Anda di halaman 1dari 122

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


PERILAKU PASIEN SWAMEDIKASI OBAT ANTINYERI
DI APOTEK KABUPATEN REMBANG TAHUN 2016

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

IKHDA KHULLATIL MARDLIYAH


NIM: 1112102000094

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Juli 2016 M/ Syawal 1437 H
ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,


dan semua sumber baik yang saya kutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Nama : IKHDA KHULLATIL MARDLIYAH

NIM : 1112102000094

Tanda tangan :

Tanggal : 25 Juli 2016

ii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Nama : IKHDA KHULLATIL MARDLIYAH


NIM : 1112102000094
Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pasien Swamedikasi Obat Ant

Disetujui oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Yardi, M.Si, Ph.D, Apt Karyadi, S.Kp, M.Kep. Ph.D


NIP: 197411232008011014 NIP: 197109032005011007

Mengetahui,
Ketua Prorgam Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dr. Nurmeilis, M.Si, Apt


NIP: 197404302005012003

iii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


i

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh:


Nama : IKHDA KHULLATIL MARDLIYAH
NIM : 1112102000094
Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pasien Swamedikasi Obat Ant

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyar
Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Yardi, M.Si, Ph.D, Apt

Pembimbing II : Karyadi, S.Kp, M.Kep. Ph.D

Penguji : Dr. Delina Hasan, M.Kes, Apt

Penguji : Nelly Suryani, Ph.D, Apt

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal : 25 Juli 2016

iv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


v

ABSTRAK

Name : IKHDA KHULLATIL MARDLIYAH


Program Studi : S-1 Farmasi
Judul Skripsi : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pasien
Swamedikasi Obat Antinyeri di Apotek Kabupaten
Rembang Tahun 2016

Penggunaan obat nyeri atau analgesik sering digunakan bebas di


pasaran, hal ini menyebabkan ketergantungan dan diperkirakan sebagai
penyebab penyakit gagal ginjal kronis di masyarakat. Oleh sebab itu
penggunaan obat perlu disertai dengan pengetahuan dan perilaku yang benar
tentang obat tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-
faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku pasien swamedikasi obat
antinyeri di apotek Kabupaten Rembang.
Penelitian ini menggunakan rancangan survei cross-sectional, dengan
menggunakan purposive sampling (N=97). Data yang diperoleh dikumpulkan
menggunakaan kuesioner terstruktur. Responden adalah pasien yang datang
ke tiga apotek terpilih di Kabupaten Rembang yang sedang membeli dan akan
menggunakan obat antinyeri. Analisis data menggunakan analisis univariat
dan analisis bivariat (Uji Chi-Square).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden sebagian besar
memiliki perilaku yang benar dalam menggunakan obat antinyeri (54.6%) dan
perilaku yang salah dalam menggunakan obat antinyeri sebesar 45,4%. Ada
hubungan antara perilaku swamedikasi obat antinyeri dengan Jenis kelamin
(p=0,020), usia (p=0,046), dan pendidikan (p=0,047). Dilihat dari
karakteristik responden menunjukkan bahwa perempuan lebih mendominasi
penggunaan obat antinyeri secara swamedikasi sebesar 51,5%, usia diatas 30
tahun sebanyak 81,5%, dan pekerjaan terbanyak adalah petani sebesar 21,6%,
pendidikan tertinggi ditempati responden dari kalangan SLTP/ MTs/
Sederajat 36,1%, dan 53,6% dengan penghasilan rendah. Obat yang
digunakan oleh responden di tiga apotek Kabupaten Rembang tahun 2016
adalah Parasetamol 27,8%, Asam Mefenamat 21,7%, Piroksikam 18,6%,
Natrium Diklofenak 12,4%, Methampiron 8,2%, Ibuprofen 7,1%, Kalium
Diklofenak 2,1% dan Meloksikam 2,1%.

Kata kunci: perilaku pengobatan, swamedikasi, obat antinyeri.

v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


v

ABSTRACT

Name : IKHDA KHULLATIL MARDLIYAH


Major : Bachelor’s Degree-Pharmacy
Tittle of Undergraduate : The Affecting Factors of Patient Self-Medication
Thesis Behaviors with Analgesic Drugs in Pharmacies
Rembang 2016.

The use of painkillers or analgesics is often used freely in the market.


This leads into dependency and is tought to cause chronic kidney disease in
the society. Therefore, the use of drugs should be accompanied with the
correct knowledge and behavior towards the drugs itself. The purpose of this
study was to determine the factors that influence the behavior of self-
medication patient in using analgesics drugs in Rembang Pharmacies 2016.
The study apllied a cross-secsional survey design, using purposive
sampling (N=97). The data was collected using structures questionnaire.
Respondents were patients who came to the three pharmacies selected in
Rembang where they were buying and wouls use analgesics drugs. Analyzed
using were univariate and bivariate analysis (Chi-Square test)
The results indicated that most of the respondents have the correct
behavior in using analgesics drugs (54.6%) and incorrect behavior in using
analgesics drugs 45,4%. There were relationship between Self-Medication
Behaviors with Analgesic Drugs with sex (p=0,020), age (p=0,046), and
education (p=0,047). According to the characteristics of the respondents, it
ishowed that women dominated the use of analgesics drug with self
medication by 51.5%, above 30 years of age as much as 81.5%, and most jobs
are farmers amounted to 21.6%, the highest level occupied by the respondent
with junior high school by 36.1%, and 53,6% of the respondents have low
income. The medicine used by respondents in three pharmacies Rembang
2016 ware Paracetamol 27.8%, Mefenamac Acid 21.7%, Piroxicam 18.6%,
Sodium Diclofenac 12.4%, Methampiron 8.2%, Ibuprofen 7.1%, Potassium
Diclofenac 2.1% and 2.1% of Meloxicam.

Keyword: behaviors, self-medication, analgesic drugs.

vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


vii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan nikmat, rahmat, dan hidayahNya yang selalu diberikan kepada hamba-
hambaNya. Rasa syukur juga atas karunia yang selalu diberikan Allah SWT kepada
penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan Skripsi karya tulis ilmiah ini dengan
baik. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi junjungan kita, Nabi
Muhammad SAW, Rosul akhir zaman, Sang pembawa ajaran abadi dan penunjuk
jalan lurus. Semoga dengan syafaatnya kita bisa selamat di akhirat nanti. Aamiin
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang banyak
membantu dalam menyukseskan penyusunan karya tulis ini. Ucapan terimakasih yang
dalam penulis tujukan kepada:
1. Allah SWT, yang selalu memberikan nikmat, rahmat, dan hidayatNya setiap
waktu kepada penulis serta memberikan pertolongan yang tak terduga.
2. Bapak Dr. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si, Apt., selaku Kepala Program Studi Farmasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Yardi, M.Si, Ph.D, Apt selaku pembimbing satu yang selalu
membimbing penulis dari awal penelitian hingga akhir dengan iringan pikiran,
waktu, tenaga, dan motivasi yang berharga
5. Bapak Karyadi, S.Kep, M.Kep. Ph.D selaku pembimbing dua yang telah
membimbing dan memberi perhatian kepada penulis serta memberikan arahan
yang sangat penting kepada penulis.
6. Kementerian Agama RI yang telah memberikan beasiswa pendidikan (PBSB)
secara penuh kepada penulis selama belajar di Program Studi Farmasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Rembang yang telah mengizinkan penulis
melakukan penelitian di Daerah tersebut, beserta seluruh Pihak Apotek dan
masyarakat Rembang, Jawa Tengah.

vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


vii

8. Seluruh Dosen Farmasi dan Dosen luar Farmasi yang memberikan ilmu selama
penulis belajar di Farmasi dari semester satu hingga semester ini serta
memberikan motivasi belajar yang luar biasa.
9. Terkhusus untuk yang terkasih dan tercinta sejak lahir, Abah Nur Wahid Umar
dan Ibu Siti Zahro’ di rumah Rembang yang selalu memberikan doa,
dukungan, motivasi, materi, waktu, tenaga, dan segalanya yang memberikan
contoh laku baik serta menyukseskan penulis hingga saat ini.
10. Keluarga tercinta penulis, Mas Muhtar, Mbak Ifa, Mas Muid, Mbak Aan, Mas
Shohib, Mbak Liya, Mas Yauk, Mbak Fia, Mbak Nuning, Hibbat, Aisya, Ula,
Lina, dan Amira yang selalu memberikan dukungan, doa, dan keramahan
menunggu dan menyambut penulis setiap pulang kampung.
11. Bapak Dr.Muslich Idris, Lc, MA beserta keluarga yang telah menjadi bapak
dan keluarga saat penulis di perantauan, menjadi panutan, dan tempat kembali
yang menyejukkan di tengah hiruk-pikuk tugas kuliah.
12. Pondok Pesantren Luhur Sabilussalam, Prof. HD. Hidayat, MA, Seluruh
Ustadz, Warga Gang Bacang, Mahasantri Sabilussalam putra dan putri yang
telah memberikan siraman rohani setiap harinya dan motivasi untuk selalu
berbagi dan belajar setiap saat.
13. Sahabat CSSMoRA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, CSSMoRA Nasional,
CSSMoRA angkatan 2012, DP3M CSSMoRA UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Pengurus BEMProdi Farmasi 2013-2015, Pengurus DEMA FKIK
2015-2016, Sahabat/i PMII Komfakkes, Pengurus KMPLS 2014-2016, Tim
Jurnalistik KMPLS, Tim BERITA UIN Online yang tak hentinya memberikan
pelajaran dan strategi dalam organisasi dan kehidupan.
14. Sahabat Farmasi angkatan 2012 yang selalu menemani penulis selama 4 tahun
yang selalu memberikan warna hidup yang nyata.
15. Sahabat CSS Farmasi 2012 ‘Wisuda 2016’ (Zulfa, Fakhrun, Niha, Eha, Amel,
Anis, Nuha, Nana, Ghilman) yang selalu menjadi tempat terindah ditengah
kejenuhan kehidupan Ciputat.
16. Sahabat Angkatan 2013 ‘Istiqomah’ Pesantren Luhur Sabilussalam, Aa, Teteh,
Dedek, Arin dan Aay yang sangat istimewa bagi penulis.

viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


ix

17. Sahabat-sahabat bermain dari SD hingga MA di Sedan Rembang, yang selalu


setia menunggu dan menjadi tempat terindah saat pulang kampung.
18. Seorang terkasih, sketsa yang belum selesai yang selalu mendoakan di setiap
keadaan penulis, semoga kau baik-baik saja.
Penulis berharap agar karya tulis ini dapat berguna nantinya, baik
sebagai informasi data, bahan pustaka atau rujukan serta menambah wawasan dan
informasi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
Demikian paparan kata pengantar dari Penulis dan penulis memohon
maaf apabila terdapat kekurangan, dan kesalahan dalam penulisan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 25 Juli 2016

Penulis

ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


x

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI


TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Sebagai sivitas akademika Uinversitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah


Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ikhda Khullatil Mardliyah

NIM 1112102000094

Program Studi : S-1 Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Jenis Karya : Skripsi

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui karya ilimiah saya, dengan
judul:

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pasien Swamedikasi


Obat Antinyeri di Apotek Kabupaten Rembang Tahun 2016

Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada tanggal : 25 Juli 2016

Yang Menyatakan,

(Ikhda Khullatil Mardliyah)

x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................................i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS................................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................................iv
ABSTRAK............................................................................................................................iv
ABSTRACT.........................................................................................................................vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.........................................x
DAFTAR ISI........................................................................................................................xi
DAFTAR TABEL..............................................................................................................xiv
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................................xvi
BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah..........................................................................................4
1.3 Pertanyaan Penelitian........................................................................................4
1.4 Tujuan Penelitian..............................................................................................4
1.5 Manfaat Penelitian............................................................................................5
1.6 Ruang Lingkup Penelitian.................................................................................5

BAB 2 LANDASAN TEORI................................................................................................7


2.1 Swamedikasi.....................................................................................................7
2.1.1 Definisi....................................................................................................7
2.1.2 Syarat Swamedikasi.................................................................................7
2.1.3 Penghentian Swamedikasi.......................................................................7
2.1.4 Penggolongan obat Swamedikasi............................................................7

2.1.5 Peran Apoteker dalam Swamedikasi.......................................................9


xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
xi
2.1.6 Keuntungan Swamedikasi.....................................................................10
2.1.7 Kerugian Swamedikasi..........................................................................11
2.1.8 Swamedikasi yang Aman......................................................................11
2.2 Obat Analgetika..............................................................................................13
2.2.1 Definisi..................................................................................................13
2.2.2 Indikasi..................................................................................................14
2.2.3 Resep Obat analgetik.............................................................................14
2.3 Apotek.............................................................................................................19
2.3.1 Definisi..................................................................................................19
2.3.2 Pelayanan Kefarmasian di Apotek.........................................................19
2.4 Apoteker..........................................................................................................23
2.4.1 Definisi..................................................................................................23
2.4.2 Perkembangan Pekerjaan Kefarnasian..................................................24
2.4.3 Peran apoteker di Apotek.......................................................................24
2.5 Gambaran Umum Kabupaten Rembang.........................................................25
2.5.1 Letak Geografis.....................................................................................25
2.5.2 Topografi Daerah...................................................................................25
2.5.3 Geologi dan Iklim..................................................................................25
2.5.4 Kependudukan.......................................................................................26
2.6 Perilaku...........................................................................................................27
2.6.1 Definisi..................................................................................................27
2.6.2 Pembagian Perilaku...............................................................................27

BAB 3 KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS......29


3.1 Kerangka Konsep............................................................................................29
3.2 Definisi Operasional........................................................................................30
3.3 Hipotesis..........................................................................................................32

BAB 4 METODE PENELITIAN......................................................................................33

4.1 Desain Penelitian.............................................................................................33


4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian..........................................................................33
4.3 Populasi dan Sampel.......................................................................................33
xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
xi
4.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi.............................................................................35
4.5 Metode Pengumpulan Data.............................................................................35
4.6 Alur Penelitian................................................................................................39
4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen.........................................................40
4.8 Pengolahan Data..............................................................................................41
4.9 Analisis Data...................................................................................................42
4.10 Etika Penelitian...............................................................................................42

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................................44


5.1 HASIL PENELITIAN.....................................................................................44
5.1.1 Karakteristik Responden........................................................................44
5.1.2 Perilaku Swamedikasi............................................................................48
5.1.3 Rasionalitas Obat Swamedikasi............................................................50
5.2 PEMBAHASAN.............................................................................................53
5.2.1 Keterbatasan Penelitian.........................................................................54
5.2.2 Karakteristik Responden........................................................................55
5.2.3 Perilaku Swamedikasi............................................................................61
5.2.4 Raionalitas Obat Swamedikasi..............................................................63
5.2.5 Jumlah Pengguna Swamedikasi Obat Antinyeri....................................67

BAB 6 PENUTUP...............................................................................................................72
6.1. KESIMPULAN...............................................................................................72
6.2. SARAN...........................................................................................................72

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................74
LAMPIRAN........................................................................................................................80

xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1. Kerangka Konsep................................................................................................29


Tabel 3.2. Definisi Operasional............................................................................................30
Tabel 5.1. Distribusi dan Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin......................44
Tabel 5.2. Distribusi Responden tentang Perilaku Berdasarkan Jenis Kelamin...................44
Tabel 5.3. Distribusi dan Frekuensi Responden Berdasarkan Usia......................................45
Tabel 5.4. Distribusi Responden tentang Perilaku Berdasarkan Usia..................................45
Tabel 5.5. Distribusi dan Frekuensi Responden Berdasarkan Bidang Pekerjaan.................45
Tabel 5.6. Distribusi Responden tentang Perilaku Berdasarkan Bidang Pekerjaan.............46
Tabel 5.7. Distribusi dan Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan...........................46
Tabel 5.8. Distribusi Responden tentang Perilaku Berdasarkan Pendidikan........................47
Tabel 5.9. Distribusi dan Frekuensi Responden Berdasarkan Penghasilan..........................48
Tabel 5.10. Distribusi Responden tentang Perilaku Berdasarkan Penghasilan....................48
Tabel 5.11. Distribusi dan Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang
Swamedikasi......................................................................................................49
Tabel 5.12. Distribusi dan Frekuensi Responden berdasarkan Sumber Informasi
tentang Swamedikasi.........................................................................................49
Tabel 5.13. Distribusi dan Frekuensi Responden berdasarkan Alasan Penggunaan Obat
Swamedikasi......................................................................................................49
Tabel 5.14. Distribusi dan Frekuensi Responden berdasarkan Jenis Obat...........................50
Tabel 5.15. Distribusi dan Frekuensi Responden berdasarkan Kebiasaan Menyimpan
Obat di Rumah...................................................................................................50
Tabel 5.16. Distribusi dan Frekuensi Responden berdasarkan perilaku pemakaian obat
antinyeri secara swamedikasi.............................................................................50
Tabel 5.17. Distribusi dan Frekuensi Responden berdasarkan perilaku kerasionalan
obat antinyeri secara swamedikasi.....................................................................51
Tabel 5.18. Distribusi dan Frekuensi Obat antinyeri secara swamedikasi...........................51
Tabel 5.19. Distribusi dan Frekuensi Obat antinyeri yang digunakan masyarakat.............52

xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur penduduk Kabupaten Rembang 2014.........................................26


Gambar 2. Peta Penduduk Kabupaten Rembang 2014................................................27

xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian dari Fakultas Kedokteran dan


Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta........................................80
Lampiran 2. Surat Izin melakukan penelitian di Apotek Kabupaten Rembang
dari kantor kesatuan bangsa, politik & perlindungan masyarakat................81
Lampiran 3. Surat Izin melakukan penelitian di Apotek Kabupaten Rembang
dari Dinas Kesehatan Kabupaten Rembang..................................................82
Lampiran 4. Surat Keterangan melakukan Penelitian dari apotek A...............................83
Lampiran 5. Surat Keterangan melakukan Penelitian dari apotek B...............................84
Lampiran 6. Surat Keterangan melakukan Penelitian dari apotek C...............................85
Lampiran 7. Uji Reliabilitas 1..........................................................................................86
Lampiran 8. Uji Reliabilitas 2..........................................................................................88
Lampiran 9. Hasil Pengolahan Data.................................................................................90
Lampiran 10. Kuesioner Penelitian 1................................................................................100
Lampiran 11. Kuesioner Penelitian 2................................................................................104

xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obat nyeri atau analgesik sering digunakan bebas di pasaran, hal ini
menyebabkan ketergantungan dan diperkirakan sebagai penyebab penyakit
gagal ginjal kronis di masyarakat saat tahun 1900an (WHO, 2000).
Penggunaan obat nyeri paling banyak dikonsumsi oleh wanita karena
dibutuhkan setiap bulannya untuk mengurangi rasa nyeri haid dan
menyebabkan salah satu penyebab gagal ginjal kronis (Sohar E.Ali, 2010).
Prevalensi penggunaan obat nyeri dengan kondisi pengobatan sendiri
(swamedikasi) dilaporkan sebanyak 39,4%. Penyakit nyeri juga dihubungkan
dengan penyebab mordibitas populasi orang dewasa di dunia sebanyak 10-
30% populasi dan laporan terbaru menunjukkan hingga 50% (Pilar Carasso,
et.al, 2014).
Di Indonesia sendiri perilaku pengobatan sendiri sudah memiliki nilai yang
cukup besar. Salah satu ciri adanya swamedikasi adalah dengan perilaku
Rumah Tangga yang menyimpan obat untuk pengobatan diri sendiri. Dimana
data menunjukkan sebesar 35,2% rumah tangga telah menyimpan obat untuk
swamedikasi. Prakteknya terdapat obat keras, obat bebas, antibiotika, obat
tradisional dan obat-obat yang tidak teridentifikasi. Dengan adanya obat keras
dan antibiotika untuk swamedikasi menunjukkan adanya penggunaan obat
yang tidak rasional (Riskesdas, 2013).
Penelitian di Malaysia menunjukkan bahwa ada sejumlah 70,7% siswa
perempuan menyimpan obat swamedikasi yang dibelinya dari apotek.
Penyimpanan ditempatkan dalam rak-rak, laci, dan kulkas. (Sohar, E.Ali,
2010).
Penggunaan pengobatan sendiri ini harus mengikuti prinsip penggunaan
obat secara umum yaitu penggunaan obat aman dan rasional. Sebagai seorang
profesional kesehatan dalam bidang kefarmasian, apoteker mempunyai peran
yang sangat penting dalam memberikan bantuan, nasehat dan petunjuk kepada
masyarakat yang ingin melakukan swamedikasi agar pasien dapat

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


2

melakukannya secara bertanggung jawab (Binfar, 2007). Dalam penggunaan


obat bebas dan obat bebas terbatas, apoteker memiliki dua peran yang sangat
penting yaitu menyediakan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat
dan kualitasnya serta memberikan informasi yang dibutuhkan atau melakukan
konseling kepada pasien agar obat bisa digunakan secara aman, tepat, dan
rasional (Binfar, 2007).
Pelayanan pengobatan swamedikasi di DKI Jakarta tahun 2003
menunjukkan 100% pelayanan swamedikasi dilakukan oleh Asisten Apoteker
(AA) dan bukan dilaksanakan oleh Apoteker. Data lain menunjukkan bahwa
hanya 5,9% pelayanan swamedikasi yang terdokumentasi di apotek serta
hanya 5% Apoteker yang memberikan informasi kerasionalan obat terkait
swamedikasi (Angki Purwanti, 2004).
Sebanyak 84,8% obat yang digunakan masyarakat di daerah Romania tidak
diberikan langsung oleh profesional kesehatan, sehingga hal ini memicu
kesalahan dalam penggunaan obat dan ketidakrasionalan obat tersebut. (Ioana
Dana Alexa, et.al, 2014).
Fenomena yang terjadi dalam masyarakat adalah seringnya masyarakat
menggunakan obat sendiri dengan informasi yang didapatkannya sendiri atau
informasi yang didapatkan dari internet. WHO mencatat bahwa tertanggal 7
Mei 2000 terdapat penelusuran obat over-the-counter (OTC) sebanyak 16.966
di Yahoo dan 244.546 di Web Browser yang dilakukan oleh masyarakat dunia.
(WHO, 2000).
Dalam perilaku swamedikasi hanya penyakit-penyakit ringan yang
diberikan perlakuan swamedikasi seperti sakit kepala, batuk, pilek, demam,
menggigil, flu, sakit perut, alergi, diare, konstipasi, nyeri, dan infeksi fungi
(Abdul Nazer Ali et al, 2012).
Salah satu yang terpenting adalah penyakit nyeri, dalam penelitian yang
dilakukan Corin Nur Syeima tahun 2009 menyebutkan bahwa penggunaan
obat nyeri secara rasional di masyarakat RW 08 Kelurahan Pisangan Barat,
Ciputat adalah sebesar 60,2%. (Corin Nur Syeima, 2009). Penelitian lain yang
dilakukan oleh Puji Pratiwi Ningrum tahun 2014 menyebutkan bahwa
pengetahuan tentang Swamedikasi obat antiinflamasi nonsteroid oral pada
Etnis Tionghoa di Surabaya memiliki nilai 41% (Puji Pratiwi Ningrum, 2014).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


3

Obat nyeri yang sering digunakan dalam swamedikasi adalah untuk


mengobati nyeri sakit kepala yaitu sebesar 51,6%, diikuti batuk, nyeri otot,
kesleo, kelelahan, sakit pinggang, dan nyeri lainnya (Sadia Amin, et al. 2014).
Penelitian penggunaan obat keras tanpa resep dokter secara swamedikasi
pernah dilakukan, salah satunya adalah obat antibiotik, yang menunjukkan
73,33% pembelian obat antibiotik tanpa resep dilakukan karena menginginkan
hasil yang baik dalam pengobatan karena keberhasilan pengobatan terdahulu
yang memberikan efek yang baik juga (Beatrix, 2013).
Suatu penelitian di Kroasia menyebutkan bahwa pengobatan sendiri masih
tergolong besar terutama pengobatan menggunakan NSAID. Sebagaimana
penelitian yang dilakukan di Sudan, Nepal, dan Jordan, keseluruhan obat yang
sering digunakan dalam praktek swamedikasi adalah obat analgesik,
antiinflamasi dan antibiotik (Ioana Dana Alexa, et.al, 2014).
Nyeri tersebar di banyak kalangan usia, salah satunya adalah nyeri sendi,
nyeri sendi berdasarkan wawancara yang didiagnosis tenaga kesehatan
meningkat seiring dengan bertambahnya usia, demikian juga pada diagnosis
tenaga kesehatan. Prevalensi tertinggi ada pada usia >75 tahun (33% dan
54,8%). Selanjutnya prevalensi tertinggi ada pada perempuan sebesar 27,5%
dibandingkan laki-laki sebesar 21,8% serta lebih tinggi terjadi di pedesaan
daripada perkotaan dengan prevalensi (13,8%) (Riskesdas, 2013).
Pemilihan apotek di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah sebagai tempat
penelitian adalah karena sulit didapatkannya data tentang penyakit nyeri serta
kecenderungan wilayah disana yang kebanyakan dataran rendah yaitu sebesar
46,39% dengan pekerjaan terbesarnya sebagai petani yang memanfaatkan
sumber daya alam seperti tegalan dan sawah (PemKab Rembang, 2014). Hal
ini sesuai dengan hasil riskesdas yang mengemukakan bahwa status pekerjaan
tertinggi yang berpotensi dalam menderita penyakit nyeri adalah dengan
pekerjaan petani/ nelayan/ buruh yaitu sebesar 15,3%. Selain itu Jawa Tengah
menjadi 12 daerah terbesar di Indonesia yang memiliki penderita diagnosis
nyeri (Riskesdas, 2013).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


4

1.2 Perumusan Masalah


Tingginya tingkat penggunaan obat swamedikasi oleh masyarakat
berdasarkan data riskesdas (2013) adalah sebesar 35,2%. Masyarakat banyak
melakukan swamedikasi seperti sakit kepala, batuk, pilek, demam, menggigil,
flu, sakit perut, alergi, diare, konstipasi, nyeri, dan infeksi fungi (Abdul Nazer
Ali et al, 2012). Penelitian di Kroasia menyebutkan bahwa pengobatan sendiri
masih tergolong besar terutama pengobatan menggunakan NSAID (Ioana
Dana Alexa, et.al, 2014). Apabila penggunaan obat antinyeri terutama
penggunaan NSAID dilakukan secara bebas akan menimbulkan penyakit gagal
ginjal kronis dan ketergantungan (Sohar E.Ali, 2010). Prevalensi penderita
nyeri banyak ditemukan di daerah pedesaan (13,8%) dengan profesi petani,
buruh, dan nelayan (Riskesdas, 2013).
Banyak faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam menggunakan obat
swamedikasi, antara lain harga yang terjangkau dan kemudahan akses untuk
mendapatkan, serta rendahnya penyampaian informasi oleh apoteker tentang
swamedikasi yaitu sekitar 5% di Jakarta (Angki Purwanti, 2010) dan 84,8% di
Romania (Ioana Dana Alexa, 2012).
Berdasarkan faktor tersebut maka peneliti ingin meneliti faktor perilaku
yang mempengaruhi pasien dalam menggunakan obat swamedikasi antinyeri
yang bertempat di Apotek Kabupaten Rembang.

