Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN GAGAL NAPAS


DI RUANG ICU RSUD dr. ABDUL AZIZ SINGKAWANG

Disusun Oleh:

DIAN

NIM.201111009

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2023
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN GAGAL NAPAS
DI RUANG ICU RSUD dr. ABDUL AZIZ SINGKAWANG

Telah Mendapat persetujuan dari Pembimbing Akademik (Clinical Teacher) dan


Pembimbing Klinik (Clinical Instructure)

Telah disetujui pada :

Hari :

Tanggal :

Mengetahui,
Mahasiswa

Dian
NIM.201111009

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik (CI)

Ns. Egidius Umbu Ndeta, S.Kep, M.Kes Ns. Asmara Sri Astuti, S.St
NIP. NIP.197006191991022003
BAB I

KONSEP PENYAKIT

A. Pengertian penyakit
Gagal napas atau respiratory failure didefinisikan sebagai
ketidakmampuan untuk mempertahankan pengiriman oksigen (oxygen delivery)
yang adekuat ke jaringan ataupun pembuangan karbon dioksida (CO2) secara
normal dari jaringan. (Slattery M, 2020)
Gagal napas merupakan kegagalan sistem respirasi dalam pertukaran gas
O2 dan CO2 serta masih menjadi masalah dalam penatalaksanaan medis.
Walaupun kemajuan teknik diagnosis dan terapi intervensi telah berkembang
pesat, tetapi gagal napas masih merupakan penyebab angka kesakitan dan
kematian yang tinggi di instalasi perawatan intensif. Kegagalan pernapasan
adalah suatu kondisi dimana oksigen tidak cukup masuk dari paru-paru ke
dalam darah. Kegagalan pernapasan adalah suatu kondisi dimana oksigen tidak
cukup masuk dari paru-paru ke dalam darah. Organ tubuh, seperti jantung dan
otak, membutuhkan darah yang kaya oksigen untuk bekerja dengan baik.
Kegagalan pernapasan juga bisa terjadi jika paru-paru tidak dapat membuang
karbon dioksida dari darah. Terlalu banyak karbon dioksida dalam darah dapat
membahayakan organ tubuh ( Kurniadi, 2020)

B. Klasifikasi
Klasifikasi gagal napas menurut (Slattery M, 2020)
Gagal napas tipe I: Pada gagal napas tipe I pasien mengalami hipoksemia
Gagal napas dengan nilai PO2 arterial yang rendah, tetapi
hipoksemia PaCO2 normal atau rendah

Gagal napas tipe I dapat menandakan adanya penyakit


yang mempengaruhi parenkim paru atau sirkulasi paru
seperti pneumonia, emboli paru, asma, dan sindrom
distress pernapasan akut
Gagal napas tipe II: Pasien mengalami hiperkapnia dengan kadar
Gagal napas PCO2 arterial (PaCO2) yang abnormal tinggi dan
hiperkapnia PaO2 arterial menurun

Pasien dengan gagal napas tipe II dapat mengalami


hiperkapnia dan hipoksemia secara bersamaan

Pasien dengan asma derajat berat, fibrosis paru


stadium akhir, dan sindrom distress pernapasan akut
derajat berat dapat mengalami gagal napas tipe II.

C. Etiologi
Adapun etiologi menurut (Wahyuni,2021) pada gagal nafas antara lain :
1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dan Asma
Kerusakan jaringan paru pada PPOK seperti akses jalan nafas yang
menyempit, fibrosis, destruksi parenkim membuat luas permukaan alveolus
yang kontak langsung dengan kapiler paru terus berkurang sehingga
mengganggu difusi O2 dan eliminasi CO2.
2. Pneumonia
Mikroorganisme pada pneumonia mengeluarkan racun dan memicu reaksi
inflamasi dan mengeluarkan lendir. Lendir membuat luas permukaan
alveolus yang kontak langsung dengan kapiler paru terus berkurang,
mengganggu difusi O2 dan eliminasi CO2.
3. Tuberculosis Pulmonal
Pelepasan besar mikobakteri ke dalam sirkulasi paru menyebabkan
peradangan, endarteritis obliteratif dan kerusakan membran kapiler
alveolar, sehingga mengganggu pertukaran gas.
4. Tumor paru
Tumor paru dapat menyebabkan obstruksi jalan napas sehingga ventilasi
dan perfusi tidak berfungsi secara adekuat.
5. Pneumotoraks
Pneumotoraks adalah keadaan darurat medis dan terjadi ketika tekanan
intrapleural melebihi tekanan atmosfer. Pada pernapasan normal, rongga
pleura memiliki tekanan negatif. Saat dinding dada mengembang ke luar,
permukaan antara pleura parietal dan visceral muncul menyebabkan paru-
paru mengembang ke luar. Penumpukan tekanan di ruang pleura akhirnya
menyebabkan hipoksemia dan gagal napas karena kompresi paru-paru.
D. Patway
Nefrolitiasis, Pneumonia, Sepsis, TD ↑, HR ↑, PaCO2 ↑ PaO2 ↓

Gagal Napas
Leukosit meningkat + prosedur Nefrolitotomi Gangguan
invasif mekanisme
regulasi Perubahan irama jantung
Prosedur operasi
Gambaran EKG Takikardi
Mk: Resiko Mk:
Penurunan kesadaran Supraventrikular (SVT)
Infeksi Hipervolemi
a Kelemahan otot
Faktor mekanis (Insisi
pembedahan) pernapasan
Ketidakmampuan
mengabsorpsi makanan Mk: Penurunan curah
jantung
Dispnea,Geli
Mk: Gangguan Integritas Kerusakan sah,takikardi Terpasang nasogatric tube
Kulit dan Jaringan integritas kulit

