Anda di halaman 1dari 10

HAKIKAT DAN RUANG LINGKUP EVALUASI PENDIDIKAN

Resume materi 2 Tugas Mata Kuliah Evaluasi Belajar Siswa


Dosen Pengampu : Wuly Oktiningrum, M.Pd

Disusun oleh :
I Gusti Adinda Nur Amalia (21862061040)
Kelas : 21-B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM RADEN RAHMAT MALANG
MARET 2023
INSTRUMENT PENGEMBANGAN EVALUASI HASIL BELAJAR
A. TES URAIAN
1. Pengertian Tes Uraian (essay)
Tes uraian adalah butiran soal yang mengandung pertanyaan atau tugas yang
jawaban atau pengerjaan soal tersebut harus dilakukan dengan cara mengekspresikan
pikiran peserta tes secara naratif. Ciri khas tes uraian ialah jawaban terhadap soal
tersebut tidak disediakan oleh orang yang mengkontruksi butir soal, tetapi disusun
oleh peserta tes. Peserta tes bebas untuk menjawab pertanyaan yang diajukan. Setiap
peserta tes dapat memilih, menghubungkan, dan atau menyampaikan gagasan dengan
menggunakan kata-katanya sendiri.
Soal uraian adalah soal yang jawabannya menuntut peserta tes untuk
mengorganisasikan gagasan atau hal-hal yang telah dipelajarinya dengan cara
mengemukakan gagasan atau pokok pikiran tersebut dalam bentuk tulisan.
Djiwandono (2008: 57) menjelaskan bahwasanya secara lebih khusus tes
uraian (tes esai) mengacu pada tes yang jawabannya berupa suatu esai atau uraian
dalam berbagai gaya penulisan, seperti diskriptif dan argumentatif, sesuai dengan
permasalahan yang menjadi pokok bahasan.
Salah satu pertimbangan dalam menggunakan salah satu bentuk tes, apakah
tes subyektif atau tes objektif, maka perlu dipahami terlebih dulu keunggulan dan
kelemahan bentuk tes tersebut. Jika telah menentukan pilihan untuk menggunakan
salah satu bentuk tes tersebut maka salah satu kiat dalam seni membuat soal tes adalah
memaksimalkan keunggulan tes tersebut dan menekan seminimal mungkin
kelemahan-kelemahan dari soal bentuk tersebut.
Bentuk tes uraian dapat diklasifikasi ke dalam dua tipe yaitu tes uraian bebas
(extended response) dan tes uraian terbatas (restricted response). Pembedaan kedua
tipe tes uraian ini adalah atas dasar besarnya kebebasan yang yang diberikan kepada
peserta tes untuk mengorganisasikan, menulis dan menyatakan pikiran, tingkat
pemahaman terhadap pokok permasalahan dan gagasannya.
Sebagaimana telah dikemukakan, perbedaan utama antara tes uraian bebas dan
uraian terbatas tergantung kepada kebebasan memberikan jawaban. Jawaban yang
diberikan oleh peserta tes dalam tes uraian bebas hampir-hampir tidak ada
pembatasan. Peserta tes memiliki kebebasan yang luas sekali untuk
mengorganisasikan dan mengekspresikan pikiran dan gagasannya dalam menjawab
soal tersebut. Jadi jawaban siswa bersifat terbuka, fleksibel, dan tidak tersrtuktur.
2. Keunggulan dan Kelemahan Tes Bentuk Uraian
Sarimanah menjelaskan bahwa tes uraian memiliki beberapa keunggulan, jika
dibandingkan dengan tes objektif antara lain:
1) Tes uraian dapat dengan baik mengukur hasil belajar yang kompleks.
Hasil belajar yang kompleks artinya hasil belajar yang tidak sederhana.
Hasil belajar yang kompleks tidak hanya membedakan yang benar dari
yang salah, tetapi juga dapat mengekspresikan pemikiran peserta tes serta
pemilihan kata yang dapat memberi arti yang spesifik pada suatu
pemahaman tertentu. Apabila yang diukur adalah kemampuan hasil
belajar yang sederhana, yaitu memilih suatu yang lebih benar atau yang
lebih tepat, maka sebaiknya menggunakan tes objektif.