1.3 Pertanyaan Penelitian


1. Apa yang mempengaruhi masyarakat dalam penggunaan obat antinyeri
secara swamedikasi di Apotek Kabupaten Rembang?
2. Bagaimana perilaku pasien tentang penggunaan obat swamedikasi secara
umum di apotek Kabupaten Rembang?
3. Berapa jumlah penggunaan swamedikasi obat anti nyeri di apotek
Kabupaten Rembang?

1.4 Tujuan Penelitian


1. Tujuan Umum:
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi perilaku pasien swamedikasi obat antinyeri di apotek
Kabupaten Rembang.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


5

2. Tujuan Khusus:
1. Mengidentifikasi gambaran kalangan masyarakat pengguna obat
antinyeri secara swamedikasi di Apotek Kabupaten Rembang
2. Mengetahui perilaku pasien tentang penggunaan obat swamedikasi secara
umum di Apotek Kabupaten Rembang
3. Mengidentifikasi jumlah penggunaan swamedikasi obat anti nyeri di
apotek Kabupaten Rembang

1.5 Manfaat Penelitian


1. Untuk Masyarakat
Penelitian ini dapat menambah wawasan, pengetahuan dan perilaku
mengenai penggunaan obat analgesik sebagai obat swamedikasi.
2. Untuk Apoteker
Dengan adanya hasil penelitian ini bisa menjadi pengingat apoteker untuk
melakukan fungsinya sebagai penjamin efikasi obat, keamanan obat, kualitas
obat, keterjangkauan dan ketersediaan obat untuk pasien.
3. Untuk Institusi Pendidikan Farmasi
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi masukan dalam pengembangan
kurikulum farmasi komunitas serta menjadi dasar untuk farmasi komunitas
serta bisa menjadi masukan dalam program pemberian pendidikan kesehatan
kepada masyarakat tentang pentingnya perilaku swamedikasi menggunakan
obat antinyeri secara aman dan rasional.
4. Untuk Peneliti
Penelitian ini memberikan ilmu, pengetahuan, dan pengalaman selama proses
penelitian dan diharapkan menjadi rujukan informasi untuk peneliti
selanjutnya atau untuk dunia pendidikan terkait perilaku swamedikasi obat
antinyeri.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan desain studi cross-sectional dan metode
pendekatan kuantitatif. Data yang digunakan adalah data primer yang
bersumber dari kuesioner yang dibagikan langsung kepada pasien yang
melakukan swamedikasi di Apotek terpilih di Kabupaten. Rembang.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


6

Kuesioner berisi identitas karakteristik responden, profil swamedikasi dan


perilaku swamedikasi. Responden pada penelitian ini adalah masyarakat yang
datang di apotek yang sedang dan akan menggunakan obat antinyeri secara
swamedikasi. Penelitian ini dimulai bulan Maret-April 2016 di tiga apotek di
Kabupaten Rembang yang terpilih.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


7

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Swamedikasi

2.1.1 Definisi
Swamedikasi atau sering disebut self-medication adalah pemilihan
penggunaan obat sendiri untuk mengobati atau mengendalikan penyakit dan
gejala penyakit (WHO, 1998). Banyak pendapat lain yang mengemukakan
tentang swamedikasi yaitu kegiatan mendapatkan dan mengkonsumsi obat
tanpa nasehat, diagnosis, perawatan, dan pemantaun dari dokter (Abdul
Nazer Ali et.al, 2012). Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-
keluhan dan penyakit ringan yang sering terjadi di kalangan masyarakat,
seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag, cacingan, diare,
penyakit kulit dan lain-lain (BPOM, 2014).

2.1.2 Syarat Swamedikasi


Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam swamedikasi menurut
WHO adalah penyakit yang diderita adalah penyakit dan gejala ringan yang
tidak diperlukan untuk datang ke dokter atau tenaga medis lainnya. Selain itu
obat yang dijual adalah obat golongan over-the-counter (OTC). (WHO, 2000)

2.1.3 Penghentian Swamedikasi


Pengobatan swamedikasi menurut BPOM, 2014 harus dihentikan bila:
1. Timbul gejala lain seperti pusing, sakit kepala, mual dan muntah
2. Terjadi reaksi alergi seperti gatal-gatal dan kemerahan pada kulit
3. Salah minum obat atau minum obat dengan dosis yang salah

2.1.4 Penggolongan obat Swamedikasi


Banyak obat yang biasanya digunakan dalam swamedikasi. Kelas obat
yang digunakan swamedikasi adalah obat seperti Parasetamol, NSAID,
antibiotik, sirup batuk, antasida, obat kulit, obat herbal, dan antihelmentik.
Obat yang digunakan dalam swamedikasi adalah obat yang digunkaan untuk

7 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


8

mengobati penyakit ringan (Shanker, 2002). Menurut SI.Sharif et al (2015),


obat yang umumnya dibeli oleh masyarakat di komunitas farmasi di Uni
Emirat Arab adalah obat golongan pereda nyeri, vitamin dan mineral,
antihistamin, antasida, dan dekongestan (Sulaiman I. Sharif, et.al, 2015)
Obat yang beredar di pasaran dikelompokkan menjadi 5 (lima) golongan.
Masing-masing golongan mempunyai kriteria dan mempunyai tanda khusus.
Sedangkan di BPOM disebutkan bahwa tidak semua obat dapat digunakan
untuk swamedikasi, hanya golongan obat yang relatif aman yaitu golongan
obat bebas dan obat bebas trerbatas.
1. Obat Bebas
Adalah obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter. Terdapat ciri yang
terlihat di kemasan dan etiket obat yaitu lingkaran hijau (TC 396) dengan
garis tepi berwarna hitam contoh obat bebas ini adalah Simetikon .
2. Obat Bebas Terbatas
Obat bebas terbatas merupakan obat yang sebenarnya keras tetapi masih
bisa dibeli tanpa resep dokter. Obat golongan ini bebas tapi biasanya
ditandai dengan adanya peringatan pada kemasan obat. Logo yang
terdapat khusus di kemasan ini adalah logo lingkaran berwarna biru (TC
308) dengan garis tepian berwarna hitam. Contoh obatnya seperti CTM
(Klorfeniramin Maleat)
Tanda peringatan obat bebas terbatas selalu tercantum pada kemasan obat
bebas terbatas, bentuknya persegi panjang dengan huruf berwarna putih
dan latar atau dasarnya berwarna hitam, dengan ukuran panjang x lebar
adalah 5 cm x 2 cm, tanda peringatan ini ada 6 macam, yaitu P No.1 s/d P
no.6, sebagai berikut:
P. No. 1 P. No. 2
Awas ! Obat Awas ! Obat
Keras Keras
Bacalah aturan memakainya Hanya untuk kumur,
P. No. 3 Awas ! Obat Keras P. No. 4 Awas ! Obat Keras
Hanya untuk bagian luar dari badan Hanya untuk dibakar

P. No. 5 P. No. 1
Awas ! Obat Awas ! Obat
Keras Tidak Keras
boleh ditelan Obat wasir, jangan ditelan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9

2.1.5 Peran Apoteker dalam Swamedikasi


Apoteker memiliki tanggungjawab besar atas keberhasilan pengobatan
sendiri yang dilakukan masyarakat. Dalam penelitian menyatakan bahwa
masyarakat hanya memiliki sedikit pengetahuan tentang pengobatan sendiri
dan untuk mencegah dan mengurangi masalah pengobatan ini, maka pasien
bisa bertanya kepada apoteker yang ada dalam farmasi komunitas (apotek)
untuk bisa memberikan informasi dan edukasi terkait penggunaan obat terkait
dan meningkatkan keamanan pemberian obat bebas ke masyarakat.
(U.Sushita et.al , 2012)
Dijelaskan dalam WHO (1998) bahwa ada beberapa fungsi apoteker
dalam pengobatan swamedikasi adalah sebagai berikut:
1. Sebagai Komunikator
a. apoteker harus memulai dialog dengan pasien (terkadang juga dokter
pasien jika dibutuhkan) untuk mendapatkan riwayat pengobatan yang
cukup
b. jika memesan harus menanyakan kondisi tempat tinggal pasien agar
bisa mengetahui kondisi dan informasi yang relevan
c. apoteker harus mempersiapkan kelengkapan untuk melakukan
scrining untuk kondisi dan penyakit khusus tanpa adanya intervensi
dari obat yang diinginkan pasien
d. apoteker harus menyediakan informasi yang objektif tentang obat
e. apoteker harus mampu memberikan tambahan informasi tentang obat
untuk meningkatkan kepuasan pasien
f. apoteker harus mampu membantu menjalankan pengobatan pasien
ketika dibutuhkan oleh pasien, atau kembali menjelaskan tentang
nasehat pengobatan pasien
g. apoteker harus percaya diri dalam mencaritahu kondisi pasien secara
detail
2. Sebagai Supplier Kualitas Obat
a. apoteker harus memastikan bahwa produk yang dia beli adalah
berkualitas baik dan memiliki sumber yang baik
b. apoteker harus memastikan penyimpanan yang tepat untuk produk

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


10

3. Sebagai Pelatih dan Pengamat


a. memastikan kualitas pelayanan yang up to date, apoteker harus
didorong untuk berpartisipasi dalam kegiatan pengembangan
profesional seperti pendidikan yang berkelanjutan
b. apoteker yang dibantu oleh staf non-apoteker harus memastikan
bahwa staf yang dimiliki memiliki standar yang sesuai dengan yang
ditetapkan
4. Sebagai Kolaborator
a. harus bisa berkolaborasi dengan pelayan kesehatan yang lain, asosiasi
profesional lain, industri farmasi, pemerintah lokal dan nasional,
pasien dan masyarakat umum.
5. Sebagai Promotor Kesehatan
a. ikut serta dalam skrining pasien untuk mengidentifikasi masalah
kesehatan dan itu bisa menjadi risiko di komunitas masyarakat
b. berpartisipasi dalam kampanye promosi kesehatan untuk
meningktakan kewaspadaan terkait isu kesehatan dan pencegahan
penyakit
c. meningkatkan nasehat secara individu untuk membantu memberikan
informasi pemilihan kesehatan.
Selain beberapa tugas apoteker diatas, biasanya dalam beberapa
negara berkembang, jumlah apoteker di masyarakat sangat sedikit
sehingga susah untuk mendapatkan informasi dari apoteker. Untuk itu,
apoteker bisa melakukan kerjasama dengan tenaga kesehatan lain untuk
bisa melakukan pelatihan dan orientasi di masyarakat sehingga bisa
mendukung kegiatan dan tugas apoteker dalam kegiatan swamedikasi.
(WHO, 1998)

2.1.6 Keuntungan Swamedikasi


Menurut WHO Drug Information Vol.14, (2000) keuntungan melakukan
swamedikasi sebagai berikut:
a. memberikan fasilitas untuk bisa mendapatkan obat
b. mengurangi biaya berobat ke dokter

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


11

c. memudahkan masyarakat mendapatkan obat tanpa harus datang ke


dokter umum atau spesialis

2.1.7 Kerugian Swamedikasi


Menurut WHO Drug Information Vol.14, (2000) kerugian swamedikasi
sebagai berikut:
a. terjadinya interaksi obat swamedikasi dengan obat lainnya
b. tidak diperhatikannya kontraindikasi obat dengan kondisi pasien seperti
hamil, menyusui, penggunaan untuk anak-anak, pengemudi, kondisi
bekerja, konsumsi alkohol, atau lainnya.

2.1.8 Swamedikasi yang Aman


Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan swamedikasi
adalah tentang keamanan obat itu sendiri. Dalam melakukan swamedikasi
dengan benar, masyarakat perlu mengetahui informasi yang jelas dan
terpercaya mengenai swamedikasi tersebut. Hal-hal yang perlu diperhatikan
menurut BPOM (2014) adalah sebagai berikut:
1. Mengenali kondisi ketika akan melakukan swamedikasi
Dalam praktek swamedikasi, kondisi pasien harus diperhatikan
dengan baik, beberapa kondisi pasien tersebut adalah kehamilan atau
rencana ingin hamil, menyusui, usia baik lansia atau balita, keadaan diet
khusus, konsumsi obat dan suplemen makanan lain, gangguan masalah
kesehatan baru yang berbeda dengan gangguan masalah saat ini serta
mendapatkan pengobatan dari dokter.
Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah kondisi pasien ibu
hamil, dalam kondisi hamil pemilihan obat harus dilakukan secara hati-
hati, karena beberapa jenis obat dapat memberikan pengaruh yang tidak
diinginkan pada janin. Beberapa jenis obat juga disekresikan kedalam air
susu ibu, meskipun kadarnya sedikit namun tetap akan berpengaruh
kepada bayi dalam kandungan ibu hamil tersebut. Pemilihan jenis obat
untuk pasien yang sedang melakukan diet khusus juga perlu diperhatikan
hal ini berpengaruh pada kandungan zat aktif obat, misalnya obat bentuk
sirup yang umumnya berbahan dasar gula dalam kadar cukup tinggi harus
diberikan berhati-hati kepada pasien yang sedang diet gula.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


12

Melihat hal tresebut, sangat diperlukan pengamatan kondisi pasien


sebelum dilakukan praktek swamedikasi agar tak terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan yaitu dengan membaca peringatan atau perhatian yang
tertera pada label atau brosur dalam obat bisa dilakukan untuk
mengetahui cara penggunaan obat yang benar sesuai kondisi pasien.
2. Memahami bahwa ada kemungkinan interaksi obat
Banyak obat dapat berinteraksi dengan obat lainnya atau berinteraksi
dengan makanan dan minuman. Untuk menghindari hal tersebut maka
nama obat dan zat aktif obat perlu dikenali ketika hendak dikonsumsi dan
ditanyakan langsung kepada apoteker di apotek mengenai ada tidaknya
interaksi obat-obat tersebut.
Agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan maka membaca aturan
pakai dalam kemasan atau label obat sangat penting.
3. Mengetahui obat-obat yang digunakan untuk swamedikasi
Golongan obat yang digunakan untuk swamedikasi hanyalah obat
bebas dan obat bebas terbatas. Obat bebas ditandai dengan logo warna
hijau dengan garis tepi hitam dan logo obat bebas terbatas adalah logo
lingkaran warna biru dengan garis tepi hitam. Logo obat biasanya ada di
kemasan atau etiket obat.
4. Mewaspadai efek samping yang mungkin terjadi
Efek obat tidak hanya memberikan efek farmakologi, tapi terkadang
memberikan efek yang tidak diinginkan atau disebut dengan efek
samping obat. Efek samping yang ditimbulkan oleh suatu obat terkadang
tidak perlu dilakukan tindakan medis untuk mengatasinya, namun
beberapa obat perlu diperhatikan secara lebih penanganannya. Beberapa
efek yang sering timbul antara lain reaksi alergi, gatal-gatal, ruam,
mengantuk, mual, muntah dan sebagainya. Efek samping tidak semua
terjadi pada individu, terkadang ada individu yang bisa mentolelir efek
samping obat. Untuk mencegah terjadinya efek samping yang lebih parah
maka sebaiknya dilakukan penghentian obat dan segera dikonsultasikan
dengan tenaga medis terkait.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


13

5. Meneliti obat yang akan dibeli


Pada saat pembelian obat, yang perlu diperhatikan lainnya adalah
melihat keadaan sediaan dan kemasan obat.
6. Mengetahui cara penggunaan obat yang benar
Penggunaan obat bisa dikatakan benar jika sebelumnya telah
membaca aturan sesuai dengan petunjuk yang tertera pada label. Tujuan
membaca petunjuk pada label ini adalah agar jangka waktu terapi sesuai
anjuran dan memberikan efek yang baik. Apabila tidak timbul efek yang
diinginkan maka dianjurkan untuk berkonsultasi dengan dokter dan
tenaga medis lainnya. Cara penggunaan obat juga harus diperhatikan
bentuk sediaannya, karena jenis obat bermacam-macam.
7. Mengetahui cara penyimpanan obat yang baik
Penyimpanan obat akan berpengaruh kepada potensi obat. Sebagai
contoh sediaan oral seperti tablet, kapsul dan serbuk tidak boleh disimpan
dalam tempat lembab, karena menimbulkan pertumbuhan bakteri dan
jamur. Dalam penyimpanan obat harus diperhatikan juga tanggal
kadaluarsa obat.

2.2 Obat Analgetika

2.2.1 Definisi
Analgetika sering disebut dengan obat penghalang nyeri adalah zat-zat
yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran
(Tan Hoan Tjay, 2010). Obat analgetik tanpa resep umumnya sangat efektif
untuk mengatasi nyeri ringan sampai sedang untuk nyeri jenis somatik pada
kulit, otot, lutut, rematik dan pada jaringan lunak lainnya, serta nyeri haid dan
sakit kepala. Tetapi produk obat nyeri ini tidak begitu efektif untuk nyeri
viseral. (Corin Nur Syeima, 2010)
Ada tiga kelas analegtik tanpa resep yang saat ini beredar di pasaran,
yaitu golongan parasetamol, golongan salisilat, dan golongan asam propionat. Obat-
obat tersebut tersedia dalam berbagai merk dan sebagai obat generik yang
biasanya dikombinasikan dengan tambahan bahan seperri kafein dan banyak
digunakan dalam komposisi obat batuk, pilek, atau flu (Corin Nur Syeima,
2010).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


14

2.2.2 Indikasi
Nyeri merupakan suatu gejala yang menunjukkan adanya gangguan
dalam tubuh, sebagai contohnya adalah peradangan, kejang otot, dan infeksi.
Contoh nyeri yang sering terjadi adalah nyeri karena sakit kepala, nyeri haid,
nyeri karena sakit gigi. Obat yang biasanya digunakanpun adalah obat yang
mengurangi nyeri tanpa menghilangkan kesadaran pasien (Dekes RI, 2007).
Beberapa penyebab adanya nyeri ketika terjadi rangsangan pada ujung
saraf karena kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh:
1. Trauma seperti benda tajam, benda tumpul, bahan kimia
2. Proses infeksi atau
peradangan (Depkes RI, 2007)
Rasa nyeri yang disebabkan rangsangan mekanis, kimiawi, atau fisis
dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan ini yang memicu
pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri seperi histamin,
bradikinin, leukotrien dan prostaglandin. Seluruh mediator ini akan
merangsang reseptor nyeri di ujung saraf bebas di kulit, mukosa dan jaringan
lain yang akan menimbulkan reaksi radang dan kejang-kejang (Tan Hoan
Tjay, 2010).

2.2.3 Resep Obat analgetik


Penggolongan oabt analgetika berdasarkan kerja farmakologisnya dibagi
dalam dua kelompok besar, yaitu:
a. Analgetik perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak
bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral, sebagai contoh adalah
analgetika antiradang. Cara kerja jenis obat ini yaitu merintangi
terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri perifer.
Penggunaan obat ini tidak menimbulkan ketagihan dan terkadang
memberikan daya antipiretis dan antiradang, biasa diberikan untuk obat
nyeri ringan hingga sedang dengan penyebab yang beranekaragam seperti
nyeri kepala, sendi, otot, gigi, perut, nyeri haid, benturan, dan kecelakaan
(Tan Hoan Tjay, 2010). Golongan Analgetik perifer memiliki beberapa
efek samping yaitu gangguan lambung-usus, kerusakan darah, hati dan
ginjal serta reaksi alergi pada kulit jika digunakan dalam waktu lama dan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


15

dosis yang tinggi. Maka dari itu penggunaan dalam waktu terus-menerus
tidak dianjurkan. Pada wanita hamil dan menyusui obat analgetika yang
aman digunakan hanyalah parasetamol sedangkan asetosal, salisilat,
NSAID, dan metamizol dapat mengganggu perkembangan janin sehingga
perlu dihindari (Tan Hoan Tjay, 2010).
b. Analgetika narkotik yang khusus digunakan untuk menghilangkan rasa
nyeri hebat seperti dalam fraktur dan kanker. Cara kerja obat ini adalah
memblokir pusat nyeri di SSP dengan anestesi umum (Tan Hoan Tjay,
2010). Analgetika narkotik disebut juga opioida yang memiliki kerja
mirip opioid dengan memperpanjang aktivasi dari reseptor-reseptor
opioid yang khas di SSP, hingga persepsi dan respon emosional terhadap
nyeri berkurang.
Tangga analgetika menurut WHO ada tiga kelas, yaitu:
1. Non-opioida: NSAID’s, termasuk asetosal, parasetamol dan kodein
2. Opioida lemah: d-propoksifen, tramadol dan kodein, atau kombinasi
parasetamol dengan kodein
3. Opioda kuat: morfin dan derivatnya serta opioda sintesis.
Efek samping yang ditimbulkan anlgetika narkotik adalah supresi
SSP (sedasi, menekan pernafasan dan batuk, miosis, hipotermia,
perubahan mood), saluran nafas (bronkokontriksi, pernafasan menjadi
dangkal dan menurun frekuensinya), sistem sirkuasi (vasodilatasi
perifer), saluran cerna (motilitas berkurang), saluran uroginetal, histamin
liberator, kebiasaan atau reaksi adiksi pada penggunaan lama.
Untuk wanita hamil dan menyusui tidak dianjurkan untuk meminum
obat golongan ini karena opioda dapat melintasi plasenta dan jika
diberikan terus-menerus akan merusak janin dan menjadikan depresi
pernafasan serta lambat dalam persalinan (Tan Hoan Tjay, 2010).
Hal yang dapat dilakukan dengan munculnya nyeri adalah:
1. Tetap aktif dan fokus dalam pekerjaan
2. Menggunakan air hangat untuk kompres bagian yang nyeri
3. Menggunakan obat penghilang nyeri
4. Menghubungi dokter jika nyeri berkelanjutan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


16

Sedangkan beberapa obat yang dapat digunakan sebagai obat nyeri


dengan pengobatan sendiri antara lain Ibuprofen, Parsetamol, dan Aspirin
(asetosal) (Depkes RI, 2007)
1. Ibuprofen
a. Kegunaan Obat
menekan rasa nyeri dan radang, misalnya jika terjadi sakit
dismenorea primer (nyeri haid), sakit gigi, sakit kepala, nyeri
paska operasi, nyeri tulang, nyeri sendi, pegal linu dan terkilir.
b. Hal yang harus diperhatikan
1) Penggunaan obat dengan dosis tepat
2) Perlu diperhatikan untuk penderita gangguan fungsi hati,
ginjal, gagal jantung, asma dan bronkospasme
3) Perlu diperhatikan untuk pasien yang menggunakan obat
Hipoglisemi, Metotreksat, Urikosurik, Kumarin, Antikoagulan,
Kortikosteroid, Penisilin dan Vitamin C.
4) Tidak diperkenankan meminum obat ini dengan alkohol secara
bersamaan karena akan meningkatkan risiko perdarahan pada
saluran cerna.
c. Kontraindikasi
1) Pasien dengan penyakit tukak lambung dan duodenum (ulkus
peptikum) aktif
2) Pasien alergi Asetosal dan Ibuprofen
3) Pasien polip hidung (pertumbuhan jaringan epitel berbentuk
tonjolan pada hidung)
4) Kehamilan tiga bulan terakhir
d. Efek samping
1) Gangguan saluran pencernaan seperti mual, muntah,
konstipasi, diare, nyeri lambung hingga perdarahan
2) Ruam kulit, bronkospasme, trombositopenia
3) Penurunan ketajaman penglihatan dan sembuh bila obat
dihentikan
4) Gangguan fungsi hati
5) Reaksi alergi dengan atau tanpa syok anafilaksi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