Serum albumin turun,


Hipersekresi Mk: Defisit Nutrisi
Mk: Gangguan mukosa pucat
Ventilasi spontan • Volume tidal turun
Efek agen farmaka
• POC2 meningkat
(Sedasi)
• PO2 menurun
• Terpasang • SaO2 menurun
ventilator
Mk: Bersihan Jalan Napas • Terpasang ETT Terpasang prosedur Mk: Risiko Cidera
Tidak Efektif invasif

Sumber: (SDKI, 2017)


E. Tanda dan Gejala

Tanda-tanda gagal nafas yaitu adanya takipnea dan pernapasan


dangkal tanpa retraksi dan tanda dan gejala tambahan berupa gagal napas
dapat diamati, tergantung pada tingkat hipoksemia dan hiperkapnia.
Dikatakan gagal napas jika memenuhi salah satu keriteria yaitu PaO2
arteri <60 mmHg atau PaCO2>45 mmHg, kecuali peningkatan yang terjadi
kompensasi alkalosis metabolik (Arifputra, 2020). Selain itu jika menurut
klasifikasinya gagal napas bisa terbagi menjadi hipoksemia yaitu bila nilai
PaCO2 pada gagal napas tipe ini menunjukkan nilai normal atau rendah.
Gejala yang timbul merupakan campuran hipoksemia arteri dan hipoksia
jaringan, antara lain: a) Dispneu (takipneu, hipeventilasi) b) Perubahan
status mental, cemas, bingung, kejang, asidosis laktat c) Sinosis di distal dan
sentral (mukosa,bibir) d) Peningkatan simpatis, takikardia, diaforesis,
hipertensi e) Hipotensi, bradikardia, iskemi miokard, infark, anemia, hingga
gagal jantung dapat terjadi pada hipoksia berat. Berikutnya adalah gagal
napas hiperkapnia, yaitu bila kadar PCO2 yang cukup tinggi dalam alveolus
menyebabkan pO2 alveolus dari arteri turun ( Sinarti, Agus dkk, 2021)

F. Komplikasi
Komplikasi kegagalan pernapasan akut dapat berupa penyakit paru,
kardiovaskular, gastrointestinal (GI), penyakit menular, ginjal, atau gizi.
Komplikasi GI utama yang terkait dengan gagal napas akut adalah perdarahan,
distensi lambung, ileus, diare, dan pneumoperitoneum. Infeksi nosokomial,
seperti pneumonia, infeksi saluran kemih, dan sepsis terkait kateter, sering
terjadi komplikasi gagal napas akut.Ini biasanya terjadi dengan penggunaan alat
mekanis. Komplikasi gizi meliputi malnutrisi dan pengaruhnya terhadap kinerja
pernapasan dan komplikasi yang berkaitan dengan pemberian nutrisi enteral
atau parenteral.
Komplikasi pada paru-paru itu seperti pneumonia, emboli paru,
barotrauma paru-paru, fibrosis paru. Komplikasi yang berhubungan dengan
mesin dan alat mekanik ventilator pada pasien gagal napas juga banyak
menimbulkan komplikasi yaitu infeksi, desaturasi arteri, hipotensi, barotrauma,
komplikasi yang ditimbulkan oleh dipasangnya intubasi trakhea adalah
hipoksemia cedera otak, henti jantung, kejang, hipoventilasi, pneumotoraks,
atelektasis. Gagal napas akut juga mempunyai komplikasi di bidang
gastrointestinal yaitu stress ulserasi, ileus dan diare ( Kurniadi, 2020)

G. Pemeriksaan diagnostik/ Penunjang


1. Pemerikasan gas-gas darah arteri
a. Hipoksemia: Ringan: PaO2 < 80 mmHg
b. Sedang: PaO2 < 60 mmHg
c. Berat: PaO2 < 40 mmHg
2. Pemeriksaan rontgen dada
Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak
diketahui
3. Hemodinamik
4. EKG: Mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan,
Disritmia (Wahyuni Nduka, 2021)

H. Penatalaksanaan Medik
1. Terapi oksigen
pengobatan yang dapat membantu orang bernapas dan mendapatkan asupan
oksigen cukup
2. Pemberian oksigen kecepatan rendah : masker Venturi atau nasal prong
3. Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP)
4. Inhalasi nebulizer
alat untuk mengubah obat dalam bentuk cairan menjadi uap yang dihirup
5. Fisioterapi dada
Fisioterapi dada direkomendasikan untuk klien/pasien yang memproduksi
sputum lebih dari 30cc/hari atau memiliki riwayat atelektasis dengan x-
ray dada. Perkusi kontraindikasi pada klien/pasien dengan kelainan
perdarahan.
6. Pemantauan hemodinamik/jantung
Pemantauan hemodinamik secara noninvasif terdiri dari beberapa
komponen antara lain tekanan darah, nadi, heart rate, pernapasan, indikator
perfusi perifer, produksi urin, saturasi oksigen, dan GCS
7. Pengobatan
suatu proses menyembuhkan yakni dengan menggunakan alat bantu. Alat
bantu tersebut dapat berupa alat bantu terapi maupun berupa obat-obatan
beserta lainnya, baik dilakukan dengan perlengkapan medis modern
maupun tradisional.
8. Brokodilator
Bronkodilator adalah kelompok obat yang digunakan untuk meredakan
gejala akibat penyempitan saluran pernapasan, seperti batuk, mengi, atau
sesak napas. Asma dan penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) adalah dua
kondisi yang sering diobati dengan bronkodilator
9. Steroid
Steroid merupakan versi hormon buatan manusia yang biasanya diproduksi
oleh kelenjar adrenal, dua kelenjar kecil yang ditemukan di atas ginjal. Saat
dikonsumsi dalam dosis yang lebih tinggi dari jumlah produksi tubuh
biasanya, steroid mengurangi kemerahan dan pembengkakan atau
peradangan
10. Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan.
BAB II
KONSEP ASUAHAN KEPERAWATAN

