com
Kualitas Ikan Tenggiri Beku (Scomber japonicus) J Greenman, P Lenton, R Seemann dkk.
Diimpor Melalui Pelabuhan Tanjung Mas Semarang - Karakteristik biologis Indo-Pasifik Raja
Makarel (Scomberomorus guttatus ,
Bloch dan Schneider 1801) di Perairan
Moro bagian Kepulauan Riau, Indonesia T
Noegroho, M Boer, L Adrianto dkk.
Konten ini diunduh dari alamat IP 223.255.227.24 pada 27/01/2024 pukul 03:12
Konferensi Internasional ke-4 tentang Pembangunan Ekologi Kawasan Tropis dan Pesisir Penerbitan IOP
Konferensi IOP. Seri: Ilmu Bumi dan Lingkungan246(2019) 012067 doi:10.1088/1755-1315/246/1/012067
Abstrak.Ikan beku dan produk perikanan yang diimpor dapat menjadi pembawa patogen ikan lintas
batas yang selanjutnya dapat menimbulkan ancaman serius terhadap penghuni alami ikan,
keberlanjutan budidaya perikanan, kesehatan manusia, dan usaha perikanan secara umum. Salah satu
penyakit ikan lintas batas adalah Red Sea Bream Iridovirus Disease (RSIVD) yang disebabkan oleh RSIV.
Virus ini dilaporkan terjadi di banyak negara yang aktif melakukan perdagangan ikan dan produk
perikanan dengan Indonesia seperti Cina Jepang, Taipei, Hong Kong, Korea, Malaysia, Filipina,
Singapura dan Thailand. Dalam empat tahun terakhir, makarel beku utuh (Scomber japonicus)
merupakan komoditas perikanan yang paling banyak diimpor melalui Pelabuhan Tanjung Emas. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mendeteksi keberadaan RSIV menggunakan metode PCR menurut OIE
dan kualitas ikan sebagai pakan konsumsi manusia dengan melakukan pemeriksaan Organoleptik, TPC,
E.coli, uji histamin, dan adanya parasitAnisakis sp. sesuai standar nasional Indonesia (SNI). Sampel ikan
(25 ekor/entri) diperoleh secara random sampling terhadap 10 entri impor. Hasil menunjukkan bahwa
tidak ada RSIV yang terdeteksi. Hasil pengujian mutu meliputi uji organoleptik, TPC,E.coli, histamin
memenuhi standar SNI mutu ikan mentah.Anisakissp. ditemukan dengan prevalensi antara 12 – 100%.
Terdapat satu pemasukan impor yang tidak memenuhi persyaratan nilai minimum organoleptik dan
nilai TPC sehingga tidak memenuhi baku mutu bahan baku.
1. Perkenalan
Pemasukan ikan hidup dan produk perikanan berpotensi menjadi media pembawa masuk dan penyebaran hama
dan penyakit ikan berbahaya, membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan lingkungan hidup, kesehatan
manusia, serta keberlanjutan perikanan. ikan tenggiri (S.japonicus) merupakan komoditas yang paling banyak
diimpor melalui Pelabuhan Laut Tanjung Emas selama empat tahun terakhir. Salah satu hama ikan yang paling
berbahaya adalah Penyakit Iridovirus Red Sea Bream (RSIVD). RSIVD yang disebabkan oleh RSIV telah dilaporkan
tidak hanya di Jepang tetapi juga secara luas di wilayah Timur lainnya dan negara-negara Asia Tenggara (China,
Taipei, Hong Kong, Korea, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand) [1]. Di Korea, RSIVD menyebabkan kematian
yang tinggi pada budidaya ikan air tawar (Oplegnathus fasciatus), penyakit ini pertama kali terjadi pada tahun
1998. Sejak itu, RSIVD menjadi penyebab utama kematian massal pada ikan rock bream [2]. Di Jepang, ikan
Konten dari karya ini dapat digunakan berdasarkan ketentuanLisensi Creative Commons Atribusi 3.0. Setiap distribusi lebih lanjut
dari karya ini harus mempertahankan atribusi kepada penulis dan judul karya, kutipan jurnal, dan DOI.
Diterbitkan di bawah lisensi oleh IOP Publishing Ltd 1
Konferensi Internasional ke-4 tentang Pembangunan Ekologi Kawasan Tropis dan Pesisir Penerbitan IOP
Konferensi IOP. Seri: Ilmu Bumi dan Lingkungan246(2019) 012067 doi:10.1088/1755-1315/246/1/012067
yang terkena RSIVD adalah ikan ekor kuning, ikan bass, ikan kakatua Jepang, amberjack (Seriola dumerili),
amberjack bergaris emas (S.aureovittata), jack bergaris (Pseudocaranx denteks), makarel kuda (Trachurus
japonicus), Albacore (Thunnus thynnus), flounder Jepang (Paralichthys olivaceus), dan ikan buntal harimau (Rubrik
Takifugu) [3].
