Resume materi 2 Tugas Mata Kuliah Evaluasi Belajar Siswa
Dosen Pengampu : Wuly Oktiningrum, M.Pd
Disusun oleh : I Gusti Adinda Nur Amalia (21862061040) Kelas : 21-B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS ISLAM RADEN RAHMAT MALANG MARET 2023 INSTRUMENT PENGEMBANGAN EVALUASI HASIL BELAJAR A. TES URAIAN 1. Pengertian Tes Uraian (essay) Tes uraian adalah butiran soal yang mengandung pertanyaan atau tugas yang jawaban atau pengerjaan soal tersebut harus dilakukan dengan cara mengekspresikan pikiran peserta tes secara naratif. Ciri khas tes uraian ialah jawaban terhadap soal tersebut tidak disediakan oleh orang yang mengkontruksi butir soal, tetapi disusun oleh peserta tes. Peserta tes bebas untuk menjawab pertanyaan yang diajukan. Setiap peserta tes dapat memilih, menghubungkan, dan atau menyampaikan gagasan dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Soal uraian adalah soal yang jawabannya menuntut peserta tes untuk mengorganisasikan gagasan atau hal-hal yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakan gagasan atau pokok pikiran tersebut dalam bentuk tulisan. Djiwandono (2008: 57) menjelaskan bahwasanya secara lebih khusus tes uraian (tes esai) mengacu pada tes yang jawabannya berupa suatu esai atau uraian dalam berbagai gaya penulisan, seperti diskriptif dan argumentatif, sesuai dengan permasalahan yang menjadi pokok bahasan. Salah satu pertimbangan dalam menggunakan salah satu bentuk tes, apakah tes subyektif atau tes objektif, maka perlu dipahami terlebih dulu keunggulan dan kelemahan bentuk tes tersebut. Jika telah menentukan pilihan untuk menggunakan salah satu bentuk tes tersebut maka salah satu kiat dalam seni membuat soal tes adalah memaksimalkan keunggulan tes tersebut dan menekan seminimal mungkin kelemahan-kelemahan dari soal bentuk tersebut. Bentuk tes uraian dapat diklasifikasi ke dalam dua tipe yaitu tes uraian bebas (extended response) dan tes uraian terbatas (restricted response). Pembedaan kedua tipe tes uraian ini adalah atas dasar besarnya kebebasan yang yang diberikan kepada peserta tes untuk mengorganisasikan, menulis dan menyatakan pikiran, tingkat pemahaman terhadap pokok permasalahan dan gagasannya. Sebagaimana telah dikemukakan, perbedaan utama antara tes uraian bebas dan uraian terbatas tergantung kepada kebebasan memberikan jawaban. Jawaban yang diberikan oleh peserta tes dalam tes uraian bebas hampir-hampir tidak ada pembatasan. Peserta tes memiliki kebebasan yang luas sekali untuk mengorganisasikan dan mengekspresikan pikiran dan gagasannya dalam menjawab soal tersebut. Jadi jawaban siswa bersifat terbuka, fleksibel, dan tidak tersrtuktur. 2. Keunggulan dan Kelemahan Tes Bentuk Uraian Sarimanah menjelaskan bahwa tes uraian memiliki beberapa keunggulan, jika dibandingkan dengan tes objektif antara lain: 1) Tes uraian dapat dengan baik mengukur hasil belajar yang kompleks. Hasil belajar yang kompleks artinya hasil belajar yang tidak sederhana. Hasil belajar yang kompleks tidak hanya membedakan yang benar dari yang salah, tetapi juga dapat mengekspresikan pemikiran peserta tes serta pemilihan kata yang dapat memberi arti yang spesifik pada suatu pemahaman tertentu. Apabila yang diukur adalah kemampuan hasil belajar yang sederhana, yaitu memilih suatu yang lebih benar atau yang lebih tepat, maka sebaiknya menggunakan tes objektif. 2) Tes bentuk uraian terutama menekankan kepada pengukuran kemampuan mengintegrasikan berbagi buah pikiran dan sumber informasi kedalam suatu pola berpikir tertentu, yang disertai dengan keterampilan pemecahan masalah. Integrasi buah pikiran itu membutuhkan dukungan kemampuan untuk mengekspresikannya. Tanpa dukungan kemampuan mengekspresikan buah pikiran secara teratur dan taat asas, maka kemampuan tidak terlihat secara utuh. Bahkan kemampuan itu secara sederhana sudah akan dapat kelihatan dengan jelas dalam pemilihan kata, penyusunan kalimat, penggunaan tanda baca, penyusunan paragraf dan susunan rangkain paragraf dalam suatu keutuhan pikiran. 