ICU (Intensive Care Unit) merupakan suatu bagian dari Rumah Sakit yang
mandiri dengan staf khusus dan perlengkapan yang khusus yang di tujukan untuk
observasi, perawatan dan terapi pasien- pasien yang menderita penyakit akut, cidera
tau penyulit yang mengancam nyawa atau potensi mengancam nyawa. Kriteria
pasien masuk ICU Penilaian objektif atas berat dan prognosis penyakit hendaknya
digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan prioritas masuk ke ICU.
(Fransisca, 2020)
Dalam pelayanan keperawatan pelaksanaan dokumentasi merupakan hal
sangat penting dalam pelayanan kesehatan untuk memahami, meninjau, serta
menilai yang dilaksanakan oleh rumah sakit terkhusus di ruangan instalasi gawat
darurat. Hal tersebut perlu di dokumentasikan dengan teratur, akurat, obyektif, dan
lengkap serta sesuai dengan standar asuhan keperawatan agar dapat membuktikan
bahwa tindakan keperawatan dilakukan dengan benar. Dokumentasi sangat
dibutuhkan dalam keamanan pasien dengan menjaga catatan atau rekam medis agar
tetap jelas, akurat, dan komprehensif agar dapat bermanfaat bagi perawat dalam
pekerjaan sehari-hari. Dokumentasi sangat dibutuhkan dalam menunjukkan
pemberian perawatan yang baik melalui komunikasi yang efektif. Makadari itu
disusunlah asuhan keperawatan melalui proses pengkajian, penegakan diagnose
keperawatan, perencanaan, penerapan implementasi, serta evaluasi dari tidakan
yang kita lakukan. (Susanti, 2021).

A. Pengkajian
I. Identitas klien
Inisial klien, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pekerjaan,
pendidikan, alamat, penanggung (askes/jamkesmas/umum), nomor rekam
medis, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis, patient’s label
Identitas Penanggung Jawab
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, serta status
hubungan dengan klien
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada dada yang menjalar ke
punggung dan pinggang. Biasa didukung dengan adanya Riwayat
hipertensi.

II. Primary Assesment


a. Circulation
Bantuan sirkulasi ini dapat dilakukan apabila denyut nadi besar
teraba. Perawat bisa memberikan napas buatan 10-12 kali per menit.
Apabila naadi tidak teraba maka tindakan yang harus dilakukan
adalah Resusitasi Jantung dan Paru, tindakan dilakukan dengan
perbandingan 5 : 1 adapun hal-hal yang harus diperhatikan yaitu:
(Mardalena, 2021)
1) Mengkaji nadi klien apakah teraba atau tidak, jika teraba hitung
denyut nadi dalam satu menit
2) Mengkaji tekanan darah klien
3) Mengamati apakah klien pucat atau tidak
4) Menghitung CRT klien perdetik
5) Menghitung suhu tubuh klien dan rasakan akral klien apakah
teraba dingin atau hangat
6) Mengamati apakah terdapat perdarahan pada klien, dan kaji
lokasinya serta jumlah perdarahan
7) Mengkaji turgor klien
8) Mengkaji adanya diaphoresis
9) Mengkaji riwayat kehilangan cairan berlebihan.
b. Airway
Pengkajian jalan nafas bertujuan menilai apakah jalan nafas paten
(longgar) atau mengalami obstruksi total atau partial sambil
mempertahankan tulang servikal. Sebaiknya ada teman anda (perawat)
membantu untuk mempertahankan tulang servikal. Pada kasus non trauma
dan korban tidak sadar, buatlah posisi kepala headtilt dan chin lift.
(hiperekstensi) sedangkan pada kasus trauma kepala sampai dada harus
terkontrol atau mempertahankan tulang servikal posisi kepala. Pengkajian
pada jalan nafas dengan cara membuka mulut korban dan lihat: Apakah
ada vokalisasi, muncul suara ngorok; Apakah ada secret, darah, muntahan;
Apakah ada benda asing sepertigigi yang patah; Apakah ada bunyi stridor
(obstruksi dari lidah). Apabila ditemukan jalan nafas tidak efektif maka
lakukan tindakan untuk membebaskan jalan nafas. (Harmano, 2017)
1) Look (lihat) apakah penderita mengalami agitasi atau
kesadarannya menurun. Agitasi memberi kesan adanya hipoksia,
dan penurunan kesadaran memberi kesan adanya hiperkarbia.
Sianosis menunjukkan hipoksemia yang disebabkan oleh
kurangnya oksigenasi dan dapat dilihat dengan melihat pada
kuku-kuku dan kulit sekitar mulut. Lihat adanya retraksi dan
penggunaan otot-otot napas tambahan yang apabila ada,
merupakan bukti tambahan adanya gangguan airway. Airway
(jalan napas) yaitu membersihkan jalan napas dengan
memperhatikan kontrol servikal, pasang servikal kollar untuk
immobilisasi servikal sampai terbukti tidak ada cedera servikal,
bersihkan jalan napas dari segala sumbatan, benda asing, darah
dari fraktur maksilofasial, gigi yang patah dan lain-lain. Lakukan
intubasi (orotrakeal tube) jika apnea, GCS (Glasgow Coma
Scale) < 8,pertimbangan juga untuk GCS 9 dan 10 jika saturasi
oksigen tidak mencapai 90%.
2) Listen (dengar) adanya suara-suara abnormal. Pernapasan yang
berbunyi (suara napas tambahan) adalah pernapasan yang
tersumbat.
3) Feel (raba)
c. Breathing
Pengkajian Breathing (pernapasan) dilakukan setelah penilaian jalan
napas. Pengkajian pernapasan dilakukan dengan cara inspeksi,
palpasi,serta auskultasi dan perkusi, jika perlu. Inspeksi dada korban
dengan melihat jumlah, riteme dan tipe pernapasan. Kesimetrisan
pengembangan dada, pantau apabila ada nyeri tekan dan suara
tambahan baik itu rochi, weezing, pleural friction rub.
(Jainurakhman, 2021)
1) Mengkaji apakah klien dapat bernafas dengan spontan atau tidak
2) Memperhatikan gerakan dada klien apakah simetris atau tidak
3) Mengkaji irama nafas apakah cepat, dangkal atau normal
4) Mengkaji keteraturan pola nafas
5) Mendengarkan, mengamati, serta mengkaji suara paru apakah
terdapat wheezing, vesikuler, maupun ronchi
6) Mengkaji apakah klien mengalami sesak nafas
7) Mengkaji respiratory rate klien
d. Disability
1) Mengkaji tingkat kesadaran klien
2) Mengkaji nilai GCS klien yang meliputi mata, verbal, dan
motoriknya
3) Mengkaji pupil klien apakah isokor, unisokor, pinpoint, atau
medriasis
4) Mengkaji adanya reflek cahaya
e. Exposure
Mengkaji adanya cedera lain yang dapat mempengaruhi kondisi
klien, seperti ada tidaknya laserasi, edema dan lainnya