Untuk menjamin produk perikanan yang beredar di wilayah Indonesia mempunyai mutu yang
baik dan aman dikonsumsi, maka diperlukan upaya pengujian mutu produk perikanan yang masuk ke
Indonesia. Uji mutu yang dilakukan sesuai standar SNI meliputi uji organoleptik deteksi, TPC,E.coli,
kadar histamin, dan keberadaanAnisakissp. parasit.
Parasit adalah organisme yang hidup di dalam atau di dalam organisme lain, mengambil makanan dari
organisme tersebut dan hidup untuk berkembang biak. Berdasarkan habitatnya, parasit pada tubuh ikan
dibedakan menjadi dua yaitu ektoparasit (parasit yang menyerang permukaan tubuh ikan atau pada rongga yang
berhubungan langsung dengan permukaan tubuh ikan, misalnya insang, sirip. dan kulit), dan endoparasit (parasit
yang menginfeksi organ dalam tubuh ikan, misalnya usus, ginjal, dan hati) [4].
Makarel merupakan ikan komersial penting di Asia Timur, terdiri dari 10-25% dari total ikan laut yang
ditangkap di Korea [5].Biasanya dikonsumsi setelah direbus atau dipanggang, tetapi sering juga sebagai masakan
mentah. Khusus di Jepang, dikonsumsi mentah dan dipastikan menjadi penyebab utama infeksi Anisakis pada
manusia. Hampir seluruh kasus anisakiasis di Jepang disebabkan olehAnisakis simpleks[6]. Salah satu ikan yang
paling umum dikonsumsi di Maroko utara adalah ikan makarel yang terdeteksi mempunyai prevalensi tinggi
Anisakisspp. (67,9%) [7].
Publikasi ilmiah mengenai penyakit ikan laut dan pengujian mutu ikan impor di Indonesia masih
sangat terbatas. Oleh karena itu, perlu dilakukan publikasi penelitian terkait impor ikan kembung (
S.japonicus) dalam hal deteksi RSIVD dengan metode PCR dan sequencing, pengujian mutu keamanan
pangan dengan uji organoleptik, TPC,E.coli, histamin, dan deteksi serta prevalensiAnisakissp. secara
konvensional, pengujian berdasarkan standar SNI yang berlaku. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mendeteksi dan menganalisis prevalensi Red Sea Bream Iridovirus Disease (RSIVD) pada ikan tenggiri impor,
menganalisis mutu produk ikan tenggiri impor dengan uji oganoleptik, TPC,E.coli, tes histamin, dan
menganalisis keberadaanAnisakissp.
2. Metode Penelitian
2.1. Pengambilan Sampel Ikan.
Penelitian ini menganalisis 10 kali masukan ikan kembung impor dan mengujinya dengan 2 ulangan. Sampel
diperoleh dalam keadaan beku dan disimpan pada suhu −18°C. Sebelum diuji, sampel dikumpulkan dan diukur
panjang serta berat ikan.
2
Konferensi Internasional ke-4 tentang Pembangunan Ekologi Kawasan Tropis dan Pesisir Penerbitan IOP
Konferensi IOP. Seri: Ilmu Bumi dan Lingkungan246(2019) 012067 doi:10.1088/1755-1315/246/1/012067
3
Konferensi Internasional ke-4 tentang Pembangunan Ekologi Kawasan Tropis dan Pesisir Penerbitan IOP
Konferensi IOP. Seri: Ilmu Bumi dan Lingkungan246(2019) 012067 doi:10.1088/1755-1315/246/1/012067
gas selama 24 jam ± 2 jam harus diuji, bila negatif harus dilakukan inkubasi lagi selama 48 jam ± 2 jam.
Tabung positif ditandai dengan kekeruhan dan gas dalam tabung Durham. Most Probable Number (MPN)
harus ditentukan berdasarkan jumlah tabung EC positif dengan menggunakan Most Probable Number
(MPN). Nilainya dinyatakan sebagai "MPN/g fecal coliform.
