Anda di halaman 1dari 44

UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

FM-UAD-PBM-11-04/RO

MODUL PRAKTIKUM

BIOKIMIA
bagian 1
PP/FAR/PBK/03/11

Penyusun :
Dra. apt. Eddy Sulistyowati, M.S.
Dr. apt. Dwi Utami, M.Si.
apt. Warsi, M.Sc.
apt. Aprilia Kusbandari, M.Sc.
Prof. Dr. apt. Nurkhasanah, M.Si.
Dian Prasasti, M.Sc.

LABORATORIUM BIOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
2024

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA │1


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT


atas limpahan rahmat dan ridlo-Nya, sehingga Modul Praktikum Biokimia
ini dapat disusun.
Buku ini diringkas dari edisi sebelumnya, yang merupakan modul
mahasiswa farmasi dalam mempraktekkan teori yang telah diperoleh.
Materi praktikum dipilih yang berhubungan dengan biokimia klinik serta
analisis bahan makanan, meliputi karbohidrat, protein, lipida, kolesterol,
kreatinin, enzim dan isolasi DNA dari daging sapi.
Buku modul ini disusun supaya dapat dijadikan sebagai pedoman
dalam pelaksanaan praktikum serta menjadi salah satu sumber belajar ilmu
biokimia terutama dalam kajian analisis biokimia klinik yang bermanfaat
dalam memahami suatu penyakit degeneratif. Selain itu, diharapkan
mahasiswa akan lebih mudah mempelajari dan mempraktekkan ilmu
analisis biokimia klinik serta lebih termotivasi untuk menggali informasi
lebih luas.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan buku modul ini masih
banyak kekurangan. Kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan
demi kesempurnaan buku petunjuk ini.

Yogyakarta, 2 Maret 2024

Team Penyusun
Laboratorium Biokimia
Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan

2│PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................................


KATA PENGANTAR ..........................................................................................................
DAFTAR ISI .......................................................................................................................
Tata Tertib Praktikum ...........................................................................................................
Petunjuk Umum Keselamatan Kerja di Laboratorium ..........................................................
Teknik Penyiapan Sampel Darah Dan Urin............................................................... ...........

PERCOBAAN I.a Analisis Kuantitatif Glukosa (GOD-PAP) ..............................................


PERCOBAAN I.b ANALISIS KOLESTEROL ..................................................................

PERCOBAAN II. ANALISIS KINETIKA ENZIM


Pengaruh Konsentrasi Substrat terhadap Aktivitas Enzim (Tripsin) ................................
PERCOBAAN III. ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF LIPIDA
A. Analisis Kualitatif Lipida .......................................................................................
B. Analisis Kuantitatif Lipida .....................................................................................
1. Penentuan Angka Asam ....................................................................................
2. Penentuan Angka Penyabunan ..........................................................................
3. Penentuan Angka Iodium ..................................................................................

PERCOBAAN IV. ANALISIS KREATININ


A. Penetapan Kadar Kreatinin Metode Non Enzimatik...........................................

PERCOBAAN VI. ISOLASI DNA DARI DAGING SAPI DAN UJI


KEMURNIANNYA SECARA KUANTITATIF .............................................................

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA │3


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

TATA TERTIB PRAKTIKUM BIOKIMIA

Tata tertib bagi mahasiswa yang mengikuti Praktikum Biokimia,


antara lain:
1. Mahasiswa wajib mengikuti semua rangkaian acara praktikum, yaitu :
asistensi, general test, pretest, praktikum dan menyusun laporan.
2. Pretest dilakukan sebelum praktikum.
3. Bagi mahasiswa yang belum pretest, tidak diperkenankan untuk
praktikum.
4. Apabila sewaktu jadwal pretest mahasiswa tidak bisa hadir, maka harus
disertai surat keterangan ijin dan mahasiswa tersebut dapat meminta
pretest kepada asisten dosen masing-masing di hari lain.
5. Pada saat pretest, mahasiswa diwajibkan untuk membuat laporan
sementara seperti yang tertulis di Buku Lembar Kerja Praktikum
Biokimia yang ditulis tangan.
6. Mahasiswa hadir 15 menit sebelum praktikum dimulai, toleransi
keterlambatan maksimum adalah 30 menit.
7. Bagi mahasiswa yang tidak dapat mengikuti praktikum pada jadwalnya,
dapat inhal di hari lain dengan menunjukkan surat keterangan ijin.
8. Akhir praktikum akan diadakan responsi, dengan persyaratan
mahasiswa mengikuti acara praktikum ± 75 %.

4│PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

PETUNJUK UMUM
KESELAMATAN KERJA DI LABORATORIUM

1. Dilarang makan dan minum dalam ruang laboratorium karena beberapa


bahan kimia/ biologis yang digunakan bersifat racun, mengandung
kuman penyakit yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan.
2. Mahasiswa praktikan wajib menggunakan jas laboratorium, sarung
tangan karet, masker, dan sepatu tertutup.
3. Pemindahan asam/ basa kuat, bahan mudah menguap (eter, kloroform
atau bahan beracun lainnya) dilakukan di lemari asam.
4. Apabila terjadi kontak dengan bahan-bahan berbahaya, korosif atau
beracun, segera bilas dengan air sebanyak-banyaknya dan segera lapor
kepada pengawas praktikum.
5. Berhati-hatilah bila bekerja dengan sampel biologis seperti darah, urin,
saliva; karena kemungkinan dapat mengandung kuman atau virus
berbahaya seperti HIV, Hepatitis. Oleh karena itu sebaikknya :
a. Gunakan sarung tangan karet sekali pakai terutama apabila ada luka,
b. Hindari kemungkina tertusuk jarum,
c. Cuci tangan segera atau anggota badan yang kontak atau terpecik
darah, saliva, urin (cuci menggunakan sabun antiseptik),
d. Buang bahan yang mengandung darah dalam wadah plastik tertutup
rapat,
e. Cuci alat-alat laboratorium dengan sabun dan sterilkan dengan
merendamnya dalam larutan natrium hipoklorit 0,5% selama 30
menit,
f. Bersihkan meja laboratorium dengan air sabun serta dengan larutan
natrium hipoklorit 0,5%.

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA │5


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

PENDAHULUAN
TEKNIK PENYIAPAN SAMPEL DARAH DAN URIN

A. Sampel Darah
Darah yang digunakan untuk tujuan pemeriksaan hematologi
biasanya adalah darah kapiler atau darah vena. Untuk mendapatkan darah
kapiler yang akan diperiksa diperlukan sebuah alat yang ujungnya tajam
serta melebar seperti lancep. Lancep darah yang digunakan sebaiknya
dibuat untuk sekali pakai (disposable). Sedangkan untuk mengambil darah
vena dipergunakan jarum dan semprit. Jarum yang dipergunakan adalah
cukup besar, ujungnya runcing, lurus, dan tajam. Dianjurkan memakai
jarum dan semprit untuk sekali pakai (disposable). Jarum dan semprit
hendaknya dibuang/ dimusnahkan setelah dipakai, untuk menghindari
penularan kuman penyakit, virus dan bakteri berbahaya. Janganlah
mencoba mensterilkan alat-alat tersebut untuk tujuan pemakaian berulang.
Semprit yang banyak digunakan untuk pemeriksaan hematologi berukuran
2 dan 5 mL. Dianjurkan pula menggunakan ”jarum-tabung steril”
(Vacutainer, Vwnoject) yaitu jarum yang dilengkapi dengan tabung gelas
hampa dimana pada waktu melakukan fungsi vena, darah terisap ke dalam
tabung tersebut. Alat ini dipergunakan sekali pakai. Pemakaian alat ini
memberikan keuntungan tambahan yaitu darah yang diperoleh dalam
keadaan tidak tercemar.

1. Cara memperoleh darah untuk analisis hematologi


a. Darah kapiler
Untuk mengambil darah kapiler orang dewasa pakailah ujung jari
atau anak daun telinga; pada bayi dan anak kecil boleh menggunakan tumit
atau ibu jari kaki. Tempat yang dipilih tersebut tidak boleh menimbulkan
gangguan peredaran darah seperti cyanosis atau pucat. Prosedur
pengambilan darah kapiler sebagai berikut :
1) Bersihkanlah tempat/ bagian tubuh yang akan diambil darahnya dengan
alkohol 70% dan biarkan sampai kering.
2) Peganglah bagian yang akan ditusuk supaya tidak bergerak dan tekan
sedikit supaya rasa nyeri berkurang.
3) Tusuklah dengan cepat memakai lancep steril. Pada jari tusuklah dengan
arah tegak lurus pada garis-garis sidik kulit jari, jangan sejajar dengan
itu. Bila memakai anak daun telinga tusuklah pinggirnya, jangan sisinya.
Tusukan harus cukup dalam supaya darah mudah keluar. Jangan

6│PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

menekan-nekan jari atau daun telinga untuk mendapatkan cukup darah.


Darah yang diperas ke luar semacam itu telah bercampur dengan cairan
jaringan sehingga menjadi encer dan menyebabkan kesalahan
pemeriksaan.
4) Buanglah tetes darah yang pertama keluar dengan sepotong kapas steril
kering. Tetesan darah berikutnya boleh dipakai untuk pemeriksaan.

b. Darah vena
Pada orang dewasa, biasanya dipakai salah satu vena dalam fossa
cubiti, pada bayi vena jugularis superficialis atau pada sinus sagittalis
superior. Prosedur pengambilan darah vena sebagai berikut:
1) Bersihkan tempat atau bagian itu dengan alkohol 70% dan biarkan
sampi menjadi kering kembali.
2) Jika memakai vena dalam fossa cubiti, pasanglah ikatan pembendung
pada lengan atas dan mintalah orang itu mengepal dan membuka
tangan berki-kali agar vena jelas terlihat. Pembendungan vena tidak
perlu dengan ikatan yang terlalu erat, bahkan sebaiknya hanya cukup
untuk memperlihatkan dan menonjolkan vena saja.
3) Tegangkanlah kulit di atas vena itu dengan jari tang kiri supaya vena
tidak bergerak.
4) Tusuklah kulit dengan jarum dan sempit dengan tangan kanan sampai
ujung jarum masuk ke dalam lumen vena.
5) Lepaskan atau renggangkan pembendungan dan perlahan-lhan tarik
penghisap semprit sampai jumLah yng dikehendaki.
6) Lepaskan pembendung jika masih terpasang.
7) Taruh kapas steril di ats jarum dan cabutlah semprit dan jarum
tersebut.
8) Mintalah kepada orang yang diambil darahnya untuk terus menekan
bagian yang ditusuk dengan kapas itu selama beberapa menit.
9) Angkatlah jarum dari semprit dan alirkan (jangan menyemprotkannya)
darah ke dalam wadah atau tabung yang tersedia melalui dinding.
10) Buanglah jarum dn semprit yang sudah terpakai ke dalam wadah
khusus yang tersedia, yang selanjutnya jarum dan semprit itu
dimusnahkan.

