PRAKTIKUM BIOMEDIS
Untuk Mahasiswa
BLOK HPK 4.3
GENITOURINARY DISORDERS
FAKULTAS KEDOKTERAN
CIREBON
2019
BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM BIOMEDIS
Tim Penyusun :
dr. Indriani Silvia, Sp.PK, M.Kes
dr. Rose Indriyati, Sp.PK, M.Kes
dr. Isti Noviani, Sp.PK.,M.M.RS
dr. Kati Sriwiyati, M.Biomed
dr. Dini Norviatin, M.K.M
dr. Thysa Thysmelia Afandi, M.K.M
Dadan Ramadhan Apriyanto, M.Biomed
dr. Ruri Eka Maryam Mulyaningsih, M.M
Rama Samara Brajawikalpa, S.Farm., Apt, M.Sc
dr. R. Vivi Meidianawaty, M.Med.Ed
dr. Emallia Fitriani
Hikmah Fitriani, S.Si., M.Si.Med
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2019
Visi Fakultas Kedokteran Unswagati Cirebon :
Terwujudnya Fakultas Kedokteran Unswagati yang unggul di bidang pendidikan kedokteran berbasis
masyarakat yang bereputasi nasional dan berjejaring global pada tahun 2025
Praktikum Parasitologi
Protozoa...................................................................................... 17
Entomologi.................................................................................. 21
Praktikum Mikrobiologi
Dermatologi................................................................................. 36
Obat Antihistamin...................................................................... 38
Genitourinary System................................................................ 47
Cara Kerja
Praktikum..................................................................................... 56
PRAKTIKUM
PATOLOGI
KLINIK
PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK
PEMERIKSAAN URIN RUTIN
Tim Instruktur Praktikum
PENDAHULUAN
Urin merupakan cairan hasil ultra filtrasi plasma oleh ginjal yang diekskresikan melalui
saluran genitourinarius. Komponen urin terdiri atas hasil metabolisme tubuh (5%) dan air
(95%) sehingga dapat sebagai indikator status kesehatan manusia disebut dengan proses
urinalisis.
Pemeriksaan urin dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Pemeriksaan urin rutin
2. Pemeriksaan urin atas indikasi
Pemeriksaan urin dapat memberikan keterangan yang penting sehingga dapat
menunjang diagnosis penyakit baik sistemik maupun yang berasal dari saluran kemih tanpa
tindakan invasif.
SAMPLING
Cara Pengambilan Spesimen
Urin spontan : ditampung saat dikemihkan
Urin kateter : diambil langsung dari kandung kemih melaui kateter
Urin supra pubic: diambil dengan pungsi di atas supra pubic Pasien (untuk kasus batu vesica
urinaria menutup orificum interna vesica urinaria) dengan terlebih dahulu anestesi infiltrasi
sekitar supra pubic.
Pengawet
Pengawet ditambahkan pada spesimen urin bila pemeriksaan ditunda seperti toluen,
timol, formaldehida, asam sulfat pekat, dan atrium karbonat. Urin dapat pula disimpan
dalam lemari es bersuhu 4⁰C tanpa pengawet.
b. Warna
Normal : kuning muda sampai tua yang dipengaruhi oleh diuresis dan zat pelarut
dalam urin. Diuresis yang meningkat menyebabkan warna urin makin muda. Warna
urin normal disebabkan zat warna urobilin dan uroeritrin.
Kelainan warna:
Tak patologis → berasal dari makanan atau obat (pewarna)
Patologis :
seperti teh/coklat : bilirubin
hijau : biliverdin
putih keruh : pus
putih susu : chilus
merah : darah
c. Kekeruhan
Urin normalnya jernih, tidak keruh.
Kekeruhan dapat timbul:
1. Sejak dikemihkan
a. Urin mengandung kristal dalam jumlah cukup banyak. Kekeruhan ini dapat
dihilangkan dengan menambahkan asam encer.
b. Urin mengandung mikroba dalam jumlah banyak biasanya disertai unsur –
unsur lain dalam sedimen. Kekeruhan ini akan menetap.
c. Unsur – unsur dalam sedimen bertambah :
Eritrosit : urin keruh seperti cucian daging.
Lekosit : warna putih keruh dengan percobaan Donne
urin akan menggumpal
Sel epitel: ditemukan berbagai macam sel.
d. Chilus dan lemak : keruh menyerupai susu encer.
Adanya chilus dibuktikan dengan menambah eter pada urin dapat menjadi
jernih. Lemak yang ada dapat juga dilihat dengan cara meneteskan campuran
urin dan eter pada kertas saring dan didapatkan bercak berminyak pada kertas
saring tersebut.
Cara kerja:
1. Dimasukkan ± 5 cc urin ke dalam tabung reaksi bersih dan diamati bau, warna, dan
kekeruhan urin
Perhitungan BJ:
Menghitung BJ dengan memperhatikan :
1. Suhu tera urinometer
2. Suhu urin yang diperiksa.
3. Bahan yang terlarut seperti glukosa dan protein
4. Pengenceran bila urin tak cukup jumlahnya.
Penilaian
Normal:
BJ urin 24 jam dewasa sehat : 1,016 – 1,022.
BJ urin sewaktu : 1,003 – 1,030.
Penilaian BJ sewaktu bermakna karena dapat untuk menilai faal pemekatan ginjal.Urin
sewaktu dengan BJ >1,025 atau >>1,025 di+ reduksi (-), protein (-) menunjukkan faal ginjal
masih baik.
Nilai BJ abnormal:
BJ rendah disebabkan adanya penurunan fungsi atau gagal ginjal
BJ tinggi pada dehidrasi, diabetes melitus (urin encer, volume besar)
Metoda Refraktometer
Metode ini praktis karena dengan 1─2 tetes urin. Skala refreaktometer terdiri atas
dua yaitu skala BJ dan skala indeks refraksi memudahkan hasil penetapan BJ dapat dibaca
langsung. Refraktometer tidak memerlukan koreksi suhu namun dapat dipengaruhi oleh
glukosa dan protein.
prisma ditetesi
1 tetes urin Refraktometer digital
b. Metode Pengecatan
Reagen pewarna: Sternheimer–Malbi
Cara Kerja :
- Diteteskan 3 tetes reagen pewarna Sternheimer Malbi pada sedimen yang
tersedia.