Escherichia coliUji afirmasi : dari tabung EC Broth positif dengan menggunakan jarum ose gores ke dalam agar
L-EMB. Inkubasi harus dilakukan selama 24 jam ± 2 jam pada suhu 35oC ± 1oC. Sebuah hal yang tak terdugaEscherichia
coliKoloni tersebut memberikan ciri (khas) yaitu berwarna hitam pada bagian tengahnya dengan atau tanpa warna hijau
metalik. Ambil lebih dari satu (khas)Escherichia colikoloni dari masing-masing cawan L-EMB dan goreskan pada media
PCA secara miring menggunakan jarum tanam. Inkubasi harus dilakukan selama 24 jam ± 2 jam pada suhu 35oC ± 1oC.
Jika tidak ada koloni tipikal, pindahkan 1 atau lebih koloni tipikalEscherichia colikoloni ke media PCA miring.
Uji morfologi dilakukan dengan pewarnaan gram masing-masingEscherichia colikoloni yang telah
diinkubasi selama 24 jam. Dengan menggunakan mikroskop,Escherichia coliBakteri tersebut termasuk
bakteri gram negatif, berbentuk batang pendek atau kokus. Uji biokimia dilakukan dengan pengujian
produksi Indol, uji voges proskauer (VP), uji metil merah (MR), uji Citrat (C), dan produksi gas dari laktosa.
Berdasarkan interpretasi hasil di atas, nyatakan koliform danEscherichia colidalam MPN/g menggunakan
Angka Paling Mungkin (MPN).
4
Konferensi Internasional ke-4 tentang Pembangunan Ekologi Kawasan Tropis dan Pesisir Penerbitan IOP
Konferensi IOP. Seri: Ilmu Bumi dan Lingkungan246(2019) 012067 doi:10.1088/1755-1315/246/1/012067
Panjang dan berat ikan tenggiri yang diimpor tergantung pada tujuan impornya. Ikan asal Negara X
mempunyai tujuan pemasukan untuk penggaraman injeksi yaitu kode contoh A, B, C, D, E, H, I, dan J.
Sedangkan kode F dan kode G merupakan ikan yang berasal dari negara Y dan Z, ikan tersebut difillet
kemudian diekspor kembali. Impor hasil perikanan yang dilakukan oleh importir digunakan untuk FPU (Unit
Pengolahan Ikan) sebagai bahan baku industri pengalengan ikan, bahan baku FPU tersebut untuk diekspor
kembali dan tidak untuk diperdagangkan di dalam wilayah Negara Republik Indonesia. , pengolahan bahan
baku secara tradisional berupa injection salting (pemindangan), bahan baku fortifikasi/pengayaan pangan
tertentu; dan/atau konsumsi hotel, restoran, dan pasar modern [15]. Pengamatan panjang dan berat ikan
menjadi parameter pendukung. Panjang ikannya dibedakan menurut kategori ukuran ikan tenggiri (
S.japonicus) yang menyatakan bahwa ikan muda mempunyai ukuran 15-28 cm dan ikan dewasa mempunyai
ukuran lebih dari 28 cm. [16].
5
Konferensi Internasional ke-4 tentang Pembangunan Ekologi Kawasan Tropis dan Pesisir Penerbitan IOP
Konferensi IOP. Seri: Ilmu Bumi dan Lingkungan246(2019) 012067 doi:10.1088/1755-1315/246/1/012067
Balai Pengujian dan Penerapan Mutu Produk (BP2MHP) Semarang, dan pengujian histamin dilakukan
di BP2MHP Pekalongan di Cilacap. Hasil pengujian RSIVD, uji TPC, organoleptik,E.coli, tingkat histamin,
dan prevalensi dan intensitasAnisakissp. parasit, dapat dilihat pada Tabel 2.
Meja 2. Hasil Pengujian RSIVD, TPC,E.coli, Organoleptik, Kadar Histamin, dan Prevalensi dan
Intensitas ParasitAnisakissp.
TPC E.coli
Histamin Prevalensi
Kode RSIVD (koloni/ Organoleptik (APM/ Intensitas
(μg/kg) (%)
gram) gram)
A Negatif 175.000 7±0 <3.0 0,016±0,003 88 3.4
B Negatif 630.000* 6±0* <3.0 0,030±0,002 72 4.9
C Negatif 47.000 8±0 <3.0 0,016±0 52 13.5
D Negatif 48.000 7±0 <3.0 0,023±0,002 60 20
E Negatif 6.600 7,5±0,5 <3.0 0,015±0,001 12 25
F Negatif 24.000 8±0 <3.0 0,016±0,003 100 14.6
G Negatif 5.000 8±0 <3.0 0,030±0,002 60 17.3
H Negatif 5.300 7,5±0,5 <3.0 0,016±0 64 8.8
SAYANegatif 48.000 7±0 <3.0 0,023±0,002 72 3
J Negatif 115.000 7±0 <3.0 0,015±0,001 80 13.9
Catatan: *tidak memenuhi ambang batas SNI
Sumber: Data Penelitian (2018)
