FM-UAD-PBM-11-04/RO
MODUL PRAKTIKUM
BIOKIMIA
bagian 1
PP/FAR/PBK/03/11
Penyusun :
Dra. apt. Eddy Sulistyowati, M.S.
Dr. apt. Dwi Utami, M.Si.
apt. Warsi, M.Sc.
apt. Aprilia Kusbandari, M.Sc.
Prof. Dr. apt. Nurkhasanah, M.Si.
Dian Prasasti, M.Sc.
LABORATORIUM BIOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
2024
KATA PENGANTAR
Team Penyusun
Laboratorium Biokimia
Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan
DAFTAR ISI
PETUNJUK UMUM
KESELAMATAN KERJA DI LABORATORIUM
PENDAHULUAN
TEKNIK PENYIAPAN SAMPEL DARAH DAN URIN
A. Sampel Darah
Darah yang digunakan untuk tujuan pemeriksaan hematologi
biasanya adalah darah kapiler atau darah vena. Untuk mendapatkan darah
kapiler yang akan diperiksa diperlukan sebuah alat yang ujungnya tajam
serta melebar seperti lancep. Lancep darah yang digunakan sebaiknya
dibuat untuk sekali pakai (disposable). Sedangkan untuk mengambil darah
vena dipergunakan jarum dan semprit. Jarum yang dipergunakan adalah
cukup besar, ujungnya runcing, lurus, dan tajam. Dianjurkan memakai
jarum dan semprit untuk sekali pakai (disposable). Jarum dan semprit
hendaknya dibuang/ dimusnahkan setelah dipakai, untuk menghindari
penularan kuman penyakit, virus dan bakteri berbahaya. Janganlah
mencoba mensterilkan alat-alat tersebut untuk tujuan pemakaian berulang.
Semprit yang banyak digunakan untuk pemeriksaan hematologi berukuran
2 dan 5 mL. Dianjurkan pula menggunakan ”jarum-tabung steril”
(Vacutainer, Vwnoject) yaitu jarum yang dilengkapi dengan tabung gelas
hampa dimana pada waktu melakukan fungsi vena, darah terisap ke dalam
tabung tersebut. Alat ini dipergunakan sekali pakai. Pemakaian alat ini
memberikan keuntungan tambahan yaitu darah yang diperoleh dalam
keadaan tidak tercemar.
b. Darah vena
Pada orang dewasa, biasanya dipakai salah satu vena dalam fossa
cubiti, pada bayi vena jugularis superficialis atau pada sinus sagittalis
superior. Prosedur pengambilan darah vena sebagai berikut:
1) Bersihkan tempat atau bagian itu dengan alkohol 70% dan biarkan
sampi menjadi kering kembali.
2) Jika memakai vena dalam fossa cubiti, pasanglah ikatan pembendung
pada lengan atas dan mintalah orang itu mengepal dan membuka
tangan berki-kali agar vena jelas terlihat. Pembendungan vena tidak
perlu dengan ikatan yang terlalu erat, bahkan sebaiknya hanya cukup
untuk memperlihatkan dan menonjolkan vena saja.
3) Tegangkanlah kulit di atas vena itu dengan jari tang kiri supaya vena
tidak bergerak.
4) Tusuklah kulit dengan jarum dan sempit dengan tangan kanan sampai
ujung jarum masuk ke dalam lumen vena.
5) Lepaskan atau renggangkan pembendungan dan perlahan-lhan tarik
penghisap semprit sampai jumLah yng dikehendaki.
6) Lepaskan pembendung jika masih terpasang.
7) Taruh kapas steril di ats jarum dan cabutlah semprit dan jarum
tersebut.
8) Mintalah kepada orang yang diambil darahnya untuk terus menekan
bagian yang ditusuk dengan kapas itu selama beberapa menit.
9) Angkatlah jarum dari semprit dan alirkan (jangan menyemprotkannya)
darah ke dalam wadah atau tabung yang tersedia melalui dinding.