17

6) Anemia kekurangan zat besi


e. Bentuk sediaan
1) Tablet 200 mg
2) Tablet 400 mg
f. Aturan pakai
1) Dewasa: 1 tab 200 mg, 2-4 kali sehari. Diminum setelah makan
2) Anak: 1-2 tahun, ¼ tablet 200 mg, 3-4 kali sehari
3-7 tahun, ½ tablet 500 mg, 3-4 kali sehari
8-12 tahun, 1 tablet 500 mg, 3-4 kali sehari
Tidak boleh diberikan untuk anak yang beratnya kurang dari 7
kg.
2. Parasetamol
a. Kegunaan obat
Digunakan untuk mengurangi rasa sakit dan menurunkan demam
b. Hal yang harus diperhatikan
1) Dosis yang diberikan harus tepat, tidak boleh berlebihan karena
jika berlebihan akan menimbulkan gangguan fungsi hati dan
ginjal
2) Sebaiknya diminum setelah makan
3) Menghindari penggunaan campuran obat demam lain karena
dapat menimbulkan overdosis
4) Menghindari penggunaan bersamaan dengan alkohol karena
akan meningkatkan risiko gangguan fungsi hati
5) Mengkonsultasikan ke dokter atau apoteker untuk pesien
penderita gagal ginjal
c. Kontraindikasi
1) Pasien gangguan fungsi hati
2) Pasien penderita alergi obat Parasetamol
3) Pecandu alkohol
d. Bentuk sediaan
1) Tablet 100 mg
2) Tablet 500 mg
3) Sirup 120/5ml

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


18

e. Aturan pakai
1) Dewasa: 1 tab (500 mg) 3-4 kali sehari, setiap 4-6 jam
2) Anak:
0-1 tahun, ½-1 sendok teh sirup, 3-4 kali sehari setiap 4-jam
1-5 tahun, 1-1 ½ sendok teh sirup, 3-4 kali sehari setiap 4-6 jam
6-10 tahun, ½ -1 tablet (250-500mg), 3-4 kali sehari setiap 4-6
jam.
3. Aspirin
a. Kegunaan Obat
Aspirin biasa digunakan untuk mengurangi rasa sakit, menurunkan
demam dan antiradang.
b. Hal yang harus diperhatikan
1) Pemakaiannya harus diatur secara tepat, diminum setelah makan
atau bersama makanan untuk mencegah nyeri dan perdarahan
lambung
2) Mengksonsultaikan dengan dokter atau apoteker untuk pasien
penderita gangguan fungsi ginjal atau hati, ibu hamil, ibu
menyususi, dan pasien dehidrasi.
3) Tidak diperkenankan meminum obat ini bersamaan dengan
alkohol karena akan menimbulkan perdarahan pada lambung.
4) Pada pasien pengguna obat Hipoglikemik, Metotreksat,
Urikosurik, Heparin, Kumarin, Antikoagulan, Kortikosteroid,
Fluprofen, Penisilin dan Vitamin C harus terlebih dahulu
mengkonsultasikan dengan dokter dan apoteker.
c. Kontraindikasi
1) Penderita alergi termasuk penderita asma
2) Tukak lambung (maag) dan sering perdarahan dibawah kulit
3) Penderita hemofilia dan trombositopenia
d. Bentuk sediaan
1) Tablet 100 mg
2) Tablet 500 mg
e. Aturan pakai
1) dewasa: 500 mg setiap 4 jam sekali (maksimal selama 4 hari)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


19

2) anak:
2-3 tahun, ½ -1 ½ tablet 100 mg, setiap 4 jam
4-5 tahun, 1 ½ - 2 tablet 100 mg, setiap 4 jam
6-8 tahun, ½ - ¾ tablet 500 mg, setiap 4 jam
9-11 tahun, ¾ - 1 tablet 500 mg, setiap 4 jam
> 11 tahun, 1 tablet 500 mg, setiap 4 jam
Tambahan:
1) Ibuprofen memiliki efek terapi antiradang lebih tinggi daripada efek
antidemamnya
2) Parasetamol dan Asetosal memiliki efek anti demam yang lebih tinggi
daripada efek antinyeri dan antiradangnya.
(Depkes RI, 2007)

2.3 Apotek

2.3.1 Definisi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.35 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan
praktik kefarmasian oleh apoteker.
Menurut Subal Chandra Basak dalam penelitiannya tentang farmasi
komunitas di India menyatakan bahwa apotek adalah tempat dimana obat
disimpan, dibagikan, disediakan atau dijual. (Subal Chandra Basak, 2009).

2.3.2 Pelayanan Kefarmasian di Apotek


Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien (PMK No.35, 2014).
Pelayanan kefarmasian di apotek bertujuan untuk:
a. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak
rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


20

Beberapa standar pelayanan kefarmasian di apotek menurut PMK No. 35 tahun


2014 meliputi:
a. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai ini
harus sesuai dengan ketentuan aturan dan perundang-undangan yang berlaku
meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan,
pengendalian, pencatatan dan pelaporan.
1) Perencanaan, hal yang harus diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi,
budaya dan kemampuan masyarakat
2) Pengadaan, untuk memenuhi kualitas pelayanan kefarmasian maka harus
melalui jalur resmi sesuai aturan
3) Penerimaan, merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis dan
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera
dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima
4) Penyimpanan, obat yang diterima harus disimpan di tempat asli dari
pabrik terkait, disimpan dalam kondisi yang sesuai. Sistem penyimpanan
obat harus diperhatikan bentuk sediaan, kelas terapi obat dan bisa disusun
secara alfabetis. Pengeluaran obat bisa menggunakan sistem FEFO (First
expired first out) atau FIFO (First In first Out).
5) Pemusnahan, obat yang telah kadaluarsa dimusnahkan sesuai jenis dan
bentuk sediaannya. Begitupun resep, jika lebih dari jangka lima tahun
maka bisa dimusnahkan dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain
dan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan resep.
6) Pengendalian, pengendalian dalam pelayanan kefarmasian ini dilakukan
guna mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai kebutuhan
pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan,
penyimpanan dan pengeluaran. Pengendalian persediaan dilakukan
dengan kartu stok baik secara manual maupun elektronik.
7) Pencatatan dan Pelaporan, dilakukan di seluruh bagian proses
pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan pelaporan eksternal.
Pelaporan internal digunakan untuk melaporkan kebutuhan manajemen
apotek seperti keuangan dan barang. Sedangkan pelaporan eksternal

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


21

meliputi pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai


dengan ketentuan perundang-undangan meliputi pelaporan narkotika dan
psikotropika.
b. Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan farmasi klinik ini adalah jenis pelayanan yang langsung
bertanggungjawab dengan pasien berkaitan dengan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai dengan maksud untuk meningkatkan
derajat kualitas hidup pasien.
1) Pengkajian resep, yang meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik, dan
pertimbangan klinis. Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil
pengkajian maka apoteker harus menghubungi dokter terkait untuk
mengkonfirmasikan ketidaksesuaian.
2) Dispensing, adalah penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi obat.
Tahapan dalam dispensing ada beberapa tahap yaitu:
a) Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep
b) Melakukan peracikan obat bila diperlukan
c) Memberikan etiket obat
d) Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk
menjaga mutu obat dan menghindari kesalahan obat.
3) Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak,
dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek
penggunaan obat kepada pekerjaan kesehatan lain, pasien atau
masyarakat. Informasi mengenai obat ini termasuk obat resep, obat bebas
dan obat herbal. Beberapa hal yang harus diinformasikan apoteker
kepada pasien adalah dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute, dan
metode pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan
alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui,
efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau
kimia dari obat dan lain-lain. Pelayanan informasi obat harus
didokumentasikan untuk membantu penelusuran kembali dalam waktu
yang relatif singkat dengan menggunakan formulir yang ada.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


22

Kegiatan pelayanan informasi obat di apotek meilputi:


1. Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan
2. Membuat dan menyebarkan buletin/ brosur/ leaflet atau melakukan
pemberdayaan masyarakat (penyuluhan)
3. Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien
4. Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa
farmasi yang sedang praktik pekerjaan
5. Melakukan penelitian penggunaan obat
6. Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah
7. Melakukan program jaminan mutu
4) Konseling, apoteker harus melakukan proses interaktif kepada pasien
atau keluarga pasien untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman,
kesadaran dan kepatuhan pasien sehingga terjadi perubahan perilaku
dalam penggunaan obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi
pasien. Apoteker harus mengawali kegiatan konseling dengan three
prime question, jika diketahui tingkat pengetahuan pasien rendah maka
harus dilanjutkan metode Health Belief Model. Apoteker harus
memverifikasi informasi yang diberikan dan memastikan bahwa pasien
atau keluarga pasien paham dengan obat yang digunakan.
Apoteker juga harus mendokumentasikan konseling dengan meminta
tandatangan pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi
yang diberikan dalam konseling dengan menggunakan formulir yang ada.
5) Pelayanan kefarmasian di rumah, diharapkan pada pasien kondisi khusus
misalnya lansia atau penyakit kronis lainnya apoteker bisa berkunjung ke
rumah pasien.
Jenis pelayanan kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh
apoteker meliputi:
a. Pencarian masalah yang berhubungan dengan pengobatan
b. Identifikasi kepatuhan pasien
c. Pendampingan pengelolaan obat dan atau alat kesehatan di rumah
d. Konsultasi masalah obat atau kesehatan secara umum
e. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan obat
berdasarkan catatan pengobatan pasien

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


23

f. Dokumentasi pelaksanaan pelayanan kefarmasian dirumah


6) Pemantauan Terapi Obat, tujuan kegiatan ini untuk memastikan bahwa
seorang pasien mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau
dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
Kriteria pasien yang harus dilakukan pemantauan terapi obat oleh
apoteker adalah:
1. Pasien anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil, dan menyusui
2. Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis
3. Adanya multidiagnosis
4. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati
5. Menerima obat dengan indeks terapi sempit
6. Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat yang
merugikan
7) Monitoring efek samping obat, merupakan kegiatan pemantauan setiap
respon obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis
normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis
dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis. Hal yang harus
diperhatikan dalam kegiatan ini adalah kerjasama dengan tim kesehatan
lain, ketersediaan formulir monitoring efek samping obat.
Pelayanan kefarmasian di apotek harus didukung oleh ketersediaan
sumber daya kefarmasian yang berorientasi kepada keselamatan pasien.
Pelayanan kefarmasian di apotek diselenggarakan oleh apoteker, dapat dibantu
dengan apoteker pendamping atau tenaga teknis kefarmasian yang memiliki
surat tanda registrasi, surat izin praktik atau surat izin kerja. Tugas apoteker
dalam pelayanan kefarmasian di apotek adalah harus berperan sebagai pemberi
layanan, pengambil keputusan, komunikator, pemimpin, pengelola, pembelajar
seumur hidup, dan peneliti.

2.4 Apoteker

2.4.1 Definisi
Adalah sarjana farmasi yang telag lulus sebagai apoteker dan telah
mengucap sumpah jabatan apoteker (PMK No.35, 2014).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


24

2.4.2 Perkembangan Pekerjaan Kefarnasian


Saat ini apoteker di masyarakat hanya memainkan peran penting sebagai
penyedia obat-obatan tanpa langsung berorientasi kepada kesehatan pasien.
Peran apoteker dalam masyarakat sebenarnya besar untuk pertumbuhan dan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat. (Subal Candra Basak, 2009)
Farmasi saat ini menjadi sorotan, jumlah produk farmasi semakin
meningkat namun akses mendapatkan obat esensial masih kurang. Dengan
tingginya biaya kesehatan, perkembangan teknologi, ekonomi, politik, dan
lingkungan menjadikan keharusan untuk adanya reformasi kesehatan.
Apoteker berkewajiban memberikan kebutuhan obat-obatan yang aman dan
efektif, sehingga apoteker saat ini memiliki tanggung jawab yang besar
seperti pengelolaan terapi obat daripada kegiatan sebelumnya yaitu hanya
sebagai penyedia obat yang menjadi andalan apoteker dahulu (WHO, 2006).
Aktivitas farmasi praktis dimulai oleh Asosiasi Farmasis di Amerika
(APhA) yang menyediakan aturan yang sama untuk gambaran atau
dokumentasi kegiatan praktek apoteker. Sebelumnya ada seven stars yang
diperkenalkan oleh WHO dan FIP untuk menggambarkan peran ini. Apoteker
memiliki peran meningkatkan terapi dan kualitas hidup pasien dan apoteker
harus memposisikan diri secara tepat dalam sistem perawatan kesehatan.
(WHO, 2006).

2.4.3 Peran apoteker di Apotek


Apoteker di komunitas farmasi (apotek) adalah profesional kesehatan
yang paling mudah bisa ditemui oleh masyarakat. Apoteker menyediakan
obat yang sesuai dengan resep jika resep itu sesuai izin, atau menyiapkan
obat tanpa resep jika itu obat bebas. Keberadaan apoteker di masyarakat ini
untuk mengidentifikasi, mencegah, dan mengatasi masalah terkait obat pada
pasien rawat jalan. Praktek apoteker di apotek belum terlalu kuat karena di
apotek tidak memberikan konseling pada pasien. (Krishnagoudar Bhimaray
et.al, 2012).
Menurut CCP (Council on Credentialialing in Pharmacy) Washington
DC (2009), tugas farmasi ada lima, yaitu:
1. Mengantarkan pasien ke pusat perawatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


25

2. Bekerjasama dengan pekerjaan kesehatan lain (interprofesional


colaboration)
3. Memberikan obat yang sudah memiliki khasiat yang terbukti
4. Fokus pada peningkatan kualitas hidup pasien
5. Menguasai teknologi informasi

2.5 Gambaran Umum Kabupaten Rembang

2.5.1 Letak Geografis


Kabupaten Rembang terletak diantara 111o00’–111o30’ bujur Timur dan 6o30’-
7o60’ lintang Selatan. Luas wilayah daratan sebesar 101.410 ha dan lautan
sepanjang 62,5 km. Berada di posisi ujung Timur Provinsi Jawa Tengah
dengan batas wilayah:
Sebelah Utara : Laut Utara Jawa
Sebelah Selatan : Kabupaten Blora Jawa Tengah
Sebelah Timur : Kabupaten Tuban Jawa Timur
Sebelah Barat : Kabupaten Pati Jawa Tengah
Secara administrasi kabupaten Rembang terbagi menjadi 14 Kecamatan,
287 Desa dan 7 Kelurahan. (Profil Kesehatan Kab.Rembang, 2014)

2.5.2 Topografi Daerah


Sebagian besar berupa dataran rendah (46,39%) di bagian Utara
sedangkan di bagian Selatan relatif tinggi. Kemiringan bervariasi mulai dari
bergelombang hingga sangat curam. Luas lahan yang relatif datar mencapai
82.713 ha dan lahan curam sampai sangat curam seluas 18.694 ha.

2.5.3 Geologi dan Iklim


Keadaan tanah di Kabupaten Rembang sebagian besar adalah tanah
tegalan (35%) dan sawah (29%). Sedangkan sisanya terbagi atas hutan
(23%), bangunan (8%), tambak (1%) dan lainnya (4%).
Keadaan iklim berjenis tropis dengan suhu maksimum tahunan sebesar
33oC dan suhu rata-rata 23oC dengan bulan basah selama 3-4 bulan
sedangkan selebihnya termasuk kategori bulan kering. Curah hujan relatif
rendah hanya sekitar 380,8 mm/tahun. Kondisi wilayah umumnya

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


26
27

Gambar 2.2 (Sumber data: BPS Kab. Rembang)

2.6 Perilaku

2.6.1 Definisi
Adalah hasil interaksi antara seseorang dengan lingkungan, maka dalam
mempelajari perilaku perlu dipelajari juga hubungannya dengan lingkungan
(Dr. Singgih D. Gunarsa, 2008). Lingkungan adalah segala sesuatu yang bisa
merangsang seseorang sehingga menimbulkan suatu tingkah laku yang terdiri
dari kumpulan respon. Lingkungan meliputi segala hal diluar diri sesorang
maupun dalam diri sesorang baik bersifat fisik maupun ide yang berpengaruh
dan menjadi sumber rangsangan dan bisa memunculkan suatu reaksi dan
respon. (Dr. Singgih D. Gunarsa, 2008).
Dalam usaha memahami perilaku manusia, dipakai beberapa cara antara
lain obeservasi. Observasi adalah melihat perilaku orang lain dan mencari
penyebab atau latar belakang timbulnya perilaku tersebut. Observasi bisa
dilanjutkan dengan wawancara. Wawancara bisa dilakukan secara langsung
terhadap orang yang sedang diamati. Mempelajari perilaku seseorang dalam
kaitannya hubungan timbal balik dengan lingkungan bisa dilakukan dengan
observasi, wawancara, analogi, serta ikut merasakan dan intuisi.

2.6.2 Pembagian Perilaku


Dalam buku Psikologi Praktis (Dr. Singgih D. Gunarsa, 2008), Perilaku
terbagi menjadi dua kelompok, yaitu:

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


28

1. Perilaku tertutup atau terselubung (covert behavior)


Perilaku ini meliputi aspek mental seperi persepsi, ingatan, perhatian.
Perilaku terselubung akan terjadi karena beberapa hal, yaitu:
a. Kognisi, penyadaran melalui proses penginderaan terhadap rangsang
dan interpretasi. Perilaku meliputi segala hal berupa reaksi terhadap
rangsang, menyadarinya dan memberi arti atau belajar dan mengingat
apa yang dipelajari.
b. Emosi, afek, perasaan, suasana di dalam diri yang dimunculkan oleh
penyadaran terhadap isi rangsangan
c. Konasi, pemikiran dan pengambilan keputusan untuk memilih
sesuatu bentuk perilaku
d. Penginderaan, meliputi penyampaian atau penghantaran pesan
sampai ke susunan syaraf pusat dan pusat penginderaan.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Perilaku terbuka adalah jenis perilaku yang bisa langsung dilihat
misalnya jalan, lari, tertawa, menulis, dan sebagainya.
Perilaku terbuka dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Perilaku yang disadari, dilakukan dengan kesadaran penuh,
tergantung aksi dalam otak besar (voluntary movement yang
berkaitan dengan cerebrum)
b. Perilaku reflektoris, gerakan refleks yang dalam tahap pertama
berkaitan dengan sumsum tulang belakang belum disadari, bila kesan
sudah sampai ke pusat persyarafan.
c. Perilaku diluar pengaruh kehendak, tidak disadari dan berpusat pada
sumsum penyambung (medulla oblongata) atau gerakan otot karena
kepekaan otot.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


2

BAB 3

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Konsep


Kerangka konsep adalah model konseptual yang berkaitan dengan
bagaimana peneliti menyusun teori atau menghubungkan secara logis beberapa
faktor yang dianggap penting dalam masalah (Hidayat, 2008). Dalam kerangka
konsep ini ada beberapa hal yang akan diteliti terkait dengan swamedikasi
(pengobatan sendiri) penyakit nyeri, yaitu karakteristik responden dan perilaku
pasien tentang swamedikasi obat antinyeri yang berisi pengetahuan, sumber,
motivasi, kebiasaan dan rasionalitas obat.
Berdasarkan kerangka teori tersebut selanjutnya dibuat kerangka konsep
yang merupakan modifikasi dari kerangka teori, sehingga kerangka konsep
penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Kerangka Konsep

PROSES
Perilaku:
INPUT - Motivasi
Karakteristik: - Penyakit
- Jenis kelamin - Informasi
- Usia - Media Elektronik OUTPUT
29
- Media Cetak
- Pekerjaan Rasional
- Apoteker
- Pendidikan
- Harga Obat
- Penghasilan
- Ketersediaan Obat
- Pengetahuan - Keterjangkauan
fasilitas Kesehatan
- Kebiasaan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


30

3.2. Definisi Operasional


No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil ukur Skala
1. Jenis Sifat atau keadaan Wawancara Kuesioner 0= laki-laki Nominal
Kelamin biologis seseorang 1= perempuan
sejak lahir.
2. Usia Usia yang Wawancara Kuesioner 0= < 39 tahun Nominal
terhitung dari sejak 1= > 30 tahun
lahir sampai usia
ulang tahun (Depkes, 2009)
terakhir saat
wawancara
dilakukan
3. Pekerjaan Kegiatan utama Wawancara Kuesioner 0= Nelayan, Nominal
yang dilakukan 1= petani
responden sehari- 2=wiraswasta
hari untuk 3=guru
mendapat 4= lainnya
penghasilan
4. Pendidikan Pendidikan Wawancara Kuesioner 0= tidak sekolah Ordinal
terakhir yang 1=SD/ MI/
ditamatkan Sederajat
responden 2= SLTP/ MTs/
sederajat
3= SLTA/ MA/
SMK/ Sederajat
4= Diploma/
sarjana S1/ S2
5. Penghasilan Jumlah Wawancara Kuesioner 0=Rendah, jika Rasio
penghasilan yang penghasilan
di dapatkan perbulan < Rp.
responden dalam 1.500.000
satu bulan 1=Sedang, jika
penghasilan
perbulan Rp.
1.500.000 - Rp.
3.000.000
2=Tinggi, jika
penghasilan
perbulan < Rp.
3.000.000

(Berdasarkan
UMK Kab
Rembang)
6. Pengetahuan Kemampuan Wawncara Kuesioner 0= Tahu Nominal
responden dalam 1= Tidak Tahu
mengetahui
tentang
swamedikasi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


31

secara umum
7. Perilaku Kemampuan Wawancara Kuesioner (dijelaskan di
responden dalam dengan 9 bab empat)
Pengetahuan, pertanyaan
Informasi,
Motivasi,
Kebiasaan, dan
8. Rasional Pernyataan benar Wawancara Kuesioner 0= kurang baik Nominal
atau salah dengan 24 1= baik
responden tentang pertanyaan
kebiasaan
penggunaan obat
antinyeri berupa
tepat indikasi, tepat
obat, tepat rute,
tepat dosis, tepat
frekuensi, tepat
pemakaian, tepat
efek samping, tepat
interaksi, dan tepat
kontraindikasi.
9. Orang Orang yang
yang bertanggung jawab
bertang- atas pengobatan
gung pasien dan
jawab mengikuti proses
penyembuhan
seperti orang tua/
anak, saudara
serumah,
suami/istri.
10. Swamedi- Pemilihan
kasi penggunaan obat
sendiri untuk
mengobati atau
mengendalikan
penyakit dan gejala
penyakit (WHO)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


32

3.3. Hipotesis
1. Faktor karakterisrik pasien swamedikasi penyakit antinyeri (jenis kelamin,
usia, bidang pekerjaan, pendidikan terakhir, penghasilan) akan
mempengaruhi perilaku pasien swamedikasi obat antinyeri di Apotek
Kabupaten Rembang.
2. Informasi pasien tentang pengetahuan swamedikasi secara umum di Apotek
Kabupaten Rembang akan mempengaruhi perilaku pasien swamedikasi obat
antinyeri di Apotek Kabupaten Rembang.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


3

4 BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik kuantitatif dengan
menggunakan desain penelitian cross sectional yaitu penelitian yang
mempelajari teknik korelasi antara faktor risiko dengan efek, dengan cara
pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada waktu yang sama
(point time approach). Rancangan penelitian ini bertujuan untuk mengukur
hubungan antara karakteristik responden terhadap perilkau rasionalitas
pengggunaan obat antinyeri secara swamedikasi di apotek Kabupaten
Rembang.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di tiga Apotek terpilih di Kabupaten Rembang.


Waktu penelitian dan pengambilan data ini dilaksanakan pada bulan Maret-
April 2016.

