KULTUR FESES
Dosen Pembimbing
Alifea Meta D, S.Pd., M.Kes
Oleh :
1. Ajeng Lufitasari 6. Iffatun Nisa’
2. Anna Rohmatul Ula 7. Nia Nurmala
3. Eli Rismawati 8. Nita Diah Ayu
4. Fidia Safitri 9. Novia Lika Indriani
5. Ida Zulaikah
KULTUR FESES
1. PENGERTIAN
Feses adalah hasil dari digesti dan absorpsi asupan (intake) air, makanan (per oral), saliva,
cairan lambung, cairan yang berasal dari pankreas, dan cairan empedu yang semuanya berperan
pada proses pencernaan makanan. Orang dewasa mengeluarkan feses antara 100-300 gram/hari
yang 70% diantaranya adalah tinja (Supardi I, 2019).
Bentuk dan komposisi feses bergantung pada proses absorpsi, sekresi dan fermentasi. Feses
normal akan berwarna kuning (berasal dari degradasi pigmen empedu oleh bakteri), tidak lembek
dan tidak keras, berbau khas (berasal dari indol, skatol, dan asam butirat). Protein yang tidak
tercerna dengan baik akan menyebabkan bau yang kuat (Supardi I, 2019).
Pemeriksaan feses di lakukan untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing ataupun larva yang
infektif. Pemeriksaan feses ini juga di dilakukan untuk tujuan mendiagnosa tingkat infeksi cacing
parasit usus pada orang yang di periksa fesesnya. Prinsip dasar untuk diagnosis infeksi parasit
adalah riwayat yang cermat dari pasien. Teknik diagnostik merupakan salah satu aspek yang
penting untuk mengetahui adanya infeksi penyakit cacing, yang dapat ditegakkan dengan cara
melacak dan mengenal stadium parasit yang ditemukan. Sebagian besar infeksi dengan parasit
berlangsung tanpa gejala atau menimbulkan gejala ringan. Oleh sebab itu pemeriksaan
laboratorium sangat dibutuhkan karena diagnosis yang hanya berdasarkan pada gejala klinik
kurang dapat dipastikan (Koneman, 2017).
Kultur tinja (stool culture) adalah pemeriksaan keberadaan baktri abnormal dalam tinja yang
dapat menyebabkan diare (Supardi, 2019).
Pemeriksaan mikrobiologis feses berarti mencari mikroba pada feses. Yang dimaksud
mikroba adalah bakteri, virus, jamur, dan parasit (Koneman, 2017).
Bristol Stool Chart atau Skala Feses Bristol adalah bantuan medis yang dirancang untuk
mengklasifikasikan bentuk kotoran manusia menjadi tujuh kategori. Kadang-kadang di inggris
disebut sebagai Skala Meyers. Skala ini dikembangkan oleh K.W Heaton di University of
Bristol dan pertama kali diterbitkan dalam Scandinavian Journal of Gastroenterology pada tahun
1997.
2. Manfaat
Kultur feses bertujuan untuk mendeteksi bakteri yang menyebabkan gangguan pada saluran
pencernaan, seperti radang usus, tipes, atau disentri, sehingga pemberian antibiotik akan lebih
tepat.
Beberapa jenis bakteri yang dapat terdeteksi melalui kultur feses adalah:
Shigella
Salmonella
Yersinia
Campylobacter
E. coli
3. Indikasi
a. Adanya diare dan konstipasi
b. Adanya darah dalam tinja
c. Adanya lendir dalam tinja
d. Adanya ikterus
e. Adanya gangguan pencernaan
f. Kecurigaan penyakit gastrointestinal
4. Kontraindikasi
Tidak ada peringatan atau larangan khusus untuk menjalani pemeriksaan ini. Namun, perlu
diketahui bahwa sampel feses tidak boleh bercampur dengan urine. Oleh karena itu, jika pasien
ingin buang air kecil, lakukanlah sebelum mengumpulkan sampel feses.
Prosedur kultur feses diawali dengan pengambilan sampel tinja atau feses. Pasien dapat
melakukan pengambilan sampel secara mandiri di rumah.
Berikut ini adalah beberapa tahapan yang dapat dilakukan pasien dalam mengambil sampel
feses:
Pada bayi atau balita yang memakai popok, pengambilan sampel feses dapat dilakukan
dengan menyisipkan plastik di atas popok yang bersih. Plastik harus ditempatkan tepat dekat
anus anak agar urine tidak ikut mengalir ke plastik penampung feses.
Sampel feses yang telah diambil akan segera dibawa ke laboratorium untuk diteliti. Di
laboratorium, dokter akan menempatkan feses ke dalam wadah yang telah diisi dengan agar-agar
khusus untuk mendorong pertumbuhan bakteri. Dokter akan memantau pertumbuhan bakteri
pada feses melalui mikroskop.
7. Komplikasi atau Efek Samping Kultur Feses
Tidak ada komplikasi atau efek samping yang timbul akibat kultur feses karena pemeriksaan
tersebut aman dan tidak menimbulkan sakit. Hanya saja, pasien mungkin merasa malu ketika
memberikan sampel feses kepada dokter atau petugas kesehatan di laboratorium.
Orang tua atau pengasuh yang mengambil sampel tinja bayi atau anak berisiko tertular
infeksi yang diderita pasien. Namun, risiko penularan tersebut dapat dikurangi dengan selalu
mencuci tangan dengan benar sebelum dan setelah mengambil sampel tinja.
DAFTAR PUSTAKA
Atlas RM, (2021). Handbook of Microbiological Media. Edisi II. Kultur Dan Pemeriksaan
Feses. Boca Raton : CRC Press. Diakses pada tanggal 07 September 2023. Dari
https://id.scribd.com/document/503936923/kultur-dan-pemeriksaan-feses.
Dian Tri U, (2021). Pemeriksaan Kultur Feses. Diakses 07 September 2023. Dari
https://www.alodokter.com/kultur-feses.
Koneman EW dkk, (2017). Color Atlas and Textbook of Diagnostic Microbiology. Edisi V.
Teknik Pemeriksaan Feses. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins. Diakses
pada tanggal 07 September 2023. Dari https://www.alomedika.com/tindakan-
medis/gastroentero-hepatologi/pemeriksaan-feses/teknik.
Supardi I, Warsa UC, (2019). Mikrobiologi Klinis. Pemeriksaan Mikrobiologis Feses. Jakarta
: Depkes RI & IDI. Diakses pada tanggal 07 September 2023. Dari
https://repository.unimus.ac.id/2846/4/BAB%202.pdf.
Tri Yuniwati , (2022). Jurnal Of Clinical Microbiology. Prosedur Tes Kultur Tinja Untuk
Deteksi Gangguan Perut. Klikdokter.com. Diakses pada tanggal 07 September 2023.
Dari https://www.klikdokter.com/info-sehat/pencernaan/prosedur-tes-kultur-tinja-
untuk-deteksi-gangguan-perut.