Anda di halaman 1dari 3

UCAPAN INSYAALLAH DAN MASYAALLAH

InsyaAllah;Jika Allah Menghendaki


Al-Kahfi 18:23-24
‫َتُقوَلَّن ِلَش ْاۡى ٍء ِإِّنى َفاِع ٌل َٰذ ِلَك َغًدا‬ ‫َو اَل‬
‫َأن َيَش ٓاَء ٱُۚهَّلل َو ٱۡذ ُك ر َّرَّبَك ِإَذ ا َنِس يَت َو ُقۡل َع َس ٰٓى َأن َيۡه ِدَيِن َر ِّبى َأِلۡق َرَب ِم ۡن َٰه َذ ا َر َش ًدا‬ ‫ِإٓاَّل‬
Dan jangan sekali-kali engkau mengatakan terhadap sesuatu, “Aku pasti melakukan itu
besok pagi,”
kecuali (dengan mengatakan), “Insya Allah.” Dan ingatlah kepada Tuhanmu apabila
engkau lupa dan katakanlah, “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk
kepadaku agar aku yang lebih dekat (kebenarannya) daripada ini.”

Asbabunnuzul ayat: Nabi Muhammad telah ditegur oleh Allah ketika beliau tidak
mengucapkan Insya Allah terlebih dahulu ketika berjanji. Dalam suatu riwayat, beliau pernah
ditanya oleh seorang delegasi Quraisy. Ketika itu ia bertanya kepada Rasul tentang tiga
hal, pertama, tentang sekelompok pemuda pada zaman dahulu dan apa yang terjadi kepada
mereka, kedua, tentang seorang pengembara, dan ketiga, tentang ruh. Setelah mendengar
pertanyaaan tersebut, seketika itu juga Nabi Muhammad menjawab, “besok aku akan
menjawab semua pertanyaan itu (tanpa mengucapkan kalimat insya Allah).
Ada sebuah cerita menarik dari Nasruddin bin Hoja, yang bisa kita petik hikmahnya. Suatu
hari ia membawa kain kepada tukang jahit untuk dibuatkan baju (gamis). Tukang jahit itu
berkata kepada Nasruddin, “datanglah dua minggu lagi, Insya Allah sudah selesai. Dua
minggu kemudian, Nasruddin datang lagi kepada tukang jahit tersebut. Ternyata, baju yang ia
harap bisa diambil belum juga selesai. Tukang jahit itu pun berkata, “Saya masih
memerlukan satu minggu lagi. Insya Allah sudah selesai”. Satu minggu berikutnya, dengan
harap-harap cemas, Nasruddin datang lagi kepada tukang jahit tersebut. Sayangnya, baju
yang diimpikan tak kunjung pula selesai. Walaupun ada perasaan tidak enak, tukang jahit itu
kembali berkata kepada Nasruddin, “datanglah besok, Insya Allah sudah selesai. Saya janji”.
Karena saking jengkelnya, Nasruddin pun berkata kepadanya, “sebenarnya berapa lama kamu
bisa menyelesaikan baju itu seandainya Tuhan tidak ikut campur?”.
Syaikh Mutawalli asy-Sya’rawi menjelaskan bahwa setiap perbuatan manusia setidaknya
mengandung lima unsur; pelaku, objek, waktu, tempat dan sebab. Kelima unsur tersebut
semuanya milik Allah. Artinya, Allah-lah yang menjadikan manusia sebagai pelaku,
menyediakan objek, waktu, tempat dan sebab, sehingga bisa dikatakan bahwa terwujud
tidaknya suatu perbuatan tergantung kehendak allah. (Tafsir al-Sya’rawi. Juz 2, hal. 1286-
1287). Jika seseorang mengatakan ‘aku akan melakukannya besok’, harus dikaitkan dengan
kehendak Allah dengan cara mengucapkan insyaallah. Karena, setiap orang tidak bisa
memastikan apakah dia mampu melakukan perbuatan tersebut atau tidak.
Di dalam tafsir al-Thabari dijelaskan bahwa pada QS. al-Kahfii/18:23-24 merupakan
pengajaran dari Allah kepada Nabi-Nya agar tidak memastikan setiap peristiwa yang akan
terjadi bahwa ia pasti terjadi, tetapi hendaknya mengaitkannya dengan kehendak Allah,
karena segala sesuatu tidak akan terjadi kecuali dengan kehendak Allah.(Jarir Al-
Thabari, 2009, h.115- 119).
Di dalam tafsir al-Qurthubi dijelaskan bahwa dalam ayat ini (QS. al- Kahfi:23) Nabi Saw
diperintah agar tidak mengatakan tentang masalah apapun, “Sungguh aku besok akan lakukan
begini dan begini”, kecuali dengan menggantungkan hal itu kepada kehendak Allah sehingga
tidak menjadi penentu hukum sebuah khabar. Karena jika beliau katakan “Pasti akan aku
lakukan hal itu”, lalu beliau tidak melakukanberarti beliau telah berdusta, sedangkan jika
beliau katakan, “Pasti akan aku lakukanhal itu jika Allah menghendaki”, artinya beliau telah
menjadi penentu bagi sesuatu yang dikabarkan itu aatau telah mendahului kehendak-Nya.
Adapun ayat berikutnya diperintahkan digunakan untuk berdzikir setelah lupa.(Syaikh
Imam Al- Qurthubi, 2008, h.972-974).
Begitupun dengan penjelasan didalam tafsir Ibnu Katsir bahwa ayat ini merupakan petunjuk
dari Allah Swt. bagi Rasulullah Saw. mengenai etika jika bertekad untuk melakukan
sesuatu di masa yang akan datang, yaitu mengembalikannya kepada Allah Swt. yang
Maha Mengetahui segala yang ghaib.(Ibnu Katsir, 2006, h. 517).
Adapun pada tafsir kontemporer, dalam hal ini menggunakan dua tafsir yakni tafsir al-Munir
dan al-Mishbah. Pada tafsir al-Munir ketika hendak mengerjakan sesuatu besok, hendaklah
menyandarkan terlebih dahulu kepada Allah Swt. yaitu dengan mengatakan insyaAllah. Dan
apabila lupa untuk menggantungkan urusan kepada Allah maka segera kembali untuk
mengingat Allah.(Wahbah Az-Zuhaili, 2016, h.215). Ayat tersebut merupakan sebuah pesan
kepada Nabi Muhammad Saw. agar tidak melakukan sesuatu tanpa terlebih dahulu
mengaitkan kepada kehendak-Nya. Manusia juga dituntut untuk tetap berusaha sambil
mengaitkan pikiran dan usahanya kepada kehendak Allah Swt. (Shihab, 2000, h.272-
273)
sebuah hadis sahih dari Abdullah ibnu 'Amru yang berkata, Rasulullah SAW pernah berujar saat
singgah di Thaif bersama para sahabatnya: ''Innaa qaafiluuna ghodan Insya Allah'' (Besok, kita
akan berangkat melanjutkan perjalanan, Insya Allah) (H Bukhari/Muslim).

