Anda di halaman 1dari 11

Makalah Tasrif

Q. S An-Nashr ayat 1-3

Kelas : 12 C

Kelompok :

Anggie Mauditya

Hevie Rahmi Ihsani

Nashir Ikhwan Nurdin

Sarah Syefira

MUALLIMIEN PERSIS 31 BANJARAN

2018/2019
Kata pengantar
Puji syukur serta syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan yang
melimpah sehingga makalah ini bisa selesai pada waktu yang telah ditetapkan.

Mudah-mudahan makalah yang telah berhasil kami susun tentang penjelasan Q.S An-
Nashr bisa dengan mudah dipahami oleh siapapun yang membaca dan yang mempelajarinya.
Sebelumnya kami meminta maaf bilamana terdapat kesalahan kata atau kalimat yang kurang
berkenan.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun
terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga
kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya
makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Banjaran, 6 oktober 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Al quran telah diturunkan kepada nabi SAW melalui malaikat jibril. Dan diturunkan secara
mutawatir atau berangsur-angsur. Al quran merupakan pendoman hidup bagi seluruh manusia
dan juga menjadi ancaman bagi orang orang yang menyalahi aturan Allah SAW. Salah satunya
terdapat dalam Qs an nasr yang menjelaskan keberhasilan dakwah.

Meskipun keberhasilan dan kesuksesan dakwah tidak selalu harus berwujud kemenangan
Islam yang terlihat di alam kehidupan nyata. Namun tetap saja kita harus menjadikan pasal
kemenangan ini sebagai tujuan utama dan cita-cita besar perjuangan dakwah kita. Dan untuk itu
kita mesti memahami kaidah-kaidah dan duniawi yang semu belaka.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana penjelasan Q.S An-Nashr ayat 1-3


2. Bagaimana penjelasan tentang isim, fiil, dan huruf
3. Bagaimana penejlasan Q.S An-Nashr 1-3 berdasarkan ilmu Tasrif

C. TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui penjelasan tentang Q.S An_Nashr ayat 1-3


2. Untuk mengetahui penjelasan tentang isim,fiil, dan huruf
3. Untuk mengetahui penjelasan tentang Q.S An-Nashr berdasarkan ilmu Tasrif
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENJELASAN Q.S AN-NASHR AYAT 1-3

Q. S An Nashr ayat 1-3

‫بسم ا الرحمن الرحيم‬

١. ‫اذا جاء نصر ا و الفتح‬

٢.‫و رأيت الناس يدخلون فى دين ا افواجا‬

‫ فسبح بحمد ربك و أستغفره انه كان توابا‬٣

Artinya: Dengan Nama Allah, Maha Pengasih, Maha Penyayang. Apabila Telah datang
pertolongan Allah dan kemenangan (1), Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan
berbondong-bondong (2), Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun
kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat (3).

Surat pendek dengan hanya 3 ayat ini, nilai dan fadhilahnya menyamai seperempat Al-
Qur’an (lihat HR. At-Tirmidzi dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu). Dan menurut sebagian
riwayat lain, ia merupakan surat yang diturunkan terakhir kali, yakni pada pertengahan hari-hari
tasyriq di Mina pada haji wada’ (HR. An-Nasaa-i dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dan
HR. Al-Bazzar dan Al-Baihaqi dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma), sebagai pertanda telah
sempurnanya ajaran Islam dan telah berakhirnya tugas suci Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam dalam mengemban amanah besar dari Allah Ta’ala, untuk menyeru dan membimbing
ummat manusia ke jalan lurus, jalan Allah satu-satunya (QS. Al-Fatihah [1]: 6-7; QS. Al-An’am
[6]: 153; QS. Yaasiin [36]: 61), yakni jalan tauhid, iman, ibadah dan penghambaan diri kepada
Allah semata dalam bingkai dinul Islam yang murni. Oleh karena itu, turunnya surah ini
dipahami sebagai tanda telah dekatnya ajal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bercerita bahwa, di hari-hari terakhirnya,


