Anda di halaman 1dari 6

Husnuzhan kepada Allah: Menyambut Malam atau Menyesali Perjalanan

Pagi adalah awal kehidupan, diakhiri dengan senja lalu dilanjutkan malam. Allah
memberi kita dua waktu, siang hari untuk bekerja dan malam untuk istirahat.

‫َو ُه َو اَّلِذي َج َع َل َلُك ُم الَّلْي َل ِلَب اًس ا َو الَّن ْو َم ُس َب اًت ا َو َج َع َل الَّن َه اَر ُنُشوًر ا‬
“Dialah yang menjadikan untukmu malam (sebagai) pakaian, dan tidur untuk istirahat, dan Dia
menjadikan siang untuk bangun berusaha.” (QS. Al-Furqaan: 47)
Pada siang banyak cerita menghampiri hidup kita, pahit dan senang, dsb. Begitu yang
terjadi dalam hari-hari sepanjang perjalanan hidup kita. Sampai malam ini Allah masih memberi
kita kesempatan lagi, dengan hasil yang tidak seberapa, keturunan yang tidak sempurna, dll,
apakah kita akan bersyukur atau justru menyesal?

Sikap orang beriman


Orang beriman menganggap semua yang terjadi di atas dunia ini, baik dan buruk adalah
kehendak Allah. Jika bentuknya adalah kebaikan ia akan syukuri, jika buruk maka ia akan
bersabar. Tetap berperangka baik pada Allah, karena itu adalah energi. Husnuzhan adalah
amalan hati (min af’alil qulub). Perasaan optimis menumbuhkan sifat dan respon positip. Itulah
yang terjadi pada para Nabi.
Dari Mush’ab bin Sa’id—seorang tabi’in—dari ayahnya, ia berkata,

‫َيا َر ُسوَل ِهَّللا َأُّى الَّناِس َأَشُّد َبَالًء‬


“Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Beliau shallallahu ‘alaihi
wa sallam menjawab,

« ‫اَألْنِبَياُء ُثَّم اَألْم َثُل َفاَألْم َثُل َفُيْبَتَلى الَّرُجُل َع َلى َح َسِب ِد يِنِه َفِإْن َك اَن ِد يُنُه ُص ْلًبا اْش َتَّد َبَالُؤ ُه َو ِإْن‬
‫َك اَن ِفى ِد يِنِه ِر َّقٌة اْبُتِلَى َع َلى َحَسِب ِد يِنِه َفَم ا َيْبَر ُح اْلَبَالُء ِباْلَع ْبِد َح َّتى َيْتُر َك ُه َيْمِش ى َع َلى اَألْر ِض‬
‫» َم ا َع َلْيِه َخ ِط يَئٌة‬
“Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan
kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya.
Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba
senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih
dari dosa.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,

‫َو ِاَذ ا َع ُظَم ت الِم ْح َنُة َك اَن َذ ِلَك ِلْلُم ْؤ ِم ِن الَّصاِلِح َسَبًبا ِلُع ُلِّو الَد َر َج ِة َو َع ِظ ْيِم اَالْج ِر‬
“Cobaan yang semakin berat akan senantiasa menimpa seorang mukmin yang sholih untuk
meninggikan derajatnya dan agar ia semakin mendapatkan ganjaran yang besar.”[2]
Syaikhul Islam juga mengatakan,
‫وُهللا َتَع اَلى َقْد َجَعَل َأْك َم َل الُم ْؤ ِمِنْيَن ِإْيَم اًنا َأْع َظُم ُهْم َبَالًء‬
“Allah akan memberikan cobaan terberat bagi setiap orang mukmin yang sempurna
imannya.”[3]
Kisah Nabi Zakaria
Berbaik Sangka
Husnudzhan (berbaik sangka) kepada Allah termasuk ibadah hati yang memiliki nilai
besar. Dan inti dari husnudzan kepada Allah adalah membangun keyakinan sesuai dengan
keagungan nama dan sifat Allah, dan membangun keyakinan sesuai dengan konsekuensi dari
nama dan sifat Allah.
Misalnya,
Membangun keyakinan bahwa Allah akan memberi rahmat dan ampunan bagi para
hamba-Nya yang baik.
Allah berfirman,
‫َو َم ْن َيْع َم ْل ُسوًء ا َأْو َيْظِلْم َنْفَس ُه ُثَّم َيْسَتْغ ِفِر َهَّللا َيِج ِد َهَّللا َغ ُفوًرا َر ِح يًم ا‬
Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon
ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS.
an-Nisa: 110)
Membangun keyakinan bahwa Allah akan mengampuni hamba-Nya yang mau
bertaubat.
Allah berfirman,
‫َو َم ْن َتاَب َو َع ِمَل َص اِلًحا َفِإَّنُه َيُتوُب ِإَلى ِهَّللا َم َتاًبا‬
Orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia
bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya. (QS. al-Furqan: 71)
Membangun keyakinan bahwa Allah akan memberi pahala bagi hamba-Nya yang
melakukan ketaatan.
Allah berfirman,