Ash-Shaffat 37:102
‫َفَلَّم ا َبَلَغ َم َع ُه ٱلَّسۡع َى َقاَل َٰي ُبَنَّى ِإِّنٓى َأَر ٰى ِفى ٱۡل َم َناِم َأِّنٓى َأۡذ َبُحَك َفٱنُظۡر َم اَذ ا َتَر ٰۚى َقاَل َٰٓيَأَبِت ٱۡف َع ۡل َم ا‬
‫ُتۡؤ َم ُۖر َس َتِج ُدِنٓى ِإن َش ٓاَء ٱلَّلُه ِم َن ٱلَّٰص ِبِريَن‬
Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim)
berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka
pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku!
Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan
mendapatiku termasuk orang yang sabar.”
Al-Kahfi 18:69
‫َقاَل َس َتِج ُدِنٓى ِإن َش ٓاَء ٱلَّلُه َص اِبًرا َو ٓاَل َأۡع ِص ى َلَك َأۡم ًرا‬
Dia (Musa) berkata, “Insya Allah akan engkau dapati aku orang yang sabar, dan aku tidak
akan menentangmu dalam urusan apa pun.”
Merujuk 2 ayat di atas, menunjukkan contoh-teladan dua Nabi Allah swt yakni: Nabi Ismail
dan Nabi Musa, bahwa untuk mengamalkan “Kesabaran”, harus diawali dengan ucapan
“InsyaAllah”.
Konklusi makna “InsyaAllah”:
1. Aqidah/Keimanan:
a. Manusia hanya berencana, kehendak Allah yang terjadi;
b. Manusia tidak mampu memastikan kejadian yang akan datang;
c. Manusia harus tetap berusaha sambil mengaitkan pikiran dan usahanya kepada
kehendak Allah Swt;
d. Allah Penguasa Perbuatan manusia mengandung lima unsur; pelaku, objek, waktu,
tempat dan sebab;
2. Ibadah:
a. Ucapan InsyaAllah, merupakan bentul zikirrullah;
3. Akhlak:
a. Ucapan InsyaAllah bentuk Akhlak kepada Allah Swt;
Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan, “disyariatkan bagi orang mukmin ketika melihat
sesuatu yang membuatnya takjub hendaknya ia mengucapkan ‘Masya Allah‘ atau
‘Baarakallahu Fiik‘ atau juga ‘Allahumma Baarik Fiihi‘ sebagaimana firman Allah Ta’ala:
Al-Kahfi 18:39
‫َو َلۡو ٓاَل ِإۡذ َد َخ ۡل َت َج َّنَتَك ُقۡل َت َم ا َش ٓاَء ٱُهَّلل اَل ُقَّو َة ِإاَّل ِبٱِۚهَّلل ِإن َتَر ِن َأَن۠ا َأَقَّل ِم نَك َم ااًل َو َو َلًدا‬

Dan mengapa ketika engkau memasuki kebunmu tidak mengucapkan ”Masya Allah, la
quwwata illa billah” (Sungguh, atas kehendak Allah, semua ini terwujud), tidak ada kekuatan
kecuali dengan (pertolongan) Allah, sekalipun engkau anggap harta dan keturunanku lebih
sedikit daripadamu.

Anda mungkin juga menyukai