Proposal Penelitian
Proposal ini diajukan untuk memenuhi syarat Ujian Akhir Semester (UAS)
Mata Kuliah Seminar Penulisan Karya Ilmiah Pembelajaran
Dosen Pengampu:
Dr. Taruna Sena Ma’mur, M.Pd.
Dra. Yani Kusmarni, M.Pd.
Oleh:
NIM 2106501
BANDUNG
2024
1
A. Judul Penelitian
Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran CORE (Connecting, Organizing,
Reflecting, Extending) Terhadap Kemampuan Berpikir Kronologis Siswa Dalam
Pembelajaran Sejarah.
(Penelitian Quasi Eksperimen Kelas XI A SMAN 1 Banjaran).
B. Latar Belakang
Pendidikan memberikan kontribusi penting dalam membentuk dan
meningkatkan kualitas manusia sepenuhnya. Melalui pendidikan, setiap individu
dituntun untuk mampu menggali potensi dan mengembangkan kemampuan dirinya
untuk dapat mencapai kehidupan yang lebih baik. Pendidikan juga merupakan tolak
ukur kemajuan suatu bangsa, karena tingkat pencapaian dalam bidang pendidikan
mencerminkan kualitas sumber daya manusia, inovasi, dan daya saing yang
menjadi fondasi bagi perkembangan ekonomi, sosial, dan budaya negara tersebut.
Langkah yang dapat dilakukan agar mewujudkan hal tersebut adalah dengan
mengerahkan seluruh aspek dalam pendidikan untuk dapat meningkatkan kualitas
pendidikan dan memperbaiki segala kekurangan yang ada. Berbagai upaya
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia telah diupayakan oleh pemerintah,
melalui penyempurnaan kurikulum, peningkatan profesionalisme guru,
peningkatan proses pembelajaran dan sebagainya.
Kurikulum merupakan aspek yang sangat penting dalam pendidikan. Kurikulum
terkini yang diterapkan di Indonesia merupakan kurikulum terbaru yaitu Kurikulum
Merdeka. Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran
intrakurikuler yang beragam di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik
memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Guru
memiliki keleluasaan untuk memilih berbagai perangkat ajar sehingga
pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik.
(Anggraini, dkk, 2022).
Menurut Widja (1989: 30) pembelajaran sejarah adalah ilmu pengetahuan yang
memiliki tujuan agar peserta didik dapat tergugah kesadarannya mengenai esensial
tempat dan waktu yang merupakan bagian dari proses masa lampau. Pembelajaran
sejarah dalam Kurikulum Merdeka adalah mengkontekstualisasikan berbagai
peristiwa yang terjadi di masa lampau dengan peristiwa yang dihadapi saat ini agar
2
dapat mengevaluasi dan mengorientasi kehidupan di masa depan yang lebih baik.
Unsur pembelajaran sejarah terdiri dari guru, peserta didik, lingkungan belajar,
materi dan perangkat pembelajaran.
Tujuan pembelajaran sejarah dalam Kurikulum Merdeka adalah menciptakan
dan mengembangkan kesadaran sejarah, pemahaman mengenai diri sendiri dan
kolektif sebagai bangsa. Menumbuhkan perasaan bangga, nasionalisme,
patriotisme dan nilai-nilai moral serta gotong royong. Mengembangkan
pengetahuan mengenai dimensi manusia, ruang, dan waktu. Melatih kecakapan
berpikir diakronis, sinkronis, kausalitas, kreatif, kritis reflektif dan kontekstual.
Melatih keterampilan untuk mencari sumber, kritik, seleksi, analisis dan sintesis
sumber, serta penulisan sejarah. Melatih keterampilan mengolah informasi sejarah
secara digital dan non digital (Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen
Pendidikan, 2022: 235-237).
Berpikir kronologis merupakan satu dari berbagai tujuan dalam pembelajaran
sejarah, karena urutan peristiwa menjadi kunci pokok dalam memahami masa lalu
dan masa sekarang. pentingnya memiliki kemampuan berpikir kronologis pada
siswa agar mereka dapat memahami peristiwaperistiwa yang telah terjadi. Berpikir
kronologis dalam pembelajaran Sejarah mengacu pada konsep ruang dan waktu.