- Ketuk – ketuk hingga tercampur, didiamkan selama 3 menit dulu. Diambil 1 tetes
dan dibuat preparat
- Diamati dibawah mikroskop
Unsur Organis
1. Epitel
a. Squamus : bentuk polimorf, sitoplasma lebar, inti
satu.
Asal : kandung kemih, uretra, kontaminasi di
organ genital
Poligonal/bulat : inti besar bulat, sitoplasma sering
bergranula
Asal : tubulus ren
b. Epitel berekor : inti besar bulat, sitoplasma seperti
Berekor
[kiri→kanan: epitel skuamosa dari uretra distal, epitel kaudatus dari pelvis ren,
epitel bulat dari tubulus ren]
2. Eritrosit
Dalam urin hipotonik : eritrosit membengkak, bila hemoglobin
keluar tampak bayangan sel dan
disebut “ghost cell”.
Hipertonik/alkalis : bentuk mengkerut/crenated
Normal : 1 – 3 sel/LPB atau ~2500 eritrosit/mL
Sumber kesalahan :
- Yeast/jamur : ukuran tak sama, kadang bentuk spora.
- Tetes lemak : butiran tak sama, larut dalam eter.
- Tak tampak karena sel hemolisis.
- Tertutup unsur lain yang lebih banyak.
3. Lekosit
Bentuk bulat dan berinti satu atau lebih, sitoplasma bergranula atau tanpa granula.
Normal :
Wanita : kurang dari 15 sel/lapang pandang besar (LPB).
Laki – laki : kurang dari 5 sel/LPB (sampai 3000/mL).
4. Lempeng sedimen toraks/silinder
Dibentuk dalam lumen tubulus ginjal hasil presipitasi zat asam urin di tubulus ren, ada
tiga bentuk : kecil, sedang dan besar.
Macam – macam silinder :
a. Silinder hialin : transparan bentuk bulat tepi tegas. Normal : 0 -1/LPK
b. Silinder granula :
- Granula halus : asal dari granula kasar yang mengalami degenerasi, pendek
lebar, oval (granul kecil, tidak mengisi semua bagian lemeng sedimen)
c. Silinder epitel : bahan dasar silinder hialin, di dalamnya berisi sel epitel yang
terperangkap saat pembentukan silinder
f. Silinder sel dan campuran silinder : silinder dengan isi bermacam – macam sel
g. Silinder lilin (waxy cast): cukup refraktil/bergerak, kekuningan, berasal dari
silinder yang mengalami degenerasi, bentuk besar
h. Silinder lemak (oval fat bodies) : asal dari sel tubulus ren, yang mengalami
degenerasi lemak. Dapat diamati dengan + pewarna Sudan-III
2. Patologis
Sistin : bentuk heksagonal refraktil tak berwarna
Tirosin : seperti jarum warna kuning
Leucine : kecoklatan seperti berminyak bentuk radial dan
konsentris
Sulfa : kecoklatan asimetris seperti kipas atau bulat
bergaris radial
1. Metode Benedict
Prinsip pemeriksaan: Dengan pemanasan urin dalam suasana alkalis, glukosa
akan mereduksi cupri sulfat dan terbentuk endapan cupri hidroksida yang
berwarna merah.
Bahan pemeriksaan: urin segar
Alat: Tabung reaksi, lampu spirtus, penjepit tabung, dan
pipet tetes
Reagen
→ Benedict terdiri atas: 17,3 gram CuSO4.5H2O, 1oo gram Na carbonat
anhydrous, 173 gram Na citrate, dilarutkan dalam 1 liter akuades.
Cara kerja:
- dimasukkan 5 mL reagen Benedict ke dalam tabung reaksi
- diteteskan 8 tetes urin yang telah dideproteinisasi
- dipanasi di atas api bunsen spirtus atau dalam penangas air mendidih selama 5
menit
- Diangkat, dicampur, dan diamati hasilnya
5 mL Benedict
+ 8 tetes filtrat
urin deproteinisasi
Penilaian :
kontrol : biru jernih
Negatif (-) : biru jernih atau sedikit kehijauan/agak
sedikit keruh (0 – 0,1 g/dL
Positif 1 (+) : hijau kekuningan, keruh atau endapan
kuning (setara 0,5 – 1 g/dL glukosa)
Positif 2 (++) : filtrat kekuningan endapan kuning (1 –
1,5 g/dL glukosa)
Positif 3 (+++) : filtrat jingga atau endapan jingga keruh
(2 – 3,5 g/dL glukosa)
Positif 4 (++++) : filtrat jernih, endapan merah bata (> 3,5
g/dL glukosa)
Positif palsu:
- Obat misalnya vitamin C
- Polisakarida lain yang dapat mereduksi reagen Benedict seperti : fruktosa,
galaktosa, dan pentosa.
- Pemanasan >5 menit
Negatif palsu:
- Urin asam atau kreatinin yang tinggi dalam urin
- Pemanasan inadekuat
Manfaat metode Benedict:
- Lebih sensitif dibandingkan dengan metode Fehling
- Bersifat semi kuantitatif
- Volume urin cukup sedikit
2. Metode Fehling
Alat : seperti pada pemeriksaan Benedict
Reagen : Fehling A dan Fehling B
Cara kerja:
- dimasukkan ke dalam tabung reaksi 2 mL bagian Fehling A dan 2 mL bagian
Fehling B, dipanaskan hingga mendidih, kemudian didinginkan.
- dimasukkan 1 mL urin ke dalam tabung (nomor 1).
- dipanaskan 5 menit kemudian diperiksa hasilnya.
Penilaian Hasil/Interpretasi
Seperti pada pemeriksaan Benedict.