2) Tes bentuk uraian terutama menekankan kepada pengukuran kemampuan
mengintegrasikan berbagi buah pikiran dan sumber informasi kedalam
suatu pola berpikir tertentu, yang disertai dengan keterampilan pemecahan
masalah. Integrasi buah pikiran itu membutuhkan dukungan kemampuan
untuk mengekspresikannya. Tanpa dukungan kemampuan
mengekspresikan buah pikiran secara teratur dan taat asas, maka
kemampuan tidak terlihat secara utuh. Bahkan kemampuan itu secara
sederhana sudah akan dapat kelihatan dengan jelas dalam pemilihan kata,
penyusunan kalimat, penggunaan tanda baca, penyusunan paragraf dan
susunan rangkain paragraf dalam suatu keutuhan pikiran.
3) Bentuk tes uraian lebih meningkatkan motivasi peserta didik untuk
melahirkan kepribadiannya dan watak sendiri, sesuai dengan sifat tes
uraian yang menuntut kemampuan siswa untuk mengekspresikan jawaban
dalam kata-kata sendiri. Untuk dapat mengekspresikan pemahaman dan
penguasaan bahan dalam jawaban tes, maka bentuk tes uraian menuntut
penguasaan bahan secara utuh. Penguasaan bahan yang tanggung atau
parsial dapat dideteksi dengan mudah. Karena itu untuk menjawab tes
uraian dengan baik peserta tes akan berusaha menguasai bahan yang
diperkirakannya akan diujikan dalam tes secara tuntas. Seorang peserta tes
yang mengerjakan tes uraian dengan penguasaan bahan parsial akan tidak
mampu menjawab soal dengan benar atau akan berusaha dengan cara
membual.
4) Kelebihan lain tes uraian ialah memudahkan guru untuk menyusun butir
soal. Kemudahan ini terutama disebabkan oleh dua hal, yaitu pertama,
jumlah butir soal tidak perlu banyak dan kedua, guru tidak selalu harus
memasok jawaban atau kemungkinan jawaban yang benar sehingga akan
sangat menghemat waktu konstruksi soal. Tetapi hal ini tidak berarti butir
soal uraian dapat dikontruksikan secara asal-asalan. Kaidah penyusunan
tes uraian tidaklah lebih sederhana dari kaidah penyusunan tes objektif.
5) Tes uraian sangat menekankan kemampuan menulis. Hal ini merupakan
kebaikan sekaligus kelemahannya. Dalam arti yang positif tes uraian akan
sangat mendorong siswa dan guru untuk belajar dan mengajar, serta
menyatakan pikiran secara tertulis.
Dengan demikian diharapkan kemampuan para peserta didik dalam
menyatakan pikiran secara tertulis akan meningkat. Tetapi dilihat dari segi
lain, penekanan yang berlebihan terhadap penggunaan tes uraian yang sangat
menekankan kepada kemampuan menyatakan pikiran dalam bentuk tulisan
yang dapat menjadikan tes sebagai alat ukur yang tidak adil dan tidak reliable.
Bagi siswa yang tidak mempunyai kemampuan menulis, akan menjadi beban.
Namun demikian tes uraian mempunyai kelemahan antara lain:
1) Reliabilitasnya rendah artinya skor yang dicapai oleh peserta tes tidak
konsisten bila tes yang sama atau tes yang paralel yang diuji ulang
beberapa kali. Ada tiga hal yang menyebabkan tes uraian
realibilitasnya rendah yaitu pertama keterbatasan sampel bahan yang
tercakup dalam soal tes. Kedua, batas-batas tugas yang harus
dikerjakan oleh peserta tes sangat longgar, walaupun telah diusahakan
untuk menentukan batasan-batasan yang cukup ketat. Ketiga,
subjektifitas penskoran yang dilakukan oleh pemeriksa tes.
2) Untuk menyelesaikan tes uraian guru dan siswa membutuhkan waktu
yang relatif banyak.
3) Jawaban peserta tes kadang-kadang disertai bualan-bualan.
4) Kemampuan menyatakan pikiran secara tertulis menjadi hal yang
paling membedakan prestasi belajar siswa.
