Anda di halaman 1dari 17

Kumpul

Kode Kelas:
Ambil Revisi

D Maks Revisi

Kembali

LAPORAN RINGKAS
PRAKTIKUM DASAR-DASAR PROSES

ANALISIS MINYAK NABATI


(H)

NAMA : M. RIZKI KHOERUL FADILAH


NIM : 22/496851/TK/54449
HARI/TGL : KAMIS, 31 AGUSTUS 2023
ASISTEN : DEWI RATNA SARI

LABORATORIUM DASAR-DASAR
PROSESDEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2023
I. TUJUAN PERCOBAAN
Menentukan kualitas minyak nabati dengan mengukur tingkat bilangan asam
dan bilangan penyabunan minyak tersebut.

II. METODOLOGI PERCOBAAN


A. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
1. Minyak sawit
Minyak sawit merupakan bahan yang mudah terbakar, jika terkena
panas atau nyala api terbuka, minyak sawit dapat terbakar dengan
cepat dan intensitasnya tinggi. Selain itu juga bersifat iritan
2. Etanol 96%
Etanol adalah cairan yang mudah terbakar. Ketika terpapar panas
atau api terbuka, etanol dapat dengan cepat terbakar dengan nyala
biru yang tidak terlihat. Etanol dapat menyebabkan kulit menjadi
kering dan teriritasi jika kontak berulang kali atau dalam jangka
waktu yang lama. Flash point : 17°C
3. Larutan HCl sekitar 1 N
Larutan HCl adalah larutan asam yang sangat kuat dan korosif. Jika
terkena kulit atau mata, dapat menyebabkan iritasi dan luka bakar.
Selain itu, jika larutan HCl dipanaskan dan menguap, uapnya akan
mengiritasi saluran pernapasan. Selain itu juga bersifat permeator.
4. Larutan NaOH Y N
Dapat bersifat iritasi jika terkena mata dan kulit. Selain itu juga
bersifat oxidizing serta permeator.
5. KOH pellets
KOH adalah basa kuat dan korosif. Ini dapat menyebabkan iritasi dan
luka bakar pada kulit dan mata jika terkena. Selain itu, KOH juga
bersifat higroskopis
6. Boraks (Na2B4O7.10H2O)
Boraks dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan mata jika terkena
secara langsung. Selain itu juga bersifat permeator.

1
7. Indikator phenolphthalein
Dapat bersifat iritan terhadap kulit dan mata ketika terjadi kontak
langsung. Selain itu bersifat flammable (FP: 12,78°C) dan juga
berisfat permeator.
8. Indikator methyl orange
Dapat bersifat iritan terhadap kulit dan mata ketika terjadi kontak
langsung. Selain itu, MO dapat bersifat toxic jika sampai tertelan.
9. Aquadest
Tidak memiliki hazard dan limbahnya dapat dibuang melalui
westafel.

B. Alat

Keterangan :
1. Pendingin Bola
2. Erlenmeyer 250 mL
3. Statif + klem
4. Kompor listrik + asbes
5. Selang
6. Larutan Blangko (KOH 0,5 N)
7. Larutan KOH 0,5 N + minyak
8. Larutan KOH 0,5 N + minyak
9. Knop pengatur daya kompor

Gambar 1. Rangkaian Alat Penentuan Bilangan Asam dan Bilangan


Penyabunan
C. Cara Kerja
1. Pembuatan Larutan HCl sekitar 1 N
Larutan HCl 37% sebanyak 20,7 mL diambil dengan pipet
ukur 10 mL, kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur berisi
aquadest.
2. Standardisasi Larutan HCl 1 N