Hasil positif palsu:
- Adanya gugus aldehid atau keton dalam urin
- Reagen yang disimpan lama akan mereduksi sendiri
- Reagen aktif dalam suasana asam
C. Protein Urin
Kegunaan untuk mengetahui adanya protein dalam urin
Syarat pemeriksaan protein urin:
- Urin jernih dan sedikit asam.
- Apabila urin keruh, disaring dulu menggunakan kertas saring hingga urin jernih.
Metode pemeriksaan protein urin:
1. Rebus
Prinsip : dengan pemanasan akan menyebabkan denaturasi protein dan
terjadi presipitasi.
Bahan : urin jernih.
Alat : tabung reaksi dan lampu spirtus
Reagen : asam asetat 6%
Cara kerja protein urin metode rebus:
- dimasukkan urin ke dalam tabung reaksi hingga 2/3nya
- dimiringkan dan dipanaskan bagian permukaan atas urin dengan bunsen
spirtus hingga mendidih selama 30 detik
- diamati hasilnya dan dibandingkan dengan bagian permukaan bawah urin
yang tidak dipanasi sebagai kontrol negatif/normal
- Apabila terjadi kekeruhan ditestesi 3 – 5 tetes asam asetat 6%. Jika kekeruhan
hilang urin tak mengandung protein, bila kekeruhan menetap kemungkinan
protein positif
- dipanasi lagi hingga mendidih, diamati dan diinterpretasi
Interpretasi hasil :
Negatif (-) : jernih.
Positif 1 (+) : kekeruhan minimal, protein 10 – 50
mg/dL
Positif 2 (++) : kekeruhan nyata, butiran halus protein
50 – 200 mg/dL
Positif 3 (+++) : gumpalan nyata protein > 200 – 500
mg/dL
Positif 4 (++++) : gumpalan besar, mengendap, protein >
500 mg/dL
Positif palsu : kekeruhan yang timbul oleh obat yang
dikeluarkan lewat urin
Negatif palsu : urin terlalu encer
2. Sulfosalisilat
Prinsip pemeriksaan sulfosalisilat urin: Penambahan asam sulfosalisilat pada
urin (tanpa pemanasan) menyebabkan kekeruhan yang sifatnya menetap.
Bahan : Urin jernih dan asam
Alat : Tabung reaksi
Reagen : asam sulfosalisilat 20%
Cara kerja sulfosalisilat urin:
- disiapkan 2 tabung reaksi berisi 5 ml urin masing – masing untuk kontrol
negatif/normal
- ditambahkan pada tabung tes 4 – 5 tetes reagen sulfosalisilat 20%
- diamati kekeruhan yang timbul dibandingkan dengan kontrol normal/negatif
- kekeruhan (+) → kemungkinan urin mengandung protein. Bilamana ragu →
dilanjutkan dengan metode rebus
Penilaian hasil : seperti metode rebus
Positif palsu :
Bila kekeruhan yang timbul hilang dengan pemanasan urin mungkin
mengandung urat atau karbonat. Kekeruhan sejak awal dan menetap
kemungkinan oleh obat
Negatif palsu : urin terlalu encer, adanya protein Bence
Jones
PRAKTIKUM
PARASITOLOGI
PRAKTIKUM PARASITOLOGI
PROTOZOA
Tim Instruktur Praktikum
1. Trichomonas vaginalis.
Tidak punya bentuk kista.
Bentuk trofozoit :
- Ukuran 7 – 25 mikron (kira–kira 17 mikron)
- Mempunyai 4 flagel anterior dan 1 flagel posterior yang melekat pada tepi membran
bergelombang.
- Membran bergelombang pendek, ujungnya tidak keluar badan sel, mempunyai kosta
halus.
- Inti berbentuk lonjong, sitoplasma berbutir halus dengan butir – butir kromatin
tersebar rata sepanjang kosta dan aksostil.
- Sitostom tidak nyata.
- Aksostil halus bentuknya dan menonjol keluar badan.
- Bergerak cepat, berputar – putar dengan menggerakkan flagel anterior dan membran
bergelombang.
- Berkembang biak dengan cara belah pasang longitudinal.
2. Giardia lamblia
a. Klasifikasi:
Filum Sarcomastigophora
Ordo Diplomonadida
Famili Hexamitidae
Genus Giardia
b. Morfologi
Referensi
1. Ideham B dan Pusarawati S. 2009. Buku penuntun praktis parasitologi kedoktran. edisi 2.
Airlangga University press. Surabaya
2. Rai SK, et al. 1996. Atlas of Medical Parasitology. 1st ed.
3. Chiodini PL, Moody AH, Manser DW. 2003. Atlas of Medical Helminthology and
Protozoology. Churchill Living Stone. 4th Ed.
PRAKTIKUM PARASITOLOGI
ENTOMOLOGI
Tim Instruktur Praktikum
1. Skabies
Penyakit ini disebabkan oleh Sarcoptes scabiei varietas hominis.
Morfologi :
Sarcoptes scabiei termasuk famili Sarcoptidae, ordo Acari, kelas Arachnida.
- Badan oval dan pipih
- Ukuran betina 300 x 350 mikron
- Ukuran jantan 150 – 200 mikron.
- Stadium dewasa memiliki 4 pasang kaki, 2 pasang merupakan kaki depan dan 2
pasang lainnya kaki belakang.
Daur Hidup :
Setelah kopulasi S.scabiei jantan mati → S.scabiei betina yang gravid akan mencari
tempat untuk meletakkan telur di lapisan kulit (stratum corneum) dengan membuat
terowongan sambil bertelur. Siklus dari telur menjadi dewasa berlangsung satu bulan.
2. Pedikulosis
Pedikulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Pediculus humanus, Pedikulosis
corporis disebabkan oleh Pediculus humanus var. corporis. Pedikulosis capitis disebabkan
oleh Pediculus humanus var. capitis.Keduanya termasuk Famili Pediculidae.
Pediculus humanus var. capitis
Morfologi :
- Bentuk lonjong, pipih dorso – ventral, ukuran 1,0 – 1,5 mm.