4.3. Populasi dan Sampel

1. Populasi penelitian
Populasi adalah sebuah himpunan dari individu-individu, unit-unit,
atau unsur-unsur yang mempunyai ciri-ciri yang sama (Muhammad
Zainuddin, 2011). Dalam pendapat lain populasi adalah keseluruhan unit
analisis yang karakteristiknya akan diduga. Anggota unit populasi disebut
elemen populasi (Arif Sumantri, 2011)
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien swamedikasi yang
datang ke tiga apotek target di Kabupaten Rembang yang sedang membeli
dan akan menggunakan obat swamedikasi antinyeri dari tiga apotek
terpilih.
2. Sampel penelitian
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian
jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2008).
Dalam pendapat lain menyebutkan bahwa sampel adalah sebagian

33 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


34

populasi yang ciri-cirinya diselidiki atau diukur (Moch. Imron dan Amrul
Munif, 2010)
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
purposive sampling. Untuk apotek dipilih tiga apotek dari 40 apotek yang
ada dari kabupaten Rembang.
Penelitian ini merupakan penelitian analisis kategorik tidak
berpasangan yaitu penelitian analitis dengan variabel independen dan
dependen berupa data kategorik dan data diambil dari kelompok atau
individu yang berbeda (Cochran, 1977) sehingga jumlah sampel dihitung
menggunakan rumus:

(𝑍. 1 − 𝛼)2. 𝑃 (1 − 𝑃)
n= 2
𝑑2

Keterangan:
n:jumlah sampel
P:perkiraan proporsi di populasi. Berdasarkan Data yang ada yaitu sekitar 35,2% untuk data s
d:derajatpenyimpanganterhadappopulasiyangdiinginkan,

10% (0,1), 5% (0,05) atau 1% (0,01)


:nilaiZpadaderajatkemaknaanatautingkat tertentu biasanya 95% = 1,96
Z1-α/2 kepercayaan

(𝑍. 1 − 𝛼)2. 𝑃 (1 − 𝑃)
n= 2
𝑑2
2
n = (1,96. ) . 0,352 (1 − 0,352)
0,12
n = 88

Jadi, minimal sampel yang dibutuhkan adalah 88 pasien yang datang


di apotek dengan mencari obat antinyeri secara swamedikasi.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


35

4.4. Kriteria Inklusi dan Ekslusi

Kriteria inklusi:
1. Responden swamedikasi untuk penyakit nyeri
2. Bersedia mengisi lembar
kuesioner Kriteria ekslusi:
1. Responden yang membeli obat swamedikasi bukan orang yang
bertanggungjawab atas pasien, misalnya pembantu yang membelikan obat
swamedikasi nyeri kepada majikannya.

4.5. Metode Pengumpulan Data

1. Jenis data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer. Data
diperoleh dengan cara mengajukan beberapa item pertanyaan kepada
responden melalui kuesioner. Selain itu terdapat dukungan data sekunder
yang berasal dari data Dinas Kesehatan dan Riskesdas.
2. Instrumen penelitian
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data berupa kuesioner
yang dibuat sesuai tujuan penelitian yang akan dilakukan dan mengacu
pada kerangka konsep. Kuesioner yang telah dibuat mencakup variabel
independen yaitu karakteristik swamedikasi, perilaku pasien yang
meliputi kebiasaan, sumber, dan motivasi pasien tentang swamedikasi dan
pengobatannya. Sedangkan variabel dependen adalah perilaku
penggunaan obat secara rasional pasien swamedikasi.
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas tiga bagian,
yaitu:
a. Identitas responden
1) Jenis kelamin. Untuk mengetahui jenis kelamin (hubungan
responden dengan perilaku swamedikasi) terdapat satu pertanyaan
bagian A nomor 2 di kuesioner. Penilaiannya dengan menggunakan
skala nominal yakni:
0= laki-laki
1= perempuan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


36

2) Usia. Pertanyaan mengenai usia responden terdapat pada bagian A


nomor 3 kuesioner. Jawaban pertanyaan ini adalah jawaban terbuka
yang bisa diisi sesuai dengan usianya.
3) Bidang pekerjaan. Pertanyaan ini ada dibagian A nomor 6.
Diklasifikasikan menjadi 5 tingkatan berdasarkan pekerjaan
terbanyak di Kabupaten Rembang, yaitu 0= Nelayan, 1= petani, 2=
wiraswasta, 3= guru, 4= lainnya
4) Pendidikan. Poin pertanyaan pendidikan ada dibagian A nomor 7.
Diklasifikasikan menjadi 5 tingkatan, yaitu:
0= tidak sekolah
1= SD/MI/Sederajat
2= SLTP/ MTs/ Sederajat
3= SLTA/ MA/ SMK/
Sederajat 4= Diploma/ Strata/
Sederajat
5) Penghasilan. Penghasilan digunakan untuk mengidentifikasi status
penghasilan responden. Pertanyaan untuk penghasilan ada dibagian
A nomor 8. Penilaiannya menggunakan skala rasio dengan:
0=Rendah, jika penghasilan perbulan < Rp. 1.500.000
1=Sedang, jika penghasilan perbulan Rp. 1.500.000 - Rp.
3.000.000
2=Tinggi, jika penghasilan perbulan < Rp. 3.000.000
(Berdasarkan UMK Kabupaten Rembang)
b. Profil Perilaku Swamedikasi
Bagian kedua (B) kuesioner untuk menilai Profil dan Perilaku
Swamedikasi responden secara umum.
1) Informasi swamedikasi. Pertanyaan tentang swamedikasi berada di
bagian B nomor 1, 2, 3, 4, dan 5.
a. Penilaian pada nomor 1 dan 2 adalah tentang kebiasaan
melakukan swamedikasi, sistem penilaiannya adalah 0=tidak
dan 1=Ya
b. Untuk nomor 3 adalah sumber informasi yang diperoleh terkait
swamedikasi, sistem penilainnya:
0= Nenek moyang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37

1= Keluarga/ Tetangga/ sahabat


2= Dokter/ perawat/ apoteker
3= Iklan TV/ Radio/ majalah/ internet
c. Alasan melakukan swmadikasi ada di pertanyaan poin B nomor
4, sistem penilainnya adalah:
0= Pengalaman sebelumnya
1= Saran dari teman/ anggota keluarga
2= Tidak ada waktu untuk periksa ke dokter
3= Biaya periksa ke dokter yang mahal
2) Profil swamedikasi
Pertanyaan tentang profil swamedikasi ada di poin B nomor 5, 6, 7,
8, dan 9. Jenis pertanyaan di bagian ini adalah jenis pertanyaan
terbuka.
a. Pertanyaan tentang jenis obat yang digunakan masyarakat ada
di poin B nomor 5, penilainnya:
0= Modern
1= Tradisional/ jamu
2= Pengobatan tradisional/ akupuntur/ bekam
3= Lainnya ...
b. Pertanyaan tentang nama obat yang digunakan ada di poin B
nomor 6, dan termasuk pertanyaan terbuka.
c. Tempat membeli obat. Ada di poin B nomor 7,
penilainnya: 0= Apotek
1= Warung
2= Swalayan
3= Toko obat
4= Lainnya ...
d. Kebiasaan penyimpanan obat ada di poin B nomor 8, dengan
penilaian 1=Ya dan 0=tidak. Tempat penyimpanan obat ada di
nomor 9 dengan penilaian:
0= Lemari/ laci
1= Kotak obat
2= Kulkas

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


38

3= Lainnya ...
c. Rasionalitas Obat (C)
1) Tepat indikasi
Pernyataan tentang tepat indikasi obat yang digunakan ada di
bagian C nomor 1 dan 2.
2) Tepat obat
Pernyataan tentang tepat obat yang digunakan ada di bagian C
nomor 3 dan 18.
3) Tepat rute
Pernyataan tentang tepat rute yang digunakan ada di bagian C
nomor 4 dan 5.
4) Tepat dosis
Pernyataan tentang tepat dosis yang digunakan ada di bagian C
nomor 6, 7, 8, dan 9.
5) Tepat frekuensi
Pernyataan tentang tepat frekuensi yang digunakan ada di bagian C
nomor 10, 11, dan 12.
6) Tepat pemakaian
Pernyataan tentang tepat pemakaian yang digunakan ada di bagian
C nomor 13.
7) Tepat efek samping
Pernyataan tentang tepat efek samping yang digunakan ada di
bagian C nomor 14, 15, dan 16.
8) Tepat interaksi
Pernyataan tentang tepat rute interaksi obat yang digunakan ada di
bagian C nomor 18, 19, 20, 21, dan 22.
9) Tepat kontraindikasi
Pernyataan tentang tepat kontraindikasi yang digunakan ada di
bagian C nomor 23 dan 24.
Total Pernyataan pada bagian C terdiri dari 24 pernyataan. Penilaian
menggunakan skor 0=tidak dan 1=Ya untuk pernyataan nomor C01,
C02, C04, C05, C06, C9, C12, C13, C14, C15, C16, C19 dan C23.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


39

Sedangkan untuk C03, C07, C08, C10, C11, C17, C18, C20, C21,
C22, dan C24 adalah skor 0=Ya dan 1=Tidak.

4.6. Alur Penelitian

Proses pengumpulan data penelitian dilakukan melalui beberapa tahap,


yaitu:
1. Membuat instrumen penelitian dari berbagai sumber
2. Melengkapi kelengkapan adminstrasi terlebih dahulu seperti surat izin
permohonan data apotek, surat izin penelitian dari universitas, bidang
Kesatuan Politik dan Masyarakat dan Dinas Kesehatan Kabupaten.
3. Melakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen di Apotek dengan
karakteristik yang sama dengan Apotek tempat penelitian.
4. Melakukan sampling ke Apotek berdasarkan izin dari bidang Pelayanan
Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Rembang, dengan teknik
purposive sampling dan sampel yang akan diujikan adalah pasien yang
datang ke apotek terpilih yang mencari dan akan menggunakan obat
swamedikasi antinyeri.
5. Peneliti melakukan penjelasan teknik dan kriteria responden kepada
Pemilik Apotek serta tenaga pembantu Apotek lainnya
6. Peneliti akan meminta bantuan kepada tenaga pembantu di apotek untuk
memberitahukan kepada peneliti jika nanti ada responden yang memiliki
kriteria yang diinginkan peneliti
7. Kriteria responden yang akan diteliti sesuai dengan kriteria inklusi
8. Peneliti akan menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian kepada calon
responden
9. Peneliti memberikan lembar persetujuan (informed consent) untuk
ditandatangani oleh calon responden
10. Responden memberikan lembar kuesioner kepada responden agar bisa
diisikan serta memberikan kesempatan pada responden untuk bertanya
kepada peneliti terkait kejelasan poin-poin pertanyaan dalam kuesioner
11. Responden menyerahkan kembali kuesioner kepada peneliti selanjutnya
kuesioner yang telah diisi akan diperiksa oleh peneliti, diolah dan
dianalisa oleh peneliti.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


40

12. Peneliti melakukan pembuatan laporan hasil penelitian.

4.7. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan dalam pengambilan data


adalah kuesioner. Kuesioner memiliki kemungkinan untuk salah dan bias
datanya, untuk itu dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas alatnya
(kuesioner) agar data yang didapatkan valid dan bisa digunakan berulang-
ulang.
Validitas adalah derajat ketepatan antara data yang terdapat di lapangan
tempat penelitian dan data yang dilaporkan oleh peneliti. (Bukhori Lapau,
2013)
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan atau bisa juga diartikan
sebagai ketepatan suatu ukuran atau alat pengukuran (Bukhori Lapau, 2013).
Diharapkan nantinya instrumen akan menunjukkan hal yang sama, konsisten
dan tetap jika diadakan pengukuran dengan keadaan yang sama. (Sukidjo
Notoatmodjo, 2010)
Kuesioner ini telah dinilai oleh pembimbing peneliti serta dilakukan uji
validitas dan reliabilitas. Diharapkan hasil uji reliabilitas pada instrumen
didapatkan nilai Alpha Cronbach > 0,44 agar pertanyaan pada variabel ini
dapat dipercaya, dapat diandalkan dan reliabel jika diujikan sebanyak 20
instrumen. Selanjutnya uji Validitas dan Reabilitas data telah dilakukan di satu
apotek yang memiliki karakteristik sama dengan sampel penelitian dan uji ini
dilakukan sebanyak 20 instrumen sebagai nilai minimal untuk uji validitas dan
reliabilitas (Notoatmodjo, 2010). Hasil uji reliabilitas pada variabel perilaku
didapatkan nilai Alpha Cronbach 0,344 dan dengan satu pertanyaan yang
hasilnya sama. Lalu diuji kedua kalinya dengan dihilangkan satu pertanyaan
dan mendapatkan nilai reliabilitas dengan Alpha Cronbach sebesar 0,466.
Berdasarkan nilai tersebut, pertanyaan pada variabel perilaku penggunaan obat
swamedikasi antinteri dianggap reliabel, dapat dipercaya dan dapat diandalkan
karena nilai Alpha Cronbach > 0,44 untuk 20 responden.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


41

4.8. Pengolahan Data

Pada saat melakukan analisis, data yang diperoleh harus diolah dengan
tujuan mengubah data menjadi informasi yang bermakna. Pengolahan yang
akan dilakukan ini menggunakan Microsoft Excel, epidata dan program SPSS.
Dalam statistik, informasi yang diperoleh digunakan untuk proses
pengambilan keputusan terutama dalam pengujian hipotesis. Dalam proses
pengolahan data terdapat langkah-langkah yang harus ditempuh untuk
menghindari hasil data yang buruk (Notoatmodjo, 2010) diantaranya:
1. Editing
Yaitu kegiatan pengecekan kembali pengisian formulir atau kuesioner
yang diberikan kepada responden. Beberapa hal yang harus diperhatikan
adalah kelengkapan jawaban, kejelasan tulisan jawaban, kesesuaian
jawaban dengan pertanyaan, keterkaitan jawaban dengan jawaban yang
lain.
2. Coding
Adalah pengubahan data berbentuk kalimat dengan data berbentuk angka
atau bilangan. Misalnya jawaban Benar diganti dengan angka 1 dan
jawaban salah diganti dengan angka 0. Pengkodean ini sangat berguna
untuk kegiatan entry data.
3. Entry data
Adalah kegiatan memasukkan data berupa jawaban responden yang
sebelumnya sudah diubah menjadi angka dan bilangan lalu
memasukkannya ke program atau software komputer. Sofware yang
sering digunakan adalah SPSS 16 for windows. Kegiatan entry data harus
dilakukan dengan teliti untuk menghindari data yang bias dan tidak jelas.
4. Cleaning data
Yaitu kegiatan mengecek kembali data yang telah dimasukkan ke
software untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan kode,
ketidaklengkapan jawaban dan sebagainya lalu selanjutnya bisa
dikoreksi, dilengkapi dan dibetulkan.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


42

4.9. Analisis Data

1. Analisa univariat
Teknik ini dilakukan terhadap setiap variabel hasil dari penelitian. Hasil
analisis ini akan berupa distribusi frekuensi, tendensi sentral, ukuran
penyebaran maupun persentase setiap variabel, ataupun melihat gambaran
histogram dari variabel tertentu. Tujuan penggunaan analisis univariat
adalah untuk mengetahui apakah konsep yang diukur sudah siap untuk
dianalisis serta dapat dilihat gambaran secara rinci dan disiapkan untuk
dilakukan analisis selanjutnya. Bagian yang akan dilakukan analisis
univariat adalah bagian identitas responden (jenis kelamin, usia, bidang
pekerjaan, pendidikan terakhir, dan penghasilan), profil swamedikasi, dan
perilaku rasionalitas obat swamedikasi. Untuk analisis data jenis univariat
akan menggunakan tabel distribusi frekuensi yang menjelaskan angka atau
nilai jumlah presentasi masing-masing kelompok dari setiap variabel.
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel
dependen dan variabel independen, yaitu karakteristik responden (jenis
kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan terakhir dan penghasilan) dengan
perilaku rasionalitas obat dalam penggunaan obat antinyeri secara
swamedikasi menggunakan uji Chi-Square (X2), dimana syarat uji tersebut
telah terpenuhi dalam data penelitian ini yaitu terdiri dari data kategorik-
kategorik dan tidak ada sel yang memiliki nilai expected kurang dari 5
(Dahlan, 2008). Dalam penelitian ini, derajat kepercayaan yang digunakan
adalah 95% dengan α sebesar 5%. Sehingga bisa diasumsikan jika P value
≤ 0,05 disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara variabel yang diteliti.
Sedangkan jika P value > 0,05 berarti hasil perhitungan statistik tidak
bermakna atau tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
yang diteliti.

4.10. Etika Penelitian


Etika adalah ilmu atau pengetahuan yang membahas tentang manusia,
terkait dnegan perilakunya terhadap manusia lain atau sesama manusia.
Peneliti dalam melakukan penelitian harus memperhatikan prinsip-prinsip etik

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


43

dalam melakukan penelitian untuk melindungi hak responden dalam


penelitian. Hubungan antara peneliti dan responden memerlukan informasi dan
posisi responden memiliki posisi lebih tinggi dari peneliti maka sebelum
dilakukan wawancara atau pemberian kuesioner maka terlebih dahulu
responden dimintai persetujuan informed consent tentang penelitian yang
sedang dilakukan (Sukidjo Notoadmodjo, 2010).
1. Hak responden
a. Hak untuk dihargai privacy nya
b. Hak untuk merahasiakan informasi yang diberikan
c.
Hak memperoleh jaminan keamanandankeselamatan akibatdari
informasi yang diberikan
d. Hak memperoleh imbalan atau kompensasi
Kewajiban responden
Memberikaninformasiyangdiberikankepadapenelitisetelah dilakukannya informed consent
Hak peneliti
Memperolehinformasiyangselengkap-lengkapnyadan

sejujur-
respondensetelahdilakukanpersetujuaninformed
jujurnya dari
consent

Kewajiban peneliti
Menjaga privacy responden
Menjaga kerahasiaan responden
Memberikan kompensasi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


4

BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. HASIL PENELITIAN


5.1.1. Karakteristik Responden
Responden yang diteliti berjumlah 97 responden yang datang di apotek Kabupaten
Rembang. Karakteristik responden yang dilihat meliputi jenis kelamin, usia, bidang
pekerjaan, pendidikan, dan penghasilan.

a. Jenis Kelamin
Tabel 5.1. Distribusi dan Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin n %
Perempuan 50 51,5%
Laki-laki 47 48,5%
Jumlah 97 100%

Dari tabel 5.1. menunjukan bahwa perempuan memiliki presentase yang lebih besar
yaitu 50 responden (51,5%) dan sisanya responden laki-laki yaitu 47 responden
(48,5%).

Tabel 5.2. Distribusi responden tentang Perilaku berdasarkan Jenis Kelamin


Pelaksanaan Swamedikasi Total P
Jenis Kelamin
Benar Salah Value
Perempuan 33 (66,0%) 17 (34,0%) 50 (100%)
Laki-laki 20 (42,6%) 27 (57,4%) 47 (100%) 0,020
Total 53 (54,6%) 44 (45,4%) 97 (100%)

Berdasarkan tabel 5.2. dlihat dari jenis kelamin laki-laki, diketahui bahwa sebanyak
27 responden (57,4%) melakukan swamedikasi secara salah dan hanya 20 responden
(42,6%) melakukan swamedikasi secara benar obat antinyeri. Sedangkan pada
perempuan nilai yang melakukan swamedikasi secara salah sebesar 17 responden
(34%) dan 33 responden (66,0%) memiliki pelaksanaan yang benar dalam pengobatan
antinyeri secara swamedikasi. Dari hasil uji Chi Square (X2) diperoleh bahwa nilai P
value ≤ 0,05 yakni 0,020 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara jenis
kelamin dengan perilaku dalam swamedikasi obat antinyeri di Kabupaten Rembang.

44 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


45

b. Usia
Tabel 5.3. Distribusi dan Frekuensi Responden Berdasarkan Usia
Usia n %
< 30 tahun 18 18,5%
≥ 30 tahun 79 81,5%
Jumlah 97 100%

Dari tabel 5.3. tentang usia menunjukkan bahwa pengguna swamedikasi antinyeri
lebih banyak digunakan oleh usia diatas 30 tahun sebesar 81,5% dan responden
usia dibawah 30 tahun ada 18 responden (18,5%).

Tabel 5.4. Distribusi responden tentang Perilaku berdasarkan usia

Pelaksanaan Swamedikasi Total P


Penghasilan
Benar Salah Value
< 30 tahun 7 (38,9%) 11 (61,1%) 18 (100%)
≥ 30 tahun 46 (58,2%) 33 (41,8%) 79 (100%) 0,046
Total 53 (54,6%) 44 (45,4%) 97 (100%)

Berdasarkan tabel 5.4. diketahui kelompok usia dibawah 30 tahun dan memiliki nilai
pelaksanaan swamedikasi secara benar sebesar 38,9% sisanya memiliki pelaksanaan
yang salah dalam menggunakan obat antinyeri secara swamedikasi yaitu 61,1%.
Sedangkan untuk usia diatas 30 sebesar 58,2% memiliki pelaksanaan yang benar dan
sisanya pelaksanaan yang salah sebesar 41,8%. Dari hasil uji Chi Square (X2)
diperoleh bahwa nilai P value ≤ 0,05 yakni 0,046 yang berarti ada hubungan yang
signifikan antara usia dengan perilaku dalam swamedikasi obat antinyeri di Apotek
Kabupaten Rembang.

c. Bidang Pekerjaan
Tabel 5.5. Distribusi dan Frekuensi Responden Berdasarkan Bidang Pekerjaan
Bidang Pekerjaan n %
Petani 21 21,6%
Wiraswasta 11 11,3%
Guru 9 9,3%
Nelayan 5 5,2%
Lainnya 51 52,6%
Jumlah 97 100%

Dari tabel 5.5. terlihat bahwa responden dengan pekerjaan terbanyak adalah petani
sebanyak 21,6%, dilanjutkan wiraswasta sebesar 11,3%, guru 9,3%, nelayan 5,2%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


46

dan lainnya yang terdiri dari padagang, buruh, supir, pembantu rumah tangga, dan ibu
rumah tangga sebanyak 52,5%.

Tabel 5.6. Distribusi responden tentang Perilaku berdasarkan bidang pekerjaan


Pelaksanaan Swamedikasi Total P
Pekerjaan
Benar Salah Value
Petani 8 (38,1%) 13 (61,9%) 21 (100%)
Wiraswasta 7 (63,3%) 4 (36,4%) 11 (100%)
Guru 4 (44,4%) 5 (55,6%) 9 (100%) 0,304
Nelayan 2 (40,0%) 3 (60,0%) 5 (100%)
Lainnya 32 (62,7%) 19 (37,3%) 51 (100%)
Total 53 (54,6%) 44 (45,4%) 97 (100%)

Hasil dari tabel 5.6. menunjukkan distribusi responden mengenai perilaku obat
antinyeri berdasarkan kelompok pekerjaan menunjukkan bahwa pekerjaan petani ada
8 responden yang memiliki pelaksanaan yang benar (38,1%) dan sisanya salah
(61,9%), pekerjaan wiraswasta ada 7 responden (63,6%) dengan penggunaan benar
dan selebihnya (36,4%) memiliki penggunaan yang salah. Dilanjutkan pekerjaan guru
sejumlah 4 orang (44,4%) yang memiliki pelaksanaan yang benar dan sejumlah 5
responden (55,6%) yang melakukan salah tentang pengobatan antinyeri, nelayan yang
memiliki pelaksanaan yang benar ada 2 responden (40,0%) dan sisanya buruk
(60,0%). Terakhir adalah kumpulan pekerjaan yang meliputi pedagang, kuli
bangunan, ibu rumah tangga dan pembantu rumah tangga memiliki 32 responden
(62,7%) dan 19 responden memiliki penggunaan yang salah (37,3%). Dari hasil uji
Chi Square (X2) diperoleh bahwa nilai P value > 0,05 yakni 0,304 yang berarti tidak
ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan perilaku dalam swamedikasi
obat antinyeri di Apotek Kabupaten Rembang.

d. Tingkat pendidikan
Tabel 5.7. Distribusi dan Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan
Tingkat Pendidikan n %
Tidak sekolah 4 4,1%
SD/ MI/ Sederajat 22 22,7%
SLTP/ MTs/ Sederajat 35 36,1%
SLTA/ MA/ Sederajat 24 24,7%
Diploma/ Sarjana 12 12,4%
Jumlah 97 100%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


47

Dari tabel 5.7. diketahui bahwa pendidikan terakhir responden adalah lulusan
SLTP/MTs/sederajat yakni sebanyak 35 orang (36,1%). Responden yang tidak
bersekolah sebanyak 4 orang (4,1%), responden lulusan SD/MI/sederajat sebanyak 22
orang (22,7%), responden lulusan SLTA/MA/sederajat sebanyak 24 orang (24,7%)
dan lulusan Diploma/Sarjana/sederajat sebanyak 12 orang (12,4%).