3) Bentuk tes uraian lebih meningkatkan motivasi peserta didik untuk melahirkan kepribadiannya dan watak sendiri, sesuai dengan sifat tes uraian yang menuntut kemampuan siswa untuk mengekspresikan jawaban dalam kata-kata sendiri. Untuk dapat mengekspresikan pemahaman dan penguasaan bahan dalam jawaban tes, maka bentuk tes uraian menuntut penguasaan bahan secara utuh. Penguasaan bahan yang tanggung atau parsial dapat dideteksi dengan mudah. Karena itu untuk menjawab tes uraian dengan baik peserta tes akan berusaha menguasai bahan yang diperkirakannya akan diujikan dalam tes secara tuntas. Seorang peserta tes yang mengerjakan tes uraian dengan penguasaan bahan parsial akan tidak mampu menjawab soal dengan benar atau akan berusaha dengan cara membual. 4) Kelebihan lain tes uraian ialah memudahkan guru untuk menyusun butir soal. Kemudahan ini terutama disebabkan oleh dua hal, yaitu pertama, jumlah butir soal tidak perlu banyak dan kedua, guru tidak selalu harus memasok jawaban atau kemungkinan jawaban yang benar sehingga akan sangat menghemat waktu konstruksi soal. Tetapi hal ini tidak berarti butir soal uraian dapat dikontruksikan secara asal-asalan. Kaidah penyusunan tes uraian tidaklah lebih sederhana dari kaidah penyusunan tes objektif. 5) Tes uraian sangat menekankan kemampuan menulis. Hal ini merupakan kebaikan sekaligus kelemahannya. Dalam arti yang positif tes uraian akan sangat mendorong siswa dan guru untuk belajar dan mengajar, serta menyatakan pikiran secara tertulis. Dengan demikian diharapkan kemampuan para peserta didik dalam menyatakan pikiran secara tertulis akan meningkat. Tetapi dilihat dari segi lain, penekanan yang berlebihan terhadap penggunaan tes uraian yang sangat menekankan kepada kemampuan menyatakan pikiran dalam bentuk tulisan yang dapat menjadikan tes sebagai alat ukur yang tidak adil dan tidak reliable. Bagi siswa yang tidak mempunyai kemampuan menulis, akan menjadi beban. Namun demikian tes uraian mempunyai kelemahan antara lain: 1) Reliabilitasnya rendah artinya skor yang dicapai oleh peserta tes tidak konsisten bila tes yang sama atau tes yang paralel yang diuji ulang beberapa kali. Ada tiga hal yang menyebabkan tes uraian realibilitasnya rendah yaitu pertama keterbatasan sampel bahan yang tercakup dalam soal tes. Kedua, batas-batas tugas yang harus dikerjakan oleh peserta tes sangat longgar, walaupun telah diusahakan untuk menentukan batasan-batasan yang cukup ketat. Ketiga, subjektifitas penskoran yang dilakukan oleh pemeriksa tes. 2) Untuk menyelesaikan tes uraian guru dan siswa membutuhkan waktu yang relatif banyak. 3) Jawaban peserta tes kadang-kadang disertai bualan-bualan. 4) Kemampuan menyatakan pikiran secara tertulis menjadi hal yang paling membedakan prestasi belajar siswa. 5) Sering terjadi hallo effect, carry over effect, dan order effect. 3. Penggunaan Tes Bentuk Uraian Sebagaimana disebutkan di atas, bahwasannya secara umum ada dua jenis tes yang memiliki karakteristik sangat berbeda yakni tes obyektif dan tes subyektif. Kapan kedua jenis tes itu dipergunakan akan bergantung pada tujuan soal tes itu dibuat. Soal-soal yang bertujuan mengungkap kognitif tingkat rendah, seperti ingatan pemahaman dan aplikasi, maka sesuai menggunakan tes obyektif. Akan tetapi, hal yang sama tidak berlaku untuk soal-soal yang lebih komplek dan dengan tujuan mengungkap kognitif tinggi, seperti analisis, sintesis, dan evaluasi (Suyata, 1997:19). Sebaiknya tes uraian digunakan apabila : 1) Jumlah siswa atau peserta tes relatif sedikit. 