4. Diskusi
4.1. Tes RSIV (OIE, 2017).
Metode PCR mempunyai peranan penting dalam pengembangan budidaya perikanan, salah satunya untuk mendeteksi
infeksi RSIV. Sensitivitas dan kecepatan tes RSIVD dengan PCR adalah infeksi dapat ditemukan pada tahap awal dengan
sensitivitas yang tinggi dan dapat mendeteksi virus sebelum munculnya gejala penyakit dan memungkinkan untuk
mendapatkan hasil akhir dalam satu hari [17]. Uji RSIVD dengan cara PCR dilakukan terhadap 10 kali sampel impor
dengan dua kali ulangan.
Ikan yang terinfeksi akan terlihat lesu, menunjukkan anemia berat, insang berdarah, dan pembesaran limpa
[18].Penyakit ini ditandai dengan munculnya sel-sel membesar yang diwarnai dengan larutan Giemsa
pada pengamatan mikroskopis pada bagian limpa, jantung, ginjal, hati, dan insang ikan yang
terinfeksi. Transmisi RSIVD berjalan secara horizontal melalui air [1].
Berdasarkan hasil tes PCR, seluruh sampel ikan tenggiri impor tidak terdeteksi RSIVD. Seperti yang terlihat pada
Gambar 1.
6
Konferensi Internasional ke-4 tentang Pembangunan Ekologi Kawasan Tropis dan Pesisir Penerbitan IOP
Konferensi IOP. Seri: Ilmu Bumi dan Lingkungan246(2019) 012067 doi:10.1088/1755-1315/246/1/012067
M K-A1B1C1D1E1F1G1H1SAYA1J1K+
570 hal
M K-A2B2C2D2E2F2G2H2SAYA2 J2K+
570 hal
Gambar 1.Hasil tes PCR virus RSIVD pada ikan tenggiri impor
Catatan :
• Jalur A1 - J1 : Sampel (RSIVD Negatif)
•K+ : Kontrol Positif (+) RSIVD pada 570 bp :
•M Penanda DNA
• K- : Negatif (-) Kontrol RSIVD :
• Jalur A2-J2 Sampel (RSIVD Negatif)
Infeksi RSIV umumnya ditandai dengan pembengkakan dan kerusakan pada limpa dan ginjal
[19,20]. Ikan yang terinfeksi RSIVD ditandai dengan warna tubuh yang lebih gelap dan disertai anemia berat
yang terlihat pada insang (21). Hati menjadi lebih gelap karena pendarahan hebat atau menjadi pucat dan
bengkak. Sebaliknya terlihat pada organ limpa yang mengalami pembengkakan dan berwarna sangat gelap
hingga hampir hitam. Namun pada penelitian ini tidak ditemukan ikan makarel dengan gejala klinis
terinfeksi RSIVD.
Lingkungan yang terkontaminasi dengan kualitas air yang buruk memicu peningkatan infeksi RSIVD. Ini
Hal ini terutama disebabkan oleh kontak langsung antara insang dan saluran pencernaan ikan dengan lingkungan.
Penyebaran virus antar ikan dalam satu sistem produksi akan terjadi dengan sangat cepat apabila ikan tersebut
tidak memiliki daya tahan tubuh yang baik dan dalam kondisi lemah. Secara umum virus ini menyebar antar
wilayah/negara karena masuknya ikan impor yang telah tertular RSIV sebelumnya atau secara alami menjadi
pembawa penyakit tersebut [22]. Pada penelitian ini ikan makarel tidak terinfeksi RSIVD.
7
Konferensi Internasional ke-4 tentang Pembangunan Ekologi Kawasan Tropis dan Pesisir Penerbitan IOP
Konferensi IOP. Seri: Ilmu Bumi dan Lingkungan246(2019) 012067 doi:10.1088/1755-1315/246/1/012067
satu barang impor yang mempunyai nilai organoleptik 6 sehingga tidak memenuhi standar mutu bahan
baku. Menurut SNI No. 2729:2013 nilai organoleptik minimal adalah 7 (skor 1 – 9).