Tabel 5.8. Distribusi responden tentang Perilaku berdasarkan tingkat Pendidikan

Pelaksanaan Swamedikasi Total P


Pendidikan
Benar Salah Value
Tidak sekolah 3 (75,0%) 1 (25,0%) 4 (100%)
SD/ MI/ Sederajat 13 (59,1%) 9 (40,9%) 22 (100%)
SLTP/ MTs/ Sederajat 18 (51,4%) 17 (48,6%) 35 (100%) 0,047
SLTA/ MA/ Sederajat 14 (58,3%) 10 (41,7%) 24 (100%)
Diploma/ Sarjana 7 (58,3%) 5 (41,7%) 12 (100%)
Total 55 (56,7%) 42 (43,2%) 97 (100%)

Tabel 5.8. memperlihatkan distribusi responden mengenai perilaku obat antinyeri


berdasarkan kelompok jenjang pendidikan yang menyatakan bahwa ada 3 responden
(75,0%) tidak sekolah yang memiliki cara pelaksanaan yang benar dan 1 responden
(25,0%) memiliki cara melakukan swamedikasi yang salah. Pada lulusan
SD/MI/Sederjaat menyatakan bahwa 13 responden (59,1%) memiliki pelaksanaan
yang benar dan 9 responden (40,9%) memiliki perlakuan swamedikasi yang salah.
Untuk responden SLTP/MTs/Sederajat memiliki 17 responden (51,4%) dengan
kebiasaan yang benar dan 17 responden (48,6%) memiliki pelaksanaan swamedikasi
yang salah. Dilanjutkan responden pendidikan SLTA/MA/Sederajat memiliki 14
responden (58,3%) melakukan pelaksanaan yang benar dan 10 responden (41,7%)
melakukan kebiasaan yang salah. Serta lulusan Diploma/Sarjana memiliki 7
responden (58,3%) dengan pelaksanaan swamedikasi yang benar dan 5 responden
(41,7%) memiliki pelaksanaan yang salah dalam menggunakan obat swamedikasi
antinyeri. Dari hasil uji Chi Square (X2) diperoleh bahwa nilai P value ≤ 0,05 yakni
0,047 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan perilaku
dalam swamedikasi obat antinyeri di Apotek Kabupaten Rembang.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


48

e. Tingkat Penghasilan
Tabel 5.9. Distribusi dan Frekuensi Responden Berdasarkan tingkat Penghasilan
Penghasilan n %
Rendah 52 53,6%
Sedang 39 40,2%
Tinggi 6 6,2%
Jumlah 97 100%

Dari tabel 5.9. tentang penghasilan, didapatkan sebanyak 52 orang yang


berpenghasilan rendah 53,6%, berpenghasilan sedang 39 orang 40,2%, dan
berpenghasilan tinggi 6 orang 6,2%.

Tabel 5.10. Distribusi responden tentang Perilaku berdasarkan Penghasilan


Pelaksanaan Swamedikasi Total P
Penghasilan
Benar Salah Value
Kurang 26 (50,0%) 26 (50,0%) 52 (100%)
Sedang 25 (64,1%) 14 (35,9%) 39 (100%) 0,228
Tinggi 2 (33,3%) 4 (66,7%) 6 (100%)
Total 53 (54,6%) 44 (45,4%) 97 (100%)

Dari tabel 5.10. memperlihatkan bahwa responden berpenghasilan rendah yang


melakukan pelaksanaan swamedikasi yang benar sebesar 26 responden (50%). Untuk
responden yang memiliki penghasilan sedang dan memiliki pelaksanaan yang benar
berjumlah 25 responden atau 64,1% dan responden dengan pelaksanaan yang salah
sebesar 14 responden (35,9%). Selanjutnya yang terakhir untuk responden yang
memiliki penghasilan tinggi dan pelaksanaan yang benar sejumlah 2 orang (33,3%)
dan pelaksanaan yang salah sejumlah 4 orang (66,7%). Dari hasil uji Chi Square (X2)
diperoleh bahwa nilai P value > 0,05 yakni 0,228 yang berarti tidak ada hubungan
yang signifikan antara penghasilan dengan perilaku dalam swamedikasi obat antinyeri
di tiga Apotek Kabupaten Rembang.

5.1.2. Perilaku Swamedikasi


Penelitian ini dilakukan terhadap 97 responden di tiga apotek Kabupaten Rembang
tahun 2016 yang merupakan pasien yang sedang membeli obat antinyeri dan sesuai
dengan kriteria inklusi.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


49

Tabel 5.11. Distribusi dan Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang


Swamedikasi
Pengetahuan n %
Tahu/ baik 76 78,4%
Tidak tahu/ kurang baik 21 23,2%
Jumlah 97 100%

Tebel 5.11. menyajikan bahwa dari 97 responden ada 21 responden (21,6%) yang
tidak mengetahui tentang swamedikasi dan 76 responden (78,4%) sudah mengetahui
swamedikasi sebelumnya

Tabel 5.12. Distribusi dan Frekuensi Responden berdasarkan Sumber Informasi tentang
Swamedikasi
Sumber n %
Media Informasi 32 42,1%
Keluarga/ tetangga/ sahabat 27 35,5%
Tenaga Kesehatan 13 17,4%
Nenek moyang 4 5,3%
Jumlah 76 100%

Berdasarkan tabel 5.12. diketahui bahwa informasi pengetahuan yang didapatkan


responden tentang swamedikasi terbanyak bersumber pada media informasi sebanyak
32 responden (42,1%), dari keluarga/ tetangga/ sahabat sebanyak 27 orang (35,5%),
dilanjutkan tenaga medis baik berupa dokter, perawat, apoteker dan lainnya sebanyak
13 orang (13,4%), dan sumber terakhir berasal dari kepercayaan turun temurun atau
nenek moyang sebesar 5,3%.

Tabel 5.13. Distribusi dan Frekuensi Responden berdasarkan Alasan Penggunaan Obat
Swamedikasi
Alasan n %
Pengalaman sebelumnya 28 36,8%
Saran dari teman/ anggota/ keluarga 26 34,2%
Tidak ada waktu untuk periksa ke dokter 16 21,1%
Biaya periksa ke dokter yang mahal 6 7,9%
Jumlah 76 100%

Dari tabel 5.13. diketahui bahwa ada beberapa alasan yang diungkapkan responden
dari 76 responden yang mengetahui swamedikasi adalah sudah menggunakan
swamedikasi sebelumnya sebanyak 28 orang (36,8%), melakukan swamedikasi atas
saran teman/ anggota/ keluarga sebanyak 26 orang (34,2%), tidak adanya waktu
periksa ke dokter sebanyak 16 orang (21,1%) dan alasan terakhir karena mahalnya
periksa ke dokter sebanyak 6 orang (7,9%).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


50

Tabel 5.14. Distribusi dan Frekuensi Responden berdasarkan pengalaman penggunaan obat
swamedikasi sebelumnya (Jenis Obat)
Jenis Obat n %
Modern 73 96,1%
Tradisional/ jamu 3 3,9%
Jumlah 76 100%

Hasil distribusi dan frekuensi responden yang menggunakan obat sesuai tabel 5.14.
menunjukkan bahwa jenis obat nyeri yang sebelumnya digunakan oleh pasien terdapat
bermacam-macam, jenis obat modern yang banyak digunakan ada 73 responden
(96,1%) dan penggunaan obat tradisional sebagai obat nyeri ada 3 responden (3,9%).

Tabel 5.15. Distribusi dan Frekuensi Responden berdasarkan Kebiasaan Menyimpan Obat
Kebiasaan Menyimpan Obat n %
Ya 82 85,5%
Tidak 15 15,5%
Jumlah 97 100%

Berdasarkan tabel 5.15 tentang kebiasaan menyimpan obat yang dilakukan oleh
responden adalah penyimpanan obat di dalam rumah yaitu 82 responden menyimpan
obat (84,5%) dan sejumlah 15 orang tidak menyimpan obat di dalam rumah (15,5%)

Tabel 5.16. Distribusi dan Frekuensi Responden berdasarkan perilaku pemakaian obat
antinyeri secara swamedikasi
Perilaku n %
Baik 53 54.6%
Kurang Baik 44 45,4%
Jumlah 97 100%

Data dari tabel 5.16. tentang distribusi dan frekuensi responden berdasarkan
perilaku pemakaian obat antinyeri secara swamedikasi dapat diperoleh hasil
pengumpulan data bahwa responden yang memiliki pelaksanaan yang benar sebesar
53 (54,6%) dan kurang baik sebesar 44 (45,5%).

5.1.3. Rasionalitas Obat Swamedikasi


Perilaku respoden berupa rasionalitas penggunaan Obat Swamedikasi dinilai
berdasarkan tepat indikasi, tepat obat, tepat rute, tepat dosis, tepat frekuensi, tepat
pemakaian, tepat efek samping, tepat interaksi dan tepat kontraindikasi.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


51

Tabel 5.17. Distribusi dan Frekuensi Responden berdasarkan perilaku kerasionalan obat
antinyeri secara swamedikasi
Pernyataan % benar % salah
Tepat indikasi 24,7% 75,3%
Tepat obat 45,5% 54,6%
Tepat rute 100% 0%
Tepat dosis 56,7% 43,3%
Tepat frekuensi 24,7% 75,3%
Tepat pemakaian 38,1% 61,9%
Tepat efek samping 12,4% 87,6%
Tepat Interaksi 97,9% 2,1%
Tepat Kontraindikasi 97,9% 2,1%

Berdasarkan tabel 5.17 tentang perilaku kerasionalan obat dapat ditemukan


bahwa responden yang melakukan pengobatan tepat indikasi sebesar 24,7%,
mengetahui tepat obat sebesar 45,5%, mengetahui tepat rute sebesar 100%,
mengetahui tepat dosis sebesar 56,7%, mengetahui tepat frekuensi sebesar 24,7%,
mengetahui tepat pemakaian sebesar 38,1%, mengetahui tepat efek samping sebesar
12,4%, mengetahui tepat interaksi sebesar 97,9%, mengetahui tepat kontraindikasi
sebesar 97,9%.

Tabel 5.18. Distribusi dan Frekuensi Obat antinyeri secara swamedikasi


Obat n %
Parasetamol 27 27,8%
Asam Mefenamat 21 21,7%
Piroksikam 18 18,6%
Natrium Dikofenak 12 12,4%
Methampiron 8 8,2%
Ibuprofen 7 7,1%
Kalium Diklofenak 2 2,1%
Meloksikam 2 2,1%
Jumlah 97 100%

Obat nyeri yang digunakan bebas ada beberapa obat, yaitu: Parasetamol 27 orang
(27,8%), Asam Mefenamat sebanyak 21 orang (21,6%), Piroksikam 18 orang
(18,6%), Na Diklofenak 12 orang (12,4%), Methampiron 8 orang (8,24%), Ibuprofen
7 orang (7,1%), Ka Diklofenak 2 (2,1%) , dan Meloksikam 2 orang (2,1%).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


52

Tabel 5.19. Distribusi dan Frekuensi golongan obat antinyeri yang digunakan masyarakat

Obat n %
Keras 67 69,1%
Bebas Terbatas 4 4,1%
Bebas 26 26,8
Jumlah 97 100%

Dari tabel 5.19. menunjukkan hasil bahwa responden yang membeli obat antinyeri
secara swamedikasi kebanyakan adalah obat keras yaitu 67 responden (69,1%),
dilanjutkan pembelian obat bebas sebanyak 26 responden (26,8%) dan obat bebas
terbatas sebanyak 4 responden (4,1%).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


53

5.2. PEMBAHASAN
Pasien saat ini menjadi sasaran utama yang harus diperhatikan oleh apoteker,
karena penambahan orientasi tugas apoteker di farmasi dari yang sebelumnya drug
oriented sekarang ditambahkan menjadi patient oriented. Obat yang tersebar luas di
Indonesia terutama di sentral industri saat ini harusnya menjadi perhatian tenaga
kesehatan, terutama apoteker mengenai peran apoteker terhadap pengendalian mutu
obat untuk menjamin penggunaan obat yang aman dan rasional hingga ke tangan
masyarakat. Penggunaan obat yang aman dan rasional menjadi tanggungjawab apoteker
dengan banyaknya penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas yang bisa dengan
mudah dilakukan oleh pasien.
Salah satu hal yang terpenting adalah perilaku pasien swamedikasi (penggunaan
obat bebas atau obat bebas terbatas dan penggunaan obat tanpa resep dokter) yang
melakukan swamedikasi di Apotek dan hal ini menjadi tanggungjawab apoteker untuk
menjadikan obat tersebut tetap aman dan rasional penggunaannya (BPOM, 2010).
Kabupaten Rembang adalah Kabupaten paling Timur di Provinsi Jawa Tengah
yang memiliki Luas daratan 101/410 ha dan lautan sepanjang 62,5 km. Jumlah
penduduk di Kabupaten Rembang adalah 616.901 jiwa pada tahun 2014 (BPS Kab.
Rembang, 2014). Kabupaten Rembang tergolong kota dengan kebanyakan pekerjaan
sebagai petani dan memiliki kebiasaan menggunakan obat sendiri berdasarkan jenis
sakit yang sering diderita yaitu nyeri.
Jumlah apotek di Kabupaten Rembang tahun 2015 adalah 40 apotek (Dinkes
Kab. Rembang, 2015). Apabila satu apotek memiliki satu apoteker, maka hal ini
digunakan sebagai indikator pelayanan apotek kepada pasien termasuk memastikan
penggunaan obat yang aman dan rasional oleh pasien, maka akses pelayanan dapat
dihitung dengan rasio apoteker terhadap 100.000 penduduk dengan melakukan
perhitungan jumlah apoteker terhadap 100.000 penduduk dengan rasio 12:100.000
(standar Kementerian Kesehatan) atau 50:100.000 (standar WHO) (Adelina 2013
dikutip dari Dyani Primasari Sukandi, 2015). Rasio apotek terhadap jumlah penduduk
Kabupaten Rembang menunjukkan bahwa rasionya adalah 1: 15.422. Hasil ini belum
memenuhi ketentuan kebutuhan apoteker menurut Kementerian Kesehatan RI yang
seharusnya 1:8.333 dan belum memenuhi rasio yang disyaratkan oleh WHO sebesar
1:2.000.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


54

Dalam Penelitian ini dipilih tiga apotek yang bertempat di Pusat kota (Lasem
Barat), Tengah Kota (Lasem), dan di Desa (Pamotan). Pemilihan tiga apotek ini
berdasarkan rekomendasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Rembang agar
penelitiannya merata dan bisa melihat gambaran seluruh Apotek di Kab. Rembang.
Waktu yang dibutuhkan untuk penelitian ini mulai tanggal 16 – 31 Maret 2016.
Masing-masing apotek diberikan waktu penelitian selama empat hari oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten Rembang dan waktu penelitian dilakukan dari jam 08.00 hingga
jam 15.00 mengikuti sift kerja di apotek terkait.
Selama 12 hari pengambilan data di tiga apotek menunjukkan jumlah
pengumpulan responden yang berbeda-beda di tiap apotek. Hal ini karena karakter dari
apotek yang berbeda-beda pula. Apotek A adalah apotek pertama yang diteliti,
memiliki ciri sebagai apotek yang banyak melayani obat resep karena apotek bergabung
dengan praktek dokter serta apotek A terletak di tengah kota, sehingga jumlah
responden yang berasal dari apotek A sejumlah 33 responden. Minggu kedua
dilanjutkan di apotek B, kekhasan apotek B ini memiliki banyak kasus swamedikasi
daripada kasus penanganan obat resep, sehingga responden terbanyak ditemukan di
apotek B yaitu sebanyak 44 responden. Apotek B ini terletak di desa yang jarak antar
apotek masih cukup jauh sehingga hal ini pula yang mendukung banyaknya responden
yang ada. Dilanjutkan apotek C yang terletak di tengah kota, apotek C ini memiliki
karakter jumlah swamedikasi dan jumlah obat resep hampir memiliki proporsi yang
sama, masyarakat yang datang ke apotek ini adalah masyarakat dari kalangan
pedagang karena letaknya yang dekat dengan pasar tradisional dan didapatkan
responden sebanyak 19 responden.

5.2.1. Keterbatasan Penelitian


Data Primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner melalui sistem kuesioner,
terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Alat ukur variabel selain menggunakan kuesioner, juga menggunakan observasi,
tujuannya adalah untuk menyesuaikan dengan jawaban responden. Namun tidak
memungkinkan untuk mengobservasi setiap responden yang terperinci, namun
observasi secara umum.
2. Responden lebih nyaman mengisi angket dan memberikan informasi kepada peneliti
setelah selesai pembelian obat.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


55

3. Peneliti harus dapat melihat situasi dan kondisi pada saat menggali informasi dari
responden, karena banyak responden yang emosionalnya kurang stabil.
4. Jumlah responden yang tidak bisa ditebak setiap harinya, sehingga membutuhkan
waktu yang berbeda-beda untuk melengkapi data yang diinginkan.
5. Tidak ditelitinya perilaku responden terkait dengan keterjangkauan fasilitas
kesehatan, lama penggunaan obat antinyeri, pendataan jumlah obat yang sedang
digunakan dan dibeli jika lebih dari satu obat serta banyak pertanyaan tertutup
sehingga kurang menggali informasi tambahan.

5.2.2. Karakteristik Responden


1. Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah sifat atau keadaan biologis seseorang sejak lahir (KBBI,
2010). Jenis kelamin yang kita kenal ada laki-laki dan perempuan, sifat antara laki-
laki dan perempuan memiliki perbedaan termasuk perbedaan dalam menerima
informasi dan melakukan berbagai hal untuk kebaikan dirinya. Pada pengelompokan
responden didapati bahwa responden perempuan lebih banyak memakai obat antinyeri
secara swamedikasi dan datang ke apotek yaitu senilai 51,5% sedangkan laki-laki
memiliki nilai 48,5%. Dari hasil ini bisa diketahui bahwa perempuan lebih peduli
dengan kesehatan keluarga termasuk didalamnya tentang penanganan nyeri.
Hal ini diperkuat dengan hasil uji Chi Square (X2) yang memperlihatkan nilai
p=0,02, membuktikan bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku
penggunaan obat antinyeri secara swamedikasi. Selain faktor itu, peneliti melakukan
pembagian kuesioner saat pagi hingga sore yang memungkinkan kaum laki-laki
sedang berada diluar rumah untuk bekerja. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Corin D. Syeima (2009), Habeeb dan Gearhart (1993), Worku dan
Abebe (2003) yang menyatakan jenis kelamin memang berhubungan dengan perilaku
swamedikasi. Alasan lain jumlah wanita yang banyak menggunakan obat antinyeri
karena wanita lebih banyak menggunakan obat nyeri, hampir digunakan setiap
bulannya untuk penanganan nyeri haid (Sohar Ali, et.al, 2010).
Jumlah data kependudukan di Kabupaten Rembang juga menunjukkan bahwa
wanita lebih banyak proporsinya yaitu sejumlah 309.897 jiwa pada tahun 2014
sehingga memungkinkan wanita memiliki posisi terbanyak dalam menggunakan obat
antinyeri di Kabupaten Rembang (BPS Kab Rembang, 2014). Pengobatan antinyeri

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


56

menurut riskesdas tahun 2013 menunjukkan dalam bahwa nyeri banyak diderita oleh
wanita daripada laki-laki (Riskesdas, 2013).
Namun, penelitian lain di Kanada juga menunjukkan bahwa lebih banyak
responden laki-laki daripada perempuan yang menggunakan obat antinyeri yaitu
sebesar 77% (CK Riley-Doucet, 2004).
Untuk nilai kerasionalan obat (tepat perilaku) menunjukkan bahwa responden
perempuan lebih banyak melakukan pengobatan sendiri secara rasional yaitu senilai
66,0% perempuan melakukan pengobatan nyeri secara swamedikasi dan secara
rasional. Selama penelitian, responden perempuan terlibat langsung dalam pengobatan
anggota keluarga dibandingkan responden laki-laki sehingga hal ini mempengaruhi
secara langsung atau tidak mengenai perilaku pengobatan yang rasional dan aman.
Hal ini sesuai dengan Tse, et.al (1999) yang mengemukakan bahwa responden
perempuan lebih banyak melakukan pengobatan sendiri secara rasional.

2. Usia
Usia adalah lama hidup responden yang dihitung berdasarkan ulang tahun
terakhir (Soetijaningsih, 2004). Semakin bertambahnya usia seseorang maka
seseorang akan memahami dirinya sendiri dan dengan mudah menerima informasi
untuk kebaikan dirinya baik dari berbagai hal dan berbagai sumber. Banyak penelitian
yang mengaitkan antara karakteristik responden dengan variabel penelitian, salah
satunya adalah faktor usia dengan pengetahuan dan perilaku. Hal ini untuk
membuktikan bahwa dugaan bahwa umur dapat menjadi faktor dilakukannya perilaku
swamedikasi secara rasional dan tepat.
Jika ditinjau dari segi usia, dapat dilihat perbedaan yang mencolok bahwa usia
diatas 30 tahun lebih banyak menggunakan obat swamedikasi antinyeri yaitu sebesar
79 responden (81,4%) dan hanya 18 responden (18,6%) yang memiliki usia dibawah
30 tahun. Hal ini dikarenakan penyakit nyeri banyak diderita oleh usia diatas 30 tahun
dan usia diatas 30 tahun memiliki kepedulian terhadap kesehatan dirinya atau anggota
keluarganya, hal lain yang menjadi alasan adalah lebih banyaknya pengalaman
responden tentang bagaimana cara penanganan nyeri pada anggota keluarga (Corin D
Syeima, 2009).
Kelompok usia dibawah 30 tahun secara fisiologis juga masih memiliki badan
yang sehat sehingga jarang yang mengeluhkan penyakit nyeri dan memiliki perilaku

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


57

kurang baik dalam penanganan nyeri karena minimnya pengalaman dalam


penggunaan obat-obatan.
Hal ini memberikan peluang terhadap terjadinya permasalahan yang
berhubungan dengan obat (drug releated problem) yang kecil. Namun, kelompok usia
diatas 30 tahun memiliki masalah secara fisiologis dan penyakit degeneratif berupa
penyakit nyeri sehingga pengetahuan dan perilaku pengobatan cenderung lebih baik
namun rawan menimbulkan drug releated problem juga serta mengkhawatirkan
terjadinya ketidakrasionalan obat nantinya. Menurut riskesdas tahun 2013
menunjukkan prevalensi penyakit nyeri bertambah dengan seiring bertambahnya usia
hingga pada usia ≥75 tahun (Riskesdas, 2013).
Hasil uji Chi Square (X2) memperlihatkan nilai p=0,046 membuktikan bahwa
terdapat hubungan antara usia dengan perilaku penggunaan obat antinyeri secara
swamedikasi. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Mubarak dkk (2007) bahwa
dengan bertambahnya usia seseorang akan terjadi perubahan pada aspek psikis dan
psikologis (mental), dimana pada aspek psikologis (mental) taraf berfikir seseorang
semakin matang dan dewasa. Selain itu, kapasitas kognitif orang dewasa tergolong
masa operasional formal, bahkan kadang-kadang mencapai masa post operasi formal
dimana taraf ini menyebabkan orang dewasa mampu memecahkan masalah yang
kompleks dengan kapasitas berpikir abstrak, logis, dan rasional (Dariyo, 2003).