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam banyak mengucapkan dzikir dan doa: “Subhanallah
wabihamdih, astaghfirullah, wa atubu ilaih”, dan beliau bersabda (yang artinya): “Sungguh
Rabb-ku (Tuhan-ku) telah memberitahuku bahwa aku akan mendapatkan suatu tanda pada
ummatku, dan Dia memerintahkan jika telah mendapatkannya agar aku bertasbih memuji-Nya
dan beristighfar kepada-Nya, karena sungguh Dia Maha Penerima taubat, dan aku telah
mendapatkannya, …lalu beliaupun membaca surah An-Nashr” (HR. Ahmad dan Muslim).

Dan dalam hadits lain disebutkan bahwa, setelah surah An-Nashr turun, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam dalam ruku’ dan sujud beliau banyak membaca dzikir: Subhanaka
Allahumma [Rabbana] wa bihamdika, Allahumma-ghfirli, dalam rangka melaksanakan perintah
Allah dalam Al-Qur’an surah An-Nashr ayat 3 (lihat HR. Muttafaq ‘alaih dari ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha dan HR. Ahmad dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu).

Sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma – dikuatkan oleh Amirul mukminin ‘Umar bin
Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu – memahami surah An-Nashr sebagai tanda dari Allah akan
dekatnya ajal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (lihat HR. Al-Bukhari). Dan tafsir beliau
ini –yang selaras dengan hadits Muslim di atas– menegaskan bahwa, satu-satunya misi suci,
tugas mulia dan jalan lurus beliau dalam hidup ini hanyalah menyampaikan dakwah Islam (QS.
Yusuf [12]: 108), dan tidak ada yang lain.

Maka ketika dinul Islam telah sempurna (QS. Al-Maidah [5]: 3), pertolongan Allah telah
datang dan kemenangan terbesar telah diraih, yang ditandai dengan penaklukan kota Mekkah dan
masuknya ummat manusia secara berbondong-bondong ke dalam agama Islam, jika itu semua
telah terjadi, berarti telah tibalah saat beliau dipanggil kembali kepada Allah. Karena memang
hanya untuk misi dan tujuan mulia itu sajalah beliau dicipta di dunia ini dan diutus di tengah-
tengah ummat manusia.

Nah, di sinilah kita semua sebagai ummat pengikut dan pewaris Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, wajib merenung dan menanyakan pada diri masing-masing: sudahkah selama
ini kita menjadikan dakwah membela dan memperjuangkan Islam sebagai tugas dan misi utama
kita dalam hidup ini? Ataukah urusan dakwah baru kebagian yang serba sisa saja dari kepedulian
kita, perhatian kita, waktu kita, tenaga kita, harta kita, dan semua yang kita miliki? Atau bahkan
masih lebih buruk lagi dari itu?

Adapun keterkaitan antara penaklukan kota Mekkah dan masuknya ummat manusia ke
dalam Islam secara berbondong-bondong, sehingga keduanya disebutkan secara bergandengan
dalam surah ini, adalah karena memang selama bertahun-tahun dalam dakwah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, suku-suku masyarakat Jazirah Arab di luar Makkah memilih
menunggu sikap akhir suku Quraisy terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan risalah Islam
yang dibawa oleh beliau. Sehingga begitu mengetahui kota Makkah ditaklukkan dan
masyarakatnya telah menjadi pengikut beliau, merekapun serta merta masuk Islam secara
berbondong-bondong (lihat HR. Al-Bukhari dar ‘Amru bin Salamah radhiyallahu ‘anhu).