Berdasarkan hasil uji organoleptik, terdapat satu kali impor ikan tenggiri impor (kode
B) yang mempunyai nilai organoleptik dibawah standar yaitu 6. Hasil penelitian lapangan masih ditemukan ikan
yang tidak utuh dan pecah pada bagian perutnya (kode B). Bisa jadi hal ini disebabkan oleh benturan fisik dan
handling yang kurang baik. Tekanan fisik dan benturan pada ikan sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan
kerusakan fisik pada tubuh ikan seperti daging memar, luka, dan perut patah. Ikan yang dalam kondisi rigor
diperlakukan dengan buruk seperti terlalu banyak ditumpuk, terlempar, terbentur, terinjak, maka pembusukan
ikan akan lebih cepat terjadi.
Ikan segar yang baru ditangkap diberi ice crush agar ikan dalam keadaan baik pada saat dipasarkan dan
menghambat atau menghentikan aktivitas zat dan mikroorganisme berbahaya, penyimpanan dengan suhu dingin
dan beku juga dapat memusnahkan mikroba pembusuk. Penggunaan suhu rendah 0ºC setelah ikan mati dapat
memperpanjang masa rigor mortis, mengurangi perubahan enzimatis, bakteri, kimia dan fisika pada ikan [30].
Penggunaan suhu yang rendah akan menghambat pertumbuhan mikroba pada ikan [31]. Peningkatan dan
penurunan TPC dapat terjadi karena daging ikan merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan bakteri [28].
8
Konferensi Internasional ke-4 tentang Pembangunan Ekologi Kawasan Tropis dan Pesisir Penerbitan IOP
Konferensi IOP. Seri: Ilmu Bumi dan Lingkungan246(2019) 012067 doi:10.1088/1755-1315/246/1/012067
9
Konferensi Internasional ke-4 tentang Pembangunan Ekologi Kawasan Tropis dan Pesisir Penerbitan IOP
Konferensi IOP. Seri: Ilmu Bumi dan Lingkungan246(2019) 012067 doi:10.1088/1755-1315/246/1/012067
A B
C D
Gambar 2.Anisakissp. Cacing ditemukan pada organ ikan tenggiri impor
Keterangan:
A.Anisakissp. cacing ditemukan tersangkut di usus ikan tenggiri
B.Anisakissp. cacing dalam larutan fisiologis NaCl
C. Morfologi dariAnisakissp. bagian anterior dengan gigi membosankan1 (perbesaran 100 X)
D. Morfologi dariAnisakissp. posterior mucron2 (perbesaran 100 X)
Parasit yang masuk ke dalam tubuh manusia merupakan larva tahap ketiga yang masuk bersama daging
ikan yang dimakan dan tidak dimasak dengan benar. Di dalam tubuh manusia, larva akan hidup dan umumnya
tetap sebagai larva tahap ketiga, namun terkadang juga berkembang menjadi larva tahap keempat atau larva
berganti kulit. Dalam hal ini manusia berperan sebagai inang paratenik. Larva menyerang sub mukosa tetapi juga
dapat mencapai organ di rongga perut [37]. Tindakan preventif untuk menghindari penularanAnisakissp. kepada
manusia dengan menghindari konsumsi ikan mentah atau kurang matang, termasuk ikan asin, diasap, diberi saus
atau diasinkan atau olahan ikan olahan yang kurang matang (oven microwave atau panggangan) [38]. Setiap
pemasakan ikan atau cumi harus mencapai suhu inti minimal 60ºC. Ikan harus dibekukan pada suhu -20ºC
setidaknya selama 72 jam sebelum disiapkan untuk dikonsumsi. Ikan yang sudah ditangkap harus diprioritaskan
dan segera dibekukan karena dikhawatirkan parasit masuk ke dalam daging
Mikrohabitat parasit merupakan lingkungan atau tempat yang mendukung kehidupan parasit. Lingkungan atau
tempat tinggalnya harus tersedia makanan, oksigen dan faktor lain termasuk persaingan antar spesies.Anisakismenyebar
di beberapa organ, untuk melengkapi siklus hidupnya. Lambung dan usus merupakan lokasi istimewa untukAnisakissp.
Faktor keistimewaan tersebut dapat dipengaruhi oleh kemudahan akses terhadap zat gizi yaitu tempat mengolah
makanan dan menyerap zat gizi. Usus halus menyediakan sumber nutrisi bagi nematoda antara lain darah, sel jaringan,
cairan tubuh dan ekstrak makanan yang terkandung dalam lumen usus halus dan merupakan tempat mengolah
makanan dan menyerap nutrisi. Saluran pencernaan ikan merupakan organ yang paling banyak diserang oleh penyakit
iniAnisakissp. Habitat dan penyebaran cacing parasit di usus bisa jadi
10
Konferensi Internasional ke-4 tentang Pembangunan Ekologi Kawasan Tropis dan Pesisir Penerbitan IOP
Konferensi IOP. Seri: Ilmu Bumi dan Lingkungan246(2019) 012067 doi:10.1088/1755-1315/246/1/012067
dipengaruhi oleh struktur dan fisiologi usus, yang mempengaruhi keberadaan dan jumlah parasit.
