengujian :
- Jika Fhitung < Ftabel maka sampelnya homogen
- Jika Fhitung > Ftabel maka sampelnya tidak homogen Selain itu, data
juga diolah dengan program IBM SPSS. V.20
3. Hipotesis Statistik

𝐻0 ∶ 𝜇1 = 𝜇2
𝐻1 ∶ 𝜇1 ≠ 𝜇2
Keterangan
𝐻1 : Terdapat perbedaan hasil belajar peserta didik yang diajar dan yang
tidak diajar dengan model pembelajaran CORE peserta didik kelas XI SMA
Negeri 1 Banjaran Kab. Bandung
𝐻0 : Tidak terdapat perbedaan hasil belajar peserta didik yang diajar dan
yang tidak diajar dengan model pembelajaran CORE peserta didik kelas XI
SMA Negeri 1 Banjaran Kab. Bandung.
b) Menentukan nilai derajat kebebasan (dk) dk = N1 + N2 - 2
c) Menentukan nilai tabel pada 𝑎 = 0,05 𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 𝑡(𝑎)(𝑑𝑘)
d) Uji t sampel independent

P. Daftar Pustaka
Al Rasyid, H. (2022). PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN
CORE (CONNECTING, ORGANIZING, REFLECTING, EXTENDING)
TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR SEJARAH KRITIS (Penelitian
27

Quasi Eksperimen Kelas XI di SMA Negeri 1 Kayu Agung) (Doctoral


dissertation, Universitas Pendidikan Indonesia).
Anggraini, D. L., Yulianti, M., Nurfaizah, S., & Pandiangan, A. P. B. (2022). Peran
guru dalam mengembangan kurikulum merdeka. Jurnal Ilmu Pendidikan dan
Sosial, 1(3), 290-298.

Arikunto, S. (1989). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatanan Praktek. Jakarta:


bina Aksara.

AZHAR, A. W. (2023). PENGARUH PENERAPAN METODE TIMELINE


TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRONOLOGIS SISWA PADA
MATA PELAJARANSEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM DI MADRASAH
ALIYAH NEGERI KOTA TANJUNGPINANG (Doctoral dissertation,
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau).
Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan. (2021). Panduan
Pembelajaran dan Asesmen. Jakarta: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan,

Budiyanto, M. (2016). Sintaks 45 Model Pembelajaran dalam Student Centered


Learning (SCL). Malang: UMM Press.

Daga, A. T. (2021). Makna merdeka belajar dan penguatan peran guru di sekolah
dasar. Jurnal Educatio Fkip Unma, 7(3), 1075-1090.

Dara, M. C., & Setiawati, E. (2017). Pengaruh Penggunaan Media Timeline


terhadap Kemampuan Berpikir Kronologis Pembelajaran Sejarah di SMAN
2 Metro. Jurnal Historia, 5(1), 55–76.

Dara, M. C., & Setiawati, E. (2017). Pengaruh penggunaan media timeline terhadap
kemampuan berpikir kronologis pembelajaran sejarah di sman 2
metro. HISTORIA: Jurnal Program Studi Pendidikan Sejarah, 5(1), 55-76.

Hamara, A. (2019). Pengaruh media pembelajaran Timeline terhadap kemampuan


berpikir kronologis siswa pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam:
Penelitian Quasi Eksperimen di Kelas VIII MTs Negeri 1 Ciamis (Doctoral
dissertation, UIN Sunan Gunung Djati Bandung).
28

Hayati, S. (2017). Belajar Dan Pembelajaran Berbasis Cooperative learning.


Magelang: Graha Cendikia, 6.

Humaira, F. Al, Suherman, & Jazwinarti. (2014). Penerapan Model CORE Pada
Pembelajaran Matematika Siswa Kelas X SMAN 9 Padang, 3(1), 31–37.

Ismaun. (2005). Sejarah Sebagai Ilmu. Bandung: Historia Utama Press.

Kochar. (2008). Pembelajaran Sejarah (Teaching of History). Jakarta: PT Grasindo.

Ma’mur, T. (2008). Upaya Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Sejarah Melalui


Historical Thinking. Bandung: Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI.

Safitri, D., Handayani, S., & Umamah, N. (2014). Penerapan Model Connecting,
Organizing, Reflecting, dan Extending (CORE) Untuk Meningkatkan
Kreativitas dan Hasil Belajar Sejarah Peserta Didik Kelas X3 SMAN 1
Bangorejo Tahun Ajaran 2013/2014. Jurnal Edukasi, 10-14.

Sapriya. (2009). Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.

Shoimin, A. (2014). 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013.


Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Trianto, M. P. (2010). Model pembelajaran terpadu: Konsep, strategi, dan


implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Kuala Lumpur: Kemetrian Pengajaran Malaysia.

Wardika, W., Ariawan, U., & Arsa, S. (2015). Penerapan Model CORE (
Connecting , Organizing , Reflecting , Extending ) Meningkatkan Hasil
Aktivitas Belajar Perakitan Komputer Kelas XTKJ2. JPTE Universitas
Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Teknik Elektro, 4(1), 1– 10

Widja, I. (1989). Dasar-dasar Pengembangan Strategi serta Metode Pengajaran


Sejarah. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan.

Wiriaatmadja, R. dkk. (2011). Sastra dalam Pembelajaran Sejarah. Bandung: Jurdik


Sejarah UPI Press.

Anda mungkin juga menyukai