III. Secondary Assesment


Merupakan evaluasi ulang dari masalah pengkajian primer.
(re evaluasi)
1) Airway : Apakah jalan napas bersih, tidak ada sumbatan dari
benda asing
2) Breathing : frekuensi napas klien, dan suara napas tambahan atau
tidak
3) Circulation : frekuensi nadi klien cepat atau lambat, SPO2 dan
CTR serta adanya perdarahan massif atau kehilangan cairan yang
banyak.
4) Disability :menilai GCS klien
5) Exposure :apakah ada cedera pada tubuh klien
IV. Riwayat Keperawatan (Nursing History)

A : Allergic = mengkaji apakah pasien memiliki riwayat alergi

M : Medications = mengkaji apakah pasien mengonsumsi obat-


obatan, baik obat-obatan yang dikonsumsi secara teratur (misalnya obat
hipertensi pada penderita hipertensi), maupun obat yang dikonsumsi
terakhir kali (misalnya obat anti nyeri)

P : Past Health History = mengkaji apakah pasien memiliki atau


menderita penyakit, misalnya diabetes, penyakit jantung dan
sebagainya.

L : Last Meal = mengkaji makanan dan minuman yang


dikonsumsi oleh pasien terakhir kali.

E : Even/history = mengkaji apa yang terjadi pada pasien.

V. Observasi dan Pemeriksaan fisik


a. Keadaan Umum dan TTV
b. Sistem Tubuh
B1 (breathing)
Pola napas irregular (RR>20x/menit), dispnea, pasien belum sadar
dilakukan evaluasi seperti pola napas, tanda-tanda obstruksi,
pernapasan cuping hidung, pergerakan rongga dada, kepatenan jalan
napas, karakteristik pernapasan.
B2 (bleeding)
Pada system kardio vaskuler dinilai tekanan darah, nadi, perfusi
perifer, status hidrasi (hipotermi ± syok) dan kadar hemoglobin.
Klien mengalami takikardi karena mediator inflamasi dan
hypovolemia vaskuler karena anoreksia dan vomit. Didapatkan
iramajantung irregullerakibat pasien syok.
B3 (brain)
Pada system syaraf pusat dinilai kesadaran pasien dengan GCS dan
perhatikan gejala kenaikan TIK 4. Klien dengan peritonitis tidak
mengalami gangguan pada otak namun hanya mengalami penurunan
kesadaran
B4 (bladder)
Pada system urogenitalis diperiksa kualitas, warna, kepekatan urine,
untuk menilai apakah ada kerusakkan ginjal saat operasi
B5(Bowel)
Pada system gastrointestinal diperiksa adanya dilatasi lambung,
tanda-tanda cairan bebas, distensi abdomen, pendarahan lambung
pos operasi, obstruksi atau hipoperistaltik, gangguan organ lain.
B6 (Bone)
Penderita perforasi gaster mengalami letih, sulit berjalan, nyeri perut
dengan aktivitas, kemampuan pergerakkan sendi terbatas, kekuatan
otot mengalami kelelahan, dan tugor kulit menurun akibat
kekuranagan volume cairan.

VI. Pola aktivitas

Makan : Mengkaji frekuensi, jenis menu yang disukai dan tidak


disukai, pantangan dan alergi pasien.

Minum : Mengkaji frekuensi, jenis menu minuman yang disukai dan


tidak disukai pasien, pantangan dan alergi.

Kebersihan diri : Mengkaji frekuensi mandi, keramas, sikat gigi,


memotong kuku dan berpakaian pasien

Istirahat dan Aktivitas : Mengkaji lama tidur siang dan malam pasien
serta aktivitas pasien sehari hari sebelum masuk rumah sakit.

VII. Psikososial
Meliputi sosial/Interaksi (dukungan keluarga dan dukungan
kelompok/teman/masyarakat), spiritual dan kebutuhan pembelajaran
tentang pengetahuan pasien dan keluarga mengenai penyakit.
VIII. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan dan MRI
2. Pemeriksaan laboratorium
3. Foto Rontgen/thorax
4. Pemeriksaan cairan serebrospinal
5. Biopsi stereostatik
6. Angiografi serebral
7. EEG

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat dan pasti tentang

masalah pasien yang nyata serta penyebabnya dapat dipecahkan atau diubah

melalui tindakan keperawatan (Ekaputri and Fithriyani, 2021).

1. Gangguan Ventilasi spontan berhubungan dengan Kelemahan otot pernafasan


ditandai dengan :
DS :
- Dyspnea
DO :
- Penggunaan otot bantu pernapasan meningkat
- Pco2 meningkat
- PaO2 menurun
- Saturasi O2 menurun
2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan efek agen farmaka
(sedasi) di tandai dengan:
DS :
- Dyspnea
- Sulit berbicara
DO :
- Sputum berlebih
- batuk tidak efektif
- tidak mampu batuk
- sputum berlebih
- Mengi, wheezing dan / atau ronkhi kering.
- Gelisah.
- Sianosis.
- Bunyi napas menurun.
- Frekuensi napas berubah.
- Pola napas berubah

3. Hipervolemia berhubungan gangguan mekanisme regulasi dengan ditandai


dengan:
DS : -
- Ortopnea
- Dispnea
- Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)

DO:
- Edema anasarca dan/atau edema perifer
- Berat badan meningkat dalam waktu singkat
- Jugular venous pressure (JVP) dan/atau central venous pressure
(CVP) meningkat
- Refleks hepatojugular positif

4. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung


ditandai dengan:
DS :
-

DO:
- Perubahan irama jantung (bradikardi/ takikardi, gambaran EKG aritmia)
- Perubahan preload
Seperti Edeme, distensi vena juguralis, hepatomegali
- Perubahan afterload
Seperti: tekanan darah meningkat/menurun, nadi perifer teraba lemah,
CRT.3 detik, warna kulit pucat/sianosis

- Perubahan kontraktilitas
Seperti: terdengar suara jantung S3/S4, Ejection fraction menurun

5. Gangguan Integritas Kulit berhubungan faktor mekanis (insisi pembedahan)


dengan ditandai dengan :

Ds :-

Do :

- Kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit

6. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme

Ds : -

Do :

- Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal


- Bising usus hiperaktif
- Serum albumin turun
- Membran mukosa pucat

7. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif ditandai dengan:

DS : -
DO :
- Demam
- Penurunan hemoglobin
- Peningkatan leukosit
- Kerusakan integritas kulit
8. Risiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi psikomotor ditandai
dengan:
Ds : -
Do :
- Gelisah
- Penurunan kesadaran
- Kekuatan otot menurun
i. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (SIKI) Rasional Tindakan

(SLKI)

1 Gangguan ventilasi Setelah dilakukan intervensi SIKI 1. Mengetahui adanya


keperawatan selama 3 x 24 Dukungan Ventilasi (I.01002) kelelahan otot pernapasan
spontan berhubungan jam ventilasi spontan 2. Mengetahui status
meningkat, dengan kriteria Observasi pernapasan pasien setelah
dengan kelemahan otot
hasil : 1. Identifikasi adanya kelelahan pergerakan
pernapasan (D.0004) a. Volume tidak meningkat otot bantu nafas 3. Mengetahui
b. Dyspnea menurun 2. Identifikasi efek perubahan perkembangan oksigenasi
c. Penggunaan otot bantu posisi terhadap ststus pernafasan pasien
napas menurun 3. Monitor status respirasi dan 4. Agar jalan nafas tetap
oksigenasi lancer
Terapeutik 5. Membantu pernapasan
pasien
4. Pertahankan kepatenan jalan
6. Agar pasien merasa
nafas
nyaman
5. Berikan posisi semi fowler atau
7. Agar sesuai indikasi
fowler
pasien
6. Fasilitasi mengubah posisi
8. Agar membantu
senyaman mungkin
pernapasan pasien
7. Berikan oksigenasi sesuai
9. Agar dapat melatih
kebutuhan
pernapasan pasien
8. Gunakan bag- valve mask, jika 10. Agar pasien dapat berlatih
perlu 11. Agar dapat mengeluarkan
Edukasi sputum

9. Ajarkan melakukan tehnik


relaksasi nafas dalam
10. Ajarkan mengubah posisi secara
mandiri
11. Ajarkan tehnik batuk efektif
Kolaborasi

12. Kolaborasi pemberian


bronchodilator, jika perlu

2 Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan tindakan Managemen jalan nafas ( I.01011) 1. mengetahui frekuensi, kedalaman,
keperawatan selama 3x24 jam Observasi irama pernafasan
efektif berhubungan
bersihan jalan nafas meningkat 1. Monitor pola nafas (frekuensi, 2. mengetahui adanya suara nafas
efek agen farmaka dengan kriteria hasil ( L.01001) : kedalaman, usaha nafas) tambahan atau tidak
2. Monitor bunyi nafas tambahan 3. Mempertahankan kepatenan
(sedasi) 1. Batuk efektif meningkat
(mis: wheezing) jalan nafas
(D.0001) 2. Wheezing menurun
Terapeutik 4. Memberikan posisi lebih
3. Gelisah menurun
1. Pertahankan kepatenan jalan nafas nyaman
4. Frekuensi nafas membaik
2. Posisikan semi fowler
5. Pola nafa membaik 3. Berikan oksigen 5. Memenuhi kebutuhan oksigen
Edukasi didalam tubuh pasien
1. Ajarkan teknik batuk efektif 6. Memantu pasien rileks dan
Kolaborasi mampu cara mengikuti batuk
Kolaborasi pemberian bronkodilator, jika efektif
perlu 7. Memudahkan menegluarkan
sputum

3 Hipervolemia berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipervolemia (I. 03114)


keperawatan selama 3x24 jam Observasi
dengan gangguan 1. Mengetahui tanda dan
keseimbangan cairan meningkat 1. Periksa tanda dan gejala
mekanisme regulasi gejala hypervolemia (mis:
dengan kriteria hasil ( L.03028) :
hypervolemia (mis: ortopnea,
ortopnea, dispnea, edema,
(D. 0022) 1. Edema menurun
dispnea, edema, JVP/CVP
JVP/CVP meningkat,
2. Dehidrasi menurun
meningkat, refleks hepatojugular
refleks hepatojugular
3. Tekanan darah
positif, suara napas tambahan)
positif, suara napas
membaik
tambahan)
4. Frekuensi nadi 2. Identifikasi penyebab 2. Memantau status
membaik hypervolemia hemodinamik
5. Kekuatan nadi 3. Monitor status hemodinamik 3. Memantau intake dan
membaik (mis: frekuensi jantung, tekanan output cairan
darah, MAP, CVP, PAP, PCWP, 4. Memantau tanda
CO, CI) jika tersedia peningkatan tekanan
onkotik plasma (mis:
4. Monitor intake dan output cairan
kadar protein dan albumin
5. Monitor tanda hemokonsentrasi meningkat)
(mis: kadar natrium, BUN,
hematokrit, berat jenis urine)
6. Monitor tanda peningkatan
tekanan onkotik plasma (mis:
kadar protein dan albumin
meningkat)
Terapeutik
1. Batasi asupan cairan dan garam
2. Tinggikan kepala tempat tidur 30
– 40 derajat
Edukasi
1. Anjurkan melapor jika haluaran
urin < 0,5 mL/kg/jam dalam 6
jam
2. Anjurkan melapor jika BB
bertambah > 1 kg dalam sehari
3. Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian diuretic
4 Penurunan Curah Jantung Setelah dilakukan tindakan SIKI
keperawatan selama 3x24 jam Perawatan Jantung (I.02075) 1. Mengetahui tanda/gejala
berhubungan dengan Observasi
ventilasi spontan meningkat sekunder penurunan curah
perubahan irama jantung 1. Identifikasi tanda/gejala primer jantung (meliputi: peningkatan
dengan kriteria hasil ( L.02008) :
penurunan curah jantung berat badan, hepatomegaly,
(D. 0008) (meliputi: dispnea, kelelahan,
1. Kekuatan nadi perifer
edema, ortopnea, PND, distensi vena jugularis, palpitasi,
meningkat
peningkatan CVP). ronkhi basah, oliguria, batuk,
2. Takikardia menurun 2. Identifikasi tanda/gejala
kulit pucat)
3. Gambaran EKG sekunder penurunan curah
Aritmia menurun jantung (meliputi: peningkatan 2. Memantau tekanan darah
4. Lelah menurun berat badan, hepatomegaly, 3. Memantau saturasi oksigen
5. Edema menurun distensi vena jugularis, palpitasi,
ronkhi basah, oliguria, batuk, 4. Memberikan posisi lebih
6. Distensi vena jugularis
menurun kulit pucat) nyaman
7. Dispnea menurun 3. Monitor tekanan darah
8. Oliguria menurun (termasuk tekanan darah
9. Pucat/sianosis menurun ortostatik, jika perlu)
4. Monitor berat badan setiap hari
pada waktu yang sama
5. Monitor saturasi oksigen
Terapeutik
6. Posisikan pasien semi-fowler
atau fowler dengan kaki ke
bawah atau posisi nyaman
7. Berikan diet jantung yang sesuai
(mis: batasi asupan kafein,
natrium, kolesterol, dan
makanan tinggi lemak)
8. Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stress, jika perlu
9. Berikan dukungan emosional
dan spiritual
10. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen > 94%
Edukasi
11. Anjurkan beraktivitas fisik
sesuai toleransi
12. Anjurkan beraktivitas fisik
secara bertahap
13. Anjurkan berhenti merokok
14. Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur berat badan harian
15. Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output
cairan harian
Kolaborasi
16. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu

5 Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan intervensi Perawatan luka (I.14564) 1. Untuk mengetahui
keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi karakteristik luka pasien
dan jaringan 1. Monitor karakteristik luka 2. Untuk mengetahui tanda-
diharapkan integritas kulit dan
2. Monitor tanda-tanda infeksi tanda infeksi
berhubungan dengan jaringan (L.14125) meningkat 3. Untuk dilakukan ganti
Teraupetik
dengan kriteria hasil: balutan
faktor mekanis (insisi 3. Lepaskan balutan dan plester
4. Agar luka terhindar dari
1. Kerusakan jaringan secara perlahan mikroorganisme
pembedahan) menurun 4. Bersihkan dengan cairan NaCl 5. Untuk mempercepat proses
atau pembersih non toksik sembuhnya luka
(D.0129) 5. Bersihkan jaringan nekrotik 6. Untuk mempercepat proses
6. Berikan salep yang sesuai ke penyembuhan
kulit/lesi, jika perlu 7. Agar memudahkan
7. Pasang balutan sesuai jenis luka pemasangan balutan
8. Pertahankan teknik steril saat 8. Agar tidak terjadi infeksi
melakukan perawatan luka
Edukasi
9. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
10. Anjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori dan protein
Kolaborasi
11. Kolaborasi prosedur debridement
6 Defisit nutrisi Setelah dilakukan intervensi Pemantauan nutrisi 1. Untuk mengetahui factor
keperawatan selama 3 x 24 jam yang mempengaruhi asupan
berhubungan dengan Observasi
diharapkan fungsi gastrointestinal gizi pasien
peningkatan kebutuhan membaik (L.03019) dengan 1. Identifikasi faktor yang 2. Untuk mengetahui apakah
kriteria hasil :
metabolisme mempengaruhi asupan gizi ada kelainan pada kulit
1. Toleransi terhadap
2. Identifikasi kelainan pada kulit (mis. 3. Untuk mengetahui apakah
(D.0019) makanan meningkat
luka yang sulit sembuh) ada mual muntah
2. Nyeri abdomen menurun
3. Monitor mual dan muntah 4. Untuk mengetahui data
3. Jumlah residu cairan
lambung saat aspirasi 4. Monitor hasil laboratorium penujang pasien
menurun Terapeutik 5. Agar tidak terjadi kesalahan
4. Peristaltik usus membaik dalam pemantauan
5. Atur interval waktu pemantauan
6. Agar tidak terjadi kesalahan
sesuai dengan kondisi pasien
dalam pemantauan
Edukasi

