Anda di halaman 1dari 2

Kritik sajak Si Anak Hilang Sitor Situmorang

Pada awal pembahasan A. Teuw mendiskripsikan bahwa Sitor adalah pengarang tiga zaman,
tiga negeri dan tiga bahasa. Tiga zaman sesudah Chairil Anwar yang menjadi penyair angkatan
45.

Sitor Situmorang merupakan sastrawan Indonesia yang berasal dari suku Batak dan bertempat
inggal di Eropa. Sitor situmorang juga di kenal dengan penyair tiga negeri.

Dalam sajak Si anak hilang karya sitor situmorang ini A. Teuw lebih menonjolkan aspek
objektifnya saat memberi penilaian. Hal ini dapat kita ketahui bahwa sajak si anak hilang
merupakan sajak yang paling sempurna keseimbangan strukturnya.

Jika kita mengamati dari dua segi terdapat pertentangan antara bentuk dan maknanya, tetapi
itu justru mempertinggi dan mempertajam efek puitisnya. Sajak yang lebih bercorak tradisional
ini mengandung makna utama yang akan meniadakan dan memungkiri kemungkinan seorang
anak muda yang sudah merantau untuk pulang, kembali ke tradisi dan suasana lama; sebab si
anak hilang untuk selamanya dan tidak akan pulang kembali pulang.

Yang kedua sajak ini merupakan sebuah sajak epik, menceritakan peristiwa seorang anak yang
kembali ke rumah orang tuanya di kampong asalnya. Ini jelas bukan sebuah epos, karena si
“aku” di lirik ini diobjektifkan menjadi seorang anak. Seorang dia tetapi dalam kenyataanya
merupakan abstraksi dari si “aku” tersebut.

Yang menonjol pula dalam sajak ini kecenderungan untuk pembagian larik, secara maknawi,
dalam dua satuan masing-masing terdiri atas dua satuan atau kata, kecenderungan yang kita
kenal baik dari sajak melayu klasik.

Dari segi rima A. Teuw berpendapat bahwa unsur ini tidak dominan, walaupun itu tidak berarti
bahwa rima tidak ada. Rima akhir pada prinsipnya ada, dengan dua pola a-b-a-b dan a-a-b-b
tetapi rima ini tidak kuat, tidak secara optimal memanfaatkan kemungkinan Bahasa Indonesia.
Pada bait kelima ada penyimpangan dari pola rima akhir (a-a-b-a), sedangkan dalam bait
ketujuh dan kedelapan rima itupun agak lemah.

Akhir dari cerita dalam sajak ini anak yang hilang itu ditemukan lagi, dia pulang di antara nenek-
moyangnya, sebagai anggota marga sejati. Ternyata Sitor sangat pintar memainkan kata-
katanya sehingga kita tidak mudah untuk menebak alur ceritanya. Kecerdikan ini membuat A.
Teuw merasa sedih karena beliau kehilangan rahasia dari puisi itu. Ia salah persepsi dengan
jalur cerita yang di buat oleh pengarangnya.
Dari keseluruhan esai yang dibahas oleh A. Teuw, beliau selalu membandingkan karya sastra
yang dibahas dengan karya sastra yang lainnya. Itu beliau lakukan untuk menganalisis baik dan
buruknya suatu karya sastra. Sehingga terjadi perkembangan di dunia sastra kelak.

Adapun beberapa aspek yang terdapat dalam seai A. Teuw, uaitu aspek emotif, aspek kognitif,
dan aspek evualitif. Aspek emotif dapat kita jumpai pada peran tokoh utama itu sendiri. Peran
tokoh utama hanya pasif sedangkan yang aktif adalah ibunya yang ditandai dengan kelakuan
atau tindakan yang dilakukan oleh ibu. Sedangkan aspek koginitifnya saya peroleh dari struktur
sajak itu karena penuh dengan kesejajaran makna. Sedangkan aspek evaluatif tersebar di
seluruh sajak ini.

Kesimpulan yang dapat saya tangkap bahwa A. Teuw terkelabuhi terhadap permainan kata-kata
dari Sitor. Menurut A. Teuw ending dari sajak ini yaitu si anak tidak akan kembali lagi atau akan
pergi selama-lamanya tetapi konsep Sitor Situmorang anak yang hilang itu ditemukan lagi, dia
pulang di antara nenek-moyangnya, sebagai anggota marga sejati.

Anda mungkin juga menyukai