Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eddy Soeparno tak salah ketika meminta Direktur
Keuangan PT Obsidian Stainless Steel, Hans untuk Bahasa Indonesia di lingkup parlemen.
Ketentuan wajib Bahasa Indonesia ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63
Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia. "Ini adalah rapat resmi dengar pendapat,
yang menggunakan Bahasa Indonesia, ini adalah aturan. Sehingga anda harus diwakilkan oleh
seseorang yang dapat berbicara menggunakan Bahasa Indonesia. Kami akan menunggu
presentasi Anda, jadi harap orang penerjemah anda hadir di ruangan ini," tegas Eddy, Sabtu
(10/6/2023).
Rapat Dengar Pendapat (RDP) kali itu mengundang Plt Direktur Jenderal Minerba
Kementerian ESDM, Direktur Jenderal ILMATE Kementerian Perindustrian, dan para bos
perusahaan smelter nikel yang banyak berasal dari China untuk membahas tata kelola niaga nikel
di Indonesia. Namun beberapa bos smelter blak-blakan mengaku tak dapat berbahasa Indonesia
karena mereka warga negara asing (WNA) dari Cina. Mereka memperkenalkan diri
menggunakan Bahasa Inggris dan Cina.
Teguran Eddy agar RDP kali itu menggunakan Bahasa Indonesia bukan sekadar gertakan.
Kemarahan Edy memiliki aturan yang jelas. Pada 30 September 2019 Presiden Joko Widodo
meneken Perpres Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia. Dalam Pasal 28
aturan tersebut, tertulis bahwa Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam komunikasi resmi di
lingkungan kerja pemerintah dan swasta.
Komunikasi resmi yang dimaksud merupakan komunikasi antar pegawai, antar lembaga,
serta antara lembaga dan masyarakat yang terkait dengan tugas dan fungsi lembaga pemerintah
dan swasta. Dengan begitu jelas bahwa RDP antara para pengusaha nikel dan DPR wajib
berbahasa Indonesia.
Komunikasi resmi dalam pasal ini termasuk yang dilakukan secara lisan dan/atau tertulis,
termasuk menggunakan media elektronik. Kemudian dalam Pasal 29 disebut jika terdapat
kesulitan, komunikasi resmi dengan lembaga internasional atau lembaga negara asing di
lingkungan kerja pemerintah dan swasta dapat menggunakan penerjemah. Perpres penggunaan
Bahasa Indonesia juga mengatur siapa saja pejabat negara yang harus menggunakan Bahasa ibu
selain presiden dan wakil presiden. Pasal 6 menyebut mereka termasuk diantaranya:
a. ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat;
b. ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat;
c. ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah;
d. ketua, wakil ketua, ketua muda, dan hakim agung pada Mahkamah Agung serta ketua,
wakil ketua, dan hakim pada semua badan peradilan kecuali hakim ad hoc;
e. ketua, wakil ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi;
f. ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
g. ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial;
h. ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Pemberantasan Korupsi ;
i. menteri dan jabatan setingkat menteri;
j. kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai duta
besar luar biasa dan berkuasa penuh;
k. gubernur dan wakil gubernur;
l. bupati/walikota dan wakil bupati/walikota; dan m. pejabat negara lainnya yang
ditentukan oleh undang-undang.
Dalam Perpres ini, penggunaan Bahasa Indonesia harus memenuhi kriteria Bahasa
Indonesia yang baik dan benar. Sesuai dengan kaidah yang meliputi kaidah tata Bahasa, kaidah
ejaan, dan kaidah pembentukan istilah.