Anda di halaman 1dari 180

HALAMAN JUDU L

KAJIAN INTERAKSI OBAT PADA PASIEN GAGAL


GINJAL YANG MENJALANI HEMODIALISIS RAWAT
INAP DI RUMAH SAKIT PELABUHAN JAKARTA
TAHUN 2021

SKRIPSI

CUT FADHILATUL HABIBI


11181020000103

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2022 M / 1443 H
KAJIAN INTERAKSI OBAT PADA PASIEN GAGAL
GINJAL YANG MENJALANI HEMODIALISIS RAWAT
INAP DI RUMAH SAKIT PELABUHAN JAKARTA
TAHUN 2021

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

CUT FADHILATUL HABIBI


11181020000103

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2022 M / 1443 H

ii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang bertandatangan di bawah ini :


Nama : Cut Fadhilatul Habibi
NIM : 1118102000103

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul KAJIAN INTERAKSI OBAT
PADA PASIEN GAGAL GINJAL YANG MENJALANI HEMODIALISIS
RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PELABUHAN JAKARTA TAHUN 2021
adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat
dalam penyusunannya. Adapun kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah
saya cantumkan sumber kutipannya dalam skripsi. Saya bersedia melakukan proses
yang semestinya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku jika ternyata
skripsi ini sebagian atau keseluruhan merupakan plagiat dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.

Ciputat, 20 Agustus 2022

Cut Fadhilatul Habibi


11181020000103

iii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Nama : Cut Fadhilatul Habibi


NIM : 11181020000103
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Kajian Interaksi Obat Pada Pasien Gagal Ginjal Yang Menjalani
Hemodialisis Rawat Inap Di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta
Tahun 2021

Disetujui oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

apt. Nelly Suryani, Ph.D apt. Vidia Arlaini Anwar, S.Si., M.Farm
NIP. 196510242005012001 NIDN. 0300807760

Mengetahui,
Kepala Program Studi Farmasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Dr. apt. Nurmeilis, M.Si.


NIP. 19740430 200501 2011

iv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PENGESAHAN

v
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK

Nama : Cut Fadhilatul Habibi


Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Kajian Interaksi Obat Pada Pasien Gagal Ginjal Yang Menjalani
Hemodialisis Rawat Inap Di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta
Tahun 2021

Penyakit gagal ginjal kronik (GGK) merupakan penyakit ginjal stadium akhir.
Pasien GGK memerlukan terapi pengganti ginjal seperti hemodialisis. Hemodialisis
merupakan salah satu pilihan terapi pada pasein gagal ginjal kronik. Pasien GGK
yang menjalani hemodialisis umumnya mendapatkan obat lebih dari satu yang
dikenal dengan polifarmasi. Penggunaan polifarmasi yang berpotensi menimbulkan
permasalahan obat-obat dan dapat meningkatkan terjadinya interaksi obat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi interaksi obat-obat, yang
bertujuan untuk mengetahui persentase kejadian interaksi obat pada pasien GGK
yang menjalani hemodialisis. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan
desain studi cross-sectional. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif
berdasarkan catatan rekam medis pasien. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien
GGK yang menjalani hemodialisis rawat inap di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta
periode Januari-Desember 2021. Penelitian dilakukan terhadap 56 data rekam
medis yang memenuhi kriteria inklusi. Pengecekan dilakukan melalui Drug
Interaction Cheker berupa drugbank, drugs.com serta Lexicomp. Penelitian ini
memaparkan persentase dari jenis potensi interaksi obat dan tingkat keparahan
interaksi berdasarakan tingakatan yang telah ditetapkan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dari 56 pasien GGK terdapat 248 kejadian interaksi obat
dengan mekanisme interaksi terbanyak yaitu interaksi obat secara farmakodinamik
(54,43%) dan tingkat keparahan interaksi obat berada pada tingkat keparahan
moderate (68,54%). Untuk obat yang paling sering diberikan kepada pasien GGK
yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta adalah ceftriaxone
(10,26%), furosemid (8,61%) dan ondansetron (8,32%).

Kata Kunci: Gagal ginjal kronik, Hemodialisis, Interaksi obat.

vi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT

Name : Cut Fadhilatul Habibi


Program of Study : Farmasi
Title : Study of Drug Interactions in Patients with Kidney Failure
Undergoing Inpatient Hemodialysis at Harbor Hospital
Jakarta 2021

Chronic kidney failure (CKD) is an end-stage kidney disease. CKD patients require
renal replacement therapy such as hemodialysis. Hemodialysis is one of the
treatment options in patients with chronic renal failure. CKD patients undergoing
hemodialysis generally receive more than one drug, known as polypharmacy. The
use of polypharmacy has the potential to cause drug-drug problems and can increase
the occurrence of drug interactions. This study aims to determine the potential for
drug-drug interactions, which aims to determine the percentage of drug interactions
in CKD patients undergoing hemodialysis. This study is a descriptive study with a
cross-sectional study design. Data were collected retrospectively based on the
patient's medical records. The sample in this study was CKD patients undergoing
inpatient hemodialysis at the Jakarta Harbor Hospital for the period January-
December 2021. The study was conducted on 56 medical record data that met the
inclusion criteria. Checks are carried out through Drug Interaction Checkers in the
form of drugbank, drugs.com and Lexicomp. This study describes the percentage
of types of potential drug interactions and the severity of the interactions based on
a predetermined level. The results showed that from 56 patients with CKD there
were 248 drug interactions with the most interaction mechanism being
pharmacodinamic drug interactions (54,43%) and the severity of drug interactions
being at moderate severity (68,54%) . The drugs most often given to CKD patients
undergoing hemodialysis at the Jakarta Harbor Hospital were ceftriaxone (10.26%),
furosemide (8.61%) and ondansetron (8.32%).

Keywords : Chronic kidney disease, hemodialysis, drug Interactions.

vii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
ِ‫ِالرحِ ي ِْم‬
َّ ‫ِالرحْ َم ِن‬
َّ ِ‫ِــــــــــــــــــمِهللا‬
ِ ‫س‬
ْ ِ‫ب‬

Alhamdulillahi Rabbil’alamiin, Puji syukur saya panjat kepada Allah SWT


berkat rahmat dan karunia yang telah diberikan pada saya hingga saat ini. Tidak
lupa shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang telah memberikan begitu banyak pelajaran dan ilmu yang bermanfaat
hingga sekarang ini. Alhamdulillah, atas izin Allah SWT saya dapat menyusun dan
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Interaksi Obat Pada Pasien Gagal
Ginjal Yang Menjalani Hemodialisis Rawat Inap Di Rumah Sakit Pelabuhan
Jakarta Peroide 2021” yang telah diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana
Farmasi di Program Studi Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Sholawat serta salam semoga selalu senantiasa
terlimpah curahkan kepada kekasih tercinta, teladan termulia dan insan sempurna,
Baginda Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun kita dari zaman kegelapan
hingga zaman yang terang benderang seperti saat ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan dalam skripsi ini tidak dapat
terselesaikan dengan jika tanpa bantuan, dukungan, bimbingan, doa, dan semangat
dari berbagai pihak mulai dari awal perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini.
Oleh karena itu, izinkan penulis untuk mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah banyak membantu pada penyusunan skripsi ini
terkhusus kepada:
1. Allah SWT atas segala rahmat, karunia dan ilmu yang bermanfaat yang mana
telah diberikan kepada penulis serta kepada junjungan Baginda Nabi
Muhammad SAW sebagai teladan dalam menjalani kehidupan.
2. Teruntuk kedua orang tua tercinta, Ayah Zulyaden dan Mama Tuti Masliyah
S.Ag. yang senantiasa mencurahkan segenap cinta dan kasih sayang,
kesabaran, semangat, nasihat serta doa dan dukungan yang mengiringi di setiap
helaan nafas dan langkah penulis. Semoga keduanya senantiasa diberikan
kesehatan dan umur panjang oleh Allah SWT. Aamiin
3. Ibu Apt. Nelly Suryani, M.Si., Ph.D. selaku dosen pembimbing pertama
penulis yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan

viii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
banyak ilmu, arahan, tenaga, dan kesabaran dalam membimbing penulis,
termasuk saran, dukungan dan kepercayaan selama proses penelitian hingga
terselesaikan penulisan skripsi ini.
4. Ibu Apt. Vidia Arlaini Anwar, S.Si., M.Farm. selaku dosen pembimbing kedua
penulis yang juga telah meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan
banyak ilmu, arahan, dan kesabaran dalam membimbing penulis, termasuk
saran, dukungan dan kepercayaan serta tenaga dalam pelaksanaan proses
penelitian hingga terselesaikan penulisan skripsi ini.
5. Ibu Dr. Apt. Zilhadia, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Ibu Dr. Apt. Nurmeilis, M.Si., selaku ketua Program Studi Farmasi, Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Ibu apt. Sabrina, M. Farm., Ph.D dan apt. Yardi, Ph.D selaku dosen penguji
proposal yang telah memberikan saran dan masukannya dalam penulisan
skripsi.
8. Ibu Vivi Anggia, M.Farm,. Apt. selaku dosen Penasehat Akademik atas
motivasi, dorongan dan bantuannya selama empat tahun penulisan menimba
ilmu sebagai mahasiswa di Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. Bapak dan Ibu dosen pengajar Program Studi Farmasi, Fakultas Ilmu
Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan ilmu dan teladan selama masa perkuliahan.
10. Adik tersayang, Adzka Da’iyah Umri, Dzihnin ‘Afif Shohi, Nazla ‘Afifa
Silmi, Muhaimin Nur Rahman Baihaqi, dan adik bungsu saya Mar-atus
Sholeha ilal Jannah yang telah memberikan semangat yang tiada henti, Kasih
sayang, dukungan dan mendoakan penulis. Semoga kita dapat terus berbakti
dan membahagiakan kedua orang tua kita dan selalu dalam naungan rahmat-
Nya
11. Muhammad Khoir terima kasih atas perhatian dan kasih sayang, kepercayaan,
kesabaran, doa, motivasi, ilmu pengetahuan, arahan, tenaga, dan kesabaran
dalam membimbing penulis, termasuk nasihat serta dukungan yang terus
menerus baik moral maupun materil dan selalu memberikan hiburan selama

ix
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
penulisan skripsi ini. Semoga segala bantuan dan jerih payahnya mendapat
balasan yang lebih baik disisi-Nya.
12. Teman-teman CSSMoRA UIN Jakarta 2018, khususnya grup “Tipe-x” yang
telah setia menemani dan memberikan motivasi serta semangat di setiap suka
dan duka selama perkuliahan.
13. Teman-teman seperjuangan mahasiswa/i S1 Farmasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta angkatan 2018 (Primaquine), khususnya Farmasi BD 2018 yang selalu
menemani selama perkuliahan.
14. Teman seperjuangan penelitian dan seperbimbingan atas masukan, kesabaran
dan susah senangnya selama masa penelitian hingga penyusunan skripsi
15. Kepada kak Anjas Apriadi, S. Farm dan kaka tingkat lainnya yang sudah
banyak memberikan masukan, bantuan, dukungan, doa dan semangat motivasi
kepada penulis, semoga Allah SWT membalas kebaikan kalian.
16. Seluruh pihak yang telah banyak membantu dan mendoakan saya serta terlibat
dalam penelitian dan penulisan skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak
langsung yang penulis tidak dapat sebutkan satu persatu.
17. Last but not least, I wanna thank me, for believing in me, for doing all this hard
work, for having no days off, for never quitting, for just being me at all times.