Standar Kesuksesan dan Fiqih Kemenangan

Dan karena tugas dan misi utama itu adalah berdakwah memenangkan Islam di bumi
Allah ini, maka standar kesuksesan dan parameter kemenangan dalam hidup setiap mukmin dan
mukminah pewaris Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam haruslah diukur dengan ukuran kesuksesan
dakwah dan kemenangan Islam, dan bukan ukuran kesuksesan-kesuksesan lain yang bersifat
materi

Meskipun keberhasilan dan kesuksesan dakwah tidak selalu harus berwujud kemenangan
Islam yang terlihat di alam kehidupan nyata. Namun tetap saja kita harus menjadikan pasal
kemenangan ini sebagai tujuan utama dan cita-cita besar perjuangan dakwah kita. Dan untuk itu
kita mesti memahami kaidah-kaidah dan duniawi yang semu belaka.

fiqhun nashr (fikih kemenangan) yang merupakan bagian dari sunnatullah dalam
kehidupan ini. Dan di antara kaidah-kaidah itu adalah sebagai berikut:

Pertama, kemenangan itu hanyalah dari Allah saja(QS. Ali ‘Imraan [3]: 126, dan Al-
Anfaal [8]: 10). Oleh karenanya kemenangan yang diraih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
di dalam surah ini dinisbatkan langsung kepada Allah: nashrullah (pertolongan/kemenangan dari
Allah).

Kedua, kemenangan hakiki dari Allah hanya diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang
berhak, yakni yang benar-benar beriman (QS. Ar-Ruum [30]: 47; Ghaafir [40]: 51).

Ketiga, untuk berhak atas pertolongan dan kemenangan dari Allah, orang beriman wajib
beramal, berusaha dan berjuang secara benar, optimal dan maksimal, yang karenanya
membutuhkan waktu yang panjang dan melalui tahapan-tahapan yang telah digariskan (lihat QS.
Al-Hajj [22]: 40; Al-‘Ankabut [29]: 69; Muhammad [47]: 7).

Jadi tidak serta merta begitu saja secara bim salabim, yang sering dipakai secara salah
untuk menafsirkan kata-kata kun fayakun, dan juga tidak sekedar berpangku tangan saja. Oleh
karenanya kemenangan puncak dalam dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seperti
disebutkan dalam surah An-Nashr-pun baru diperoleh setelah liku-liku dan tahapan-tahapan
perjuangan yang panjang selama 21 tahun. Padahal amat sangatlah mudah andai Allah ingin
memberikan pertolongan dan kemenangan-Nya langsung pada hari pertama kenabian, kerasulan
dan seruan dakwah kekasih-Nya itu. Tapi Allah tidak berkehendak demikian, karena memang itu
tidak sesuai dengan ketentuan sunnah-Nya Sendiri.

Keempat, Allah memberikan kemenangan kepada orang-orang beriman yang beramal dan
sekaligus telah teruji tegar dalam melewati berbagai cobaan dan ujian berat yang memang
merupakan bagian dari sunnatullah yang baku di jalan dakwah dan jihad ini (QS. Al-Baqarah [2]:
214, dan Al-‘Ankabuut [29]: 2-3).

Menang = Syukur dan Istighfar

Islam adalah agama yang indah dalam berbagai aspeknya, karena memang berasal dari
Allah Ta’ala Dzat Yang Maha Indah. Dan salah satu sisi serta bentuk keindahan itu terlihat pada
arahan, petunjuk dan bahkan perintahnya pada momen kesuksesan sempurna dan kemenangan
puncak.Dimana dalam situasi dan kondisi seperti itu biasanya orang akan berbangga diri, berlaku
sombong karena merasa paling hebat, bersuka ria dalam melampiaskan kegembiraan dengan
penuh kelalaian dan sikap lupa diri, dan semacamnya. Karena telah terninabobokan oleh
kemenangan.
Namun Islam justru memerintahkan kebalikan dari itu semua. Ya, melalui firman-Nya
dalam surah An-Nashr ini, Allah memerintahkan kekasih-Nya Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam saat mendapat kemenangan puncak itu untuk justru merunduk dan merendah dalam
rangka menyadari kelemahan diri dan sekaligus mengekspresikan rasa syukur yang sedalam-
dalamnya kepada Allah. Yakni dengan banyak-banyak bertasbih dan bertahmid mengagungkan
dan memuji Asmaa’-Nya. Semuanya wajib dikembalikan kepada Allah, karena Dia-lah Pemilik
dan Pemberi semuanya.