- Warna kelabu, kepala berbentuk segitiga
- Segmen toraks menyatu
- Abdomen bersegmen.
- Ujung tiap kaki dilengkapi kuku.
- Telur berwarna putih
Daur Hidup :
Tuma kepala ini berjalan dari satu helai rambut ke rambut lain dengan menjepit rambut
dengan kuku- kukunya dan dapat pindah ke hospes lain.
Telurnya dilekatkan pada rambut dengan perekat kitin (chitin-like cement). Pedikulus
dewasa lebih menyukai rambut di bagian belakang kepala daripada rambut bagian depan
kepala. Tuma kepala menghisap darah sedikit demi sedikit dalam jangka waktu lama.
Waktu yang dibutuhkan untuk tumbuh sejak dari telur diletakkan sampai dewasa rata –
rata 18 hari, tuma dewasa dapat hidup 27 hari.
3. Pthriasis
Penyakit merupakan gangguan pada daerah pubis disebabkan oleh infeksi Phthirus pubis
(Crab louse).
Morfologi :
- Bentuk pipih dorsoventral, bulat menyerupai ketam.
- Kaki 3 pasang dengan kuku di ujungnya.
- Stadium dewasa 1,5 – 2 mm
- Warna abu – abu.
Daur hidup :
Phthirus pubis ditemukan hidup pada rambut kemaluan, dapat juga ditemukan pada
rambut ketiak, jenggot, kumis, alis dan bulu mata. Tuma ini memasukkan bagian
mulutnya ke dalam kulit untuk jangka waktu beberapa hari sambil menghisap darah.
Waktu diperlukan untuk pertumbuhan telur menjadi dewasa lebih kurang 3 – 4 minggu.
4. Myasis
Penyakit ini merupakan infestasi larva lalat ke dalam jaringan atau alat tubuh manusia
atau binatang vertebrata. Larva ini hidup dari jaringan mati dan/atau jaringan hidup,
cairan badan atau makanan di dalam usus hospes.
Cutaneus myasis : larva lalat diletakkan pada kulit utuh atau luka → membuat
terowongan yang berkelok – kelok sehingga terbentuk ulkus yang luas.
Referensi
1. Ideham B dan Pusarawati S. 2009. Buku penuntun praktis parasitologi kedoktran. edisi 2.
Airlangga University press. Surabaya
2. Rai SK, et al. 1996. Atlas of Medical Parasitology. 1st ed.
3. Chiodini PL, Moody AH, Manser DW. 2003. Atlas of Medical Helminthology and
Protozoology. Churchill Living Stone. 4th Ed.
PRAKTIKUM
MIKROBIOLOGI
PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI
MORFOLOGI JAMUR PADA UROGENITAL DAN DERMATOLOGI
Tim Instruktur Praktikum
Tujuan :
Pada akhir praktikum, diharapkan mahasiswa memahami tentang:
1. Melihat Morfologi jamur secara mikroskopis, dan warna dasar pengecatan jamur.
2. Melhat morfoogi jamur secara makroskopis berdasarkan ciri dan warna jamur.
Infeksi jamur (mikosis) pada manusia dapat digolongkan pada tempat masuknya jamur
pada host, yaitu mikosis superfisial, mikosis kutan, mikosis subkutan dan mikosis sistemik
(profunda).
A. Mikosis Superfisial
Mikosis superfisial merupakan infeksi jamur pada lapisan kulit dan rambut terluar.
Infeksi tersebut terbatas pada stratum korneum dan tidak terjadi inflamasi.
Pengecatan : KOH
a. Material : kerokan kulit/Tinea corporis.
Mikroskopis : hifa – hifa bersepta, arthrospora.
b. Material : kerokan kulit/Tinea versicolor.
Mikroskopis : hifa–hifa pendek, yeast cell/spora bergerombol.
c. Material : kerokan kulit/Kandidiosis.
Mikroskopis : yeast cell, pseudohifa berspora.
1. Malassezia furfur
Klasifikasi
Filum : Basidiomycota
Subfilum : Ustilaginomycotina
Kelas : Exobasidiomycetes
Ordo : Malasseziales
Famili : Malasseziaceace
Genus : Malassezia
B. Mikosis Kutan
Mikosis kutan meliputi infeksi jamur pada jaringan berkeratin seperti kulit rambut
dan kuku. Jamur dapat mensekresi keratinse yang dapat mendegradasi keratin.
❖ Dermatofita
Pengecatan : Lacto Phenol Cotton Blue (LPCB)
Sediaan : Kultur.
Mikroskopis :
• Spora, hifa bersepta, spiral hifa, piktirated, noduler, raquet, klamidospora.
• Makrokonidia, gada/pensil, 8 – 15 x 35 – 150 mikron/4 – 15 septa, daun telinga
kelinci. 6 – 8 x 8 – 15 mikron/2 – 4 septa, daun mangga.
• Makrokonidia, bentuk piriformis, cluster, pendulat, tanduk rusa/bunga cengkeh, 4 –
8 mikron x 8 – 15 mikron/6 – 10 septa.
Penyakit : dermatofitosis.
Material : kerokan kulit, kuku, rambut.
Spesies : Trichophyton, Epidermophyton, Microsporum
1. Microsporum sp.
Pengecatan : Lacto Phenol Cotton Blue (LPCB)
Material : Kultur
Mikroskopis :
Microspsorum canis
- Makrokonidia berbentuk fusiformis, dinding irreguler dan tebal, berisi 5 – 15 sel.
- Hifa bersepta
2. Microsporum gypseum
- Makrokonidia berbentuk ellips sampai fusiformis, dinding irreguler dan tipis, berisi 4
– 6 sel.
- Hifa bersepta.
