Anda di halaman 1dari 3

ZAKAT SEBAGAI PENGUATAN KESEJAHTERAAN UMAT

Hadirin yang berbahagia…


Indonesia merupakan negara yang berada di garis khatulistiwa, yang memiliki khasanah dan kekayaan alam yang
melimpah ruah. Menurut Badan Pusat Statistik Nasional, luas lahan persawahan mencapai 7,5 juta hektar, luas lahan
perkebunan sawit mencapai 14,6%, ditambah lagi dari sektor tijarah dan perindustrian. Semua itu hadirin, merupakan
potensi zakat di negeri yang bertuah ini. Berdasarkan hasil riset BAZNAS, melaporkan bahwa potensi zakat di Indonesia
pertahunnya mencapai Rp 327,6 triliun. Satu angka yang sangat fantastis untuk mensejahterakan umat dan mengurangi
angka kemiskinan.
Namun sangat disayangkan hadirin, potensi zakat yang begitu besar tersebut berbanding terbalik dengan potret yang
terjadi di bangsa kita saat ini. Menurut Badan Amil Zakat Nasional ( BAZNAS ), zakat yang terkumpul di tahun 2021
yang silam, hanya mencapai angka Rp 71,4 triliun saja, ini artinya hanya 21,7% umat islam yang sadar membayar zakat.
Hal itu hadirin, mengakibatkan semakin besarnya kesenjangan sosial yang terjadi di bangsa kita. Kekayaan dan
kemewahan hanya semakin dinikmati oleh segelintir orang saja, sementara mayoritas masyarakat lainnya terus dirantai
oleh kemiskinan yang terus membelenggu kehidupannya.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, pada bulan Maret tahun 2021 tercatat bahwa, jumlah penduduk miskin di
Indonesia mencapai 27,54 juta jiwa, persentase penduduk miskin dikota 7,8% sementara didesa 13,1%.
Bukankah hadirin, kemiskinan bisa mengakibatkan keterbelakangan, bukankah kemiskinan bisa mengakibatkan
kebodohan, bukankah kemiskinan bisa mengakibatkan kemunduran, bahkan bukankah kemiskinan bisa mengakibatkan
negeri jatuh dalam jurang kehancuran ?
‫كادالفكر ايكونا كفرا‬
Oleh karena itu, melalui kesempatan kali izinkan kami menyampaikan syarhan Al-Qur'an dengan judul:
ZAKAT SEBAGAI PENGUATAN KESEJAHTERAAN UMAT
Dengan rujukan Q.S At-Taubah ayat 103 :

١٠٣ ‫ن َّلُهۗۡم َو ٱُهَّلل َسِم يٌع َع ِليٌم‬ٞ‫ُخ ۡذ ِم ۡن َأۡم َٰو ِلِهۡم َص َد َقٗة ُتَطِّهُر ُهۡم َو ُتَز ِّك يِهم ِبَها َو َص ِّل َع َلۡي ِهۖۡم ِإَّن َص َلٰو َتَك َس َك‬
103. Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan
mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi
mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui ( Q.S At-Taubah : 103 )

Hadirin…
Al-mukarrom Syekh Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab tafsirnya Al-Munir jilid 6 halaman 28 menukilkan asbabun
nuzul dari ayat tadi, dari riwayat Imam Ibnu Jarir At-Thabari dari Ibnu Abbas ra berkenaan dengan Abu Lubabah dan
teman-temannya yang mengikat diri di tiang-tiang masjid nabawi, dan tidak mau dilepaskan kecuali oleh Rasulullah
SAW, atas dosa mereka yang tidak ikut dalam perang tabuk. Setelah dilepaskan, mereka datang menghampiri Rasulullah
dengan membawa sebagian harta mereka lalu berkata “ya Rasulullah, ambillah sebahagian dari harta kami dan
bersedekahlah dengannya untuk kami dan mohonkanlah ampunan bagi kami”. Rasul menjawab “Aku tidak akan
mengambil sedikitpun harta dari kalian”, sehingga datanglah perintah Allah dalam ayat tadi.

Hadirin…
Ayat tersebut diawali dengan kalimat ‫ ُخ ۡذ‬yang berarti “ambillah” dan merupakan fi’il Amr yang bermakna perintah.
Dalam kaidah usul fikih menjelaskan “Al-Aslu fil Amri lil wujub”, pada dasarnya setiap perintah itu menunjukkan
kewajiban. Oleh karena itu, wajib hukumnya bagi para pemerintah untuk mengumpulkan zakat dan mendistribusikannya.
Lalu, dalam ayat tersebut terdapat kalimat ‫ َأۡم َٰو ِلِه ۡم‬yang merupakan bentuk jamak dari kata “al-maal” yang berarti harta, dan
jatuh setelah lafaz ‫ ِم ۡن‬yang bermakna bahwa harta yang wajib dizakatkan itu hanya sebagian saja dan sifatnya pun
khusus, seperti hasil pertanian, peternakan, perniagaan, dan sebagainya. Demikianlah, penafsiran yang mulia Imam Ali
Ash-Shabuni dalam tafsirnya Al-Ahkam jilid 2 halaman 162.