Sejarah akan mengajarkan peristiwa dan kejadian yang telah terjadi sehingga
konsep tersebut sangat diperlukan untuk menghindari adanya kesalahan dalam
proses pembelajaran.
Kochhar menjelaskan bahwa kronologi memberikan dua gagasan tentang
perubahan dan kontinuitas setiap peristiwa yang dialami oleh manusia.
Pembelajaran kronologi merupakan salah satu tujuan yang penting dalam
pembelajaran Sejarah karena urutan peristiwa menjadi kunci pokok dalam
memahami masa lampau dan masa sekarang. Karena suatu fenomena dalam Sejarah
tidak akan bisa dipahami secara utuh apabila kita tidak mengetahui hubungan
kausalitas antara peristiwa satu dengan lainnya.
Realitanya, pada proses pembelajaran sebagian besar siswa mengatakan
kesulitan mengingat fakta ketika belajar Sejarah. Berdasarkan hasil studi
pendahuluan peneliti, siswa di SMAN 1 Banjaran memiliki kemampuan berpikir
kronologis yang tidak merata, ada yang tinggi dan ada juga yang rendah.
3
C. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka dapat diidentifikasi
beberapa permasalahan yang muncul sebagai berikut:
1) Masih ada siswa yang belum memiliki kemampuan membedakan dan
memaknai informasi tentang waktu kejadian peristiwa pada mata pelajaran
Sejara.
2) Masih ada siswa yang belum mampu menghafal urutan waktu peristiwa pada
mata pelajaran Sejarah.
3) Masih ada siswa yang belum mampu mengingat tahun-tahun peristiwa yang
terjadi pada mata pelajaran Sejarah.
4
G. Kajian Pustaka
1. Kajian Sumber
a) Kemampuan Berpikir Kronologis
Pengertian Berpikir Kronologis menurut Nash dan Phenix dalam Ma’mur
(2008), yaitu membangun tahap awal dari pengertian atas waktu (masa lalu,
sekarang dan masa datang), untuk mengidentifikasi urutan waktu atas setiap
kejadian, mengukur waktu kalender, menginterpretasikan dan menyusun garis
waktu, serta menjelaskan konsep kesinambungan sejarah dan perubahannya
(hlm. 201). Berpikir kronologis merupakan satu bentuk kemampuan dasar atau
awal yang penting untuk dikuasai siswa, sehingga ini dapat memfasilitasi siswa
dalam memahami tingkat berpikir kesejarahan yang lebih tinggi secara
komprehensif.
Berpikir kronologis merupakan kemampuan dasar dalam historical thinking
atau hal yang mendasari dari tingkat berpikir dalam pembelajaran sejarah. Hal
itu disebabkan karena dalam berpikir kronologis menempatkan waktu sebagai
unsur essensial dalam belajar sejarah. Sejarah berkaitan dengan rangkaian
peristiwa, dan setiap peristiwa terjadi dalam lingkup waktu tertentu (Kochar,
2008).
Ada tiga hal penting dalam berpikir kronologis, yaitu konsep yang
sistematis berdasarkan urutan waktu. Berpikir kronologis juga dapat diartikan
sebagai pemahaman terhadap suatu konsep waktu yang dapat mengurutkan
secara sistematis. Sehingga berpikir kronologis bagaimana mencermati setiap
peristiwa dalam setiap urutan waktu secara sistematis (Dara & Setiawati,
2017).
Berdasarkan pendapat di atas, berpikir kronologis merupakan bagian dari
berpikir kesejarahan. Seperti yang dikemukakan oleh Nash dan Crabtree (1996,
hlm. 17) bahwa “Chronological thinking is at the heart of historical
reasoning”. Kemampuan awal untuk mengidentifikasi konsep ruang, waktu,
dan peristiwa merupakan modal berharga bagi peserta didik untuk
mengembangkan kemampuan berpikir sejarah ke tingkat yang lebih kompleks.