Jelaskan tujuan dan prosedur


pemantauan
7 Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan SIKI 1. mencegah infeksi
keperawatan selama 3x24 jam, I.14539 2. meminimalisir infeksi
berhubungan dengan
Tingkat infeksi menurun Pencegahan infeksi 3. mencegah infeksi local
efek prosedur invasif Observasi :
dengan kriteria hasil : L.14137 1. Monitor tanda dan gejala infeksi 4. mencegah penularan infeksi
(D.0142) 1. Demam lokal dan sistemik 5. menambah pengetahuan
Terapeutik :
2. Kemerahan 1. Batasi jumlah pengunjung pasien
3. Nyeri 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah 6. mengetahui lokasi luka
kontakdengan pasien dan lingkungan
4. Bengkak pasien 7. mempercepat proses
3. Pertahankan teknik aseptik pada penyembuhan
pasien berisiko tinggi
Edukasi : 8. meningkatkan system imun
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan
benar
3. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
atau luka operasi
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika
perlu
8 Resiko cedera Setelah dilakukan tindakan Manajemen Kejang 1. Mengetahui kejang yang
keperawatan selama 3 x 24 terjadi
berhubungan dengan jam diharapkan tingkat jatuh Observasi 2. Untuk mengetahui
menurun, dengan kriteria hasil karakter kejang
perubahan fungsi : 1. Monitor terjadinya kejang 3. Untuk mengetahui TTV
1) Jatuh dari tempat tidur 2. Monitor karakteristik kejang pasien
psikomotor menurun 3. Monitor tanda-tanda vital 4. Agar tidak terjadi cedera
Terapeutik kepala pada pasien
(D. 0136) 5. Untuk mempertahankan
1. Berikan alas empuk dibawah kepatenan jalan napas
kepala, Jika memungkinkan 6. Agar pernapasan klien
2. Pertahankan kepatenan jalan napas tidak terhalang
7. Untuk mengamankan
3. Longgarkan pakaian terutama
klien
sekitar leher
4. Jauhkan benda berbahaya
5. Catat durasi kejang
6. Berika oksigen, jika perlu
Edukasi

10. Anjurkan keluraga untuk


menghindari memasukan apapun
kedalam mulut klien
Kolaborasi

Kolaborasi dalam pemberian


antikonvulsan
IV. Implementasi

Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh


perawat terhadap pasien. Implementasi keperawatan merupakan komponen
dari proses keperawatan yang merupakan kategori dari perilaku keperawatan
di mana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Pengertian
tersebut menekankan bahwa implementasi adalah melakukan atau
menyelesaikan suatu tindakan yang sudah ditetapkan sebelumnya.

Pada tahap ini tindakan keperawatan yang telah di rencanakan sebelum


nya di lakukan atau di implementasikan kepada klien. Implementasi
keperawatan terjadi selama dua puluh empat jam karena perawat memiliki
system kerja shift.

Setiap pergantian shift ,perawat perlu menilai kembali apakah asuhan


yang di berikan masih sesuai,apakah ada hal baru yang dapat di kembangkan
untuk mengubah rencana keperawatan,dan bagaimanakah respon pasien
terhadap asuhan yang di berikan,pada tahap ini penilaian berkelanjutan pada
pasien sangat lah penting di lakukan ,di catat, atau di
dokumentasikan,(Rukmi,D.K et al,2023).

Selain itu menurut Jainurrakhma,J (2022) di dalam buku nya


menjelaskan bahwa proses implementasi keperawatan merupakan tahapan
kegiatan untuk bagaimana seorang perawat mencapai sasaran dan tujuan yang
telah di tetapkan sebelum nya baik itu dalam hal pemeliharaan
kesehatan,mengatasi kondisi yang sakit,mencegah penyakit(angka kesakitan)
atu pun melakukan tindakan pemulihan.
V. Evaluasi

Evaluasi keperawatan adalah tahapan terakhir dari proses keperawatan


untuk mengukur respons klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan
klien ke arah pencapaian tujuan.

Bagian terpenting dari proses keperawatan setelah pengkajian


berkelanjutan adalah evaluasi keperawatan,hal ini bertujuan untuk
mengevaluasi kembali apakah asuhan keperawatan telah mencapai hasil yang
di inginkan atau belum,tahapan ini seharus nya tidak hanya dilakukan pada
akhir pengobatan atau perawatan ,tetapi juga di lakukan terus menerus saat
asuhan keperawatan di implementasikan.

Evaluasi pada akhir pengobatan /perawatan melibatkan pengkajian


ulang dari semua rencana keperawatan untuk menentukan apakah hasil yang
di harapakan telah tercapai melalui penentuan apakah pengkajian yang di
lakukan sudah akurat atau lengkap,apakah diagnosis yang di rumuskan sudah
tepat ,apakah tujuan yang di susun sudah realistis untuk di capai,dan apakah
tindakan tindakan yang di tentukn sudah tepat ,(Rukmi,D.K et al,2023).

Evaluasi keperawatan menurut Jainurrakhma,J 2022 di dalam buku nya


juga di terangkan bahwa evaluasi merupakan tahapan di mana perawat menilai
besar nya keberhasilan dalam mencapai tujuan keperawatan yang telah di
tetapkan dslasm tahapan intervensi ,dengan adanya proses evaluasi mampu
melakukan monitoring dan memperbaiki tindakan yang kurang sesuai dengan
kebutuhan klien,(individu,keluarga dan masyarakat).