2) Waktu yang dipunyai guru untuk mempersiapkan soal relatif singkat dan terbatas. 3) Tujuan instruksional yang ingin dicapai adalah kemampuan mengekspresikan pikiran dalam bentuk tertulis, menguji kemampuan dengan baik, atau penggunaan kemampuan penggunaan bahasa secara tertib. 4) Guru ingin memperoleh informasi yang tidak tertulis secara langsung di dalam soal ujian tetapi dapat disimpulkan dari tulisan peserta tes, seperti : sikap, nilai, atau pendapat. Soal uraian dapat digunakan untuk memperoleh informasi langsung tersebut, tetapi harus digunakan dengan sangat hati- hati oleh guru. 5) Guru ingin memperoleh hasil pengalaman belajar siswanya. 4. Langkah-Langkah Menyusun Tes Uraian Sebenarnya menyususn tes uraian tidak semudah yang diperkirakan banyak orang, kalau benar-benar ingin menghasilkan butir soal yang berkualitas. Ada beberapa ketentuan yang perlu diikuti dan dipenuhi. Pemilihan format tes uraian menjadi pertimbangan lagi apabila mengingat betapa tidak mudahnya pemberian skor dengan prinsip pengukuran yang benar. Berikut adalah rambu-rambu bagaimana menyusun tes uraian dengan memenuhi kriteria dan prinsip-prinsip pengukuran. 1) Penentuan Tujuan Tes 2) Penyusunan Kisi-Kisi Tes Dengan Cermat 3) Penulisan Butir Soal 4) Penelaahan Soal Tes Uraian B. Tes Bentuk Objektif/Pilihan 1. Pengertian Tes Objektif Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif. Hal ini memang dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan- kelemahan dari tes bentuk esai. Dalam penggunaan tes objektif ini jumlah soal yang diajukan jauh lebih banyak daripada tes esai kadang-kadang untuk tes yang berlangsung selama 60 menit dapat diberikan 30-40 soal (Arikunto, 2009:164). Sementara itu menurut Hidayat, dkk. (1994:63) tes objektif adalah tes yang terdiri dari item-item (stem) yang dapat dijawab dengan jalan memilih salah satu alternatif (option) yang benar dan alternatif yang tersedia atau mengisi jawaban yang benar dengan beberapa kata atau sandi. Tes objektif sering juga disebut tes dikotomi (dichotomously scored item) karena jawabannya antara benar atau salah dan skornya antara 1 atau 0. Disebut tes objektif karena penilaiannya objektif. Siapa pun yang mengoreksi jawaban tes objektif hasilnya akan sama karena kunci jawabannya sudah jelas dan pasti. Tes objektif menuntut peserta didik untuk memilih jawaban yang benar di antara kemungkinan jawaban yang telah disediakan, memberikan jawaban singkat, dan melengkapi pertanyaan atau pernyataan yang belum sempurna. Tes objektif sangat cocok untuk menilai kemampuan yang menuntut proses mental yang tidak begitu tinggi, seperti mengingat, mengenal, pengertian, dan penerapan prinsip-prinsip (Arifin, 2009:135). 2. Jenis-jenis Tes Objektif Selanjutnya Arikunto (2009:165) mengemukakan beberapa jenis tes objektif. Jenis-jenis tes objektif adalah sebagai berikut: 1. Tes Benar Salah (True-False) Soal-soalnya berupa pernyataan-pernyataan. Pernyataan tersebut ada yang benar ada yang salah. Orang yang ditanya bertugas untuk menandai masing- masing pernyataan tersebut dengan melingkari (B) untuk pernyataan yang betul menurutnya dan (S) untuk pernyataan yang salah. Salah satu fungsi bentuk soal benar-salah adalah untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam membedakan antara fakta dan pendapat. Agar soal dapat berfungsi dengan baik, maka materi yang ditanyakan hendaknya homogen dari segi isi. Bentuk soal seperti ini lebih banyak digunakan untuk mengukur kemampuan mengidentifikasi informasi berdasarkan hubungan yang sederhana (Arifin, 2009:137). Contoh: B – S : Novel Siti Nurbaya ditulis oleh Marah Rusli B – S : Datuk Maringgih adalah salah satu tokoh dalam novel Siti Nurbaya Beberapa