Anda di halaman 1dari 8

eknik pemeriksaan feses memerlukan cara pengumpulan sampel yang benar sehingga

pemeriksaan dan interpretasi dapat menunjang ketepatan diagnosis. Sebelum prosedur


dilakukan, jelaskan terlebih dahulu kepada pasien maksud dan tujuan prosedur pemeriksaan.
[1,2,5,7]

Persiapan Pasien
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel feses agar tidak
mengganggu interpretasi, yaitu:

 Pasien harus melaporkan jika sedang mengonsumsi obat-obatan seperti antibiotika,


laksatif, antasida, obat diare, ataupun obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS). Pasien
juga sebaiknya melaporkan jika sedang mengonsumsi obat yang tidak diresepkan oleh
dokter
 Pasien harus melaporkan jika baru saja menjalani prosedur diagnostik dimana ia
diminta untuk meminum cairan barium. Barium dapat membuat pemeriksaan parasit
menjadi rancu selama 5-10 hari[2,4,6,7]

 Pada kasus konstipasi, pasien diminta untuk mengumpulkan sampel kapan saja pasien
bisa. Setelah mengumpulkan sampel yang pertama, klinisi akan memberikan obat
pencahar agar pasien dapat buang air besar dan mengumpulkan sampel kedua. Pasien
harus melaporkan jika ia mempunyai kesulitan untuk defekasi, sehingga gagal
mengumpulkan sampel pertama, sehingga dapat langsung diberikan obat pencahar[5]
 Minta pasien untuk terlebih dahulu buang air kecil agar urin tidak tercampur dengan
sample feses[2-4,7]

Pengambilan Sampel
Prosedur pemeriksaan feses dapat secepatnya dilakukan pada masa akut penyakit.
Pengumpulan sampel bisa di rumah, klinik, maupun rumah sakit. Prosedur ini dapat
dilakukan oleh pasien dewasa secara mandiri. Pada pasien anak, pastikan ibu atau penjaga
anak tersebut dapat mengumpulkan sampel dengan benar. Berikan bantuan pada pasien yang
mempunyai kesulitan mengumpulkan sampel.

Prosedur pengumpulan sampel pada orang dewasa adalah sebagai berikut:

1. Pasien telah terlebih dahulu buang air kecil

2. Pasien menutup jamban atau bedpan dengan kontainer khusus atau plastik. Feses
tidak boleh diambil dari bedpan karena feses yang mengenai bedpan telah
terkontaminasi dengan desinfektan. Feses juga tidak boleh bercampur dengan air, air
sabun, ataupun tissue
3. Pasien menggunakan sarung tangan tidak steril saat pengambilan sampel
 Setelah defekasi, sekitar 20-40 gram atau setara dengan 5-6 sendok sampel
diambil menggunakan aplikator yang tersedia. Untuk memudahkan,
instruksikan pasien untuk mengisi wadah tersebut setengah penuh

 Kemudian sampel dimasukan ke dalam dalam wadah dan ditutup dengan rapat

 Pada kasus konstipasi, minta pasien untuk mengumpulkan sampel sebanyak


“dua butir kacang” Kemudian tutup wadah tersebut dengan rapat

4. Jika pengambilan sampel telah selesai, kontainer khusus atau plastik pada jamban
atau bedpan bisa dilepaskan
5. Lepaskan sarung tangan, lalu cuci tangan dengan bersih menggunakan sabun pada air
yang mengalir

6. Wadah diberi label yang lengkap. Label berisikan nama lengkap pasien, umur, jenis
kelamin, dan tanggal pengambilan sampel feses. Terdapat beberapa kebijakan yang
berbeda dari laboratorium maupun rumah sakit. Tidak jarang label telah diisi sebelum
prosedur dijalankan

7. Segera kumpulkan spesimen dan slip pada petugas laboratorium

Prosedur pengumpulan sampel pada anak yang masih menggunakan popok:

1. Cara pertama adalah dengan mengambil sampel dari popok. Mengambil sampel
secara langsung dari popok disarankan, namun untuk hasil interpretasi yang lebih baik
lapisi popok dengan plastik agar sampel tidak terserap ke dalam popok. Pastikan
sampel tidak bercampur dengan urin

2. Cara lain ialah menggunakan kantong khusus berlabel data pasien yang disediakan
oleh klinik atau rumah sakit. Kantong khusus tersebut ditempelkan pada kulit sekitar
anus anak. Setelah spesimen terkumpulkan kantong khusus tersebut dicabut, lalu
diserahkan pada petugas laboratorium. Dengan cara ini, dapat dipastikan feses tidak
tercampur dengan urin.