Klasifikasi
Kingdom : Fungi
Filum : Ascomycota
Kelas : Eurotiomycetes
Ordo : Onygenales
Famili : Arthrodermataceae
Genus : Microsporum
Spesies : Microsporum gypseum
3. Trichophyton rubrum
- Makrokonidia jarang ditemukan, dengan dinding tipis dan berbentuk seperti
pensil
- Mikronidia berbentuk serpihan dalam jumlah banyak, tersimpan lateral dengan
hifa tunggal
4. Trichophyton mentagrophytes
- Makrokonidia jarang ditemukan, dengan dinding tipis dan berbentuk seperti
pensil
- Mikronidia berbentuk serpihan dalam jumlah banyak, berkelompok seperti
anggur
- hifa kadang-kadang berbentuk spiral
5. Epidermophyton floccosum
- Makrokonidia jarang ditemukan, dengan dinding tipis dan berbentuk seperti
pensil
- Mikronidia berbentuk serpihan dalam jumlah banyak
- hifa kadang-kadang berbentuk spiral
Yeast like
Pengecatan : Gram, pengecatan sederhana Methylen Blue.
Preparat natif.
Mikroskopis :
- Sel ragi (yeast) bentuk oval.
- Sel ragi yang bertunas, pseudohifa.
- Gram positif, warna violet.
- Ukuran : 2,5 mikron x 7 – 11 mikron.
Penyakit : Kandidiosis/moniliasis (kulit, mukosa vagina, mulut, alat dalam, paru
– paru, enteritis, dll)
Material : kerokan kulit, apusan mukosa, sputum, faeces, darah, urine, dll.
Tes : Germ tube.
Spesies : Candida albicans, Candida tropicalis,
Candida stelatoidea, dll.
C. Mikosis Subkutan
Mikosis subkutan pada jaringan subkutan yang disebabkan oleh jamur saprofit ada
tanah dan tanaman. Infeksi terjadi dikarenakan spora atau miselium masuk melalui luka
pada kulit. merupakan infeksi jamur pada lapisan kulit dan rambut terluar. Infeksi
tersebut terbatas pada stratum korneum dan tidak terjadi inflamasi.
Peudallescheria boydii
D. Mikosis Sistemik
Mikosis Sistemik merupakan infeksi jamur pada jaringan/organ secara sistemik yang
disebabkan oleh jamur yang hidup di tanah.
1. Blastomyces sp.
Pengecatan : Lacto Phenol Cotton Blue (LPCB)
Material : Kultur
Mikroskopis :
- Konidia bulat oval, dengan dinding hyalin tipis
- Menempel pada cabang hifa
- Gambaran seperti lolipop
- Diameter konidia 2 – 10 mikron.
- Yeast berdinding tebal, berbentuk spheris.
2. Histoplasma capsulatum
- Makrokonidia berbentuk tuberkel pendek, berhialin
- mikrokonidia bulat bercabang pendek atau berada di sisi hifa.
E. Mikosis Oportunistik
Mikosis oportunistik merupakan jamur yang tidak menimbulkan penyakit namun dapat
menimbulkan penyakit pada orang yang kekebalan tubuhnya terganggu. Jamur yang
termasuk diantaranya Candida albicans dan Aspergillus.
1. Aspergillus flavus
2. Aspergillus fumigatus
3. Aspergillus niger
PRAKTIKUM
FARMAKOLOGI
KLINIK
DERMATOLOGY
Pengertian
Alergi adalah suatu perubahan daya reaksi tubuh terhadap kontak pada suatu zat (alergen)
yang memberi reaksi terbentuknya antigen dan antibodi. Namun, sebagian besar para pakar lebih suka
menggunakan istilah alergi dalam kaitannya dengan respon imun berlebihan yang menimbulkan
penyakit atau yang disebut reaksi hipersensitivitas. Hal ini bergantung pada berbagai keadaan,
termasuk pemaparan antigen, predisposisi genetik, kecenderungan untuk membentuk IgE dan faktor-
faktor lain, misalnya adanya infeksi saluran nafas bagian atas, infeksi virus, penurunan jumlah sel T-
supresor dan defisensi IgA.
1. Alergi atopik : reaksi hipersensitivitas I pada individu yang secara genetik menunjukkan
kepekaan terhadap alergen dengan memproduksi IgE secara berlebihan.
2. Alergi obat : reaksi imunologi yang berlebihan atau tidak tepat terhadap obat tertentu.
3. Dermatitiskontak : reaksi hipersensitivitas IV yang disebabkan oleh zat kimia, atau
substansi lain misalnya kosmetik, makanan, dan lain-lain.
Manifestasi klinik alergi paling sering tampak melalui 3 organ sasaran, yaitu saluran nafas,
gastrointestinal dan kulit.
Etiologi
Manifestasi Klinis
- Asma.
- Urtikaria.
- Muntah-muntah.
- Dermatitis atopic.
OBAT ANTIHISTAMIN
A. PENGERTIAN
Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin terhadap
tubuh dengan jalan memblok reseptor histamin (penghambatan saingan). Pada awalnya hanya dikenal
satu tipe antihistaminikum, tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor khusus pada tahun 1972, yang
disebut reseptor-H2,maka secara farmakologi reseptor histamin dapat dibagi dalam dua tipe , yaitu
reseptor-H1 da reseptor-H2.
Berdasarkan penemuan ini, antihistamin juga dapat dibagi dalam dua kelompok, yakni
antagonis reseptor-H1 (singkatnya disebut H1-blockers atau antihistaminika) dan antagonis reseptor
H2 ( H2-blockers atau zat penghambat-asam
Dahulu antihistamin dibagi secara kimiawi dalam 7-8 kelompok, tetapi kini digunakan
penggolongan dalam 2 kelompok atas dasar kerjanya terhadap SSP, yakni zat-zat generasi ke-1 dan
ke-2.
b.Obat generasi ke-2: astemizol, terfenadin, dan fexofenadin, akrivastin (Semprex), setirizin, loratidin,
levokabastin (Livocab) dan emedastin (Emadin).
Penghambat asam yang dewasa ini banyak digunakan adalah simetidin, ranitidine, famotidin,
nizatidin dan roksatidin yang merupakan senyawa-senyawa heterosiklis dari histamin.