10) Buanglah jarum dn semprit yang sudah terpakai ke dalam wadah
khusus yang tersedia, yang selanjutnya jarum dan semprit itu
dimusnahkan.
disimpan dalam lemari es (40C). Darah EDTA yang disimpan pada suhu
40C selama 24 jam memberikan nilai hematokrit yang lebih tinggi. Untuk
membuat sediaan apus darah tepi dapat dipakai darah EDTA yang disimpan
paling lama 2 jam. Pada umumnya darah EDTA dapat disimpan 24 jam di
dalam lemari es tanpa mengakibatkan terjadinya penyimpangan yang
bermakna, kecuali untuk jumLah trombosit dan nilai hematokrit.
4. Kesalahan umum dalam cara memperoleh darah
a. Kesalahan pada pengambilan darah kapiler
Susunan darah yang diambil untuk pemeriksaan mungkin berubah
oleh salah tindakan pada saat mengambil darah. Kesalahan-kesalahan pada
pengambilan darah kapiler yang sering terjadi diantaranya sebagai berikut :
1) Mengambil darah dari tempat terjadinya gangguan peredaran seperti
vasokonstriksi (pucat), vasodilatasi (radang, trauma), kongesti atau
cyanosis setempat.
2) Tusukan yang kurang dalam ataupun tindakan memeras-meras supaya
darah cepat keluar.
3) Kulit yang ditusuk masih basah alkohol. Bukan saja darah itu
diencerkan tetapi darah juga akan melebar di atas kulit sehingga sukar
dipipet.
4) Tetesan darah pertama dipakai untuk pemeriksaan.
5) Terjadi bekuan dalam tetesan darah karena lambat bekerja.
B. Sampel Urin
1. Cara memilih sampel urin
Pemeriksaan urin tidak hanya dapat memberikan fakta-fakta
tentang ginjal dan saluran urin, tetapi juga mengenai faal berbagai organ
dalam tubuh seperti: hati, saluran empedu, pankreas, cortex adrenal, dll.
a. Urin sewaktu
Untuk bermacam-macam pemeriksaan dapat digunakan urin
sewaktu, yaitu urin yang dikeluarkan pada satu waktu yang tidak ditentukan
secara khusus. Urin sewaktu ini biasanya cukup baik untuk pemeriksaan
rutin yang menyertai pemeriksaan badan tanpa pendapat khusus.
b. Urin pagi
Urin pagi adalah urin yang pertama-tama dikeluarkan pada pagi
hari setelah bangun tidur. Urin ini bersifat lebih pekat dari urin yang
dikeluarkan siang hari, jadi baik untuk pemeriksaan sedimen, berat jenis,
protein serta untuk test kehamilan berdasarkan adanya HGC (human
chorionic gonadotrophin) dalam urin.
c. Urin postprandial
Sampel urin ini berguna untuk pemeriksaan terhadap glukosuria,
yaitu urin yang pertama kali dilepaskan 1,5–3 jam sehabis makan. Urin
pagi tidak baik untuk pemeriksaan penyaring terhadap adanya glukosuria.
d. Urin 24 jam
Apabila diperlukan penetapan kuantitatif sesuatu zat dalam urin,
biasanya digunakan urin 24 jam. Untuk mengumpulkan urin 24 jam
diperlukan botol ukuran besar sekitar 1,5 liter/ lebih yang dapat ditutup
secara baik. Botol ini harus bersih dan memerlukan pengawet urin. Cara
mengumpulkan urin 24 jam adalah sebagai berikut: jam 7 pagi penderita
mengeluarkan urinnya, urin ini dibuang. Semua urin yang dikeluarkan
setelah jam 7 pagi ditampung beserta urin jam 7 pagi esok harinya, urin
tersebut dicampur.