Prosedur pengumpulan sampel pada anak yang sedang dilatih atau baru saja dilatih memakai
toilet sendiri (toilet training):
1. Pasien anak didampingi oleh orang dewasa

2. Pasien anak didampingi untuk membuang air kecil atau membuang urin terlebih
dahulu

3. Pendamping memasang kontainer khusus atau plastik. Kemudian prosedur berjalan


serupa dengan pengumpulan sampel pada orang dewasa[2,4,5,7]

Peralatan
Peralatan yang diperlukan pada pengambilan sampel untuk pemeriksaan feses antara lain:
 Wadah sampel: Wadah bersih, kering, bebas dari desinfektan dan mempunyai bukaan
yang lebar untuk menyimpan feses

 Tongkat aplikator atau tusuk gigi yang digunakan untuk mengambil sampel

 Sarung tangan tidak steril untuk pasien mengambil sampel

 Kontainer khusus atau plastik: Kontainer yang dipasang khusus di jamban atau plastik
bening digunakan untuk menampung sampel feses agar tidak terkontaminasi dengan
air atau organisme dari jamban[1,3-7]

Prosedural
Pemeriksaan feses meliputi pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis, tes darah samar tinja,
pemeriksaan mikrobiologi, dan imunologi.[1-5]

Pemeriksaan Makroskopis

Pada pemeriksaan makroskopis akan diperiksa hal-hal berikut:

 Warna: Warna normal pada feses adalah kecoklatan atau kuning. Warna tersebut
diakibatkan karena adanya zat bilirubin yang dihasilkan oleh hati. Namun, warna
dapat bersifat variatif tergantung pada diet pasien. Warna tanah liat (clay-coloured)
atau warna dempul yang pucat menunjukan adanya kelainan seperti obstruksi bilier,
empedu, atau steatorrhea.[1,2] Tinja berwarna gelap atau kehitaman (black tarry
stool) disebut melena. Melena terjadi jika terdapat perdarahan lebih dari 100 mL di
saluran pencernaan atas. Selain pendarahan pada saluran pencernaan atas, obat-obatan
yang mengandung zat besi, bismuth, dan karbon aktif juga dapat memberikan warna
kehitaman pada tinja[1]
 Konsistensi: Konsistensi normal feses adalah agak lunak dan berbentuk. Konstipasi
menyebabkan tinja menjadi kecil dan keras sehingga sulit untuk dikeluarkan. Untuk
pemeriksaan konsistensi, skala feses Bristol dapat digunakan untuk panduan visual
saat pemeriksaan. Bristol Stool Form Scale disingkat BSF juga digunakan untuk
memonitor keadaan pasien yang memiliki feses yang cair[1]
 Jumlah: Pada keadaan normal, jumlah tinja manusia adalah 100-250 gram/hari.
Namun, hal tersebut dipengaruhi oleh jumlah makanan yang dikonsumsi, khususnya
sayur yang banyak mengandung[1,2]

 Bau: Bau normal pada tinja disebabkan oleh indol, skatol, serta asam butirat. Bau
pada tinja dihasilkan oleh keadaan seperti penguraian protein dan gula. Bau
menyengat dapat disebabkan oleh parasit Giardia lamblia atau malabsorpsi
lemak[1,2]
 Lendir: adanya sedikit lendir dalam tinja adalah normal. Beberapa bakteri dan parasit
dapat menyebabkan adanya lendir yang banyak pada tinja[1,2]
 Darah: adanya campuran darah segar menandakan perdarahan pada saluran
pencernaan bawah. Darah yang bercampur dengan tinja juga didapati
pada disentri yang disebabkan oleh Shigella[1,2]
 Parasit: Pada infeksi parasit, kista parasit bisa ditemukan pada tinja yang padat,
sedangkan trofozoit bisa ditemukan pada tinja yang cair. Pada pemeriksaan
makroskopis juga bisa tampak cacing, contohnya Enterobius
vermicularis dan Ascaris lumbricoides[1,2]
Pemeriksaan Mikroskopis