Semoga Allah SWT. membalas segala kebaikan semua pihak yang telah
membantu. Dengan segenap kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun atas segala kekurangan dan keterbatasan dalam penelitian
ini agar menjadi lebih baik. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat untuk berbagai
pihak, dan berkontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang
akan datang.

Ciputat, 22 Juli 2022

Cut Fadhilatul Habibi

x
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,
saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Cut Fadhilatul Habibi


NIM : 11181020000103
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Ilmu Kesehatan
Jenis Karya : Skripsi

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya,


dengan judul:

KAJIAN INTERAKSI OBAT PADA PASIEN GAGAL GINJAL YANG


MENJALANI HEMODIALISIS RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT
PELABUHAN JAKARTA TAHUN 2021

Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta
Pada Tanggal : 22 Agustus 2022

Yang menyatakan,

(Cut Fadhilatul Habibi)

xi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. 1


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... v
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
ABSTRACT ......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ........................................................... xi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvii
DAFTAR ISTILAH ......................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian......................................................................................... 3
1.3.1. Tujuan Umum ................................................................................... 3
1.3.2. Tujuan Khusus .................................................................................. 4
1.4 Manfaat Hasil Penelitian ............................................................................. 4
1.4.1 Manfaat bagi RS Pelabuhan .............................................................. 4
1.4.2 Manfaat bagi Program Studi Farmasi ............................................... 4
1.4.3 Manfaat bagi Peneliti Lain ................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 5
2.1. Ginjal ........................................................................................................... 5
2.2. Anatomi Ginjal ............................................................................................ 5
2.2.1. Struktur Makroskopik Ginjal ............................................................ 6
2.2.2. Struktur Mikroskopik Ginjal ............................................................. 7
2.3. Fisiologi Ginjal ............................................................................................ 9
2.4. Gagal Ginjal Kronik .................................................................................. 11
2.5. Stadium Pada Gagal Ginjal ....................................................................... 12
xii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.6. Etiologi Gagal Ginjal Kronik .................................................................... 13
2.7. Epidemiologi Gagal Ginjal Kronik ........................................................... 14
2.8. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik ................................................................ 15
2.8.1. Kategori Penyebab .......................................................................... 16
2.8.2. Kategori GFR (Glomerulus Filtration Rate) / LFG (Laju Filtrasi
Glomerulus) ............................................................................................... 16
2.8.3. Kategori Albuminuria ..................................................................... 17
2.9. Patofisiologi Gagal Ginjal ......................................................................... 17
2.10. Gejala Gagal Ginjal Kronik....................................................................... 19
2.11. Komplikasi Gagal Ginjal ........................................................................... 19
2.12. Pencegahan Gagal Ginjal Kronik .............................................................. 20
2.13. Terapi Gagal Ginjal Kronik....................................................................... 21
2.13.1. Terapi Non Farmakologi ............................................................... 21
2.13.2. Terapi Farmakologi ....................................................................... 21
2.14. Terapi Pengganti Ginjal ............................................................................ 29
2.14.1. Hemodialisis .................................................................................. 29
2.14.2. Dialisis Peritoneal .......................................................................... 33
2.14.3. Transplantasi Ginjal ...................................................................... 33
2.15. Interaksi Obat ............................................................................................ 33
2.15.1. Definisi Interaksi Obat .................................................................. 33
2.15.2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Interaksi Obat .................... 34
2.15.3. Interaksi Obat Berdasarkan Mekanisme ........................................ 35
2.15.4. Interaksi Obat Berdasarkan Tingkat Keparahan............................ 41
2.16. Rekam Medis .......................................................................................... 42
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 44
3.1. Jenis Penelitian .......................................................................................... 44
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 44
3.2.1. Tempat Penelitian............................................................................ 44
3.2.2. Waku Penelitian............................................................................... 44
3.3. Populasi dan Sampel ................................................................................. 44
3.3.1. Populasi ........................................................................................... 44
3.3.2. Sampel ............................................................................................. 45

xiii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ..................................................................... 45
3.4.1. Kriteria Inklusi Sampel ................................................................... 45
3.4.2. Kriteria Eksklusi Sampel................................................................. 45
3.5. Kerangka Konsep Penelitian ..................................................................... 46
3.6. Definisi Operasional .................................................................................. 47
3.7. Prosedur Penelitian .................................................................................... 49
3.7.1. Bagan Alur Penelitian ..................................................................... 49
3.7.2. Persiapan Perizinan Penelitian ........................................................ 49
3.7.3. Persiapan Perangkat ........................................................................ 50
3.7.4. Pengumpulan Data .......................................................................... 50
3.7.5. Pengolahan Data.............................................................................. 50
3.8. Analisis Data ............................................................................................. 52
3.8.1. Analisa Univariat ............................................................................ 52
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 53
4.1. Subjek Penelitian ....................................................................................... 53
4.2. Karakteristik Pasien................................................................................... 53
4.3. Profil Penggunaan Obat............................................................................. 61
4.3.1. Profil Penggunaa Obat Oral ............................................................ 61
4.3.2. Profil Penggunaan Obat Injeksi....................................................... 66
4.4. Prevalensi Potensi Interaksi Obat Pada Pasien GGK dengan Hemodialisis
Rawat Inap ....................................................................................................... 70
4.5. Distribusi Interaksi Obat Pasien Gagal Ginjal .......................................... 72
4.5.1. Distribusi Interaksi Obat Pasien Gagal Ginjal Berdasarkan
Mekanisme Kerja Obat .............................................................................. 82
4.5.2. Distribusi Interaksi Obat Pasein Gagal Ginjal Berdasarkan Level
Kemaknaan Klinis ..................................................................................... 83
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 85
5.1. Kesimpulan................................................................................................ 85
5.2. Saran ....................................................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 86
LAMPIRAN ......................................................................................................... 95

xiv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi GGK Kategori Penyebab (Perhimpunan Nefrologi Indonesia,


2018) ..................................................................................................................... 16
Tabel 2. Klasifikasi GGK Berdasarkan Derajat Albuminuria (Dipiro et al., 2020
............................................................................................................................... 17
Tabel 3. Jenis Sediaan Insulin .............................................................................. 22
Tabel 4. Definisi Operasional ............................................................................... 47
Tabel 5. Distribusi Pasien Berdasarkan Karakteristik .......................................... 54
Tabel 6. Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Profil Penggunaan Obat
Oral ........................................................................................................................ 61
Tabel 7. Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan ProfilPenggunaan Obat
Injeksi .................................................................................................................... 66
Tabel 8. Prevalensi Interaksi Obat Keseluruhan Pada Setiap Pasien GGK dengan
hemodialisis di rawat inap Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta tahun 2021 .............. 70
Tabel 9. Distribusi Interaksi Obat Pada Pasien Gagal Ginjal dengan penyakit
penyerta di Rawat Inap RS Pelabuhan Jakarta Tahun 2021 ................................. 72
Tabel 10. Distribusi Interaksi Obat Berdasarkan Mekanisme Kerja Obat Pada
Pasien pasien GGK dengan hemodialisis di rawat inap Rumah Sakit Pelabuhan
Jakarta tahun 2021................................................................................................. 82
Tabel 11. Distribusi Interaksi Obat yang terjadi Pada pasien GGK dengan
hemodialisis rawat inap Berdasarkan Tingkat Keparahan di Rumah Sakit Pelabuhan
Jakarta tahun 2021................................................................................................. 83

xv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi Ginjal ................................................................................... 6


Gambar 2. Struktur Anatomi Ginjal ...................................................................... 6
Gambar 3. Anatomi Nefron ................................................................................... 7
Gambar 4. Sel Ginjal ............................................................................................. 8
Gambar 5. Komponen Nefron ............................................................................... 9
Gambar 6. Mekanisme Progresif Gagal Ginjal Kronik ....................................... 19
Gambar 7. Algoritma Terapi untuk Mencegah Perkembangan Penyakit Ginjal pada
Individu dengan Diabetes...................................................................................... 26
Gambar 8. Algoritma Terapi untuk Mencegah Perkembangan Penyakit Ginjal pada
Individu Non Diabetes .......................................................................................... 27
Gambar 9. Bagan Manajemen Pengobatan Hipertensi pada Pasien GGK .......... 28
Gambar 10. Mesin Dialisis NIPRO ..................................................................... 31
Gambar 11. Mesin Dialisis Fresenius .................................................................. 32
Gambar 12. Mesin Dialisis Nikisso ..................................................................... 32
Gambar 13. Kerangka Konsep Penelitian............................................................ 46
Gambar 14. Bagan Alur Penelitian ...................................................................... 49

xvi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Time Tabel Penelitian ..................................................................... 96