‫ِإَّن اَّلِذ يَن َآَم ُنوا َو َع ِم ُلوا الَّصاِلَح اِت َو َأَقاُم وا الَّص اَل َة َو َآَتُو ا الَّز َكاَة َلُهْم َأْج ُر ُهْم ِع ْنَد َر ِّبِهْم‬
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat
dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. (QS. al-Baqarah: 277)
Membangun keyakinan bahwa siapa yang tawakkal kepada Allah akan diberi kecukupan
oleh Allah.
Allah berfirman,

‫َو َم ْن َيَتَو َّك ْل َع َلى ِهَّللا َفُهَو َح ْسُبُه‬


Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan
(kebutuhan)nya. (QS. at-Thalaq: 3)
Membangun keyakinan bahwa setiap takdir dan keputusan Allah memiliki hikmah yang
agung.
Allah berfirman,

‫َو ِإْن ِم ْن َش ْي ٍء ِإاَّل ِع ْنَدَنا َخَزاِئُنُه َو َم ا ُنَنِّز ُلُه ِإاَّل ِبَقَد ٍر َم ْع ُلوٍم‬
Tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak
menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu. (QS. al-Hijr: 21)
Husnuzhan adalah ibadah terbaik
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ِإَّن ُحْس َن الَّظِّن ِباِهلل ِم ْن ُحْس ِن اْلِعَباَد ِة‬


