1. Program agenda 21 Bagian II dari agenda 21 ini menyangkut konservasi dan manajemen
Sumber Daya Alam untuk pembangunan yang memuat ikhtiar sebagai berikut :
A. menanggulangi masalah-masalah lingkungan udara, sumber daya tanah, penggundulan
hutan, desertifikasi dan kegersangan, erosi, lautan dan pantai dan air tawar,
B. pengelolaan limbah beracun dan berbahaya,
C. pengembangan pertanian dan pelestarian sumber alam hayati.
Di samping itu, dalam agenda 21 juga disepakati program mengenai deforestasi yang
menyangkut empat bidang yaitu fungsi hutan, peningkatan perlindungan, pemanfaatan dan
konservasi hutan, efisiensi pemanfaatan dan telaahan mengenai nilai dan jas hasil hutan, serta
peningkatan kemampuan perencanaan, monitor, dan evaluasi.
2. Prinsip-prinsip tentang Kehutanan Prinsip-prinsip tentang kehutanan telah berhasil
disepakati dalam dokumen Non-legally Binding Authoritative Statement of principles for
Global Concensus on the management, Conservation and sustainable Development on all
types of forest, berisikan 15 prinsip yang berkaitan dengan masalah pengelolaan hutan.
Dokumen ini juga memuat pedoman yang tidak bersifat mengikat dan berlaku beerlaku
untuk semua jenis hutan, terdapat pula prinsip-prinsip lainnya yaitu menyangkut
perdagangan kayu, penghapusan hambatan-hambatan tariff, dan perbaikan
akses ke pasaran.
Deforestasi dalam hukum nasional
1. Undang-Undang No 5 Tahun 1994 tentang pengesahan United Nations
Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-
Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati)
Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut meratifikasi UNCBD ini. Indoensia merupakan
negara kedelapan dari 157 negara yang ikut menandatangani konvensi ini. Indonesia
menandatangani konvensi ini pada tanggal 5 Juni 199216. Dalam Undang-Undang No. 5 Tahun
1994 tentang pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati) ini dasar pertimbangan
ratifikasinya adalah:
I. Keanekaragaman hayati di dunia khususnya di Indonesia, berperan penting
untuk berlanjutanya proses evaluasi serta terpeliharanya keseimbangan
ekosistem dan sistem kehidupan biosfer;
II. Keanekaraman hayati yang meliputi ekosistem, jenis dan genetik yang
mencakup hewan, tumbuhan, dan jasad renik, perlu dijamin keberadaan dan
keberlanjutannya bagi kehidupan;
Jika dilihat secara filosofis, undang-undang no. 41 tahun 1999 tentang kehutanan ini mendasarakan
pertimbangannya pada hutan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang telah dianugerahkan kepada
Bangsa Indonesia adalah bagian dari kekuasaan kekayaan yang dimiliki negara Indonesia, yang telah
memberikan manfaat serbaguna bagi umat manusia sehingga patut disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan
secara optimal, dan juga dijaga kelestariannya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat bagi generasi
sekarang maupun juga bagi generasi pendatang. Karenannya, keberadaan dari hutan tersebut perlu
dipertahankan secara optimal, dijaga daya dukungnya secara lestari, dan diurus dengan akhlak mulia, adil,
arif, bijaksana, terbuka, profesional, serta bertanggung-jawab. Hal tersebutlah yang menjadi dasar
pertimbangan dari dibuatnya Undangundang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan.
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.