Tapi perintah Allah tidak hanya berhenti pada kewajiban bersyukur, bertasbih dan
bertahmid saja. Melainkan masih diteruskan dengan arahan dan perintah yang lebih indah lagi,
yakni perintah untuk beristighfar dan memohon ampun pada momen kemenangan puncak dan
puncak kemenangan. Ini benar-benar tidak biasa, dan bahkan mungkin dianggap “aneh” serta
nyleneh: pemenang mutlak justru disuruh mengakui kesalahan, beristighfar, dan mohon ampun.
Sungguh sesuatu yang sangat tidak mudah dijalankan kecuali oleh orang-orang agung yang telah
tersucikan jiwanya.

Adapun mengapa mesti istighfar, adalah karena momen kemenangan biasanya


memunculkan dalam diri seseorang kondisi-kondisi negatif baik secara lahiriah maupun
khususnya batiniah yang sulit diantisipasi dan dikontrol, seperti munculnya sikap pelampiasan
kegembiraan yang berlebihan, rasa bangga yang juga berlebih, sampai pada sikap sombong, dan
semacamnya. Juga karena selama perjuangan panjang berliku-liku yang penuh onak dan duri,
sangat boleh jadi sempat muncul hal-hal negatif, seperti kesalahan-kesalahan langkah,
perselisihan-perselisihan hati antar para pejuang, ketidaksabaran-ketidaksabaran, bahkan
termasuk suudzan-suudzan terhadap Allah, dan lain-lain.

Ditambah lagi kita perlu beristighfar saat mendapat kesuksesan dan kemenangan, karena
tingkat dan wujud syukur kita yang hampir pasti selalu penuh dengan kekurangan-kekurangan.
Lalu istighfarnya pemenang itu, disamping syukurnya, juga diharapkan akan menjadi faktor
pengontrol baginya dalam menyikapi dan memperlakukan pihak yang kalah, sehingga tidak
terjadi perlakuan yang melampaui batas terhadap mereka. Jadi karena dan untuk hal-hal itulah,
dan juga masih banyak yang lainnya lagi, kita patut dan harus beristighfar saat keberhasilan dan
kemenangan teraih.

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam-pun memberikan contoh dan teladan terbaik
kepada kita dengan langsung melaksanakan perintah Allah tersebut, sebagaimana kita dapati
dalam riwayat-riwayat di atas. Lalu bagaimana dengan kita para pelanjut dan pewaris beliau?
Sudah siapkah kita meneladani beliau dan melaksanakan perintah itu jika diberi kemenangan
sewaktu-waktu? Ataukah jangan-jangan Allah menahan memberikan pertolongan dan
kemenangan-Nya karena Dia Maha Tahu bahwa, kita masih belum mencapai derajat keagungan
jiwa dan kesucian hati yang dengannya telah sanggup membuktikan kehebatan dan keindahan
Islam tersebut? Wallahu a’lam
B. PENJELASAN ISIM,FIIL,DAN HURUF
1. Fiil (kata kerja)
Al Fi'lu atau fi'il secara bahasa memiliki makna perbuatan atau kata kerja. Sedangkan
menurut istilah dalam ilmu nahwu, fi'il adalah kata yang menunjukkan suatu makna yang
ada pada zatnya serta terkait dengan waktu.
2. Isim (kata benda)
Isim secara bahasa memiliki arti yang dinamakan atau nama atau kata benda. Sedangkan
menurut ulama nahwu, isim adalah kata yang menunjukkan suatu makna yang ada pada
zatnya akan tetapi tidak berkaitan dengan waktu. Isim itu terbagi-bagi menjadi beberapa
jenis yang bisa dikelompokkan sesuai dengan kelompoknya. Karena isim banyak sekali,
maka kita tidak membahasnya disini.
3. Huruf
Huruf secara bahasa memilki arti huruf seperti yang kita kenal dalam bahasa indonesia
ada 26 huruf. Sedangkan dalm bahasa arab kita mengenal ada 28 huruf yang kita kenal
dengan huruf hijaiyah. Akan tetapi, huruf yang dimaksud disini bukan setiap huruf
hijaiyah melainkan huruf hijaiyah yang memiliki arti seperti ‫(وو‬dan) ‫ف‬ ‫( و‬maka) ‫ب‬
‫( ب‬dengan)‫بل‬
(untuk) ‫س‬‫( و‬akan) ‫ك‬‫( و‬seperti). Adapun huruf-huruf seperti Alif, Ta, Tsa, dan yang lain yang
tidak memiliki arti maka tidak dapat menyusun suatu kalimat, melainkan hanya
menyusun suatu kata saja.
Maka dapat kita simpulkan bahwa fi'il adalah kata kerja, isim adalah kata benda dan
setiap kata selain kata kerja, dan huruf disini adalah setiap huruf hijaiyah yang memiliki
arti.