2. Antikoagulansia untuk pemeriksaan hematologi


Agar darah yang akan diperiksa tidak membeku dapat dipergunakn
beberapa antikoagulan. Tidak semua antikoaguln dapat dipakai karena ada
yang terlalu banyak berpengaruh terhadap bentuk eritrosit atau leukosit

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA │7


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

yang akan diperiksa morfologinya. Beberapa koagulan yang dapat dipakai


sebagai berikut:
a. EDTA ( ethylenediamine tetra acetate) sebagai garam natrium atau
kaliumnya. Garam-garam ini mengubah ion kalsium dari darah menjadi
bentuk non-ion. EDTA tidak berpengaruh terhadap besar dan bentukny
eritrosit dan tidak juga terhadap bentuk leukosit. Selain itu, EDTA
mencegah trombosit bergumpal, karena itu EDTA sangat baik dipakai
sebagai antikoagulan pada saat menghitung trombosit. Setiap 1 mg
EDTA mencegah pembekuan 1 mL darah. Hindarkan menggunakan
EDTA dalam jumLah berlebih, penggunaan EDTA lebih dari 2 mg/ mL
darah maka nilai hematokrit menjadi lebih rendah. EDTA sering dipakai
dalam bentuk larutan 10%. Kalau ingin menghindari terjadinya
pengencern darah, serbuk EDTA kering dapat dipakai, namun perlu
menggojok wadah berisi darah dan EDTA selama 1-2 menit karena
serbuk EDTA agak sukar larut.
b. Heparin berdaya sebagai antitrombin, tidak berpengaruh terhadap
bentuk eritrosit dan leukosit. Heparin jarang dipakai karena mahal
harganya. Setiap 1 mg heparin mencegah membekunya 10 mL darah.
Heparin boleh dipakai sebagai larutan atau serbuk keringnya.
c. Natrium sitrat dalam larutan 3,8%, yaitu larutan yang isotonik dengan
darah. Dapat dipakai untuk beberapa macam percobaan hemoragik dan
laju endap darah metode Westergren.
d. Campuran amonium oksalat dan kalium oksalat (campuran oksalat
seimbang), dapat dipakai dalam keadaan kering agar tidak
mengencerkan darah yang diperiksa. Apabila menggunakan amonium
oksalat tersendiri, eritrosit membengkak sedangkan jika menggunakan
kalium oksalat tersendiri menyebabkan eritrosit mengerut. Campuran
kedua garan tersebut dalam perbandingan 3:2, tidak mempengaruhi
besarnya eritrosit tetapi berpengruh pada morfologi leukosit. Larutan
pokok: amonium oksalat 12 gram, kalium oksalat 8 gram, ditambahkan
aquades sampai volume 1000 mL. Botol atau tabung yang dipergunakan
untuk menampung darah diisi dengan 0,2 atau 0,5 mL larutan oksalat
dan dikeringkan pada suhu kurang dari 700C.Botol tersebut diisi 2 atau 5
mL darah untuk pemeriksaan hematologi.

3. Darah oksalat dan EDTA untuk pemeriksaan hematologi


a. Cara membuat darah oksalat
1) Sediakanlah botol atau tabung yang telah diisi campuran oksalat
seimbang yang kering untuk 2 atau 5 mL darah.

8│PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

2) Alirkan 2 atau 5 mL darah vena ke dalam botol tersebut dari semprit


tanpa jarum.
3) Tutuplah botol, darah dan oksalat segera dicampur dengan cara
membolak-balik botol tersebut selama 30 detik/ lebih.
4) Ambilah darah untuk pemeriksaan langsung dari botol itu, tutup botol
itu segera setelah mengmbil darah. Bila pemeriksaan tidak dapat
dilkukan segera, simpanlah botol itu dalam lemari es dan bila ingin
menggunakan biarkan dalam suhu kamar terlebih dahulu sebelum
diperiksa.
Darah oksalat dapat dipakai untuk bermacam-macam pemeriksaan,
seperti penetapan kadar hemoglobin, menghitung leukosit, eritrosit,
trombosit dan retikulosit, penetapan laju endap darah menurut Wintrobe,
nilai hematokrit, dll. Darah oksalat tidak baik digunakan untuk membuat
sediaan apus, karena menyebabkan perubahan bentuk pada inti leukosit.
Pemeriksaan dengan mengunakan darah oksalat sebaiknya jangan ditunda-
tunda karena adakalanya eritrosti-eritrosit cenderung menggumpal sehingga
menyukarkan perhitungan eritrosit dan berpengaruh kepada laju endap
darah. Kalau pun harus menunda sebaiknya diperhatikan ketentuannya
sebagai berikut : untuk pemeriksaan kadar hemoglobin, jumLah leukosit
dan eritrosit maksimal disimpan dalam waktu 24 jam; untuk hematokrit,
retikulosit dan laju endap darah maksimal 3 jam; dan untuk trombosit
maksimal 1 jam.

b. Cara membuat darah EDTA


1) Sediakanlah botol atau tabung yang telah diisi 2 mg EDTA
2) Alirkan 2 mL darah vena ke dalam botol itu dari semprit tanpa jarum
3) Tutuplah botol dan segeralah memcampur darah dan EDTA dengan cara
membolak-balik botol itu selama 60 detik/ lebih.
4) Ambilah darah untuk pemeriksaan langsung dari botol itu, tutuplah
botol itu segera setelah mengmbil darah. Bila pemeriksaan tidak dapat
dilkukan segera, simpanlah botol itu dalam lemari es dan bila ingin
menggunakan biarkan dalam suhu kamar terlebih dahulu sebelum
diperiksa.
Darah EDTA dapat dipakai untuk beberapa macam pemeriksaan
hematologi, seperti penetapan kadar hemoglobin, hitung jumLah leukosit,
eritrosit, trombosit, retikulosit, hematokrit, penetapan laju endap darah
menurut Westergren dan Wintrobe, tetapi tidak dapat dipakai untuk
percobaan hemoragik dan pemeriksaan faal trombosit. Pemeriksaan dengan
memakai darah EDTA sebaiknya dilakukan segera, hanya kalau perlu boleh

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA │9


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

disimpan dalam lemari es (40C). Darah EDTA yang disimpan pada suhu
40C selama 24 jam memberikan nilai hematokrit yang lebih tinggi. Untuk
membuat sediaan apus darah tepi dapat dipakai darah EDTA yang disimpan
paling lama 2 jam. Pada umumnya darah EDTA dapat disimpan 24 jam di
dalam lemari es tanpa mengakibatkan terjadinya penyimpangan yang
bermakna, kecuali untuk jumLah trombosit dan nilai hematokrit.
4. Kesalahan umum dalam cara memperoleh darah
a. Kesalahan pada pengambilan darah kapiler
Susunan darah yang diambil untuk pemeriksaan mungkin berubah
oleh salah tindakan pada saat mengambil darah. Kesalahan-kesalahan pada
pengambilan darah kapiler yang sering terjadi diantaranya sebagai berikut :
1) Mengambil darah dari tempat terjadinya gangguan peredaran seperti
vasokonstriksi (pucat), vasodilatasi (radang, trauma), kongesti atau
cyanosis setempat.
2) Tusukan yang kurang dalam ataupun tindakan memeras-meras supaya
darah cepat keluar.
3) Kulit yang ditusuk masih basah alkohol. Bukan saja darah itu
diencerkan tetapi darah juga akan melebar di atas kulit sehingga sukar
dipipet.
4) Tetesan darah pertama dipakai untuk pemeriksaan.
5) Terjadi bekuan dalam tetesan darah karena lambat bekerja.

b. Kesalahan pada pengambilan darah kapiler


Kesalahan-kesalahan pada pengambilan darah vena yang sering
terjadi, yaitu :
1) Menggunakan semprit atau jarum yang basah.
2) Mengenakan ikat pembendung terlalu lama atau terlalu keras berakibat
terjadinya hemokonsentrasi.
3) Terjadinya bekuan dalam semprit karena lambat bekerja.
4) Terjadinya bekuan dalam botol karena tidak dicampur dengan
antikoagulan yang semestinya digunakan.

B. Sampel Urin
1. Cara memilih sampel urin
Pemeriksaan urin tidak hanya dapat memberikan fakta-fakta
tentang ginjal dan saluran urin, tetapi juga mengenai faal berbagai organ
dalam tubuh seperti: hati, saluran empedu, pankreas, cortex adrenal, dll.
a. Urin sewaktu
Untuk bermacam-macam pemeriksaan dapat digunakan urin

10│PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

sewaktu, yaitu urin yang dikeluarkan pada satu waktu yang tidak ditentukan
secara khusus. Urin sewaktu ini biasanya cukup baik untuk pemeriksaan
rutin yang menyertai pemeriksaan badan tanpa pendapat khusus.
b. Urin pagi
Urin pagi adalah urin yang pertama-tama dikeluarkan pada pagi
hari setelah bangun tidur. Urin ini bersifat lebih pekat dari urin yang
dikeluarkan siang hari, jadi baik untuk pemeriksaan sedimen, berat jenis,
protein serta untuk test kehamilan berdasarkan adanya HGC (human
chorionic gonadotrophin) dalam urin.
c. Urin postprandial
Sampel urin ini berguna untuk pemeriksaan terhadap glukosuria,
yaitu urin yang pertama kali dilepaskan 1,5–3 jam sehabis makan. Urin
pagi tidak baik untuk pemeriksaan penyaring terhadap adanya glukosuria.
d. Urin 24 jam
Apabila diperlukan penetapan kuantitatif sesuatu zat dalam urin,
biasanya digunakan urin 24 jam. Untuk mengumpulkan urin 24 jam
diperlukan botol ukuran besar sekitar 1,5 liter/ lebih yang dapat ditutup
secara baik. Botol ini harus bersih dan memerlukan pengawet urin. Cara
mengumpulkan urin 24 jam adalah sebagai berikut: jam 7 pagi penderita
mengeluarkan urinnya, urin ini dibuang. Semua urin yang dikeluarkan
setelah jam 7 pagi ditampung beserta urin jam 7 pagi esok harinya, urin
tersebut dicampur.
e. Urin 3 gelas dan urin 2 gelas pada orang lelaki
Penampungan dengan metode ini dipakai pada pemeriksaan
urologik dan dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran tentang letaknya
radang atau lesi lain yang mengakibatkan adanya nanah atau darah dalam
urin seorang lelaki. Cara menjalankan penampungan tiga gelas dimulai
dengan instruksi kepada penderita bahwa ia tidak boleh berkemih beberapa
jam sebelum pemeriksaan dilakukan. Sediakanlah 3 gelas, sebaiknya gelas
sedimen (sedimenterglass), yaitu gelas yang dasarnya menyempit guna
mempermudah mengendapnya sedimen dan agar sedimen itu mudah
terlihat dengan mata telanjang. Penderita harus berkemih langsung ke
dalam gelas-gelas tersebut, tanpa menghentikan aliran urinnya, dengan
ketentuan sebagai berikut : Gelas pertama ditampung 20-30 mL urin yang
mula-mula keluar. Urin ini terutama berisi sel-sel dari pars anterior dan
pars prostatica urethrae yang hanyut oleh arus urin, meskipun ada juga
sejumLah kecil sel-sel dari tempat yang lebih proximal. Gelas kedua
dimasukkan urin berikutnya, kecuali beberapa mL terakhir yang

