Anda di halaman 1dari 4

Dalam puisi "Si Anak Hilang", secara sekilas dapat dimaknai puisi tersebut menceritakan

tentang seseorang yang telah lama di perantauan pulang ke kampung halamannya. Diceritakan
bagaimana meriahnya pesta yang diadakan oleh ibunya. Tetapi pada bait terakhir "Tahu si anak
tiada pulang", semua kemeriahan tersebut hanyalah khayalan belaka.

Hal tersebut dapat dikaitkan dengan latar belakang Sitor Situmorang. A. Teeuw
mendeskripsikan bahwa beliau adalah pengarang tiga zaman, tiga negeri, dan tiga bahasa.
Penyair tersebut menghabiskan dua pertiga dari usianya di negeri orang. Tetapi para sahabat,
kolega, teman sejawat, seniman, sastrawan, dan budayawan lain tidak pernah menganggap
beliau "anak yang hilang". Lantas, siapakah "si anak hilang" tersebut?.

Judul puisi tersebut ialah "Si Anak Hilang". Hilang dapat dimaknai sebagai sesuatu yang tak ada
lagi atau lenyap. Tetapi dalam puisi tersebut, hilang diartikan dapat kembali lagi, walaupun
hanya dalam khayalan saja. Hilang juga dapat diartikan pergi selamanya, dan jika kembali sudah
tidak seperti sebelumnya.

Pada bait pertama menceritakan tentang suasana tengah hari yang terik dan seorang ibu yang
sedang menunggu kedatangan anaknya. Ibu tersebut cemas kemudian berlari ke pantai dan
menyambut kedatangan anak yang telah lama ditunggunya. Jika ditinjau dari latar belakang
penyair, kampung halaman penyair adalah Harian Boho, Sumatera Utara. Harian Boho
mempunyai karakteristik alam dekat dengan Danau Toba. Saya kurang paham dengan akses ke
Harian Boho, harus menyebrangi danau seperti dalam puisi atau bisa dijangkau dengan
perjalanan darat. Karena dalam puisi dijelaskan "Titik perahu timbul di danau", siluet sebuah
perahu yang akan segera berlabuh. Pada baris ketiga dalam puisi ini juga tertulis "Ibu cemas ke
pantai berlari", Harian Boho lebih dekat dengan tepian danau daripada tepian laut. Secara
keseluruhan, bait pertama adalah bait yang membangun suasana dan menggambarkan latar
awal dalam puisi tersebut.

Pada bait kedua, perahu yang ditunggu ibu tersebut telah berlabuh dan dengan berlinang air
mata ibu tersebut memeluk anaknya yang telah tiba dari perantauan. Bait ini menceritakan
tentang pertemuan ibu dan anak serta rindu menggebu yang telah terbayarkan.
Bait ketiga menceritakan tentang tentang Bapak si Anak tersebut yang bersikap tak acuh
padahal menunggu di pusat rumah atau rumah utama. Sang Ibu masih emosional, sedangkan si
Anak hanya menahan perasaannya saja. Pada baris keempat, "Laki-laki layak menahan hati".
Kalimat tersebut dapat diartikan sebagai sikap laki-laki yang tidak menunjukan emosinya. Hal ini
sesuai dengan konsep Maskulinitas yang sampai sekarang masih ada dalam kehidupan sehari-
hari.

Selanjutnya pada bait keempat, si anak disambut dengan pesta perayaan, ditandai dengan baris
kedua "Ayam disembelih nasi dimasak". Kepulangan si Anak menarik perhatian warga sekitar,
seperti sudah beristri di perantauan atau sudah mempunyai anak. Hal tersebut menurut saya
wajar karena orang jaman dahulu jika merantau akan memakan waktu yang lama, dan
seseorang yang merantau juga dipandang orang yang lebih sukses daripada orang yang bekerja
di dekat tempat tinggal.

Pada bait kelima, diceritakan setelah si anak kembali keadaan kampung halamannya banyak
yang berubah. Seperti tak ada seseorang yang dikenalnya lagi dan apa saja yang telah terjadi di
kampung halamannya. Bait kelima ini juga menjelaskan betapa lama si Anak telah hilang atau
berada di perantauan. Tak hanya itu, bait ini juga menceritakan tentang manusia yang
kehilangan komunikasi dengan masyarakat asalnya. Faktor yang melatarbelakangi tak lain
karena lebih lama menghabiskan hidup di tempat orang.

Baris-baris pertanyaan pada bait keempat diulang kembali dalam bait keenam. Bait tersebut
masih menceritakan tentang rasa penasaran warga desa tentangnya. Tetapi ia memilih diam
dan lebih ingin bertanya. Desa dalam bait ini dapat diartikan bukan hanya warga desa, tetapi
alam dan benda-benda yang ada dalam desa tersebut.

Bait ketujuh, menceritakan tentang interaksi Ibu dan si Anak setelah makan. Ibu bertanya
bagaimana dinginnya Eropa. Ibu ingin tahu bagaimana kehidupan anaknya di perantauan Lalu
disambung pada bait kedelapan, si Anak mengenang lupa. Mengenang lupa dapat diartikan
saking lamanya ia di perantauan, ia sampai lupa apa saja yang telah terjadi. Semua seakan telah
lalu tergantikan euforia pulang kampung. Mengenai Eropa, latar tempat tersebut sesuai dengan
latar belakang penyair yang lebih banyak menghabiskan waktunya di negeri asing, salah satu
yang terlama adalah di negara-negara Eropa.

Pada bait terakhir, diceritakan pulang kampung semua perayaan tersebut ternyata hanya fiksi
dan tidak terjadi. Ibu dan Bapak sudah tertidur karena mereka tau anak yang dirindukannya
tidak pulang. Semua kemeriahan tersebut hanyalah khayalan si Anak ataupun Ibu yang terlalu
merindukan anaknya.

Gagasan dalam puisi tersebut adalah tentang kerinduan terhadap sesuatu yang telah pergi, dan
entah kapan akan kembali. Hilang dalam puisi ini bermakna "tiada pulang" atau tidak pernah
kembali.
Puisi "Si Anak Hilang" mempunyai bentuk puisi baru

Anda mungkin juga menyukai