Sewaktu diketahui bahwa histamine mempengaruhi banyak proses faalan dan patologik, maka
dicarikan obat yang dapat mengantagonis efek histamine. Epinefrin merupakan antagonis faalan
pertama yang digunakan. Antara tahun 1937-1972, beratus-ratus antihistamin ditemukan dalam terapi,
tetapi efeknya tidak banyak berbeda.
Pada dosis terapi, semua AH1 menimbulkan efek samping walaupun jarang bersifat serius
dan kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan. Efek samping yang paling sering ialah sedasi,
yang justru menguntungkan bagi pasien yang dirawat di RS atau pasien yang perlu banyak tidur.
Tetapi efek ini mengganggu bagi pasien yang memerlukan kewaspadaan tinggi sehingga
meningkatkan kemungkinan terjadinya kecelakaan. Pengurangan dosis atau penggunaan AH1 jenis
lain mungkin dapat mengurangi efek sedasi ini. Astemizol, terfenadin, loratadin tidak atau kurang
menimbulkan sedasi.
Efek samping yang berhubungan dengan efek sentral AH1 ialah vertigo, tinitus, lelah, penat,
inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euphoria, gelisah, insomnia dan tremor. Efek samping yang
termasuk sering juga ditemukan ialah nafsu makan berkurang, mual, muntah, keluhan pada
epigastrium, konstipasi atau diare, efek samping ini akan berkurang bila AH1 diberikan sewaktu
makan.
Efek samping lain yang mungkin timbul oleh AH1 ialah mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi,
sakit kepala, rasa berat dan lemah pada tangan. Insidens efek samping karena efek antikolinergik
tersebut kurang pada pasien yang mendapat antihistamin nonsedatif.
AH1 bisa menimbulkan alergi pada pemberian oral, tetapi lebih sering terjadi akibat
penggunaan lokal berupa dermatitis alergik. Demam dan foto sensitivitas juga pernah dilaporkan
terjadi. Selain itu pemberian terfenadin dengan dosis yang dianjurkan pada pasien yang mendapat
ketokonazol, troleandomisin, eritromisin atau lain makrolid dapat memperpanjang interval QT dan
mencetuskan terjadinya aritmia ventrikel.
Hal ini juga dapat terjadi pada pasien dengan gangguan fungsi hati yang berat dan pasien-
pasien yang peka terhadap terjadinya perpanjangan interval QT (seperti pasien hipokalemia).
Kemungkinan adanya hubungan kausal antara penggunaan antihistamin non sedative dengan
terjadinya aritmia yang berat perlu dibuktikan lebih lanjut.
Daftar Pustaka
Baratawidjaja, Karnen G. 2006. Imunologi Dasar Edisi Ke Tujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Brooks, Geo F. Butel, Janet S. Morse, Stephen A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 21. Jakarta:
Salemba Medika.
Martindale. 2009. The Complete Drug Reference Thirty-sixth edition. London: Pharmaceutical
Press.
Mangatas SM, Hermawan HM, dan Ketut S. 2006. Imunobiologi Asma Bronkial. Dexa
Medika No.1 Vol.9 Hal. 31-39.
McEvoy. 2004. AHFS Drug Information. USA: American Society of Health- System Pharmacy.
Kresno, Siti Boedina. 1996. IMUNOLOGI : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium.Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
GENITOURINARY SYSTEM
LATAR BELAKANG
Cairan sangat diperlukan oleh tubuh. Sebagian besar penyusun tubuh adalah cairan. Cairan
ini digunakan untuk proses metabolisme sel. Proses metabolisme inilah yang nantinya akan
menghasilkan energi dan kemudian digunakan untuk melangsungkan proses kehidupan. Anjuran
untuk mengkonsumsi air minum sebanyak 8 gelas air atau sebanding dengan 2 liter setiap harinya,
tentu menjadikan tanda tanya dalam pikiran kita. Apa yang terjadi dalam tubuh kita dengan air
sebanyak itu. Dari sekian banyak air yang kita minum tentunya tidak semua air tersebut diserap dan
Segala bentuk cairan yang masuk dalam tubuh akan diserap di usus halus yang kemudian
masuk ke pembuluh darah dan akan disebarkan ke seluruh tubuh. Sebelum diedarkan ke seluruh
tubuh tentunya cairan ini akan melalui tahap filtrasi terlebih dahulu di ginjal tepatnya di glomerolus.
Setiap menit kira-kira 1 liter darah yang mengandung plasma mengalir melalui semua glomurolus
dan sekitar 10 persen dari jumlah plasma tersebut disaring keluar. Plasma yang berisi semua garam,
glukosa dan benda halus lainnya disaring. Sel dan protein plasma terlalu besar untuk dapat
menembusi pori saringan dan tetap tinggal pada aliran darah. Zat-zat yang masih dibutuhkan oleh
tubuh ini kemudian disebar ke seluruh tubuh. Dan zat-zat yang tidak diperlukan tubuh ini dilanjutkan
perjalanannya ke tubulus dan akan dikeluarkan oleh tubuh melalui sistem perkemihan.
KONSEP OBAT FARMAKOLOGI DALAM SISTEM PERKEMIHAN
Antiseptik saluran kemih terbatas hanya untuk pengobatan infeksi saluran kemih. Obat
bekerja pada tubulus ginjal dan kandung kemih, sehingga efektif dalam mengurangi pertumbuhan
bakteri. Urinalis dan pembiakan serta tes sensitifitas biasanya dilakukan sebelum dimulainya terapi
obat. Kelompok antiseptik saluran kemih adalah nitrofurantoin, metenamin, quinolon, dan
trimetoprim.
1. Nitrofurantoin
• Penggunaan Klinik
Dosis harian rata-rata untuk infeksi saluran kemih pada orang dewasa ialah 100 mg
per oral 4 kali sehari yang dimakan bersama makanan atau susu.
Nitrofurantoin tersedia dalam bentuk tablet dan kapsul 50 mg, 100 mg, serta suspensi.