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA │11


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

dikeluarkan, urin dalam gelas kedua mengandung terutama unsur-unsur


dari kantong kencing. Beberapa mL urin yang dimasukkan pada gelas
ketiga diharapkan mengandung unsur-unsur khusus dari pars prostatica
urethae serta getah prostat yang terperas keluar pada akhir
berkemih.Sedangkan untuk mendapatkan urin 2 gelas, caranya serupa
dengan urin 3 gelas tetapi dengan perbedaan gelas ketiga ditiadakan dan
pada gelas pertama ditampung 50-75 mL urin.
2. Pengawet urin
Urin harus diperiksa semasa masih segar. Jika urin disimpan,
kemungkinan terjadi perubahan susunan oleh kuman-kuman. Kuman-
kuman biasanya ada karena urin untuk pemeriksaan biasanya dikumpulkan
tanpa melalui proses sterilisasi. Untuk meminimalisir kemungkinan
tersebut, urin disimpan pada suhu 40C, sebaiknya dalam lemari es dan
dalam botol tertutup rapat.
Kuman mengurai ureum dengan membentuk amoniak dan
karbondioksida. Amoniak menyebabkan pH urin menjadi tinggi dan
menyebabkan pengendapan kalsium dan magnesium fosfat. Reaksi ini juga
merusak silinder. Sebagian amoniak hilang ke udara sehingga urin ini tidak
bisa dipakai untuk penetapan ureum. Glukosa juga akan terurai oleh kuman
sehingga hilang dari urin. Urin yang disimpan juga dapat berubah
susunannya, misalnya asam urat dan garam-garam urat mengendap,
terutama pada suhu rendah. Urin simpanan juga dapat berubah susunannya
oleh proses oksidasi, hidrolisis atau pengaruh cahaya (fotodegradasi).
Sebelum melakukan pemeriksaan, semua bahan yang mengendap
harus dicampur lebih dulu dengan mengocok urin itu. Jika urin terpaksa
harus disimpan beberapa lama, gunakan bahan pengawet untuk
menghambat perubahan susunannya.
a. Toluena
Pengawet ini banyak digunakan. Toluena mampu menghambat
kuman terutama dalam keadaan dingin. Baik untuk mengawetkan glukosa,
aseton dan asam aseto-asetat dalam urin. Pakailah 2–5 mL toluena untuk
mengawetkan urin 24 jam, jumLah tersebut dimasukkan ke dalam botol
setiap kali ditambahkan urin, botol harus dikocok dengan baik.
b. Timol
Timol sebagai pengawet mempunyai daya seperti toluena tetapi
jumLah timol yang berlebih ada kemungkinan terjadi hasil positif palsu
pada reaksi terhadap proteinuria dengan cara pemanasan menggunakan
asam asetat.

12│PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

c. Formaldehid
Senyawa ini khusus dipakai untuk mengawetkan sedimen,
mengawetkan sedimen penting sekali bila hendak mengadakan penilaian
kuantitatif atas unsur-unsur dalam sedimen. Pakailah sebanyak 1–2 mL
larutan formaldehid 40% untuk mengawetkan urin 24 jam. Campur dengan
baik setiap kali ditambahkan urin. Namun, jika terlalu banyak dapat
mereduksi pada uji Benedict dan menggangu uji Obermeyer.
d. Asam sulfat pekat
Asam ini dipergunakan untuk mengawetkan urin guna penetapan
kuantitatif kalsium, nitrogen, dan kebanyakan zat inorganik lain. Jumlah
yang ditambahkan ialah secukupnya hingga pH urin lebih rendah dari 4,5
(kontrol dengan kertas nitrazin). Reaksi asam mencegah terlepasnya N
dalam bentuk amoniak serta mencegah terjadinya endapan kalsiumfosfat.
e. Natrium karbonat
Khusus dipakai untuk mengawetkan urobilinogen jika hendak
menentukan ekskresinya per 24 jam. Caranya masukkan kira-kira 5 gram
natrium karbonat dalam botol penampung bersama dengan beberapa mL
toluena.
Catatan : untuk pemeriksaan tertentu,urin tidak boleh ditambahkan
bahan pengawet, misalnya untuk pemeriksaan terhadap porfirin, cukup
disimpan di dalam lemari es.

Daftar pustaka
Gandasoebrata, R., 2004, Penuntun Laboratorium Klinik, cetakan ke-11,
Dian Rakyat, Jakarta.

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA │13


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

PERCOBAAN Ia
ANALISIS KUANTITATIF GLUKOSA

A. Pendahuluan
Karbohidrat terdapat dalam berbagai bentuk, termasuk gula
sederhana (monosakarida) dan unit yang kompleks (disakarida dan
polisakarida). Karbohidrat yang kita komsumsi akan dicerna menjadi
monosakarida dan diabsorpsi, terutama dalam duodenum dan jejenum
proksimal. Sesudah diabsorpsi, kadar glukosa darah akan meningkat
sementara dan akhirnya akan kembali lagi ke kadar semula. Pengaturan
fisiologis kadar glukosa darah sebagian besar tergantung dari: ekstraksi
glukosa, sintesis glikogen, dan glikogenolisis dalam hati. Selain itu,
jaringan perifer otot dan adiposa juga mempergunakan glukosa sebagai
sumber energi. Jaringan-jaringan tersebut juga berperan dalam
mempertahankan kadar glukosa darah, meskipun secara kuantitatif tidak
sebesar hati (Price & Wilson, 1995).
Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati serta
dipergunakan oleh jaringan perifer tergantung dari keseimbangan fisiologis
beberapa hormon. Insulin merupakan hormon yang menurunkan kadar
glukosa darah. Insulin dibentuk oleh sel-sel beta pulau Langerhans
pankreas. Ada beberapa hormon yang dapat meningkatkan kadar glukosa
darah, antara lain: glukagon yang disekresi oleh sel-sel alfa pulau
Langerhans, epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan
kromatin, glukokortikoid (kortikosteroid) yang disekresi oleh korteks
adrenal, dan growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior
(Price dan Wilson, 1995). Hormon-hormon tersebut membentuk suatu
mekanisme counter-regulator yang mencegah timbulnya hipoglikemia
akibat pengaturan insulin.
Kadar glukosa dalam darah merupakan faktor yang sangat penting
untuk kelancaran kerja tubuh. Kadar glukosa plasma puasa normal adalah
80–115 mg/dl. Hiperglikemik didefinisikan sebagai kadar glukosa plasma
puasa yang lebih tinggi dari 115 mg/dl, sedangkan hipoglikemikapabila
kadarnya lebih rendah dari 80 mg/dl. Dikatakan diabetes mellitus (DM) jika
kadar gula darah mencapai 200 mg/dl atau lebih.
Glukosa difiltrasi oleh glomerulus ginjal dan hampir semuanya
diabsorpsi oleh tubulus ginjal selama kadar glukosa dalam plasma tidak
melebihi 160 sampai 180 mg/100 mL. Jika kadar glukosa plasma naik
melebihi kadar ini, maka glukosa tersebut tidak dapat direabsorpsi tetapi
akan keluar bersama kemih. Keadaan ini disebut glukosuria yaitu keadaan

14│PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

ketidakmampuan ginjal untuk menyerap kembali glukosa yang telah


mengalami filtrasi di sel (Price & Wilson, 1995). Kenaikan kadar glukosa
dalam darah (hiperglikemia) timbul karena penyerapan glukosa ke dalam
sel terhambat, serta metabolismenya diganggu.
Keadaan normal, ± 50 % glukosa yang dimakan mengalami
metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 5% diubah menjadi glikogen
dan ± 30-40% diubah menjadi lemak. Pada DM semua proses terganggu,
glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga energi diperoleh dari
metabolisme protein dan lemak. Lipolisis bertambah dan lipogenesis
terhambat, maka di dalam jaringan banyak tertimbun asetil KoA. Asetil
KoA tersebut lebih banyak diubah menjadi zat keton, karena terhambatnya
siklus TCA (Tricarboxylic Acid Kreb's Cycle). Zat keton sebenarnya
merupakan sumber energi yang sangat berguna, terutama pada waktu
puasa.

B. Analisis Kuantitatif Karbohidrat


(Analisis Glukosa Darah Metode Enzymatic Photometric Test dengan
Glucose Oxidase–Phenol Aminoantipyrin = GOD–PAP)

Tujuan :
Memahami prinsip dasar penetapan kadar glukosa darah dengan
metode enzymatic photometric test GOD-PAP.