petunjuk praktis dalam menyusun soal benar-salah menurut Arifin (2009:137) adalah sebagai berikut: a. Dalam menyusun item bentuk benar-salah ini hendaknya jumlah item cukup banyak di atas 50 soal, sehingga dapat dipertanggungjawabkan. b. Jumlah item yang benar dan salah hendaknya sama. c. Berilah petunjuk cara mengerjakan soal yang jelas dan memakai kalimat yang sederhana. d. Hindarkan pernyataan yang terlalu umum, kompleks, dan negatif. e. Hindarkan penggunaan kata yang dapat memberi petunjuk tentang jawaban yang dikehendaki. Misalnya: biasanya, umumnya, selalu. 2. Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice Test) Tes pilihan ganda terdiri atas suatu keterangan atau pemberitahuan tentang suatu pengertian yang belum lengkap. Dan untuk melengkapinya harus memilih satu dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan. Tes ini terdiri dari keterangan (stem) dan bagian kemungkinan jawaban atau alternatif (options). Kemungkinan jawaban terdiri atas satu jawaban yang benar yaitu kunci jawaban dan beberapa pengecoh (distructor). Mengenai jumlah alternatif jawaban sebenarnya tidak ada aturan baku. Guru bisa membuat 3, 4, atau 5 alternatif jawaban. Semakin banyak semakin bagus. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi faktor menebak (chance of guessing). Adapun kemampuan yang dapat diukur oleh bentuk soal pilihan ganda antara lain: mengenal istilah, fakta, prinsip, metode, dan prosedur; mengidentifikasi penggunaan fakta dan prinsip; menafsirkan hubungan sebab-akibat dan menilai metode prosedur (Arifin, 2009:138- 139). Berikut beberapa petunjuk praktis dalam menyusun soal bentuk pilihan-ganda menurut Arifin (2009:143), yaitu: a. Harus mengacu pada kompetensi dasar dan indikator soal. b. Berilah petunjuk mengerjakannya dengan jelas. c. Jangan memasukkan materi soal yang tidak relevan dengan apa yang sudah dipelajari peserta didik. d. Pernyataan pada soal seharusnya merumuskan persoalan yang jelas dan berarti. e. Pernyataan dan pilihan hendaknya merupakan kesatuan kalimat yang tidak terputus. f. Alternatif jawaban harus berfungsi, homogen dan logis. g. Panjang pilihan pada suatu soal hendaknya lebih pendek daripada itemnya. h. Usahakan agar pernyataan dan pilihan tidak mudah diasosiasikan. i. Alternatif jawaban yang betul hendaknya jangan sistematis. j. Harus diyakini benar bahwa hanya ada satu jawaban yang benar. 3. Menjodohkan (Matching Test) Matching test dapat diganti dengan istilah mempertandingkan, mencocokkan, memasangkan, atau menjodohkan. Matching test terdiri atas satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban. Masing-masing pertanyaan mempunyai jawaban yang tercantum dalam seri jawaban. Tugas murid adalah mencari dan menempatkan jawaban-jawaban, sehingga sesuai atau cocok dengan pertanyaannya. Perbedaannya dengan bentuk pilihan-ganda adalah pilihan-ganda terdiri dari stem dan option, kemudian peserta didik tinggal memilih salah satu option yang dianggap paling tepat, sedangkan bentuk menjodohkan terdiri atas kumpulan soal dan kumpulan jawaban yang keduanya dikumpulkan pada dua kolom yang berbeda. Jumlah pilihan jawaban dibuat lebih banyak daripada jumlah persoalan. Bentuk soal ini sangat baik untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi informasi berdasarkan hubungan yang sederhana dan kemampuan mengidentifikasi kemampuan menghubungkan antara dua hal. Makin banyak hubungan antara premis dengan respons dibuat, maka makin baik soal yang disajikan (Arifin, 2009:144). Untuk menyusun soal bentuk ini, Arifin (2009:145) memberikan beberapa kriteria, yaitu: a. Buatlah petunjuk tes dengan jelas, singkat, dan mudah dipahami. b. Sesuaikan dengan kompetensi dasar dan indikator. c. Kumpulan soal diletakkan di sebelah kiri, sedangkan jawabannya di sebelah kanan. d. Jumlah alternatif jawaban hendaknya lebih banyak daripada jumlah soal. e. Susunlah item-item dan alternatif jawaban dengan sistematika tertentu. Misalnya, sebelum pokok persoalan, didahului dengan stem, atau bisa juga langsung pada pokok persoalan. f. Seluruh kelompok soal dan jawaban hanya terdapat dalam satu halaman. g. Gunakanlah kalimat yang singkat dan langsung terarah pada pokok persoalan. 