Lampiran 2. Surat Izin Pengambilan Data .......................................................... 97
Lampiran 3. Persetujuan Kode Etik Penelitian ................................................... 98
Lampiran 4. Rekapitulasi Data Pasien GGK Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta ... 99

xvii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISTILAH

ACE : Angiotensin Converting Enzyme


ARB : Angiotensin II Receptor Blocker
AV : Arteriovenous
BUN : Blood Urea Nitrogen
CAD : Coronary Artery Disease
CCB : Calcium Chanel Blocker
CHF : Congestive Heart Failure
DM : Diabetes Mellitus
ESRD : End Stage Renal Disease
GGK : Gagal Ginjal Kronik
GFR : Glomerular Filtration Rate
HHD : Hypertensive Heart Disease
IRR : Indonesian Renal Registry
IKD : Institute of Kidney Disease
KEMENKES : Kementerian Kesehatan
LFG : Laju Filtrasi Glomerular
NaCl : Natrium Klorida
NHANES : National Health and Nutrition Examination Survey
PERNEFRI : Perhimpunan Nefrologi Indonesia
RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar
RS : Rumah Sakit
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
WHO : World Health Organization

xviii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I PENDAHULUAN
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit ginjal merupakan terdapatnya sebuah gangguan yang terjadi
pada organ ginjal, yaitu pada dua buah organ yang berbentuk seperti kacang
dan berada pada kedua sisi tubuh bagian punggung bawah, tepatnya di
bawah tulang rusuk. Gangguan pada ginjal akan mempengaruhi kinerja dari
pada tubuh dalam mencuci darah yaitu dengan melakukan penyaringan
limbah tubuh dan juga cairan berlebih yang akan menjadi urin. Penyakit
gagal ginjal dapat dipicu oleh kondisi seperti diabetes dan juga tekanan
darah yang tinggi, seseorang beresiko mengalami gangguan ginjal ketika
mengalami diabetes, tekanan darah tinggi ataupun memiliki riwayat
penyakit ginjal dalam keluarganya (Marianti, 2016).
Gagal ginjal merupakan suatu penyakit fungsi organ ginjal mengalami
penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal
penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan
dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium di dalam darah atau
reproduksi urin (Hidayati et al., 2020). Pasien dengan penyakit ini
memerlukan terapi pengganti ginjal berupa transplantasi ginjal atau dialisis
yang terdiri dari dialisis peritonial dan hemodialisis. Terapi pengganti ginjal
yang paling banyak digunakan saat ini adalah hemodialisis dengan
jumlahnya yang terus meningkat dari tahun ke tahun (Salfitri et al., 2017).
Hemodialisa merupakan salah satu pilihan terapi pada pasien gagal ginjal
kronik. Namun tidak semua pasien gagal ginjal kronik melakukan
hemodialisa, dikarenakan hemodialisa membutuhkan waktu yang lama dan
harus dijalani dengan rutin. Jumlah pasien GGK di Indonesia yang
menjalani hemodialisis mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Peningkatan yang cukup tajam terlihat pada rentang tahun 2007 sampai
2015.
Jumlah pasien GGK yang aktif menjalani hemodialisis pada tahun
2007 sebanyak 1.885 pasien, sedangkan di tahun 2015 pasien GGK yang
aktif menjalani hemodialisis mencapai jumlah yang cukup banyak yaitu
2

30.554 pasien (Pernefri, 2015). Kondisi ini menunjukkan adanya


peningkatan jumlah pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis. Pasien
GGK yang menjalani hemodialisis umumnya mendapatkan obat lebih dari
satu yang dikenal dengan polifarmasi. Penggunaan polifarmasi berpotensi
menimbulkan permasalahan obat-obat terutama interaksi obat.
Pasien dengan gagal ginjal terkadang sering diresepkan banyak obat.
Banyaknya penggunaan obat-obatan tersebut, dapat meningkatkan risiko
interaksi obat (Bailie et al., 2004). Interaksi obat adalah keadaaan dimana
suatu zat mempengaruhi akitivitas obat, dimana dapat menghasilkan efek
meningkat atau menurun atau menghasilkan efek baru yang tidak dihasilkan
oleh obat tersebut. Interaksi ini dapat terjadi dari penyalahgunaan yang
disengaja atau karena kurangnya pengetahuan tentang bahan-bahan aktif
yang terdapat dalam hal terkait (Bushra et al., 2011). Interaksi obat dianggap
penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas dan atau
mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi terutama bila menyangkut
obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah)
(Mariam, 2016).
Berdasarkan penelitian Pasangka,dkk (2017) diketahui potensi
interaksi obat yang terjadi sebanyak 292 potensi interaksi obat dengan
persentase 65,32%. Berdasarkan penelitian Fatimah (2019) diperoleh hasil
potensi interaksi obat ditemukan pada 56% pasien dengan total 287 kasus.
Berdasarkan penelitian Maifitrianti (2016) dari 63 pasien, teridentifikasi
sebanyak 443 terdapat interaksi obat. Berdasarkan penelitian Adibe et al
(2017) diperoleh hasil dari 169 pasien diperoleh 749 kejadian interaksi obat,
dengan 525 kejadian (70,09%) tingkat keparahan signifikan. Busari et al
(2019), menyebutkan dari 542 resep diperoleh potensi obat-obat yang
berinteraksi pada pasien gagal ginjal adalah 508 (93,7%) resep, dengan 486
(85,7%) resep memiliki tingkat keparahan signifikan. Berdasarkan
penelitian Diaz et al (2020), dari 957 resep pada 112 pasien gagal ginjal
kronik diperoleh potensi obat-obat yang berinteraksi adalah 928 (91%)
resep, dengan 717 (77,3%) resep memiliki tingkat keparahan moderate.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


3

Informasi tentang interaksi obat diperlukan untuk mendukung


keberhasilan terapi agar sesuai dengan tujuan utama pasien. Keberadaan
farmasis sangat penting agar bisa mengawasi dan mengkaji interaksi obat
yang diresepkan pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis. Penting
bagi para farmasis untuk bisa mengidentifikasi interaksi obat apa saja yang
bisa berpotensi terjadi antara obat yang satu dan obat lainnya, dengan
mencari dan mengumpulkan data, maka peneliti dapat mengidentifikasi
tentang potensi interaksi obat yang bisa terjadi pada pasien yang menderita
penyakit gagal ginjal. Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian
mengenai hal tersebut dengan populasi penelitian adalah pasien yang
mengidap gagal ginjal dan menjalani terapi hemodialisa di RS. Pelabuhan
Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien,
gambaran jumlah kejadian potensi interaksi obat, gambaran jenis dan
jumlah obat lain yang berinteraksi, serta tingkat keparahan interaksi obat
pada pasien gagal ginjal rawat inap di RS Pelabuhan Jakarta.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
masalah yang akan menjadi pokok pembahasan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana karakteristik pasien pada pasien Gagal Ginjal yang
menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta periode 2021
2. Bagaimana penggunaan profil obat yang diterima pada pasien Gagal
Ginjal yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta
periode 2021
3. Bagaimana potensi interaksi obat yang terjadi pada pasien Gagal Ginjal
pada saat proses hemodialisis di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta periode
2021

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui interaksi
obat pada pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


4

Pelabuhan Jakarta periode 2021


1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik pasien pada pasien Gagal Ginjal yang
menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta periode 2021
2. Untuk mengetahui profil obat yang diterima pada pasien Gagal Ginjal
yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta periode
2021
3. Untuk mengetahui potensi interaksi obat yang terjadi pada pasien Gagal
Ginjal pada saat proses hemodialisis di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta
periode 2021

1.4 Manfaat Hasil Penelitian


1.4.1 Manfaat bagi RS Pelabuhan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi
pemberian obat yang memiliki interaksi obat pada pasien Gagal Ginjal yang
menjalani hemodialisis
1.4.2 Manfaat bagi Program Studi Farmasi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan wawasan untuk
menambah ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi atau sebagai
bahan referensi untuk melakukan penelitian terkait dengan topik tersebut.
1.4.3 Manfaat bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi terkait interaksi obat
pada pasien Gagal Ginjal yang menjalani hemodialisis.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ginjal
Ginjal adalah suatu organ yang secara struktural kompleks dan telah
berkembang untuk melaksanakan sejumlah fungsi penting, seperti : ekskresi
produk sisa metabolisme, pengendalian air dan garam, pemeliharaan
keseimbangan asam yang sesuai, dan sekresi berbagai hormon dan autokoid
(Julianti Aisyah, 2009)
2.2. Anatomi Ginjal
Ginjal adalah organ berpasangan yang berwarna merah tua dan
berbentuk seperti kacang, terletak di kedua sisi kolumna vertebralis, tepat di
atas pinggang antara peritoneum dan dinding posterior abdomen. Karena
posisi tersebut sehingga organ tersebut dikatakan retroperitoneal (Tortora dan
Derrickson, 2014). Ginjal terlindung dengan baik dari trauma langsung karena
dibagian posterior (atas) dilindungi oleh tulang kosta dan otot-otot yang
mengelilingi kosta, sedangkan dibagian anterior (bawah) dilindungi bantalan
usus yang tebal (Washudi dan Hariyanto, 2016).
Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ginjal
kiri karena massa lobus hati lebih besar sehingga ginjal tertekan ke bawah
oleh hati. Sedangkan ginjal kiri berada lebih tinggi dari ginjal kanan. Pada
dinding anterior abdomen, hilus masing-masing ginjal terletak pada planum
transpyloricum, sekitar tiga jari dari garis tengah. Pada punggung, ginjal
terbentang dari processus spinosus vertebrae thoracicae XII sampai
processus spinosus vertebrae lumbalis III, dan hilus berhadapan dengan
vertebra lumbalis I (Snell, 2012)

5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6

Gambar 1. Anatomi Ginjal (Tortora dan Derrickson, 2014)


2.2.1. Struktur Makroskopik Ginjal
Pada orang dewasa , panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7
hingga 5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan
beratnya sekitar 150 gram. Secara anatomik ginjal terbagi dalam dua bagian,
yaitu korteks dan medula ginjal. Ginjal terdiri darai bagian dalam (medula)
dan luar (korteks).
1. Bagian dalam (internal) medula. Substansia medularis terdiri dari
piramid renalis yang jumlahnya antara 18-16 buah yang mempunyai
basis sepanjang ginjal, sedangkan apeksnya mengahadap ke sinus
renalis. Mengandung bagian tubulus yang lurus, ansa henle, vasa rekta
dan diktus koligens terminal.
2. Bagian luar (eksternal) korteks. Substansia kortekalis berwarna coklat
merah, konsistensi lunak dan bergranula. Substansia ini tepat dibawah
tunika fibrosa, melengkung sapanjang basis piramid yang berdekatan
dengan garis sinus renalis, dan bagian dalam diantara piramid dinamakan
kolumna renalis. Mengandung glomerulus, tubulus proksimal dan distal
yang berkelok-kelok dan duktus koligens.

Gambar 2. Struktur Anatomi Ginjal

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


7

(Martini, Nath dan Bartholomew, 2012)


2.2.2. Struktur Mikroskopik Ginjal
1. Nefron
Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap nefron terdiri atas sel
ginjal dan tubulus ginjal yang membentuk satu kesatuan (nefron). Ukuran
ginjal terutama ditentukan oleh jumlah nefron yang membentuknya. Tiap
ginjal menusia memiliki kira-kira 1,3 juta nefron. Setiap nefron bisa
membentuk urin sendiri. Karena itu fungsi satu nefron dapar
menerangkan fungsi ginjal. Sel-sel ginjal berbentuk struktur seperti bola
yang terdiri atas kapsul glomerulus (kapsul Bowman), jaringan kapiler
yang biasa disebut glomerulus dan ruang seperti cangkir. Sedangkan
tubulus ginjal berupa saluran tubular yang panjang dengan panjang 50
mm (1,97 inci) (Martini, Nath dan Bartholomew, 2012).