2. Metenamin
• Indikasi
• Efek Samping
Metenamin dan garamnya cukup aman serta relatif ditoleransi dengan baik. Efek
samping yang biasanya terjadi adalah gangguan saluran cerna yang meliputi mual, muntah,
dan diare
3. Quinolon
Quinolon merupakan salah satu dan kelompok antiseptik saluran kemih terbaru dan
• Efek Samping
Pemakaian asam nalidiksat dapat menimbulkan efek samping berikut: sakit kepala,
pusing, sinkope (pingsan), neuritis penifer, gangguan penglihatan, dan ruam kulit. Mual,
muntah, diare, sakit kepala, dan gangguan penglihatan dapat terjadi pada pemakaian
4. Trimetoprim
Obat ini menghasilkan efek bakterisidal dengan masa kerja lambat untuk melawan
• Efek Samping
dan masalah kulit, seperti ruam kulit dan pruritus. Untuk menghindari resistensi lebih
lanjut yang semakin sering terjadi, sebaiknya jangan digunakan sebagai obat pencegah.
Obat ini dipakai untuk meredakan nveri, rasa terbakar, dan sering berkemih serta rasa
dorongan berkemih yang merupakan gejala dan ISK bagian bawah. Obat ini dapat menimbulkan
gangguan gastrointestinal, anemia hemolitik, nefrotoksisitas, dan hepatotoksisitas. Urin akan berubah
warna menjadi jingga kemerahan akibat zat warna, tetapi hal ini tidak membahayakan.
• Indikasi
Obat ini digunakan untuk mengurangi nyeri, rasa terbakar, urigensi dan frekuensi
kencing yang berlebihan yang erat kaitannya dengan iritasi saluran kemih.
• Efek Samping
Efek samping yang paling sering adalah gangguan saluran cerna dan pusing. Obat ini
membentuk warna urin menjadi oranye atau merah. Dan ada pada beberapa kasus anemia
hemoitik, gangguan ginjal dan hati yang timbul, terutama pada pemberian dosis takar lajak.
C. PERANGSANG SALURAN KEMIH
Jika fungsi kandung kemih menurun atau hilang akibat kandung kemih neurogenik (suatu
disfungsi akibat lesi pada sistem saraf) akibat cedera medula spinalis (paraplegia, hemiplegia) atau
cedera kepala yang berat, maka dapat dipakai parasimpatomimetik untuk merangsang miksi
(berkemih).
Spasme saluran kemih akibat infeksi atau cedera dapat diredakan dengan antispasmodik
yang bekerja langsung pada otot polos dari saluran kemih. Antispasmodik mempunyai efek yang
sama dengan antimuskarinik, parasimpatolitik, dan antikolinergik. Efek sampingnya meliputi mulut
kering, peningkatan denyut jantung, pusing, distensi usus halus, dan konstipasi.
E. DIURETIK
Diuretika adalah obat yang bekerja pada ginjal untuk meningkatkan ekskresi air dan natrium
klorida. Secara normal, rearbsorbsi garam dan air dikendalikan masing-masing oleh aldosteron dan
1. Tizaid
• Mekanisme Kerja
Tizaid bekerja terutama pada segmen awal tubulus distal, dimana tizaid
menghambat rearbsorbsi NaCl dengan terikat pada sinporter yang berperan untuk kontraspor
Na+/Cl- elektronetral.
• Efek Simpang
Reaksi alergi yang serius (misalnya trombositopenia) jarang terjadi. Yang lebih sering terjadi
- Hipokalemia.
- Hiperurisemia.
- Toleransi glukosa
- Lipid.
2. Diuretik Loop
• Mekanisme Kerja
Obat yang bekerja di loop menghambat rearbsorbsi NaCl dalam ansa Henle
• Efek Simpang
Diuterik ini bekerja pada segmen yang berespon terhadap aldosteron pada nefron distal,
sehingga meningkatkan ekskresi Na+ (Cl- dan H2O) dan menurunkan sekresi K+ yang ‘diperkuat oleh
listrik’.
DAFTAR PUSTAKA
Burke JP. Infection Control- A Problem for Patient Safety. N Engl J Med2008; 348: 651-656.
Carruthers SG et al. Melmon and Morrelli’s Clinical Pharmacology 4th edition, Newyork, Mcgraw-
hill.2000.
Fihn SD. Acute Uncomplicated Urinary Tract Infection in Women. N Engl J Med 2003; 349: 259-26
Hanno PM et al. Clinical manual of Urology 3rd edition. New york, Mcgraw-hill.2001.
Jawetz E. Sulfonamid dan trimetoprim. In: Katzung BG (Ed): Farmakologi dasar dan
klinik. Jakarta, EGC.2002.
Katzung BG (Ed). Lange Medical Book. Basic and Clinical Pharmacology 9thEdition, Newyork, Mcgraw-
hill.2001.
Stamm WE. An Epidemic of Urinary Tract Infections? N Engl J Med 2001; 345: 1055-1057.
Tessy A, Ardaya, Suwanto. Infeksi Saluran Kemih. In: Suyono HS. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
3rd edition. Jakarta, FKUI. 2001.
Trevor AJ, Katzung BG, Mastri SB. Katzung and Trevor’s Pharmacology Examination and Board
Review 7th Edition. Newyork, Mcgrtaw-hill.2005.
Winotopradjoko M et al. Antifektikum kombinasi in: ISO Indonesia Informasi Spesialite Obat
Indonesia Vol.40Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. 2005 ;01.06
Cara Kerja Praktikum
A. Tujuan Instruksional
Setelah menyelesaikan praktikum ini diharapkan mahasiswa mampu:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan indikasi, mekanisme farmakokinetika dan
farmakodinamika terapi medikamentosa pada kelainan kulit dan kelamin, dan
efek samping yang dapat ditimbulkan
2. Mahasiswa mampu melakukan penulisan resep obat kulit, dan
menghubungkannya dengan kelainan yang dihadapi
3. Mahasiswa mengetahui berbagai jenis obat, klasifikasi obat-obat, dosis, dan efek
2. Lampiran
Lampiran bisa berupa algoritma terapi, atau dokumen penggunaan obat pasien.
F. Laporan Akhir
Laporan akhir dikumpulkan maksimal seminggu sebelum diskusi dengan dosen.