Dasar Metode
Metode penetapan kadar glukosa pada serum darah dengan metode
enzimatik ialah enzymatic photometric test dengan reagen GOD-PAP.
Enzim yang digunakan pada metode ini adalah glukosa oksidase (GOD),
peroksidase (POD), dan akseptor oksigen (Indriati, 1986). Dalam metode
ini -D-glukosa oleh glukosa oksidase diubah menjadi asam glukonat dan
hidrogen peroksida (H2O2). Hidrogen peroksida yang terjadi oleh
peroksidase dan akseptor oksigen (4-aminoantipirin dan fenol) akan diubah
menjadi quinonimin yang berwarna merah. Biasanya intensitas warna yang
terjadi berbanding lurus dengan kadar glukosa yang ada (Indriati, 1986).
Akseptor oksigen lain yang dapat digunakan dalam metode ini adalah O-
tolidin, O-dianisidin dan bensidin. Namun, ketiga senyawa tersebut bersifat
karsinogenik maka sukar didapat, sehingga digunakan fenol dan 4-
aminoantipirin (Indriati, 1986). Reaksi dapat dilihat pada gambar berikut :

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA │15


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

Gambar 9. Reaksi pembentukan warna merah pada penetapan kadar glukosa


darahmetode GOD-PAP (Indriati, 1986)

Bahan dan alat


Bahan dan peralatan yang digunakan adalah sampel darah, larutan
glukosa 100 mg/ dl, reagen kit GOD-PAP, aquades, mikropipet,
sentriufuge, spektrofotometer visibel.
Komposisi reagensia GOD-PAP :
Buffer fosfat (pH 7,5) : 250 mmol/L
Phenol : 5 mmol/L
4-Aminoantipyrin : 0,5 mmol/L
Glucoseoxidase (GOD) : ≥ 10kU/L
Peroxidase (POD) : ≥ 1kU/L
Standard : 210 mg/dL (5,55 mmol/L)

Cara Kerja
1. Preparasi sampel darah
Darah pasien diambil sebanyak ± 1,5 mL, dimasukkan ke dalam
tabung sentrifuge mikro, kemudian disentrifugasi selama 15 menit pada
putaran 4000 rpm. Serum akan terpisah dari komponen darah dan berada di
bagian atas. Serum berupa supernatan yang jernih diambil memakai pipet
berskala.
2. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum
Dipipet 10 10 μL larutan standard glukosa, dicampur dengan 1000
μL reagen GOD-PAP dihomogenkan dan diinkubasi selama 20 menit pada

16│PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

suhu 20-25°C atau 10 menit pada suhu 37°C. Ukur absorbansinya dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 500-600 nm. Tentukan
panjang gelombang maksimumnya.

3. Penetapan kadar glukosa darah


a. Dimasukkan ke dalam tabung reaksi (dengan mikro pipet) sbb :
Larutan Jumlah Reagen GOD-PAP
Serum darah 10 μL 1000 μL
(supernatan darah)
Standard glukosa 100 10 μL 10 μL
mg/dl
Aquades 10 μL 1000 μL
Replikasi : 3 kali

b. Larutan dengan formula seperti pada Tabel di atas dicampur dan


diinkubasi selama 20 menit pada suhu 20-25°C atau 10 menit pada
suhu 37°C.
c. Larutan dimasukkan ke dalam kuvet 1 cm dan dibaca absorbansinya
menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang
546 nm. Lakukan blanko terlebih dahulu. Blanko dipipet seperti yang
tertera pada Tabel.
d. Dicatat absorbansi masing-masing dan dihitung kadar glukosa darah
dalam satuan mg/dL.
e. Interpretasikan hasil perhitungan kadar glukosa darah dengan data
klinik referensi (bahas di pembahasan hasilnya normal/ hipoglikemik/
hiperglikemik ataukah DM)!

Kadar glukosa darah dihitung dengan rumus :


As
Kadar glukosa darah (C )  x 100 mg/dl
Ast
Keterangan :
C = Kadar glukosa darah
As = Absorbansisampel
Ast = Absorbansi glukosa standard

Daftar Pustaka
Indriati, 1986, Penetapan Kadar Glukosa Darah Menggunakan Metode
Anthrone Dibanding Metode Enzimatik, Skripsi, Fakultas Farmasi
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 8-9.

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA │17


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

Sutrisno, A., 2003, Efek Hipoglikemik Infusa Daun Pete (Parkia speciosa
Hask) pada Tikus Putih Jantan, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas
Ahmad Dahlan, Yogyakarta.

18│PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

PERCOBAAN Ib
ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF KOLESTEROL

A. Analisis Kualitatif Kolesterol


1. Uji Salkowski
Kolesterol dapat mengalami adisi pada ikatan rangkapnya. Adisi
dengan hidrogen membentuk dihidrokolesterol, dengan halogen
membentuk dihalida. Kolesterol memberikan reaksi warna terhadap
pereaksi Salkowski. Reaksi yang terjadi dengan uji ini ialah kolesterol
dengan asam sulfat mengalami dehidrogenasi membentuk 3,5-kolastadiena,
dalam asam sulfat berlebih terjadi sulfonasi dan terbentuk asam 3,5-
kolastadiena sulfonat. Reaksi selengkapnya tersaji pada gambar berikut ini.

Gambar 17. Reaksi Salkowski

Bahan dan alat


Serum darah, kolesterol, kloroform, asam sulfat pekat, tabung
reaksi, pipet ukut, dan pipet tetes.
Prosedur :
Ambil 10 tetes sampel, tambahkan 2 mL kloroform dan10 tetes
H2SO4 pekat, kocok tabung perlahan-lahan, biarkan lapisan terpisah, amati
warna yang terbentuk. Keterangan: mula-mula terdapat bagian yang
berwarna merah. Setelah dikocok terbentuk dua lapisan, lapisan kloroform
berwarna merah dan lapisan asam berwarna kuning dengan flouresensi
hijau. Ulangi percobaan menggunakan 0,5 % kolesterol dalam kloroform
(sebagai pembanding).

2. Uji Liberman-Burchard
Kolesterol juga memberikan reaksi warna terhadap pereaksi
Liberman-Burchard. Prinsip uji ini ialah kolesterol dengan asam asetat
anhidrida mengalami reaksi asetilasi pada gugus hidroksi (-OH) dan
terbentuk 3-asetokolesterol. Selanjutnya, terjadi reaksi sulfonasi dengan
asam sulfat membentuk senyawa asam-3-aseto-kolesterol sulfonat yang

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA │19


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

berwarna hijau. Warna hijau yang terjadi setara dengan konsentrasi


kolesterol dalam sampel. Reaksi selengkapnya dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.

Gambar 18. Reaksi Liberman-Burchard


Bahan dan alat
Sampel darah, kolesterol, asam asetat anhidrida, asam sulfat pekat,
kloroform, tabung reaksi, pipet ukut, dan pipet tetes.
Prosedur :
Sebanyak10 tetes sampel, tambahkan 2 mL kloroform, 10 tetes
asam asetat anhidrida dan 10 tetes asam sulfat pekat, maka terjadi warna
merah dengan cepat. Warna akan berubah menjadi biru kemudian hijau.
Ulangi percobaan menggunakan larutan kolesterol 0,5% dalam kloroform
(sebagai pembanding).

NB : preparasi sampel darah : Darah yang telah diambil disentrifugasi


selama 20 menit dengan kecepatan 5000 rpm. Selanjutnya, didiamkan
sampai serum terpisah. Bagian yang jernih diambil sebagai sampel.

Daftar Pustaka
Guyton, A.C., 1995, Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit,
diterjemahkan oleh Petrus Andrianto, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta. 685-686.
Harper, HA, dkk. 1984. Biokimia. Jakarta: UI Press.
Harjono Sastro Hamidjoyo. 1985. Spektroskopi Ultra Violet dan Terlihat.
Jakarta: Liberty.
Romanoff and Romanoff. 1963. The Avian Egg. New York: John Willy and
Son’s Inc.
Slamet Sudarmadji, Bambang Haryono dan Suhardi. 1989. Analisa Bahan
Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty.
Tillman, dkk. 1983. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta: UGM
Press.

20│PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

B. Analisis Kuantitatif Kolesterol


(Metode Enzimatic Photometric Test dengan Cholesterol Oxidase
Phenol Aminoantipyrin (CHOD-PAP)

Tujuan percobaan
Penetapan kadar kolesterol dalam serum menggunakan metode
enzymatic photometric test dengan Cholesterol Oxidase Phenol-
Aminoantipyrin (CHOD-PAP).
Dasar Metode
Prinsip metode ini adalah penguraian ester kolesterol dan kolesterol
secara enzimatik. Ester kolesterol oleh enzim kolesterol esterase
terhidrolisis menjadi kolesterol dan asam lemak. Kolesterol kemudian
teroksidasi menjadi kolesteron dan peroksida terkatalisis oleh enzim
kolesterol oksidase. Indikator warnanya adalah quinoneimine yang
terbentuk dari reaksi antara 4-aminoantipyrin dan fenol dengan hidrogen
peroksida yang dikatalisis oleh peroksidase. Warna merah yang terjadi
ditetapkan secara kuantitatif dengan spektrofotometer visibel pada panjang
gelombang 499 nm.

Gambar 19. Reaksi kolesterol metode CHOD-PAP

Kadar kolesterol serum darah dapat dihitung menggunakan rumus


di bawah ini.
As
Kadar kolesterol =  kadar standard (mg/dL)
Ast

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA │21


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

As
=  200 mg/dL
Ast
Keterangan: As: Absorbansi sampel; Ast: Absorbansi standard
Bahan dan Alat
Bahan
Bahan dan peralatan yang digunakan adalah sampel darah, reagen
kit CHOD-PAP, aquades, mikropipet, sentriufuge dan spektrofotometer
visibel.
Komposisi pereaksi CHOD-PAP yaitu :
Buffer (pH 6,7) : 50 mmol/L
Phenol : 5 mmol/L
4-Aminoantipyrin : 0,3 mmol/L
Cholesterol esterase (CHE) : ≥ 200 U/L
Cholesterol oxidase (CHO) : ≥ 50 U/L
Peroxidase (POD) : ≥ 3 kU/L
Standard kolesterol : 200 mg/dL (5,2 mmol/L)
Cara kerja
1. Preparasi sampel darah
Darah yang telah diambil disentrifugasi selama 20 menit dengan
kecepatan 5000 rpm. Selanjutnya, didiamkan sampai serum terpisah.
Bagian yang jernih diambil sebagai sampel.
2. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum
Dipipet sebanyak 10 μL larutan standard kolesterol. Dicampur
dengan 1000 μL reagen CHOD-PAP dihomogenkan dan diinkubasi selama
20 menit pada suhu 20-25°C atau 10 menit pada suhu 37°C. Ukur
absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang
480-580 nm. Tentukan panjang gelombang maksimumnya.

3. Penentuan kadar kolesterol


Pemeriksaan kadar kolesterol serum dilakukan dengan metode
Enzymatic Photometric Test CHOD-PAP. Larutan diambil dengan pipet
mikro dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebagai berikut:
Larutan Jumlah Reagen CHOD-PAP
Supernatan darah 10 µl 1000 µl
Standard kolesterol 10 µl 1000 µl
quades 10 µl 1000 µl
Replikasi : 3 kali

22│PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

Masing-masing dicampur, diinkubasi selama 20 menit pada suhu


20-25 C atau 10 menit pada suhu 37oC. Serapan dibaca dalam 60 menit
o

terhadap blanko pada λ maksimum 499 nm.