5) Sering terjadi hallo effect, carry over effect, dan order effect.
3. Penggunaan Tes Bentuk Uraian
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwasannya secara umum ada dua jenis tes
yang memiliki karakteristik sangat berbeda yakni tes obyektif dan tes subyektif.
Kapan kedua jenis tes itu dipergunakan akan bergantung pada tujuan soal tes itu
dibuat.
Soal-soal yang bertujuan mengungkap kognitif tingkat rendah, seperti
ingatan pemahaman dan aplikasi, maka sesuai menggunakan tes obyektif. Akan
tetapi, hal yang sama tidak berlaku untuk soal-soal yang lebih komplek dan
dengan tujuan mengungkap kognitif tinggi, seperti analisis, sintesis, dan evaluasi
(Suyata, 1997:19). Sebaiknya tes uraian digunakan apabila :
1) Jumlah siswa atau peserta tes relatif sedikit.
2) Waktu yang dipunyai guru untuk mempersiapkan soal relatif singkat dan
terbatas.
3) Tujuan instruksional yang ingin dicapai adalah kemampuan
mengekspresikan pikiran dalam bentuk tertulis, menguji kemampuan
dengan baik, atau penggunaan kemampuan penggunaan bahasa secara
tertib.
4) Guru ingin memperoleh informasi yang tidak tertulis secara langsung di
dalam soal ujian tetapi dapat disimpulkan dari tulisan peserta tes, seperti :
sikap, nilai, atau pendapat. Soal uraian dapat digunakan untuk memperoleh
informasi langsung tersebut, tetapi harus digunakan dengan sangat hati-
hati oleh guru.
5) Guru ingin memperoleh hasil pengalaman belajar siswanya.
4. Langkah-Langkah Menyusun Tes Uraian
Sebenarnya menyususn tes uraian tidak semudah yang diperkirakan banyak
orang, kalau benar-benar ingin menghasilkan butir soal yang berkualitas. Ada
beberapa ketentuan yang perlu diikuti dan dipenuhi. Pemilihan format tes uraian
menjadi pertimbangan lagi apabila mengingat betapa tidak mudahnya pemberian
skor dengan prinsip pengukuran yang benar. Berikut adalah rambu-rambu
bagaimana menyusun tes uraian dengan memenuhi kriteria dan prinsip-prinsip
pengukuran.
1) Penentuan Tujuan Tes
2) Penyusunan Kisi-Kisi Tes Dengan Cermat
3) Penulisan Butir Soal
4) Penelaahan Soal Tes Uraian
B. Tes Bentuk Objektif/Pilihan
1. Pengertian Tes Objektif
Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan
secara objektif. Hal ini memang dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan-
kelemahan dari tes bentuk esai. Dalam penggunaan tes objektif ini jumlah soal
yang diajukan jauh lebih banyak daripada tes esai kadang-kadang untuk tes
yang berlangsung selama 60 menit dapat diberikan 30-40 soal (Arikunto,
2009:164). Sementara itu menurut Hidayat, dkk. (1994:63) tes objektif adalah
tes yang terdiri dari item-item (stem) yang dapat dijawab dengan jalan
memilih salah satu alternatif (option) yang benar dan alternatif yang tersedia
atau mengisi jawaban yang benar dengan beberapa kata atau sandi.
Tes objektif sering juga disebut tes dikotomi (dichotomously scored
item) karena jawabannya antara benar atau salah dan skornya antara 1 atau 0.
Disebut tes objektif karena penilaiannya objektif. Siapa pun yang mengoreksi
jawaban tes objektif hasilnya akan sama karena kunci jawabannya sudah jelas
dan pasti. Tes objektif menuntut peserta didik untuk memilih jawaban yang
benar di antara kemungkinan jawaban yang telah disediakan, memberikan
jawaban singkat, dan melengkapi pertanyaan atau pernyataan yang belum
sempurna. Tes objektif sangat cocok untuk menilai kemampuan yang
menuntut proses mental yang tidak begitu tinggi, seperti mengingat, mengenal,