2
Boraks sebanyak 0,5042 gram, 0,5063 gram, dan 0,5049 gram
ditimbang, lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 125 mL. Aquadest
sebanyak 50 mL ditambahkan ke dalam erlenmeyer 125 mL lalu
boraks diaduk hingga larut seluruhnya. Indikator methyl orange
ditambahkan ke dalam erlenmeyer 125 mL, lanjut dititrasikan dengan
HCl yang ingin distandardisasi hingga warna berubah dari oranye ke
merah. Volume hasil tittrasi dicatat. Diperoleh volume larutan HCl
yang dititrasikn pada sampel satu sebanyak 2,6 mL, pada sampel dua
sebanyak 2,6 mL, dan pada sampel ketiga sebanyak 2,5 mL.
3. Pembuatan Larutan HCl X N
Larutan HCl 1 N yang telah distandardisasikan sebanyak 25
kali diencerkan dengan 10 mL HCl 1 N dimasukkan ke dalam labu
ukur 100 mL. Aquadest ditambahkan hingga tanda batas. Larutan
digojog hingga homoge.
4. Standardisasi Larutan NaOH Y N Dengan Larutan HCl X N
Larutan NaOH Y N 10 mL diambil dengan pipet volume 10
mL kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 125 mL. Indikator
phenolphthalein ditambahkan sebanyak tiga tetes. Larutan NaOH Y N
dititrasi dengan larutan HCl X N standar hingga dicapai titik ekivalen
ketika terjadi perubahan warna dari ungu menjadi bening. Volume
HCl yang digunakn untuk titrasi dicatat. Diperoleh volume larutan
HCl yang dititrasikn pada sampel satu sebanyak 10,3 mL, pada sampel
dua sebanyak 10,6 mL, dan pada sampel ketiga sebanyak 10,6 mL
5. Pembuatan Larutan NaOH 0,1 Y N
Larutan NaOH 0,1 Y N sebanyak 10 mL diambil dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Aquadest ditambahkan
hingga tanda batas, lalu digojog hingga larutan homogen.
6. Penentuan Bilangan Asam
Larutan etanol 96% sebanyak 120 mL diambil dengan gelas
ukur dan dimasukkan ke dalam gelas beker 250 mL. Indikator
phenolphthalein ditambahkan sebanyak tiga tetes. Larutan tersebut
dititrasi dengan larutan NaOH Y N setetes demi setetes dengan pipet

3
tetes hingga titik ekivalen, yakni ketika tetesan NaOH Y N berwarna
merah muda.
Minyak sebanyak 10,0752 gram dan 10,0790 gram ditimbang
dalam erlenmeyer 250 mL. Etanol netral ditambahkan dengan pipet
volume 25 mL sebanyak 50 mL dan Indikator phenolphthalein
diteteskan sebanyak lima tetes ke dalam erlenmeyer tersebut. Batu
didih dimasukkan ke dalam erlenmeyer tersebut. Air pendingin
dialirkan dan kompor listrik dinyalakan dengan skala 300 watt. Proses
ini dilanjutkan selama 15 menit setelah larutan mendidih. Kompor
listrik dimatikan kemudian didinginkan dengan batu pendingin.
Seluruh isi erlenmeyer 250 mL dititrasi dengan NaOH 0,1 Y N
hingga titik ekivalen tercapai, berubah warna dari putih keruh menjadi
merah muda. NaOH 0,1 Y N dicatat yang digunakan. Volume NaOH
0,1 Y N yang tercatat sebanyak 13,2 mL pada sampel pertama dan
13,4 mL untuk sampel kedua.
7. Penentuan Bilangan Penyabunan
KOH pellets sebanyak 7,0252 gram ditimbang dan
ditambahkan ke dalam gelas beker. KOH dilarutkan dalam gelas beker
dengan etanol teknis 96% sekitar 100 mL. Larutan KOH alkoholis
dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL dan diisi dengan etanol teknis
96% hingga tanda batas. Lalu larutan digojog hingga homogen.
Larutan KOH alkoholis 0,5 N siap digunakan.
Minyak sawit sebanyak 4,0115 gram dan 4,0009 gram
ditimbang dalam erlenmeyer 250 mL. Larutan KOH alkoholis
sebanyak 50 mL ditambahkan dengan pipet volume 25 mL dan
indikator phenolphthalein ditambahkan ke dalam erlenmeyer
sebanyak lima tetes. Batu didih dimasukkan ke erlenmeyer tersbut.
Alat dirangkai sebagaimana gambar 1. Air pendingin dialirkan dan
kompor listrik dinyalakan dengan skala 300 watt. Proses ini
dilanjutkan selama 60 menit setelah larutan didihkan. Kompor listrik
dimatikan, larutan didinginkan dengan batu pendingin.