3. Pekerjaan
Pekerjaan adalah kegiatan utama yang dilakukan responden sehari-hari untuk
mendapat penghasilan. Pekerjaan yang menunjang banyaknya penggunaan obat nyeri
adalah petani dan nelayan (Riskesdas, 2010).
Hasil uji Chi Square (X2) memperlihatkan nilai p=0,304 membuktikan bahwa
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan perilaku
penggunaan obat antinyeri secara swamedikasi. Hal ini terjadi karena pekerjaan tidak
bisa dikategorikan menjadi pekerjaan tinggi atau rendah. Namun, pekerjaan memiliki
hubungan dengan penghasilan dengan hasil nilai Chi Square (X2) yang
memperlihatkan nilai p=0,000. Menunjukkan bahwa pekerjaan petani memiliki
penghasilan yang kurang dan akan mempengaruhi petani untuk melakukan
swamedikasi. Begitupun guru yang memiliki penghasilan yang sedang dan ini
mempengaruhi perilaku guru dan jumlah guru yang melakukan swamedikasi.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


58

Kelompok pekerjaan petani ini menduduki peringkat tertinggi yang


menggunakan obat antinyeri dan ini sesuai dengan data dari Riskesdas (2013) yang
menunjukkan prevalensi terbesar masyarakat yang terkena penyakit nyeri adalah
masyarakat dengan pekerjaan petani. Hal ini juga dikuatkan oleh data dari BPS
Kabupaten Rembang (2014) yang menunjukkan bahwa daerah terbesar di Kabupaten
Rembang adalah tegalan dan persawahan yang dikelola oleh petani.
Dilihat dari berbagai macam pekerjaan, ternyata petani paling banyak
melakukan swamedikasi antinyeri. Hal ini karena pekerjaan petani menduduki posisi
pekerjaan tertinggi di Indonesia, yaitu data dari ILO Indonesia tahun 2014 yang
menyebutkan pekerjaan bidang pertanian berada pada posisi tertinggi yaitu 39,99%
(ILO Indonesia, 2014). Petani yang melakukan swamedikasi tidak hanya swamedikasi
antinyeri, namun penelitian yang dilakukan di Moahudu, Gorontalo oleh Septiyani
Novia (2014) menunjukkan bahwa untuk swamedikasi influenza juga diduduki oleh
petani. Namun petani yang memiliki nilai perilaku yang baik dan tepat hanya delapan
responden dari 21 responden yang bekerja sebagai petani.
Petani menduduki posisi pertama dibandingkan pekerjaan lain. Pekerjaan
kedua yang banyak memakai swamedikasi adalah pekerjaan wiraswasta, hal ini terjadi
karena usia responden dengan pekerjaan wiraswasta termasuk golongan usia diatas
30 tahun yang berisiko mengalami nyeri. Selain itu nelayan juga tidak menempati
posisi tinggi, hal ini terjadi karena Apotek yang dijadikan target penelitian bukan
tempat yang dekat dengan komunitas nelayan, meskipun pekerjaan disebutkan dalam
riskesdas kelompok nelayan juga memiliki risiko tinggi memiliki penyakit nyeri.
Selanjutnya pada guru dan PNS yang hanya sedikit melakukan swamedikasi, hal ini
terjadi karena penghasilan yang diterima oleh guru atau PNS tergolong tinggi, dan
jika dihubungkan dengan kebiasaan swamedikasi banyak dilakukan oleh masyarakat
yang berpenghasilan rendah (Septiyani Novia, 2014).
Tingkat pekerjaan responden ini mempengaruhi pengobatan sendiri yang
aman, tepat, dan rasional. Semakin tinggi tingkat pekerjaan seseorang, semakin
rasional dan berhati-hati pula dalam memilih obat untuk pengobatan sendiri.
Responden yang bekerja dan sering berhubungan dengan dunia luar ini sering
berinteraksi dengan rekan kerjanya dan dengan latar pendidikan yang cukup ini akan
mempengaruhi pola pikir responden dan pada akhirnya mempengaruhi keputusan
pengobatan sendiri yang diambil (Palilati Defriyanti, 2014).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


59

4. Pendidikan Terakhir
Pendidikan terakhir adalah pendidikan yang ditamatkan responden saat
mengisi kuesioner. Dari hasil ini diketahui bahwa penggunaan obat swamedikasi
antinyeri dilakukan oleh responden yang memiliki pendidikan menengah yaitu
tertinggi dilakukan oleh responden dengan tamatan SLTP/MTs/Sederajat hal ini
sesuai dengan penelitian Corin D. Syeima (2009) yang menunjukkan pendidikan
responden rendahlah yang menjadi nilai tertinggi pengguna swamedikasi obat
antinyeri. Alasan ini terjadi karena banyaknya informasi yang ada tentang obat baik di
media massa berupa iklan TV, Radio, Baliho atau warung-warung yang mungkin
mudah diterima oleh masyarakat yang memiliki pendidikan menengah.
Obat yang banyak digunakan dalam swamedikasi adalah jenis obat daftar obat
keras. Hal ini bisa terjadi karena pasien yang membelinya adalah lulusan pendidikan
SLTP dan sederajat yang kurang mendapatkan informasi mengenai obat secara kurang
komprehensif. Jika dibandingkan dengan responden pendidikan tinggi yang hanya
berjumlah sedikit melakukan swamedikasi, karena mereka mengetahui tentang
informasi swamedikasi yang benar dan rasional.
Menurut Andersen (1975) menyatakan bahwa perbedaan kelompok
pendidikan menyebabkan perbedaan penggunaan pelayanan kesehatan oleh individu
yang berkaitan dengan perilaku kesehatannya. Pendidikan yang tinggi memungkinkan
individu memperoleh informasi kesehatan yang akan mempengaruhi pemilihan dalam
tindakan pengobatan. Hendrawan (2003) juga mengungkapkan semakin tinggi
pendidikan ibu maka semakin rendah angka kematian anak, karena dengan semakin
tinggi pendidikan maka ia akan lebih berfikir dalam mengambil keputusan yang benar
dalam pengobatan.
Hasil uji Chi Square (X2) memperlihatkan nilai p=0,047 membuktikan bahwa
terdapat hubungan antara pendidikan dengan perilaku penggunaan obat antinyeri
secara swamedikasi. Pendidikan sangat mempengaruhi perilaku seseorang seperti
yang dinyatakan Notoadmodjo (2003) bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang
maka semakin tinggi pula intelektualnya. Seseorang yang berpendidikan tinggi
mempunyai pengetahuan yang lebih baik dibandingkan dengan pendidikan lainnya.
Pendidikan memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas manusia, dimana
semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin berkualitas hidupnya.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


60

5. Penghasilan
Penghasilan adalah jumlah penghasilan yang diperoleh responden dalam satu
bulan. Penghasilan diindikasikan sebagai faktor yang mempengaruhi adanya
penanganan obat secara rasional. Berdasarkan penelitian CK Riley-Doucet (2004)
menunjukkan bahwa masyarakat yang menggunakan obat swamedikasi adalah
masyarakat yang memiliki penghasilan rendah di Kanada yang banyak menggunakan
swamedikasi yaitu sebesar 40%, sedangkan masyarakat Amerika yang banyak
memanfaatkan obat swamedikasi adalah yang penghasilannya sedang yaitu sebesar
36,6%.
Dengan hasil diatas diketahui bahwa responden berpenghasilan rendah lebih
menyukai pengobatan yang praktis tanpa harus datang ke dokter atau instalasi rumah
sakit untuk penanganan sakit yang diderita. Selain itu kelompok berpenghasilan
rendah juga merasa jika mereka atau anggota keluarga yang merasakan nyeri maka
tidak dilakukan penanganan ke dokter atau instalasi rumah sakit karena biayanya
lebih besar dibandingkan penggunaan obat secara bebas. Swamedikasi dapat
membantu upaya penyembuhan penyakit ringan pada pasien dengan penghasilan
rendah, karena biaya yang relatif murah. Selain itu praktek swamedikasi murah dan
mudah sehingga hal ini menjadi alasan responden melakukan swamedikasi tanpa
melihat biaya periksa ke dokter yang mahal (Woro Supadmi, 2013). Ditambahkan lagi
menurut Djunarko (2011) faktor yang berhubungan dengan praktik perawatan sendiri
dan swamedikasi adalah kondisi ekonomi.
Menurut Hendrawan (2003), penghasilan suatu keluarga berhubungan dengan
penggunaan pelayanan kesehatan. Biaya pengobatan akan menjadi pertimbangan yang
terpenting bagi masyarakat dengan penghasilan rendah sehingga mereka cenderung
mencari pertolongan kesehatan disesuaikan dengan kemampuan keuangannya.
Tingkat penghasilan ini berpengaruh pada upaya pencegahan, penanganan maupun
dalam usaha meningkatkan kesehatan keluarga, termasuk swamedikasi (Hendrawan,
2003).
Hasil uji Chi Square (X2) memperlihatkan nilai p=0,228, membuktikan bahwa
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara penghasilan dengan perilaku
penggunaan obat antinyeri secara swamedikasi. Hasil ini senada dengan penelitian
yang dilakukan Sulcha Fithriya (2014) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan
antara status ekonomi orang tua dengan pengetahuan dalam pemberian obat antibiotik

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


61

pada anak secara swamedikasi. Namun, hasil ini berbeda dengan penelitian
Panagakou (2012) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara penghasilan dengan
pengetahuan orangtua.

5.2.3. Perilaku Swamedikasi


Perilaku adalah hasil interaksi antara seseorang dengan lingkungan,
maka dalam mempelajari perilaku maka perlu dipelajari juga hubungannya
dengan lingkungan (Dr. Singgih D. Gunarsa, 2008). Lingkungan adalah
segala sesuatu yang bisa merangsang seseorang sehingga menimbulkan suatu
tingkah laku yang terdiri dari kumpulan respon. Lingkungan meliputi segala
hal di luar diri seseorang maupun dalam diri seseorang baik bersifat fisik
maupun ide yang berpengaruh dan menjadi sumber rangsangan dan bisa
memunculkan suatu reaksi dan respon. (Dr. Singgih D. Gunarsa, 2008).
Hasil yang diperoleh berdasarkan pengambilan data yang diambil dari
data primer berupa kuesioner menunjukkan bahwa 53 responden melakukan
swamedikasi dengan tepat (54,6%) sedangkan 44 lainnya melakukan
swamedikasi dengan tidak tepat.
Pengetahuan adalah kemampuan responden dalam mengetahui tentang
penggunaan obat swamedikasi secara rasional. Hasil yang diperoleh berdasarkan
pengambilan data melalui data primer berupa kuesioner terdapat 76 responden yang
telah mengetahui istilah swamedikasi secara umum dari 97 responden yang menjadi
target responden. 21 responden lainnya menyatakan belum mengetahui swamedikasi
dan ini adalah kali pertama melakukan swamedikasi obat antinyeri.
Sumber pengetahuan swamedikasi yang dilakukan responden berasal dari
media elektronik, yaitu iklan tv, radio, majalah, dan internet sebesar 33% dan menjadi
rasio paling besar diantara sumber yang lainnya, berasal dari keluarga, tetangga, dan
sahabat sebanyak 27,8%. Sedangkan informasi swamedikasi dari tenaga kesehatan
seperti dokter, perawat, apoteker, atau penyuluh kesehatan sebesar 13,4%, dari nenek
moyang atau secara turun temurun sebanyak 4,1%. Sumber informasi tentang
swamedikasi sebelumnya telah diteliti oleh U. Sushita (2012) dengan hasil sumber
tertinggi berasal dari dokter, perawat, apoteker dan tenaga kesehatan lain yaitu sebesar
25,3%. Penelitian lain yang juga dilakukan di Indonesia oleh Puji Pratiwi (2014)
menunjukkan nilai tertinggi sumber informasi berasal dari keluarga yaitu sebesar
37,4%. Dengan hasil ini, menunjukkan bahwa peran apoteker saat ini kalah oleh

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


62

media elektronik yang berisi informasi tentang obat swamedikasi, dengan alasan
apoteker yang tidak berada tetap di apotek dan belum dikenalnya apoteker oleh
masyarakat. Hal ini didukung dengan cara mudahnya masyarakat mengakses
informasi apapun di media elektronik sehingga memudahkan masyarakat
mendapatkan rujukan tentang obat termasuk tentang obat swamedikasi. Namun hal ini
juga perlu dikhawatirkan karena informasi yang tersebar di media elektronik bukanlah
informasi yang seluruhnya benar dan terpercaya, banyak industri obat yang
menjajakan dagangan obatnya melalui media elektronik yang terkadang hanya untuk
mendongkrak nilai penjualannya saja (WHO, 2000).
Perilaku lain tentang swamedikasi selanjutnya adalah tentang pertanyaan
alasan dilakukannya swamedikasi, alasan sebelumnya yang banyak dilakukan
masyarakat Kabupaten Rembang adalah karena pengalaman sebelumnya yang
menunjukkan hasil baik menggunakan obat secara swamedikasi, nialinya sebesar
28,9% dan dilanjutkan adanya saran dari keluarga/ teman sebanyak 26,8% dan waktu
yang tidak ada dari pasien untuk berobat ke dokter sebanyak 16,5% dan biaya periksa
dokter yang dianggap mahal oleh masyarakat sebesar 6,2%. Penelitian yang dilakukan
di UEA oleh Sulaeman Syarif (2015) menunjukkan alasan terbesar dilakukannya
swamedikasi adalah penyakit yang diderita kurang serius dan sudah adanya
pengetahuan tentang obat dan dosis obat yang akan digunakan, sehingga banyak
masyarakat memutuskan memilih pengobatan sendiri. Saat dilihat hasil penelitian di
Rembang menunjukkan bahwa pengalaman sebelumnya mendominasi nilai alasan
dilakukannya swamedikasi, hal ini menjadi acuan bahwa kebiasaan swamedikasi
sudah dilakukan oleh masyarakat sejak lama dan digunakan sebagai pengobatan oleh
masyarakat. Hal ini bisa terjadi karena swamedikasi sering dilakukan oleh kalangan
petani yang sesuai dengan keadaan di Kabupaten Rembang (BPS Kab. Rembang,
2014).
Kebiasaan swamedikasi menurut Riskesdas (2013) dilihat dari tingginya nilai
penyimpanan obat di rumah, dan hasil penelitian menunjukkan sebanyak 84,5%
masyarakat menyimpan obat lain di rumah, obat ini termasuk obat resep dokter atau
obat swamedikasi yang dibeli oleh masyarakat. Padahal sisa obat resep atau obat
swamedikasi secara umum tidak boleh disimpan karena menyebabkan kesalahan
penggunaan (misused) atau disalahgunakan atau rusak dan kadaluarsa (Riskesdas,
2013). Penyimpanan obat akan berpengaruh kepada potensi obat. Sebagai contoh

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


63

sediaan oral seperti tablet, kapsul dan serbuk tidak boleh disimpan dalam tempat
lembab, karena menimbulkan pertumbuhan bakteri dan jamur. Dalam penyimpanan
obat harus diperhatikan juga tanggal kadaluarsa obat (BPOM, 2014). Informasi
tambahan yang mengenai penyimpanan obat ini yaitu dilakukannya penyimpanan obat
di dalam laci, lemari, kotak obat atau hanya diletakkan di meja saja. Jika hanya
diletakkan di meja hal ini akan menimbulkan salah penggunaan terlebih jika ada anak
kecil atau hewan peliharaan yang tidak mengetahui fungsi obat yang hanya disimpan
di meja (Sohair E Ali, 2010).

5.2.4. Raionalitas Obat Swamedikasi


Dari seluruh responden yang berada di Kabupaten Rembang tidak semuanya
melakukan pengobatan swamedikasi obat antinyeri secara rasional dan tepat. Pada
perilaku pengggunaan obat swamedikasi obat antinyeri dinilai dari beberapa sub
indikator yaitu tepat indikasi, tepat obat, tepat rute, tepat dosis, tepat frekuensi, tepat
pemakaian, tepat efek samping, tepat interaksi obat, dan tepat kontraindikasi.
Indikasi obat antinyeri untuk penanganan obat antinyeri penting diperhatikan
secara cermat, karena apabila salah indikasi obat maka akan menimbulkan kesalahan
obat yang akan digunakan, beberapa indikator yang digunakan untuk melihat
ketepatan indikasi yaitu kebiasaan membaca informasi sebelum meminum obat,
mengetahui obat yang akan diminum adalah obat mengurangi nyeri. Hasil dari
kuesioner yang dibagikan menunjukkan hanya 24,7% responden melakukan ketepatan
indikasi, banyak dari responden yang memiliki nilai buruk dan tidak memperhatikan
indikasi obat sebelum meminum obat antinyeri yaitu sekitar 75,3%. Hal ini
dikarenakan kebiasaan sebelumnya yang dilakukan responden meminum obat itu,
sudah mengetahui informasi dari petugas apotek atau dari iklan di televisi, tidak
tertulis informasinya di obat karena obat yang dibeli adalah berbentuk strip sehingga
responden memiliki kebiasaan buruk tidak membaca informasi obat yang ada. Padahal
kesalahan membaca informasi obat ini akan menimbulkan salah indikasi.
Selanjutnya yang dinilai dari ketepatan perilaku adalah tepat obat, hal ini perlu
dilakukan karena terkait dengan keinginan sendiri atau keikutsertaan apoteker dalam
menentukan pengobatan pasien di apotek. Pertanyaan yang diindikasikan sesuai
dengan tepat obat adalah jumlah obat yang sesuai dengan yang diminta dan
keikutsertaan apoteker dalam mempertimbangkan obat yang diinginkan oleh
responden. Hasilnya adalah 45,4% tepat obat dengan mempertimbangkan saran

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


64

apoteker serta mendapatkan obat yang sesuai permintaan responden dan nilai 54,6%
yang memiliki kekurangan dalam ketepatan penggunaan obat oleh responden.
Ketepatan responden dalam melakukan perilaku tepat obat ini berkait dengan dikenal
tidaknya Apoteker di kalangan masyarakat (U.Sushita, 2014)
Indikator lain yang dilihat tepat perilaku adalah tepat rute dan hasilnya 100%
responden memberikan jawaban bahwa penggunaan obat antinyeri secara
swamedikasi diberikan tepat rute, yaitu obat digunakan melalui oral dan jenis obatnya
ditelan, karena memang obat swamedikasi yang diteliti adalah jenis obat tablet dan
sirup saja, bukan jenis obat nonparenteral. Rute perlu diperhatikan dan menjadi
tanggung jawab apoteker, karena obat memiliki cara kerja yang berbeda-beda dan
rute akan bergantung kepada efektivitas obat di tubuh nantinya. Ada obat yang
memang dijaga untuk hancur di usus dan dijaga agar tidak hancur di mulut atau
lambung, namun ada juga obat yang harus hancur di mulut. Secara keseluruhan obat
antinyeri harus hancur di usus sehingga pemberian rute obat ini melalui mulut dan
ditelan. Hal lain kenapa rute harus diperhatikan dalam penggunaan obat adalah untuk
menjamin kualitas obat dan ketersediaan hayati obat dalam tubuh sehingga efek yang
ditimbulkan bukanlah efek samping namun efektivitas obat yang diinginkan (Godman
dan Gilman, 2006)
Selain beberapa indikator diatas, ada indikator lain yang perlu diperhatikan
dalam penggunaan obat antinyeri secara rasional. Hasil yang diperoleh melalui
kuesioner menunjukkan terdapat 56,7% responden benar dan tepat dosis sebelum
melakukan pengobatan nyeri secara swamedikasi dan bernilai 43,3% responden tidak
tepat dalam melihat dosis sebelum penggunaan obat antinyeri secara swamedikasi.
Alasan responden yang mengetahui dosis sebelum pemakaian obat karena terlebih
dahulu membaca petunjuk pemakaian tentang pembagian dosis baik pada anak atau
dewasa serta menanyakan itu ke apoteker yang berada di apotek saat itu. Dosis ini
perlu diperhatikan untuk menjadikan obat itu sesuai takarannya dan mengantisipasi
kelebihan dosis atau overdoses atau ketidakefektifan obat karena kekurangan dosis.
Pertanyaan yang mencakup dosis ini meliputi empat pertanyaan yang diajukan untuk
responden, yaitu selalu memperhatikan dosis, meminum dua tablet ketika lupa,
meminum dua kali dengan jarak yang berdekatan ketika nyeri kambuh dan meminum
obat satu tablet sekali minum. Hal-hal tersebut memang perlu ditanyakan kepada
responden, karena hal inilah yang terjadi di masyarakat sesuai dengan penelitian yang

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


65

dilakukan oleh Puji Pratiwi (2014) bahwa dari 100 responden di Surabaya hanya 80
orang yang melakukan cara minum dan jumlah minum obat yang tepat ketika ingin
mempercepat penyembuhan, terdapat 20 responden menyatakan mereka meminum
dua tablet ketika ingin menyembuhkan nyeri yang dialaminya, dan ini berkaitan
dengan bioavaibilitas obat di tubuh serta akumulasi obat yang ditubuh sehingga perlu
diperhatikan penggunaan dosis obat antinyeri yang dilakukan secara swamedikasi.
Indikator lainnya adalah ketepatan frekuensi (lama pemakaian) obat antinyeri
secara swamedikasi, subindikator dalam penilaian ketepatan frekuensi adalah
pertanyaan menghabiskan minum obat, meminum ketika muncul nyeri saja dan
meminum obat tiga kali dalam sehari. Hasil yang diperoleh hanya terdapat 24,7%
masyarakat menggunakan obat antinyeri tepat secara frekuensi dan ada 75,3%
masyarakat yang tidak tepat frekuensi dalam penggunaannya. Ketepatan frekuensi ini
dipantau untuk menjaga waktu paruh obat di tubuh, melihat bagaimana obat bisa tetap
berefek di waktu yang telah ditentukan atau obat tidak berefek lagi. Kebanyakan
masyarakat meminum obat nyeri ketika kambuh adalah dua kali dalam waktu yang
berdekatan, hal ini bertujuan agar penyakit yang diderita oleh pasien tersebut cepat
sembuh dengan berasumsi bahwa meminum obat penghilang nyeri dalam waktu yang
berdekatan akan menghilangkan nyeri dan tidak memperhatikan dosis atau akumulasi
obat yang ada.
Dilanjutkan indikator ketepatan perilaku responden yang menggunakan obat
secara aman dan rasional dilihat dari ketepatan perilaku memperhatikan efek samping.
Dari seluruh responden yang berada di Kabupaten Rembang melakukan penanganan
obat secara tidak rasional di sub indikator tepat efek samping, hanya sekitar 12,4%
masyarakat yang faham dan menjalankan kebiasaan memperhatikan efek samping dan
selebihnya 87,6% masyarakat tidak memperhatikan efek samping yang muncul.
Menurut MIMS (2008) efek samping obat antinyeri yang terjual bebas di masyarakat
adalah munculnya gangguan pencernaan dan mengantuk. Efek samping yang
ditimbulkan oleh suatu obat terkadang tidak perlu dilakukan tindakan medis untuk
mengatasinya, namun beberapa obat perlu diperhatikan secara lebih penanganannya
(BPOM, 2014). Efek samping tidak semua terjadi pada individu, terkadang ada
individu yang bisa mentolelir efek samping obat. Untuk mencegah terjadinya efek
samping yang lebih parah maka sebaiknya dilakukan penghentian obat dan segera
dikonsultasikan dengan tenaga medis terkait. Beberapa hal yang ditanyakan untuk

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


66

menilai ketepatan efek samping adalah penghentian minum obat ketika muncul efek
lain, selalu melihat tanggal kadaluarsa obat dan memperhatikan bentuk dan warna
sediaan obat untuk menghindari efek yang tidak diinginkan. Efek samping obat
golongan AINS (obat antinyeri) menurut Goodman & Gilman (2006) secara umum
memiliki efek samping perdarahan lambung, nefrotoksisitas, dan bronskopasme jika
obat tidak tepat digunakan.
Nilai lainnya yang dilihat adalah ketepatan interaksi obat, beberapa hal yang
menjadi penilaian ketepatan interaksi obat adalah obat lain yang dikonsumsi selain
obat antinyeri, membolehkan meminum obat lain, meminum obat dengan teh, kopi
dan buah. Interaksi obat terjadi antara obat dengan obat dan obat dengan makanan.
Nilai yang muncul untuk ketepatan interaksi obat adalah 97,9% tepat interaksi dan
hanya 2,1% tidak tepat interaksi obat. Ketidaktepatan interaksi obat ini dikarenakan
cara minum obat masyarakat ada yang sebagian meminum obat dengan teh karena
responden yang tidak biasa menelan obat dengan air putih. Interaksi obat ini perlu
diperhatikan, karena interaksi obat dengan obat akan menjadikan sistem kompetitor
satu sama lain antara satu obat dengan obat lain yang menjadikan salah satu obat
menjadi tidak aktif (Stockley Drug Interaction, 2000).
Penilaian ketepatan perilaku yang terakhir adalah ketepatan kontraindikasi
obat, nilai yang muncul terkait ketepatan kontraindikasi obat ini adalah 97,9%
mengetahui tepat kontraindikasi dan 2,1% tidak mengetahui ketepatan kontraindikasi.
Pertanyaan yang mendukung nilai ketepatan kontraindiaksi adalah pengetahuan
tentang informasi obat untuk wanita hamil dan menyusui dan tidak diperbolehkannya
meminum obat antinyeri untuk pasien penyakit asma. Banyak dari responden sudah
mengetahui dan melakukan kebiasaan memperhatikan yang berkaitan dengan
penyakit obat antinyeri. Hal ini karena sudah kebiasaan, bahwa pasien yang
mengalami kehamilan dan menyusui serta penyakit asma memiliki keistimewaan
dalam penggunaan obat antinyeri atau obat yang lainnya. Responden selalu bertanya
untuk penggunaan pasien wanita hamil dan menyusui kepada petugas apotek. Pada
pasien penyakit asma tidak diperbolehkan menggunakan obat antinyeri secara bebas
karena efek samping dari nyeri yang menjadikan bronkospasme terutama pada pasien
yang memiliki riwayat penyakit asma (Ioana Dana Alexa, 2014). Selain itu,
kurangnya responden yang kurang memperhatikan informasi pada kemasan primer
obat terkait kontraindikasi yang akan terjadi (ISO, 2014).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


67

Secara keseluruhan perilaku penggunaan obat tentang rasionalitas obat


antinyeri secara swamedikasi di daerah Kabupaten Rembang memiliki kategori benar
meskipun bedanya tipis dengan kategori salah yaitu hampir 6:4, benar: salah dan hal
ini bisa terjadi karena kurang adanya penyuluhan informasi obat di kalangan
masyarakat di Kabupaten Rembang serta ini juga menjadi tanggungjawab apoteker
juga untuk memastikan penggunaan obat yang tepat pada pasien terutama obat
swamedikasi.