Artinya, “Sungguh, berbaik sangka kepada Allah merupakan ibadah terbaik yang
dipersembahkan sang hamba kepada Tuhannya.”
 Husnuzhan kepada Allah ‫ ﷻ‬merupakan bukti iman seseorang pada qadha’ dan
qadar yang telah Allah ‫ ﷻ‬tetapkan kepada makhluk-Nya
 Berprasangka baik kepada Allah ‫ ﷻ‬dengan meninggalkan kewajiban atau dengan
melakukan kemaksiatan itu tidak ada manfaatnya. Karena perbuatan hati harus sejalan
dengan perbuatan lahiriyah. Maka akan sia-sia seseorang yang hidupnya bergelimang
dosa tanpa pertaubatan walaupun ia berprasangka bahwa Allah ‫ ﷻ‬akan
mengampuninya.
Jangan wafat kecuali dalam keadaan berbaik sangka, Rasulullah bersabda:
‫ال يموتَّن أَح ُدكم إاّل وهو ُيحِس ُن باِهلل الَّظَّن‬
“Janganlah salah seorang dari kalian mati kecuali dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah
Ta’ala.” (HR. Muslim dan Ibn Majah)
Perbanyak Husnuzhan kepada Allah
Ada dua tempat yang selayaknya seorang muslim memperbanyak khusnuzhan
kepada Allah.
1. Ketika menunaikan ketaatan (kepada Allah)
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata, Nabi shallallahu alaihi wa
sallam bersabda,
‫ َأَنا ِع ْنَد َظِّن َع ْبِد ي ِبي َو َأَنا َم َع ُه ِإَذ ا َذ َك َرِني َفِإْن َذ َك َرِني ِفي َنْفِس ِه َذ َكْر ُتُه في َنْفِس ي‬: ‫َيُقوُل ُهَّللا َتَع اَلى‬
‫َو ِإْن َذ َك َرِني ِفي َم ٍأل َذ َكْر ُتُه ِفي َم ٍأل َخ ْيٍر ِم ْنُهْم َو ِإْن َتَقَّر َب ِإَلَّى ِبِش ْبٍر َتَقَّرْبُت ِإَلْيِه ِذَر اًعا َو ِإْن َتَقَّر َب ِإَلَّى ِذَر اًعا‬
) 2675 ‫ رقم‬، ‫ ومسلم‬7405 ‫ رقم‬،‫َتَقَّرْبُت ِإَلْيِه َباًعا َو ِإْن َأَتاِني َيْمِش ي َأَتْيُتُه َهْر َو َلًة (رواه البخاري‬
“Allah Ta’ala berfirman, ‘Aku tergantung persangkaan hamba kepadaKu. Aku
bersamanya kalau dia mengingat-Ku. Kalau dia mengingatku pada dirinya, maka Aku
mengingatnya pada diriKu. Kalau dia mengingatKu di keramaian, maka Aku akan
mengingatnya di keramaian yang lebih baik dari mereka. Kalau dia mendekat
sejengkal, maka Aku akan mendekat kepadanya sehasta. Kalau dia mendekat kepada
diri-Ku sehasta, maka Aku akan mendekatinya sedepa. Kalau dia mendatangi-Ku
dengan berjalan, maka Aku akan mendatanginya dengan berlari” [HR bukhari, no.
7405 dan Muslim, no. 2675]
Hubungan antara husnuzhan dengan amal, yaitu mengiringinya dengan mengajak
untuk mengingat-Nya Azza Wa Jalla dan mendekat kepada-Nya dengan ketaatan.
Siapa yang berprasangka baik kepada Allah Ta’ala semestinya akan mendorongnya
berbuat ihsan dalam beramal.
Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata: “Sesungguhnya seorang mukmin ketika
berbaik sangka kepada Tuhannya, maka dia akan memperbaiki amalnya. Sementara
orang buruk, dia berprasangka buruk kepada Tuhannya, sehingga dia melakukan amal
keburukan.” [HR Ahmad, dalam Al-Zuhd hal. 402]
Ibnu Qayim rahimahullah berkata: “Siapa yang dengan sungguh-sungguh
memperhatikan, akan mengetahui bahwa khusnuzhan kepada Allah adalah
memperbaiki amal itu sendiri. Karena yang menjadikan amal seorang hamba itu baik,
adalah karena dia memperkirakan Tuhannya akan memberi balasan dan pahala dari
amalannya serta menerimanya. Sehingga yang menjadikan dia beramal adalah
prasangka baik itu. Setiap kali baik dalam prasangkanya, masa semakin baik pula
amalnya.”
… Secara umum, prasangka baik akan mengantar seseorang melakukan sebab
keselamatan. Sedangkan kalau melakukan sebab kecelakaan, berarti dia tidak ada
prasangka baik.” [Al-Jawabu Al-Kafi, hal. 13-15]
Abul Abbas Al-Qurtubi rahimahullah berkata: “Pendapat lain mengatakan,
maknanya adalah: Mengira akan dikabulkan apabila berdoa, mengira diterima ketika
bertaubat, mengira diampuni ketika memohon ampunan, mengira diterima amalnya
ketika melaksanakannya dengan memenuhi persyaratan, serta berpegang teguh
terhadap kejujuran janji-Nya dan lapangnya KeutamaanNya.
Saya katakan demikian, karena dikuatkan dengan sabda Nabi Shallallahu
’alaihi wa sallam.
‫اْد ُعوا َهَّللا َو َأْنُتْم ُم وِقُنوَن ِباِإل َج اَبِة‬
‘Berdoalah kepada Allah dalam keadaan kalian yakin akan dikabulkan
(doanya).’[HR. Tirmizi dengan sanad shahih]
Begitu juga seyogyanya bagi orang yang bertaubat, orang yang memohon
ampunan dan pelaku suatu amal yang bersungguhh-sungguh dalam melaksanakan
semua itu, hendaknya meyakini bahwa Allah akan menerima amalnya dan memafkan
dosanya. Karena Allah Ta’ala telah berjanji akan menerima taubat yang benar dan
amal yang shaleh. Sedangkan kalau dia beramal dengan amalan-amalan tersebut tapi
berkeyakinan atau menyangka bahwa Allah Ta’la tidak menerimanya dan hal itu tidak
bermanfaat, maka hal itu termasuk putus asa terhadap rahmat dan karunia Allah.
2. Ketika mengalami musibah dan saat menjelang kematian
Dari Jabir Radhiyallahu anhu dia berkata, Aku mendengar Nabi
Shallallahu’alaihi wa sallam tiga hari sebelum wafat bersabda:
2877 ‫ رقم‬،‫َال َيُم وَتَّن َأَح ُد ُك ْم ِإَّال َو ُهَو ُيْح ِس ُن ِباِهَّلل الَّظَّن ( رواه مسلم‬
“Janganlah salah satu di antara kalian meninggal dunia kecuali dia
berprasangka baik kepada Allah.” [HR. Muslim, 2877]
Dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, 10/220 dikatakan, ”Seorang
mukmin diharuskan berprasangka baik kepada Allah Ta’ala, dan lebih
ditekankan dalam prasangkan baik kepada Allah ketika ditimpa musibah dan
ketika akan meninggal dunia.
Dari penjelasan tadi, jelas bahwa berprasangka baik kepada Allah Ta’ala itu
tidak boleh disertai dengan meninggalkan kewajiban dan tidak pula dengan
melakukan kemaksiatan. Barangsiapa yang menyakini hal itu, maka dia tidak
menempatkan nama, sifat dan prilaku Allah yang selayaknya untuk difahami
secara benar.
Manfaat Husnuzhan kepada Allah
Dilansir dalam mqall.com, ada 5 manfaat husnuzan kepada Allah ‫ﷻ‬, yaitu:
1. Husnuzan kepada Allah ‫ ﷻ‬adalah tanda keimanan seseorang
2. Husnuzan kepada Allah ‫ ﷻ‬dapat menangkal fitnah dan segala kejahatan
3. Husnuzan kepada Allah ‫ ﷻ‬tanda ketenangan hati seorang hamba
4. Husnuzan kepada Allah ‫ ﷻ‬menghantarkan seseorang pada kemurnian jiwanya
5. Husnuzan kepada Allah ‫ ﷻ‬dapat menjaga seseorang dari perbuatan tercela,
bahkan dengan berhusnuzan kepada Allah ia akan selalu berada dalam kebajikan.