Pemeriksaan mikroskopis merupakan langkah yang penting dalam mendeteksi abnormalitas


pada usus. Pemeriksaan mikroskopis merupakan pemeriksaan diagnostik yang digunakan
untuk melihat adanya leukosit, jenis protozoa, dan telur cacing.[1,2]

Cacing yang tidak dapat terlihat pada pemeriksaan makroskopis dapat dilihat menggunakan
pemeriksaan mikroskopis. Direct wet mount, saline wet mount, dan iodine wet mount dapat
digunakan untuk melihat bentuk cacing, telur, larva, tropozoit, dan kista. Iodine wet
mount lebih baik digunakan jika ingin melihat kista. Cara sederhana tersebut ialah dengan
sedikit menaruh sampel tinja yang diemulsi dalam 1-2 tetes saline atau iodine pada slide
kaca, kemudian slide kaca baru ditempatkan di atasnya dan sediaan diperiksa di bawah
mikroskop.[2,3]
 Leukosit: Pada keadaan normal, leukosit tidak ditemukan dalam tinja. Untuk
pemeriksaan leukosit, sampel tinja diambil pada bagian yang berlendir. Leukosit
biasanya didapati pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Dan tidak ditemukan
pada kasus diare yang disebabkan oleh virus dan parasit[1,2]

 Eritrosit: Pada keadaan normal, eritrosit tidak ditemukan dalam tinja. Invasi amoeba
dapat menyebabkan adanya darah pada tinja. Keadaan seperti disentri juga merupakan
infeksi pada usus yang menyebabkan diare yang disertai darah atau lendir. Penyebab
lain adanya eritrosit pada tinja adalah inflammatory bowel disease, keganasan, ulkus
peptikum, angiodisplasia, dan divertikulosis[1]
 Lemak: Pada manusia sehat, kurang dari 6 g/hari lemak diekskresi dalam tinja.
Jumlah ini tetap konstan meskipun konsumsi harian lemak mencapai 100-125 g.
Untuk pengumpulan sampel pemeriksaan steatorrhea, tinja dikumpulkan selama 72
jam saat pasien melakukan diet yang mengandung 100 g lemak setiap hari. Namun,
pemeriksaan ini sudah mulai digantikan dengan tes steatokrit asam yang didasarkan
pada pengukuran berat. Tes ini didapati lebih sederhana, cepat, dan murah
dibandingkan dengan pengumpulan lemak 72 jam[1]

 Gula: Pemeriksaan ini menggunakan kertas kromatografi untuk mengidentifikasi


adanya gula dalam tinja. Pemeriksaan ini memungkinkan untuk mendiagnosis
galaktosemia klasik yang juga disebut dengan galaktosemia tipe 1, malabsorpsi
sukrosa, intoleransi laktosa, dan keadaan seperti malabsorpsi glukosa-galaktosa[1]
 pH tinja diperiksa menggunakan kertas nitrazine. Kertas kemudian ditempelkan pada
sampel tinja selama 30 detik, kemudian bandingkan perubahan warna pada kertas
nitrazine. pH normal tinja adalah 7,0-7,5. Pada bayi yang meminum asi, pH akan
lebih asam daripada normal. Feses dengan pH rendah dapat disebabkan oleh
penyerapan yang buruk dari karbohidrat atau lemak[1]

Tes Darah Samar Tinja atau Fecal Occult Blood Test

Terdapat beberapa macam metode pemeriksaan darah samar yang sering dilakukan, seperti
tes benzidin, berdasarkan penentuan aktivitas peroksidase atau oksiperoksidase dari eritrosit.
Tidak ada pembatasan diet tertentu yang diperlukan selama pemeriksaan ini, namun vitamin
C dalam jumlah banyak dapat mempengaruhi hasil dari tes sehingga terjadi false negative.
Oleh sebab itu, setidaknya 3 hari sebelum pengambilan sampel, konsumsi vitamin C dibatasi
menjadi kurang dari 250 mg/hari.
Beberapa hal yang juga perlu diperhatikan dalam tes darah samar adalah penggunaan obat-
obatan, seperti aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), yang dapat mengakibatkan
perdarahan minor pada dinding mukosa.[1]
Pemeriksaan Mikrobiologis