5.2.5. Jumlah Pengguna Swamedikasi Obat Antinyeri


Jumlah pengguna swamedikasi obat antinyeri di Kabupaten Rembang selama
tiga minggu adalah 97 orang yang terdata dan bersedia mengisi kuesioner yang
diberikan peneliti. Dari 97 responden yang mengisi, ada delapan jenis obat yang
banyak dibeli oleh responden. yaitu Parasetamol 27,83%, Asam Mefenamat sebesar
21,64%, Piroksikam sebanyak 18,55%, Natrium Diklofenak 12,37%, Metampiron
8,24%, Ibuprofen sebanyak 7,12%, Kalium Diklofenak 2,06%, dan Meloksikam
2,06%. Berdasarkan nilai tersebut menunjukkan penggunaan obat antinyeri tertinggi
diduduki oleh Parasetamol, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di
Romania (2014) yang menyebutkan bahwa obat analgesik yang banyak digunakan
adalah Parasetamol sebesar 46,6% karena sifatnya sebagai obat bebas, dilanjutkan
Ibuprofen 30,4% dan Metamizole 12,7% (Ioana Dana Alexa, et.al, 2014). Penelitian
lain juga menunjukkan bahwa obat Parasetamol menduduki peringkat pertama
sebagai obat swamedikasi antinyeri di Arab Saudi sebesar 49,6% (Nahla Khamis
Ibragim et.al, 2015).
Obat golongan lain banyak yang berada di obat golongan keras yang
seharusnya tidak boleh digunakan secara sembarangan tanpa adanya resep dokter.
Menurut Depkes RI (2007) obat nyeri yang diperbolehkan secara bebas adalah
golongan Ibuprofen, Parasetamol dan Aspirin.
Swamedikasi yang sering dipakai oleh warga Kanada adalah Parasetamol 35%,
Ibuprofen 25%, Acetylacid 5%, Celecoxib 9 & sedangkan di USA yang sering
digunakan adalah Parasetamol 34%, Ibuprofen 28%, Acetylacid 18% dan Celecoxib
11% (CK Roley-Doucet, 2004).
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa 67 dari 97 obat yang digunakan oleh
responden termasuk golongan obat keras, dengan adanya obat keras yang digunakan
oleh masyarakat menunjukkan penggunaan obat yang tidak rasional (Riskesdas,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


68

2013). Pelarangan obat keras digunakan secara bebas karena pemakaian secara bebas
bisa berbahaya bahkan meracuni tubuh, memperparah penyakit, memicu munculnya
penyakit lain dan rusaknya organ-organ tubuh lain.
Sedangkan obat bebas terbatas yang ditemukan dalam penelitian berjumlah 4
buah. Obat bebas terbatas merupakan obat yang sebenarnya keras tetapi masih bisa
dibeli tanpa resep dokter. Obat golongan ini bebas tapi biasanya ditandai dengan
adanya peringatan pada kemasan obat. Logo yang terdapat khusus di kemasan ini
adalah logo lingkaran berwarna biru (TC 308) dengan garis tepian berwarna hitam
(SK Menkes RI No. 6355 tahun 1969).
Penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas memang diperbolehkan namun
dalam obat tersebut tidak diperbolehkan digunakan lebih dari lima hari jika penyakit
yang diderita tidak sembuh. Oleh karenanya kemasan obat bebas dan obat bebas
terbatas harus diberikan label atau tanda peringatan (SK MenKes RI No. 386 tahun
1994).
Obat antinyeri yang dijual bebas banyak terdiri dari jenis Parasetamol. Banyak
penelitian yang sama dan menunjukkan Parasetamol adalah obat yang terbukti banyak
diminati masyarakat untuk penggunaan bebas pereda nyeri. Selain itu Parasetamol
aman digunakan untuk wanita hamil, wanita menyusui dan anak-anak dibawah dua
tahun dengan dosis yang telah ditentukan (NHS Choices, 2015). Namun Parasetamol
memiliki efek yang tidak baik pula jika digunakan secara tidak rasional. Parasetamol
efektif digunakan sejak tahun 1960-an namun sejak itu insiden keracunan Parasetamol
juga semakin meningkat tiap tahunnya, sehingga perlu dibuat kelegalan status
Parasetamol menjadi obat yang diresepkan (C.L. Sheen, et.al, 2001).
Menurut U.S. National Library of Medicine tahun 2015 menyebutkan bahwa
Asam Mefenamat haruslah diresepkan oleh dokter karena masuk dalam kelas NSAID
yang bekerja menghentikan produksi tubuh dari zat yang menyebabkan nyeri, demam
atau radang karena obat Asam Mefenamat ini memiliki risiko lebih tinggi untuk
mengalami serangan jantung atau stroke.
Menurut AS Food and Drug Administration (FDA) menyebutkan bahwa obat
NSAID harus diberikan label karena memungkinkan meningkatkan serangan jantung
atau stroke. Menurut FDA obat over the counter non-aspirin sudah berisi informasi
tentang serangan jantung dan stroke. obat golongan NSAID termasuk Ibuprofen,
Naproxen, Diklofenak, dan Celecoxib tersedia dengan resep dan OTC. Risiko yang

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


69

terjadi adalah serangan jantung dan stroke yang menyebabkan kematian yang
sebelumnya sudah dijelaskan tahun 2005. Sehingga perlu adanya peringatan pada
kemasan atau tindak pencegahan dari label obat. Sehingga disini perlu ditambahkan
bahwa penggunaan bebas NSAID dapat meningkatkan risiko pada jantung dan stroke
pada pasien dengan atau tanpa penyakit jantung atau faktor risiko jantung pada
penggunaan jarak yang lama dan dosis yang lebih tinggi.
Penggunaan Obat NSAID jenis Diklofenak perlu diperhatikan karena NSAID
seperti Diklofenak dapat menyebabkan ulcer, pendarahan, atau lubang di perut atau
usus. Masalah-masalah ini dapat berkembang setiap saat selama pengobatan, dapat
terjadi tanpa gejala peringatan, dan dapat menyebabkan kematian. Risiko mungkin
lebih tinggi bagi orang-orang yang mengambil NSAID untuk waktu yang lama, lebih
tua dalam usia, memiliki kesehatan yang buruk, atau minum alkohol dalam jumlah
besar saat mengambil Diklofenak (FDA, 2015). Maka dari itu pasien harus sering
berkomunikasi dengan dokter jika mengambil salah satu obat berikut: antikoagulan
(pengencer darah) seperti Warfarin (Coumadin), Aspirin, NSAID lainnya seperti
Ibuprofen (Advil, Motrin) dan Naproxen (Aleve, Naprosyn) atau Steroid oral seperti
Deksametason (Decadron, Dexone), Methylprednisolone (Medrol), dan Prednison
(Deltasone). Juga memberitahu dokter jika memiliki atau pernah memiliki ulcer,
pendarahan di perut atau usus, atau gangguan perdarahan lainnya. Jika mengalami
salah satu gejala maka sebaiknya berhenti mengkonsumsi Diklofenak dan
menghubungi tim medis jika mulai terasa sakit perut, mulas, muntah berdarah atau
terlihat seperti bubuk kopi, darah dalam tinja, atau tinja berwarna hitam (FDA, 2015).
Secara umum obat antinyeri adalah obat NSAID, menurut FDA obat golongan
NSAID perlu diberikan label khusus dan ditebus dengan menggunakan resep karena:
1. Risiko serangan jantung atau stroke dapat terjadi pada awal minggu pertama
menggunakan NSAID. risiko dapat meningkat dengan penggunaan lebih lama
dari NSAID. Risiko muncul lebih besar pada dosis yang lebih tinggi.
2. Semua NSAID mungkin memiliki risiko yang sama. Informasi lebih baru
membuat kurang jelas bahwa risiko serangan jantung atau stroke adalah sama
untuk semua NSAID. Namun, informasi yang lebih baru ini tidak cukup bagi kita
untuk menentukan bahwa risiko dari setiap NSAID tertentu pasti lebih tinggi atau
lebih rendah dari setiap NSAID tertentu lainnya.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


70

3. NSAID dapat meningkatkan risiko serangan jantung atau stroke pada pasien
dengan atau tanpa penyakit jantung atau faktor risiko untuk penyakit jantung.
Sejumlah besar studi mendukung temuan ini, dengan berbagai perkiraan berapa
banyak risiko meningkat, tergantung pada obat dan dosis dipelajari.
4. Secara umum, pasien dengan penyakit jantung atau faktor risiko untuk itu
memiliki kemungkinan lebih besar terkena serangan jantung atau stroke berikut
penggunaan NSAID dibandingkan pasien tanpa faktor risiko ini karena mereka
memiliki risiko lebih tinggi pada awal.
5. Pasien yang diobati dengan NSAID setelah serangan jantung pertama lebih
mungkin untuk meninggal pada tahun pertama setelah serangan jantung
dibandingkan dengan pasien yang tidak diobati dengan NSAID setelah serangan
jantung pertama mereka.
6. Ada peningkatan risiko gagal jantung dengan penggunaan NSAID
Hasil penelitian yang didapatkan menunjukkan bebasnya penggunaan obat
keras di Apotek dan ini harusnya menjadi tanggung jawab apoteker untuk
mengendalikan obat yang boleh dijual bebas atau dijual dengan resep dokter. Sesuai
dengan tugas apoteker sebagai pengamat baik pengamat pelayan apotek atau
pengamat pelayanan dan perputaran obat di apotek (WHO, 1998).
Menurut PMK No.35 tahun 2014 menunjukkan bahwa pelayanan kefarmasian di
Apotek bertujuan untuk:
a. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak
rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety)
Dengan tujuan nomor tiga tentang melindungi pasien dan masyarakat dari
penggunaan obat yang rasional ini Apoteker sangat berperan terhadap pelayanan
swamedikasi yang terjadi di Apotek. Melihat dari perilaku yang dilakukan
masyarakat terhadap penggunaan obat swamedikasi ini menunjukkan bahwa
Apoteker disini harusnya memberikan perannya yaitu melindungi pasien dari
penggunaan obat yang tidak rasional. Pelaksanaan yang benar responden yang
menggunakan obat secara rasional menunjukkan nilai 54,6% dan 45,4%
menunjukkan pelaksanaan yang salah dalam penggunaan obat swamedikasi secara

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


71

rasional. Praktek Apoteker memang belum terlalu kuat di Apotek dan dia tidak
memberikan konseling pada pasien (Krishnagoudar Bhimaray et.al, 2012).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


7

BAB 6
PENUTUP

6.1. KESIMPULAN
1. Berdasarkan karakteristik dapat dilihat bahwa jenis kelamin yang mendominasi
adalah perempuan, usia responden yang tertinggi adalah usia diatas 30 tahun,
pekerjaan yang banyak dilakukan responden adalah petani, pendidikan responden
yang tertinggi adalah lulusan SLTP/MTs/Sederajat, dan responden yang paling
tinggi adalah responden dengan penghasilan rendah.
2. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa dua variabel tidak dapat
membuktikan adanya hubungan yang bermakna antara karakteristik responden dan
perilaku swamedikasi yaitu pekerjaan (p=0,304) dan tingkat penghasilan (p=0,228).
Adapun variabel yang lain yaitu jenis kelamin (p=0,020), usia (p=0,046), dan
pendidikan (p=0,047) secara statistik menunjukkan hubungan yang signifikan
dengan perilaku penggunaan obat antinyeri secara swamedikasi.
3. Perilaku responden menunjukkan 54,6% benar dalam melakukan swamedikasi dan
45,4% salah dalam melakukan swamedikasi.
4. Penggunaan obat antinyeri secara swamedikasi tertinggi diduduki oleh obat
Parasetamol serta obat lain seperti Asam Mefenamat, Piroksikam, Natrium
Diklofenak, Methampiron, Ibuprofen, Kalium Diklofenak, dan Meloksikam.

6.2. SARAN
1. Dinas Kesehatan Kabupaten Rembang hendaknya melakukan penyuluhan, seminar,
atau pengadaan poster tentang penggunaan obat swamedikasi secara rasional
2. Apoteker di apotek Kab. Rembang dapat menjadi tempat bertanya dari pasien dan
bisa lebih lama berada di Apotek sehingga informasi tentang penggunaan obat yang
tepat dan rasional dapat menyebar ke masyarakat sehingga bisa memperbaiki
perilaku masyarakat
3. Perlu penelitian lanjutan yang meneliti tentang sikap dan perilaku apoteker atau
tenaga kesehatan lain tentang fenomena swamedikasi di masyarakat

72 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


73

4. Perlu ditambahkan indikator mengenai kriteria inklusi dan eksklusi untuk responden
dan dicantumkannya poin-poin perilaku lain dalam instrumen penelitian seperti
keterjangkauan fasilitas kesehatan, lama penggunaan obat antinyeri, pendataan
jumlah obat yang sedang digunakan dan dibeli jika lebih dari satu obat, dan sistem
pertanyaan terbuka

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


74

DAFTAR PUSTAKA

A, Fehintola F dan Ganiyu AA. 2008. Prescreptions involving analgesic drugs at a


secondary helath facility in Ibadan Nigeria. Annals of Ibadan
Postgraduated Medicine Vol.6 No.2
Afolabi, A.O. 2012. Self Medication, Drug Dependency and Self-Managed Health
Cara- A Review. Nigeria: In Tech. Halaman 223-234
Alexa, Ioana Dana et.al. 2014. The Impact of Self-Medication with NSAID/
Analgesics in a North-Eastern Region of Romania. Farmacia, Vol.62, 6 1164-
1171
Ali, Abdul Nazer et. al. 2012. Self-medication practice among health care
professionals in a Private University, Malaysia. International Current
Pharmaceutical Journal, 1(10): 302-310
Ali, Sohair E, Mohamed I M Ibrahim, Subish Palaian. 2010. Medication Storage
and Self medication behaviour amongs female students in Malaysia.
Pharmacy Practice Granada 8 (4): 226-232
Amin, Sadia et.al. 2014. A Cross Sectional Study on Self-Medication with
Analgesics among Pharmacy Students of Lahore, Pakistan. Sci.Int.
(Lahore), 26(3), 1181-1185
Anderson, et al. 1974. Equity in Health Services. USA: Balinger Publishing Company
page 295
Anna, Beatrix Maria Fernandez. 2013. Studi Penggunaan Antibiotik Tanpa Resep
di Kabupaten Manggarai dan Manggarai Barat, NTT. Vol.2 No.2
Ariastuti, Reni. 2011. Profil Swamedikasi dan Hubungan antara Tingkat Pengetahuan
dengan Swamedikasi nyeri Kepala pada Masyarakat di Kecamatan Banyudono
Kabupaten Boyolali. Surakarta: UMS, halaman xiv
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI. 2010. Riset
Kesehatan Dasar 2010. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI. 2013. Riset
Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI, halaman 40

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


75

Basak, Subal Candra et.al. 2009. Community Pharmacy Practice in India: Past,
Present and Future. Community Pharmacy Practice in India. Southern Med
Review 2; 1:11-14
Bennadi D. 2014. Self-medication: A current challenge. J Basic Clin Pharma -
2014:5: 19-23
Bhimaray, Krishnagoudar et.al. 2012. The Key Role of Community Pharmacists
in Health Care System: An Overview. Universal Journal of Pharmacy, 01
(01) Page 46-51
BPOM. 2014. Menuju Swamedikasi yang Aman. Jakarta: Info POM. Halaman 3-5
BPS Kab. Rembang. 2016. http://rembangkab.bps.go.id/. Diakses tanggal 21
Januari 2016
BPS. 2016. https://www.bps.go.id/Subjek/view/id/6. Diakses tanggal 16 Juni 2016
CCP (Council on Credentialialing in Pharmacy) Washington DC . 2009. Scope of
Contemporary Pharmacy Practice: Roles, Responsibilities, and Functions
of Pharmacists and Pharmacy Technicians. Washington DC: Council on
Credentialing in Pharmacy, page 507-508
Dahlan, M. Sopiyudin. 2011. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi 5.
Jakarta: Salemba Medika
Dep. Farmakologi dan Terapeutik FK UI. 2009. Farmakologi dan Terapi Edisi 5.
Jakarta: FK UI
Depkes RI. 2007. Kompendia Obat Bebas Edisi 2, cetakan ketiga. Jakarta:
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan
Depkes RI. 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia
Derry, Sheena et.al. 2014. Single Dose dipyrone for acute postoperative pain.
Europe PMC founder group (9): CD003227
Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI. 2008. Materi
Pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Memilih Obat Bagi
Tenaga Kesehatan. Jakarta: Depkes RI, halaman 6-8
Djunarko, Ipang, Hendrawati. 2011. Swamedikasi yang Baik dan Benar. Yogyakarta:
Intan Sejati, hal 7-8
Doucet, CK Riley, et.al. 2004. Canadian and American Self-treatment of pain: a
comparison study. ISSN: 1445-6354

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


76

Ehde, Dawn M. 2014. Cognitive-Behavioral Therapy for Individual With Chronic


Pain. Vol. 69, No. 2, 153-166
Fithriya, Sulcha. 2014. Hubungan Karakteristik Orang Tua dengan Pengetahuan
dalam Pemberian Antibiotik pada Anak di Dusun Sonotengah Kabupaten
Malang. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, halaman: 62-77
Garrido, Pilar Carrasco, et.al. 2014. Predictive factors of self-medicated analgesic
use in Spanish adults: a cross-sectional national study. BMC
Pharmacology & Toxicology. 2050-0511/15/36
Gilman, Godman . 2011. Dasar Farmakologi dan Terapi Volume 2. Jakarta: EGC,
halaman 666-706.
Gunarsa, Dr. Singgih D. dan Ny.Y. Singgih D. Gunarasa. 2008. Psikologi Praktis:
Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta: Gunung Mulia
Hendrawan, H. 2003. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Ibu Balita dalam
Pencarian Pengobtaan pada Kasus-Kasus Balita dengan Gejala Pneumonia di
Kabupaten Serang Banten Tahun 2003. Tesis, 29, 33-37. Jakarta: Universitas
Indonesia
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknis
Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika
Ibrahim, Nahla Khamis, et.al. 2015. Self-medication with analgesics among
medical students and iterns in King Abdulaziz University, Jeddah, Saudi
Arabia. 31 (1): 14-18
ILO Indonesia. 2015. Tren Ketenagakerjaan dan Sosial di Indonesia. Jakarta: Kantor
Perburuhan Internasional Jakarta, halaman 71
Jong, Ton de 1996. Types and Qualities of Knowledge. Natherland: University of
Twente, page 5-7
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan
RI No.35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, halaman 3-4
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 1994. SK Menkes RI No. 386 tahun
1994. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 1969. SK Menkes RI No 6355 tahun
1970. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI . Halaman 1-7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


77

Lapau, Prof. Dr. Buchari, dr.MPH. 2013. Metode Penelitian Kesehatan, Metode
Ilmiah Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi Pedoman bagi mahasiswa S-
1, S-2, dan S-3. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, halaman 110.
Lilja J, Salek et al. 2008. Patient’s attitude and Behavior in Pharmaceutical
System Global Perspectives. page: 277-299.
Ningrum, Puji Pratiwi. 2014. Pengaruh Pengetahuan terhadap Perilaku
Swamedikasi Obat Anti-inflamasi Non-Steroid Oral pada Etnis Tionghoa
di Surabaya. Surabaya: Departemen Farmasi Komunitas, Fakultas Farmasi
UNAIR, halaman 36-40.
Notoatmodjo, Suekidjo. 1993. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Kesehatan. Yogyakarta: Andi Offset
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta, halaman: 164
Novia, Septiani. 2014. Pemahaman Masyarakat Terhadap Swamedikasi Influenza di Desa
Moahudu Kecamatan Tabongo Kabupaten Gorontalo. Gorontalo: UNG,
halaman:14
Panagakou, Sotria G, et.al. 2010. Risk Factors of Antibiotik Misuse for Upper Respiratory
Tract Infection ion Children: Result from a Cross-sectional Knowledge-Attitude-
Practice Study in Greece. International Schlarly Research Network Vol 2012,
Article ID 685302, 8 pages
Palilati, Defriyanti. 2014. Gambaran Swamedikasi Menggunakan Obat Analgetika-
Antipiretika oleh Masyarakat di Desa Daena, Kecamatan Limboto Barat tahun
2013. Gorontalo: UNG, halaman: 14
Pemerintah Kabupaten Rembang. 2014. http://www.rembangkab.go.id/ . diakses 1
Desember 2015
Pemerintah Kabupaten Rembang. 2015. Profil Kesehatan Kabupaten Rembang
2014. Rembang: Dinas Kesehatan Kabupaten Rembang, halaman 3-5
Purwanti, Angki. Harianto, Subidjo Supardi. 2004. Gambaran Pelaksanaan
Standar Pelayanan Farmasi di Apotek DKI Jakarta tahun 2003. Majalah
Ilmu Kefarmasian, Vol.I, No.2. Halaman: 102-115
Shanker. 2002. Self-medication and non-doctor Prescription Practice in Pokhara
Valley, Western Nepal: a Questionnare based study. Nepal: BMC Family
Practice, 3: 1-7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


78

Sharif, Suleiman I et.al. 2015. Self-Medication Practice among Pharmacist in


UEA. Pharmacology & Pharmacy, 6, 428-435
Sheen, C.L. J.F. Dillon. 2001. Paracetamol Toxixity: Epidimiology Prevention
And Costs to the Health Care System. US
Siponen, Sanna et.al. 2014. Children’s Health, Self-Care and the Use of Self-
Medication: A population-based study in Finland. ISSN-L: 1798-5706
Sugiarto, Yoanna Rissa Mayasari. 2008. Hubungan Tingkat Pendidikan dan Tingkat
Penghasilan dengan Perilaku Swamedikasi Penyakit Batuk Oleh Ibu-Ibu di
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Univ Sanata Dharma
Sumantri, Dr. H. Arif. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Kencana
Supadmi, Woro. 2013. Gambaran Pasien Geriatri yang Melakukan Swamedikasi di
Kabupaten Sleman. Pharmaciana Vol.2 No.2: 45-50
Supardi S dan Notosiswoyo, M. 2005. Pengobatan Senidiri Sakit Kepala, Demam, Batuk
dan Pilek pada Masyarakat di Desa Ciwalen, Kecamatan Warungkondang
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dalam Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. II, No.3
134-144
Sushita, U et.al. 2012. Self Medication Practice- Prespective of Rural South India.
International Journal of Community Pharmacy, Volume 5, Number 3, p 12-
19
Syeima, Corin Nur 2009. Gambaran Pengetahuan dan Karakteristik Masyarakat
RW 08 Kelurahan Pisangan Barat Ciputat tentang Pengobatan Sendiri
terhadap Nyeri Menggunakan Obat Anti Nyeri. Jakarta: Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, halaman 19-
30
TA, Drs Moch. Imron dan Dr.Amrul Munif, Msc, Apt. 2010. Metodologi
Penelitian Bidang Kesehatan. Jakarta: Sagung Seto
Tjay, H.T dan Kirana Rahardja. 2012. Obat-obat Penting. Jakarta: Elex Media
Komputindo, halaman 312-319.
Tse, M.H.W., Chung, J.T.N. andMunro, J.G.C. (1989).Self-medicationamong secondary
school pupils in Hong Kong: a descriptivestudy. Family Practice, Vol.6, No.4,pp.
303-306.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


79

WHO. 1974. http://www.who.int/trade/glossary/story046/en/ . Diakses tanggal 22


Januari 2016
WHO. 1998. The Role of the Pharmacist in Self-Care and Self-Medication.
Geneva: WHO (unpublished document WHO/DAP/98.13)
http://apps.who.int/medicinedocs/en/d/Jwhozip32e/ . Diakses tanggal 11
November 2015, page: 2-7
WHO. 2000. Drug Information. Geneva: World Health Organization. Page: 1
WHO. 2006. Developing Pharmacy Practice: A focus on patient care. Geneva:
Department of Medicine Policy and Standards. Page: 3
Zainuddin,Muhammad.2011.MetodologiPenelitian
Kefarmasiandan
Kesehatan. Surabaya: Airlangga University Press

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


80

Lampiran 1: Surat Permohonan Izin Penelitian dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


81

Lampiran 2: Surat Izin melakukan penelitian di Apotek Kabupaten Rembang dari


Kantor Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


82

Lampiran 3: Surat Izin melakukan penelitian di Apotek Kabupaten Rembang dari


Dinas Kesehatan Kabupaten Rembang

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


83

Lampiran 4: Surat Keterangan melakukan Penelitian dari apotek A

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


84

Lampiran 5: Surat Keterangan melakukan Penelitian dari apotek B

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


85

Lampiran 6: Surat Keterangan melakukan Penelitian dari apotek C

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


86

Lampiran 7: Hasil Uji Reliabilitas (1)

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 20 100.0

Excludeda 0 .0

Total 20 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the


procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items

.344 25

Item-Total Statistics

Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Deleted

VAR00001 37.1000 8.200 .032 .348


VAR00002 37.2500 8.513 -.072 .372

VAR00003 37.2500 8.618 -.107 .381

VAR00004 37.0000 8.105 .076 .337

VAR00005 36.9500 7.945 .147 .320

VAR00006 37.1500 8.555 -.088 .377

VAR00007 37.0000 7.684 .233 .298

VAR00008 37.0000 8.000 .114 .327

VAR00009 36.9500 8.997 -.235 .405

VAR00010 37.0500 7.313 .364 .262

VAR00011 37.1500 6.766 .572 .200

VAR00012 36.9500 8.050 .107 .329

VAR00013 37.1000 7.463 .298 .279

VAR00014 37.1000 7.568 .259 .289

VAR00015 37.0500 8.787 -.162 .393

VAR00016 37.0000 7.158 .442 .243

VAR00017 37.1000 7.674 .220 .300

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


87

VAR00018 37.1000 8.516 -.074 .373


VAR00019 37.0000 9.684 -.449 .452

VAR00020 36.8500 8.029 .154 .321

VAR00021 36.8500 8.134 .108 .330

VAR00022 37.0000 7.895 .153 .318

VAR00023 37.1000 8.411 -.039 .365

VAR00024 36.9000 7.884 .190 .311


VAR00025 37.0000 7.895 .153 .318

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


88

Lampiran 8: Hasil Uji Reliabilitas (2)

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 20 100.0

Excludeda 0 .0

Total 20 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items

.460 24

Item-Total Statistics

Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Deleted

VAR00001 36.2500 11.145 -.204 .501


VAR00002 36.3500 10.450 .015 .469

VAR00003 36.3500 10.661 -.051 .480

VAR00004 36.3000 9.379 .395 .401

VAR00005 36.5000 9.421 .334 .408

VAR00006 36.3500 10.345 .048 .463

VAR00007 36.4000 9.305 .384 .399

VAR00008 36.5000 10.053 .129 .448

VAR00009 36.5000 11.842 -.388 .539

VAR00010 36.4500 9.839 .199 .435

VAR00011 36.5000 9.105 .442 .386

VAR00012 36.5500 9.313 .373 .401

VAR00013 36.5000 9.000 .479 .378

VAR00014 36.4000 9.726 .242 .427

VAR00015 36.4500 10.892 -.123 .494

VAR00016 36.4500 8.997 .483 .378

VAR00017 36.3500 10.029 .151 .444

VAR00018 36.4000 10.989 -.152 .498

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


89

VAR00019 36.4000 11.305 -.243 .513


VAR00020 36.3500 9.924 .186 .438

VAR00021 36.3500 9.292 .404 .397

VAR00022 36.4500 10.576 -.030 .478

VAR00023 36.4500 10.682 -.062 .483

VAR00024 36.4500 9.945 .165 .442

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


90

Lampiran 9: Pengolahan data


1. ANALISIS KARAKTERISTIK RESPONDEN
a02 jenis kelamin :

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

laki laki 47 48,5 48,5 48,5


Valid perempuan 50 51,5 51,5 100,0
Total 97 100,0 100,0

a05 bidang pekerjaan :


Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent

nelayan 5 5,2 5,2 5,2


petani 21 21,6 21,6 26,8
wiraswasta 11 11,3 11,3 38,1
Valid
guru 9 9,3 9,3 47,4
lainnya 51 52,6 52,6 100,0
Total 97 100,0 100,0

a06 pendidikan terakhir:


Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent

TIDAK SEKOLAH 4 4,1 4,1 4,1


SD/ MI/ SEDERAJAT 22 22,7 22,7 26,8
SLTP/ MTs/ SEDERAJAT 35 36,1 36,1 62,9
Valid
SLTA/ MA/ SEDERAJAT 24 24,7 24,7 87,6
DIPLOMA/ SARJANA 12 12,4 12,4 100,0
Total 97 100,0 100,0

a07 penghasilan:
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent

kurang dari Rp.1.500.000 52 53,6 53,6 53,6


Rp.1.500.000-Rp.3.000.000 39 40,2 40,2 93,8
Valid
lebih dari Rp.3.000.000 6 6,2 6,2 100,0
Total 97 100,0 100,0

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


91

2. ANALISIS PROFIL SWAMEDIKASI

b01 apakah anda pernah melakukan swamedikasi (pengobatan tampa harus


datang ke dokter)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Ya 76 78,4 78,4 78,4


Valid Tidak 21 21,6 21,6 100,0
Total 97 100,0 100,0

b02 apakah anda mengetahui swamedikasi sebelumnya?