e. Urin 3 gelas dan urin 2 gelas pada orang lelaki
Penampungan dengan metode ini dipakai pada pemeriksaan
urologik dan dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran tentang letaknya
radang atau lesi lain yang mengakibatkan adanya nanah atau darah dalam
urin seorang lelaki. Cara menjalankan penampungan tiga gelas dimulai
dengan instruksi kepada penderita bahwa ia tidak boleh berkemih beberapa
jam sebelum pemeriksaan dilakukan. Sediakanlah 3 gelas, sebaiknya gelas
sedimen (sedimenterglass), yaitu gelas yang dasarnya menyempit guna
mempermudah mengendapnya sedimen dan agar sedimen itu mudah
terlihat dengan mata telanjang. Penderita harus berkemih langsung ke
dalam gelas-gelas tersebut, tanpa menghentikan aliran urinnya, dengan
ketentuan sebagai berikut : Gelas pertama ditampung 20-30 mL urin yang
mula-mula keluar. Urin ini terutama berisi sel-sel dari pars anterior dan
pars prostatica urethrae yang hanyut oleh arus urin, meskipun ada juga
sejumLah kecil sel-sel dari tempat yang lebih proximal. Gelas kedua
dimasukkan urin berikutnya, kecuali beberapa mL terakhir yang
c. Formaldehid
Senyawa ini khusus dipakai untuk mengawetkan sedimen,
mengawetkan sedimen penting sekali bila hendak mengadakan penilaian
kuantitatif atas unsur-unsur dalam sedimen. Pakailah sebanyak 1–2 mL
larutan formaldehid 40% untuk mengawetkan urin 24 jam. Campur dengan
baik setiap kali ditambahkan urin. Namun, jika terlalu banyak dapat
mereduksi pada uji Benedict dan menggangu uji Obermeyer.
d. Asam sulfat pekat
Asam ini dipergunakan untuk mengawetkan urin guna penetapan
kuantitatif kalsium, nitrogen, dan kebanyakan zat inorganik lain. Jumlah
yang ditambahkan ialah secukupnya hingga pH urin lebih rendah dari 4,5
(kontrol dengan kertas nitrazin). Reaksi asam mencegah terlepasnya N
dalam bentuk amoniak serta mencegah terjadinya endapan kalsiumfosfat.
e. Natrium karbonat
Khusus dipakai untuk mengawetkan urobilinogen jika hendak
menentukan ekskresinya per 24 jam. Caranya masukkan kira-kira 5 gram
natrium karbonat dalam botol penampung bersama dengan beberapa mL
toluena.
Catatan : untuk pemeriksaan tertentu,urin tidak boleh ditambahkan
bahan pengawet, misalnya untuk pemeriksaan terhadap porfirin, cukup
disimpan di dalam lemari es.
Daftar pustaka
Gandasoebrata, R., 2004, Penuntun Laboratorium Klinik, cetakan ke-11,
Dian Rakyat, Jakarta.
PERCOBAAN Ia
ANALISIS KUANTITATIF GLUKOSA
A. Pendahuluan
Karbohidrat terdapat dalam berbagai bentuk, termasuk gula
sederhana (monosakarida) dan unit yang kompleks (disakarida dan
polisakarida). Karbohidrat yang kita komsumsi akan dicerna menjadi
monosakarida dan diabsorpsi, terutama dalam duodenum dan jejenum
proksimal. Sesudah diabsorpsi, kadar glukosa darah akan meningkat
sementara dan akhirnya akan kembali lagi ke kadar semula. Pengaturan
fisiologis kadar glukosa darah sebagian besar tergantung dari: ekstraksi
glukosa, sintesis glikogen, dan glikogenolisis dalam hati. Selain itu,
jaringan perifer otot dan adiposa juga mempergunakan glukosa sebagai
sumber energi. Jaringan-jaringan tersebut juga berperan dalam
mempertahankan kadar glukosa darah, meskipun secara kuantitatif tidak
sebesar hati (Price & Wilson, 1995).
Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati serta
dipergunakan oleh jaringan perifer tergantung dari keseimbangan fisiologis
beberapa hormon. Insulin merupakan hormon yang menurunkan kadar
glukosa darah. Insulin dibentuk oleh sel-sel beta pulau Langerhans
pankreas. Ada beberapa hormon yang dapat meningkatkan kadar glukosa
darah, antara lain: glukagon yang disekresi oleh sel-sel alfa pulau
Langerhans, epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan
kromatin, glukokortikoid (kortikosteroid) yang disekresi oleh korteks
adrenal, dan growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior
(Price dan Wilson, 1995). Hormon-hormon tersebut membentuk suatu
mekanisme counter-regulator yang mencegah timbulnya hipoglikemia
akibat pengaturan insulin.