4. Tes Isian (Completion Test) Completion test biasa disebut dengan istilah tes isian, tes menyempurnakan, atau tes melengkapi. Completion test terdiri atas kalimat-kalimat yang ada bagian-bagiannya yang dihilangkan. Bagian yang dihilangkan atau yang harus diisi oleh murid ini merupakan pengertian yang kita minta dari murid. Untuk menyusun soal bentuk ini, Arifin (2009:146) memberikan beberapa kriteria, yaitu: a. Hendaknya tidak menggunakan soal yang terbuka, sehingga ada kemungkinan peserta didik menjawab secara terurai. b. Untuk soal tes bentuk melengkapi hendaknya tidak mengambil pernyataan langsung dari buku (textbook). c. Titik-titik kosong sebagai tempat jawaban hendaknya diletakkan pada akhir atau dekat akhir kalimat daripada pada awal kalimat. d. Jangan menyediakan titik-titik kosong terlalu banyak. Pilihlah untuk masalah yang urgen saja. e. Pernyataan hendaknya hanya mengandung satu alternatif jawaban, f. Jika perlu dapat digunakan gambar-gambar sehingga dapat dipersingkat dan jelas. 3. Kelemahan dan Kelebihan Tes Objektif Berikut adalah kelebihan dan kelemahan tes objektif menurut Arikunto (2009:164-165). No. Kelebihan Kelemahan 1. Mengandung banyak Membutuhkan persiapan segi positif, lebih penyusunan soal yang sulit. representatif, dan objektif. 2. Pemeriksaan lebih Soalnya cenderung mudah dan cepat. mengungkapkan ingatan dan sukar mengukur proses mental. 3. Pemeriksaan dapat Banyak kesempatan untuk diserahkan pada orang main untung-untungan. lain. 4. Tidak memiliki unsur “Kerja sama” antarsiswa subjektifitas dalam dalam mengerjakan tes lebih proses pemeriksaan. terbuka.
Lebih lanjut Arikunto (2009:177) mengemukakan beberapa kondisi
kapan dan bagaimana tes objektif ini digunakan 1) Kelompok yang akan dites banyak dan tesnya akan digunakan berkali- kali. 2) Skor yang diperoleh diperkirakan akan dapat dipercaya (mempunyai reliabilitas yang tinggi). 3) Guru lebih mampu menyusun tes bentuk objektif daripada tes bentuk esai. 4) Hanya mempunyai waktu sedikit untuk koreksi dibandingkan waktu yang digunakan untuk menyusun tes. C. Tes Lisan 1. Pengertian Tes Lisan Tes lisan adalah tes yang menuntut siswa memberikan jawaban secara lisan. Tes lisan biasanya dilaksanakan dengan cara mengadakan percakapan antara siswa dengan tester tentang permasalahannya yang diujikan. Tes lisan dapat digunakan untuk mengungkapkan hasil belajar siswa, baik pada aspek kognitif maupun afektif. Tes lisan sangat bermanfaat untuk mengukur aspek yang berkaitan dengan kemampuan komunikasi (communicative skill). Tes lisan juga dapat digunakan untuk menguji siswa, baik secara individual maupun secara kelompok. Pada dasarnya tes lisan sama dengan tes uraian, perbedaannya terletak pada pelaksanaannya. Tes lisan dilakukan dalam suatu komunikasi langsung antara tester dan testi. Tes lisan digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar berupa kemampuan untuk mengemukakan pendapat-pendapat atau gagasan-gagasan secara lisan. Jika bahan ajar yang diajukan sama maka ideal sekali kalau siswa mendapat perangkat soal yang sama, tetapi hal ini sulit untuk dilakukan secara serempak terhadap semua testi oleh tester yang sama. Dalam tes lisan, jawaban yang diberikan oleh testi dalam bentuk ungkapan lisan. Instrumen yang digunakan disajikan dalam bentuk tulisan atau lisan. Pada umumnya tes lisan berbentuk tanya jawab langsung secara lisan antara tester dengan testi. Tes lisan ini sangat berguna bagi siswa untuk melatih diri dalam mengungkapkan pendapat atau buah pikirannya secara lisan dan mengembangkan kemampuan berbicara. Jadi tes lisan juga dapat diartikan sebagai suatu tes yang pelaksanaannya dilakukan dengan mengadakan tanya jawab secara langsung antara pendidik dan peserta didik. 