Karena itu,Anisakis sp. Lebih banyak ditemukan di daerah usus untuk memanfaatkan sisa-sisa bahan
organik dalam tubuh ikan.
5.Kesimpulan
Hasil pengujian di laboratorium terhadap ikan tenggiri impor yang masuk melalui Pelabuhan Tanjung Emas:
1. Ikan tenggiri impor tidak terdeteksi RSIVD sehingga memenuhi syarat karena tidak berpotensi
menyebarkan hama dan penyakit ikan berbahaya, membahayakan kelestarian sumber daya ikan
dan lingkungan hidup, kesehatan manusia, serta kelangsungan usaha perikanan.
2. Ikan tenggiri impor terdeteksi denganAnisakissp. dengan prevalensi 12-100% sehingga tidak memenuhi syarat
mutu bahan baku karena berpotensi menyebarkan hama dan penyakit ikan yang membahayakan,
membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan lingkungan hidup, kesehatan manusia, dan kelangsungan
hidup ikan. keberlanjutan perikanan.
3. Hasil analisis kualitas produk dengan uji organoleptik diperoleh nilai hasil 6-8 (Skala 1-9). Dari
10 entri yang diimpor, terdapat 1 entri impor yang tidak memenuhi syarat mutu bahan baku,
dengan skor 6.
4. Pengujian TPC diperoleh nilai 4.200 – 650.000 koloni/gram. Dari 10 entri impor yang masuk,
terdapat satu entri impor yang tidak memenuhi syarat mutu bahan baku, yakni mendapat
nilai 650.000 koloni/gram.
5.E.colipengujian diperoleh nilai yang sama yaitu 3,0 APM/gram, sehingga memenuhi baku mutu
persyaratan bahan baku dan aman dikonsumsi.
6. Pengujian kadar histamin ikan tenggiri impor diperoleh nilai 0,011 s/d 0,030 mg/kg sehingga
memenuhi persyaratan baku mutu bahan baku dan aman dikonsumsi.
Ucapan Terima Kasih.Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada Badan Karantina dan
Pemeriksaan Ikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan yang telah mendanai dan memberikan kesempatan
kepada penulis untuk menjalani tugas studi.
Referensi
[1] OIE 2017Manual Uji Diagnostik Hewan AkuatikBab 2.3.8 : 1 – 12
[2] Choi SK, Se RK, Yoon KN Sung K Kand Ki HK 2006Distribusi Organ DNA Red Rea Bream
Iridovirus (RSIV) pada Ikan Yearing dan Fingerling Rock Bream (Oplegnathus fasciatus)
Tanpa Gejala dan Pengaruh Suhu Air terhadap Transisi RSIV ke Fase AkutBudidaya
Perikanan 256. 23 – 26
[3] Nakajima K 2002Praktik Diagnostik dan Pencegahan Iridovirus pada Pengendalian Penyakit
Ikan Laut pada Budidaya Ikan dan Udang di Asia Tenggara - Diagnosis dan Teknik Peternakan :
Prosiding SEAFDEC-OIESeminar-Lokakarya Pengendalian Penyakit pada Budidaya Ikan dan
Udang di Asia Tenggara - Diagnosis dan Teknik Peternakan, 4-6 Desember 2001 Kota Iloilo
Filipina (hlm. 75-79) Tigbauan Iloilo Filipina : Departemen Budidaya Perairan SEAFDEC
[4] Intip HL 2012Ekstoparasit dan Endoparasit Usus di Chanel Catfish, Ictalurus punctatus, di The
Blackwater River MissouriUniversitas Tesis Missouri Tengah.
[5] Hwang SD, Kim JY dan Lee TW 2008Umur, pertumbuhan dan kematangan chub Mackerel Korea N Am
J.Manajemen Ikan. 28, 1414–1425
[6] Suzuki J, Rie M, Mitsugu H dan Jun Araki2010 Faktor Risiko Infeksi Anisakis pada Manusia dan
Hubungan Asal Geografis Scomber japonicus dan Nematoda AnisakidInternasionalJurnal
Mikrobiologi Pangan 137 : 88 - 93.