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Ya 49 50,5 64,5 64,5


Valid Tidak 27 27,8 35,5 100,0

Total 76 78,4 100,0


Missing System 21 21,6
Total 97 100,0

b03 darimana anda mengetahui tentang swamedikasi?


Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent

nenek moyang 4 4,1 5,3 5,3


keluarga/ tetangga/ sahabat 27 27,8 35,5 40,8
dokter/ perawat/ apoteker 13 13,4 17,1 57,9
Valid
iklan tv/ radio/ majalah/ 32 33,0 42,1 100,0
internet
Total 76 78,4 100,0
Missing System 21 21,6
Total 97 100,0

b04 apa alasan anda melakukan swamedikasi?

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

pengalaman sebelumnya 28 28,9 36,8 36,8


Valid saran dari teman/ anggota 26 26,8 34,2 71,1
keluarga

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


92

tidak ada waktu untuk 16 16,5 21,1 92,1


periksa ke dokter
biaya periksa ke dokter 6 6,2 7,9 100,0
mahal
Total 76 78,4 100,0
Missing System 21 21,6
Total 97 100,0

b05 apakah obat yang sering anda gunakan?

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Modern 73 75,3 96,1 96,1


Valid tradisional/ jamu 3 3,1 3,9 100,0

Total 76 78,4 100,0


Missing System 21 21,6
Total 97 100,0

b07 dimana tempat anda membeli obat?


Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent

Valid apotek 97 100,0 100,0 100,0

b08 apakah anda menyimpan obat lain di dalam rumah?


Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent

Ya 82 84,5 84,5 84,5


Valid tidak 15 15,5 15,5 100,0
Total 97 100,0 100,0

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


93

3. ANALISIS HUBUNGAN (CHI-SQUARE) ANTARA KARAKTERISTIK DAN


PERILAKU (RASIONALITAS OBAT)

a02 jenis kelamin : * tepat perilaku Crosstabulation

tepat perilaku

buruk baik Total

a02 jenis kelamin : laki laki Count 27 20 47

% within a02 jenis kelamin


57.4% 42.6% 100.0%
:

% within tepat perilaku 61.4% 37.7% 48.5%

perempuan Count 17 33 50

% within a02 jenis kelamin


34.0% 66.0% 100.0%
:

% within tepat perilaku 38.6% 62.3% 51.5%

Total Count 44 53 97

% within a02 jenis kelamin


45.4% 54.6% 100.0%
:

% within tepat perilaku 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 5.374a 1 .020


b
Continuity Correction 4.469 1 .035

Likelihood Ratio 5.421 1 .020

Fisher's Exact Test .026 .017

Linear-by-Linear Association 5.318 1 .021


b
N of Valid Cases 97

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21,32.

b. Computed only for a 2x2 table

umur * tepat perilaku Crosstabulation

tepat perilaku

buruk baik Total

umur Muda Count 11 7 18

% within umur 61.1% 38.9% 100.0%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


94

% within tepat perilaku 25.0% 13.2% 18.6%

Tua Count 33 46 79

% within um 41.8% 58.2% 100.0%

% within tepat perilaku 75.0% 86.8% 81.4%

Total Count 44 53 97

% within umur 45.4% 54.6% 100.0%

% within tepat perilaku 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 2.212a 1 .046


Continuity Correctionb 1.501 1 .010

Likelihood Ratio 2.209 1 010

Fisher's Exact Test .190 .110

Linear-by-Linear Association 2.189 1 .006

N of Valid Casesb 97

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,16.

b. Computed only for a 2x2 table

bidang pekerjaan * tepat perilaku Crosstabulation

tepat perilaku

buruk baik Total

bidang pekerjaan Nelayan Count 3 2 5

% within bidang pekerjaan 60.0% 40.0% 100.0%

% within tepat perilaku 6.8% 3.8% 5.2%

Petani Count 13 8 21

% within bidang pekerjaan 61.9% 38.1% 100.0%

% within tepat perilaku 29.5% 15.1% 21.6%

Wiraswasta Count 4 7 11

% within bidang pekerjaan 36.4% 63.6% 100.0%

% within tepat perilaku 9.1% 13.2% 11.3%

Guru Count 5 4 9

% within bidang pekerjaan 55.6% 44.4% 100.0%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


95

% within tepat perilaku 11.4% 7.5% 9.3%

Lain Count 19 32 51

% within bidang pekerjaan 37.3% 62.7% 100.0%

% within tepat perilaku 43.2% 60.4% 52.6%

Total Count 44 53 97

% within bidang pekerjaan 45.4% 54.6% 100.0%

% within tepat perilaku 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value df sided)

Pearson Chi-Square 4.840a 4 .304


Likelihood Ratio 4.858 4 .302

Linear-by-Linear Association 3.207 1 .073

N of Valid Cases 97

a. 5 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum


expected count is 2,27.

Pendidikan terakhir * tepat perilaku Crosstabulation

tepat perilaku

buruk baik Total

terakhir tidak sekolah Count 1 3 4

% within terakhir 25.0% 75.0% 100.0%

% within tepat perilaku 2.3% 5.7% 4.1%

SD/MI/SEDERAJAT Count 9 13 22

% within terakhir 40.9% 59.1% 100.0%

% within tepat perilaku 20.5% 24.5% 22.7%

SLTP/MTS/SEDERAJAT Count 17 18 35

% within terakhir 48.6% 51.4% 100.0%

% within tepat perilaku 38.6% 34.0% 36.1%

SLTA/MA/SEDERAJAT Count 10 14 24

% within terakhir 41.7% 58.3% 100.0%

% within tepat perilaku 22.7% 26.4% 24.7%

DIPLOMA/STRATA Count 5 7 12

% within terakhir 41.7% 58.3% 100.0%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


96

% within tepat perilaku 9.4% 15.9% 12.4%

Total Count 42 55 97

% within terakhir 43.2% 56.7% 100.0%

% within tepat perilaku 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value df sided)

Pearson Chi-Square 1.937a 4 .047


Likelihood Ratio 1.975 4 .040

Linear-by-Linear Association .875 1 .050

N of Valid Cases 97

a. 2 cells (20,0%) have expected count less than 5. The minimum


expected count is 1,81.

Penghasilan perbulan * tepat perilaku Crosstabulation

tepat perilaku

buruk baik Total

perbulan kurang Count 26 26 52

% within perbulan 50.0% 50.0% 100.0%

% within tepat perilaku 59.1% 49.1% 53.6%

sedang Count 14 25 39

% within perbulan 35.9% 64.1% 100.0%

% within tepat perilaku 31.8% 47.2% 40.2%

tinggi Count 4 2 6

% within perbulan 66.7% 33.3% 100.0%

% within tepat perilaku 9.1% 3.8% 6.2%

Total Count 44 53 97

% within perbulan 45.4% 54.6% 100.0%

% within tepat perilaku 100.0% 100.0% 100.0%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


97

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value df sided)

Pearson Chi-Square 2.960a 2 .228


Likelihood Ratio 2.988 2 .224

Linear-by-Linear Association .142 1 .706

N of Valid Cases 97

a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum


expected count is 2,72.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


98

4. ANALISIS RASIONALITAS OBAT


tepat perilaku

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid buruk 44 45.4 45.4 45.4

baik 53 54.6 54.6 100.0

Total 97 100.0 100.0

tepat indikasi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid buruk 73 75.3 75.3 75.3

baik 24 24.7 24.7 100.0

Total 97 100.0 100.0

tepat obat
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid buruk 53 54.6 54.6 54.6

baik 44 45.4 45.4 100.0

Total 97 100.0 100.0

tepat rute
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid baik 97 100.0 100.0 100.0

tepat dosis
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid buruk 42 43.3 43.3 43.3

baik 55 56.7 56.7 100.0

Total 97 100.0 100.0

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


99

tepat frekuensi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid buruk 73 75.3 75.3 75.3

baik 24 24.7 24.7 100.0

Total 97 100.0 100.0

tepat efek samping


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid buruk 85 87.6 87.6 87.6

baik 12 12.4 12.4 100.0

Total 97 100.0 100.0

tepat interaksi obat


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid buruk 2 2.1 2.1 2.1

baik 95 97.9 97.9 100.0

Total 97 100.0 100.0

tepat kontraindikasi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid buruk 2 2.1 2.1 2.1

baik 95 97.9 97.9 100.0

Total 97 100.0 100.0

c13 obat diminum 1 jam setelah makan


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid baik 37 38.1 38.1 38.1

buruk 60 61.9 61.9 100.0

Total 97 100.0 100.0

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


100

Lampiran 10: Kuesioner Penelitian (validasi 1)

NO.RESPONDEN:

KUESIONER PENELITIAN

Kepada Yth.
Bapak/ Ibu/ Saudara/i
Di Apotek seluruh Wilayah Kabupaten Rembang

Assalamua’alaikum warohmatullahi

wabarokatuh

Salam Hormat,
Perkenalkan nama saya Ikhda Khullatil Mardliyah, mahasiswi Program Studi
Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
angkatan 2012. Saya sedang melakukan penelitian skripsi dengan Judul “FAKTOR-
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU PASIEN SWAMEDIKASI
OBAT ANTINYERI DI APOTEK KABUPATEN
REMBANG TAHUN 2016”. Oleh karena itu, saya meminta kesediaan Anda untuk
menjadi responden dalam penlitian saya dan mengisi semua pertanyaan di
Kuesioner ini dengan jujur dan objektif sesuai dengan kondisi yang terjadi.
Kuesioner ini akan dijaga kerahasiaannya dan hanya diketahui oleh peneliti. Bila
Bapak/ Ibu/ Saudara/i bersedia, silahkan menandatangani lembar persetujuan
dibawah ini. Atas kesediaan Bapak/ Ibu/ Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini
dengan lengkap dan jujur saya mengucapkan terimakasih.

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN


Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bersedia untuk menjadi
responden penelitian ini dan saya memahami dan menyadari bahwa penelitian ini
bersifat rahasia dan tidak akan mempengaruhi atau mengakibatkan hal yang
merugikan bagi saya. Oleh karena itu saya bersedia menjadi responden dalam
penelitian ini dan saya bersedia dihubungi kembali untuk dimintai informasi lebih
lanjut jika itu dibutuhkan.

Rembang, 2016
Menyetujui

(..................................................)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
101

KUESIONER PENELITIAN

Peetunjuk pengisian
Isilah lembar kuesioner sesuai dengan apa yang anda rasakan atau sesuai dengan data anda.

A. Identitas Responden
Nama :
Jenis jenis kelamin : Laki Laki Wanita
USIA :..................TAHUN
Alamat :
No. Telepon. HP :
Bidang pekerjaan : Nelayan Wiraswasta
Petani Guru
Pendidikan terakhir : Tidak sekolah SD/Sederajat
SLTP/Sederajat SLTA/ Sederajat
Diploma/S1/S2
Penghasilan perbulan : < Rp. 1.500.000 >Rp. 3.000.000
Rp.1.500.000-Rp.3.000.000

B. Profil Swamedikasi
B01 Apakah anda pernah 1. Ya
melakukan swamedikasi? 2. Tidak (lanjut ke nomor B06)
(pengobatan tanpa harus
datang ke dokter)
B02 Apakah anda mengetahui 1. Ya
swamedikasi sebelumnya? 2. Tidak
B03 Darimana anda mengetahui 1. Nenek moyang
tentang swamedikasi? 2. Keluarga/ Tetangga/ sahabat
3. Dokter/ perawat/ apoteker
4. Iklan TV/ Radio/ majalah/ internet
B04 Apa swamedikasi menurut 1. Konsumsi obat-obatan tanpa harus
anda? datang ke dokter
2. Pengobatan diri sendiri tanpa
pengawasan profesional (dokter,
apoteker, perawat) sehingga dapat
meringankan penyakit atau kondisi
medis
3. Pengambilan resep kedua untuk
pengobatan diri sendiri
4. Penggunaan obat oleh seseorang untuk
merawat dan mengurangi gejala yang di
alami
5. Penggunaan obat Out the counter
(OTC) atau obat bebas dan obat bebas

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


102

terbatas untuk mengurangi penyakit


6. Penggunaan obat alternatif (obat
herbal)
B05 Apa alasan anda melakukan 1. Pengalaman sebelumnya
swamedikasi? 2. Saran dari teman/ anggota keluarga
3. Tidak ada waktu untuk periksa ke
dokter
4. Biaya periksa ke dokter yang mahal
B06 Apakah obat yang anda 1. Modern
sering gunakan? 2. Tradisional/ jamu
3. Pengobatan tradisional/ akupuntur/
bekam
4. Lainnya ...
B07 Sebutkan nama obat yang
anda gunakan saat ini
B08 Dimana tempat anda 1. Apotek
membeli obat? 2. Warung
3. Swalayan
4. Toko obat
5. Lainnya ...
B09 Apakah anda menyimpan 1. Ya
obat lain yang anda beli 2. Tidak
dirumah?
B10 Dimana anda 1. Lemari/ laci
menyimpannya? 2. Kotak obat
3. Kulkas
4. Lainnya ...

C. Perilaku Swamedikasi
C01 Selalu membaca informasi obat yang akan 1. Ya 2. Tidak
diminum
C02 Obat yang diminum adalah obat mengurangi 1. Ya 2. Tidak
nyeri
C03 Jumlah obat yang didapatkan sesuai dengan 1. Ya 2. Tidak
yang diminta
C04 Jumlah obat adalah 10 buah 1. Ya 2. Tidak
C05 Meminum obat melalui oral/ mulut 1. Ya 2. Tidak
C06 Meminum obat dengan cara ditelan 1. Ya 2. Tidak
C07 Memperhatikan dosis sebelum meminum obat 1. Ya 2. Tidak

C08 Meminum obat 2 tablet/ lebih ketika lupa 1. Ya 2. Tidak

C09 Meminum obat 2 kali dengan jarak berdekatan 1. Ya 2. Tidak


ketika nyeri kambuh
C10 Meminum obat 1 tablet sekali minum 1. Ya 2. Tidak
C11 Meminum obat sampai habis 1. Ya 2. Tidak
C12 Meminum obat jika terasa sakit saja 1. Ya 2. Tidak
C13 Meminum obat 3 kali dalam sehari 1. Ya 2. Tidak

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


103

C14 Obat diminum 1 jam setelah makan 1. Ya 2. Tidak


C15 Menghentikan minum obat ketika muncul efek 1. Ya 2. Tidak
lain, seperti mual dan pusing
C16 Melihat tanggal berlaku obat sebelum 1. Ya 2. Tidak
meminum obat
C17 Memperhatikan bentuk dan warna obat sebelum 1. Ya 2. Tidak
meminum obat
C18 Memilih obat sesuai keinginan tanpa 1. Ya 2. Tidak
mempertimbangkan saran apoteker
C19 Meminum obat lain (selain nyeri) dalam waktu 1. Ya 2. Tidak
yang sama
C20 Bertanya apakah boleh meminum obat 1. Ya 2. Tidak
bersamaan kepada petugas apotek
C21 Meminum obat dengan teh 1. Ya 2. Tidak
C22 Meminum obat dengan kopi 1. Ya 2. Tidak
C23 Meminum obat dengan buah 1. Ya 2. Tidak
C24 Mencari tahu informasi obat tersebut dilarang 1. Ya 2. Tidak
untuk siapa saja (seperti wanita hamil dan
menyusui)
C25 Boleh meminum obat nyeri dengan penyakit 1. Ya 2. Tidak
asma

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


104

Lampiran 11: Kuesioner Penelitian (validasi 2)

NO.RESPONDEN:

KUESIONER PENELITIAN

Kepada Yth.
Bapak/ Ibu/ Saudara/i
Di Apotek seluruh Wilayah Kabupaten Rembang

Assalamua’alaikum warohmatullahi

wabarokatuh

Salam Hormat,
Perkenalkan nama saya Ikhda Khullatil Mardliyah, mahasiswi Program Studi
Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
angkatan 2012. Saya sedang melakukan penelitian skripsi dengan Judul “FAKTOR-
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU PASIEN SWAMEDIKASI
OBAT ANTINYERI DI APOTEK KABUPATEN
REMBANG TAHUN 2016”. Oleh karena itu, saya meminta kesediaan Anda untuk
menjadi responden dalam penlitian saya dan mengisi semua pertanyaan di
Kuesioner ini dengan jujur dan objektif sesuai dengan kondisi yang terjadi.
Kuesioner ini akan dijaga kerahasiaannya dan hanya diketahui oleh peneliti. Bila
Bapak/ Ibu/ Saudara/i bersedia, silahkan menandatangani lembar persetujuan
dibawah ini. Atas kesediaan Bapak/ Ibu/ Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini
dengan lengkap dan jujur saya mengucapkan terimakasih.

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN


Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bersedia untuk menjadi
responden penelitian ini dan saya memahami dan menyadari bahwa penelitian ini
bersifat rahasia dan tidak akan mempengaruhi atau mengakibatkan hal yang
merugikan bagi saya. Oleh karena itu saya bersedia menjadi responden dalam
penelitian ini dan saya bersedia dihubungi kembali untuk dimintai informasi lebih
lanjut jika itu dibutuhkan.

Rembang, 2016
Menyetujui

(..................................................)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


105

KUESIONER PENELITIAN

Peetunjuk pengisian
Isilah lembar kuesioner sesuai dengan apa yang anda rasakan atau sesuai dengan data anda.

B. Identitas Responden
Nama :
Jenis jenis kelamin : Laki Laki Wanita
USIA :..................TAHUN
Alamat :
No. Telepon. HP :
Bidang pekerjaan : Nelayan Wiraswasta
Petani Guru
Pendidikan terakhir : Tidak sekolah SD/Sederajat
SLTP/Sederajat SLTA/ Sederajat
Diploma/S1/S2
Penghasilan perbulan : < Rp. 1.500.000 >Rp. 3.000.000
Rp.1.500.000-Rp.3.000.000

B. Profil Swamedikasi
B01 Apakah anda pernah 1. Ya
melakukan swamedikasi? 2. Tidak (lanjut ke nomor B06)
(pengobatan tanpa harus
datang ke dokter)
B02 Apakah anda mengetahui 1. Ya
swamedikasi sebelumnya? 2. Tidak
B03 Darimana anda mengetahui 1. Nenek moyang
tentang swamedikasi? 2. Keluarga/ Tetangga/ sahabat
3. Dokter/ perawat/ apoteker
4. Iklan TV/ Radio/ majalah/ internet
B04 Apa alasan anda melakukan 1. Pengalaman sebelumnya
swamedikasi? 2. Saran dari teman/ anggota keluarga
3. Tidak ada waktu untuk periksa ke
dokter
4. Biaya periksa ke dokter yang mahal
B05 Apakah obat yang anda 1. Modern
sering gunakan? 2. Tradisional/ jamu
3. Pengobatan tradisional/ akupuntur/
bekam
4. Lainnya ...
B06 Sebutkan nama obat yang
anda gunakan saat ini
B07 Dimana tempat anda 1. Apotek
membeli obat? 2. Warung
3. Swalayan
4. Toko obat
5. Lainnya ...

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


106

B08 Apakah anda menyimpan 1. Ya


obat lain yang anda beli 2. Tidak
dirumah?
B09 Dimana anda 1. Lemari/ laci
menyimpannya? 2. Kotak obat
3. Kulkas
4. Lainnya ...

C. Perilaku Swamedikasi
C01 Selalu membaca informasi obat yang akan 1. Ya 2. Tidak
diminum
C02 Obat yang diminum adalah obat mengurangi 1. Ya 2. Tidak
nyeri
C03 Jumlah obat yang didapatkan sesuai dengan 1. Ya 2. Tidak
yang diminta
C04 Meminum obat melalui oral/ mulut 1. Ya 2. Tidak
C05 Meminum obat dengan cara ditelan 1. Ya 2. Tidak
C06 Memperhatikan dosis sebelum meminum obat 1. Ya 2. Tidak
C07 Meminum obat 2 tablet/ lebih ketika lupa 1. Ya 2. Tidak
C08 Meminum obat 2 kali dengan jarak berdekatan 1. Ya 2. Tidak
ketika nyeri kambuh
C09 Meminum obat 1 tablet sekali minum 1. Ya 2. Tidak
C10 Meminum obat sampai habis 1. Ya 2. Tidak
C11 Meminum obat jika terasa sakit saja 1. Ya 2. Tidak
C12 Meminum obat 3 kali dalam sehari 1. Ya 2. Tidak
C13 Obat diminum 1 jam setelah makan 1. Ya 2. Tidak
C14 Menghentikan minum obat ketika muncul efek 1. Ya 2. Tidak
lain, seperti mual dan pusing
C15 Melihat tanggal berlaku obat sebelum 1. Ya 2. Tidak
meminum obat
C16 Memperhatikan bentuk dan warna obat sebelum 1. Ya 2. Tidak
meminum obat
C17 Memilih obat sesuai keinginan tanpa 1. Ya 2. Tidak
mempertimbangkan saran apoteker
C18 Meminum obat lain (selain nyeri) dalam waktu 1. Ya 2. Tidak
yang sama
C19 Bertanya apakah boleh meminum obat 1. Ya 2. Tidak
bersamaan kepada petugas apotek
C20 Meminum obat dengan teh 1. Ya 2. Tidak
C21 Meminum obat dengan kopi 1. Ya 2. Tidak
C22 Meminum obat dengan buah 1. Ya 2. Tidak
C23 Mencari tahu informasi obat tersebut dilarang 1. Ya 2. Tidak
untuk siapa saja (seperti wanita hamil dan
menyusui)
C24 Boleh meminum obat nyeri dengan penyakit 1. Ya 2. Tidak
asma

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Anda mungkin juga menyukai