2. Tujuan Tes Lisan Tes lisan dilakukan secara verbal. Ini terutama bertujuan untuk: a. Kemampuan memecahkan masalah. b. Proses berpikir terutama melihat hubungan sebab akibat. c. Menggunakan bahasa lisan. d. Kemampuan mempertanggungjawabkan pendapat atau konsep yang dikemukakan. 3. Macam-macam Tes Lisan Thoha (2003:61) menjelaskan bahwa tes ini termasuk kelompok tes verbal, yaitu tes soal dan jawabannya menggunakan bahasa lisan. Dari segi persiapan dan cara bertanya, tes lisan dapat dibedakan menjadi dua yakni: a. Tes lisan bebas Yaitu pendidik dalam memberikan soal kepada peserta didik tanpa menggunakan pedoman yang dipersiapkan secara tertulis. Kelemahan tes lisan bebas ini adalah sukar menentukan standar jawaban yang benar sebab jawaban siswa sifatnya beraneka ragam. b. Tes lisan berpedoman Pendidik menggunakan pedoman tertulis tentang apa yang akan ditanyakan kepada peserta didik. Tes ini lebih mudah dalam memeriksanya karena dapat lebih mudah ditetapkan standar jawaban yang benar. 4. Kelebihan dan Kelemahan Tes Lisan Keuntungan Tes lisan dalam Evaluasi Pembelajaran Dapat menilai kemampuan dan tingkat pengetahuan yang dimiliki siswa, sikap serta kepribadiannya karena dilakukan secara berhadapan langsung Bagi siswa yang kemampuan berpikirnya lambat sehingga sering mengalami kesulitan dalam memahami pertanyaan soal, tes bentuk lisan dapat menolong sebab dapat menanyakan langsung kejelasan pertanyaan yang dimaksud Hasil tes dapat langsung diketahui oleh siswa Kelemahan Tes lisan dalam Evaluasi Pembelajaran Subjektifitas pengetesan dari guru atau pengajar sering mencemari hasil tes Waktu pelaksanaan yang diperlukan relatif cukup lama D. Tes Perbuatan (performance test)
Tes perbuatan mengacu pada proses penampilan seseorang dalam melakukan
sesuatu unit kerja. Tes perbuatan mengutamakan pelaksanaan perbuatan peserta didik. Tes perbuatan atau tes praktik adalah tes yang menuntut jawaban peserta didik dalam bentuk prilaku, tindakan atau perbuatan. Lebih jauh Stignis (1994) mengemukakan “ tes tindakan adalah suatu bentuk tes yang peserta didiknya diminta untuk melakukan kegiatan khusus dibawah pengawasan penguji yang akan mengobservasi penampilannya dan membuat keputusan tentang kualitas hasil belajar yang didemonstrasikan.”
Misalnya untuk melihat bagaimana cara menggunakan komputer dengan baik
dan benar, guru harus menyuruh peserta didik untuk mempraktikkan atau mendemonstrasiakn penggunaan komputer yang sesungguhnya sesuai dengan prosedur yang baik dan benar. Kelebihan 1) Tes tindakan adalah satu-satunya teknik tes yang dapat digunakan untuk mengetahui hasil belajar dalam bidang keterampilan 2) Sangat baik digunakan untuk mencocokkan antara pengetahuan teori dengan keterampilan praktik
3) Dalam penggunaannya, tidak mungkin peserta didik akan mencontek
4) Guru dapat lebih mengenal masing-masing karakter peserta didik.
Kelemahan
1) Memakan waktu yang lama.
2) Dalam hal tertentu membutuhkan biaya yang besar
Manajemen waktu dalam 4 langkah: Metode, strategi, dan teknik operasional untuk mengatur waktu sesuai keinginan Anda, menyeimbangkan tujuan pribadi dan profesional
ILMU PERUBAHAN DALAM 4 LANGKAH: Strategi dan teknik operasional untuk memahami bagaimana menghasilkan perubahan signifikan dalam hidup Anda dan mempertahankannya dari waktu ke waktu