Kadar glukosa dalam darah merupakan faktor yang sangat penting
untuk kelancaran kerja tubuh. Kadar glukosa plasma puasa normal adalah
80–115 mg/dl. Hiperglikemik didefinisikan sebagai kadar glukosa plasma
puasa yang lebih tinggi dari 115 mg/dl, sedangkan hipoglikemikapabila
kadarnya lebih rendah dari 80 mg/dl. Dikatakan diabetes mellitus (DM) jika
kadar gula darah mencapai 200 mg/dl atau lebih.
Glukosa difiltrasi oleh glomerulus ginjal dan hampir semuanya
diabsorpsi oleh tubulus ginjal selama kadar glukosa dalam plasma tidak
melebihi 160 sampai 180 mg/100 mL. Jika kadar glukosa plasma naik
melebihi kadar ini, maka glukosa tersebut tidak dapat direabsorpsi tetapi
akan keluar bersama kemih. Keadaan ini disebut glukosuria yaitu keadaan
Tujuan :
Memahami prinsip dasar penetapan kadar glukosa darah dengan
metode enzymatic photometric test GOD-PAP.
Dasar Metode
Metode penetapan kadar glukosa pada serum darah dengan metode
enzimatik ialah enzymatic photometric test dengan reagen GOD-PAP.
Enzim yang digunakan pada metode ini adalah glukosa oksidase (GOD),
peroksidase (POD), dan akseptor oksigen (Indriati, 1986). Dalam metode
ini -D-glukosa oleh glukosa oksidase diubah menjadi asam glukonat dan
hidrogen peroksida (H2O2). Hidrogen peroksida yang terjadi oleh
peroksidase dan akseptor oksigen (4-aminoantipirin dan fenol) akan diubah
menjadi quinonimin yang berwarna merah. Biasanya intensitas warna yang
terjadi berbanding lurus dengan kadar glukosa yang ada (Indriati, 1986).
Akseptor oksigen lain yang dapat digunakan dalam metode ini adalah O-
tolidin, O-dianisidin dan bensidin. Namun, ketiga senyawa tersebut bersifat
karsinogenik maka sukar didapat, sehingga digunakan fenol dan 4-
aminoantipirin (Indriati, 1986). Reaksi dapat dilihat pada gambar berikut :
Cara Kerja
1. Preparasi sampel darah
Darah pasien diambil sebanyak ± 1,5 mL, dimasukkan ke dalam
tabung sentrifuge mikro, kemudian disentrifugasi selama 15 menit pada
putaran 4000 rpm. Serum akan terpisah dari komponen darah dan berada di
bagian atas. Serum berupa supernatan yang jernih diambil memakai pipet
berskala.
2. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum
Dipipet 10 10 μL larutan standard glukosa, dicampur dengan 1000
μL reagen GOD-PAP dihomogenkan dan diinkubasi selama 20 menit pada
suhu 20-25°C atau 10 menit pada suhu 37°C. Ukur absorbansinya dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 500-600 nm. Tentukan
panjang gelombang maksimumnya.
Daftar Pustaka
Indriati, 1986, Penetapan Kadar Glukosa Darah Menggunakan Metode
Anthrone Dibanding Metode Enzimatik, Skripsi, Fakultas Farmasi
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 8-9.
Sutrisno, A., 2003, Efek Hipoglikemik Infusa Daun Pete (Parkia speciosa
Hask) pada Tikus Putih Jantan, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas
Ahmad Dahlan, Yogyakarta.
PERCOBAAN Ib
ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF KOLESTEROL
2. Uji Liberman-Burchard
Kolesterol juga memberikan reaksi warna terhadap pereaksi
Liberman-Burchard. Prinsip uji ini ialah kolesterol dengan asam asetat
anhidrida mengalami reaksi asetilasi pada gugus hidroksi (-OH) dan
terbentuk 3-asetokolesterol. Selanjutnya, terjadi reaksi sulfonasi dengan
asam sulfat membentuk senyawa asam-3-aseto-kolesterol sulfonat yang
Daftar Pustaka
Guyton, A.C., 1995, Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit,
diterjemahkan oleh Petrus Andrianto, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta. 685-686.