Pemeriksaan mikrobiologis dapat digunakan untuk mengidentifikasi mikroorganisme yang


menyebabkan infeksi pada saluran cerna. Pemeriksaan sediaan basah merupakan cara yang
paling sederhana untuk memeriksa bakteri pada tinja.[1,2]

Pemeriksaan mikrobiologis tinja dapat mengidentifikasi bakteri gram yang menyebabkan


infeksi saluran cerna dengan pewarnaan gram. Beberapa bakteri gram positif yang dapat
ditemukan adalah:

 Staphylococcus aureus: Bakteri ini merupakan bakteri yang secara klasik


menyebabkan keracunan makanan. Tanda dan gejala yang terjadi adalah mual,
muntah dan diare
 Clostridium perfringens: Enterotoksin yang dihasilkan oleh bakteri ini
menyebabkan gastroenteritis. Infeksi tersebut menyebabkan mual, muntah, disertai
kram perut, diare, dan terkadang terjadi demam
 Clostridium difficile: Diare yang disebabkan oleh bakteri ini biasanya berhubungan
dengan penggunaan antibiotik seperti clindamycin, lincomycin, ampicillin, dan ceph
 Bacillus cereus: Bakteri ini juga menyebabkan keracunan makanan[2]
Sementara itu, bakteri gram negatif yang bisa ditemukan antara lain:
 Vibrio cholera: Bakteri ini menyebabkan kolera yang merupakan infeksi yang
menyebabkan diare, muntah, dan dehidrasi berat
 Vibrio parahemolyticus : Bakteri ini biasanya ditemukan pada makanan laut yang
tidak matang
 Escherichia coli: Mempunyai subtipe seperti Enterotoxigenic E. coli (ETEC)
dan Enteropathogenic E. coli (EPEC)
 Salmonella sp: Gastroenteritis akut yang dapat disertai dengan demam dapat
disebabkan oleh bakteri enteritidis dan S.typhimurium
 Shigella spp: Shigella dysenteriae merupakan bakteri yang menyebabkan diare
berdarah. Disentri basiler atau shigellosis merupakan diare berat jika dibandingkan
dengan jenis infeksi Shigella lainya. Penyakit ini sangat[2]
Rotavirus juga dapat ditemukan pada pemeriksaan mikrobiologi feses menggunakan tes
aglutinasi antigen. Rotavirus adalah virus yang paling umum menyebabkan diare pada bayi
dan anak-anak. Virus yang menginfeksi usus ini dapat menyebabkan muntah dan diare yang
disertai dengan gejala sistemik seperti demam ringan.[2]

Kultur Feses

Tes tambahan pemeriksaan feses adalah kultur feses. Agar Mac Coney dapat digunakan
untuk pemeriksaan kultur. Normalnya, hasil kultur feses adalah negatif. Hasil diangga positif
jika ada pertumbuhan sekecil apapun dari Salmonella,Shigella, Campylobacter, Yersinia, atau
patogen enterik lainnya.[13]
Identifikasi Parasit

Untuk pemeriksaan parasit, diperlukan minimal 3 sampel. Contohnya pada kasus Giardiasis,
pemeriksaan positif hanya didapati 50-70% jika hanya digunakan 1 sampel, namun menjadi
90% pada sampel ketiga. Pengumpulan sampel dilakukan pada hari yang berbeda.[2]

Berikut ini adalah beberapa parasit yang bisa diidentifikasi dari pemeriksaan feses:

 Giardia lamblia: Pada pasien dengan giardiasis, identifikasi dapat dilakukan pada
spesimen segar atau yang diawetkan dengan alkohol maupun formalin 10%.
Dikatakan positif jika ditemukan trofozoit atau kista pada sampel feses[8]
 Ascaris lumbricoides: Pada askariasis, bisa ditemukan telur besar, berwarna coklat,
ukuran 69 x 50 mcm tiga lapis (trilayered)[9]
 Ancylostoma sp: Pada ankilostomiasis dapat ditemukan telur cacing. Telur
Ancylostoma berbentuk lonjong dengan ukuran 60-75 mcm x 35-40 mcm. Dinding
telur Ancylostoma umumnya tipis, berlapis hialin, dan tidak berwarna[10]
 Strongyloides stercoralis: Pada strongyloidiasis dapat ditemukan telur atau larva.
Telur Strongyloides berukuran lebih kecil dari Ancylostoma, yaitu 45-55 mcm x 30-
35 mcm, memiliki cangkang yang tipis, dan berisikan larva. Larva rhabditiformis
Strongyloides memiliki panjang 180-380 mcm dengan buccal anal yang pendek dan
rhabdotoid esofagus yang memanjang 1/3 panjang badan. Larva rhabditiform ini juga
memiliki primordium genital yang memanjang. Sementara itu, larva filariformis
memiliki tubuh lebih panjang dan rasio esofagus-intestinal yang lebih kecil[11]
 Enterobius vermicularis: Pada enterobiasis dapat ditemukan telur pada area perianal.
Ukuran telur berkisar 50-60 mcm x 20-30 mcm. Telur berbentuk oval, transparan, dan
sedikit datar di satu sisi[12]
Pemeriksaan Imunologi

Tes antigen dapat digunakan pada infeksi yang sedang aktif. Pemeriksaan imunologi pada
feses misalnya Helicobacter pylori stool antigen (HpSA) dan Rotavirus stool antigen test.
Panel Test Antigen:

Panel test antigen adalah pemeriksaan antigen yang mendeteksi sejumlah patogen umum
yang menyebabkan infeksi pada saluran cerna. Antigen yang dites dapat mencakup antigen
terhadap parasit seperti Cryptosporidium spp., Giardia duodenalis, Entamoeba histolytica,
dan Wuchereria bancrofti.[14] Virus yang dapat diidentifikasi mencakup astrovirus,
norovirus, dan sapovirus.[15] Sementara bakteri yang bisa diidentifikasi
mencakup Campylobacter spp., C. difficile, dan Salmonella sp.[16]
Helicobacter Pylori Stool Antigen (HpSA):

Pemeriksaan Helicobacter pylori stool antigen (HpSA) menggunakan enzyme


immunoassay (EIA) memiliki sensitivitas 94% dan spesifisitas 97%. Nilai ini
menyerupai urea breath test. Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi infeksi Helicobacter
pylori yang sedang aktif. Pemeriksaan ini dapat dipengaruhi oleh konsumsi bismuth,
antibiotik, dan PPI (Proton Pump Inhibitor). Pasien diharapkan tidak mengonsumsi antibiotik
selama 4 minggu dan PPI selama 1-2 minggu sebelum tes untuk menghindari false negative.
[2,6]
Rotavirus Stool Antigen Test:

Pemeriksaan ini dapat mendeteksi antigen rotavirus pada sampel feses. Waktu pemeriksaan
adalah 1-4 hari setelah timbul gejala, dengan sensitivitas 99% dan menurun menjadi 76%
pada hari ke 4-8.[2]

Entamoeba Stool Antigen Test:

Deteksi antigen entamoeba dalam tinja adalah sensitif, spesifik, cepat. Keuntungannya adalah
dapat membedakan antara Entamoeba histolytica dan Entamoeba dispar. Cara pemeriksaan
adalah dengan menggunakan antibodi monoklonal yang merupakan antibodi monospesifik
yang dapat mengikat satu epitop saja, yaitu epitop pada E. histolytica.[2]
Follow Up
Setelah prosedur dilaksanakan pasien akan menerima obat sesuai dengan indikasi. Klinisi
akan memberikan penanganan sesuai dengan yang diperlukan pasien. Tergantung tujuan
pemeriksaan, hasil pemeriksaan feses dapat keluar dalam 1-3 hari.[4]

Anda mungkin juga menyukai