Gambar 3. Anatomi Nefron


(Kanishka, 2013)

2. Glomerulus
Setiap nefron pada ginjal berawal dari berkas kapiler yang disebut
glomerulus, yang terletak didalam korteks, bagian terluar dari ginjal.
Tekanan darah mendorong sekitar 120 ml plasma darah melalui dinding
kapiler glomerular setiap menit. Kapsul glomerulus atau biasa disebut
kapsul Bowman terdiri dari lapisan visceral dan parietal. Lapisan viseral
terdiri atas sel epitel skuamosa sederhana yang dimodifikasi (podosit).
Banyak tonjolan seperti kaki (pedikel) membungkus lapisan tunggal sel

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


8

endotel dari kapiler glomerulus dan membentuk dinding bagian dalam


kapsul. Sedangkan lapisan parietal terdiri dari epitel skuamosa sederhana
dan membentuk dinding luar kapsul (Tortora dan Derrickson, 2014).

Gambar 4. Sel Ginjal


(Tortora dan Derrickson, 2014)

3. Tubulus Kontortus Proksimal


Tubulus kontortus proksimal merupakan bagian pertama dari tubulus
ginjal. Pada tubulus proksimal, lapisannya terdiri dari sel epitel kuboid
sederhana dengan batas mikrovili yang menonjol pada permukaan apikal
(permukaan yang menghadap lumen) (Martini, Nath dan Bartholomew,
2012). Tubulus Kontortus Proksimal berbentuk seperti koil longgar
berfungsi menerima cairan yang telah disaring oleh glomerulus melalui
kapsula bowman. Sebagian besar dari filtrat glomerulus diserap kembali
ke dalam aliran darah melalui kapiler- kapiler sekitar tubulus kotortus
proksimal. Panjang 15 mm dan diameter 55 μm.
4. Lengkung Henle
Lengkung henle biasa disebut juga ansa henle merupakan lengkungan
yang terbentuk dari tubulus proksimal yang membentuk belokan, yaitu
tungkai turun (descending limb) dan tungkai naik (ascending limb).
Cairan yang berada di bagian descending limb mengalir ke pelvis ginjal.
Sedangkan cairan di ascending limb mengalir ke korteks ginjal. Setiap
tungkai berisi ruas tebal dan ruas tipis bergantung pada tinggi epitelnya.
Segmen tebal memiliki epitel kuboid dan segmen tipis dilapisi oleh epitel
skuamosa (Martini, Nath dan Bartholomew, 2012).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


9

5. Tubulus Kontortus Distal


Tubulus kontortus distal merupakan bagian ketiga dari tubulus ginjal
yang terbentuk dari bagian ascending limb lengkung henle yang
membentuk sudut tajam di dekat sel ginjal. Bagian awal dari tubulus
distal melewati arteriol aferen dan eferen. Hanya sekitar 15% dari filtrat
glomerulus (sekitar 20ml/menit) mencapai tubulus distal, sisanya telah
diserap kembali dalam tubulus proksimal. Tubulus kontortus distal
berbeda dengan tubulus kontortus proksimal karena mempunyai
diameter yang lebih kecil dan sel epitelnya tidak memiliki banyak
mikrovili (Martini, Nath dan Bartholomew, 2012).

6. Duktus Koligen
Duktus koligen merupakan saluran pengumpul nefron. Duktus ini
memiliki kemapuan mereabsorbsi dan mensekresi kalsium. Beberapa
duktus koligen yang berkumpul, membentuk duktus papiler yang lebih
besar, yang pada gilirannya bermuara menjadi kelopak minor. Epitel
yang melapisi sistem pengumpul ini biasanya berbentuk kolom (Martini,
Nath dan Bartholomew, 2012).

Gambar 5. Komponen Nefron


(Sherwood, 2014)

2.3. Fisiologi Ginjal


Ginjal adalah salah satu organ yang berperan sangat penting dalam

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


10

metabolisme tubuh. Berbagai fungsi ginjal di dalam tubuh meliputi mencegah


akumulasi limbah dan menjaga keseimbangan cairan di dalam tubuh,
memproduksi hormon dan enzim yang digunakan dalam pengendalian
tekanan darah, produksi sel darah merah dan menjaga kekuatan tulang
(Washudi dan Hariyanto, 2016). Fungsi ginjal salah satunya adalah
membantu menjaga stabilitas lingkungan cairan internal (Serwood, 2013),
sebagai berikut:
1. Menjaga keseimbangan air (H20) di tubuh.
2. Menjaga osmolaritas cairan tubuh, melalui regulasi keseimbangan H20
yang penting untuk mencegah fluks-fluks osmotik masuk atau keluar sel.
3. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES, termasuk
natrium (Na+ ), ldorida (C1- ), kallum (K+ ), kalsium (Ca2+), ion hidrogen
(H+ ), bikarbonat (HCO3- ), fosfat (P043-), sulfat (S042-), dan magnesium
(Mg2+).
4. Mempertahankan volume plasma.
5. Membantu menjaga keseimbangan asam-basa tubuh melalui pengeluaran
H+ dan HCO3- di urin.
6. Mengekskresikan produk-produk sisa metabolisme tubuh, seperti urea
(dari protein), asam urat (dari asam nuldeat), kreatinin (dari kreatin otot),
bilirubin (dari hemoglobin), dan hormon metabolit. Bahan-bahan
tersebut dapat menjadi toksik jika dibiarkan menumpuk di dalam tubuh.
7. Mengekskresikan senyawa-senyawa asing, seperti obat, zat aditif pada
makanan, pestisida, dan bahan - bahan lain yang masuk ke dalam tubuh.
8. Memproduksi hormon eritropoietin, yang merangsang pembentukan sel
darah merah.
9. Memproduksi hormon enzimatik renin.
10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya.

Ginjal mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri. Ginjal


kemudian akan mengambil zat-zat yang berbahaya dari darah. Zat-zat yang
diambil dari darah pun diubah menjadi urin. Urin lalu akan dikumpulkan dan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


11

dialirkan ke ureter. Setelah ureter, urin akan ditampung terlebih dahulu di


kandung kemih. Bila orang tersebut merasakan keinginan berkemih dan
keadaan memungkinkan, maka urin yang ditampung dikandung kemih akan
di keluarkan lewat uretra (Sherwood, 2011).
Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan urin, yaitu
filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi. Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi
sejumlah besar cairan yang hampir bebas protein dari kapiler glomerulus ke
kapsula Bowman. Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali protein, di filtrasi
secara bebas sehingga konsentrasinya pada filtrat glomerulus dalam kapsula
bowman hampir sama dengan plasma. Awalnya zat akan difiltrasi secara
bebas oleh kapiler glomerulus tetapi tidak difiltrasi, kemudian di reabsorpsi
parsial, reabsorpsi lengkap dan kemudian akan dieksresi (Sherwood, 2011).

2.4. Gagal Ginjal Kronik


Gagal Ginjal Kronik adalah hilangnya fungsi ginjal secara progresif
selama beberapa bulan sampai bertahun-tahun, ditandai dengan penggantian
bertahap struktur ginjal normal dengan fibrosis intertisial (DiPiro
pharmacotherapy 7th, 858). Keabnormalan struktur dan fungsi ginjal, yang
terjadi lebih dari 3 bulan dengan implikasi kesehatan. (KDIGO 2012 Clinical
Practice Guideline for Evaluation and Management of CKD).
Gagal ginjal kronik didefinisikan sebagai kelainan struktur atau fungsi
ginjal selama 3 bulan atau lebih yang berimplikasi pada kesehatan. Kelainan
struktural meliputi albuminuria lebih dari 30 mg/hari, adanya hematuria atau
sel darah merah di endapan urin, elektrolit dan kelainan lainnya di tubular,
kelainan yang terdeteksi oleh histologi, pencitraan atau riwayat transplantasi
ginjal (Dipiro, 2015).
Penyakit ginjal akan terjadi ketika bersihan kreatinin pasien (CLCr)
diperkirakan menjadi kurang dari 50 mL/menit (0,83 mL/s). Pada penyakit
gagal ginjal kronik (GGK), kelainan pada struktur atau fungsi ginjal ditandai
dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60
ml/menit/1,73 m2 selama 3 bulan atau lebih dan kerusakan ginjal yang
terjadi bersifat progresif dan irreversible (Dipiro et al., 2020).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


12

2.5. Stadium Pada Gagal Ginjal


Tingkatan atau stadium pada penyakit ginjal dijelaskan sebagai berikut
(Ariani, 2016):
1. Stadium I
Stadium I merupakan stadium yang paling awal. Dalam stadium ini
ginjal masih dalam keadaan baik, biasanya penderita belum merasakan
adanya gejala bahkan melalui tes laboratorium ginjal masih dalam keadaan
baik. Kreatinin serum dan kadar BUN berada dalam batas normal dan
penderita asimtomatik laju filtrasi glomerulus. Untuk mengetahui adanya
gangguan fungsi kerja ginjal dalam kondisi ini dilakukan dengan memberi
beban kerja berat seperti melakukan pemekatan kemih atau dengan
melakukan test GFR.
2. Stadium II
Stadium II dikatakan ginjal sudah tidak baik lagi karena 75% dari
jaringan yang berfungsi rusak. GFR dalam stadium ini sebesar 25% dari
normal dan kadar BUN baru meningkat di atas batas normal. Kadar
kreatinin serum akan mengalami peningkatan melebihi kadar normal.
Pasien dalam stadium ini akan mengalami nokturia dan poliuria,
perbandingan jumlah kemih pada pasien yaitu 3:1 atau 4:1. Biasanya
ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal finjal 5-25%. Faal ini
mengalami penurunan karena ginjal kekurangan darah. Pada stadium II ini
berbeda dengan stadium I karena penderita mulai merasa aktivitasnya
terganggu.
3. Stadium III
Stadium III merupakan gagal ginjal tahap akhir dimana 90% dari
jaringan ginjal mengalami kerusakan. Nilai GFR hanya menyentu 10%
dari keadaan normal, kreatinin hanya berada pada ambang 5-10 ml/menit
bahkan kurang. Penderita akan merasakan gejala yang parah dan
mengganggu aktivitas mereka. Penderita tidak akan sanggup lagi
mempertahankan homeostatis cairan dan juga elektrolit di dalam tubuh.
Pengobatan yang dilakukan melalui transplantasi ataupun dialisis.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