pengertian, dan penerapan prinsip-prinsip (Arifin, 2009:135).
2. Jenis-jenis Tes Objektif
Selanjutnya Arikunto (2009:165) mengemukakan beberapa jenis tes
objektif. Jenis-jenis tes objektif adalah sebagai berikut:
1. Tes Benar Salah (True-False)
Soal-soalnya berupa pernyataan-pernyataan. Pernyataan tersebut ada yang
benar ada yang salah. Orang yang ditanya bertugas untuk menandai masing-
masing pernyataan tersebut dengan melingkari (B) untuk pernyataan yang
betul menurutnya dan (S) untuk pernyataan yang salah.
Salah satu fungsi bentuk soal benar-salah adalah untuk mengukur
kemampuan peserta didik dalam membedakan antara fakta dan pendapat. Agar
soal dapat berfungsi dengan baik, maka materi yang ditanyakan hendaknya
homogen dari segi isi. Bentuk soal seperti ini lebih banyak digunakan untuk
mengukur kemampuan mengidentifikasi informasi berdasarkan hubungan
yang sederhana (Arifin, 2009:137).
Contoh:
B – S : Novel Siti Nurbaya ditulis oleh Marah Rusli
B – S : Datuk Maringgih adalah salah satu tokoh dalam novel Siti Nurbaya
Beberapa petunjuk praktis dalam menyusun soal benar-salah menurut
Arifin (2009:137) adalah sebagai berikut:
a. Dalam menyusun item bentuk benar-salah ini hendaknya jumlah item
cukup banyak di atas 50 soal, sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
b. Jumlah item yang benar dan salah hendaknya sama.
c. Berilah petunjuk cara mengerjakan soal yang jelas dan memakai
kalimat yang sederhana.
d. Hindarkan pernyataan yang terlalu umum, kompleks, dan negatif.
e. Hindarkan penggunaan kata yang dapat memberi petunjuk tentang
jawaban yang dikehendaki. Misalnya: biasanya, umumnya, selalu.
2. Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice Test)
Tes pilihan ganda terdiri atas suatu keterangan atau pemberitahuan
tentang suatu pengertian yang belum lengkap. Dan untuk melengkapinya
harus memilih satu dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah
disediakan. Tes ini terdiri dari keterangan (stem) dan bagian kemungkinan
jawaban atau alternatif (options). Kemungkinan jawaban terdiri atas satu
jawaban yang benar yaitu kunci jawaban dan beberapa pengecoh
(distructor).
Mengenai jumlah alternatif jawaban sebenarnya tidak ada aturan
baku. Guru bisa membuat 3, 4, atau 5 alternatif jawaban. Semakin banyak
semakin bagus. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi faktor menebak
(chance of guessing). Adapun kemampuan yang dapat diukur oleh bentuk
soal pilihan ganda antara lain: mengenal istilah, fakta, prinsip, metode, dan
prosedur; mengidentifikasi penggunaan fakta dan prinsip; menafsirkan
hubungan sebab-akibat dan menilai metode prosedur (Arifin, 2009:138-
139).
Berikut beberapa petunjuk praktis dalam menyusun soal bentuk
pilihan-ganda menurut Arifin (2009:143), yaitu:
a. Harus mengacu pada kompetensi dasar dan indikator soal.
b. Berilah petunjuk mengerjakannya dengan jelas.
c. Jangan memasukkan materi soal yang tidak relevan dengan apa yang
sudah dipelajari peserta didik.
d. Pernyataan pada soal seharusnya merumuskan persoalan yang jelas dan
berarti.
e. Pernyataan dan pilihan hendaknya merupakan kesatuan kalimat yang
tidak terputus.
f. Alternatif jawaban harus berfungsi, homogen dan logis.
g. Panjang pilihan pada suatu soal hendaknya lebih pendek daripada
itemnya.
h. Usahakan agar pernyataan dan pilihan tidak mudah diasosiasikan.
i. Alternatif jawaban yang betul hendaknya jangan sistematis.
j. Harus diyakini benar bahwa hanya ada satu jawaban yang benar.