Harper, HA, dkk. 1984. Biokimia. Jakarta: UI Press.
Harjono Sastro Hamidjoyo. 1985. Spektroskopi Ultra Violet dan Terlihat.
Jakarta: Liberty.
Romanoff and Romanoff. 1963. The Avian Egg. New York: John Willy and
Son’s Inc.
Slamet Sudarmadji, Bambang Haryono dan Suhardi. 1989. Analisa Bahan
Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty.
Tillman, dkk. 1983. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta: UGM
Press.
Tujuan percobaan
Penetapan kadar kolesterol dalam serum menggunakan metode
enzymatic photometric test dengan Cholesterol Oxidase Phenol-
Aminoantipyrin (CHOD-PAP).
Dasar Metode
Prinsip metode ini adalah penguraian ester kolesterol dan kolesterol
secara enzimatik. Ester kolesterol oleh enzim kolesterol esterase
terhidrolisis menjadi kolesterol dan asam lemak. Kolesterol kemudian
teroksidasi menjadi kolesteron dan peroksida terkatalisis oleh enzim
kolesterol oksidase. Indikator warnanya adalah quinoneimine yang
terbentuk dari reaksi antara 4-aminoantipyrin dan fenol dengan hidrogen
peroksida yang dikatalisis oleh peroksidase. Warna merah yang terjadi
ditetapkan secara kuantitatif dengan spektrofotometer visibel pada panjang
gelombang 499 nm.
As
= 200 mg/dL
Ast
Keterangan: As: Absorbansi sampel; Ast: Absorbansi standard
Bahan dan Alat
Bahan
Bahan dan peralatan yang digunakan adalah sampel darah, reagen
kit CHOD-PAP, aquades, mikropipet, sentriufuge dan spektrofotometer
visibel.
Komposisi pereaksi CHOD-PAP yaitu :
Buffer (pH 6,7) : 50 mmol/L
Phenol : 5 mmol/L
4-Aminoantipyrin : 0,3 mmol/L
Cholesterol esterase (CHE) : ≥ 200 U/L
Cholesterol oxidase (CHO) : ≥ 50 U/L
Peroxidase (POD) : ≥ 3 kU/L
Standard kolesterol : 200 mg/dL (5,2 mmol/L)
Cara kerja
1. Preparasi sampel darah
Darah yang telah diambil disentrifugasi selama 20 menit dengan
kecepatan 5000 rpm. Selanjutnya, didiamkan sampai serum terpisah.
Bagian yang jernih diambil sebagai sampel.
2. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum
Dipipet sebanyak 10 μL larutan standard kolesterol. Dicampur
dengan 1000 μL reagen CHOD-PAP dihomogenkan dan diinkubasi selama
20 menit pada suhu 20-25°C atau 10 menit pada suhu 37°C. Ukur
absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang
480-580 nm. Tentukan panjang gelombang maksimumnya.
Daftar pustaka
Anonime, 2002, Enzymatic Colorimetric Test (CHOD-PAP), CHO4046.V1
Amini, H., 2007, Pengaruh Pemberian Rebusan Daun Lidah Buaya (Aloe
bardadensis MillI terhadap Kadar HDL Kolesterol Darah Tikus Putih
Jantan Galur Sprague Dawley, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas
Ahmad Dahlan
PERCOBAAN II
ANALISIS KINETIKA ENZIM
A. Pendahuluan
Praktikum kinetika enzim ini dmaksudkan untuk mempelajari
aktvitas enzim yaitu untuk mengetahui kemampuan enzim dalam
biokatalitiknya terhadap senyawa bioaktif, maupun senyawa non bioaktif,
baik faktor yang mempercepat laju aktivitas, jenis aktivitas dari berbagai
reaksi yang terjadi serta spesifisitas senyawa atau substrat bioaktif yang
dikatalitisasi oleh enzim tersebut.