4
Larutan NaOH alkoholis sebanyak 50 mL diambil dengan
pipet volume 25 mL, dituangkan ke erlenmeyer 250 mL yang masih
kosong. Lima tetes indikator phenolphthalein dan batu didih
ditambahkan ke dalam larutan. Alat dirangkai sesuai gambar 1. Air
pendingin dialirkan dan kompor listrik dinyalakan dengan skala 300
watt. Proses ini dilanjutkan selama 60 menit setelah larutan didihkan.
Kompor listrik dimatikan, larutan didinginkan dengan batu pendingin.
Larutan sampel dan blangko dititrasi masing-masing dengan
larutan HCl sekitar 1 N sampai titik ekivalen tercapai, ketika terjadi
perubahan warna larutan menjadi bening untuk larutan blangko dan
menjadi kuning sangat bening untuk larutan sampel. Volume HCl
sekitar 1 N yang digunakan dicatat. Volume HCl sekitar 1 N yang
dititrasi untuk sampel pertama sebanyak 6,5 mL, sampel kedua
sebanyak 6,4 mL, blangko pertama sebanyak 20,5 mL dan blangko
kedua sebanyak 20,7 mL.

D. Analisis Data
1. Standardisasi Larutan HCl 1 N
Normalitas larutan HCl diperoleh dari persamaan berikut :
2 mboraks
NHCl = V (1)
HCl . Mrboraks

Dengan, NHCl : normalitas HCl (N)


mboraks : massa boraks (mgram)
VHCl : volume HCl (mL)
Mrboraks : massa molekul relative boraks
(mgram/mmol)
Sebagai contoh perhitungan persamaan (1) sebagai berikut.
2 504,2 mgram
NHCl = mg
2,6000 mL . 382
mmol

NHCl = 1,0153 N
Dengan perhitungan yang sama dilakukan pada pengulangan ke-2 dan
ke-3. Normalitas larutan NaOH rata-rata diperoleh dari persamaan
berikut :

5
N1 + N2 + N3
|NHCl| = (2)
3

Dengan, |NHCl| : normalitas rata-rata larutan HCl rata-rata (N)


N1 : normalitas larutan HCl sampel 1 (N)
N2 : normalitas larutan HCl sampel 2 (N)
N3 : normalitas larutan HCl sampel 1 (N)
Sebagai perhitungan dari persamaan (2) sebagai berikut.
1,0153 N + 1,0195 N + 1,0573 N
|NHCl| = 3

|NHCl| = 1,0307 N

2. Standardisasi Larutan NaOH Y N Dengan Larutan HCl X N


Normalitas larutan NaOH setiap sampel diperoleh dari persamaan
berikut :
VHCl . NHCl
NNaOH = (3)
VNaOH

Dengan, NNaOH : normalitas larutan NaOH (N)


VHCl : volume larutan HCl untuk titrasi (mL)
NHCl : normalitas larutan HCl (N)
VNaOH : volume larutan NaOH untuk titrasi (mL)
Sebagai contoh perhitungan dari persamaan (3) sebagai berikut.
10,3000 mL . 1,0307 N
NNaOH = 10 mL

NNaOH = 1,0616 N
Dengan perhitungan yang sama dilakukan pada pengulangan ke-2 dan
ke-3. Normalitas larutan NaOH rata-rata diperoleh dari persamaan
berikut :
N1 + N2 + N3
|NNaOH| = (4)
3

Dengan, |NNaOH| : normalitas rata-rata larutan NaOH rata-rata (N)


N1 : normalitas larutan NaOH sampel 1 (N)
N2 : normalitas larutan NaOH sampel 2 (N)
N3 : normalitas larutan NaOH sampel 1 (N)

6
Sebagai perhitungan dari persamaan (4) sebagai berikut.
1,0616 N + 1,0925 N + 1,0925 N
|NNaOH| =
3

|NNaOH| = 1,0822 N

3. Penetralan Bilangan Asam


Bilangan asam dari masing-masing sampel diperoleh dari persamaan
berikut :
VNaOH . NNaOH . BMKOH
BA = (5)
m

Dengan, BA : bilangan asam (mgram KOH/gram minyak)