4. Tugas : interpretasikan hasil dengan data klinik referensi (bahas di


pembahasan dengan menghubungkan hasil yang diperoleh dengan
kelainan penyakit).

Daftar pustaka
Anonime, 2002, Enzymatic Colorimetric Test (CHOD-PAP), CHO4046.V1
Amini, H., 2007, Pengaruh Pemberian Rebusan Daun Lidah Buaya (Aloe
bardadensis MillI terhadap Kadar HDL Kolesterol Darah Tikus Putih
Jantan Galur Sprague Dawley, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas
Ahmad Dahlan

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA │23


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

PERCOBAAN II
ANALISIS KINETIKA ENZIM

A. Pendahuluan
Praktikum kinetika enzim ini dmaksudkan untuk mempelajari
aktvitas enzim yaitu untuk mengetahui kemampuan enzim dalam
biokatalitiknya terhadap senyawa bioaktif, maupun senyawa non bioaktif,
baik faktor yang mempercepat laju aktivitas, jenis aktivitas dari berbagai
reaksi yang terjadi serta spesifisitas senyawa atau substrat bioaktif yang
dikatalitisasi oleh enzim tersebut.
Enzim adalah protein yang sangat khusus, yang memiliki aktivitas
katalitik. Enzim memiliki tenaga katalitik yang luar biasa, yang biasanya
jauh lebih besar dari katalisator sintetik. Spesifisitas enzim sangat tinggi
terhadap substratnya, enzim mempercepat reaksi kimiawi spesifik tanpa
pembentukan produk samping. Molekul ini berfungsi di dalam larutan
encer pada suhu dan pH normal, hanya sedikit katalisator non-biologi yang
mempunyai sifat-sifat ini.
Pada beberapa penyakit, terutama gangguan genetik yang menurun,
mungkin terdapat kekurangan atau bahkan kehilangan satu atau lebih enzim
pada jaringan. Pada keadaan abnormal lainnya, aktivitas yang berlebihan
dari suatu enzim tertentu, kadang-kadang dapat dikontrol oleh obat yang
dibuat untuk menghambat aktivitas katalitiknya.
Pengukuran aktivitas enzim tertentu pada plasma darah, sel darah
merah, atau jaringan; penting bagi diagnosa penyakit. Enzim merupakan
unit fungsional dari metabolisme sel. Enzim bekerja secara teratur, enzim
mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menguraikan molekul nutrien.
Reaksi yang menyimpan dan mengubah energi kimiawi serta yang
membuat makromolekul sel dari prekursor sederhana.
Aktivitas di atas merupakan ilmu tentang kinetika enzim.Penelitian
terhadap spesifisitas enzim menunjukkan bahwa molekul substrat harus
memiliki dua ciri struktural yang jelas. Pertama ialahikatan kimiawi
spesifik yang dapat diserang oleh enzim.Kedua adalah gugus fungsional
(gugus pengikat/ pengarah) yang berikatan dengan enzim dan mengarahkan
molekul substrat tepat pada sisi aktif, sehingga ikatan yang rapuh tetapi
tepat terletak pada posisi yang berikatan dengan gugus katalitik enzim.
Adapun penghambat enzim terdapat 2 jenis yaitu: reversibel (dapat
balik) kompetitif dan non-kompetitif. Penghambat enzim reversibel telah
memberikan banyak informasi penting mengenai struktur sisi aktif berbagai
enzim. Suatu penghambat kompetitif berkompetisi dengan substrat untuk

24│PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

berikatan dengan sisi aktif enzim, namun setelah terikat tidak dapat diubah
oleh enzim tersebut.

Gambar 22. Interaksi substrat dan enzim

Ciri penghambat kompetitif adalah penghambatan ini dapat dibalikkan atau


diatasi hanya dengan meningkatkan konsentrasi substrat. Sebagai contoh,
jika suatu enzim dihambat sebesar 50% oleh konsentrasi tertentu dari
substrat dan penghambat kompetitif, maka dapat dikurangi persen
penghambatan dengan meningkatkan konsentrasi substrat. Penghambat
kompetitif biasanya menyerupai substrat normal pada struktur tiga
dimensinya. Adanya persamaan ini, penghambat kompetitif "menipu"
enzim untuk berikatan dengannya. Penghambatan kompetitif dapat
dianalisis secara kuantitatif oleh teori Michaelis-Menten. Rumus
Michaelis-Menten:

Rumus tersebut diperoleh dari kurva aktivitas enzim sebagai berikut :


 Kurva aktivitas enzim

Gambar 23. Aktivitas enzim versus kadar substrat


3
Reaksi akan mendekati puncak, tetapi tidak akan pernah mencapai garis

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA │25


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

maksimum. Pada batas ini, yang disebut kecepatan maksimum tidak dapat
berfungsi lebih cepat. Pada keadaan kecepatan maksimum (Vmaks), enzim
menjadi jenuh oleh substratnya. Apabila dibalik ditemukan persamaan baru
sebagai berikut:

1 [S] + KM
=
V0 Vmaks [S]

1 [S] KM
= +
V0 Vmaks [S] Vmaks [S]

1 KM 1 1
= X +
V0 Vmaks [S] Vmaks

Persamaan ini ≈ Persamaan Regresi Linier : Y = BX + A


1 1 1 KM
Y= ; X= ; A= , B=
V0 [S] Vmaks Vmaks

Kurva aktivitas enzim mempunyai sudut elevasi paling kecil,


sedang penghambatan yang tidak punya aktivitas enzimatis mempunyai
sudut elevasi KM/Vmaks paling besar.
1/V Penghambat 1/V Penghambat

Hasil hambatan Hasil hambatan

tanpa penghambat tanpa penghambat


1/Vmaks 1/Vmaks

Hambatan kompetitif Hambatan non-kompetitif

Gambar 24. Kurva hambatan kompetitif dan non kompetitif

Aktivitas enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor:


(1) Suhu. Suhu dapat mempercepat aktivitas enzim, dengan ketentuan tidak
menyebabkan denaturasi enzim (karena enzim adalah protein). Apabila
demikian suhu tersebut menjadi penghambat aktivitas, karena aktivitas
enzim berhenti. Kurva pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim tersaji
pada Gambar 25.

26│PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

Suhu Optimum

30 40

Gambar 25. Kurva pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim

(1) Konsentrasi H+ atau pH. Masing-masing enzim mempunyai pH optimal


dalam aktivitasnya. Profil aktivitas dari enzim pepsin dan 6-fosfatase
glukosa karena pengaruh pH tersaji pada Gambar 26. Enzim pepsin
menghidrolisa ikatan peptida tertentu pada protein selama pencernaan di
dalam lambung. pH cairan lambung berada di antara 1 dan 2. Sedangkan
enzim 6-fosfatase glukosa aktivitasnya di sel hati, yang menyebabkan
pelepasan glukosa ke dalam darah. pH normal sitosol sel hati kira-kira
7,2.

Pepsin
pH optimum

1 2 3 4 5 6 pH

Gambar 26. Kurva pengaruh pH terhadap aktivitas enzim

(2) Jumlah subtrat dan jenisnya. Dalam pengujian pengaruh konsentrasi


substrat terhadap aktivitas enzim; konsentrasi enzim dijaga konstan.
Pada konsentrasi substrat yang sangat rendah, kecepatan reaksipun
sangat rendah, kecepatan ini akan meningkat dengan meningkatnya
konsentrasi substrat. Pada konsentrasi tertentu, akan tercapai titik batas
yang disebut dengan kecepatan maksimum (vmaks). Setelah melewati
kecepatan maksimum enzim menjadi jenuh oleh substratnya (Gambar
23). Diketahui terdapat berbagai jenis enzim, diantaranya pengurai:

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA │27


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

protease, karbohidrase (amilase), lipase. Ada juga jenis enzim oksidase,


trasferase, ligase, reduktase, sintetase, isomerase dan siklase.

B. Pengaruh Konsentrasi Substrat terhadap Aktivitas Enzim (Tripsin)


Tujuan:
Mempelajari pengaruh konsentrasi substrat terhadap aktivitas
enzim (tripsin).
Dasar Metode
Enzim tripsin secara enzimatik mengkatalisis hidrolisis kasein
(substrat) menghasilkan asam-asam amino bebas. Enzim tripsin memotong
ikatan peptida dengan gugus karbonil pada residu lisin dan arginin
(Lehninger, 1997). Asam amino yang terpotong yang mengandung gugus
OH-fenolik (misalnya tirosin) kemudian mereduksi reagen Follin Ciocalteu
menghasilkan heteropolymolybdenum blue. Sedangkan asam amino
mengalami reaksi oksidasi kemudian membentuk struktur kuinon.

Gambar 27. Reaksi antara asam amino denga reagen Follin Ciocalteu

Bahan :
1. Larutan 20% asam trikloroasetat (TCA). Larutan ini harus disimpan
dalam lemari es sehingga tetap baik untuk beberapa bulan.
2. Larutan 1% (b/v) kasein, larutkan 1 g kasein dalam 100 mL 0,1 M
bufter fosfat (pH=8,0) dengan dipanaskan di atas air mendidih selama
20 menit. Bila perlu tambahkan aquades untuk mengganti air yang
menguap. Simpan larutan ini di lemari es,setelah 10 hari hendaknya
jangan dipakai lagi.
3. Larutan 0,1 M buffer fosfat (pH=8,0), timbang NaH2PO4 yang
diperhitungkan untuk membuat 250 mL buffer. NaH2PO4 dilarutkan
dalam air (±200 mL) dan tambahkan 0,5 N NaOH, bertetes-tetes
sampai pH-nya tepat 8,0. Pengukuran pH dilakukan menggunakan pH
meter. Larutan dipindahkan kedalam labu takar 250 mL dan
ditambahkan air sampai garis. Larutan buffer ini disimpan dalam lemari
es.