Berpikir kronologis dalam pembelajaran sejarah sangatlah penting karena
mengacu pada konsep ruang dan waktu. Sejarah akan mengajarkan peristiwa
7
dan kejadian yang telah terjadi sehingga konsep tersebut sangat diperlukan
untuk menghindari adanya kesalahan dalam proses pembelajaran. Kronologis
merupakan sebuah kurun waktu atau peristiwa yang terjadi secara beruntun
berdasarkan urutan waktu terjadinya.
Dari beberapa indikator mengenai berpikir kronologis dalam pembelajaran
Sejarah, diperoleh pemahaman bahwa keterampilan berpikir kronologis dapat
dikembangkan melalui pemahaman tentang konsep ruang, waktu, perubahan
dan kausalitas. Selanjutnya Drake dalam Wiriaatmadja mengemukakan
sedikitnya ada tujuh kemampuan siswa yang dituntut dalam berpikir kronologis
antara lain,
a. Terampil membedakan antara masa lampau, kini dan masa depan,
b. Terampil mengidentifikasi struktur temporal dalam menyusun cerita
Sejarah dari sebuah cerita sejarah atau kisah,
c. Terampil menyusun tatanan temporal dalam menyusun cerita
kesejarahan tentang mereka sendiri,
d. Terampil mengukur dan memperhitungkan kalender waktu,
e. Terampil menginterpretasikan data dan mampu menyajikan dalam
bentuk garis waktu,
f. Terampil mengkonstruksi kembali pola-pola rangkaian dan durasi
(lamanya),
g. Terampil membandingkan model-model alternatif untuk periodisasi.
Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti menyimpulkan berpikir kronologis
mencakup kemampuan peserta didik untuk mengidentifikasi waktu di masa
lalu, keterhubungannya dengan masa sekarang dan dapat memperkirakan
dampaknya di masa yang akan datang. Kemampuan berpikir kronologis dapat
membantu peserta didik untuk memahami fenomena Sejarah yang dikaji.
Proses rekonstruksi dari peristiwa-peristiwa Sejarah akan lebih cepat dipahami
apabila peserta didik sudah mampu mengetahui aspek-aspek dalam sebuah
periodisasi Sejarah yang disusun secara kronologis.
b) Pembelajaran Sejarah
Pembelajaran sejarah merupakan studi yang menjelaskan tentang manusia
di masa lampau dengan semua aspek kegiatan manusia seperti politik, hukum,
8
dengan yang lain. Oleh karena itu, guru perlu menguasai dan dapat menerapkan
berbagai keterampilan mengajar, agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang
beraneka ragam dan lingkungan belajar yang menjadi ciri sekolah pada dewasa
ini.
Menurut Kardi dan Nur dalam Trianto (2011: 142) istilah model
pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode, atau
prosedur. Model pengajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki
oleh strategi, metode, atau prosedur. Ciri-ciri khusus model pembelajaran
adalah:
1) Rasional teoretis logis yang disusun oleh para pencipta atau
pengembangnya. Model pembelajaran mempunyai teori berfikir yang
masuk akal. Maksudnya para pencipta atau pengembang membuat teori
dengan mempertimbangkan teorinya dengan kenyataan sebenarnya serta
tidak secara fiktif dalam menciptakan dan mengembangankannya.
2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan
pembelajaran yang akan dicapai). Model pembelajaran mempunyai
tujuan yang jelas tentang apa yang akan dicapai, termasuk di dalamnya
apa dan bagaimana siswa belajar dengan baik serta cara memecahkan
suatu masalah pembelajaran.
3) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat
dilaksanakan dengan berhasil. Model pembelajaran mempunyai tingkah
laku mengajar yang diperlukan sehingga apa yang menjadi cita-cita
mengajar selama ini dapat berhasil dalam pelaksanaannya.