Enzim adalah protein yang sangat khusus, yang memiliki aktivitas
katalitik. Enzim memiliki tenaga katalitik yang luar biasa, yang biasanya
jauh lebih besar dari katalisator sintetik. Spesifisitas enzim sangat tinggi
terhadap substratnya, enzim mempercepat reaksi kimiawi spesifik tanpa
pembentukan produk samping. Molekul ini berfungsi di dalam larutan
encer pada suhu dan pH normal, hanya sedikit katalisator non-biologi yang
mempunyai sifat-sifat ini.
Pada beberapa penyakit, terutama gangguan genetik yang menurun,
mungkin terdapat kekurangan atau bahkan kehilangan satu atau lebih enzim
pada jaringan. Pada keadaan abnormal lainnya, aktivitas yang berlebihan
dari suatu enzim tertentu, kadang-kadang dapat dikontrol oleh obat yang
dibuat untuk menghambat aktivitas katalitiknya.
Pengukuran aktivitas enzim tertentu pada plasma darah, sel darah
merah, atau jaringan; penting bagi diagnosa penyakit. Enzim merupakan
unit fungsional dari metabolisme sel. Enzim bekerja secara teratur, enzim
mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menguraikan molekul nutrien.
Reaksi yang menyimpan dan mengubah energi kimiawi serta yang
membuat makromolekul sel dari prekursor sederhana.
Aktivitas di atas merupakan ilmu tentang kinetika enzim.Penelitian
terhadap spesifisitas enzim menunjukkan bahwa molekul substrat harus
memiliki dua ciri struktural yang jelas. Pertama ialahikatan kimiawi
spesifik yang dapat diserang oleh enzim.Kedua adalah gugus fungsional
(gugus pengikat/ pengarah) yang berikatan dengan enzim dan mengarahkan
molekul substrat tepat pada sisi aktif, sehingga ikatan yang rapuh tetapi
tepat terletak pada posisi yang berikatan dengan gugus katalitik enzim.
Adapun penghambat enzim terdapat 2 jenis yaitu: reversibel (dapat
balik) kompetitif dan non-kompetitif. Penghambat enzim reversibel telah
memberikan banyak informasi penting mengenai struktur sisi aktif berbagai
enzim. Suatu penghambat kompetitif berkompetisi dengan substrat untuk
berikatan dengan sisi aktif enzim, namun setelah terikat tidak dapat diubah
oleh enzim tersebut.
maksimum. Pada batas ini, yang disebut kecepatan maksimum tidak dapat
berfungsi lebih cepat. Pada keadaan kecepatan maksimum (Vmaks), enzim
menjadi jenuh oleh substratnya. Apabila dibalik ditemukan persamaan baru
sebagai berikut:
1 [S] + KM
=
V0 Vmaks [S]
1 [S] KM
= +
V0 Vmaks [S] Vmaks [S]
1 KM 1 1
= X +
V0 Vmaks [S] Vmaks
Suhu Optimum
30 40
Pepsin
pH optimum
1 2 3 4 5 6 pH
Gambar 27. Reaksi antara asam amino denga reagen Follin Ciocalteu
Bahan :
1. Larutan 20% asam trikloroasetat (TCA). Larutan ini harus disimpan
dalam lemari es sehingga tetap baik untuk beberapa bulan.
2. Larutan 1% (b/v) kasein, larutkan 1 g kasein dalam 100 mL 0,1 M
bufter fosfat (pH=8,0) dengan dipanaskan di atas air mendidih selama
20 menit. Bila perlu tambahkan aquades untuk mengganti air yang
menguap. Simpan larutan ini di lemari es,setelah 10 hari hendaknya
jangan dipakai lagi.
3. Larutan 0,1 M buffer fosfat (pH=8,0), timbang NaH2PO4 yang
diperhitungkan untuk membuat 250 mL buffer. NaH2PO4 dilarutkan
dalam air (±200 mL) dan tambahkan 0,5 N NaOH, bertetes-tetes
sampai pH-nya tepat 8,0. Pengukuran pH dilakukan menggunakan pH
meter. Larutan dipindahkan kedalam labu takar 250 mL dan
ditambahkan air sampai garis. Larutan buffer ini disimpan dalam lemari
es.