13

2.6. Etiologi Gagal Ginjal Kronik


Faktor risiko pasien GGK meliputi faktor kerentanan individu, faktor
inisiasi dan faktor progresi atau perkembangan penyakit. Faktor kerentanan
dan inisiasi GGK mencakup faktor risiko klinis dan sosiodemografi (Dipiro
et al., 2020).
1) Faktor Kerentanan Individu
Faktor yang tidak mempengaruhi secara langsung pada peningkatan
penyakit ginjal.
• Usia lanjut
• Pengurangan massa ginjal dan BB kelahiran rendah
• Status ras dan minoritas suku (African american, American Indian,
Hispanic, Asian)
• Tingkat pendidikan
• Riwayat keluarga
• Paparan bahan kimia
• Kondisi lingkungan
2) Faktor Inisiasi
Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan ginjal, yang
biasanya dapat dengan pemberian terapi.
• Diabetes
• Hipertensi
• Obesitas
• Neoplasia
• Penyakit infeksi
• Penyakit Autoimun
3) Faktor Progresi
Faktor yang dapat memperparah keadaan penurunan fungsi ginjal
setelah proses inisiasi kerusakan ginjal.
• Diabetes melitus
• Hipertensi
• Proteinuria

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


14

• Merokok
• Obesitas

Penyakit gagal ginjal sendiri umumnya banyak terjadi pada penderita


hipertensi dan juga diabetes, penjelasannya yaitu sebagai berikut (Ariani,
2016) :
1. Gangguan ginjal pada diabetes
Salah satu penyakit yang paling utama di dalam memicu terjadinya
gagal ginjal adalah diabetes melitus. Hal ini terjadi dikarenakan kadar
glukosa di dalam darah yang berada di atas ambang normal akan
menjadikan ginjal mengalami penurunan fungsi di dalam menyaring
kotoran sehingga merusak sistem kerja penyaringan ginjal tersebut.
Penderita diabetes dianjurkan untuk menjaga pola makan mereka dan
mengkonsumsi obat sehingga nantinya kadar glukosa di dalam darah tidak
berlebih.
2. Gangguan ginjal pada hipertensi
Tekanan darah merupakan ukuran tekanan dalam kondisi jantung
memompa darah ke pembuluh arteri setiap denyut nadi. Seseorang dengan
kondisi hipertensi dimana memiliki tekanan darah berlebih akan merusak
kerja organ lainnya. Tekanan darah yang terlalu tinggi akan menghambat
proses penyaringan yang terjadi di dalam ginjal. Pembuluh darah kecil
yang ada di dalam ginjal akan tertekan. Hipertensi ini rerjadi karena
seseorang memiliki kebiasaan gaya hidup yang buruk, baik dari aktivitas
fisik ataupun pola makan.
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai penyakit, seperti
glomerolunefritis akut, gagal ginjal akut, penyakit ginjal polikistis,
obstruksi saluran kemih, pielonefritis, nefrotoksin, dan penyakit sistemik,
seperti diabetes militus, hipertensi, lupus eritematous, poliartritis, penyakit
sel sabit, amiloidosis (Hutagaol, 2017).

2.7. Epidemiologi Gagal Ginjal Kronik


Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan masyarakat global

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


15

dengan prevalensi dan insiden gagal ginjal yang meningkat, prognosis yang
buruk dan biaya yang tinggi. Menurut hasil sistematic review tahun 2010
prevalensi GGK diperkirakan sekitar 10% setara hampir 500 juta orang
dengan perkiraan sama pada pria dan wanita. Sebuah metaanalisis dari 100
penelitian prevalensi GGK menghasilkan perkiraan prevalensi global sebesar
13% (Levin et al., 2017). Sedangkan di indonesia, perawatan penyakit ginjal
merupakan ranking keduapembiayaan terbesar dari BPJS kesehatan setelah
penyakit jantung. Hasil Riskesdas 2013 juga menunjukkan prevalensi
meningkat seiring dengan bertambahnya umur, dengan peningkatan tajam
pada kelompok umur 35-44 tahun dibandingkan kelompok umur 25-34 tahun.
Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%),
sedangkan provinsi dengan prevalensi tertinggi adalah Sulawesi Tengah
sebesar 0,5%, diikuti Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi Utara masing-masing
0,4 % (Riskesdas, 2013).
Penyakit kardiovaskular memburuk dengan memburuknya GGK. Dalam
penelitian Atherosclerotic Risk in Communities, sebuah studi kohort
prospektif dengan lebih dari 15.000 Pasien, risiko kejadian kardiovaskular
iskemik adalah 38% lebih tinggi pada pasien GGK dengan penyakit stadium
3 atau 4 daripada pada mereka dengan penyakit Tahap 1.10 Semua penyebab
kematian antara pasien dengan GFR 15-59 mL / min / 1.73m2 adalah 29%,
dibandingkan dengan 7,7% di antara mereka yang memiliki GFR 90-150 mL
/ min / 1.73m2.10 Demikian juga pada 5.135 pasien Studi Kesehatan
Kardiovaskular, risiko kardiovaskular Kejadian 31% di antara pasien dengan
GFR 15-59 mL / min / 1.73m2, dan risiko semua penyebab kematian 47%.

2.8. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik


Pada tahun 2012, berdasarkan rekomendasi dari pedoman Kidney
Disease Improving Global Outcome (KDIGO), sistem klasifikasi GGK
dikategorikan berdasarkan LFG dan derajat albuminuria pasien. LFG > 90
mL/menit menjadi indikator paling akurat adanya GGK dan ditetapkan
sebagai GGK stadium 1. Pasien diklasifikasikan menjadi penyakit ginjal
stadium akhir (End Stage Renal Disease/ESRD) jika LFG di bawah 15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


16

mL/menit/1,73 m2 ,sehingga pasien memerlukan terapi dialisis kronik atau


transplantasi ginjal untuk meningkatkan kehidupannya (Dipiro et al., 2020).

2.8.1. Kategori Penyebab


Tabel 1. Klasifikasi GGK Kategori Penyebab (Perhimpunan Nefrologi
Indonesia, 2018)
Diagnosa Penyakit Terminologi
Penyakit Ginjal Hipertensif Pasien dengan riwayat hipertensi dengan gejala
proteinuria, hematuria mikroskopik dan
hipertensi retinopati.
Gangguan Glomerulus Glomerulopati primer dengan gejala
hipertensi, proteinuria, hematuria, dan tubuh semabab
tanpa disertai penyakit sistemik.
Nefropati Diabetik Pasien dengan riwayat Diabetes Mellitus (DM),
proteinuria tanpa riwayat penyakit ginjal sebelumnya.
Nefropati Obstruktif Pasien dengan riwayat obstruksi saluran
kemih, dengan gejala ISK berulang,
hidronefrosis dan hipertensi.
Pielonefritis Kronik Proteinuria asimptomatik dengan atau tanpa hematuria,
hipertensi, ISK berulang, USG,
ginjal mengisut.

2.8.2. Kategori GFR (Glomerulus Filtration Rate) / LFG (Laju Filtrasi


Glomerulus)
Klasifikasi GGK berdasarkan LFG (Dipiro et al., 2020), sebagai berikut:

1. Stadium 1: gangguan fungsi ginjal dengan LFG normal atau meningkat


(≥ 90 ml/min/1,73 m2)
2. Stadium 2: gangguan fungsi ginjal dengan penurunan LFG ringan (60-89
ml/min/1,73 m2)
3. Stadium 3: gangguan fungsi ginjal dengan penurunan LFG ringan sampai
sedang (30-59 ml/min/1,73 m2)
4. Stadium 4: gangguan fungsi ginjal dengan penurunan LFG berat (15-29
ml/min/1,73 m2)
5. Stadium 5: gagal ginjal (LFG < 15 ml/min/1,73 m2) atau dialisis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


17

Berdasarkan Kidney Disease Improving Global Outcomes (2012)


stadium 3-5 memenuhi kriteria GGK. Sedangkan stadium 1 dan 2
berdasarkan nilai LFG nya tidak memenuhi kriteria GGK (Dipiro et al.,
2020).
2.8.3. Kategori Albuminuria
Tabel 2. Klasifikasi GGK Berdasarkan Derajat Albuminuria (Dipiro et al.,
2020)
Laju Eksresi Rasio Albumin Kreatinin
Albumin
Kategori Kondisi
(mg/hari)
mMg/mmol mg/g
A1 <30 <3 <30 Normal hingga
sedikit meningkat
A2 30-300 3-30 30-300 Cukup meningkat *

A3 ≥300 >30 ≥300 Meningkat drastis **

Catatan : *relatif untuk tingkatan muda dan dewasa


**termasuk sindrom nefrotik (ekskresi albumin biasanya > 2200 mg/24 jam
[Rasio albumin-kreatinin > 2220 mg/g;220 mg/mmol]).

Kategori albuminuria merupakan prediktor penting dari hasil. Hubungan


tingginya kadar proteinuria dengan tanda-tanda dan gejala sindrom nefrotik
sangat dikenali. Deteksi dan evaluasi kecil dari jumlah proteinuria telah
mendapatkan hasil yang signifikan. Beberapa penelitian telah menunjukkan
pentingnya diagnostik, patogen, dan prognosisnya.

2.9. Patofisiologi Gagal Ginjal


Perkembangan GGK ditunjukkan dengan meningkatnya kerusakan
fungsi ginjal yang terjadi bergantung pada penyakit yang diderita pasien
sebelumnya, juga terkait dengan usia, jenis kelamin, serta rasio albumin
kreatinin urin pasien. Selain itu, Kerusakan ginjal dapat terjadi karena
disebabkan oleh berbagai penyebab heterogen. Misalnya, pada GGK dengan
diabetes terjadi akibat adanya ekspansi mesangial glomerulus, sedangkan
GGK dengan nefrosklerosis hipertensi, arteriol ginjal mengalami penebalan
dinding arteri. Sedangkan pada kerusakan struktur awal ginjal dapat terjadi
akibat adanya penyakit primer yang mempengaruhi ginjal, yang merupakan
penyebab terjadinya ESRD, yaitu hilangnya massa nefron, hipertensi kapiler

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


18

glomerulus, dan proteinuria (Dipiro et al., 2020).