NNaOH : normalitas larutan NaOH (N)
VNaOH : volume larutan NaOH untuk titrasi (mL)
BMKOH : berat molekul KOH (56,11 mgram/mmol)
m : massa minyak sampel (gram)
Sebagai contoh perhitungan dari persamaan (5) dilihat sebagai
berikut.
13,2000 mL . 1,0822 N . 56,1100 mgram/mmol
BA = 10,0752 gram

BA = 79,5607 mmgram KOH/gram minyak


Perhitungan yang sama dilakukan untuk satu kali pengulangan.
Bilangan asam dari seluruh sampel diperoleh dari persamaan berikut:
BA1 . BA2
|BA| = (6)
2

Dengan, |BA| : bilangan asam rata-rata (mgram KOH/gram


minyak)
BA1 : bilangan asam sampel 1 (mgram KOH/gram
minyak)
BA2 : bilangan asam sampel 2 (mgram KOH/gram
minyak)
Sebagai perhitungan dari persamaan (6) sebagai berikut.
𝑚𝑚𝑔𝑟𝑎𝑚 𝐾𝑂𝐻 𝑚𝑚𝑔𝑟𝑎𝑚 𝐾𝑂𝐻
79,5607 . 80,7357
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘
|BA| = 2

|BA| = 80,1482 mmgram KOH/gram minyak

7
4. Penentuan Bilangan Penyabunan
Bilangan penyabunan dari masing-masing sampel diperoleh dari
persamaan berikut :
(VHCl blangko − VHCl sampel ) . NHCl . BMKOH
BP = (7)
𝑚

Dengan, BP : bilangan penyabunan (mgram KOH/gram


minyak)
VHCl blangko : volume larutan HCl untuk titrasi larutan
blangko (mL)
VHCl blangko : volume larutan HCl untuk titrasi larutan
sampel (mL)
NHCl : normalitas HCl (N)
BMKOH : berat molekul KOH (56,11 mgram/mmol)
m : massa minyak sampel (gram)
Sebagai contoh perhitungan dari persamaan (7) dilihat sebagai
berikut.
(20,5000 mL − 6,5000 mL) . 1,0307 N . 56,11 mmgram/mmol
BP = 4,0115 gram

BP = 201,8415 mgram KOH/gram minyak


Perhitungan yang sama dilakukan untuk pengulangan satu kali lagi.
Bilangan asam dari seluruh sampel diperoleh dari persamaan berikut:
BP1 . BP2
|BP| = (8)
2

Dengan, |BP| : bilangan penyabunan rata-rata (mgram KOH/gram


minyak)
BP1 : bilangan penyabunan sampel 1 (mgram KOH/gram
minyak)
BP2 : bilangan penyabunan sampel 2 (mgram KOH/gram
minyak)
Sebagai perhitungan dari persamaan (8) sebagai berikut.
𝑚𝑚𝑔𝑟𝑎𝑚 𝐾𝑂𝐻 𝑚𝑚𝑔𝑟𝑎𝑚 𝐾𝑂𝐻
201,8415 . 206,2952
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘
|BP| = 2

|BP| = 204,0683 mmgram KOH/gram minyak

8
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada percobaan “Analisis Minyak Nabati” ini larutan HCl dan
NaOH yang digunakan harus distandardisasi terlebih dahulu. Hal ini
disebabkan larutan HCl merupakan larutan sekunder, dimana
konsentrasinya tidak dapat dihitung secara teoritis karena mudah menguap
dan bereaksi dengan senyawa di udara. Dengan kata lain, larutan HCl
cenderung menyerap air (bersifat higroskopis), yang dapat mengakibatkan
perubahan cepat dalam konsentrasinya. Oleh karena itu, larutan ini perlu
distandardisasi menggunakan bahan primer, salah satunya adalah boraks.
Boraks dipilih karena merupakan garam netral yang sedikit bersifat basa
sehingga dapat bereaksi dengan HCl, menghasilkan Asam Borat (H3BO3).
Selain itu, boraks dipilih untuk menstandardisasikan HCl karena boraks
memiliki kecenderungan untuk tetap dalam kondisi yang stabil atau tidak
mengalami perubahan yang signifikan dalam sifat atau kualitasnya dalam
jangka waktu yang lama. Hal ini menjadikan boraks sebagai pilihan yang
baik sebagai bahan standar primer. Sementara itu, larutan NaOH juga perlu
diuji konsentrasinya karena larutan ini juga termasuk larutan sekunder,
yang berarti bahwa zatnya tidak dapat diperoleh secara murni. Alasan
utama mengapa NaOH tidak murni adalah karena sifatnya yang
higroskopis, yang membuatnya cenderung menyerap air dari udara.
Pada percobaan ini dilakukan pemanasan. Pemanasan dilakukan
dengan kompor listrik yang berlangsung selama 15 menit setelah larutan
mendidih untuk menentukan bilangan asam dan selama 60 menit setelah
larutan mendidih untuk menentukan bilangan penyabunan. Hal tersebut
bertujuan agar meningkatkan gerakan molekul-molekul dalam larutan,
sehingga laju reaksi, baik reaksi penetralan asam lemak bebas maupun
reaksi penyabunan serta transesterifikasi senyawa trigliserida yang
terkandung dalam minyak nabati, dapat meningkat. Selama proses
pemanasan berlangsung, bola pendingin dipasang dan dialirkan air yang
bertujuan agar mencegah aliran uap hasil reaksi keluar, sehingga
pendinginan berlangsung dengan efisien dan hasil percobaan menjadi
optimal. Tidak lupa juga di dalam larutan diberikan batu didih yang

