Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pasien Swamedikasi Obat Antinyeri Di Apotek Kabupaten Rembang Tahun 2016
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pasien Swamedikasi Obat Antinyeri Di Apotek Kabupaten Rembang Tahun 2016
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
NIM : 1112102000094
Tanda tangan :
Judul Skripsi : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pasien Swamedikasi Obat Ant
Disetujui oleh:
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Ketua Prorgam Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pasien Swamedikasi Obat Ant
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyar
Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Jakarta
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan nikmat, rahmat, dan hidayahNya yang selalu diberikan kepada hamba-
hambaNya. Rasa syukur juga atas karunia yang selalu diberikan Allah SWT kepada
penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan Skripsi karya tulis ilmiah ini dengan
baik. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi junjungan kita, Nabi
Muhammad SAW, Rosul akhir zaman, Sang pembawa ajaran abadi dan penunjuk
jalan lurus. Semoga dengan syafaatnya kita bisa selamat di akhirat nanti. Aamiin
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang banyak
membantu dalam menyukseskan penyusunan karya tulis ini. Ucapan terimakasih yang
dalam penulis tujukan kepada:
1. Allah SWT, yang selalu memberikan nikmat, rahmat, dan hidayatNya setiap
waktu kepada penulis serta memberikan pertolongan yang tak terduga.
2. Bapak Dr. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si, Apt., selaku Kepala Program Studi Farmasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Yardi, M.Si, Ph.D, Apt selaku pembimbing satu yang selalu
membimbing penulis dari awal penelitian hingga akhir dengan iringan pikiran,
waktu, tenaga, dan motivasi yang berharga
5. Bapak Karyadi, S.Kep, M.Kep. Ph.D selaku pembimbing dua yang telah
membimbing dan memberi perhatian kepada penulis serta memberikan arahan
yang sangat penting kepada penulis.
6. Kementerian Agama RI yang telah memberikan beasiswa pendidikan (PBSB)
secara penuh kepada penulis selama belajar di Program Studi Farmasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Rembang yang telah mengizinkan penulis
melakukan penelitian di Daerah tersebut, beserta seluruh Pihak Apotek dan
masyarakat Rembang, Jawa Tengah.
8. Seluruh Dosen Farmasi dan Dosen luar Farmasi yang memberikan ilmu selama
penulis belajar di Farmasi dari semester satu hingga semester ini serta
memberikan motivasi belajar yang luar biasa.
9. Terkhusus untuk yang terkasih dan tercinta sejak lahir, Abah Nur Wahid Umar
dan Ibu Siti Zahro’ di rumah Rembang yang selalu memberikan doa,
dukungan, motivasi, materi, waktu, tenaga, dan segalanya yang memberikan
contoh laku baik serta menyukseskan penulis hingga saat ini.
10. Keluarga tercinta penulis, Mas Muhtar, Mbak Ifa, Mas Muid, Mbak Aan, Mas
Shohib, Mbak Liya, Mas Yauk, Mbak Fia, Mbak Nuning, Hibbat, Aisya, Ula,
Lina, dan Amira yang selalu memberikan dukungan, doa, dan keramahan
menunggu dan menyambut penulis setiap pulang kampung.
11. Bapak Dr.Muslich Idris, Lc, MA beserta keluarga yang telah menjadi bapak
dan keluarga saat penulis di perantauan, menjadi panutan, dan tempat kembali
yang menyejukkan di tengah hiruk-pikuk tugas kuliah.
12. Pondok Pesantren Luhur Sabilussalam, Prof. HD. Hidayat, MA, Seluruh
Ustadz, Warga Gang Bacang, Mahasantri Sabilussalam putra dan putri yang
telah memberikan siraman rohani setiap harinya dan motivasi untuk selalu
berbagi dan belajar setiap saat.
13. Sahabat CSSMoRA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, CSSMoRA Nasional,
CSSMoRA angkatan 2012, DP3M CSSMoRA UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Pengurus BEMProdi Farmasi 2013-2015, Pengurus DEMA FKIK
2015-2016, Sahabat/i PMII Komfakkes, Pengurus KMPLS 2014-2016, Tim
Jurnalistik KMPLS, Tim BERITA UIN Online yang tak hentinya memberikan
pelajaran dan strategi dalam organisasi dan kehidupan.
14. Sahabat Farmasi angkatan 2012 yang selalu menemani penulis selama 4 tahun
yang selalu memberikan warna hidup yang nyata.
15. Sahabat CSS Farmasi 2012 ‘Wisuda 2016’ (Zulfa, Fakhrun, Niha, Eha, Amel,
Anis, Nuha, Nana, Ghilman) yang selalu menjadi tempat terindah ditengah
kejenuhan kehidupan Ciputat.
16. Sahabat Angkatan 2013 ‘Istiqomah’ Pesantren Luhur Sabilussalam, Aa, Teteh,
Dedek, Arin dan Aay yang sangat istimewa bagi penulis.
Penulis
NIM 1112102000094
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui karya ilimiah saya, dengan
judul:
Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta
Yang Menyatakan,
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................................i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS................................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................................iv
ABSTRAK............................................................................................................................iv
ABSTRACT.........................................................................................................................vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.........................................x
DAFTAR ISI........................................................................................................................xi
DAFTAR TABEL..............................................................................................................xiv
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................................xvi
BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah..........................................................................................4
1.3 Pertanyaan Penelitian........................................................................................4
1.4 Tujuan Penelitian..............................................................................................4
1.5 Manfaat Penelitian............................................................................................5
1.6 Ruang Lingkup Penelitian.................................................................................5
BAB 6 PENUTUP...............................................................................................................72
6.1. KESIMPULAN...............................................................................................72
6.2. SARAN...........................................................................................................72
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................74
LAMPIRAN........................................................................................................................80
DAFTAR TABEL
Halaman
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
BAB 1
PENDAHULUAN
2. Tujuan Khusus:
1. Mengidentifikasi gambaran kalangan masyarakat pengguna obat
antinyeri secara swamedikasi di Apotek Kabupaten Rembang
2. Mengetahui perilaku pasien tentang penggunaan obat swamedikasi secara
umum di Apotek Kabupaten Rembang
3. Mengidentifikasi jumlah penggunaan swamedikasi obat anti nyeri di
apotek Kabupaten Rembang
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Swamedikasi
2.1.1 Definisi
Swamedikasi atau sering disebut self-medication adalah pemilihan
penggunaan obat sendiri untuk mengobati atau mengendalikan penyakit dan
gejala penyakit (WHO, 1998). Banyak pendapat lain yang mengemukakan
tentang swamedikasi yaitu kegiatan mendapatkan dan mengkonsumsi obat
tanpa nasehat, diagnosis, perawatan, dan pemantaun dari dokter (Abdul
Nazer Ali et.al, 2012). Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-
keluhan dan penyakit ringan yang sering terjadi di kalangan masyarakat,
seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag, cacingan, diare,
penyakit kulit dan lain-lain (BPOM, 2014).
P. No. 5 P. No. 1
Awas ! Obat Awas ! Obat
Keras Tidak Keras
boleh ditelan Obat wasir, jangan ditelan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9
2.2.1 Definisi
Analgetika sering disebut dengan obat penghalang nyeri adalah zat-zat
yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran
(Tan Hoan Tjay, 2010). Obat analgetik tanpa resep umumnya sangat efektif
untuk mengatasi nyeri ringan sampai sedang untuk nyeri jenis somatik pada
kulit, otot, lutut, rematik dan pada jaringan lunak lainnya, serta nyeri haid dan
sakit kepala. Tetapi produk obat nyeri ini tidak begitu efektif untuk nyeri
viseral. (Corin Nur Syeima, 2010)
Ada tiga kelas analegtik tanpa resep yang saat ini beredar di pasaran,
yaitu golongan parasetamol, golongan salisilat, dan golongan asam propionat. Obat-
obat tersebut tersedia dalam berbagai merk dan sebagai obat generik yang
biasanya dikombinasikan dengan tambahan bahan seperri kafein dan banyak
digunakan dalam komposisi obat batuk, pilek, atau flu (Corin Nur Syeima,
2010).
2.2.2 Indikasi
Nyeri merupakan suatu gejala yang menunjukkan adanya gangguan
dalam tubuh, sebagai contohnya adalah peradangan, kejang otot, dan infeksi.
Contoh nyeri yang sering terjadi adalah nyeri karena sakit kepala, nyeri haid,
nyeri karena sakit gigi. Obat yang biasanya digunakanpun adalah obat yang
mengurangi nyeri tanpa menghilangkan kesadaran pasien (Dekes RI, 2007).
Beberapa penyebab adanya nyeri ketika terjadi rangsangan pada ujung
saraf karena kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh:
1. Trauma seperti benda tajam, benda tumpul, bahan kimia
2. Proses infeksi atau
peradangan (Depkes RI, 2007)
Rasa nyeri yang disebabkan rangsangan mekanis, kimiawi, atau fisis
dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan ini yang memicu
pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri seperi histamin,
bradikinin, leukotrien dan prostaglandin. Seluruh mediator ini akan
merangsang reseptor nyeri di ujung saraf bebas di kulit, mukosa dan jaringan
lain yang akan menimbulkan reaksi radang dan kejang-kejang (Tan Hoan
Tjay, 2010).
dosis yang tinggi. Maka dari itu penggunaan dalam waktu terus-menerus
tidak dianjurkan. Pada wanita hamil dan menyusui obat analgetika yang
aman digunakan hanyalah parasetamol sedangkan asetosal, salisilat,
NSAID, dan metamizol dapat mengganggu perkembangan janin sehingga
perlu dihindari (Tan Hoan Tjay, 2010).
b. Analgetika narkotik yang khusus digunakan untuk menghilangkan rasa
nyeri hebat seperti dalam fraktur dan kanker. Cara kerja obat ini adalah
memblokir pusat nyeri di SSP dengan anestesi umum (Tan Hoan Tjay,
2010). Analgetika narkotik disebut juga opioida yang memiliki kerja
mirip opioid dengan memperpanjang aktivasi dari reseptor-reseptor
opioid yang khas di SSP, hingga persepsi dan respon emosional terhadap
nyeri berkurang.
Tangga analgetika menurut WHO ada tiga kelas, yaitu:
1. Non-opioida: NSAID’s, termasuk asetosal, parasetamol dan kodein
2. Opioida lemah: d-propoksifen, tramadol dan kodein, atau kombinasi
parasetamol dengan kodein
3. Opioda kuat: morfin dan derivatnya serta opioda sintesis.
Efek samping yang ditimbulkan anlgetika narkotik adalah supresi
SSP (sedasi, menekan pernafasan dan batuk, miosis, hipotermia,
perubahan mood), saluran nafas (bronkokontriksi, pernafasan menjadi
dangkal dan menurun frekuensinya), sistem sirkuasi (vasodilatasi
perifer), saluran cerna (motilitas berkurang), saluran uroginetal, histamin
liberator, kebiasaan atau reaksi adiksi pada penggunaan lama.
Untuk wanita hamil dan menyusui tidak dianjurkan untuk meminum
obat golongan ini karena opioda dapat melintasi plasenta dan jika
diberikan terus-menerus akan merusak janin dan menjadikan depresi
pernafasan serta lambat dalam persalinan (Tan Hoan Tjay, 2010).
Hal yang dapat dilakukan dengan munculnya nyeri adalah:
1. Tetap aktif dan fokus dalam pekerjaan
2. Menggunakan air hangat untuk kompres bagian yang nyeri
3. Menggunakan obat penghilang nyeri
4. Menghubungi dokter jika nyeri berkelanjutan
e. Aturan pakai
1) Dewasa: 1 tab (500 mg) 3-4 kali sehari, setiap 4-6 jam
2) Anak:
0-1 tahun, ½-1 sendok teh sirup, 3-4 kali sehari setiap 4-jam
1-5 tahun, 1-1 ½ sendok teh sirup, 3-4 kali sehari setiap 4-6 jam
6-10 tahun, ½ -1 tablet (250-500mg), 3-4 kali sehari setiap 4-6
jam.
3. Aspirin
a. Kegunaan Obat
Aspirin biasa digunakan untuk mengurangi rasa sakit, menurunkan
demam dan antiradang.
b. Hal yang harus diperhatikan
1) Pemakaiannya harus diatur secara tepat, diminum setelah makan
atau bersama makanan untuk mencegah nyeri dan perdarahan
lambung
2) Mengksonsultaikan dengan dokter atau apoteker untuk pasien
penderita gangguan fungsi ginjal atau hati, ibu hamil, ibu
menyususi, dan pasien dehidrasi.
3) Tidak diperkenankan meminum obat ini bersamaan dengan
alkohol karena akan menimbulkan perdarahan pada lambung.
4) Pada pasien pengguna obat Hipoglikemik, Metotreksat,
Urikosurik, Heparin, Kumarin, Antikoagulan, Kortikosteroid,
Fluprofen, Penisilin dan Vitamin C harus terlebih dahulu
mengkonsultasikan dengan dokter dan apoteker.
c. Kontraindikasi
1) Penderita alergi termasuk penderita asma
2) Tukak lambung (maag) dan sering perdarahan dibawah kulit
3) Penderita hemofilia dan trombositopenia
d. Bentuk sediaan
1) Tablet 100 mg
2) Tablet 500 mg
e. Aturan pakai
1) dewasa: 500 mg setiap 4 jam sekali (maksimal selama 4 hari)
2) anak:
2-3 tahun, ½ -1 ½ tablet 100 mg, setiap 4 jam
4-5 tahun, 1 ½ - 2 tablet 100 mg, setiap 4 jam
6-8 tahun, ½ - ¾ tablet 500 mg, setiap 4 jam
9-11 tahun, ¾ - 1 tablet 500 mg, setiap 4 jam
> 11 tahun, 1 tablet 500 mg, setiap 4 jam
Tambahan:
1) Ibuprofen memiliki efek terapi antiradang lebih tinggi daripada efek
antidemamnya
2) Parasetamol dan Asetosal memiliki efek anti demam yang lebih tinggi
daripada efek antinyeri dan antiradangnya.
(Depkes RI, 2007)
2.3 Apotek
2.3.1 Definisi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.35 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan
praktik kefarmasian oleh apoteker.
Menurut Subal Chandra Basak dalam penelitiannya tentang farmasi
komunitas di India menyatakan bahwa apotek adalah tempat dimana obat
disimpan, dibagikan, disediakan atau dijual. (Subal Chandra Basak, 2009).
2.4 Apoteker
2.4.1 Definisi
Adalah sarjana farmasi yang telag lulus sebagai apoteker dan telah
mengucap sumpah jabatan apoteker (PMK No.35, 2014).
2.6 Perilaku
2.6.1 Definisi
Adalah hasil interaksi antara seseorang dengan lingkungan, maka dalam
mempelajari perilaku perlu dipelajari juga hubungannya dengan lingkungan
(Dr. Singgih D. Gunarsa, 2008). Lingkungan adalah segala sesuatu yang bisa
merangsang seseorang sehingga menimbulkan suatu tingkah laku yang terdiri
dari kumpulan respon. Lingkungan meliputi segala hal diluar diri sesorang
maupun dalam diri sesorang baik bersifat fisik maupun ide yang berpengaruh
dan menjadi sumber rangsangan dan bisa memunculkan suatu reaksi dan
respon. (Dr. Singgih D. Gunarsa, 2008).
Dalam usaha memahami perilaku manusia, dipakai beberapa cara antara
lain obeservasi. Observasi adalah melihat perilaku orang lain dan mencari
penyebab atau latar belakang timbulnya perilaku tersebut. Observasi bisa
dilanjutkan dengan wawancara. Wawancara bisa dilakukan secara langsung
terhadap orang yang sedang diamati. Mempelajari perilaku seseorang dalam
kaitannya hubungan timbal balik dengan lingkungan bisa dilakukan dengan
observasi, wawancara, analogi, serta ikut merasakan dan intuisi.
BAB 3
PROSES
Perilaku:
INPUT - Motivasi
Karakteristik: - Penyakit
- Jenis kelamin - Informasi
- Usia - Media Elektronik OUTPUT
29
- Media Cetak
- Pekerjaan Rasional
- Apoteker
- Pendidikan
- Harga Obat
- Penghasilan
- Ketersediaan Obat
- Pengetahuan - Keterjangkauan
fasilitas Kesehatan
- Kebiasaan
(Berdasarkan
UMK Kab
Rembang)
6. Pengetahuan Kemampuan Wawncara Kuesioner 0= Tahu Nominal
responden dalam 1= Tidak Tahu
mengetahui
tentang
swamedikasi
secara umum
7. Perilaku Kemampuan Wawancara Kuesioner (dijelaskan di
responden dalam dengan 9 bab empat)
Pengetahuan, pertanyaan
Informasi,
Motivasi,
Kebiasaan, dan
8. Rasional Pernyataan benar Wawancara Kuesioner 0= kurang baik Nominal
atau salah dengan 24 1= baik
responden tentang pertanyaan
kebiasaan
penggunaan obat
antinyeri berupa
tepat indikasi, tepat
obat, tepat rute,
tepat dosis, tepat
frekuensi, tepat
pemakaian, tepat
efek samping, tepat
interaksi, dan tepat
kontraindikasi.
9. Orang Orang yang
yang bertanggung jawab
bertang- atas pengobatan
gung pasien dan
jawab mengikuti proses
penyembuhan
seperti orang tua/
anak, saudara
serumah,
suami/istri.
10. Swamedi- Pemilihan
kasi penggunaan obat
sendiri untuk
mengobati atau
mengendalikan
penyakit dan gejala
penyakit (WHO)
3.3. Hipotesis
1. Faktor karakterisrik pasien swamedikasi penyakit antinyeri (jenis kelamin,
usia, bidang pekerjaan, pendidikan terakhir, penghasilan) akan
mempengaruhi perilaku pasien swamedikasi obat antinyeri di Apotek
Kabupaten Rembang.
2. Informasi pasien tentang pengetahuan swamedikasi secara umum di Apotek
Kabupaten Rembang akan mempengaruhi perilaku pasien swamedikasi obat
antinyeri di Apotek Kabupaten Rembang.
4 BAB 4
METODE PENELITIAN
1. Populasi penelitian
Populasi adalah sebuah himpunan dari individu-individu, unit-unit,
atau unsur-unsur yang mempunyai ciri-ciri yang sama (Muhammad
Zainuddin, 2011). Dalam pendapat lain populasi adalah keseluruhan unit
analisis yang karakteristiknya akan diduga. Anggota unit populasi disebut
elemen populasi (Arif Sumantri, 2011)
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien swamedikasi yang
datang ke tiga apotek target di Kabupaten Rembang yang sedang membeli
dan akan menggunakan obat swamedikasi antinyeri dari tiga apotek
terpilih.
2. Sampel penelitian
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian
jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2008).
Dalam pendapat lain menyebutkan bahwa sampel adalah sebagian
populasi yang ciri-cirinya diselidiki atau diukur (Moch. Imron dan Amrul
Munif, 2010)
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
purposive sampling. Untuk apotek dipilih tiga apotek dari 40 apotek yang
ada dari kabupaten Rembang.
Penelitian ini merupakan penelitian analisis kategorik tidak
berpasangan yaitu penelitian analitis dengan variabel independen dan
dependen berupa data kategorik dan data diambil dari kelompok atau
individu yang berbeda (Cochran, 1977) sehingga jumlah sampel dihitung
menggunakan rumus:
(𝑍. 1 − 𝛼)2. 𝑃 (1 − 𝑃)
n= 2
𝑑2
Keterangan:
n:jumlah sampel
P:perkiraan proporsi di populasi. Berdasarkan Data yang ada yaitu sekitar 35,2% untuk data s
d:derajatpenyimpanganterhadappopulasiyangdiinginkan,
(𝑍. 1 − 𝛼)2. 𝑃 (1 − 𝑃)
n= 2
𝑑2
2
n = (1,96. ) . 0,352 (1 − 0,352)
0,12
n = 88
Kriteria inklusi:
1. Responden swamedikasi untuk penyakit nyeri
2. Bersedia mengisi lembar
kuesioner Kriteria ekslusi:
1. Responden yang membeli obat swamedikasi bukan orang yang
bertanggungjawab atas pasien, misalnya pembantu yang membelikan obat
swamedikasi nyeri kepada majikannya.
1. Jenis data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer. Data
diperoleh dengan cara mengajukan beberapa item pertanyaan kepada
responden melalui kuesioner. Selain itu terdapat dukungan data sekunder
yang berasal dari data Dinas Kesehatan dan Riskesdas.
2. Instrumen penelitian
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data berupa kuesioner
yang dibuat sesuai tujuan penelitian yang akan dilakukan dan mengacu
pada kerangka konsep. Kuesioner yang telah dibuat mencakup variabel
independen yaitu karakteristik swamedikasi, perilaku pasien yang
meliputi kebiasaan, sumber, dan motivasi pasien tentang swamedikasi dan
pengobatannya. Sedangkan variabel dependen adalah perilaku
penggunaan obat secara rasional pasien swamedikasi.
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas tiga bagian,
yaitu:
a. Identitas responden
1) Jenis kelamin. Untuk mengetahui jenis kelamin (hubungan
responden dengan perilaku swamedikasi) terdapat satu pertanyaan
bagian A nomor 2 di kuesioner. Penilaiannya dengan menggunakan
skala nominal yakni:
0= laki-laki
1= perempuan
3= Lainnya ...
c. Rasionalitas Obat (C)
1) Tepat indikasi
Pernyataan tentang tepat indikasi obat yang digunakan ada di
bagian C nomor 1 dan 2.
2) Tepat obat
Pernyataan tentang tepat obat yang digunakan ada di bagian C
nomor 3 dan 18.
3) Tepat rute
Pernyataan tentang tepat rute yang digunakan ada di bagian C
nomor 4 dan 5.
4) Tepat dosis
Pernyataan tentang tepat dosis yang digunakan ada di bagian C
nomor 6, 7, 8, dan 9.
5) Tepat frekuensi
Pernyataan tentang tepat frekuensi yang digunakan ada di bagian C
nomor 10, 11, dan 12.
6) Tepat pemakaian
Pernyataan tentang tepat pemakaian yang digunakan ada di bagian
C nomor 13.
7) Tepat efek samping
Pernyataan tentang tepat efek samping yang digunakan ada di
bagian C nomor 14, 15, dan 16.
8) Tepat interaksi
Pernyataan tentang tepat rute interaksi obat yang digunakan ada di
bagian C nomor 18, 19, 20, 21, dan 22.
9) Tepat kontraindikasi
Pernyataan tentang tepat kontraindikasi yang digunakan ada di
bagian C nomor 23 dan 24.
Total Pernyataan pada bagian C terdiri dari 24 pernyataan. Penilaian
menggunakan skor 0=tidak dan 1=Ya untuk pernyataan nomor C01,
C02, C04, C05, C06, C9, C12, C13, C14, C15, C16, C19 dan C23.
Sedangkan untuk C03, C07, C08, C10, C11, C17, C18, C20, C21,
C22, dan C24 adalah skor 0=Ya dan 1=Tidak.
Pada saat melakukan analisis, data yang diperoleh harus diolah dengan
tujuan mengubah data menjadi informasi yang bermakna. Pengolahan yang
akan dilakukan ini menggunakan Microsoft Excel, epidata dan program SPSS.
Dalam statistik, informasi yang diperoleh digunakan untuk proses
pengambilan keputusan terutama dalam pengujian hipotesis. Dalam proses
pengolahan data terdapat langkah-langkah yang harus ditempuh untuk
menghindari hasil data yang buruk (Notoatmodjo, 2010) diantaranya:
1. Editing
Yaitu kegiatan pengecekan kembali pengisian formulir atau kuesioner
yang diberikan kepada responden. Beberapa hal yang harus diperhatikan
adalah kelengkapan jawaban, kejelasan tulisan jawaban, kesesuaian
jawaban dengan pertanyaan, keterkaitan jawaban dengan jawaban yang
lain.
2. Coding
Adalah pengubahan data berbentuk kalimat dengan data berbentuk angka
atau bilangan. Misalnya jawaban Benar diganti dengan angka 1 dan
jawaban salah diganti dengan angka 0. Pengkodean ini sangat berguna
untuk kegiatan entry data.
3. Entry data
Adalah kegiatan memasukkan data berupa jawaban responden yang
sebelumnya sudah diubah menjadi angka dan bilangan lalu
memasukkannya ke program atau software komputer. Sofware yang
sering digunakan adalah SPSS 16 for windows. Kegiatan entry data harus
dilakukan dengan teliti untuk menghindari data yang bias dan tidak jelas.
4. Cleaning data
Yaitu kegiatan mengecek kembali data yang telah dimasukkan ke
software untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan kode,
ketidaklengkapan jawaban dan sebagainya lalu selanjutnya bisa
dikoreksi, dilengkapi dan dibetulkan.
1. Analisa univariat
Teknik ini dilakukan terhadap setiap variabel hasil dari penelitian. Hasil
analisis ini akan berupa distribusi frekuensi, tendensi sentral, ukuran
penyebaran maupun persentase setiap variabel, ataupun melihat gambaran
histogram dari variabel tertentu. Tujuan penggunaan analisis univariat
adalah untuk mengetahui apakah konsep yang diukur sudah siap untuk
dianalisis serta dapat dilihat gambaran secara rinci dan disiapkan untuk
dilakukan analisis selanjutnya. Bagian yang akan dilakukan analisis
univariat adalah bagian identitas responden (jenis kelamin, usia, bidang
pekerjaan, pendidikan terakhir, dan penghasilan), profil swamedikasi, dan
perilaku rasionalitas obat swamedikasi. Untuk analisis data jenis univariat
akan menggunakan tabel distribusi frekuensi yang menjelaskan angka atau
nilai jumlah presentasi masing-masing kelompok dari setiap variabel.
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel
dependen dan variabel independen, yaitu karakteristik responden (jenis
kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan terakhir dan penghasilan) dengan
perilaku rasionalitas obat dalam penggunaan obat antinyeri secara
swamedikasi menggunakan uji Chi-Square (X2), dimana syarat uji tersebut
telah terpenuhi dalam data penelitian ini yaitu terdiri dari data kategorik-
kategorik dan tidak ada sel yang memiliki nilai expected kurang dari 5
(Dahlan, 2008). Dalam penelitian ini, derajat kepercayaan yang digunakan
adalah 95% dengan α sebesar 5%. Sehingga bisa diasumsikan jika P value
≤ 0,05 disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara variabel yang diteliti.
Sedangkan jika P value > 0,05 berarti hasil perhitungan statistik tidak
bermakna atau tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
yang diteliti.
sejujur-
respondensetelahdilakukanpersetujuaninformed
jujurnya dari
consent
Kewajiban peneliti
Menjaga privacy responden
Menjaga kerahasiaan responden
Memberikan kompensasi
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Jenis Kelamin
Tabel 5.1. Distribusi dan Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin n %
Perempuan 50 51,5%
Laki-laki 47 48,5%
Jumlah 97 100%
Dari tabel 5.1. menunjukan bahwa perempuan memiliki presentase yang lebih besar
yaitu 50 responden (51,5%) dan sisanya responden laki-laki yaitu 47 responden
(48,5%).
Berdasarkan tabel 5.2. dlihat dari jenis kelamin laki-laki, diketahui bahwa sebanyak
27 responden (57,4%) melakukan swamedikasi secara salah dan hanya 20 responden
(42,6%) melakukan swamedikasi secara benar obat antinyeri. Sedangkan pada
perempuan nilai yang melakukan swamedikasi secara salah sebesar 17 responden
(34%) dan 33 responden (66,0%) memiliki pelaksanaan yang benar dalam pengobatan
antinyeri secara swamedikasi. Dari hasil uji Chi Square (X2) diperoleh bahwa nilai P
value ≤ 0,05 yakni 0,020 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara jenis
kelamin dengan perilaku dalam swamedikasi obat antinyeri di Kabupaten Rembang.
b. Usia
Tabel 5.3. Distribusi dan Frekuensi Responden Berdasarkan Usia
Usia n %
< 30 tahun 18 18,5%
≥ 30 tahun 79 81,5%
Jumlah 97 100%
Dari tabel 5.3. tentang usia menunjukkan bahwa pengguna swamedikasi antinyeri
lebih banyak digunakan oleh usia diatas 30 tahun sebesar 81,5% dan responden
usia dibawah 30 tahun ada 18 responden (18,5%).
Berdasarkan tabel 5.4. diketahui kelompok usia dibawah 30 tahun dan memiliki nilai
pelaksanaan swamedikasi secara benar sebesar 38,9% sisanya memiliki pelaksanaan
yang salah dalam menggunakan obat antinyeri secara swamedikasi yaitu 61,1%.
Sedangkan untuk usia diatas 30 sebesar 58,2% memiliki pelaksanaan yang benar dan
sisanya pelaksanaan yang salah sebesar 41,8%. Dari hasil uji Chi Square (X2)
diperoleh bahwa nilai P value ≤ 0,05 yakni 0,046 yang berarti ada hubungan yang
signifikan antara usia dengan perilaku dalam swamedikasi obat antinyeri di Apotek
Kabupaten Rembang.
c. Bidang Pekerjaan
Tabel 5.5. Distribusi dan Frekuensi Responden Berdasarkan Bidang Pekerjaan
Bidang Pekerjaan n %
Petani 21 21,6%
Wiraswasta 11 11,3%
Guru 9 9,3%
Nelayan 5 5,2%
Lainnya 51 52,6%
Jumlah 97 100%
Dari tabel 5.5. terlihat bahwa responden dengan pekerjaan terbanyak adalah petani
sebanyak 21,6%, dilanjutkan wiraswasta sebesar 11,3%, guru 9,3%, nelayan 5,2%
dan lainnya yang terdiri dari padagang, buruh, supir, pembantu rumah tangga, dan ibu
rumah tangga sebanyak 52,5%.
Hasil dari tabel 5.6. menunjukkan distribusi responden mengenai perilaku obat
antinyeri berdasarkan kelompok pekerjaan menunjukkan bahwa pekerjaan petani ada
8 responden yang memiliki pelaksanaan yang benar (38,1%) dan sisanya salah
(61,9%), pekerjaan wiraswasta ada 7 responden (63,6%) dengan penggunaan benar
dan selebihnya (36,4%) memiliki penggunaan yang salah. Dilanjutkan pekerjaan guru
sejumlah 4 orang (44,4%) yang memiliki pelaksanaan yang benar dan sejumlah 5
responden (55,6%) yang melakukan salah tentang pengobatan antinyeri, nelayan yang
memiliki pelaksanaan yang benar ada 2 responden (40,0%) dan sisanya buruk
(60,0%). Terakhir adalah kumpulan pekerjaan yang meliputi pedagang, kuli
bangunan, ibu rumah tangga dan pembantu rumah tangga memiliki 32 responden
(62,7%) dan 19 responden memiliki penggunaan yang salah (37,3%). Dari hasil uji
Chi Square (X2) diperoleh bahwa nilai P value > 0,05 yakni 0,304 yang berarti tidak
ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan perilaku dalam swamedikasi
obat antinyeri di Apotek Kabupaten Rembang.
d. Tingkat pendidikan
Tabel 5.7. Distribusi dan Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan
Tingkat Pendidikan n %
Tidak sekolah 4 4,1%
SD/ MI/ Sederajat 22 22,7%
SLTP/ MTs/ Sederajat 35 36,1%
SLTA/ MA/ Sederajat 24 24,7%
Diploma/ Sarjana 12 12,4%
Jumlah 97 100%
Dari tabel 5.7. diketahui bahwa pendidikan terakhir responden adalah lulusan
SLTP/MTs/sederajat yakni sebanyak 35 orang (36,1%). Responden yang tidak
bersekolah sebanyak 4 orang (4,1%), responden lulusan SD/MI/sederajat sebanyak 22
orang (22,7%), responden lulusan SLTA/MA/sederajat sebanyak 24 orang (24,7%)
dan lulusan Diploma/Sarjana/sederajat sebanyak 12 orang (12,4%).
e. Tingkat Penghasilan
Tabel 5.9. Distribusi dan Frekuensi Responden Berdasarkan tingkat Penghasilan
Penghasilan n %
Rendah 52 53,6%
Sedang 39 40,2%
Tinggi 6 6,2%
Jumlah 97 100%
Tebel 5.11. menyajikan bahwa dari 97 responden ada 21 responden (21,6%) yang
tidak mengetahui tentang swamedikasi dan 76 responden (78,4%) sudah mengetahui
swamedikasi sebelumnya
Tabel 5.12. Distribusi dan Frekuensi Responden berdasarkan Sumber Informasi tentang
Swamedikasi
Sumber n %
Media Informasi 32 42,1%
Keluarga/ tetangga/ sahabat 27 35,5%
Tenaga Kesehatan 13 17,4%
Nenek moyang 4 5,3%
Jumlah 76 100%
Tabel 5.13. Distribusi dan Frekuensi Responden berdasarkan Alasan Penggunaan Obat
Swamedikasi
Alasan n %
Pengalaman sebelumnya 28 36,8%
Saran dari teman/ anggota/ keluarga 26 34,2%
Tidak ada waktu untuk periksa ke dokter 16 21,1%
Biaya periksa ke dokter yang mahal 6 7,9%
Jumlah 76 100%
Dari tabel 5.13. diketahui bahwa ada beberapa alasan yang diungkapkan responden
dari 76 responden yang mengetahui swamedikasi adalah sudah menggunakan
swamedikasi sebelumnya sebanyak 28 orang (36,8%), melakukan swamedikasi atas
saran teman/ anggota/ keluarga sebanyak 26 orang (34,2%), tidak adanya waktu
periksa ke dokter sebanyak 16 orang (21,1%) dan alasan terakhir karena mahalnya
periksa ke dokter sebanyak 6 orang (7,9%).
Tabel 5.14. Distribusi dan Frekuensi Responden berdasarkan pengalaman penggunaan obat
swamedikasi sebelumnya (Jenis Obat)
Jenis Obat n %
Modern 73 96,1%
Tradisional/ jamu 3 3,9%
Jumlah 76 100%
Hasil distribusi dan frekuensi responden yang menggunakan obat sesuai tabel 5.14.
menunjukkan bahwa jenis obat nyeri yang sebelumnya digunakan oleh pasien terdapat
bermacam-macam, jenis obat modern yang banyak digunakan ada 73 responden
(96,1%) dan penggunaan obat tradisional sebagai obat nyeri ada 3 responden (3,9%).
Tabel 5.15. Distribusi dan Frekuensi Responden berdasarkan Kebiasaan Menyimpan Obat
Kebiasaan Menyimpan Obat n %
Ya 82 85,5%
Tidak 15 15,5%
Jumlah 97 100%
Berdasarkan tabel 5.15 tentang kebiasaan menyimpan obat yang dilakukan oleh
responden adalah penyimpanan obat di dalam rumah yaitu 82 responden menyimpan
obat (84,5%) dan sejumlah 15 orang tidak menyimpan obat di dalam rumah (15,5%)
Tabel 5.16. Distribusi dan Frekuensi Responden berdasarkan perilaku pemakaian obat
antinyeri secara swamedikasi
Perilaku n %
Baik 53 54.6%
Kurang Baik 44 45,4%
Jumlah 97 100%
Data dari tabel 5.16. tentang distribusi dan frekuensi responden berdasarkan
perilaku pemakaian obat antinyeri secara swamedikasi dapat diperoleh hasil
pengumpulan data bahwa responden yang memiliki pelaksanaan yang benar sebesar
53 (54,6%) dan kurang baik sebesar 44 (45,5%).
Tabel 5.17. Distribusi dan Frekuensi Responden berdasarkan perilaku kerasionalan obat
antinyeri secara swamedikasi
Pernyataan % benar % salah
Tepat indikasi 24,7% 75,3%
Tepat obat 45,5% 54,6%
Tepat rute 100% 0%
Tepat dosis 56,7% 43,3%
Tepat frekuensi 24,7% 75,3%
Tepat pemakaian 38,1% 61,9%
Tepat efek samping 12,4% 87,6%
Tepat Interaksi 97,9% 2,1%
Tepat Kontraindikasi 97,9% 2,1%
Obat nyeri yang digunakan bebas ada beberapa obat, yaitu: Parasetamol 27 orang
(27,8%), Asam Mefenamat sebanyak 21 orang (21,6%), Piroksikam 18 orang
(18,6%), Na Diklofenak 12 orang (12,4%), Methampiron 8 orang (8,24%), Ibuprofen
7 orang (7,1%), Ka Diklofenak 2 (2,1%) , dan Meloksikam 2 orang (2,1%).
Tabel 5.19. Distribusi dan Frekuensi golongan obat antinyeri yang digunakan masyarakat
Obat n %
Keras 67 69,1%
Bebas Terbatas 4 4,1%
Bebas 26 26,8
Jumlah 97 100%
Dari tabel 5.19. menunjukkan hasil bahwa responden yang membeli obat antinyeri
secara swamedikasi kebanyakan adalah obat keras yaitu 67 responden (69,1%),
dilanjutkan pembelian obat bebas sebanyak 26 responden (26,8%) dan obat bebas
terbatas sebanyak 4 responden (4,1%).
5.2. PEMBAHASAN
Pasien saat ini menjadi sasaran utama yang harus diperhatikan oleh apoteker,
karena penambahan orientasi tugas apoteker di farmasi dari yang sebelumnya drug
oriented sekarang ditambahkan menjadi patient oriented. Obat yang tersebar luas di
Indonesia terutama di sentral industri saat ini harusnya menjadi perhatian tenaga
kesehatan, terutama apoteker mengenai peran apoteker terhadap pengendalian mutu
obat untuk menjamin penggunaan obat yang aman dan rasional hingga ke tangan
masyarakat. Penggunaan obat yang aman dan rasional menjadi tanggungjawab apoteker
dengan banyaknya penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas yang bisa dengan
mudah dilakukan oleh pasien.
Salah satu hal yang terpenting adalah perilaku pasien swamedikasi (penggunaan
obat bebas atau obat bebas terbatas dan penggunaan obat tanpa resep dokter) yang
melakukan swamedikasi di Apotek dan hal ini menjadi tanggungjawab apoteker untuk
menjadikan obat tersebut tetap aman dan rasional penggunaannya (BPOM, 2010).
Kabupaten Rembang adalah Kabupaten paling Timur di Provinsi Jawa Tengah
yang memiliki Luas daratan 101/410 ha dan lautan sepanjang 62,5 km. Jumlah
penduduk di Kabupaten Rembang adalah 616.901 jiwa pada tahun 2014 (BPS Kab.
Rembang, 2014). Kabupaten Rembang tergolong kota dengan kebanyakan pekerjaan
sebagai petani dan memiliki kebiasaan menggunakan obat sendiri berdasarkan jenis
sakit yang sering diderita yaitu nyeri.
Jumlah apotek di Kabupaten Rembang tahun 2015 adalah 40 apotek (Dinkes
Kab. Rembang, 2015). Apabila satu apotek memiliki satu apoteker, maka hal ini
digunakan sebagai indikator pelayanan apotek kepada pasien termasuk memastikan
penggunaan obat yang aman dan rasional oleh pasien, maka akses pelayanan dapat
dihitung dengan rasio apoteker terhadap 100.000 penduduk dengan melakukan
perhitungan jumlah apoteker terhadap 100.000 penduduk dengan rasio 12:100.000
(standar Kementerian Kesehatan) atau 50:100.000 (standar WHO) (Adelina 2013
dikutip dari Dyani Primasari Sukandi, 2015). Rasio apotek terhadap jumlah penduduk
Kabupaten Rembang menunjukkan bahwa rasionya adalah 1: 15.422. Hasil ini belum
memenuhi ketentuan kebutuhan apoteker menurut Kementerian Kesehatan RI yang
seharusnya 1:8.333 dan belum memenuhi rasio yang disyaratkan oleh WHO sebesar
1:2.000.
Dalam Penelitian ini dipilih tiga apotek yang bertempat di Pusat kota (Lasem
Barat), Tengah Kota (Lasem), dan di Desa (Pamotan). Pemilihan tiga apotek ini
berdasarkan rekomendasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Rembang agar
penelitiannya merata dan bisa melihat gambaran seluruh Apotek di Kab. Rembang.
Waktu yang dibutuhkan untuk penelitian ini mulai tanggal 16 – 31 Maret 2016.
Masing-masing apotek diberikan waktu penelitian selama empat hari oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten Rembang dan waktu penelitian dilakukan dari jam 08.00 hingga
jam 15.00 mengikuti sift kerja di apotek terkait.
Selama 12 hari pengambilan data di tiga apotek menunjukkan jumlah
pengumpulan responden yang berbeda-beda di tiap apotek. Hal ini karena karakter dari
apotek yang berbeda-beda pula. Apotek A adalah apotek pertama yang diteliti,
memiliki ciri sebagai apotek yang banyak melayani obat resep karena apotek bergabung
dengan praktek dokter serta apotek A terletak di tengah kota, sehingga jumlah
responden yang berasal dari apotek A sejumlah 33 responden. Minggu kedua
dilanjutkan di apotek B, kekhasan apotek B ini memiliki banyak kasus swamedikasi
daripada kasus penanganan obat resep, sehingga responden terbanyak ditemukan di
apotek B yaitu sebanyak 44 responden. Apotek B ini terletak di desa yang jarak antar
apotek masih cukup jauh sehingga hal ini pula yang mendukung banyaknya responden
yang ada. Dilanjutkan apotek C yang terletak di tengah kota, apotek C ini memiliki
karakter jumlah swamedikasi dan jumlah obat resep hampir memiliki proporsi yang
sama, masyarakat yang datang ke apotek ini adalah masyarakat dari kalangan
pedagang karena letaknya yang dekat dengan pasar tradisional dan didapatkan
responden sebanyak 19 responden.
3. Peneliti harus dapat melihat situasi dan kondisi pada saat menggali informasi dari
responden, karena banyak responden yang emosionalnya kurang stabil.
4. Jumlah responden yang tidak bisa ditebak setiap harinya, sehingga membutuhkan
waktu yang berbeda-beda untuk melengkapi data yang diinginkan.
5. Tidak ditelitinya perilaku responden terkait dengan keterjangkauan fasilitas
kesehatan, lama penggunaan obat antinyeri, pendataan jumlah obat yang sedang
digunakan dan dibeli jika lebih dari satu obat serta banyak pertanyaan tertutup
sehingga kurang menggali informasi tambahan.
menurut riskesdas tahun 2013 menunjukkan dalam bahwa nyeri banyak diderita oleh
wanita daripada laki-laki (Riskesdas, 2013).
Namun, penelitian lain di Kanada juga menunjukkan bahwa lebih banyak
responden laki-laki daripada perempuan yang menggunakan obat antinyeri yaitu
sebesar 77% (CK Riley-Doucet, 2004).
Untuk nilai kerasionalan obat (tepat perilaku) menunjukkan bahwa responden
perempuan lebih banyak melakukan pengobatan sendiri secara rasional yaitu senilai
66,0% perempuan melakukan pengobatan nyeri secara swamedikasi dan secara
rasional. Selama penelitian, responden perempuan terlibat langsung dalam pengobatan
anggota keluarga dibandingkan responden laki-laki sehingga hal ini mempengaruhi
secara langsung atau tidak mengenai perilaku pengobatan yang rasional dan aman.
Hal ini sesuai dengan Tse, et.al (1999) yang mengemukakan bahwa responden
perempuan lebih banyak melakukan pengobatan sendiri secara rasional.
2. Usia
Usia adalah lama hidup responden yang dihitung berdasarkan ulang tahun
terakhir (Soetijaningsih, 2004). Semakin bertambahnya usia seseorang maka
seseorang akan memahami dirinya sendiri dan dengan mudah menerima informasi
untuk kebaikan dirinya baik dari berbagai hal dan berbagai sumber. Banyak penelitian
yang mengaitkan antara karakteristik responden dengan variabel penelitian, salah
satunya adalah faktor usia dengan pengetahuan dan perilaku. Hal ini untuk
membuktikan bahwa dugaan bahwa umur dapat menjadi faktor dilakukannya perilaku
swamedikasi secara rasional dan tepat.
Jika ditinjau dari segi usia, dapat dilihat perbedaan yang mencolok bahwa usia
diatas 30 tahun lebih banyak menggunakan obat swamedikasi antinyeri yaitu sebesar
79 responden (81,4%) dan hanya 18 responden (18,6%) yang memiliki usia dibawah
30 tahun. Hal ini dikarenakan penyakit nyeri banyak diderita oleh usia diatas 30 tahun
dan usia diatas 30 tahun memiliki kepedulian terhadap kesehatan dirinya atau anggota
keluarganya, hal lain yang menjadi alasan adalah lebih banyaknya pengalaman
responden tentang bagaimana cara penanganan nyeri pada anggota keluarga (Corin D
Syeima, 2009).
Kelompok usia dibawah 30 tahun secara fisiologis juga masih memiliki badan
yang sehat sehingga jarang yang mengeluhkan penyakit nyeri dan memiliki perilaku
3. Pekerjaan
Pekerjaan adalah kegiatan utama yang dilakukan responden sehari-hari untuk
mendapat penghasilan. Pekerjaan yang menunjang banyaknya penggunaan obat nyeri
adalah petani dan nelayan (Riskesdas, 2010).
Hasil uji Chi Square (X2) memperlihatkan nilai p=0,304 membuktikan bahwa
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan perilaku
penggunaan obat antinyeri secara swamedikasi. Hal ini terjadi karena pekerjaan tidak
bisa dikategorikan menjadi pekerjaan tinggi atau rendah. Namun, pekerjaan memiliki
hubungan dengan penghasilan dengan hasil nilai Chi Square (X2) yang
memperlihatkan nilai p=0,000. Menunjukkan bahwa pekerjaan petani memiliki
penghasilan yang kurang dan akan mempengaruhi petani untuk melakukan
swamedikasi. Begitupun guru yang memiliki penghasilan yang sedang dan ini
mempengaruhi perilaku guru dan jumlah guru yang melakukan swamedikasi.
4. Pendidikan Terakhir
Pendidikan terakhir adalah pendidikan yang ditamatkan responden saat
mengisi kuesioner. Dari hasil ini diketahui bahwa penggunaan obat swamedikasi
antinyeri dilakukan oleh responden yang memiliki pendidikan menengah yaitu
tertinggi dilakukan oleh responden dengan tamatan SLTP/MTs/Sederajat hal ini
sesuai dengan penelitian Corin D. Syeima (2009) yang menunjukkan pendidikan
responden rendahlah yang menjadi nilai tertinggi pengguna swamedikasi obat
antinyeri. Alasan ini terjadi karena banyaknya informasi yang ada tentang obat baik di
media massa berupa iklan TV, Radio, Baliho atau warung-warung yang mungkin
mudah diterima oleh masyarakat yang memiliki pendidikan menengah.
Obat yang banyak digunakan dalam swamedikasi adalah jenis obat daftar obat
keras. Hal ini bisa terjadi karena pasien yang membelinya adalah lulusan pendidikan
SLTP dan sederajat yang kurang mendapatkan informasi mengenai obat secara kurang
komprehensif. Jika dibandingkan dengan responden pendidikan tinggi yang hanya
berjumlah sedikit melakukan swamedikasi, karena mereka mengetahui tentang
informasi swamedikasi yang benar dan rasional.
Menurut Andersen (1975) menyatakan bahwa perbedaan kelompok
pendidikan menyebabkan perbedaan penggunaan pelayanan kesehatan oleh individu
yang berkaitan dengan perilaku kesehatannya. Pendidikan yang tinggi memungkinkan
individu memperoleh informasi kesehatan yang akan mempengaruhi pemilihan dalam
tindakan pengobatan. Hendrawan (2003) juga mengungkapkan semakin tinggi
pendidikan ibu maka semakin rendah angka kematian anak, karena dengan semakin
tinggi pendidikan maka ia akan lebih berfikir dalam mengambil keputusan yang benar
dalam pengobatan.
Hasil uji Chi Square (X2) memperlihatkan nilai p=0,047 membuktikan bahwa
terdapat hubungan antara pendidikan dengan perilaku penggunaan obat antinyeri
secara swamedikasi. Pendidikan sangat mempengaruhi perilaku seseorang seperti
yang dinyatakan Notoadmodjo (2003) bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang
maka semakin tinggi pula intelektualnya. Seseorang yang berpendidikan tinggi
mempunyai pengetahuan yang lebih baik dibandingkan dengan pendidikan lainnya.
Pendidikan memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas manusia, dimana
semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin berkualitas hidupnya.
5. Penghasilan
Penghasilan adalah jumlah penghasilan yang diperoleh responden dalam satu
bulan. Penghasilan diindikasikan sebagai faktor yang mempengaruhi adanya
penanganan obat secara rasional. Berdasarkan penelitian CK Riley-Doucet (2004)
menunjukkan bahwa masyarakat yang menggunakan obat swamedikasi adalah
masyarakat yang memiliki penghasilan rendah di Kanada yang banyak menggunakan
swamedikasi yaitu sebesar 40%, sedangkan masyarakat Amerika yang banyak
memanfaatkan obat swamedikasi adalah yang penghasilannya sedang yaitu sebesar
36,6%.
Dengan hasil diatas diketahui bahwa responden berpenghasilan rendah lebih
menyukai pengobatan yang praktis tanpa harus datang ke dokter atau instalasi rumah
sakit untuk penanganan sakit yang diderita. Selain itu kelompok berpenghasilan
rendah juga merasa jika mereka atau anggota keluarga yang merasakan nyeri maka
tidak dilakukan penanganan ke dokter atau instalasi rumah sakit karena biayanya
lebih besar dibandingkan penggunaan obat secara bebas. Swamedikasi dapat
membantu upaya penyembuhan penyakit ringan pada pasien dengan penghasilan
rendah, karena biaya yang relatif murah. Selain itu praktek swamedikasi murah dan
mudah sehingga hal ini menjadi alasan responden melakukan swamedikasi tanpa
melihat biaya periksa ke dokter yang mahal (Woro Supadmi, 2013). Ditambahkan lagi
menurut Djunarko (2011) faktor yang berhubungan dengan praktik perawatan sendiri
dan swamedikasi adalah kondisi ekonomi.
Menurut Hendrawan (2003), penghasilan suatu keluarga berhubungan dengan
penggunaan pelayanan kesehatan. Biaya pengobatan akan menjadi pertimbangan yang
terpenting bagi masyarakat dengan penghasilan rendah sehingga mereka cenderung
mencari pertolongan kesehatan disesuaikan dengan kemampuan keuangannya.
Tingkat penghasilan ini berpengaruh pada upaya pencegahan, penanganan maupun
dalam usaha meningkatkan kesehatan keluarga, termasuk swamedikasi (Hendrawan,
2003).
Hasil uji Chi Square (X2) memperlihatkan nilai p=0,228, membuktikan bahwa
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara penghasilan dengan perilaku
penggunaan obat antinyeri secara swamedikasi. Hasil ini senada dengan penelitian
yang dilakukan Sulcha Fithriya (2014) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan
antara status ekonomi orang tua dengan pengetahuan dalam pemberian obat antibiotik
pada anak secara swamedikasi. Namun, hasil ini berbeda dengan penelitian
Panagakou (2012) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara penghasilan dengan
pengetahuan orangtua.
media elektronik yang berisi informasi tentang obat swamedikasi, dengan alasan
apoteker yang tidak berada tetap di apotek dan belum dikenalnya apoteker oleh
masyarakat. Hal ini didukung dengan cara mudahnya masyarakat mengakses
informasi apapun di media elektronik sehingga memudahkan masyarakat
mendapatkan rujukan tentang obat termasuk tentang obat swamedikasi. Namun hal ini
juga perlu dikhawatirkan karena informasi yang tersebar di media elektronik bukanlah
informasi yang seluruhnya benar dan terpercaya, banyak industri obat yang
menjajakan dagangan obatnya melalui media elektronik yang terkadang hanya untuk
mendongkrak nilai penjualannya saja (WHO, 2000).
Perilaku lain tentang swamedikasi selanjutnya adalah tentang pertanyaan
alasan dilakukannya swamedikasi, alasan sebelumnya yang banyak dilakukan
masyarakat Kabupaten Rembang adalah karena pengalaman sebelumnya yang
menunjukkan hasil baik menggunakan obat secara swamedikasi, nialinya sebesar
28,9% dan dilanjutkan adanya saran dari keluarga/ teman sebanyak 26,8% dan waktu
yang tidak ada dari pasien untuk berobat ke dokter sebanyak 16,5% dan biaya periksa
dokter yang dianggap mahal oleh masyarakat sebesar 6,2%. Penelitian yang dilakukan
di UEA oleh Sulaeman Syarif (2015) menunjukkan alasan terbesar dilakukannya
swamedikasi adalah penyakit yang diderita kurang serius dan sudah adanya
pengetahuan tentang obat dan dosis obat yang akan digunakan, sehingga banyak
masyarakat memutuskan memilih pengobatan sendiri. Saat dilihat hasil penelitian di
Rembang menunjukkan bahwa pengalaman sebelumnya mendominasi nilai alasan
dilakukannya swamedikasi, hal ini menjadi acuan bahwa kebiasaan swamedikasi
sudah dilakukan oleh masyarakat sejak lama dan digunakan sebagai pengobatan oleh
masyarakat. Hal ini bisa terjadi karena swamedikasi sering dilakukan oleh kalangan
petani yang sesuai dengan keadaan di Kabupaten Rembang (BPS Kab. Rembang,
2014).
Kebiasaan swamedikasi menurut Riskesdas (2013) dilihat dari tingginya nilai
penyimpanan obat di rumah, dan hasil penelitian menunjukkan sebanyak 84,5%
masyarakat menyimpan obat lain di rumah, obat ini termasuk obat resep dokter atau
obat swamedikasi yang dibeli oleh masyarakat. Padahal sisa obat resep atau obat
swamedikasi secara umum tidak boleh disimpan karena menyebabkan kesalahan
penggunaan (misused) atau disalahgunakan atau rusak dan kadaluarsa (Riskesdas,
2013). Penyimpanan obat akan berpengaruh kepada potensi obat. Sebagai contoh
sediaan oral seperti tablet, kapsul dan serbuk tidak boleh disimpan dalam tempat
lembab, karena menimbulkan pertumbuhan bakteri dan jamur. Dalam penyimpanan
obat harus diperhatikan juga tanggal kadaluarsa obat (BPOM, 2014). Informasi
tambahan yang mengenai penyimpanan obat ini yaitu dilakukannya penyimpanan obat
di dalam laci, lemari, kotak obat atau hanya diletakkan di meja saja. Jika hanya
diletakkan di meja hal ini akan menimbulkan salah penggunaan terlebih jika ada anak
kecil atau hewan peliharaan yang tidak mengetahui fungsi obat yang hanya disimpan
di meja (Sohair E Ali, 2010).
apoteker serta mendapatkan obat yang sesuai permintaan responden dan nilai 54,6%
yang memiliki kekurangan dalam ketepatan penggunaan obat oleh responden.
Ketepatan responden dalam melakukan perilaku tepat obat ini berkait dengan dikenal
tidaknya Apoteker di kalangan masyarakat (U.Sushita, 2014)
Indikator lain yang dilihat tepat perilaku adalah tepat rute dan hasilnya 100%
responden memberikan jawaban bahwa penggunaan obat antinyeri secara
swamedikasi diberikan tepat rute, yaitu obat digunakan melalui oral dan jenis obatnya
ditelan, karena memang obat swamedikasi yang diteliti adalah jenis obat tablet dan
sirup saja, bukan jenis obat nonparenteral. Rute perlu diperhatikan dan menjadi
tanggung jawab apoteker, karena obat memiliki cara kerja yang berbeda-beda dan
rute akan bergantung kepada efektivitas obat di tubuh nantinya. Ada obat yang
memang dijaga untuk hancur di usus dan dijaga agar tidak hancur di mulut atau
lambung, namun ada juga obat yang harus hancur di mulut. Secara keseluruhan obat
antinyeri harus hancur di usus sehingga pemberian rute obat ini melalui mulut dan
ditelan. Hal lain kenapa rute harus diperhatikan dalam penggunaan obat adalah untuk
menjamin kualitas obat dan ketersediaan hayati obat dalam tubuh sehingga efek yang
ditimbulkan bukanlah efek samping namun efektivitas obat yang diinginkan (Godman
dan Gilman, 2006)
Selain beberapa indikator diatas, ada indikator lain yang perlu diperhatikan
dalam penggunaan obat antinyeri secara rasional. Hasil yang diperoleh melalui
kuesioner menunjukkan terdapat 56,7% responden benar dan tepat dosis sebelum
melakukan pengobatan nyeri secara swamedikasi dan bernilai 43,3% responden tidak
tepat dalam melihat dosis sebelum penggunaan obat antinyeri secara swamedikasi.
Alasan responden yang mengetahui dosis sebelum pemakaian obat karena terlebih
dahulu membaca petunjuk pemakaian tentang pembagian dosis baik pada anak atau
dewasa serta menanyakan itu ke apoteker yang berada di apotek saat itu. Dosis ini
perlu diperhatikan untuk menjadikan obat itu sesuai takarannya dan mengantisipasi
kelebihan dosis atau overdoses atau ketidakefektifan obat karena kekurangan dosis.
Pertanyaan yang mencakup dosis ini meliputi empat pertanyaan yang diajukan untuk
responden, yaitu selalu memperhatikan dosis, meminum dua tablet ketika lupa,
meminum dua kali dengan jarak yang berdekatan ketika nyeri kambuh dan meminum
obat satu tablet sekali minum. Hal-hal tersebut memang perlu ditanyakan kepada
responden, karena hal inilah yang terjadi di masyarakat sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Puji Pratiwi (2014) bahwa dari 100 responden di Surabaya hanya 80
orang yang melakukan cara minum dan jumlah minum obat yang tepat ketika ingin
mempercepat penyembuhan, terdapat 20 responden menyatakan mereka meminum
dua tablet ketika ingin menyembuhkan nyeri yang dialaminya, dan ini berkaitan
dengan bioavaibilitas obat di tubuh serta akumulasi obat yang ditubuh sehingga perlu
diperhatikan penggunaan dosis obat antinyeri yang dilakukan secara swamedikasi.
Indikator lainnya adalah ketepatan frekuensi (lama pemakaian) obat antinyeri
secara swamedikasi, subindikator dalam penilaian ketepatan frekuensi adalah
pertanyaan menghabiskan minum obat, meminum ketika muncul nyeri saja dan
meminum obat tiga kali dalam sehari. Hasil yang diperoleh hanya terdapat 24,7%
masyarakat menggunakan obat antinyeri tepat secara frekuensi dan ada 75,3%
masyarakat yang tidak tepat frekuensi dalam penggunaannya. Ketepatan frekuensi ini
dipantau untuk menjaga waktu paruh obat di tubuh, melihat bagaimana obat bisa tetap
berefek di waktu yang telah ditentukan atau obat tidak berefek lagi. Kebanyakan
masyarakat meminum obat nyeri ketika kambuh adalah dua kali dalam waktu yang
berdekatan, hal ini bertujuan agar penyakit yang diderita oleh pasien tersebut cepat
sembuh dengan berasumsi bahwa meminum obat penghilang nyeri dalam waktu yang
berdekatan akan menghilangkan nyeri dan tidak memperhatikan dosis atau akumulasi
obat yang ada.
Dilanjutkan indikator ketepatan perilaku responden yang menggunakan obat
secara aman dan rasional dilihat dari ketepatan perilaku memperhatikan efek samping.
Dari seluruh responden yang berada di Kabupaten Rembang melakukan penanganan
obat secara tidak rasional di sub indikator tepat efek samping, hanya sekitar 12,4%
masyarakat yang faham dan menjalankan kebiasaan memperhatikan efek samping dan
selebihnya 87,6% masyarakat tidak memperhatikan efek samping yang muncul.
Menurut MIMS (2008) efek samping obat antinyeri yang terjual bebas di masyarakat
adalah munculnya gangguan pencernaan dan mengantuk. Efek samping yang
ditimbulkan oleh suatu obat terkadang tidak perlu dilakukan tindakan medis untuk
mengatasinya, namun beberapa obat perlu diperhatikan secara lebih penanganannya
(BPOM, 2014). Efek samping tidak semua terjadi pada individu, terkadang ada
individu yang bisa mentolelir efek samping obat. Untuk mencegah terjadinya efek
samping yang lebih parah maka sebaiknya dilakukan penghentian obat dan segera
dikonsultasikan dengan tenaga medis terkait. Beberapa hal yang ditanyakan untuk
menilai ketepatan efek samping adalah penghentian minum obat ketika muncul efek
lain, selalu melihat tanggal kadaluarsa obat dan memperhatikan bentuk dan warna
sediaan obat untuk menghindari efek yang tidak diinginkan. Efek samping obat
golongan AINS (obat antinyeri) menurut Goodman & Gilman (2006) secara umum
memiliki efek samping perdarahan lambung, nefrotoksisitas, dan bronskopasme jika
obat tidak tepat digunakan.
Nilai lainnya yang dilihat adalah ketepatan interaksi obat, beberapa hal yang
menjadi penilaian ketepatan interaksi obat adalah obat lain yang dikonsumsi selain
obat antinyeri, membolehkan meminum obat lain, meminum obat dengan teh, kopi
dan buah. Interaksi obat terjadi antara obat dengan obat dan obat dengan makanan.
Nilai yang muncul untuk ketepatan interaksi obat adalah 97,9% tepat interaksi dan
hanya 2,1% tidak tepat interaksi obat. Ketidaktepatan interaksi obat ini dikarenakan
cara minum obat masyarakat ada yang sebagian meminum obat dengan teh karena
responden yang tidak biasa menelan obat dengan air putih. Interaksi obat ini perlu
diperhatikan, karena interaksi obat dengan obat akan menjadikan sistem kompetitor
satu sama lain antara satu obat dengan obat lain yang menjadikan salah satu obat
menjadi tidak aktif (Stockley Drug Interaction, 2000).
Penilaian ketepatan perilaku yang terakhir adalah ketepatan kontraindikasi
obat, nilai yang muncul terkait ketepatan kontraindikasi obat ini adalah 97,9%
mengetahui tepat kontraindikasi dan 2,1% tidak mengetahui ketepatan kontraindikasi.
Pertanyaan yang mendukung nilai ketepatan kontraindiaksi adalah pengetahuan
tentang informasi obat untuk wanita hamil dan menyusui dan tidak diperbolehkannya
meminum obat antinyeri untuk pasien penyakit asma. Banyak dari responden sudah
mengetahui dan melakukan kebiasaan memperhatikan yang berkaitan dengan
penyakit obat antinyeri. Hal ini karena sudah kebiasaan, bahwa pasien yang
mengalami kehamilan dan menyusui serta penyakit asma memiliki keistimewaan
dalam penggunaan obat antinyeri atau obat yang lainnya. Responden selalu bertanya
untuk penggunaan pasien wanita hamil dan menyusui kepada petugas apotek. Pada
pasien penyakit asma tidak diperbolehkan menggunakan obat antinyeri secara bebas
karena efek samping dari nyeri yang menjadikan bronkospasme terutama pada pasien
yang memiliki riwayat penyakit asma (Ioana Dana Alexa, 2014). Selain itu,
kurangnya responden yang kurang memperhatikan informasi pada kemasan primer
obat terkait kontraindikasi yang akan terjadi (ISO, 2014).
2013). Pelarangan obat keras digunakan secara bebas karena pemakaian secara bebas
bisa berbahaya bahkan meracuni tubuh, memperparah penyakit, memicu munculnya
penyakit lain dan rusaknya organ-organ tubuh lain.
Sedangkan obat bebas terbatas yang ditemukan dalam penelitian berjumlah 4
buah. Obat bebas terbatas merupakan obat yang sebenarnya keras tetapi masih bisa
dibeli tanpa resep dokter. Obat golongan ini bebas tapi biasanya ditandai dengan
adanya peringatan pada kemasan obat. Logo yang terdapat khusus di kemasan ini
adalah logo lingkaran berwarna biru (TC 308) dengan garis tepian berwarna hitam
(SK Menkes RI No. 6355 tahun 1969).
Penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas memang diperbolehkan namun
dalam obat tersebut tidak diperbolehkan digunakan lebih dari lima hari jika penyakit
yang diderita tidak sembuh. Oleh karenanya kemasan obat bebas dan obat bebas
terbatas harus diberikan label atau tanda peringatan (SK MenKes RI No. 386 tahun
1994).
Obat antinyeri yang dijual bebas banyak terdiri dari jenis Parasetamol. Banyak
penelitian yang sama dan menunjukkan Parasetamol adalah obat yang terbukti banyak
diminati masyarakat untuk penggunaan bebas pereda nyeri. Selain itu Parasetamol
aman digunakan untuk wanita hamil, wanita menyusui dan anak-anak dibawah dua
tahun dengan dosis yang telah ditentukan (NHS Choices, 2015). Namun Parasetamol
memiliki efek yang tidak baik pula jika digunakan secara tidak rasional. Parasetamol
efektif digunakan sejak tahun 1960-an namun sejak itu insiden keracunan Parasetamol
juga semakin meningkat tiap tahunnya, sehingga perlu dibuat kelegalan status
Parasetamol menjadi obat yang diresepkan (C.L. Sheen, et.al, 2001).
Menurut U.S. National Library of Medicine tahun 2015 menyebutkan bahwa
Asam Mefenamat haruslah diresepkan oleh dokter karena masuk dalam kelas NSAID
yang bekerja menghentikan produksi tubuh dari zat yang menyebabkan nyeri, demam
atau radang karena obat Asam Mefenamat ini memiliki risiko lebih tinggi untuk
mengalami serangan jantung atau stroke.
Menurut AS Food and Drug Administration (FDA) menyebutkan bahwa obat
NSAID harus diberikan label karena memungkinkan meningkatkan serangan jantung
atau stroke. Menurut FDA obat over the counter non-aspirin sudah berisi informasi
tentang serangan jantung dan stroke. obat golongan NSAID termasuk Ibuprofen,
Naproxen, Diklofenak, dan Celecoxib tersedia dengan resep dan OTC. Risiko yang
terjadi adalah serangan jantung dan stroke yang menyebabkan kematian yang
sebelumnya sudah dijelaskan tahun 2005. Sehingga perlu adanya peringatan pada
kemasan atau tindak pencegahan dari label obat. Sehingga disini perlu ditambahkan
bahwa penggunaan bebas NSAID dapat meningkatkan risiko pada jantung dan stroke
pada pasien dengan atau tanpa penyakit jantung atau faktor risiko jantung pada
penggunaan jarak yang lama dan dosis yang lebih tinggi.
Penggunaan Obat NSAID jenis Diklofenak perlu diperhatikan karena NSAID
seperti Diklofenak dapat menyebabkan ulcer, pendarahan, atau lubang di perut atau
usus. Masalah-masalah ini dapat berkembang setiap saat selama pengobatan, dapat
terjadi tanpa gejala peringatan, dan dapat menyebabkan kematian. Risiko mungkin
lebih tinggi bagi orang-orang yang mengambil NSAID untuk waktu yang lama, lebih
tua dalam usia, memiliki kesehatan yang buruk, atau minum alkohol dalam jumlah
besar saat mengambil Diklofenak (FDA, 2015). Maka dari itu pasien harus sering
berkomunikasi dengan dokter jika mengambil salah satu obat berikut: antikoagulan
(pengencer darah) seperti Warfarin (Coumadin), Aspirin, NSAID lainnya seperti
Ibuprofen (Advil, Motrin) dan Naproxen (Aleve, Naprosyn) atau Steroid oral seperti
Deksametason (Decadron, Dexone), Methylprednisolone (Medrol), dan Prednison
(Deltasone). Juga memberitahu dokter jika memiliki atau pernah memiliki ulcer,
pendarahan di perut atau usus, atau gangguan perdarahan lainnya. Jika mengalami
salah satu gejala maka sebaiknya berhenti mengkonsumsi Diklofenak dan
menghubungi tim medis jika mulai terasa sakit perut, mulas, muntah berdarah atau
terlihat seperti bubuk kopi, darah dalam tinja, atau tinja berwarna hitam (FDA, 2015).
Secara umum obat antinyeri adalah obat NSAID, menurut FDA obat golongan
NSAID perlu diberikan label khusus dan ditebus dengan menggunakan resep karena:
1. Risiko serangan jantung atau stroke dapat terjadi pada awal minggu pertama
menggunakan NSAID. risiko dapat meningkat dengan penggunaan lebih lama
dari NSAID. Risiko muncul lebih besar pada dosis yang lebih tinggi.
2. Semua NSAID mungkin memiliki risiko yang sama. Informasi lebih baru
membuat kurang jelas bahwa risiko serangan jantung atau stroke adalah sama
untuk semua NSAID. Namun, informasi yang lebih baru ini tidak cukup bagi kita
untuk menentukan bahwa risiko dari setiap NSAID tertentu pasti lebih tinggi atau
lebih rendah dari setiap NSAID tertentu lainnya.
3. NSAID dapat meningkatkan risiko serangan jantung atau stroke pada pasien
dengan atau tanpa penyakit jantung atau faktor risiko untuk penyakit jantung.
Sejumlah besar studi mendukung temuan ini, dengan berbagai perkiraan berapa
banyak risiko meningkat, tergantung pada obat dan dosis dipelajari.
4. Secara umum, pasien dengan penyakit jantung atau faktor risiko untuk itu
memiliki kemungkinan lebih besar terkena serangan jantung atau stroke berikut
penggunaan NSAID dibandingkan pasien tanpa faktor risiko ini karena mereka
memiliki risiko lebih tinggi pada awal.
5. Pasien yang diobati dengan NSAID setelah serangan jantung pertama lebih
mungkin untuk meninggal pada tahun pertama setelah serangan jantung
dibandingkan dengan pasien yang tidak diobati dengan NSAID setelah serangan
jantung pertama mereka.
6. Ada peningkatan risiko gagal jantung dengan penggunaan NSAID
Hasil penelitian yang didapatkan menunjukkan bebasnya penggunaan obat
keras di Apotek dan ini harusnya menjadi tanggung jawab apoteker untuk
mengendalikan obat yang boleh dijual bebas atau dijual dengan resep dokter. Sesuai
dengan tugas apoteker sebagai pengamat baik pengamat pelayan apotek atau
pengamat pelayanan dan perputaran obat di apotek (WHO, 1998).
Menurut PMK No.35 tahun 2014 menunjukkan bahwa pelayanan kefarmasian di
Apotek bertujuan untuk:
a. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak
rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety)
Dengan tujuan nomor tiga tentang melindungi pasien dan masyarakat dari
penggunaan obat yang rasional ini Apoteker sangat berperan terhadap pelayanan
swamedikasi yang terjadi di Apotek. Melihat dari perilaku yang dilakukan
masyarakat terhadap penggunaan obat swamedikasi ini menunjukkan bahwa
Apoteker disini harusnya memberikan perannya yaitu melindungi pasien dari
penggunaan obat yang tidak rasional. Pelaksanaan yang benar responden yang
menggunakan obat secara rasional menunjukkan nilai 54,6% dan 45,4%
menunjukkan pelaksanaan yang salah dalam penggunaan obat swamedikasi secara
rasional. Praktek Apoteker memang belum terlalu kuat di Apotek dan dia tidak
memberikan konseling pada pasien (Krishnagoudar Bhimaray et.al, 2012).
BAB 6
PENUTUP
6.1. KESIMPULAN
1. Berdasarkan karakteristik dapat dilihat bahwa jenis kelamin yang mendominasi
adalah perempuan, usia responden yang tertinggi adalah usia diatas 30 tahun,
pekerjaan yang banyak dilakukan responden adalah petani, pendidikan responden
yang tertinggi adalah lulusan SLTP/MTs/Sederajat, dan responden yang paling
tinggi adalah responden dengan penghasilan rendah.
2. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa dua variabel tidak dapat
membuktikan adanya hubungan yang bermakna antara karakteristik responden dan
perilaku swamedikasi yaitu pekerjaan (p=0,304) dan tingkat penghasilan (p=0,228).
Adapun variabel yang lain yaitu jenis kelamin (p=0,020), usia (p=0,046), dan
pendidikan (p=0,047) secara statistik menunjukkan hubungan yang signifikan
dengan perilaku penggunaan obat antinyeri secara swamedikasi.
3. Perilaku responden menunjukkan 54,6% benar dalam melakukan swamedikasi dan
45,4% salah dalam melakukan swamedikasi.
4. Penggunaan obat antinyeri secara swamedikasi tertinggi diduduki oleh obat
Parasetamol serta obat lain seperti Asam Mefenamat, Piroksikam, Natrium
Diklofenak, Methampiron, Ibuprofen, Kalium Diklofenak, dan Meloksikam.
6.2. SARAN
1. Dinas Kesehatan Kabupaten Rembang hendaknya melakukan penyuluhan, seminar,
atau pengadaan poster tentang penggunaan obat swamedikasi secara rasional
2. Apoteker di apotek Kab. Rembang dapat menjadi tempat bertanya dari pasien dan
bisa lebih lama berada di Apotek sehingga informasi tentang penggunaan obat yang
tepat dan rasional dapat menyebar ke masyarakat sehingga bisa memperbaiki
perilaku masyarakat
3. Perlu penelitian lanjutan yang meneliti tentang sikap dan perilaku apoteker atau
tenaga kesehatan lain tentang fenomena swamedikasi di masyarakat
4. Perlu ditambahkan indikator mengenai kriteria inklusi dan eksklusi untuk responden
dan dicantumkannya poin-poin perilaku lain dalam instrumen penelitian seperti
keterjangkauan fasilitas kesehatan, lama penggunaan obat antinyeri, pendataan
jumlah obat yang sedang digunakan dan dibeli jika lebih dari satu obat, dan sistem
pertanyaan terbuka
DAFTAR PUSTAKA
Basak, Subal Candra et.al. 2009. Community Pharmacy Practice in India: Past,
Present and Future. Community Pharmacy Practice in India. Southern Med
Review 2; 1:11-14
Bennadi D. 2014. Self-medication: A current challenge. J Basic Clin Pharma -
2014:5: 19-23
Bhimaray, Krishnagoudar et.al. 2012. The Key Role of Community Pharmacists
in Health Care System: An Overview. Universal Journal of Pharmacy, 01
(01) Page 46-51
BPOM. 2014. Menuju Swamedikasi yang Aman. Jakarta: Info POM. Halaman 3-5
BPS Kab. Rembang. 2016. http://rembangkab.bps.go.id/. Diakses tanggal 21
Januari 2016
BPS. 2016. https://www.bps.go.id/Subjek/view/id/6. Diakses tanggal 16 Juni 2016
CCP (Council on Credentialialing in Pharmacy) Washington DC . 2009. Scope of
Contemporary Pharmacy Practice: Roles, Responsibilities, and Functions
of Pharmacists and Pharmacy Technicians. Washington DC: Council on
Credentialing in Pharmacy, page 507-508
Dahlan, M. Sopiyudin. 2011. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi 5.
Jakarta: Salemba Medika
Dep. Farmakologi dan Terapeutik FK UI. 2009. Farmakologi dan Terapi Edisi 5.
Jakarta: FK UI
Depkes RI. 2007. Kompendia Obat Bebas Edisi 2, cetakan ketiga. Jakarta:
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan
Depkes RI. 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia
Derry, Sheena et.al. 2014. Single Dose dipyrone for acute postoperative pain.
Europe PMC founder group (9): CD003227
Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI. 2008. Materi
Pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Memilih Obat Bagi
Tenaga Kesehatan. Jakarta: Depkes RI, halaman 6-8
Djunarko, Ipang, Hendrawati. 2011. Swamedikasi yang Baik dan Benar. Yogyakarta:
Intan Sejati, hal 7-8
Doucet, CK Riley, et.al. 2004. Canadian and American Self-treatment of pain: a
comparison study. ISSN: 1445-6354
Lapau, Prof. Dr. Buchari, dr.MPH. 2013. Metode Penelitian Kesehatan, Metode
Ilmiah Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi Pedoman bagi mahasiswa S-
1, S-2, dan S-3. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, halaman 110.
Lilja J, Salek et al. 2008. Patient’s attitude and Behavior in Pharmaceutical
System Global Perspectives. page: 277-299.
Ningrum, Puji Pratiwi. 2014. Pengaruh Pengetahuan terhadap Perilaku
Swamedikasi Obat Anti-inflamasi Non-Steroid Oral pada Etnis Tionghoa
di Surabaya. Surabaya: Departemen Farmasi Komunitas, Fakultas Farmasi
UNAIR, halaman 36-40.
Notoatmodjo, Suekidjo. 1993. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Kesehatan. Yogyakarta: Andi Offset
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta, halaman: 164
Novia, Septiani. 2014. Pemahaman Masyarakat Terhadap Swamedikasi Influenza di Desa
Moahudu Kecamatan Tabongo Kabupaten Gorontalo. Gorontalo: UNG,
halaman:14
Panagakou, Sotria G, et.al. 2010. Risk Factors of Antibiotik Misuse for Upper Respiratory
Tract Infection ion Children: Result from a Cross-sectional Knowledge-Attitude-
Practice Study in Greece. International Schlarly Research Network Vol 2012,
Article ID 685302, 8 pages
Palilati, Defriyanti. 2014. Gambaran Swamedikasi Menggunakan Obat Analgetika-
Antipiretika oleh Masyarakat di Desa Daena, Kecamatan Limboto Barat tahun
2013. Gorontalo: UNG, halaman: 14
Pemerintah Kabupaten Rembang. 2014. http://www.rembangkab.go.id/ . diakses 1
Desember 2015
Pemerintah Kabupaten Rembang. 2015. Profil Kesehatan Kabupaten Rembang
2014. Rembang: Dinas Kesehatan Kabupaten Rembang, halaman 3-5
Purwanti, Angki. Harianto, Subidjo Supardi. 2004. Gambaran Pelaksanaan
Standar Pelayanan Farmasi di Apotek DKI Jakarta tahun 2003. Majalah
Ilmu Kefarmasian, Vol.I, No.2. Halaman: 102-115
Shanker. 2002. Self-medication and non-doctor Prescription Practice in Pokhara
Valley, Western Nepal: a Questionnare based study. Nepal: BMC Family
Practice, 3: 1-7
Lampiran 1: Surat Permohonan Izin Penelitian dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
N %
Excludeda 0 .0
Total 20 100.0
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.344 25
Item-Total Statistics
Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Deleted
N %
Excludeda 0 .0
Total 20 100.0
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.460 24
Item-Total Statistics
Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Deleted
a07 penghasilan:
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
tepat perilaku
perempuan Count 17 33 50
Total Count 44 53 97
Chi-Square Tests
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21,32.
tepat perilaku
Tua Count 33 46 79
Total Count 44 53 97
Chi-Square Tests
N of Valid Casesb 97
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,16.
tepat perilaku
Petani Count 13 8 21
Wiraswasta Count 4 7 11
Guru Count 5 4 9
Lain Count 19 32 51
Total Count 44 53 97
Chi-Square Tests
N of Valid Cases 97
tepat perilaku
SD/MI/SEDERAJAT Count 9 13 22
SLTP/MTS/SEDERAJAT Count 17 18 35
SLTA/MA/SEDERAJAT Count 10 14 24
DIPLOMA/STRATA Count 5 7 12
Total Count 42 55 97
Chi-Square Tests
N of Valid Cases 97
tepat perilaku
sedang Count 14 25 39
tinggi Count 4 2 6
Total Count 44 53 97
Chi-Square Tests
N of Valid Cases 97
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
tepat indikasi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
tepat obat
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
tepat rute
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
tepat dosis
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
tepat frekuensi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
tepat kontraindikasi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
NO.RESPONDEN:
KUESIONER PENELITIAN
Kepada Yth.
Bapak/ Ibu/ Saudara/i
Di Apotek seluruh Wilayah Kabupaten Rembang
Assalamua’alaikum warohmatullahi
wabarokatuh
Salam Hormat,
Perkenalkan nama saya Ikhda Khullatil Mardliyah, mahasiswi Program Studi
Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
angkatan 2012. Saya sedang melakukan penelitian skripsi dengan Judul “FAKTOR-
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU PASIEN SWAMEDIKASI
OBAT ANTINYERI DI APOTEK KABUPATEN
REMBANG TAHUN 2016”. Oleh karena itu, saya meminta kesediaan Anda untuk
menjadi responden dalam penlitian saya dan mengisi semua pertanyaan di
Kuesioner ini dengan jujur dan objektif sesuai dengan kondisi yang terjadi.
Kuesioner ini akan dijaga kerahasiaannya dan hanya diketahui oleh peneliti. Bila
Bapak/ Ibu/ Saudara/i bersedia, silahkan menandatangani lembar persetujuan
dibawah ini. Atas kesediaan Bapak/ Ibu/ Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini
dengan lengkap dan jujur saya mengucapkan terimakasih.
Rembang, 2016
Menyetujui
(..................................................)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
101
KUESIONER PENELITIAN
Peetunjuk pengisian
Isilah lembar kuesioner sesuai dengan apa yang anda rasakan atau sesuai dengan data anda.
A. Identitas Responden
Nama :
Jenis jenis kelamin : Laki Laki Wanita
USIA :..................TAHUN
Alamat :
No. Telepon. HP :
Bidang pekerjaan : Nelayan Wiraswasta
Petani Guru
Pendidikan terakhir : Tidak sekolah SD/Sederajat
SLTP/Sederajat SLTA/ Sederajat
Diploma/S1/S2
Penghasilan perbulan : < Rp. 1.500.000 >Rp. 3.000.000
Rp.1.500.000-Rp.3.000.000
B. Profil Swamedikasi
B01 Apakah anda pernah 1. Ya
melakukan swamedikasi? 2. Tidak (lanjut ke nomor B06)
(pengobatan tanpa harus
datang ke dokter)
B02 Apakah anda mengetahui 1. Ya
swamedikasi sebelumnya? 2. Tidak
B03 Darimana anda mengetahui 1. Nenek moyang
tentang swamedikasi? 2. Keluarga/ Tetangga/ sahabat
3. Dokter/ perawat/ apoteker
4. Iklan TV/ Radio/ majalah/ internet
B04 Apa swamedikasi menurut 1. Konsumsi obat-obatan tanpa harus
anda? datang ke dokter
2. Pengobatan diri sendiri tanpa
pengawasan profesional (dokter,
apoteker, perawat) sehingga dapat
meringankan penyakit atau kondisi
medis
3. Pengambilan resep kedua untuk
pengobatan diri sendiri
4. Penggunaan obat oleh seseorang untuk
merawat dan mengurangi gejala yang di
alami
5. Penggunaan obat Out the counter
(OTC) atau obat bebas dan obat bebas
C. Perilaku Swamedikasi
C01 Selalu membaca informasi obat yang akan 1. Ya 2. Tidak
diminum
C02 Obat yang diminum adalah obat mengurangi 1. Ya 2. Tidak
nyeri
C03 Jumlah obat yang didapatkan sesuai dengan 1. Ya 2. Tidak
yang diminta
C04 Jumlah obat adalah 10 buah 1. Ya 2. Tidak
C05 Meminum obat melalui oral/ mulut 1. Ya 2. Tidak
C06 Meminum obat dengan cara ditelan 1. Ya 2. Tidak
C07 Memperhatikan dosis sebelum meminum obat 1. Ya 2. Tidak
NO.RESPONDEN:
KUESIONER PENELITIAN
Kepada Yth.
Bapak/ Ibu/ Saudara/i
Di Apotek seluruh Wilayah Kabupaten Rembang
Assalamua’alaikum warohmatullahi
wabarokatuh
Salam Hormat,
Perkenalkan nama saya Ikhda Khullatil Mardliyah, mahasiswi Program Studi
Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
angkatan 2012. Saya sedang melakukan penelitian skripsi dengan Judul “FAKTOR-
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU PASIEN SWAMEDIKASI
OBAT ANTINYERI DI APOTEK KABUPATEN
REMBANG TAHUN 2016”. Oleh karena itu, saya meminta kesediaan Anda untuk
menjadi responden dalam penlitian saya dan mengisi semua pertanyaan di
Kuesioner ini dengan jujur dan objektif sesuai dengan kondisi yang terjadi.
Kuesioner ini akan dijaga kerahasiaannya dan hanya diketahui oleh peneliti. Bila
Bapak/ Ibu/ Saudara/i bersedia, silahkan menandatangani lembar persetujuan
dibawah ini. Atas kesediaan Bapak/ Ibu/ Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini
dengan lengkap dan jujur saya mengucapkan terimakasih.
Rembang, 2016
Menyetujui
(..................................................)
KUESIONER PENELITIAN
Peetunjuk pengisian
Isilah lembar kuesioner sesuai dengan apa yang anda rasakan atau sesuai dengan data anda.
B. Identitas Responden
Nama :
Jenis jenis kelamin : Laki Laki Wanita
USIA :..................TAHUN
Alamat :
No. Telepon. HP :
Bidang pekerjaan : Nelayan Wiraswasta
Petani Guru
Pendidikan terakhir : Tidak sekolah SD/Sederajat
SLTP/Sederajat SLTA/ Sederajat
Diploma/S1/S2
Penghasilan perbulan : < Rp. 1.500.000 >Rp. 3.000.000
Rp.1.500.000-Rp.3.000.000
B. Profil Swamedikasi
B01 Apakah anda pernah 1. Ya
melakukan swamedikasi? 2. Tidak (lanjut ke nomor B06)
(pengobatan tanpa harus
datang ke dokter)
B02 Apakah anda mengetahui 1. Ya
swamedikasi sebelumnya? 2. Tidak
B03 Darimana anda mengetahui 1. Nenek moyang
tentang swamedikasi? 2. Keluarga/ Tetangga/ sahabat
3. Dokter/ perawat/ apoteker
4. Iklan TV/ Radio/ majalah/ internet
B04 Apa alasan anda melakukan 1. Pengalaman sebelumnya
swamedikasi? 2. Saran dari teman/ anggota keluarga
3. Tidak ada waktu untuk periksa ke
dokter
4. Biaya periksa ke dokter yang mahal
B05 Apakah obat yang anda 1. Modern
sering gunakan? 2. Tradisional/ jamu
3. Pengobatan tradisional/ akupuntur/
bekam
4. Lainnya ...
B06 Sebutkan nama obat yang
anda gunakan saat ini
B07 Dimana tempat anda 1. Apotek
membeli obat? 2. Warung
3. Swalayan
4. Toko obat
5. Lainnya ...
C. Perilaku Swamedikasi
C01 Selalu membaca informasi obat yang akan 1. Ya 2. Tidak
diminum
C02 Obat yang diminum adalah obat mengurangi 1. Ya 2. Tidak
nyeri
C03 Jumlah obat yang didapatkan sesuai dengan 1. Ya 2. Tidak
yang diminta
C04 Meminum obat melalui oral/ mulut 1. Ya 2. Tidak
C05 Meminum obat dengan cara ditelan 1. Ya 2. Tidak
C06 Memperhatikan dosis sebelum meminum obat 1. Ya 2. Tidak
C07 Meminum obat 2 tablet/ lebih ketika lupa 1. Ya 2. Tidak
C08 Meminum obat 2 kali dengan jarak berdekatan 1. Ya 2. Tidak
ketika nyeri kambuh
C09 Meminum obat 1 tablet sekali minum 1. Ya 2. Tidak
C10 Meminum obat sampai habis 1. Ya 2. Tidak
C11 Meminum obat jika terasa sakit saja 1. Ya 2. Tidak
C12 Meminum obat 3 kali dalam sehari 1. Ya 2. Tidak
C13 Obat diminum 1 jam setelah makan 1. Ya 2. Tidak
C14 Menghentikan minum obat ketika muncul efek 1. Ya 2. Tidak
lain, seperti mual dan pusing
C15 Melihat tanggal berlaku obat sebelum 1. Ya 2. Tidak
meminum obat
C16 Memperhatikan bentuk dan warna obat sebelum 1. Ya 2. Tidak
meminum obat
C17 Memilih obat sesuai keinginan tanpa 1. Ya 2. Tidak
mempertimbangkan saran apoteker
C18 Meminum obat lain (selain nyeri) dalam waktu 1. Ya 2. Tidak
yang sama
C19 Bertanya apakah boleh meminum obat 1. Ya 2. Tidak
bersamaan kepada petugas apotek
C20 Meminum obat dengan teh 1. Ya 2. Tidak
C21 Meminum obat dengan kopi 1. Ya 2. Tidak
C22 Meminum obat dengan buah 1. Ya 2. Tidak
C23 Mencari tahu informasi obat tersebut dilarang 1. Ya 2. Tidak
untuk siapa saja (seperti wanita hamil dan
menyusui)
C24 Boleh meminum obat nyeri dengan penyakit 1. Ya 2. Tidak
asma