Selanjutnya hadirin, menurut ayahanda Prof. Dr. Yusuf Al-Qordhowi dalam kitab Fiqhuz Zakah jilid 2 halaman 747
menegaskan bahwa kewajiban zakat bukanlah kewajiban yang bersifat individual, sehingga siapa yang kuat iman dan
mengharapkan pahala akhirat, akan menunaikan zakat. Sementara yang lemah iman dan bakhil, enggan menunaikannya.
Sekali-kali tidak demikian. Kewajiban zakat yang bersifat manajerial, menjadi tugas pemerintah dalam mengumpulkan
zakat dan mendistribusikannya secara profesional dan proporsional.
Hal itu, juga ditegaskan dalam UU No. 23 Tahun 2011 tentang “Pengelolaan Zakat” yang telah disahkan oleh bapak Prof.
Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 25 November 2011. Undang –undang tentang pengelolaan zakat ini juga
telah dicantumkan pada lembaran dokumen Negara Republik Indonesia tahun 2011 Nomor : 115 dan Nomor : 5255.

Lalu timbul pertanyaan, kepada siapakah zakat tersebut harus didistribusikan? Sebagai jawabannya, mari kita simak pesan
cerdas ilahi dalam Q.S At-Taubah : 60, berikut ini :

‫ِإَّنَم ا ٱلَّص َد َٰق ُت ِلۡل ُفَقَر ٓاِء َو ٱۡل َم َٰس ِكيِن َو ٱۡل َٰع ِمِليَن َع َلۡي َها َو ٱۡل ُم َؤ َّلَفِة ُقُلوُبُهۡم َو ِفي ٱلِّر َق اِب َو ٱۡل َٰغ ِرِم يَن َو ِفي َس ِبيِل‬
]٦٠,‫ [سورة التوبة‬٦٠ ‫م‬ٞ‫ٱِهَّلل َو ٱۡب ِن ٱلَّس ِبيِۖل َفِريَض ٗة ِّم َن ٱِۗهَّلل َو ٱُهَّلل َع ِليٌم َح ِكي‬
60. Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-
pengurus zakat, para mu´allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan
yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana ( Q.S At-Taubah : 60 )

Hadirin…
Prof. Dr. M. Quraish Shihab dalam tafsirnya almisbah, volume 5 hal 141 menjelaskan mengenai unsur pokok terhadap
kelompok-kelompok yang berhak menerima zakat. Para ulama telah sepakat bahwa ada 8 golongan yang berhak
menerima zakat dan tidak boleh diberikan kepada selain mereka. Sebab ayat tadi diawali kata , yang dalam ilmu ma'ani
merupakan salah satu adatul qasli yang berfungsi untuk mensfesifikasikan.

Kemudian, dalam tafsir Al-Qur’anil ‘Adzim jilid ke 2 halaman 454, al-mukarrom imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa
yang dimaksud dengan ‫ ٱلَّصَد َٰق ُت‬adalah zakat sebagai perintah Allah kepada orang mu’min untuk disalurkan kepada 8
golongan yang telah allah tetapkan demi pengentasan kemiskinan, kefakiran, kemelaratan, dan kesengsaraan.

Dengan demikian, dapat kita pahami hadirin, bahwa zakat merupakan sebuah refleksi untuk mengangkat harkat dan
martabat masyarakat dari realitas kemiskinan dan merupakan kewajiban kolektif untuk meningkatkan perekonomian
umat. Zakat merupakan sarana yang sangat efektif untuk mereduksi kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin,
sehingga dengan pembagian zakat yang diberikan khusus kepada 8 asnaf itu, diharapkan mereka mampu berdikari,
mandiri, untuk dirinya sendiri, dan keluarganya.
Rasulullah bersabda yang diriwayatkan oleh Abu Ya’la dari Ibnu Abbas ra “laisal mu’min, alladzi yasyba’u wajaaruhu
jaai’un ilaa jambih” (bukan orang mu’min, orang yang hidupnya hanya kenyang sendirian, sementara
tetangganya hidup dalam kelaparan).

Senandung lagu, karya Hj. Nur Asiah Jamil berikut ini :


Yang kaya tolonglah yang miskin
Yang kuat bantulah yang lemah
Yang pandai bimbinglah yang bodoh
Agar terjalin tali ukhuwah

Oleh karena itu, marilah kita tunaikan kewajiban zakat,agar harta kita menjadi berharkat, hidup bermarta bat, insyaallah
selamat dunia dan akhirat.

Hadirin…
Dari uraian demi uraian tersebut, dapat kita ambil kesimpulan bahwa :
Zakat merupakan kewajiban syari’at yang harus ditunaikan. Oleh karena itu, mari kita bersihkan harta harta kita dengan
mengeluarkan zakat, serta jangan pernah takut untuk mengeluarkan zakat. Dengan zakat, harta dan jiwa akan bersih dan
suci, kehidupan akan tenang dan harmonis, sehingga persoalan kemiskinan dan kesejahteraan yang membelenggu bangsa
ini, akan segera tertangani. Semoga dengan demikian, kita akan mampu membangun bangsa kita menjadi bangsa
“Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghaffur” Amin ya rabbal ‘alamiin…

Anda mungkin juga menyukai