9
bertujuan untuk meratakan distribusi panas dalam larutan, sehingga suhu
menjadi seragam di seluruh bagian larutan. Ini juga membantu mencegah
terjadinya titik panas yang berlebihan saat pemanasan.
Percobaaan kali ini menggunakan etanol sebagai pelarut. Hal
tersebut dikarenakan etanol merupakan senyawa semi polar yang dapat
melarutkan senyawa polar ataupun non-polar. Etanol merupakan senyawa
organik yang yang baik untuk lemak dan minyak, termasuk minyak nabati.
Ini berarti minyak nabati akan larut dengan baik dalam etanol,
memungkinkan ekstraksi komponen minyak nabati dengan efisien. Pada
penentuan bilangan asam etanol netral dipilih agar asam yang bereaksi saat
pengujian hanya asam lemak bebas dari sampel. Pada penentuan bilangan
penyabunan, etanol dicampur dengan KOH sehingga menghasilkan KOH
alkoholis. KOH alkoholis dipilih untuk membantu meningkatkan
kelarutan minyak nabati dalam pelarut alkohol, seperti etanol. Ini
memungkinkan minyak nabati yang mengandung asam lemak bebas untuk
larut dalam larutan, memudahkan reaksi penyabunan. KOH alkoholis
membantu dalam reaksi mengubah asam lemak bebas menjadi sabun yang
larut dalam etanol, sehingga asam lemak bebas tidak akan lagi
memengaruhi hasil analisis.
Akhir proses penentuan bilangan penyabunan, sampel akan
dititrasi dengan larutan HCl untuk menghitung bilangan penyabunan yang
merupakan parameter penting dalam analisis minyak nabati. Bilangan
penyabunan adalah jumlah KOH yang diperlukan untuk menyabunkan
asam lemak bebas dalam minyak nabati. Selain itu, titrasi HCl juga dapat
digunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang ada dalam
sampel minyak nabati. Sedangkan untuk penentuan bilangan asam, sampel
akan dititrasi dengan larutan NaOH untuk mengukur dan menentukan
dengan tepat kandungan asam dalam sampel, serta memastikan bahwa
hasil analisis keasaman lebih akurat. Larutan NaOH juga akan
menetralkan kandungan asam lemak bebas yang terbentuk setelah proses
pemanasan.