3. Menjodohkan (Matching Test)
Matching test dapat diganti dengan istilah mempertandingkan,
mencocokkan, memasangkan, atau menjodohkan. Matching test terdiri atas
satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban. Masing-masing pertanyaan
mempunyai jawaban yang tercantum dalam seri jawaban. Tugas murid
adalah mencari dan menempatkan jawaban-jawaban, sehingga sesuai atau
cocok dengan pertanyaannya.
Perbedaannya dengan bentuk pilihan-ganda adalah pilihan-ganda
terdiri dari stem dan option, kemudian peserta didik tinggal memilih salah
satu option yang dianggap paling tepat, sedangkan bentuk menjodohkan
terdiri atas kumpulan soal dan kumpulan jawaban yang keduanya
dikumpulkan pada dua kolom yang berbeda. Jumlah pilihan jawaban
dibuat lebih banyak daripada jumlah persoalan. Bentuk soal ini sangat baik
untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi
informasi berdasarkan hubungan yang sederhana dan kemampuan
mengidentifikasi kemampuan menghubungkan antara dua hal. Makin
banyak hubungan antara premis dengan respons dibuat, maka makin baik
soal yang disajikan (Arifin, 2009:144).
Untuk menyusun soal bentuk ini, Arifin (2009:145) memberikan
beberapa kriteria, yaitu:
a. Buatlah petunjuk tes dengan jelas, singkat, dan mudah dipahami.
b. Sesuaikan dengan kompetensi dasar dan indikator.
c. Kumpulan soal diletakkan di sebelah kiri, sedangkan jawabannya
di sebelah kanan.
d. Jumlah alternatif jawaban hendaknya lebih banyak daripada jumlah
soal.
e. Susunlah item-item dan alternatif jawaban dengan sistematika
tertentu. Misalnya, sebelum pokok persoalan, didahului dengan
stem, atau bisa juga langsung pada pokok persoalan.
f. Seluruh kelompok soal dan jawaban hanya terdapat dalam satu
halaman.
g. Gunakanlah kalimat yang singkat dan langsung terarah pada pokok
persoalan.
4. Tes Isian (Completion Test)
Completion test biasa disebut dengan istilah tes isian, tes
menyempurnakan, atau tes melengkapi. Completion test terdiri atas
kalimat-kalimat yang ada bagian-bagiannya yang dihilangkan. Bagian
yang dihilangkan atau yang harus diisi oleh murid ini merupakan
pengertian yang kita minta dari murid.
Untuk menyusun soal bentuk ini, Arifin (2009:146) memberikan
beberapa kriteria, yaitu:
a. Hendaknya tidak menggunakan soal yang terbuka, sehingga ada
kemungkinan peserta didik menjawab secara terurai.
b. Untuk soal tes bentuk melengkapi hendaknya tidak mengambil
pernyataan langsung dari buku (textbook).
c. Titik-titik kosong sebagai tempat jawaban hendaknya diletakkan
pada akhir atau dekat akhir kalimat daripada pada awal kalimat.
d. Jangan menyediakan titik-titik kosong terlalu banyak. Pilihlah
untuk masalah yang urgen saja.
e. Pernyataan hendaknya hanya mengandung satu alternatif jawaban,
f. Jika perlu dapat digunakan gambar-gambar sehingga dapat
dipersingkat dan jelas.
3. Kelemahan dan Kelebihan Tes Objektif
Berikut adalah kelebihan dan kelemahan tes objektif menurut Arikunto
(2009:164-165).
No. Kelebihan Kelemahan
1. Mengandung banyak Membutuhkan persiapan
segi positif, lebih penyusunan soal yang sulit.
representatif, dan
objektif.
2. Pemeriksaan lebih Soalnya cenderung
mudah dan cepat. mengungkapkan ingatan dan
sukar mengukur proses
mental.
3. Pemeriksaan dapat Banyak kesempatan untuk
diserahkan pada orang main untung-untungan.
lain.
4. Tidak memiliki unsur “Kerja sama” antarsiswa
subjektifitas dalam dalam mengerjakan tes lebih
proses pemeriksaan. terbuka.