Daftar pustaka
Lehninger, A.L., 1997, Dasar-dasar Biokimia, Diterjemahkan oleh
Thenawidjaja, M., Jilid 1, Pernerbit Erlangga, Jakarta.
Poedjiadi, A. dan Supriyanti, T., 2006, Dasar-dasar biokimia, Edisi Revisi,
UI Press, Jakarta.
Murray, R.K, Granner, DK., Mayes, P.A., Rodwell, V.W., 2000, Harper’s
Biochemistry, International Edition, 25th edition, Prentice Hall Press.
Sulistyowati, E., 2006, Petunjuk Praktikum Biokimia, Fakultas Farmasi
Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.
PERCOBAN III
ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF LIPIDA
A. Pendahuluan
Secara definitif, lipida diartikan sebagai semua bahan organik yang
dapat larut dalam pelarut-pelarut organik yang memiliki kecenderungan
nonpolar. Lipida dapat dikelompokkan berdasar struktur kimia tertentu
sebagai berikut: kelompok trigliserida (lemak, minyak, asam lemak),
kelompok turunan asam lemak (lilin, aldehid asam lemak dan lain-lain),
fosfolipid dan serebrosida (termasuk glikolipida), sterol-sterol dan steroida
(kolesterol), karotenoida, dan kelompok lipida lain.
1. Trigliserida
Trigliserida merupakan kelompok lipida yang terdapat paling
banyak dalam jaringan hewan dan tanaman. Trigliserida dalam tubuh
manusia bervariasi jumLahnya tergantung dari tingkat kegemukan
(obesitas) seseorang dan dapat mencapai beberapa kilogram. Jaringan
tanaman umumnya mengandung trigliserida sedikit, kecuali bagian-bagian
tanaman tertentu yang menjadi tempat cadangan makanan misalnya buah
dan biji yang dapat mengandung trigliserida cukup tinggi sampai mencapai
puluhan persen. Biji jarak misalnya mengandung minyak 50–60% dari
berat kering biji (dry basis).
Trigliserida merupakan kelompok lipid sederhana, bersifat non-
polar hidrofobik dan tidak larut dalam air. Secara kimiawi trigliserida
merupakan ester asam lemak dan gliserol, dimana tiga molekul asam lemak
bergabung dengan satu molekul gliserol. Di alam, ketiga molekul asam
lemak dalam trigliserida umumnya berbeda, sebagian berupa asam lemak
jenuh dan sebagian asam lemak tidak jenuh.
Trigliserida dipakai dalam tubuh terutama untuk menyediakan
energi bagi berbagai proses metabolik, suatu fungsi yang hampir sama
dengan karbohidrat. Akan tetapi, beberapa lipid terutama kolesterol,
fosfolipid, dan sejumLah kecil trigliserida dipakai di seluruh tubuh untuk
membentuk membran dari semua sel dan untuk melakukan fungsi-fungsi
seluler yang lain. Sebagian besar triglserida disintesis di hati, tetapi juga
disintesis di jaringan adiposa tetapi dalam jumLah yang lebih sedikit.
Trigliserida yang dibentuk di hati kemudian ditranspor oleh lipoprotein ke
jaringan adiposa sampai tubuh memerlukan energi.
Secara umum, bentuk trigliserida lemak dan minyak adalah sama,
Tujuan Umum
(2) Mengetahui beberapa sifat kimia-fisika lipida
(3) Memahami prinsip dasar metode analisis kualitatif lipida
1. Uji akrolein
Uji akrolein adalah uji untuk menentukan adanya gliserol. Metode
ini berdasarkan reaksi hidrolisis minyak/ lemak dengan KHSO4
menghasilkan asam lemak dan gliserol. Gliserol yang dihasilkan
selanjutnya mengalami oksidasi menjadi akrolein.
Gambar 13. Reaksi adisi ikatan rangkap asam lemak tidak jenuh oleh brom
3. Uji peroksida
Uji peroksida disebut juga dengan uji ketengikan. Uji ini untuk
4. Uji penyabunan
Metode ini digunakan untuk mengetahui terjadinya reaksi hidrolis
minyak oleh alkali (saponifikasi). Minyak/ lemak dapat terhidrolisis oleh
alkali (NaOH/ KOH) menghasilkan garam asam lemak (sabun) dan
gliserol.
Prosedur
a. Masukkan 5 mL sampel minyak ke dalam Erlenmeyer
b. Tambahkan 10 mL KOH alkoholis 5,6 %
c. Panaskan di atas penangas air sampai mendidih selama 15 menit.
d. Untuk mengetahui reaksi penyabunan telah sempurna, ambilah 3 mL
larutan, kemudian larutkan kedalam air secukupnya, bila larut maka
reaksi telah sempurna. Kocok dengan kuat, jika berbusa berarti sabun.
e. Tulis hasil percobaan dalam bentuk tabel!
Tujuan Percobaan
Penentuan angka asam pada beberapa sampel minyak.
Tugas :
a. Hitung besarnya angka asam dan kadar asam lemak bebas (% FFA)!
Tujuan Percobaan
Penentuan angka penyabunan pada beberapa sampel minyak.
Tugas :
a. Hitung besarnya angka penyabunan !
b. Bahas di pembahasan BM minyak/ lemak berdasarkan hasil praktikum,
bandingkan dengan angka penyabunan referensi !
c. Tulis reaksi yang terjadi !
Tujuan Percobaan
Penentuan angka Iodium pada beberapa sampel minyak.
PERCOBAAN IV
Dasar Metode
Kreatinin dapat membentuk warna merah dengan asam pikrat
dalam suasana alkali. Reaksi yang terjadi adalah adisi alkohol (nukleofilik)
antara kreatinin dan asam pikrat membentuk senyawa dengan sistem
konjugasi yang lebih panjang. Warna merah yang terbentuk dicari serapan
maksimumnya pada λ 480–570 nm.
∆A = A2 – A1
Referensi :
Jenis Sampel Lelaki Wanita
Serum/Plasma 0,7 –1,2 mg/dL 0,5 – 0,9 mg/dL
62 –106mol /L 44 – 80mol /L
Urin 14 – 26 mg/kg/24 jam 11 – 20 mg/kg/24 jam
124 – 230 mg/mol /kg/24 97 – 177 mg/mol
jam /kg/24 jam
Creatinine 98 – 156 mL/min/1.73 m2 95 – 160 mL/min/1.73
clearance m2
Tujuan praktikum :
Menetapkan kadar kreatinin darah atau urin dengan menggunakan
metode kolorimetri non-enzimatik
Alat
Gelas/ teplon polistiren, mikro pipet, labu ukur, spektrofotometer
visibel.
Cara kerja
1. Preparasi sampel
Sampel urin : 1 mL ditambahkan 49 mL aquadest.
2. Penetapan kadar (Cara 1)
a. Pipet sebanyak 50 µL sampel kedalam tabung reaksi.
b. Tambahkan pereaksi kreatinin sebanyak 1000 µL.
c. Baca aborbansinya setelah 1 menit (A1) dan 2 menit (A2) dengan
spektrofotometer pada λmaks yang telah dicari terlebih dahulu.
d. Sebagai blanko : 50 µL aquades dan 1000 µL pereaksi kreatinin.
e. Untuk pembacaan serapan larutan standard sama seperti sampel.
f. Interpretasikan hasil dengan data klinik referensi (hubungkan dengan
kelainan penyakit) !
Daftar pustaka
Anonime, 2002, Enzymatic Colorimetric Test (CHOD-PAP),
CHO4046.V1.
Anoname, Diagnostics 2008-2009 Product Catalog, © 2001-2009 Sciteck,
Inc. All Rights Reserved.
Laboratory Procedure Manual Analyte: Urinary Creatinine.
Martin H. Kroli, Nell A. Roach, Brent Poe, and Ronald J. EIIn,1987,
Mechanism of Interference with the Jaffe Reaction for Creatinine
Mechanism, CLINICALCHEMISTRY, Vol. 33, No. 7, 1129.
NHANES, Data Documentation,Lab 18–Biochemistry Profile, Correction
for Serum Creatinine for NHANES 1999-2000 is highly
recommended.