Dunia ini adalah tempat ujian, menjalankan beribadah, nanti istirahat di surga.
sesal karena tidak mendapat untuk

Contoh Husnudzan kepada Allah


Diantara bentuk husnudzan adalah membangun harapan untuk mendapat pahala ketika
beribadah, atau berharap besar agar doanya dikabulkan ketika berdoa.
Dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
‫ َأَنا ِع ْنَد َظِّن َع ْبِد ي ِبي َو َأَنا َم َع ُه ِإَذ ا َذ َك َرِني‬: ‫َيُقوُل ُهَّللا َتَع اَلى‬
Allah Ta’ala berfirman, “Aku sesuai sangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Dan Aku
bersamanya, jika dia mengingat-Ku.” (HR. Bukhari 7405 & Muslim 6981)
Allah memberi balasan dari amal baik hamba, sesuai persangkaan hamba kepada-Nya
Allahu a’lam
Di antara menara masjid, tiang listrik dan pemancar gelombang, pandanganku
terjebak lantas beradu pada berbagai kenang yang berserak, dengan masa depan yang
penuh misteri dan rasa rindu yang makin menggamit. Lalu badanku terasa melumpuh,
terkulai lemas, menyadari bahwa aku bukan siapa-siapa di dunia ini. Sesungguhnya
semua kekuatan yang membuatku bisa melewati banyak hal hingga kini tidak lain
hanya dari Allah.

Anda mungkin juga menyukai