28│PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

4. Larutan tripsin, larutkan 8 mg tripsin ke dalam 20 mL 0,1 N buffer


fosfat (pH=8,0). Larutan ini di simpan dalam lemari es.Larutan akan
tetap baik paling sedikit 1 minggu.
5. Larutan 0,5 M NaOH
6. Larutan 0,5 M HCl
7. Reagen Follin Ciocalteu. Campur 100 g Na-tungstat, 25 g Na-
molibdat, 750 mL air, 50 mL asam fosfat 85 %, 100 mL HCl pekat,
150 g Lithium sulfat, 50 mL air, beberapa tetes air Brom, didihkan
15 menit dan refluks selama 10 jam. Setelah dingin encerkan
volumenya dengan air sampai tepat 1000,0 mL. Reagen dapat disimpan
di lemari es.
Alat-alat :
Tabung reaksi, pengaduk, pipet volume,pipet ukur, alat sentrifuge
klinik, tabung sentrifuge dan spektrofotometer visibel.
Cara kerja
Pre-inkubasi larutan kasien dan tripsin
a. Pre-inkubasi larutan kasein 1% sebanyak 60 mL, dengan cara sbb :
masukkan Erlenmeyer yang berisi larutan kasein ke dalam inkubator
(suhu 38oC) selama 5 menit. Diangkat dan diamkan pada suhu kamar.
b. Pre-inkubasi larutan tripsin sebanyak 35 mL: Erlenmeyer yang telah
berisi tripsin dimasukkan ke dalam inkubator (suhu 38oC) selama 5
menit. Diangkat dan diamkan pada suhu kamar.
c. Siapkan 20 tabung reaksi, 8 tabung untuk perlakuan (t20), 8 tabung
untuk kontrol (t0) dan 4 tabung sebagai blanko.
Tabung ke Kasein 1% Buffer fosfat Lar. Enzim
1. a. t20 2,0 mL 3,0 mL 2,0 mL
b. t0 2,0 mL 3,0 mL 2,0 mL
c. Blanko Aquades 2 mL 3,0 mL Aquades 2 mL
2. a. t20 3,0 mL 2,0 mL 2,0 mL
b. t0 3,0 mL 2,0 mL 2,0 mL
c. Blanko Aquades 3 mL 2,0 mL Aquades 2 mL
3. a. t20 4,0 mL 1,0 mL 2,0 mL
b. t0 4,0 mL 1,0 mL 2,0 mL
c. Blanko Aquades 4 mL 1,0 mL Aquades 2 mL
4. a. t20 5,0 mL 0 mL 2,0 mL
b. t0 5,0 mL 0 mL 2,0 mL
c. Blanko Aquades 5 mL 0 mL Aquades 2 mL

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA │29


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

Prosedur kelompok perlakuan (t20)


a. Isilah ke-8 tabung (duplo) dengan larutan kasein, tambahkan larutan
buffer fosfat 0,1 N pH=8,0. Bila perlu hangatkan sampai larut sempurna,
tambahkan larutan tripsin seperti terlihat pada Tabel.
b. Inkubasi pada suhu 38oC, selama 20 menit.
c. Tambahkan masing-masing 3 mL larutan TCA 20%, diamkan 30 menit
pada suhu rendah (air es), supaya pengendapan protein & enzim
berlangsung sempurna.
d. Campuran disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 2000 rpm.
e. Supernatan diambil 5,0 mL untuk analisis.Tambahkan 1 mL reagen
Folin Ciocalteu dan 3 mL NaOH 0,5 M. Tambahkan aquades ad 10,0
mL, diamkan selama 10 menit. Spektrofometer diblanko terlebih
dahulu. Baca serapannya dengan spektrofometer pada λ 525 nm.
f. Perlakuan blanko seperti prosedur t20.
g. Catat data absorbansi t20 dan t0 !
Prosedur kelompok kontrol (t0)
Prosedurnya sama dengan kelompok t20, tetapi urutan penambahan
kasein dan TCA dibalik. TCA ditambahkan terlebih dahulu, kemudian
dimasukkan enzim, ditunggu sesaat baru ditambahkan kasein dan
diinkubasi selama pada suhu 38oC selama 20 menit. Selanjutnya, langkah
prosedur nomor 4 dan 5.
Tugas :
a. Buat persamaan Michaelis-Menten, 1/[S] vs 1/Vo !
b. Hitung harga KM dan Vmaks dengan persamaan yang telah dibuat!
c. Buat kurva hubungan konsentrasi substrat (sumbu X) versus aktivitas
enzim (sumbu Y)!
d. Tentukan pengaruh konsentrasi substrat terhadap aktivitas enzim tripsin
(bahas di pembahasan)!

Daftar pustaka
Lehninger, A.L., 1997, Dasar-dasar Biokimia, Diterjemahkan oleh
Thenawidjaja, M., Jilid 1, Pernerbit Erlangga, Jakarta.
Poedjiadi, A. dan Supriyanti, T., 2006, Dasar-dasar biokimia, Edisi Revisi,
UI Press, Jakarta.
Murray, R.K, Granner, DK., Mayes, P.A., Rodwell, V.W., 2000, Harper’s
Biochemistry, International Edition, 25th edition, Prentice Hall Press.
Sulistyowati, E., 2006, Petunjuk Praktikum Biokimia, Fakultas Farmasi
Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.

30│PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

PERCOBAN III
ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF LIPIDA

A. Pendahuluan
Secara definitif, lipida diartikan sebagai semua bahan organik yang
dapat larut dalam pelarut-pelarut organik yang memiliki kecenderungan
nonpolar. Lipida dapat dikelompokkan berdasar struktur kimia tertentu
sebagai berikut: kelompok trigliserida (lemak, minyak, asam lemak),
kelompok turunan asam lemak (lilin, aldehid asam lemak dan lain-lain),
fosfolipid dan serebrosida (termasuk glikolipida), sterol-sterol dan steroida
(kolesterol), karotenoida, dan kelompok lipida lain.
1. Trigliserida
Trigliserida merupakan kelompok lipida yang terdapat paling
banyak dalam jaringan hewan dan tanaman. Trigliserida dalam tubuh
manusia bervariasi jumLahnya tergantung dari tingkat kegemukan
(obesitas) seseorang dan dapat mencapai beberapa kilogram. Jaringan
tanaman umumnya mengandung trigliserida sedikit, kecuali bagian-bagian
tanaman tertentu yang menjadi tempat cadangan makanan misalnya buah
dan biji yang dapat mengandung trigliserida cukup tinggi sampai mencapai
puluhan persen. Biji jarak misalnya mengandung minyak 50–60% dari
berat kering biji (dry basis).
Trigliserida merupakan kelompok lipid sederhana, bersifat non-
polar hidrofobik dan tidak larut dalam air. Secara kimiawi trigliserida
merupakan ester asam lemak dan gliserol, dimana tiga molekul asam lemak
bergabung dengan satu molekul gliserol. Di alam, ketiga molekul asam
lemak dalam trigliserida umumnya berbeda, sebagian berupa asam lemak
jenuh dan sebagian asam lemak tidak jenuh.
Trigliserida dipakai dalam tubuh terutama untuk menyediakan
energi bagi berbagai proses metabolik, suatu fungsi yang hampir sama
dengan karbohidrat. Akan tetapi, beberapa lipid terutama kolesterol,
fosfolipid, dan sejumLah kecil trigliserida dipakai di seluruh tubuh untuk
membentuk membran dari semua sel dan untuk melakukan fungsi-fungsi
seluler yang lain. Sebagian besar triglserida disintesis di hati, tetapi juga
disintesis di jaringan adiposa tetapi dalam jumLah yang lebih sedikit.
Trigliserida yang dibentuk di hati kemudian ditranspor oleh lipoprotein ke
jaringan adiposa sampai tubuh memerlukan energi.
Secara umum, bentuk trigliserida lemak dan minyak adalah sama,

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA │31


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

tetapi wujudnya berbeda. Dalam pengertian sehari-hari, disebut lemak jika


berwujud padat dan disebut minyak jika berwujud cair dalam suhu kamar.
Minyak nabati sebagian besar berwujud cair karena mengandung
sejumLah asam lemak tidak jenuh seperti asamLemak oleat
(C17H33COOH), asam linoleat (C17H31COOH), dan asam linoleat
(C17H29COOH). Sebaliknya, asam lemak hewani umumnya dalam suhu
kamar berwujud padat karena banyak mengandung asam lemak jenuh
seperti asam stearat (C17H35COOH) dan asam palmitat (C15H31COOH).
Asam lemak jenuh mempunyai titik lebur lebih tinggi daripada asam lemak
tidak jenuh.
2. Kolesterol
Kolesterol adalah senyawa sterol (steroid yang bersifat alkohol) tak
jenuh dengan rumus molekul C27H46O. Senyawa ini merupakan konstituen
dari batu empedu dan kuning telur, juga terdapat sebagai deposit pada
dinding pembuluh darah. Senyawa ini banyak terdapat dalam organ tubuh
lainnya. Kolesterol terdapat dalam jaringan hewan dan tidak terdapat pada
tumbuhan. Kolesterol berbentuk kristal putih, tidak berasa, tidak berbau.
Kolesterol memiliki struktur sebagai berikut:

Gambar 11. Struktur kolesterol

Kolesterol memiliki fungsi sebagai prekursor beberapa macam


hormon steroid dan sebagai prekursor dalam pembentukan asam folat.
Selain itu kolesterol sangat diperlukan dalam perkembangan embrio.
Mengingat fungsinya yang penting dalam tubuh, maka kandungan
kolesterol di dalam tubuh harus cukup. Namun kolesterol juga
mengakibatkan gangguan bagi tubuh jika berlebihan dalam
darah.Kelebihan kandungan kolesterol dalam darah dapat mengakibatkan
aterosklerosis (pengerasan pembuluh arteri). Ciri-cirinya ialah adanya
pengumpulan lipida khususnya ester kolesterol pada arteri.
a. Sifat fisika kolesterol
Kolesterol tidak larut dalam air dan sangat sedikit larut dalam
alkohol dingin, tetapi larut dalam alkohol panas. Kolesterol larut dalam
larutan sabun dan mudah larut dalam garam empedu, eter, kloroform, dan
aseton. Kolesterol merupakan kristal putih dan padat, tidak berbau dan
tidak berasa. Apabila dilarutkan dalam lemak atau minyak untuk mengikat

32│PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

air cenderung membentuk emulsi air. Kolesterol memiliki titik lebur


148,5C dan titik didih 360C serta berat jenis 1,03.
b. Sifat kimia kolesterol
Sifat kimia kolesterol berhubungan dengan gugus hidroksi dan
ikatan rangkap. Gugus hidroksi akan membentuk ester dengan asam lemak
dalam pembuluh darah dan jaringan. Pada reaksi oksidasi, kolesterol
berubah menjadi keton. Di udara terbuka dan sinar matahari, kolesterol
akan teroksidasi secara lambat menjadi senyawa yang mempunyai titik
lebur lebih rendah dan berubah sifat reaksinya.
Pengetahuan mengenai kadar kolesterol dan trigliserida dalam
serum darah dapat digunakan untuk mendiagnosis jenis lipoprotein mana
yang meningkat, sehingga bermanfaat dalam menegakkan diagnostik
genetik. Jika kadar kolesterol naik sedang trigliserida normal, maka hal ini
hampir selalu disebabkan oleh kenaikan kadar LDL (Low Density
Lipoprotein) dan merupakan hiperkolesterolemia poligenik. Jika terjadi
peningkatan kadar trigliserida (200-800 mg/dl) dengan kadar kolesterol
normal, maka hal ini hampir selalu menunjukkan adanya kenaikan VLDL
(Very Low Density Lipoprotein) (Suyatna dan Handoko, 1995).