Pengumpulan laporan akhir dalam bentuk hard copy per kelompok. Laporan akhir
diserahkan ke dosen pengampu diskusi dosen yang telah berlangsung.
Format laporan akhir praktikum:
Halaman Depan
Judul
A. Kasus
B. Dasar teori
1. Patofisiologi
2. Guaideline terapi
C. Penatalaksanaan Kasus dan Pembahasan
1. Subjektive
2. Objektive
3. Assesment
4. Plan
D. Kesimpulan
Daftar Pustaka
Lampiran
G. Penilaian
Penilaian terhadap mahasiswa dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung.
Penilaian meliputi aspek knowledge dan attitude.
Mahasiswa dinilai dalam 2 (dua) aspek yaitu aspek keterlibatan dalam diskusi dan aspek
perilaku. Masing-masing aspek tersebut terbagi menjadi kriteria-kriteria sebagai berikut:
Masing-masing kriteria aspek dinilai dalam angka 0-10 dengan ketetapan sebagai
berikut:
1. REKAM MEDIS
Rekam medis merupakan bukti tertulis tentang proses pelayanan yang diberikan oleh
dokter/ tenaga kesehatan lain kepada pasien. Rekam medis mempunyai arti penting karena
didalamnya tercantum nilai administrasi, legal, finansial, riset, edukasi, dokumen, akurat,
informatif, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Rekam medis terdiri dari:
a. Chief Complain (karakteristik Penderita): identifikasi pasien seperti usia, jenis kelamin,
pekerjaan.
b. History of patirnt illness (catatan anamnesis, gejala yang diobservasi) seperti tanggal dan
waktu mulai timbul gejala, tempat timbulnya gejala.
c. Past Medical History (Riwayat Penyakit Dahulu).
d. Medication History yaitu riwayat pengobatan berisi obat-obat yang biasa digunakan
sebelumnya termasuk penggunaan obar bebas.
e. Family History yaitu riwayat penyakit yang diderita oleh keluarga.
f. Soceity History seperti rokok, pemakaian alkohol.
g. Riwayat Alergi
h. Physical examination meliputi:
1) Penampakan umum
2) Tanda-tanda vital: Tekanan Darh,denyut nadi, suhu, Berat badan, tinggi badan
frekuensi respirasi
3) Kulit
4) Keadaan kepala, mata, telinga, hidung, tenggorokan, thorax, abdomen,
genitalia/rectal, musculoskeletal, neurologik
Untuk dapat menyelesaikan kasus yang dialami oleh seorang pasien dapat digunakan
metode SOAP yaitu:
S= Subjektive merupakan data-data pasien yang diambil dari riwayat penyakit penderita seperti
riwayat keluarga, alergi, penyakit penderita, pengobatan
O= Objektive merupakan kumpulan data pasien dari pemeriksaan fisik penderita maupun
pemeriksaan penunjang seperti X ray, ECG, CT Scan
A= Assesment merupakan penentuan masalah atau problem apa yang dialami oleh pasien atas
dasar informasi pada subjektive dan objektive penderita
P= Plan yaitu
• Penetapan tujuan terapi
• Menentukan terapi farmakologi dan non farmakologi
• Pemilihan terapi farmakologi berdasar farmakoterapi rasional yaitu tepat indikasi,
tepat obat, tepat dosis dan cara pemberian, waspada terhadap efek samping.
• Pemberian konseling, informasi, edukasi kepada penderita
3. INFORMASI OBAT
Informasi mengenai obat-obatan dan penyelesaian kasus dapat ditemukan dari berbagai
sumber. Sumber informasi ini dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu:
a. Sumber informasi primer, berisi informasi terbaru hasil penelitian yang dipublikasi didalam
jurnal ilmiah, contoh:
• Annals of Pharmacotheraphy
• British Medica Journal
• Journal of American medical Association
• The Lancet
• Medscape
b. Sumber informasi sekunder, berisi kumpulan abstrak dari berbagai jurnal, atau hasil review
dan meta analisa dari berbagai jurnal, contoh:
• Medline
• Pharmacline
• Low Drug Information in Service (IDIS)
c. Sumber informasi tersier, berupa referensi yang berisi materi-materi yang sudah merupakan
kumpulan informasi primer dan tersier, bahkan sekunder lainnya, dirangkum dan diedit
dalam bentuk yang lebih padat dan terstruktur, biasanya berupa ebook atau buku, contoh:
• Drug Information Handbook (DIH)
• Drug Interaction Facts (DIF)
• Buku-buku Farmakoterapi
KASUS FARMAKOLOGI KLINIK BLOK 4.3
SKENARIO PRAKTIKUM
IDENTITAS PASIEN
Umur : 69 th
Alamat : Cirebon
Jaminan : BPJS
Diagnosa :
ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : gatal-gatal pada punggung dan kaki sejak 1 bulan yang
lalu
2. Keluhan tambahan : kulit kemerahan, perih, kulit terasa kering
3. Riwayat Penyakit Dahulu : DM type 2 sejak 1 tahun yang lalu
4. Riwayat Penggunaan Obat : Metformin 500mg , Caladin lotion
5. Alergi obat : Tidak ada
6. Alergi makanan : Ada
7. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien Tn.DN 69 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin pada salah satu rumah
sakit swasta di Cirebon dengan keluhan gatal-gatal pada punggung dan kaki sejak 1
bulan yang lalu. Tn.DN mengatakan awalnya gatal timbul di daerah kaki, namun 2
minggu terakhir gatal juga dirasakan di daerah punggung. Gatal dirasakan hilang
timbul. Pasien juga mengatakan terdapat bintik kemerahan, kulit terasa kering dan
karena sering di garuk terdapat luka bekas garukan dan terasa perih.
Pasien mengatakan tidak sedang mengganti pemakaian sabun pada saat mandi di 1
buan terakir ini dan hanya menggunakan lot caladin untuk mengurangi kulit kering
tersebut.
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : CM
Vital Sign:
Suhu : 36,5
Nadi : 82
RR : 22
Instruksi: