Anda di halaman 1dari 10

Tafsir Ayat

1. Metode bercerita

QS. Huud Ayat 120

‫َو ُك اًّل َّنُقُّص َع َلْيَك ِم ْن َاْۢن َبۤا ِء الُّر ُس ِل َم ا ُنَثِّبُت ِبٖه ُفَؤاَدَك َو َج ۤا َء َك ِفْي ٰه ِذِه اْلَح ُّق َوَم ْو ِع َظٌة َّوِذ ْك ٰر ى ِلْلُم ْؤ ِمِنْيَن‬

Artinya: Dan semua kisah rasul-rasul, Kami ceritakan kepadamu (Muhammad), agar dengan kisah itu
Kami teguhkan hatimu; dan di dalamnya telah diberikan kepadamu (segala) kebenaran, nasihat dan
peringatan bagi orang yang beriman.

Ibnu Katsir mengenai ayat ini menjelaskan bahwa segala cerita yang diceritakan oleh Allah kepada Nabi
Muhammad saw, seperti cerita para Rasul yang terdahulu beserta umat mereka, bagaimana peristiwa
perdebatan dan permusuhan, ketabahan para Nabi menahan pendustaan dan penderitaan, bagaimana
Allah menolong orang-orang mukmin sebagai tentara allah dan menghinakan orang-orang kafir sebagai
musuh-Nya, semua itu untuk memantapkan hati Nabi Muhammad saw, supaya mereka para Rasul
terdahulu menjadi tauladan bagi Nabi Muhammad saw.
QS. Yusuf Ayat 111

‫َلَقْد َك اَن ِفْي َقَصِص ِهْم ِع ْبَر ٌة ُاِّلوِلى اَاْلْلَباِۗب َم ا َك اَن َح ِد ْيًثا ُّيْفَتٰر ى َو ٰل ِكْن َتْص ِد ْيَق اَّلِذ ْي َبْيَن َيَد ْيِه َو َتْفِص ْيَل ُك ِّل َش ْي ٍء َّوُهًدى َّوَر ْح َم ًة ِّلَقْو ٍم ُّيْؤ ِم ُنْو ن‬

Artinya: Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal.
(Al-Qur'an) itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya,
menjelaskan segala sesuatu, dan (sebagai) petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS
Yusuf: 111)

Sebagai penutup Surah Yusuf, Allah kembali mengingatkan bahwa pada kisah para nabi dan rasul,
termasuk kisah Nabi Yusuf, terkandung pesan-pesan untuk dipelajari dan dihayati manusia. Sungguh,
pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal. Kisah-kisah dalam Al-
Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat atau sekadar dongeng pelipur lara, tetapi kisah-kisah itu
membenarkan kandungan kitab-kitab yang sebelumnya, yaitu Taurat, Zabur, dan Injil, yang menjelaskan
segala sesuatu tentang prinsip-prinsip nilai yang dibutuhkan manusia guna mencapai kebahagiaan dunia
dan akhirat, dan sebagai petunjuk menuju jalan lurus dan rahmat yang penuh berkah bagi orang-orang
yang beriman.

2. Metode tanya jawab

QS. Albaqoroh Ayat 198

ۖ‫َيْس َٔـُلْو َنَك َع ِن اَاْلِهَّلِةۗ ُقْل ِهَي َمَو اِقْيُت ِللَّناِس َو اْلَح ِّج ۗ َو َلْيَس اْلِبُّر ِبَاْن َتْأُتوا اْلُبُيْو َت ِم ْن ُظُهْو ِرَها َو ٰل ِكَّن اْلِبَّر َمِن اَّتٰق ۚى َو ْأُتوا اْلُبُيْو َت ِم ْن َاْبَو اِبَها‬
‫َو اَّتُقوا َهّٰللا َلَع َّلُك ْم ُتْفِلُحْو َن‬

Artinya: Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah, “Itu adalah
(penunjuk) waktu bagi manusia dan (ibadah) haji.” Dan bukanlah suatu kebajikan memasuki rumah dari
atasnya, tetapi kebajikan adalah (kebajikan) orang yang bertakwa. Masukilah rumah-rumah dari pintu-
pintunya, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.

Metode tanya jawab terdapat pada QS. al-Baqarah ayat 189. Pada ayat tersebut terdapat tiga
keterangan, yaitu tentang pertanyaan sahabat tentang hilal beserta jawabannya, keterangan tentang
memasuki rumah melalui pintunya, dan perintah bertakwa kepada Allah. Mengenai masalah yang
pertama dijelaskan pada kalimat pertama dalam ayat ini, yaitu ‫ األھلة عن یسئلونك‬yang artinya mereka
bertanya tentang bulan sabit. Dari hal ini kita mengetahui terjadi tanya jawab antara sahabat dengan
Nabi Muhammad saw. Mengenai sebab turunya ayat ini Muhamad al-Alusy AbuFadl menerangkan
dalam kitabnya bahwa Ibnu Asakir menceritakan dengan sanad dhoif bahwa Mu’ad bin Jabbal dan
Tsa’labah bin Ghanam bertanya kepada Rasul : Ya Rasulallah Bagaimana keadaan hilal yang nampak dan
muncul kecil seperti benang, kemudian bertambah besar, rata dan bulat, kemudian terus menerus
berkurang dan mengecil sehingga kembali seperti semula, bulan itu tidak menetapi pada bentuk yang
tetap (satu bentuk)? Kemudian turunlah ayat tersebut.9Mengenai maksud munculnya pertanyaan
tersebut dan jawaban yang telah diberikan oleh Allah kepada Nabi Muhammad tentang hal tersebut,
Imam Fahruddin ar-Razi menulis dalam tafsirnya bahwa firman Allah ‫ األھلة عن یسئلونك‬tidak menjelaskan
sesungguhnya mengapa mereka bertanya, tetapi jawannya itu seperti

‫ ُقْل ِھىَ َمَو اِقیُت ِللَّناِس َو اْلَح ّج‬menunjukkan pada maksud pertanyaan, karena firman Allah menunjukkan bahwa
pertanyaan mereka bermaksud pada tujuan faedah dan hikmah tentang perubahan keadaan hilal yang
mengecil dan membesar, kemudian al-Quran dan hadits selaras dalam perihal pertanyaan tersebut.”10

Sedangkan tentang hal yang kedua, yaitu tentang perintah memasuki rumah dan) ‫َأْبَو اِبَھا َو َلْیَس اْلِبُّر ِبَأْن َتْأُتوا‬
‫اْلُبُیوَت ِم ْن ُظُھوِرَھا َو َلِكَّن اْلِبَّر َمِن اَّتَقى َو ْأُتوا اْلُبُیوَت ِم ْن‬lewat pintu disebutkan bukanlah kebajikan memasuki rumah-
rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah
ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya). Mengenai asal mula diturunkannya ayat ini karena pada
zaman jahiliyah orang-orang yang ihram memasuki rumah mereka melalui atap dan membuat tangga,
kemudian hal ini ditanyakan pula oleh sahabat sehingga turunlah ayat ini.

QS. Al- Anfal Ayat 01

‫۝‬١ ‫َيْس َٔـُلْو َنَك َع ِن اَاْلْنَفاِۗل ُقِل اَاْلْنَفاُل ِهّٰلِل َو الَّرُسْو ِۚل َفاَّتُقوا َهّٰللا َو َاْص ِلُحْو ا َذ اَت َبْيِنُك ْۖم َو َاِط ْيُعوا َهّٰللا َو َرُسْو َلٓٗه ِاْن ُكْنُتْم ُّم ْؤ ِمِنْيَن‬

Artinya: Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang (pembagian) harta rampasan perang.
Katakanlah, “Harta rampasan perang itu milik Allah dan Rasul (menurut ketentuan Allah dan Rasul-Nya).
Maka, bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu dan taatlah kepada
Allah dan Rasul-Nya jika kamu orang-orang mukmin.”

Ayat ini membicarakan persoalan harta rampasan perang yang diperoleh kaum Muslimin setelah usainya
Perang Badar Kubra. Perang ini berakhir dengan kemenangan kaum Muslimin. Mereka memperoleh
harta rampasan perang yang banyak. Al-Anfal (al-Ganimah) ialah segala macam harta yang diperoleh
kaum Muslimin dari musuh dalam medan pertempuran. Harta rampasan perang ini dinamakan al-Anfal
(bentuk jamak dari Nafal) karena harta-harta ini menjadi harta kekayaan kaum Muslimin. Setelah kaum
Muslimin memperoleh harta rampasan perang itu, terjadilah perselisihan pendapat di antara mereka
yang ikut berperang. Perselisihan itu mengenai cara-cara pembagiannya, dan pihak-pihak manakah yang
berhak mendapatkan. Pihak pemuda ataukah pihak orang-orang tua, pihak-pihak orang Muhajirin atau
pihak Anshar, ataukah pula masing-masing pihak sama-sama mendapat bagian. Persoalan itu dibawa
kepada Rasulullah saw agar mendapat keputusan yang adil. Sebagai jawaban atas pertanyan kaum
Muslimin itu, Allah memerintahkan kepada Rasulullah saw untuk menetapkan hukumnya, bahwa harta
rampasan perang itu adalah hak Allah dan Rasul-Nya. Oleh sebab itu yang menentukan pembagian harta
rampasan itu bukan kelompok pemuda atau kelompok orang tua, bukan orang Muhajirin atau orang
Anshar, bukan pula tim penyerang, tim pelindung, atau tim pengumpul harta rampasan perang, tetapi
Allah-lah yang menentukan dengan wahyu yang diturunkan kepada Rasul-Nya. Rasulullah membagi
harta rampasan perang itu secara merata di antara kaum Muslimin. Dalam ketentuan ini terkandung
pelajaran yang tinggi bagi kaum Muslimin agar mereka tidak beranggapan, bahwa harta rampasan
perang yang mereka peroleh itu, merupakan imbalan jasa peperangan, tetapi semata-mata mereka
peroleh karena karunia Allah. Kalau mereka beranggapan bahwa harta rampasan perang itu mereka
peroleh sebagai imbalan jasa, maka perjuangan mereka tidak murni karena Allah dan mengikuti perintah
Rasul-Nya. Ayat ini memberi dorongan pula kepada kaum Muslimin, agar mereka dalam menghadapi
tanggung jawab yang berat, hendaklah mereka hadapi secara bersama-sama, dan apabila mendapat
kenikmatan, agar dirasakan bersama-sama pula. Mengenai pembagian harta rampasan perang secara
rinci akan diuraikan penafsirannya pada ayat 41 surah ini. Allah memerintahkan pula kepada Rasulullah
saw agar kaum Muslimin bertakwa, menjauhi perselisihan dan persengketaan yang menimbulkan
kesusahan dan menjerumuskan mereka kepada kemurkaan Allah. Takwa diperlukan dalam setiap
keadaan, terlebih dalam perang dan pembagian harta rampasan perang, akibat perselisihan dapat
dirasakan, yaitu terganggunya persatuan dan timbulnya perpecahan yang mengakibatkan kekalahan.
Sesudah itu Allah memerintahkan agar kaum Muslimin memperbaiki hubungan sesama muslim, yaitu
menjalin cinta kasih dan memperkokoh kesatuan pendapat. Hal inilah yang dapat mengikat mereka
dalam kesatuan gerak dalam mencapai cita-cita bersama, yaitu mempertinggi kalimat Allah. Persatuan
dan kesatuan ini menjadi dasar kekuatan umat dalam segala bidang. Itulah sebabnya, memperbaiki
hubungan di antara sesama muslim diwajibkan, agar kaum Muslimin menyadari akan pentingnya
menghindari bahaya yang mengancam mereka, bahaya keretakan yang menggoyahkan kesatuan umat.
Hal ini jelas tergambar pada saat terjadinya perselisihan yang terjadi di antara kelompok-kelompok
karena yang satu merasa lebih berjasa dari kelompok yang lain. Demikian pula hal ini terjadi karena
mereka melupakan tugas mereka yang penting, yaitu bahwa tugas mempertahankan kebenaran itu
adalah tugas bersama. Pada akhir ayat, Allah menegaskan agar kaum Muslimin menaati Allah dan Rasul,
dalam hal ini menaati ketentuan perang, yang disampaikan kepada Rasulullah saw dengan perantaraan
wahyu. Ketentuan Allah wajib ditaati, Dia adalah Tuhan seru sekalian alam dan Yang Mahakuasa, sedang
taat kepada Rasul, dalam urusan agama, berarti taat kepada Allah karena dialah yang menyampaikan
agama itu dan memberikan penjelasan yang tertuang dalam perkataan, perbuatan serta keputusannya.
Perintah ini ditegaskan pada saat kaum Muslimin dalam keadaan bersengketa mengenai pembagian
harta rampasan perang, untuk mengingatkan mereka bahwa dalam saat-saat bagaimanapun juga kaum
Muslimin harus tetap menaati Allah dan Rasul-Nya, agar mereka tidak menimbulkan perpecahan karena
ambisi golongan dan kemauan hawa nafsu, yang biasanya menjerumuskan mereka kepada kehancuran.
Di dalam ayat ini terdapat beberapa unsur penting yang dapat memelihara kesatuan umat yaitu; takwa,
memperbaiki hubungan sesama muslim, dan menaati Allah dan Rasul di dalam setiap keadaan.
3. Metode Diskusi

QS. An-Nahl ayat 125

‫َو اۡل َم ۡو ِع َظِة اۡل َحَس َنِة‌ َو َج اِد ۡل ُهۡم ِباَّلِتۡى ِهَى َاۡح َس ُنؕ‌ ِاَّن َر َّبَك ُهَو َاۡع َلُم ِبَم ۡن َض َّل َع ۡن َس ِبۡي ِلٖه‌ َو ُهَو َاۡع َلُم ِباۡل ُم ۡه َتِد ۡي َن‬

Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan
berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih
mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat
petunjuk.

Keempat, Allah swt menjelaskan bahwa bila terjadi perdebatan dengan kaum musyrikin ataupun ahli
kitab, hendaknya Rasul membantah mereka dengan cara yang baik.

Suatu contoh perdebatan yang baik ialah perdebatan Nabi Ibrahim dengan kaumnya yang mengajak
mereka berpikir untuk memperbaiki kesalahan mereka sendiri, sehingga menemukan kebenaran.

Tidak baik memancing lawan dalam berdebat dengan kata yang tajam, karena hal demikian
menimbulkan suasana yang panas. Sebaiknya dicipta-kan suasana nyaman dan santai sehingga tujuan
dalam perdebatan untuk mencari kebenaran itu dapat tercapai dengan memuaskan.

Perdebatan yang baik ialah perdebatan yang dapat menghambat timbulnya sifat manusia yang negatif
seperti sombong, tinggi hati, dan berusaha mempertahankan harga diri karena sifat-sifat tersebut sangat
tercela. Lawan berdebat supaya dihadapi sedemikian rupa sehingga dia merasa bahwa harga dirinya
dihormati, dan dai menunjukkan bahwa tujuan yang utama ialah menemukan kebenaran kepada agama
Allah swt.

Kelima, akhir dari segala usaha dan perjuangan itu adalah iman kepada Allah swt, karena hanya Dialah
yang menganugerahkan iman kepada jiwa manusia, bukan orang lain ataupun dai itu sendiri. Dialah
Tuhan Yang Maha Mengetahui siapa di antara hamba-Nya yang tidak dapat mempertahankan fitrah
insaniahnya (iman kepada Allah) dari pengaruh-pengaruh yang menyesatkan, hingga dia menjadi sesat,
dan siapa pula di antara hamba yang fitrah insaniahnya tetap terpelihara sehingga dia terbuka
menerima petunjuk (hidayah) Allah swt.

QS. An-Nisa Ayat 107


‫َو اَل ُتَج اِد ْل َع ِن اَّلِذ ْيَن َيْخ َتاُنْو َن َاْنُفَس ُهْم ۗ ِاَّن َهّٰللا اَل ُيِح ُّب َم ْن َك اَن َخ َّواًنا َاِثْيًم ۙا‬

Artinya: Dan janganlah kamu berdebat untuk (membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya.
Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat dan bergelimang dosa.

Tafsir jalalain, (Dan janganlah kamu berdebat dengan orang-orang yang mengkhianati diri mereka)
artinya berkhianat dengan jalan berbuat maksiat karena bencana pengkhianatan itu akan kembali
kepada diri sendiri. (Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang gemar berkhianat) artinya suka
berkhianat (dan bergelimang dosa) hingga pasti akan menyiksanya.

4. Metode Menulis

‫َكَتَب ُهّٰللا َاَلْغ ِلَبَّن َاَن۠ا َو ُرُس ِلْۗي ِاَّن َهّٰللا َقِوٌّي َع ِز ْيٌز‬

“Allah telah menetapkan, “Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang.” Sesungguhnya Allah
Mahakuat lagi Mahaperkasa”

Tafsir dari ayat ini menjelaskan bahwa Allah mengingatkan manusia tentang sunah-Nya
yang telah ditetapkan di Lau¥ Ma¥fµ§ dan berlaku di sepanjang masa dan di semua tempat.
Sunah-Nya itu ialah mengenai ketetapan Allah dan Rasul-Nya yang pasti akan mengalahkan
setiap orang yang ingkar kepada-Nya. Di antaranya Allah telah menghancurkan kaum Nuh,
kaum Lut, kaum Saleh, Firaun serta pengikutnya dengan bermacam-macam cara.
Kemenangan seperti itu akan diperoleh pula oleh Nabi Muhammad dan pengikut-
pengikutnya, dan juga setiap orang yang benar-benar melaksanakan agama Islam dengan
sebaik-baiknya. Ini adalah sunatullah yang berlaku bagi hamba-Nya

‫ِباْلَع ْدِۖل َو اَل َي ْأَب‬ ‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا ِاَذ ا َتَداَيْنُتْم ِبَد ْيٍن ِآٰلى َاَج ٍل ُّمَس ًّمى َف اْك ُتُبْو ُۗه َو ْلَيْك ُتْب َّبْيَنُك ْم َك اِتٌۢب‬
‫َيْبَخ ْس ِم ْنُه َش ْئًـ ۗا‬ ‫َك اِتٌب َاْن َّيْك ُتَب َك َم ا َع َّلَم ُه ُهّٰللا َفْلَيْك ُتْۚب َو ْلُيْمِلِل اَّلِذ ْي َع َلْيِه اْلَح ُّق َو ْلَيَّتِق َهّٰللا َر َّبٗه َو اَل‬
‫َف ِاْن َك اَن اَّل ِذ ْي َع َلْي ِه اْلَح ُّق َس ِفْيًها َاْو َض ِع ْيًفا َاْو اَل َيْس َتِط ْيُع َاْن ُّيِم َّل ُه َو َفْلُيْمِل ْل َو ِلُّي ٗه ِباْلَع ْدِۗل‬
‫َو اْسَتْش ِهُد ْو ا َش ِهْيَد ْيِن ِم ْن ِّر َج اِلُك ْۚم َفِاْن َّلْم َيُك ْو َنا َر ُج َلْيِن َفَر ُجٌل َّو اْمَر َاٰت ِن ِمَّم ْن َتْر َض ْو َن ِم َن الُّش َهَۤد اِء‬
‫َاْن َتِض َّل ِاْح ٰد ىُهَم ا َفُتَذِّك َر ِاْح ٰد ىُهَم ا اُاْلْخ ٰر ۗى َو اَل َيْأَب الُّش َهَۤد اُء ِاَذ ا َم ا ُدُع ْو اۗ َو اَل َتْس َٔـ ُم ْٓو ا َاْن َتْك ُتُب ْو ُه‬
‫َص ِغ ْيًرا َاْو َك ِبْي ًرا ِآٰلى َاَج ِل ٖۗه ٰذ ِلُك ْم َاْقَس ُط ِع ْن َد ِهّٰللا َو َاْق َو ُم ِللَّش َهاَد ِة َو َاْد ٰن ٓى َااَّل َتْر َت اُبْٓو ا ِآاَّل َاْن َتُك ْو َن‬
‫ِتَج اَر ًة َح اِض َر ًة ُت ِد ْيُرْو َنَها َبْيَنُك ْم َفَلْيَس َع َلْيُك ْم ُج َن اٌح َااَّل َتْك ُتُبْو َه ۗا َو َاْش ِهُد ْٓو ا ِاَذ ا َتَب اَيْع ُتْم ۖ َو اَل ُيَض ۤا َّر‬
‫َك اِتٌب َّو اَل َش ِهْيٌد ۗە َو ِاْن َتْفَع ُلْو ا َفِاَّنٗه ُفُسْو ٌۢق ِبُك ْم ۗ َو اَّتُقوا َهّٰللاۗ َو ُيَع ِّلُم ُك ُم ُهّٰللاۗ َو ُهّٰللا ِبُك ِّل َش ْي ٍء َع ِلْيٌم‬

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu
pembayaran yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya untuk melindungi hak
masing-masing dan untuk menghindari perselisihan. Dan hendaklah seorang yang bertugas
sebagai penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar, jujur, dan adil, sesuai ketentuan
Allah dan peraturan perundangan yang berlaku dalam masyarakat. Kepada para penulis
diingatkan agar janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagai tanda syukur,
sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya kemampuan membaca dan menulis, maka
hendaklah dia menuliskan sesuai dengan pengakuan dan pernyataan pihak yang berutang dan
disetujui oleh pihak yang mengutangi. Dan hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan
apa yang telah disepakati untuk ditulis, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhan
Pemelihara-nya, dan janganlah dia mengurangi sedikit pun daripada utang-nya, baik yang
berkaitan dengan kadar utang, waktu, cara pembayaran, dan lain-lain yang dicakup oleh
kesepakatan. Jika yang berutang itu orang yang kurang akalnya, tidak pandai mengurus harta
karena suatu dan lain sebab, atau lemah keadaannya, seperti sakit atau sangat tua, atau tidak
mampu mendiktekan sendiri karena bisu atau tidak mengetahui bahasa yang digunakan, atau
boleh jadi malu, maka hendaklah walinya mendiktekannya dengan benar dan jujur. Dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki di antara kamu. Jika tidak ada saksi dua
orang laki-laki, atau kalau saksi itu bukan dua orang laki-laki, maka boleh seorang laki-laki
dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari para saksi yang ada,
yakni yang disepakati oleh yang melakukan transaksi. Hal tersebut agar jika yang seorang
dari perempuan itu lupa, maka perempuan yang seorang lagi yang menjadi saksi bersamanya
mengingatkannya. Dan sebagaimana Allah berpesan kepada para penulis, kepada para saksi
pun Allah berpesan. Janganlah saksi-saksi itu menolak memberi keterangan apabila
dipanggil untuk memberi kesaksian, karena penolakannya itu dapat merugikan orang lain.
Dan janganlah kamu bosan menuliskannya, baik utang itu kecil maupun besar, sampai yakni
tiba batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, yakni penulisan utang piutang dan
persaksian yang dibicarakan itu, lebih adil di sisi Allah, yakni dalam pengetahuan-Nya dan
dalam kenyataan hidup, dan lebih dapat menguatkan kesaksian, yakni lebih membantu
penegakan persaksian, dan lebih mendekatkan kamu kepada ketidakraguan terkait jenis
utang, besaran dan waktunya. Petunjuk-petunjuk di atas adalah jika muamalah dilakukan
dalam bentuk utang piutang, tetapi jika hal itu merupakan perdagangan berupa jual beli
secara tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu
tidak menuliskannya, sebab memang pencatatan jual beli tidak terlalu penting dibanding
transaksi utang-piutang. Dan dianjurkan kepadamu ambillah saksi apabila kamu berjual beli
untuk menghindari perselisihan, dan janganlah penulis dipersulit dan begitu juga saksi oleh
para pihak untuk memberikan keterangan dan kesaksian jika diperlukan, begitu juga
sebaliknya para pencatat dan saksi tidak boleh merugikan para pihak. Jika kamu, wahai para
penulis dan saksi serta para pihak, lakukan yang demikian, maka sungguh, hal itu suatu
kefasikan pada kamu. Dan bertakwalah kepada Allah dan rasakanlah keagunganNya dalam
setiap perintah dan larangan, Allah memberikan pengajaran kepadamu tentang hak dan
kewajiban, dan Allah Maha Mengetahui Segala sesuatu.

5. Metode Mendengar (‫)سمع‬

‫َقْد َسِمَع ُهّٰللا َقْو َل اَّلِتْي ُتَج اِد ُل َك ِفْي َز ْو ِج َه ا َو َتْش َتِكْٓي ِاَلى ِهّٰللاۖ َو ُهّٰللا َيْس َم ُع َتَح اُوَر ُك َم ۗا ِاَّن َهّٰللا َس ِم ْيٌۢع‬
‫َبِص ْيٌر‬

Pada akhir Surah al-Hadd Allah menyeru orang-orang beriman agar taat kepada Rasul-Nya,
niscaya Allah akan memberikan cahaya dan mengampuni mereka. Pada ayat ini dijelaskan,
sungguh, Allah telah mendengar ucapan perempuan yang mengajukan gugatan kepadamu
tentang suaminya, yang telah menzihar dirinya, yaitu menganggap dirinya sama dengan ibu
kandungnya sehingga haram digauli, dan dia pun mengadukan keadaan itu kepada Allah agar
Allah memberikan kepastian hukum tentang kasus zihar tersebut dan Allah mendengar
percakapan di antara kamu berdua bersama perempuan yang bernama Khaulah binti Sa’labah
yang dizihar suaminya tersebut. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar semua jenis
percakapan yang terbuka maupun tertutup, Maha Melihat yang tampak maupun yang
tersembunyi.

‫ٰۤل‬
‫َو اَل َتْقُف َم ا َلْيَس َلَك ِبٖه ِع ْلٌم ۗ ِاَّن الَّس ْمَع َو اْلَبَص َر َو اْلُفَؤ اَد ُك ُّل ُاو ِٕىَك َك اَن َع ْنُه َم ْسُٔـْو اًل‬

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Jangan mengatakan sesuatu yang engkau tidak ketahui, jangan mengaku
melihat apa yang tidak engkau lihat, jangan pula mengaku mendengar apa yang tidak
engkau dengar, atau mengalami apa yang tidak engkau alami. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, adalah amanah dari Tuhanmu, semuanya itu akan
diminta pertanggunganjawab, apakah pemiliknya menggunakan untuk kebaikan atau
keburukan?

Tafsir hadist
‫)رأى( ‪1. Metode Melihat‬‬

‫َح َّد َثَنا ُم َس َّد ٌد‪َ ،‬ح َّد َثَنا ِإَمْسا يُل‪َ ،‬ح َّد َثَنا َأُّيوُب ‪َ ،‬عْن َأيِب َالَبَة‪َ ،‬عْن َأيِب ُس َلْيَم اَن َم ا ْبِن اُحلَو ْيِر ‪َ ،‬قاَل ‪َ :‬أَتْيَنا الَّنَّيِب َص َّلى اُهلل‬
‫ِث‬ ‫ِلِك‬ ‫ِق‬ ‫ِع‬

‫َعَلْيِه َو َس َّلَم ‪َ ،‬و ْحَنُن َش َبَبٌة ُمَتَق اِر ُبوَن ‪َ ،‬فَأَقْم َنا ِعْنَد ُه ِعْش ِر يَن َلْيَلًة‪َ ،‬فَظَّن َأَّنا اْش َتْق َنا َأْه َلَنا‪َ ،‬و َس َأَلَنا َعَّم ْن َتَر ْك َنا يِف َأْه ِلَنا‪َ ،‬فَأْخ َبْر َناُه‪َ ،‬و َك اَن‬
‫ِت‬ ‫ِإ‬ ‫ِن‬ ‫ِج ِإ ِل‬ ‫ِف ِح‬
‫َر يًق ا َر يًم ا‪َ ،‬فَق اَل ‪« :‬اْر ُعوا ىَل َأْه يُك ْم ‪َ ،‬فَعِّلُم وُه ْم َو ُمُر وُه ْم ‪َ ،‬و َص ُّلوا َك َم ا َر َأْيُتُم و ي ُأَص ِّلي‪َ ،‬و َذا َح َض َر الَّص َالُة‪َ ،‬فْلُيَؤ ِّذْن َلُك ْم‬
‫ِل‬
‫»َأَح ُد ُك ْم ‪َّ ،‬مُث َيُؤ َّم ُك ْم َأْك َبُر ُك ْم‬
‫صحيح البخاري‪ ,‬باب رمحة الناس والبهائم‪ ,‬ج‪ ,8‬ص‪9‬‬
‫‪Syarah dari Hadits ini menjelaskan tentang tata cara mengerjakan sholat ,dimana Nabi Muhammad SAW‬‬
‫‪mengajarkan sholat dengan mengkolaborasikan antara perintah sholat dalam dalil Al-Qur’an serta‬‬
‫‪mencontohkannya secara langsung dengan perbuatan , sehingga orang yang akan mengerjakan sholat‬‬
‫‪harus sesuai dengan apa yang dilakukan dan dicontohkan Nabi SAW, baik dari gerakan maupun‬‬
‫‪bacaannya, dari mulai rukun sholat, kewajiban sholat, maupun sunnah sholat.‬‬

‫)قال( ‪2. Metode Berkata / Mengucapkaan‬‬

‫ِق ِمَس‬ ‫ِد ِه‬ ‫ِم‬ ‫ِع ٍد‬ ‫ِد ِه‬ ‫ِإ ِه‬
‫َح ّدََثَنا اَمل ُّي ْبُن ْبَر ا يَم ‪َ ،‬عْن َعْب الَّل ْبِن َس ي ‪َ ،‬عْن َعا ِر ْبِن َعْب الَّل ْبِن الُّز َب ‪َ ،‬عْن َعْم ِر و ْبِن ُس َلْيٍم الُّز َر ِّي ‪َ ،‬ع َأَبا َقَتاَدَة ْبَن‬
‫ِرْي‬ ‫ِّك‬
‫»ِر ْبِعٍّي األْنَص اِر َّي ِض الَّلُه َعْنُه‪َ ،‬قاَل ‪َ :‬قاَل الَّنُّيِب َص َّلى اُهلل َعَلْيِه َس َّل ‪ِ« :‬إَذا َدَخ َأَح ُد ُك ا ِج َد ‪َ ،‬فَال ْجَيِل َح ىَّت ُيَص ِّل ْك َعَتِنْي‬
‫َي َر‬ ‫ْس‬ ‫ُم َملْس‬ ‫َل‬ ‫َو َم‬ ‫َر َي‬

‫ص‪57‬‬ ‫صحيح البخاري‪,‬باب ‪/‬ما جاء يف التطوع مثىن مثىن‪,‬ج‪,2‬‬


‫‪Syarah dari Hadits ini adalah Nabi SAW menyerukan untuk melakukan sholat 2 rokaat (sholat sunnah‬‬
‫‪tahiyyatul masjid) ketika memasuki masjid, dan itu dilakukan sebelum beranjak duduk di dalam masjid‬‬
‫‪sebagai bentuk pemuliaan dan penghormatan pada masjid yang merupakan rumah Alloh SWT dan tempat‬‬
‫‪ibadah.‬‬

‫)مسع( ‪3. Metode Mendengarkan‬‬

‫ِم‬ ‫ٍق ِد ِق‬ ‫ِح‬ ‫ِل‬


‫‪َ - 5664‬أْخ َبَر َن ا َع ُّي ْبُن ُحْج ٍر ‪َ ،‬ق اَل ‪َ :‬أْنَبَأَن ا ُعْثَم اُن ْبُن ْص ِن ْبِن َعاَّل َم ْش ٌّي َق اَل ‪َ :‬ح َّد َثَنا ُع ْر َو ُة ْبُن ُرَو ٍمْي ‪َ ،‬أَّن اْبَن ال َّد ْيَل ِّي‬
‫ٍر و وَل الَّل ِه‬ ‫ِه‬ ‫ِمَس‬ ‫ِه‬ ‫ِم‬ ‫ِه‬ ‫ِك‬
‫َر َب َيْطُلُب َعْبَد الَّل ْبَن َعْم ِر و ْبِن اْلَعاِص ‪َ ،‬قاَل ‪ :‬اْبُن الَّد ْيَل ِّي ‪َ :‬فَد َخ ْلُت َعَلْي ‪َ ،‬فُقْلُت ‪َ :‬ه ْل ْعَت َيا َعْب َد الَّل ْبَن َعْم َرُس‬
‫ِه َّل‬ ‫َّلِه َّل‬ ‫ِم‬ ‫ِر ِب ٍء‬ ‫ِه َّل‬ ‫َّل‬
‫َص ى اُهلل َعَلْي َو َس َم َذَك َر َش ْأَن اَخْلْم َش ْي ‪َ ،‬فَق اَل ‪َ :‬نَعْم ‪َ ،‬س ْعُت َرُس وَل ال َص ى اُهلل َعَلْي َو َس َم َيُق وُل ‪« :‬اَل َيْش َر ُب اَخْلْم َر َر ُج ٌل‬
‫ِم ْن ُأَّم يِت َفَيْق َبُل الَّلُه ِم ْنُه َص اَل ًة َأْر َبِعَني َيْو ًم ا»‬

‫__________‬
[‫صحيح ]حكم األلباين‬

134‫ ص‬,8‫ج‬,‫باب الرواية مبينة عن صلوات شارب اخلمر‬, ‫سنن النسائي‬


Syarah dari Hadits tersebut adalah menjelaskan tentang larangan Alloh SWT untuk mengonsumsi atau
meminum Khamr (sesuatu yang memabukkan) , maka Alloh tidak akan menerima sholatnya orang yang
mengonsumsi khamr selama 40 hari , jika ia bertaubat maka Alloh akan mengampuni dan menerima
taubatnya ,dan apabila ia mengulanginya hingga 4 kali , maka Alloh tidak akan menerima taubatnya lagi ,
dan akan memberikannya minuman dari sungai khabal (Sungai yang berasal dari nanah penghuni neraka),
haram hukumnya sholat dalam keadaan mabuk, dan minum khamr bukan hanya tentang sholat yang tidak
sah kemudian bisa diulangi lagi , melainkan merupakan salah satu sebab terhapusnya pahala sholat
.selama 40 hari

4. Metode Menulis (‫)كتب‬

‫ِخ‬ ‫ِه‬ ‫ِه‬ ‫ِم ِد ِث‬ ‫ٍم‬ ‫ِد‬


‫ َفِإيِّن ْف ُت‬،‫ اْنُظْر َم ا َك اَن ْن َح ي َرُس وِل الَّل َص َّلى اُهلل َعَلْي َو َس َّلَم َفاْك ُتْبُه‬: ‫َو َك َتَب ُعَمُر ْبُن َعْب الَعِز يِز ِإىَل َأيِب َبْك ِر ْبِن َح ْز‬
،‫ َو ْلَتْج ِلُس وا َح ىَّت ُيَعَّلَم َمْن َال َيْع َلُم‬، ‫ «َو ْلُتْف ُش وا الِعْلَم‬:‫ َو َال َتْق َبْل ِإاَّل َح ِد يَث الَّنِّيِب صّلى اهلل عليه وسلم‬، ‫ُدُر وَس الِعْلِم َو َذَه اَب الُعَلَم اِء‬
، ‫ ِبَذ ِلَك‬: ‫ َعْن َعْبِد الَّلِه ْبِن ِديَناٍر‬، ‫ َح َّد َثَنا َعْبُد الَعِز يِز ْبُن ُمْس ِلٍم‬: ‫َفِإَّن الِعْلَم َال َيْه ِلُك َح ىَّت َيُك وَن ِس ًّر ا» َح َّد َثَنا الَعَالُء ْبُن َعْبِد اَجلَّباِر َقاَل‬
‫ َذ ا ال َل اِء‬:‫ ِإىَل ِلِه‬، ‫ِن ِد ال ِز يِز‬ ‫ِد‬
‫َقْو َه َب ُع َم‬ ‫َيْع يِن َح يَث ُعَمَر ْب َعْب َع‬
31‫ص‬,1‫ ج‬,‫ باب كيف يقبض العلم‬,‫صحيح البخاري‬
Hadits diatas menerangkan tentang alasan penulisan hadits Nabi sebagai ijtihad atau usaha
untuk mempertahankan hadits Nabi, saat itu banyak para sahabat nabi yang meninggal
sehingga menimbulkan kekhawatiran hilangnya ilmu, lemahnya kekuatan hafalan
disebabkan tersebarnya buku buku para ulama diantara manusia, dan mulai munculnya
banyak bidah dan para pendusta terhadap hadits hadits Nabi , sehingga mendorong para
ulama untuk menjaga hadits nabi lewat tulisan.

Anda mungkin juga menyukai