B. Analisis Kualitatif Lipida

Tujuan Umum
(2) Mengetahui beberapa sifat kimia-fisika lipida
(3) Memahami prinsip dasar metode analisis kualitatif lipida

1. Uji akrolein
Uji akrolein adalah uji untuk menentukan adanya gliserol. Metode
ini berdasarkan reaksi hidrolisis minyak/ lemak dengan KHSO4
menghasilkan asam lemak dan gliserol. Gliserol yang dihasilkan
selanjutnya mengalami oksidasi menjadi akrolein.

Gambar 12. Reaksi pembentukan akrolein

Bahan dan Alat


Minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak biji bunga matahari,

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA │33


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

minyak krengseng, lemak, gliserol, KHSO4, pemanas Bunsen, tabung


reaksi, penjepit tabung, pipet ukur dan pipet tetes.
Prosedur
a. Sebanyak 1 mL minyak ditambahkan 0,5 gram KHSO4 di dalam mortir,
homogenkan.
b. Pindahkan ke dalam tabung reaksi kering lalu panaskan di atas api
Bunsen, mula-mula dengan api kecil kemudian dengan api besar
c. Perhatikan bau yang tercium.
d. Ulangi percobaan dengan gliserol (sebagai pembanding).

2. Uji ketidakjenuhan minyak lemak


Uji ini bertujuan untuk mengetahui sifat ketidakjenuhan minyak
atau lemak. Metode ini berdasarkan pada struktur kimia minyak atau lemak
yang dapat tersusun oleh asam lemak tidak jenuh/ jenuh berdasarkan ada/
tidaknya ikatan rangkap. Asam lemak tidak jenuh (punyai ikatan rangkap)
dapat menghilangkan larutan brom karena dapat bereaksi adisi dengan
brom.

Gambar 13. Reaksi adisi ikatan rangkap asam lemak tidak jenuh oleh brom

Bahan dan Alat


Minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak biji bunga matahari,
minyak krengseng, lemak, kloroform, larutan brom, tabung reaksi, pipet
ukur dan pipet tetes.
Prosedur
b. Masukkan 2 tetes sampel minyak/ lemak ke dalam tabung reaksi
c. Tambahkan 2 mL kloroform
d. Tambahkan setetes demi tetes larutan brom sambil dikocok hingga
jenuh (warna merah dari larutan brom tidak hilang)
e. Hitung jumlah tetesan brom yang dibutuhkan untuk menghasilkan
warna merah yang sama dan bandingkan antar sempel uji
f. Bahas di pembahasan sampel mana yang membutuhkan larutan brom
paling banyak (sampai terjadi warna merah), yang menunjukkan
minyak/ lemak paling tidak jenuh.

3. Uji peroksida
Uji peroksida disebut juga dengan uji ketengikan. Uji ini untuk

34│PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

mengetahui tingkat kerusakan lemak/ minyak karena peristiwa oksidasi dan


hidrolitik. Proses oksidasi minyak lemak menghasilkan peroksida, asam
lemak, aldehid dan keton. Bau tengik yang terjadi karena pembentukan
aldehid/ keton dari asam lemak. Prinsip reaksi pada uji ini ialah lemak
teroksidasi menjadi peroksida (H2O2). H2O2 yang terbentuk kemudian
mengoksidasi Kalium Iodida (KI) dan akan dibebaskan I2. Semakin tengik
suatu minyak, intensitas warna kuning-merah yang terbentuk semakin
pekat.
Lemak/ minyak teroksidasi  H2O2
H2O2 + 2KI  I2 (kuning-merah) + 2KOH
Gambar 14. Reaksi oksidasi minyak/lemak

Bahan dan Alat


Minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak biji bunga matahari,
minyak krengseng, lemak, minyak kelapa ‘tengik’, asam asetat glasial,
larutan KI 10 %, kloroform, tabung reaksi dan pipet ukur.
Prosedur
b. Masukkan 1 mL sampel minyak ke dalam tabung reaksi
c. Tambahkan 1 mL kloroform
d. Tambahkan 2 mL asam asetat glasial dan 1 tetes larutan KI 10 % cocok
dengan baik, biarkan 5 menit.
e. Adanya peroksida ditandai dengan pembebasan iodium (warna kuning-
merah). Semakin banyak peroksida, warna kuning-merah yang
dihasilkan semakin pekat.
f. Minyak kelapa ‘tengik’ digunakan sebagai pembanding.

4. Uji penyabunan
Metode ini digunakan untuk mengetahui terjadinya reaksi hidrolis
minyak oleh alkali (saponifikasi). Minyak/ lemak dapat terhidrolisis oleh
alkali (NaOH/ KOH) menghasilkan garam asam lemak (sabun) dan
gliserol.

Bahan dan Alat


Minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak biji bunga matahari,
minyak krengseng, lemak, KOH alkoholis 5,6 %, Erlenmeyer, tabung
reaksi, pipet ukur dan pipet tetes.

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA │35


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

Gambar 15. Reaksi saponifikasi minyak/ lemak

Prosedur
a. Masukkan 5 mL sampel minyak ke dalam Erlenmeyer
b. Tambahkan 10 mL KOH alkoholis 5,6 %
c. Panaskan di atas penangas air sampai mendidih selama 15 menit.
d. Untuk mengetahui reaksi penyabunan telah sempurna, ambilah 3 mL
larutan, kemudian larutkan kedalam air secukupnya, bila larut maka
reaksi telah sempurna. Kocok dengan kuat, jika berbusa berarti sabun.
e. Tulis hasil percobaan dalam bentuk tabel!

C. Analisis Kuantitatif Lipida

1. Penentuan Angka Asam


Angka asam dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH yang
diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu
gram minyak atau lemak. Angka asam yang besar menunjukkan asam
lemak bebas yang besar yang berasal dari hidrolisa minyak ataupun karena
proses pengolahan yang kurang baik. Makin tinggi angka asam makin
rendah kualitas minyaknya.
ml KOH x NKOH x BM.KOH
Angka asam =
bobot contoh (gram)
Kadang-kadang juga dinyatakan derajad asam yaitu banyaknya
mililiter KOH 0,1 N yang diperlukan untuk menetralkan 100 gram minyak
atau lemak.
100 x ml KOH x N.KOH
Derajad asam =
bobot contoh (gram)
Selain itu, sering dinyatakan sebagai kadar asam lemak bebas.

36│PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

Asam lemak yang digunakan untuk perhitungan berdasarkan jenis asam


lemak yang paling banyak dansetiap minyak berbeda-beda seperti contoh
berikut ini :
Sumber minyak Asam lemak terbanyak Bobot molekul
Kelapa sawit Palmitat C16H32O2 256
Kelapa, inti sawit Laurat C12H24O2 200
Susu Oleat C18H34O2 282
Jagung, kedele Linoleat C18H32O2 280
Minyak biji bunga matahari Linoleat C18H32O2dan 280 dan
Linolenat C18H30O2 278

Tujuan Percobaan
Penentuan angka asam pada beberapa sampel minyak.

Bahan dan Alat


Bahan
Bahan yang digunakan adalah minyak atau lemak, KOH 0,5 N,
alkohol 95 %, indikator metil merah.
Alat
Alat yang digunakan adalah Erlenmeyer, buret, pendingin balik,
penangas air, statif dan klem, timbangan analitik, pipet tetes, gelas ukur,
botol timbang.
Cara Kerja
Sebanyak 25 mL alkohol netral 95 % dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 1 tetes phenolphtalein (PP).
Ditambahkan ke dalamnya 3 tetes KOH 0,5 N akan berwarna merah jambu.
Selanjutnya, dimasukkan 3,0 gram (timbang seksama) minyak/ lemak,
warna merah jambu hilang. Setelah itu, larutan dititrasi dengan KOH 0,5 N
sampai tepat berwarna merah jambu. Lakukan replikasi sebanyak 3 kali.

Tugas :
a. Hitung besarnya angka asam dan kadar asam lemak bebas (% FFA)!

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA │37


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

b. Bahas di pembahasan kualitas minyak/ lemak hasil praktikum;


bandingkan dengan angka asam referensi sesuai sampel yang
dipraktekkan!

2. Penentuan Angka Penyabunan


Angka penyabunan dinyatakan sebagai banyaknya mg KOH yang
diperlukan untuk menyabunkan asam lemak total secara sempurna (terikat
dan bebas) yang terdapat dalam satu gram minyak atau lemak. Angka
penyabunan yang besar menunjukkan BM yang kecil yang berasal dari
hidrolisa minyak. Makin tinggi angka penyabunan makin kecil BM.

Keterangan : VB : volume blanko


VS : volume sampel

Tujuan Percobaan
Penentuan angka penyabunan pada beberapa sampel minyak.

Bahan dan Alat


Bahan
Bahan yang digunakan adalah aquades, minyak atau lemak, KOH
alkoholis 5,6 %, indikator phenolphtalein 1 % (dalam alfanaftol 5 %), KOH
0,5 N, larutan HCl 0,5 N.
Alat
Alat yang digunakan adalah erlenmeyer, buret, penangas air, statif
dan klem, timbangan analitik, pipet tetes, tabung reaksi, gelas ukur, botol
timbang.
Cara Kerja
Timbang dengan seksama 2,5 gram lemak/ minyak ditempatkan
dalam erlenmeyer 250 mL. Tambahkan 25,0 mL KOH alkoholis dan
direfluks di atas penangas air sampai penyabunan sempurna (cek dengan uji
penyabunan). Proses penyabunan berlangsung kira-kira 30 menit.
Selanjutnya, dinginkan dan tambahkan 2–3 tetes indikator metil merah.
Titrasi kelebihan larutan KOH 0,5 N dengan larutan standard 0,5 N HCl.
Lakukan replikasi sebanyak 3 kali. Untuk mengetahui kelebihan larutan
KOH ini perlu dibuat titrasi blanko, yaitu dengan prosedur yang sama tanpa
bahan lemak/minyak.

