KELOMPOK 4
“CONSUMER LEARNING
ANGGOTA:
1. Muhammad faddli C20022050
2. Regita rizka amalia C20022031
3. Zefannya Putri Vannessya C20022028
4. Marco Matheos C20022058
5. Husna C20022052
D3 MANAJEMEN PEMASARAN
UNIVERSITAS TADULAKO
BAB 1
PEMBAHASAN
A.CONSUMER LEARNING
(PEMBELAJARAN KONSUMEN)
consumer learning diartikan sebagai proses yang terjadi ketika individu memperoleh
pembelian dan konsumsi pengetahuan dan pengalaman yang mereka terapkan pada
perilaku masa depan. Proses ini meliputi perubahan perilaku individu yang terjadi akibat
pengalaman sebelumnya. Learning tidak hanya terbatas pada perolehan pengetahuan
baru saja, tetapi juga mencakup perubahan sikap, keterampilan, atau preferensi yang
mempengaruhi keputusan konsumsi.
Motif
cues (petunjuk atau isyarat) dijelaskan sebagai stimulus yang bisa mempengaruhi arah
motivasi, perasaan, atau tindakan konsumen. Cues adalah sinyal lingkungan yang
memberitahu konsumen kapan, di mana, dan bagaimana merespon suatu situasi
berdasarkan pengalaman pembelajaran sebelumnya. Dalam konteks perilaku konsumen,
cues dapat berupa kata-kata, gambar, aroma, atau jenis stimulus lain yang dapat memicu
pengenalan dan respons terhadap produk atau merek tertentu.
Tanggapan
"responses" atau tanggapan dijelaskan sebagai reaksi individu terhadap stimulus atau
cues dalam lingkungan mereka. Tanggapan ini bisa bersifat fisik, seperti membeli produk;
kognitif, seperti memikirkan kelebihan sebuah produk; atau emosional, seperti merasa
senang saat menggunakan produk. Dalam konteks perilaku konsumen, tanggapan
merupakan bagian penting dari proses pembelajaran karena menunjukkan bagaimana
konsumen bertindak atau bereaksi terhadap informasi atau pengalaman tertentu yang
terkait dengan produk atau layanan.
Penguatan
(Pengkondisian klasik)
Classical Conditioning adalah sebuah konsep yang menjelaskan bagaimana suatu respons
terhadap stimulus dapat dipelajari melalui asosiasi dengan stimulus lain. Proses ini
pertama kali diidentifikasi oleh Ivan Pavlov, seorang psikolog Rusia, melalui
eksperimennya dengan anjing, yang belajar mengasosiasikan suara bel dengan makanan
dan akhirnya mulai mengeluarkan air liur (yang merupakan respons alami terhadap
makanan) hanya dengan mendengar suara bel, bahkan tanpa makanan disajikan.
Dalam konteks perilaku konsumen, Classical Conditioning sering digunakan untuk
menjelaskan bagaimana konsumen dapat belajar untuk mengasosiasikan merek, produk,
atau layanan dengan perasaan, emosi, atau atribut tertentu melalui eksposur yang
berulang kali.
Berikut ini adalah langkah-langkah atau komponen utama dari Classical
Conditioning seperti yang dijelaskan dalam konteks buku:
Stimulus Tak Terkondisi (Unconditioned Stimulus, UCS): Ini adalah stimulus yang
secara alami dan secara otomatis memicu respons tanpa perlu pembelajaran
sebelumnya. Dalam eksperimen Pavlov, makanan adalah stimulus tak terkondisi yang
secara alami memicu anjing untuk mengeluarkan air liur.
Respons Tak Terkondisi (Unconditioned Response, UCR): Ini adalah respons alami
yang terjadi sebagai akibat dari stimulus tak terkondisi tanpa perlu pembelajaran.
Dalam kasus anjing Pavlov, mengeluarkan air liur adalah respons tak terkondisi
terhadap makanan.
Stimulus Terkondisi (Conditioned Stimulus, CS): Ini adalah stimulus netral yang,
setelah dipasangkan berulang kali dengan stimulus tak terkondisi, mulai memicu
respons yang mirip dengan respons tak terkondisi. Dalam eksperimen Pavlov, suara bel
yang awalnya netral menjadi stimulus terkondisi setelah dipasangkan berulang kali
dengan makanan.
Respons Terkondisi (Conditioned Response, CR): Ini adalah respons yang dipelajari
yang terjadi sebagai reaksi terhadap stimulus terkondisi. Respons ini
Assosiative learning (pembelajaran assosiative)
Associative Learning (Pembelajaran Asosiatif) adalah proses dimana individu belajar dan
membentuk asosiasi antara dua stimulus atau antara sebuah perilaku dan sebuah respons.
Dalam konteks perilaku konsumen, ini sering berkaitan dengan cara konsumen
mengasosiasikan produk atau merek dengan sensasi tertentu, emosi, atau pengalaman. Proses
ini sangat penting untuk memahami bagaimana iklan dan pengalaman merek dapat
mempengaruhi keputusan pembelian dan loyalitas merek.
konsep ini mengacu pada proses pembelajaran di mana konsumen secara bertahap
mengasosiasikan merek, produk, atau pengalaman dengan reaksi atau persepsi tertentu melalui
paparan berulang terhadap stimulus yang sama.
Dengan kata lain, semakin sering konsumen terpapar pada merek atau produk tertentu,
semakin kuat asosiasi yang terbentuk dalam pikiran mereka antara merek atau produk tersebut
dengan atribut tertentu, perasaan, atau kesan. Proses ini dapat memengaruhi persepsi
konsumen, sikap terhadap merek, dan akhirnya keputusan pembelian.
"Stimulus Generation and Brand Extensions" adalah konsep yang membahas bagaimana merek
dapat mempengaruhi persepsi konsumen terhadap produk baru atau ekstensi merek.
konsep ini mungkin mengacu pada cara di mana merek yang kuat dapat menciptakan stimulus
yang menghasilkan asosiasi positif, sehingga mempengaruhi persepsi konsumen terhadap
produk baru atau produk tambahan yang diperkenalkan oleh merek tersebut.
Stimulus generation mengacu pada proses di mana merek yang kuat memancarkan citra atau
asosiasi tertentu, yang kemudian mempengaruhi cara konsumen mempersepsikan produk baru
atau ekstensi merek. Sebagai contoh, merek yang terkenal dengan kualitas tinggi dan inovasi
dapat menciptakan stimulus positif yang menghasilkan persepsi yang sama terhadap produk
baru atau ekstensi merek yang diperkenalkan oleh merek tersebut.
Stimulus Discrimination and Brand Differentiation
(Diskriminasi Stimulus dan Diferensiasi Merek)