10
Larutan blangko dalam penentuan bilangan penyabunan memiliki
peran penting dalam mengidentifikasi jumlah titer yang berpartisipasi
dalam reaksi. Hal Ini penting karena titer yang tepat diperlukan untuk
menghitung jumlah asam lemak bebas dalam minyak nabati dengan
akurat. Larutan blangko juga berperan sebagai standar titik nol yang
merupakan titik di mana reaksi antara larutan blangko (standar) dan larutan
yang dititrasi (larutan yang ingin dianalisis) telah selesai. Artinya, semua
zat yang ingin direaksikan dalam titrasi sudah bereaksi sepenuhnya satu
sama lain. Pada titik nol ini, tidak ada lagi perubahan yang teramati dalam
reaksi kimia yang terjadi.dalam titrasi yang dimana dapat digunakan untuk
mendeteksi kelebihan larutan KOH.
Bilangan asam pada percobaan analisis minyak nabati adalah nilai
yang digunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas dalam minyak
tersebut. Bilangan asam biasanya diukur dalam miligram KOH (kalium
hidroksida) yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas dalam
satu gram sampel minyak nabati. Semakin besar nilai bilangan keasaman
ini, maka semakin banyak asam lemak bebas dalam minyak dimana asam
lemak tersbut akan menurunkan kualitas minyak nabati.
Bilangan penyabunan pada percobaan analisis minyak nabati
adalah nilai yang digunakan untuk mengukur jumlah kalium hidroksida
(KOH) yang digunakan untuk menyabunkan atau mengubah asam lemak
bebas dalam satu gram sampel minyak nabati. Bilangan penyabunan
biasanya diukur dalam miligram KOH yang diperlukan untuk reaksi ini.
Berkebalikan dengan bilangan keasaman, pada bilangan penyabunan ini
jika nilainya semakin besar semakin baik kualitas minyak tersebut dalam
rentang jumlah bilangan penyabunan tertentu.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapatkan nilai
bilangan asam rata-rata sebesar 80,1482 mg KOH/gram minyak dan besar
nilai bilangan penyabunan rata-rata sebesar 197,9825 mg KOH/gram
minyak. Menurut SNI 3741-2013 diketahui bilangan asam minyak nabati
diperbolehkan maksimal 0,6 mg KOH/gram minyak dan menurut SNI

11
7431-2015 diketahui bilangan penyabunan minyak nabati diperbolehkan
kisaran 180-265 mg KOH/gram minyak.
Maka dapat dilihat bahwa nilai nilai bilangan asam yang diperoleh
pada percobaan jauh melampaui dari batas yang ditetapkan SNI. Hal
tersebut disebabkan karena penggunaan minyak nabati yang sudah
teroksidasi pada percobaan analisis dapat menyebabkan nilai bilangan
asam yang lebih besar. Selain itu juga, hal itu dikarenakan kadar asam
lemak bebas yang tinggi pada minyak goreng dapat menyebabkan nilai
bilangan asam yang lebih besar. Indikator phenolphthalein yang digunakan
pada percobaan sudah terkontaminasi dengan asam sehingga warna
indikator phenolphthalein sedikit keruh. Sedangkan untuk nilai bilangan
penyabunan sudah sesuai diantara rentang yang telah dibuat oleh SNI.
Sehingga dapat dikatakan reaksi penyabunan sudah terjadi secara
sempurna.
Dalam kasus di mana nilai bilangan asam melebihi batas SNI,
tetapi bilangan penyabunan sudah sesuai dengan SNI dapat menjadi
indikasi bahwa minyak tersebut telah mengalami oksidasi atau perubahan
kimia lainnya yang meningkatkan kandungan asam bebasnya. Meskipun
bilangan penyabunan sesuai dengan standar, kualitas minyak dapat
diragukan karena bilangan asam yang tinggi. Minyak dengan nilai
bilangan asam yang tinggi tidak layak untuk dikonsumsi atau digunakan
dalam produk makanan.

V. KESIMPULAN
Kesimppulan yang dapat diperoleh dari percobaan ini adalah :
2. Nilai bilangan penyabunan minyak nabati (sawit) yang diperoleh sudah
berada direntang yang telah ditentukan oleh SNI 7431-2015 yakni dalam
rentang 180-265 mg KOH/gram minyak. Sedangkan nilai bilangan asam
pada minyak nabati tersbut yang diperoleh melewati dari batas yang telah
ditentukan oleh SNI 3741-2013 yakni maksimal 0,6 mg KOH/gram
minyak. Dapat disimpulkan reaksi yang terjadi pada rekasi penyabunan

12
sudah terjadi sempurna. Namun, untuk rekasi penetralan asam lemak
belum terjadi sempurna atau terjadi kesalahan dalam perhitungannya.

Yogyakarta, 31 Agustus 2023


Asisten, Praktikan,
Yogyakarta, 8 April 2023

Dewi Ratna Sari M. Rizki Khoerul Fadilah

13
14
15
16

Anda mungkin juga menyukai