C. PENJELASAN TASRIEF Q.S AN-NASHR AYAT 1-3

Penjelasan :

Ayat ke 1

‫= اذا‬ Huruf ibtida, mabni atas sukun

‫= جاء‬ Fi'il madhi, mu'tal ajwaf (ain fiil huruf illat)

‫= نصر‬ Isim, masdar dari ‫نصر‬-‫ينصر‬-‫نصرا‬, fail dari ‫ جاء‬,mudhof

‫= ا‬ Isim, mudhof ilaih

‫= و‬ Huruf athof

‫= الفتح‬ Isim, masdar dari ‫فتح‬-‫يفتح‬-‫فتحا‬, maktuf dari ‫نصر ا‬

Ayat ke 2
‫= و‬ Huruf

‫= رأيت‬ Fi'il madhi, mu'tal lafif, dzomir ‫انت‬, pecahan kata ‫راى‬sebagai fi'il dan fail

‫= الناس‬ Isim, jama dari ‫النسان‬, mansub, maf'ul bih

‫= يدخلون‬ Fi'il mudhore dari ‫دخا‬-‫يدخل‬,shohih, dzomir ‫هم‬kembali kepada ‫الناس‬, jabatannya
sebagai fi'il dan fail.

‫= فى‬ Huruf jar

‫= دين‬ Isim majrur karena ‫فى‬, jabatannya sebagai mudhof

‫= ا‬ Isim majrur, jabatannya sebagai mudhof ilaih

‫= افواجا‬ Isim, Hal

Ayat ke 3

‫= فسبح‬ Athaf/ibtida, fiil amr ‫سبح‬-‫يسبح‬, dzomir ‫انت‬

‫= ب‬ Huruf jar

‫= حمد‬ Isim majrur, jabatannya sebagai mudhof

‫= رب‬ Isim majrur, jabatannya sebagai mudhof ilaih dari ‫حمد‬dan sebagai mudhof

‫= ك‬ Isim dhamir mabni atas fathah, jabatannya sebagai mudhaf ilaih

‫= و‬ Huruf athof

‫= استغفر‬ Fiil amr dari ‫يستغفر –استغفر‬- dhamir ‫انت‬

‫= ه‬ Isim dhamir, mansub sebagai maf'ul bih, mabni atas dhammah

‫= =انه‬ Huruf taukid, ‫ه‬isim inna

‫= كان‬ Fiil madhi naqis, mu'tal ajwaf pada 'ain fiil, dhamir ‫هو‬

‫= توابا‬ Isim khabar kaana,

Jumlah ‫>= كان توابا‬ khabar inna


BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Setiap ayat al-quran pasti memiliki makna yang terkandung, agar kita mengetahui makna
yang terkandung tersebut bisa menggunakan ilmu alat,seperti : ilmu tasrif, irab, dan nahwu.
Dengan ilmu tersebut kita bisa lebih mendalam dalam memahami dalam memaknai ayat al-quran
dan mentadaburinya.

B. SARAN

Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak
sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.
DAFTAR PUSTAKA

https://suaramuslim.net
https://www.google.com/search?q=pengertian+isim+fiil+huruf

Anda mungkin juga menyukai