4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat
tercapai. Model pembelajaran mempunyai lingkungan belajar yang
kondusif serta nyaman, sehingga suasana belajar dapat menjadi salah satu
aspek penunjang apa yang selama ini menjadi tujuan pembelajaran.
d) Model Pembelajaran CORE
Model pembelajaran CORE merupakan model pembelajaran yang
dirancang untuk membangun kemampuan siswa melalui kegiatan
menghubungkan (connecting), mengorganisasikan (organizing), memikirkan
kembali (reflecting), serta memperluas pengetahuan (extending). Model CORE
11
Uji T
2. Hipotesis Teoretis
Hipotesis yang digunakan untuk peneliti dalam penelitian ini terlihat di
bawah ini:
19
Eksperimen O1 X O2
Kontrol O3 - O4
Tabel 1. Desain Penelitian
Keterangan:
X : pemberian perlakuan metode pembelajaran Timeline
O1 : pemberian pretest pada kelas eksperimen
O2 : pemberian posttest pada kelas eksperimen
20
N. Instrumen Penelitian
23
Keterangan:
𝑥̅= mean hitung
𝑓𝑖 = frekuensi
𝑥𝑖 = Nilai ke-i
2) Standar Deviasi (S)
𝑠 = 𝑓𝑖 (𝑋𝑖−𝑥̅ )2
√ 𝑛−1
Keterangan:
S = Standar deviasi
𝑥̅= mean (rata-rata)
𝑓𝑖 = frekuensi yang sesuai dengan tanda kelas 𝑥𝑖
𝑥𝑖 = Nilai ke-i
𝑛 = jumlah responden
3) Variansi (𝑆2)
𝑆2 = ∑ 𝑓𝑖 (𝑥𝑖−𝑥)2
𝑛−1
Keterangan :
𝑆2 = Varians
𝑓𝑖 = frekuensi
𝑥𝑖 = Nilai ke-i
𝑛 = jumlah responden
Setiap itu, data juga diolah dengan program IMB SPSS Versi 20
25
𝐻0 ∶ 𝜇1 = 𝜇2
𝐻1 ∶ 𝜇1 ≠ 𝜇2
Keterangan
𝐻1 : Terdapat perbedaan hasil belajar peserta didik yang diajar dan yang
tidak diajar dengan model pembelajaran CORE peserta didik kelas XI SMA
Negeri 1 Banjaran Kab. Bandung
𝐻0 : Tidak terdapat perbedaan hasil belajar peserta didik yang diajar dan
yang tidak diajar dengan model pembelajaran CORE peserta didik kelas XI
SMA Negeri 1 Banjaran Kab. Bandung.
b) Menentukan nilai derajat kebebasan (dk) dk = N1 + N2 - 2
c) Menentukan nilai tabel pada 𝑎 = 0,05 𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 𝑡(𝑎)(𝑑𝑘)
d) Uji t sampel independent
P. Daftar Pustaka
Al Rasyid, H. (2022). PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN
CORE (CONNECTING, ORGANIZING, REFLECTING, EXTENDING)
TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR SEJARAH KRITIS (Penelitian
27
Daga, A. T. (2021). Makna merdeka belajar dan penguatan peran guru di sekolah
dasar. Jurnal Educatio Fkip Unma, 7(3), 1075-1090.
Dara, M. C., & Setiawati, E. (2017). Pengaruh penggunaan media timeline terhadap
kemampuan berpikir kronologis pembelajaran sejarah di sman 2
metro. HISTORIA: Jurnal Program Studi Pendidikan Sejarah, 5(1), 55-76.
Humaira, F. Al, Suherman, & Jazwinarti. (2014). Penerapan Model CORE Pada
Pembelajaran Matematika Siswa Kelas X SMAN 9 Padang, 3(1), 31–37.
Safitri, D., Handayani, S., & Umamah, N. (2014). Penerapan Model Connecting,
Organizing, Reflecting, dan Extending (CORE) Untuk Meningkatkan
Kreativitas dan Hasil Belajar Sejarah Peserta Didik Kelas X3 SMAN 1
Bangorejo Tahun Ajaran 2013/2014. Jurnal Edukasi, 10-14.
Sapriya. (2009). Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Wardika, W., Ariawan, U., & Arsa, S. (2015). Penerapan Model CORE (
Connecting , Organizing , Reflecting , Extending ) Meningkatkan Hasil
Aktivitas Belajar Perakitan Komputer Kelas XTKJ2. JPTE Universitas
Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Teknik Elektro, 4(1), 1– 10