Hilangnya massa nefron, penurunan tekanan perfusi dan LFG,
meningkatkan pelepasan renin dan mengubah angiotensinogen menjadi
angiotensin I, yang kemudian diubah menjadi angiotensin II (ATII) sebagai
vasokonstriktor kuat dari arteriol aferen dan eferen. ATII menyebabkan
peningkatan tekanan di dalam kapiler glomerulus sehingga menyebabkan
fraksi filtrasi meningkat. Hal tersebut dapat meningkatkan perkembangan
hipertensi dan hipertrofi intraglomerular. Tekanan kapiler intraglomerulus
yang tinggi mengganggu secara selektif fungsi dari penghalang permeabilitas
glomerulus, yang mengakibatkan peningkatan ekskresi albumin dan
proteinuria melalui urin (Dipiro et al., 2020).
Adanya proteinuria juga dapat menyebabkan hilangnya nefron secara
progresif. Protein seperti albumin, transferin, imunoglobulin, faktor
komplemen, sitokin, dan ATII bersifat toksik bagi sel tubulus ginjal karena
menyebabkan peningkatan produksi sitokin inflamasi dan vasoaktif seperti
endotelin dan monosit chemoattractant protein-1 (MCP1). Proteinuria juga
terkait dengan aktivasi komplemen komponen yang terdapat di bagian
membran apikal tubulus proksimal yang pada akhirnya menyebabkan
hilangnya unit nefron struktural secara progresif, dan penurunan LFG (Dipiro
et al., 2020).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


19

Gambar 6. Mekanisme Progresif Gagal Ginjal Kronik

2.10. Gejala Gagal Ginjal Kronik


Disebutkan bahwa gejala gagal ginjal ini sulit diketahui, apalagi ketika
pasien masih berada dalam stadium awal dikarenakan gejalanya yang umum.
Namun untuk memperjelas, gejala seseorang mengalami gagal ginjal sebagai
berikut (Ariani, 2016) :
1. Sering buang air kecil, terutama ketika malam hari
2. Gatal pada kulit
3. Ketika melakukan tes urine di dalam urine tersebut terkandung protein
dan juga darah
4. Kram pada otot
5. Mengalami penyusutan berat badan
6. Nafsu makan menurun
7. Kaki ataupun tangan mengalami pembengkakan akibat cairan yang
menumpuk
8. Dada terasa nyeri, hal ini dikarenakan di sekitar jantung terdapat cairan
9. Kejang otot
10. Sesak nafas
11. Sering mual ataupun muntah
12. Insomnia dan susha tidur

2.11. Komplikasi Gagal Ginjal


Penyakit gagal ginjal merupakan suatu kondisi penyakit dimana organ
ginjal mengalami penurunan fungsi. Apabila kondisi ini dibiarkan secara
terus menerus tanpa ada penanganan yang tepat maka ginjal tidak dapat
menjalankan fungsinya untuk melakukan penyaringan pembuangan elektrolit
di dalam tubuh. Akibat dari kondsi ini yaitu ginjal yang terus memburuk dan
tidak dapat lagi bekerja sesuai dengan fungsinya (Ariani, 2016). Terdapat
berbagai macam komplikasi dari gagal ginjal kronik ini, yaitu sebagai berikut:
1. Gangguan pada keseimbangan elektrolit: Hiperkalemia dan
Hipokalsemia
2. Gangguan asam basa: asidosis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


20

3. Perikarditis, efusi pericardial dan juga tamponade jantung


4. Hipertensi, anemia
5. Perdarahan pada saluran cerna
6. Penyakit tulang

2.12. Pencegahan Gagal Ginjal Kronik


Melakukan pencegahan secara keseluruhan untuk terhindar dari gagal
ginjal sangat sulit, namun dapat dilakukan beberapa langkah antisipasi untuk
mengurangi risiko dari berkembangnya penyakit ini. Langkah tersebut yaitu
sebagai berikut (Ariani, 2016) :
1. Pola Makan Sehat
Menjaga pola makan sehat merupakan kunci utama dari mencegah
penyakit gagal ginjal. Melalui pengaturan pola makan maka dapat menjaga
kadar gula, kolestrol ataupun tekanan darah. Dianjurkan untuk
mengkonsumsi makanan yang berimbang seperti sayur dan buah. Hindari
makanan dengan minyak berlebih seperti gorengan, keju, santan, dll.
2. Hindari Rokok dan Alkohol
Kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol merupakan kebiasaan
buruk yang tidak baik bagi tubuh. Apabila terus-terusan mengkonsumsi
alkohol ataupun rokok tidak hanya merusak organ jantung dan
menyebabkan stroke saja, melainkan akan mengganggu fungsi ginjal.
Tekanan darah akan meningkat apabila mengkonsumsi alkohol dan rokok.
Batas maksimal konsumsi alkohol adalah 2-2,5 kaleng bir dengan 4,7%
alkohol setiap harinya.
3. Olahraga Teratur
Selain menjaga pola makan, kita perlu melakukan aktivitas lebih
dengan melakukan olahraga. Dianjurkan untuk melakukan aktivitas
aerobik dengan melakukan lari pagi ataupun berenang selama 2-3 jam
setiap minggu.
4. Membaca petunjuk obat
Jangan sampai mengkonsumsi obat dalam dosis berlebihan karena akan
mengganggu cara kerja ginjal. Harus mengkonsumsi obat sesuai dengan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


21

aturan. Obat-obat ini termasuk obat penahan rasa sakit seperti aspirin
ataupun ibuprofen.
5. Waspada Diabetes
Penderita diabetes harus lebih waspada terhadap gangguan ginjal ini
karena mereka berpotensi lebih untuk mengalami gagal ginjal. Setiap
setahun sekali sebaiknya memeriksa kondisi ginjal dan mengikuti anjuran
dokter untuk menjaga kondisi tubuh.

2.13. Terapi Gagal Ginjal Kronik


Pemberian terapi pada pasien GGK secara keseluruhan bertujuan untuk
mencegah perkembangan penyakit dengan meminimalkan risiko terjadinya
komplikasi. Pasien GGK dengan resiko tinggi berkembang menjadi ESRD
(stadium 4) dilakukan perencanaan terapi penggantian ginjal (transplantasi,
hemodialisis atau dialisis peritoneal). Pada pasien GGK stadium 5 atau
ESRD, tujuan utama dalam terapinya adalah meningkatkan kualitas hidup
pasien dan mencegah hasil yang merugikan dari komplikasi penyakit (Dipiro
et al., 2020).
2.13.1. Terapi Non Farmakologi
Terapi non farmakologi yang direkomendasikan pada pasien GGK
termasuk intervensi diet dan gaya hidup yang sehat (seperti melakukan
olahraga teratur selama 30 menit lima kali seminggu, berhenti merokok,
mengurangi konsumsi alkohol) untuk mengurangi risiko perkembangan
penyakit. Pada pasien GGK dengan pengontrolan tekanan darah, diet rendah
natrium (< 2 g/hari) terbukti menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 6
sampai 11 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 2 sampai 5 mmHg
(Dipiro et al., 2020).
2.13.2. Terapi Farmakologi
Penanganan GGK yang tepat dan efektif secara ideal melibatkan
pendekatan multidisiplin dalam mengatasi intervensi non farmakologi dan
farmakologi, pengetahun diet dan masalah sosial. Terapi farmakologi yang
digunakan dalam memperlambat progresi penyakit GGK adalah obat yang
dapat ditunjukkan untuk mengelola faktor penyabab GGK (Dipiro et al.,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


22

2020).
1. Hiperglikemia
Terapi intensif pasien dengan DM tipe 1 dan 2 dapat menurunkan
komplikasi mikrovaskular, salah satunya nefropati. Terapi yang dapat
diberikan adalah insulin atau antidiabetik oral dengan pemantauan kadar
gula darah tiga kali dalam satu hari. Perkembangan GGK dapat dibatasi
dengan melakukan kontrol optimal terhadap hipertensi dan hiperglikemia
(Sukandar et al., 2011).
a) Insulin
Insulin merupakan hormon yang disintesis oleh sel β pulau
langerhans dari proinsulin. Efek anabolisme dari insulin termasuk
stimulasi, utilisasi dan penyimpanan asam amino, asam lemak intrasel
dan glukosa. Insulin bekerja dalam mengatur kadar glukosa darah
hepar, otot dan adiposa. Pada kondisi hiperglikemia, terjadi
pengurangan insulin sehingga glukosa darah tidak dapat masuk ke sel-
sel otot, jaringan adiposa atau hepar dan metabolismenya terganggu
(Syarif et al., 2016).
Insulin menjadi obat utama dalam penanganan DM tipe 1 dan
beberapa DM tipe 2. Terapi insulin diberikan secara suntikan
menggunakan beberapa cara seperti intravena, intramuskular atau
yang lebih umum diberikan secara subkutan. Insulin subkutan
terutama diberikan pada DM tipe 1, DM tipe 2 yang tidak dapat diatasi
dengan diet atau antidiabetik oral, DM pada kehamilan, DM dengan
ketoasidosis dan komplikasi lain (Syarif et al., 2016).
Tabel 3. Jenis Sediaan Insulin
Jenis Sediaan Onset Kerja* Masa Kerja* Kombinasi dengan
Reguler soluble
Kerja 5-8 Semua jenis
cepat (kristal) 0,1-0,7
Lispro 2-5 Lente
Kerja NPH (isophan) Regular semilente
1-2 18-24
Lente
sedang
Protamin zinc 4-6 24-36 Regular

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


23

Ultralente 4-6 20-36


Kerja
Glargin 2-5 18-24
panjang
* dalam jam

Dosis dan konsentrasi insulin dinyatakan dengan unit (U). Satu


unit insulin dapat menurunkan glukosa puasa sekitar 45 mg/dL.
Insulin yang dibutuhkan pada pasien DM berkisar antara 5-150 U per
hari yang bergantung pada kondisi pasien. Dalam pemberian dosis
perlu diketahui terlebih dahulu kadar glukosa darah puasa dan glukosa
darah dua jam setelah makan serta kadar glukosa di dalam urin yaitu
antara jam 7-11, jam 12-16, jam 16-21 dan jam 21-7. Dosis awal
insulin pada pasien DM muda 0,7-1,5 U/KgBB, untuk dewasa kurus
8- 10 U insulin kerja sedang 20-30 menit sebelum sarapan dan 4-5 U
sebelum makan malam. Sedangkan pada pasien DM dewasa gemuk
20 U pada pagi hari dan 10 U sebelum makan malam (Syarif et al.,
2016).
Beberapa efek samping dapat ditimbulkan oleh pemberian
insulin, termasuk hipoglikemia, reaksi alergi dan resistensi, lipoatrofi
dan lipohipertrofi. Selain itu, efek samping lain yang daoat timbul
meliputi, edema, rasa kembung di bagian abdomen, terjadi pada
banyak pasien DM dengan hiperglikemia hebat (Syarif et al., 2016)
b) Antidiabetik Oral : Metformin
Metformin merupakan salah satu pilihan obat antidiabetik oral
golongan biguanida yang banyak digunakan. Obat antidiabetik oral
golongan biguanid bukan merupakan obat hipoglikemia akan tetapi
suatu antihiperglikemia. Pasien DM yang tidak adekuat dengan
golongan antidiabetik oral golongan sulfonilurea dapat diberikan
metformin, atau sebagai terapi kombinasi dengan insulin atau
sulfonilurea. Metformin menggantikan fenformin, golongan
biguanida lain yang telah ditarik dari peredaran karena bahaya asidosis
laktat yang ditimbulkannya (Syarif et al., 2016).
Dosis metformin dalam terapi diabetes dewasa dalah 1-3 gram per

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


24

hari dalam 2-3 kali pemberian. Dosis awal metformin 2 x 500 mg,
dosis pemeliharaan (maintenance dose) 3 x 500 mg, dengan dosis
maksimal 2,5 gram diminum pada saat makan (Syarif et al., 2016).
Metformin menurunkan produksi glukosa di hepar dan meningkatkan
sensitivitas jaringan otot dan adiposa terhadap insulin. Metformin oral
mengalami absorbsi di usus, tidak terikat dalam protein plasma darah.
Dieksresikan melalui urin dalam keadaan utuh dengan waktu paruh
sekitar 2 jam (Syarif et al., 2016).
Sekitar 20% pasien yang mendapatkan terapi metformin
mengalami efek samping mual, muntah, diare serta kecap logam.
Keluhan akan hilang degan dilakukannya penurunan dosis. Pada
pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan kardiovaskular,
penggunaan metformin dapat menyebabkan peningkatan kadar asam
laktat di dalam darah yang dapat mengganggu keseimbangan cairan
tubuh (Syarif et al., 2016). Obat antidiabetik oral golongan biguanid
kontraindikasi pada wanita hamil, pasien dengan penyakit ginjal
dengan uremia, pasien hepar berat, pasien dengan penyakit jantung
kongestif dan pasien penyakit paru dengan hipoksia berat (Syarif et
al., 2016).
2. Hipertensi
Penderita hipertensi memerlukan pengontrolan tekanan darah yang
adekuat sehingga dapat mengurangi laju penurunan LFG dan albuminuria
pada pasien GGK dengan atau tanpa diabetes. Terapi antihipertensi pada
pasien GGK dengan atau tanpa diabetes diawali dengan pemberian obat
golongan ACE inhibitor (angiotensin converting enzyme) atau ARB
(angiotensin receptor blocker) dan CCB (calcium chanel blocker) sebagai
lini kedua jika ACE inhibitor tidak ditoleransi dengan baik (Sukandar et al.,
2011).
Pada GGK, klirens obat golongan ACE inhibitor mengalami
penurunan sehingga sebaiknya pemberian terapi diawali dengan dosis
terendah. LFG menurun 25%-30% selama 3-7 hari setelah terapi awal ACE
inhibitor karena obat golongan ini dapat menurunkan tekanan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


25

intraglomerular. Selain itu, peningkatan kreatinin serum lebih dari 30%


setelah inisiasi terapi dengan ACE inhibitor, sehingga perlu dilakukan
penghentian terapi (Sukandar et al., 2011).
a) ACE Inhibitor (angiotensin converting enzyme)
ACE inhibitor merupakan salah satu obat lini pertama dalam
pengobatan hipertensi. ACE inhibitor bekerja degan menghambat
perubahan angiotensin I menjadi angiotensi II. Penurunan produksi
angiotenasin II akibat ACE inhibitor dapat menurunkan sekresi
aldosteron di korteks adrenal, sehingga terjadi eksresi air dan natrium
dan retensi kalium yang mengakibatkan adanya tendensi terjadinya
hiperkalemia pada gangguan fungsi ginjal. Pada ginjal, ACE inhibitor
mengakibatkan vasodilatasi arteri renalis yang dapat meningkatkan
aliran darah ginjal, sehingga dapat memperbaiki laju filtrasi
glomerulus (LFG). Pada sirkulasi glomerulus, ACE inhibitor
menyebabkan vasodilatasi lebih dominan pada arteriol eferen
dehingga menurunkan tekanan intraglomerular. Efek tersebut
dimanfaatkan ntuk mengurangi proteinuria pada nefropati diabetik dan
sindrom nefrotik. Selain itu, ACE inhibitor mempengaruhi
metabolisme bradikinin dengan menghambat degradasi bradikinin
sehingga kadar bradikinin di dalam darah meningkat dan
menimbulkan efek samping batuk kering dan angioderma (Syarif et
al., 2016).
b) ARB (angiotensin receptor blocker)
ARB bekerja dengan mencegah efek dari angiotensin II termasuk
vasokontriksi, sekresi aldosteron, rangsangan paraf simapatis, efek
renal dan lain-lain. ARB memiliki efek yang hampir sama dengan
golongan ACE inhibitor, namun pada ARB tidak berpengaruh
terhadap metabolisme bradikinin sehingga tiak dilaporkan
menimbulkan efek samping batuk kering dan angioderma seperti ACE
inhibitor (Syarif et al., 2016).
c) CCB (calcium chanel blocker)
CCB menghambat influks kalsium pada sel otot polos pembuluh

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


26

darah dan miokard. CCB terutama menyebabkan relaksasi arteriol


pada pembuluh darah, sehingga terjadi penurunan resistensi perifer
yang diikuti dengan refleks takikardia. CCB terbukti efektif untuk
hipertensi yang memiliki kadar renin rendah seperti pada penderita
usia lanjut (Syarif et al., 2016).

Gambar 7. Algoritma Terapi untuk Mencegah Perkembangan Penyakit Ginjal


pada Individu dengan Diabetes
Terapi Penunjang :
a. Diet Protein, pengobatan hilang lemak, kurang merokok, manajemen
anemia dapat memperlambat laju progresi GKK.
b. Tujuan utama dari pengobatan mengurangi lemak pada
GGK untuk mengurangi resiko untuk arteosklrosis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


27

c. Tujuan kedua untuk mereduksi proteinuria dan penurunan fungsi ginjal

Gambar 8. Algoritma Terapi untuk Mencegah Perkembangan Penyakit Ginjal


pada Individu Non Diabetes

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


28

Gambar 9. Bagan Manajemen Pengobatan Hipertensi pada Pasien GGK

Penyesuaian dosis harus dibuat setiap 2 sampai 4 minggu sesuai kebutuhan.


Dosis salah satu obat harus dimaksimalkan sebelum yang lainnya ditambahkan.
(ACEI, angiotensin-converting enzyme inhibitor; ARB, angiotensin receptor
blocker; BP, blood pressure; CCB, calcium channel blocker; Clcr, creatinine

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


29

clearance; Scr, serum creatinine.)


2.14. Terapi Pengganti Ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal. (Suwitra, 2006).
2.14.1. Hemodialisis
Hemodialisa merupakan proses pemisahan ataupun penyaringan serta
pembersihan darah melalui membran semi permeabel yang biasanya
dilakukan oleh mereka yang mengalami kondisi gagal ginjal tahap kronis atau
akut. Ginjal yang tidak dapat berfungsi kembali akan disesuaikan fungsinya
denga menggunakan selaput membran semi permeabel. Selaput ini berfungsi
mengeluarkan produk sisa metabolisme serta mengoreksi gangguan elektrolit
pada pasien gagal ginjal (Hutagaol, 2017).
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat
pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal
(LFG). Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat
pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal
(LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi
elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis,
ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang
tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan
Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi
elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah,
dan astenia berat (Sukandar, 2006).
2.14.1.1. Jenis Hemodialisa
Jenis hemodialisa dibagi menjadi dua yaitu (Tjokroprawiro, 2015):
a. Hemodialisa gangguan ginjal akut
b. Hemodialisa kronis, hemodialisa ini dibagi lagi menjadi :
1) Hemodialisa konvensional dengan jarak waktu 2-3 kali setiap
minggunya selam 4-5 jam sekali tindakan.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


30

2) Hemodialsis harian, biasanya dilakukan di rumah dengan durasi 2


jam setiap harinya.
3) Hemodialisa nocturnal, hemodialisa yang dilaksanakan pada malam
hari ketika pasien tidur dengan durasi 6-10 jam per tindakan dan 3-
6 kali seminggu.
2.14.1.2. Komplikasi Hemodialisa
Komplikasi akut yang paling sering terjadi adalah hipotensi, utamanya
pada pasien yang mengidap diabetes. Hipotensi ini diatasi dengan melakukan
evaluasi berat badan kering serta modifikasi dan ultrafiltrasi, dengan tujuan
agar jumlah cairan yang dikeluarkan lebih banyak jumlahnya dibandingkan
pada akhir dialisis. Saat terjadi proses difusi ini umumnya pasien mengalami
kram otot karena adanya gangguan perfusi otot saat mengambil cairan agresif.
(Suhardjono, 2014). Komplikasi kronik passion hemodialisa dapat dibagi
menjadi dua kategori yaitu :
1. Komplikasi yang sering terjadi karena terapi hemodialisa seperti
hipotensi, anemia, endocarditis, dll.
2. Komplikasi yang terjadi karena penyakit ginjal primer seperti nefropati,
kronik gromeluropati, glomerulonefritis, dll.
Komplikasi kronik atau komplikasi jangka panjang yang dapat terjadi
pada pasien yang mengalami terapi hemodialisa antara lain, penyakit
kardiovaskular (Suhardjono, 2014).
2.14.1.3. Prinsip Hemodialisis
Di dalam melakukan hemodialisa ini terdapat tiga komponen utama
di dalamnya yaitu alat dialiser, cairan dan juga sistem pengantara darah.
Dialiser sendiri merupakan alat yang dipergunakan di dalam proses dialysis
yang akan menggantikan fungsi ginjal dengan mengalirkan darah,
sementara komponen yang ada di dalamnya dikenal dengan nama dialisat,
komponen tersebut dibatasi oleh membran yaitu membran semi permeabel.
Proses hemodialisa merupakan penggabungan antara difusi dan juga
ultrafiltrasi. Difusi merupakan perpindahan zat terlarut melalui membran
semi permeabel. Besarnya laju difusi dipengaruhi oleh perbedaan
konsentrasi pada molekul. Molekul-molekul yang dapat dikeluarkan adalah

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


31

molekul dengan partikel kecil seperti urea, kreatinin, elektrolit dan juga
serub bikarbonat. Sementara yang tidak dapat dibuang adalah protein yag
terikat yang tidak dapat menembus membran.

2.14.1.4. Jenis – Jenis Hemodyalizer (Rahmanto Bagyo, 2011)


1. Mesin NIPRO Tipe Suridial ™-55PLUS
Surdial 55 plus mudah untuk digunakan sebagai mesin dialisis
menawarkan kepada pasien terapi pengganti ginal, untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien. Mesin ini bersifat efisien yang mengkombinasikan
teknologi terdepan dengan fitur – fitur baru yang canggih untuk
improvisasi dalam pengobatan.