Macam-Macam Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan menurut Ernawati nunung,(2020). ada 2 jenis


yaitu:

1. Evaluasi formatif

Evaluasi yang dilakukan segera setelah melakukan tindakan keperawatan.


evaluasi formatif berorientasi pada aktivitas proses keperawatan dan hasil
tindakan keperawatan yang disebut sebagai evaluasi proses.
2. Evaluasi sumatif

Evaluasi yang dilakukan setelah perawat melakukan serangkan tindakan


keperawatan. evalauasi ini berfungsi menilai dan memonitor kualitas
asuhan keperawatan yang diberikan. Pada evaluasi ini berorientasi pada
masalah keperawatan yang sudah ditegakan, menjelaskan
keberhasilan/ketidakberhasilan, rekapitulasi, dan atau kesimpulan status
kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang telah ditetapkan.Ada
tiga kemungkinan hasil evaluasi ini yaitu:

- Tujuan tercapai, jika klien menunjukan perubahan sesuai dengan


kriteria yang telah ditentukan
- Tujuan tercapai sebagian, klien menunjukan perubahan sebagian
dari kriteria hasil yang telah ditetapkan
- Tujuan tidak tercapai, klien tidak menunjukan perubahan kemajuan
sama sekali atau dapat timbul masalah baru .

Kerangka Waktu Dalam Evaluasi Keperawatan

Pada dasarnya evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah tujuan


yang ditetapkan, oleh karena itu evaluasi dilakukan sesuai kerangka waktu
penetapan tujuan yang telah ditentukan (evaluasi hasil). Namun pada
proses pencapaian tadi kondisi klien juga harus selalu dipantau (evaluasi
proses). Dapat diartikan bahwa: evaluasi proses dapat dilakukan sewaktu-
waktu sesuai dengan perubahan klien dan evaluasi klien. Evaluasi hasil
dilakukan pada akhir pencapaian tujuan. Namun terkadang kita terbentur
dengan kebijakan masing-masing rumah sakit. Pada prinsipnya semakin
sering kita melakukan evaluasi proses maka kemajuan atau kemunduran
pasien akansegera dapat diidentifikasikan.

Komponen SOAP/ SOAPIER

Untuk lebih mudah melakukan pemantauan dalam kegiatan


evaluasi keperawatan maka kita menggunakan komponen
SOAP/SOAPIER yaitu:
S : data subyektis

O : data objektif

A : analisis , interpretasi dari data subyektif dan data objektif. Analsisis


merupakan suatu masalah atau diagnosis yang masih terjadi, atau masalah
atau diagnosis yang baru akibat adanya perubahan status kesehatan klien.

P : planning, yaitu perencanaan yang akan dilakukan, apakah dilanjutkan,


ditambah atau dimodifikasi

I : implementasi, artinya pelaksanaan tindakan yang dilakukan sesuai


instruksi yang ada dikomponen P

E : evaluasi, respon klien setelah dilakukan tindakan.

R : Reassesment, pengkajian ulang yang dilakukan terhadap perencanaan


setelah diketahui hasil evaluasi. Apakah dari rencana tindakan perlu
dilanjutkan, dimodifikasi atau dihentikan (Ernawati nunung,2020).
DAFTAR PUSTAKA

Kurniadi,S. (2020). Gambaran Pasien Gagal Napas Dengan Kelainan Paru Pada
Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan Bulan Januari
Sampai Agustus Tahun 2020.

Arofah, R. N., & Sudaryanto, A. (2020). Literature Review Penggunaan


HighFlow Nasal Cannula (HFNC) Pada Pasien Gagal Nafas Akut Di
Unit Gawat Darurat. Literature Review, November, 33–37.

Fernanda, D. R., & Yuniarti, L. (2022). Hubungan Rasio CT dan Ekspresi Gen
Edengan Kejadian Gagal Napas pada Pasien Covid-19 Rawat Inap di RS
X.Jurnal Riset Kedokteran, 1(2), 107–
115.https://doi.org/10.29313/jrk.v1i2.563

Gilda Simanjuntak, E., & Serepina, A. (2020). Perspektif Terkini terhadap Penyakit
Paru Obstruktif Kronis : Review Literatur. Jurnal KedokteranUniversitas
Palangka Raya, 8(2), 999–1009.https://doi.org/10.37304/jkupr.v8i2.2034

Mardalena, I. (2021). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: PT.


Pustaka Baru.

Munandar, A. (2022). Keperawatan Kegawatdaruratan dan Keperawatan Kritid.


Bandung: Media Saind Indonesia dan Penulis.

NIH, N. (2022, March 24). Resporatory Failure. Retrieved from NIH:


https://www.nhlbi.nih.gov/health/respiratory-failure

SDKI. (2017). (Standar Diagnosis Keperawatan Idonesia) Definisi dan Indikator

Tim Pokja SDKI PPNI (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SIKI PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI
Sinarti, dkk. 2021. Analisa Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien Terpasang
Ventilasi Mekanik Dengan Intervensi Inovasi Kombinasi Fisioterapi Dada
Dan Elevasi Kepala 60 ̊ Dengan Hiperoksigenasi Pada Proses Close Suction
Terhadap Perubahan Saturasi Di Ruang Intensive Care Unit (Icu) Rsud
Abdul Wahab Sjahrani. Samarinda
Syarani, Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), S. P. (K) (2020) ‘Gagal Napas’, in Buku
Ajar Respirasi. Medan: USU Press, pp. 551–573
Shebl, E., Mirabile, V. S., & Bakar, P. (2021, May 04). Respiratory Failure.
Retrieved from National Library of Medicine:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK526127/

Susanti, A. (2021). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Pasien Covid-19


dengan Tindakan Primary dan Secondary Survey di IGD RSU UKI
Jakarta. Jakarta: Universitas Kristen Indonesia.

Sakti, M., Ferianto, F., Siswoyo, D. V., Candita, F., & Ifani, R. F.
(2021).Tatalaksana Gagal Nafas Akut Akibat Edem Paru Akut Pada
Pasien Dengan Hipertensi. Collaborative Medical Journal (CMJ), 4(1),
26–32.https://doi.org/10.36341/cmj.v4i1.2161

Arofah, R. N., & Sudaryanto, A. (2020). Literature Review Penggunaan


HighFlow Nasal Cannula (HFNC) Pada Pasien Gagal Nafas Akut Di
Unit Gawat Darurat. Literature Review, November, 33–37.

Anda mungkin juga menyukai