11
Konferensi Internasional ke-4 tentang Pembangunan Ekologi Kawasan Tropis dan Pesisir Penerbitan IOP
Konferensi IOP. Seri: Ilmu Bumi dan Lingkungan246(2019) 012067 doi:10.1088/1755-1315/246/1/012067
[7] Pemotongan hewanN, Adela V, Mohamed HB, Josefa L, Joaquina MS 2011Parasitisasi Anisakis
simplex sl pada Ikan Tenggiri (Scomber japonicus) Tertangkap di Maroko Utara — Prevalensi dan
Analisis Faktor Risiko InternasionalJurnal Mikrobiologi Pangan 150 : 136 – 139
[8] [BSN] Badan Standarisasi Nasional 2015Cara Uji Mikrobiologi – Bagian 3 : Penetuan Angka
Lempeng Total (ALT) pada produk Perikanan SNI 01-2332.3-2015Jakarta : Badan Standasisasi
Nasional
[9] [BSN] Badan Standarisasi Nasional 2015Cara Uji Mikrobiologi – Bagian 1 : Penetuan Coliform dan
Escherichia coli pada produk Perikanan SNI 01-2332.1-2015Jakarta : Badan Standasisasi
Nasional.
[10] [BSN] Badan Standarisasi Nasional2011 Petunjuk Pengujian Organoleptik dan atau Sensori pada produk
Perikanan SNI 2346:2011Jakarta : Badan Standasisasi Nasional
[11] [BSN] Badan Standarisasi Nasional 2016Cara Uji Kimia – Bagian 10 : Penetuan Kadar Histamin
dengan Spektroflorometri dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada Produk Perikanan.
SNI 2354.10:2016. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional.
[12] Syukran, M Sayyid AER., dan Silvia W 2017Intensitas dan Prevalensi Ektoparasitmpada Ikan
Cupang Hias (Betta spledens) di Perairan Kabupaten Aceh Besar dan Kota Banda Aceh. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah Volume 2 Nomor 1 : 221 – 228 ISSN 2527 –
6395
[13] Sugiyono 2016MetodologiPenelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D Bandung : CV Alfabeta
[14] Brosset P, Frometin JM, Menard F, Pernet F, Bourdeix JH, Bigot JL, Van BE, Perez Roda, MA, CS,
Saraux C. 2015.Pengukuran dan analisis kondisi ikan pelagis kecil:metode yang cocok untuk
evaluasi cepat di lapangan. Exp Mar Biol Ecol 462, 90 -97.
[15]Republik Indonesia 2015Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 46/
PERMEN-KP/2014 tentang Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan yang Masuk ke Dalam
Wilayah Negara Republik Indonesia Kementerian Kelautan dan Perikanan.Jakarta
[16] Hernandez CJJ dan Ortega ATS 2000Sinopsis Data Biologi Ikan Tenggiri (Scomber japonicus
Houttuyn 1782) Ikan FAO. Sinop 157 77 hal
[17] Oshima S dan Hatal J 1998Infeksi Menggunakan Rantai PolimeraseReaksi 32 87–90
[18] NACA 2007Penyakit Penyakit Viral Ikan Bersirip Penyakit Iridoviral Ikan Air Merah Departemen
Pertanian Pemerintah Australia.Australia Halaman 1 – 3
[19] Bak TJ, Chan HJ, dan Jeong-Ho Kim 2014Keberadaan larva nematoda anisakid pada chub mackerel
(Scomber japonicus) yang ditangkap di Korea.Jurnal Internasional Mikrobiologi Pangan 191 : 149 –
156
[20] Shuang F, Y Luo, XP Xiong, S Weng, Y Li, J He, dan C. Dong 2013Protein virion dari megalocytivirus
tipe RSIV dari rahang pisau berbintik Oplegnathus punctatus(SKIV-ZJ07)Virologi 437(2) hal.89-99
[21]Nurbaeti E 2016Keragaan Organ Kerapu yang Terinfeksi RSIVJurnal Teknologi Budidaya Laut
Volume 6 37 -42
[22] Novriadi R, Kim S, Agustik H, R. Pramuanggit, dan AH Wibowo 2014Penyakit Infeksi Pada
Budidaya Ikan Laut di IndonesiaBalai Perikanan Budidaya Laut Batam
[23] Wijayanti NS dan M. Lukitasari 2016Analisis Kandungan Formalin dan Organoleptik Ikan Asin yang
Beredar di Pasar Besar Madiun.Jurnal Florea 3 (1) : 59-64