Lebih lanjut Arikunto (2009:177) mengemukakan beberapa kondisi


kapan dan bagaimana tes objektif ini digunakan
1) Kelompok yang akan dites banyak dan tesnya akan digunakan berkali-
kali.
2) Skor yang diperoleh diperkirakan akan dapat dipercaya (mempunyai
reliabilitas yang tinggi).
3) Guru lebih mampu menyusun tes bentuk objektif daripada tes bentuk
esai.
4) Hanya mempunyai waktu sedikit untuk koreksi dibandingkan waktu
yang digunakan untuk menyusun tes.
C. Tes Lisan
1. Pengertian Tes Lisan
Tes lisan adalah tes yang menuntut siswa memberikan jawaban secara
lisan. Tes lisan biasanya dilaksanakan dengan cara mengadakan percakapan
antara siswa dengan tester tentang permasalahannya yang diujikan. Tes lisan
dapat digunakan untuk mengungkapkan hasil belajar siswa, baik pada aspek
kognitif maupun afektif. Tes lisan sangat bermanfaat untuk mengukur aspek
yang berkaitan dengan kemampuan komunikasi (communicative skill). Tes
lisan juga dapat digunakan untuk menguji siswa, baik secara individual
maupun secara kelompok.
Pada dasarnya tes lisan sama dengan tes uraian, perbedaannya terletak
pada pelaksanaannya. Tes lisan dilakukan dalam suatu komunikasi langsung
antara tester dan testi.
Tes lisan digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar berupa
kemampuan untuk mengemukakan pendapat-pendapat atau gagasan-gagasan
secara lisan. Jika bahan ajar yang diajukan sama maka ideal sekali kalau siswa
mendapat perangkat soal yang sama, tetapi hal ini sulit untuk dilakukan secara
serempak terhadap semua testi oleh tester yang sama.
Dalam tes lisan, jawaban yang diberikan oleh testi dalam bentuk
ungkapan lisan. Instrumen yang digunakan disajikan dalam bentuk tulisan atau
lisan. Pada umumnya tes lisan berbentuk tanya jawab langsung secara lisan
antara tester dengan testi. Tes lisan ini sangat berguna bagi siswa untuk
melatih diri dalam mengungkapkan pendapat atau buah pikirannya secara lisan
dan mengembangkan kemampuan berbicara.
Jadi tes lisan juga dapat diartikan sebagai suatu tes yang
pelaksanaannya dilakukan dengan mengadakan tanya jawab secara langsung
antara pendidik dan peserta didik.
2. Tujuan Tes Lisan
Tes lisan dilakukan secara verbal. Ini terutama bertujuan untuk:
a. Kemampuan memecahkan masalah.
b. Proses berpikir terutama melihat hubungan sebab akibat.
c. Menggunakan bahasa lisan.
d. Kemampuan mempertanggungjawabkan pendapat atau konsep yang
dikemukakan.
3. Macam-macam Tes Lisan
Thoha (2003:61) menjelaskan bahwa tes ini termasuk kelompok tes
verbal, yaitu tes soal dan jawabannya menggunakan bahasa lisan. Dari segi
persiapan dan cara bertanya, tes lisan dapat dibedakan menjadi dua yakni:
a. Tes lisan bebas
Yaitu pendidik dalam memberikan soal kepada peserta didik
tanpa menggunakan pedoman yang dipersiapkan secara tertulis.
Kelemahan tes lisan bebas ini adalah sukar menentukan standar
jawaban yang benar sebab jawaban siswa sifatnya beraneka ragam.
b. Tes lisan berpedoman
Pendidik menggunakan pedoman tertulis tentang apa yang akan
ditanyakan kepada peserta didik.
Tes ini lebih mudah dalam memeriksanya karena dapat lebih
mudah ditetapkan standar jawaban yang benar.
4. Kelebihan dan Kelemahan Tes Lisan
 Keuntungan Tes lisan dalam Evaluasi Pembelajaran
 Dapat menilai kemampuan dan tingkat pengetahuan yang dimiliki
siswa, sikap serta kepribadiannya karena dilakukan secara
berhadapan langsung
 Bagi siswa yang kemampuan berpikirnya lambat sehingga sering
mengalami kesulitan dalam memahami pertanyaan soal, tes bentuk
lisan dapat menolong sebab dapat menanyakan langsung kejelasan
pertanyaan yang dimaksud
 Hasil tes dapat langsung diketahui oleh siswa
 Kelemahan Tes lisan dalam Evaluasi Pembelajaran
 Subjektifitas pengetesan dari guru atau pengajar sering mencemari
hasil tes
 Waktu pelaksanaan yang diperlukan relatif cukup lama
D. Tes Perbuatan (performance test)

Tes perbuatan mengacu pada proses penampilan seseorang dalam melakukan


sesuatu unit kerja. Tes perbuatan mengutamakan pelaksanaan perbuatan peserta
didik. Tes perbuatan atau tes praktik adalah tes yang menuntut jawaban peserta
didik dalam bentuk prilaku, tindakan atau perbuatan. Lebih jauh Stignis (1994)
mengemukakan “ tes tindakan adalah suatu bentuk tes yang peserta didiknya
diminta untuk melakukan kegiatan khusus dibawah pengawasan penguji yang akan
mengobservasi penampilannya dan membuat keputusan tentang kualitas hasil
belajar yang didemonstrasikan.”

Misalnya untuk melihat bagaimana cara menggunakan komputer dengan baik


dan benar, guru harus menyuruh peserta didik untuk mempraktikkan atau
mendemonstrasiakn penggunaan komputer yang sesungguhnya sesuai dengan
prosedur yang baik dan benar.
 Kelebihan
1) Tes tindakan adalah satu-satunya teknik tes yang dapat digunakan untuk
mengetahui hasil belajar dalam bidang keterampilan
2) Sangat baik digunakan untuk mencocokkan antara pengetahuan teori
dengan keterampilan praktik

3) Dalam penggunaannya, tidak mungkin peserta didik akan mencontek

4) Guru dapat lebih mengenal masing-masing karakter peserta didik.

 Kelemahan

1) Memakan waktu yang lama.

2) Dalam hal tertentu membutuhkan biaya yang besar

3) Cepat membosankan

Anda mungkin juga menyukai