38│PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

Tugas :
a. Hitung besarnya angka penyabunan !
b. Bahas di pembahasan BM minyak/ lemak berdasarkan hasil praktikum,
bandingkan dengan angka penyabunan referensi !
c. Tulis reaksi yang terjadi !

3. Penentuan Angka Iodium


Angka Iodium dinyatakan sebagai banyaknya gram Iodium yang
diikat oleh 100 gram minyak/ lemak. Angka Iodium mencerminkan
ketidakjenuhan asam lemak penyusun minyak/ lemak. Asam lemak tidak
jenuh mampu mengikat Iodium dan membentuk senyawa yang jenuh.
Banyaknya Iodium yang diikat menunjukkan banyaknya ikatan rangkap.

Keterangan : VB : volume blanko


VS : volume sampel
BA : bobot atom

Gambar 16. Reaksi penentuan angka Iodium

Tujuan Percobaan
Penentuan angka Iodium pada beberapa sampel minyak.

Bahan dan Alat


Bahan
Bahan yang digunakan adalah aquades, minyak atau lemak, KOH
alkoholis 5,6%, kloroform, larutan Iodium bromida, KI 15 %, larutan
natrium thiosulfat (Na2S2O3 0,1 N), indikator kanji.

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA │39


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

Pembuatan reagen Iodium bromida (Iodine Hanus) : sebanyak 6,1


g Iod dilarutkan dalam 2 liter asam asetat glasial, tambahkan 3 mL bromin.
Pembuatan aquades bebas O2: aquades dididihkan kuat-kuat
selama 5–10 menit atau lebih, diamkan sampai dingin, labu ditutup rapat.
Alat
Alat yang digunakan adalah erlenmeyer, buret, penangas air, statif
dan klem, timbangan analitik, pipet volum, pipet tetes, tabung reaksi, labu
ukur, gelas ukur, botol timbang, botol kaca berwarna gelap dan bertutup.
Cara Kerja
Timbang dengan seksama 0,5 gram minyak, tempatkan dalam
erlenmeyer tertutup 250 mL. Tambahkan 10,0 mL kloroform dan 25 mL
larutan Iodium bromida, lalu dibiarkan ditempat gelap selama 30 menit
dengan sesekali digojog. Selanjutnya, tambahkan 10 mL larutan KI 15 %
dan tambahkan aquades bebas O2 50,0 mL. Segera titrasi dengan larutan
natrium thiosulfat 0,1 N sampai warna kuning pucat, kemudian tambahkan
2 mL larutan kanji. Titrasi diteruskan hingga warna biru hilang. Titrasi
blanko dilakukan dengan prosedur yang sama tanpa minyak. Lakukan
replikasi sebanyak 3 kali.
Banyaknya natrium thiosulfat untuk titrasi blanko dikurangi titrasi
sampel adalah ekuivalen dengan banyaknya Iodium yang diikat oleh lemak
atau minyak yang dinyatakan dengan angka Iodium (jumLah gram Iodium
yang diikat oleh 100 gram minyak/lemak).
NB : Sampel dan blanko dibuat ½ formula
Tugas :
a. Hitung besarnya angka Iod !
b. Bahas di pembahasan tingkat ketidakjenuhan minyak berdasarkan hasil
praktikum!

40│PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

PERCOBAAN IV

A. Penetapan Kadar Kreatinin Metode Non Enzimatik


Kreatinin merupakan metabolit dari phospho-Creatine (p-
Creatine), suatu molekul yang digunakan sebagai cadangan fosfat berenergi
tinggi yang dapat digunakan oleh jaringan untuk memproduksi ATP.
Sumber keratin mungkin sangat berbeda antara spesies. Makanan yang
masuk kemungkinan diiringi dengan de novosynthesis dari asam amino
arginin, glisin, dan metionin. Ini terjadi utamanya di ginjal dan hepar,
meskipun sistem organ lain mungkin terlibat dan mungkin ada perbedaan
spesifik tiap individu. Mayoritas keratin (>90%) ditemukan di muscle
(otot), juga ditemukan pada jaringan lain termasuk hati, otak, foto-reseptor,
dan testis.
Kreatin dan p-kreatin diubah secara non-enzimatik menjadi
metabolit kreatinin, yang berdifusi ke dalam darah dan diekskresikan oleh
ginjal. In vivo, perubahan yang terjadi bersifat irreversible dan in vitro
dipengaruhi oleh suhu tinggi dan pH rendah. Beberapa kreatinin mungkin
terbentuk melaui p-kreatin. Dalam kondisi normal, pembentukan kreatinin
terjadi dengan kecepatan yang relatif konstan. Pada manusia sekitar 2%
dari total kreatin/ p-kreatin diubah menjadi kreatinin tiap hari.
Dalam darah, kreatinin dihilangkan dengan filtrasi melalui
glomerolus ginjal dan disekresikan dalam urin. Uji clearance kreatinin
menjadi satu yang sangat berguna untuk mengukur kecepatan filtrasi
glomerular. Pada penderita sakit ginjal, kadar kreatinin dalam darah
meningkat, sedangkan kecepatan clearance kreatinin rendah. Uji kreatinin
sangat berguna untuk mengetahui fungsi ginjal. Selanjutnya, kelainan kadar
kreatinin dapat digunakan sebagai indikator disfungsi ginjal atau mungkin
dihubungkan dengan kondisi tertentu yang menyebabkan penurunan aliran
darah renal seperti pada penyakit diabetes dan kardiovaskuler. Selain itu,
terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa banyaknya kreatinin darah
atau albumin menunjukkan adanya hubungan dengan keracunan pestisida
logam berat dengan mengetahui rasio albumin dalam urin/ kreatinin dalam
urin.

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA │41


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

Gambar 20. Metabolisme non-enzimatik kreatin menjadi kreatinin

Dasar Metode
Kreatinin dapat membentuk warna merah dengan asam pikrat
dalam suasana alkali. Reaksi yang terjadi adalah adisi alkohol (nukleofilik)
antara kreatinin dan asam pikrat membentuk senyawa dengan sistem
konjugasi yang lebih panjang. Warna merah yang terbentuk dicari serapan
maksimumnya pada λ 480–570 nm.

Gambar 21. Reaksi pembentukan kompleks kreatinin-asam pikrat

Kadar kreatinin serum/ plasma :

∆A = A2 – A1

Kadar kreatinin urin :

Referensi :
Jenis Sampel Lelaki Wanita
Serum/Plasma 0,7 –1,2 mg/dL 0,5 – 0,9 mg/dL

42│PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

62 –106mol /L 44 – 80mol /L
Urin 14 – 26 mg/kg/24 jam 11 – 20 mg/kg/24 jam
124 – 230 mg/mol /kg/24 97 – 177 mg/mol
jam /kg/24 jam
Creatinine 98 – 156 mL/min/1.73 m2 95 – 160 mL/min/1.73
clearance m2

Tujuan praktikum :
Menetapkan kadar kreatinin darah atau urin dengan menggunakan
metode kolorimetri non-enzimatik

Bahan dan Alat


Bahan :
Aquabidest, etanol 70 %, pereaksi kreatinin, kreatinin standard
(NIST SRM 914A, National Institute of Standards and Technology,
Gaithersburg, MD).
Buatlah larutan kreatinin 2 mg/dl (177μmol/L) dalam larutan dapar.
Buat larutan pereaksi kreatinin : 1 mL larutan asam pikrat dengan kadar
4,0 mmol/L dan 4 mL larutan NaOH 0,16 mol/L. Campuran larutan ini
stabil selama 5 jam pada suhu 15-250C.
Perhatian : apabila terkena kulit cepat semprot dengan air.

Alat
Gelas/ teplon polistiren, mikro pipet, labu ukur, spektrofotometer
visibel.
Cara kerja
1. Preparasi sampel
Sampel urin : 1 mL ditambahkan 49 mL aquadest.
2. Penetapan kadar (Cara 1)
a. Pipet sebanyak 50 µL sampel kedalam tabung reaksi.
b. Tambahkan pereaksi kreatinin sebanyak 1000 µL.
c. Baca aborbansinya setelah 1 menit (A1) dan 2 menit (A2) dengan
spektrofotometer pada λmaks yang telah dicari terlebih dahulu.
d. Sebagai blanko : 50 µL aquades dan 1000 µL pereaksi kreatinin.
e. Untuk pembacaan serapan larutan standard sama seperti sampel.
f. Interpretasikan hasil dengan data klinik referensi (hubungkan dengan
kelainan penyakit) !

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA │43


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

3. Penetapan kadar (Cara 2)


a. Pipet sebanyak 50 µL sampel kedalam tabung reaksi.
b. Tambahkan sebanyak 1000 µL larutan natrium hidroksida (komponen
pereaksi kreatinin).
c. Homogenkan dan inkubasi selama 5 menit.
d. Tambahkan 250 µL asam pikrat (komponen pereaksi kreatinin),
homogenkan.
e. Baca aborbansinya setelah 1 menit (A1) dan 2 menit (A2) dengan
spektrofotometer pada λmaks 492 nm (dicari terlebih dahulu antara
480–510 nm).
f. Sebagai blanko : 50 µL aquades, 1000 µL larutan natrium hidroksida
dan 250 µL asam pikrat.
g. Untuk pembacaan serapan larutan standard sama seperti sampel.
h. Interpretasikan hasil dengan data klinik referensi (bahas di pembahasan
dengan menghubungkan hasil yang diperoleh hubungkan dengan
kelainan penyakit) !

Daftar pustaka
Anonime, 2002, Enzymatic Colorimetric Test (CHOD-PAP),
CHO4046.V1.
Anoname, Diagnostics 2008-2009 Product Catalog, © 2001-2009 Sciteck,
Inc. All Rights Reserved.
Laboratory Procedure Manual Analyte: Urinary Creatinine.
Martin H. Kroli, Nell A. Roach, Brent Poe, and Ronald J. EIIn,1987,
Mechanism of Interference with the Jaffe Reaction for Creatinine
Mechanism, CLINICALCHEMISTRY, Vol. 33, No. 7, 1129.
NHANES, Data Documentation,Lab 18–Biochemistry Profile, Correction
for Serum Creatinine for NHANES 1999-2000 is highly
recommended.

44│PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA

Anda mungkin juga menyukai