[24] [BSN] Badan Standarisasi Nasional 2013Ikan Segar SNI 2729:2013Jakarta : Badan Standarisasi
Nasional
[25] Zhang L, Li X, Lu W, Shen H dan Luo Y 2011Model Prediktif Kualitas Ikan Mas Rumput
(Ctenopharyngodon idellus) Pada Suhu Berbeda Selama PenyimpananJurnal Pengendalian
Makanan 22(2011): 1197-1202
12
Konferensi Internasional ke-4 tentang Pembangunan Ekologi Kawasan Tropis dan Pesisir Penerbitan IOP
Konferensi IOP. Seri: Ilmu Bumi dan Lingkungan246(2019) 012067 doi:10.1088/1755-1315/246/1/012067
[26]Husni A, Brata AK, Budhiyanti SA 2015Peningkatan daya simpan ikan kembung dengan ekstrak etanolik
Padina sp. Selama penyimpanan suhu kamarJurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 18(1): 1-10
[27] Siburian ET, Dewi P, dan Kariada N 2012Pengaruh Suhu dan Waktu Penyimpanan Terhadap
Pertumbuhan Jamur Ikan Bandeng Bakteri dan Jamur Ikan Bandeng UnnesJurnal Ilmu Hayati
1(2): 101-105
[28] Wibowo IR, YS Darmanto, Angga AD 2014Pengaruh Cara Keatian Dan Tahapan Penurunan
Kesegaran Ikan Terhadap Kualitas Pasta Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Jurnal Pengolahan dan
Bioteknologi Hasil Perikanan 3(3): 95-103
[29] Cardozo MV, Borges CA, Beraldo LG, Maluta RP, Pollo AS, dan Borzi MM, Ávila FA (2018)
Escherichia coli enteropatogenik Shigatoxigenic dan atipikal pada ikan untuk konsumsi
manusia. Jurnal Mikrobiologi Brasil, 6–11
[30] Nuryanti F, Junianto, dan W Lili 2017Analisis Sanitasi Dan Higiene Unit Pengolahan Ikan Kep.01/
Men/2007 (Studi Kasus Pengolahan Otak-Otak Bandeng Di UKMP Juwita Food Bandung)Jurnal
Perikanan dan Kelautan Vol. VIII Nomor 2/Desember 2017 (126-132)
[31] Hattu N, I. Telussa, dan S Paais 2014Kandungan Histamin dalam Olahan Ikan Komu (Auxis
thazard) yang Direbus dengan Variasi Konsentrasi NaClInd J Kimia. Resolusi 2(2): 147 – 154
[32] Patange SB, MK. Mukundan, K. Ashok Kumar. 2005.Metode Sederhana dan Cepat Penentuan Kolorimetri
Histamin pada Daging Ikan.Pengawasan Pangan 16. 465 – 472
[33] Kobe S 2010Evaluasi Bahaya Kesehatan Makanan Laut untuk Produk Ikan Tradisional: Tindakan
Pencegahan dan Masalah Pemantauan. TurkiJurnal Perikanan dan Ilmu Perairan 10 : 139 – 160
[34] Kim DH, Kim KBWR, dan Ahn, DH 2013Efek penghambatan perlakuan tekanan hidrostatik tinggi terhadap
produksi histamin pada otot ikan kembung (Scomber japonicus) yang diinokulasi Morganella morganii dan
Photobacterium fosforeum.Pengendalian Makanan, 34(2) 307–311
[35] Cerio O, Guergue-Diaz de, A. Barrutia-BJ, Gardeazabal G 2016Actas Dermosifiliogr 107(7) : 567 – 571
[36] FDA 2001Pedoman Bahaya dan Pengendalian Ikan dan Produk Perikanan Edisi ke-3. Badan Pengawas
Obat dan Makanan, Pusat Keamanan Pangan dan Gizi Terapan, Washington, DC, AS http://
www.fda.gov/Food/GuidanceComplianceRegulatoryInformation/GuidanceDocuments/Seafoo d/
FishandFisheriesProductsHazardsandControlsGuide/default.htm
[37] Dixon BR 2006Isolasi dan Identifikasi Larva Cacing Rowndworm Anisakid pada Ringkasan
Analitycal IkanMetode Jilid 5
[38]Miyazaki I 1991Buku Bergambar Zoonosis Helminthic Tokyo International Medical Foundation
Jepang.Jepang. 56 hal
[38] Ortega JD dan CM Cócera 2000Pedoman Artikel Asli dalam patologi yang disebabkan oleh Anisakis.
Klinik Alergol Inmunol 15 : 267-272
[39] Arifudin S dan Abdulgani N 2007Prevalensi dan Derajat Infeksi Anisakis sp. pada Saluran
Pencernaan Ikan Kerapu Lumpur (Epinephelus sexfasciatus) di TPI Brondong Lamongan 34–37
13