Gambar 10. Mesin Dialisis NIPRO

2. Mesin Fresenius
Mesin dialsis modern dari 2008, 4008, dan 5008 seri dari Fresenius
Medical Care membantuk nefrologis untuk menawarkan pengobatan
terbaik yang memungkinkan untuk pasiennya. Lebih dari setiap mesin
dialisa terjual di dunia tiap tahunnya dari 2 perusahaan situs Schweinfurt,
Jerman dan Walnut Geek, California. Mesin dialisa terbaru 5008 sistem
terapi, memenangkan German Business Inovation Award in 2006. 5008
sendiri mengatur bagiannya dengan interfase khusus mudah dipakai dan
rendah perawatan sebaik mungkin rendah air dan energi yang digunakan.
Bahkan, sistem terapi 5008 menawarkan hemodiafiltrasi online sebagain
pilihan standarnya. Ini menjadi pengobatan terbaik yang memungkinkan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


32

terkini, bahkan menguranginya resiko kematian.

Gambar 11. Mesin Dialisis Fresenius

3. Mesin Nikisso
Terbaru ini Nikisso mengenmbangkan Sistem hemodialisa DBB-07
dengan memenuh kualitas terapi. Biaya terapi yang mirip dengan sistem
dialisa yang standard, mesin ini dapat menawarkan setiap dari pasien
terapi yang terbaik tanpa tambahan biaya. Layar pengguna yang ramah
identik yang dapat menawarakan seri mesin DBB, ditambah lagi untuk
capt dan mudah dipelajarinya sistem mesin ini.

Gambar 12. Mesin Dialisis Nikisso

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


33

2.14.2. Dialisis Peritoneal


Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi
medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65
tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular,
pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan
hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien
GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien
nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-
medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk
melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal
(Sukandar, 2006).
2.14.3. Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan
faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
1. Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%)
faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal
ginjal alamiah
2. Kualitas hidup normal kembali
3. Masa hidup (survival rate) lebih lama
4. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan
obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
5. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
2.15. Interaksi Obat
2.15.1. Definisi Interaksi Obat
Interaksi obat adalah suatu keadaan yang terjadi jika satu obat yang
diberikan secara bersama dengan obat lain yang dapat mengakibatkan
perubahan efek salah satu dari obat tersebut. Interaksi obat bisa
mengakibatkan penurunan efek terapi dan efek samping yang dapat
membahayakan kondisi pasien (Suardi, Suryawati, & Mulia, 2021). Interaksi
obat terjadi ketika dua atau lebih obat bereaksi satu lainnya yang dapat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


34

meningkatkan atau menurunkan efek yang menguntung serta berbahaya dari


kedua atau lebih dari obat tersebut (Suardi et al., 2021).
Menurut Karen Baxter (2010) interaksi obat bisa terjadi disaat efek suatu
obat dapat berubah dengan adanya pemakaian obat lain, obat herbal,
makanan, minuman, dan bahan kimia di lingkungan. Selain itu, outcome
terapi pada pasien dapat menjadi berbahaya jika interaksi obat dapat
menyebabkan toksisitas pada pasien. Penjelasan yang lebih bagus untuk
pasien adalah persaingan obat yang satu sama yang lain, atau efek yang dapat
terjadi ketika digunakan secara bersama-sama (Baxter, 2010). Kejadian
interaksi obat semakin meningkat dengan banyaknya obat yang digunakan
atau seringnya penggunaan obat dalam suatu terapi (polifarmasi) (Hendera
dan Rahayu, 2018).

2.15.2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Interaksi Obat


Menurut David S.Tatro dalam bukunya Drug Interaction Facts (2011)
menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya interaksi pada
obat yaitu pengetahuan dan pemahaman yang kurang. Dimana interaksi obat
ini menunjukkan ada banyak variasi dalam respon pasien terhadap obat yang
sama (Tatro, 2011). Adapun faktor-faktornya antara lain:
1. Usia
Usia merupakan salah satu yang memiliki resiko yang tinggi terhadap
interaksi obat terkhususnya pada usia anak-anak dan orang tua. Pada masa
anak-anak dimana mempunyai metabolisme yang belum matang.
Sedangkanpada lansia dimana serinng menderita penyakit-penyakit kronis
pada gangguan fungsi ginjal, yang dapat mengganggu proses ekskresi
obat, seperti penurunan dari fungsi hatinya.
2. Makanan
Dari beberapa makanan bisa mempengaruhi absorpsi obat dan
eliminasi dari obat itu sendiri.
3. Penyakit
Penyakit kronis, misalnya pada gangguan fungsi ginjal yang dapat
mengganggu atau mempengaruhi respon kerja dari berbagai organ.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


35

4. Polifarmasi
Kemungkinan meningkatnya interaksi obat terjadinya dengan seiring
meningkatnya/ banyaknya pasien mengkonsumsi obat tersebut.
5. Faktor obat-obatan
a) Metabolisme jenih hati yaitu selain dari efek dosis obat,
metabolisme obatjuga mengalami perkurangan yang signifikan.
b) Indeks terapi sempit
Disaat perbedaan antara dosis efektif dan dosis yang toksisitas kecil.
c) Kurva respon dosis yang sangat curam
Perubahan kecil yang terdapat didalam dosis obat mengakibatkan
perubahan yang besar dalam konsentrasi obat dalam plasma darah
pasien.
6. Faktor dari genetik
Sebagian besar varietas menunjukkan perubahan secara genotipe
yang dapat menurunkan atau meningkatkan aktivitas enzim.
Dikarenakan hal tersebut dapat meningkatkan kecenderungan interaksi
obat dan dengan demikian semakin besar kecenderungan untuk
menimbulkan efek samping dari obat.
2.15.3. Interaksi Obat Berdasarkan Mekanisme
Interaksi obat berdasarkan mekanismenya dibagi menjadi dua, yaitu
interaksi farmakokinetik dan interaksi farmakodinamik. Interaksi
farmakokinetika merupakan interaksi obat yang berpengaruh pada proses
absorbsi, distribusi, metabolisme dan eksresi dari obat-obat lain. Sedangkan
interaksi farmakodinamik merupakan interaksi obat yang terjadi ketika suatu
obat menyebabkan perubahan efek obat lain di tempat aksinya (Hanutami NP
dan Lestari Dandan, 2019). Mekanisme dari interaksi obat dibagi menjadi dua
bagian yaitu farmakokinetik dan farmakodinamik.
2.15.3.1. Farmakokinetik
Mekanisme interaksi secara farmakokinetik dijelaskan sebagaimana
obatyang dapat mengubah absorpsi, distribusi, serta eliminasi obat lainnya.
Perubahan ini terjadi dapat dilihat menggunakan parameter kinetik,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


36

misalnya area dibawah kurva konsentrasi waktu, kosentasi serum puncak,


waktu paruh, serta jumlah total obat yang diekskresikan dalam urin (Tatro,
2011). Berikut ini merupakan beberapa jenis dari interaksi farmakokinetik,
yaitu:
1. Interaksi saat absorpsi obat
Obat oral sebagian besar diabsorpsi melalui mukosa di
gastrointestinal, dan sebagian besar interaksi yang terjadi di usus dapat
menurunkan absorpsi obat yang sebagian besar obat diabsorpsi di usus.
Berikut beberapa interaksi obat pada gangguan absorpsi, sebagai
berikut:
a) Efek perubahan dari pH gastrointestinal
Perjalanan obat melalui membran mukosa dengan difusi pasif
sederhana tergantung pada sejauh mana mereka ada dalam bentuk
larut lemak yang tidak terionisasi. Oleh karena itu, penyerapan
diatur oleh pKa obat, kelarutannya dalam lipid, pH isi usus dan
berbagai parameter lain yang berkaitan dengan formulasi farmasi
obat. Jadi penyerapan asam salisilat olehlambung jauh lebih besar
pada pH rendah daripada pada pH tinggi. Secara teoritis mungkin
diharapkan bahwa perubahan pH lambung yang disebabkan oleh
obat-obatan seperti H2 antagonis reseptor akan memiliki efek yang
nyata pada penyerapan, tetapi dalam praktiknya hasilnya sering
tidak pasti karena sejumlah mekanisme lain juga dapat berperan,
seperti khelasi, adsorpsi dan perubahan motilitas usus, yang dapat
sangat mempengaruhi apa yang sebenarnya terjadi. Namun, dalam
beberapa kasus efeknya bisa signifikan. Kenaikan pH karena
inhibitor pompa proton (Baxter, 2010).
b) Absorpsi, khelasi dan mekanisme pengompleksan
Charcoal aktif dimaksudkan untuk bertindak sebagai agen
penyerap di dalam usus untuk pengobatan overdosis obat atau
untuk menghilangkanbahan beracun lainnya, tetapi mau tidak mau
dapat mempengaruhi penyerapan obat yang diberikan dalam dosis
terapeutik. Antasida juga dapat mengabsorpsi sejumlah besar obat,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


37

tetapi seringkali mekanisme interaksi lain juga terlibat. Sebagai


contoh, antibakteri tetrasiklin dapat mengkelat dengan sejumlah
ion logam divalen dan trivalen, seperti kalsium, aluminium, bismut
dan besi, untuk membentuk kompleks yang keduanya kurang
diserap dan memiliki efek antibakteri yang berkurang. Ion logam
ini ditemukan dalam produk susu dan antasida. Memisahkan dosis
dengan 2 hingga 3 jam dapat mengurangi efek dari jenis interaksi
ini. Penurunan nyata dalam bioavailabilitas penisilamin yang
disebabkan oleh beberapa antasida tampaknya juga disebabkan
oleh khelasi, meskipun adsorpsi mungkin memiliki beberapa
peran. Cholestyramine, resin penukar anionik yang dimaksudkan
untuk mengikat asam empedu dan metabolit kolesterol dalam usus,
mengikat sejumlah besar obat (misalnya digoxin, warfarin,
levothyroxine), akibatnya mengurangi penyerapannya (Baxter,
2010).
c) Perubahan motilitas gastrointestinal
Karena kebanyakan obat sebagian besar diserap di bagian atas
usus kecil, obat-obatan yang mengubah kecepatan pengosongan
lambung dapat mempengaruhi penyerapan. Propantheline,
misalnya, menunda pengosongan lambung dan mengurangi
penyerapan parasetamol (asetaminofen) (Baxter, 2010).
d) Induksi atau penghambatan protein pengangkut obat
Bioavailabilitas oral beberapa obat dibatasi oleh kerja protein
pengangkut obat, yang mengeluarkan obat yang telah menyebar
melintasi lapisan usus kembali ke usus. Saat ini, pengangkut obat
yang paling baik dicirikan adalah'P-glikoprotein'. Digoxin adalah
substrat P-glikoprotein, dan obat-obatanyang menginduksi protein
ini, seperti rifampisin (rifampisin), dapat mengurangi
bioavailabilitas digoxin (Baxter, 2010).
e) Malabsorbsi yang disebabkan oleh obat-obatan
Sindrom malabsorpsi dapat disebabkan oleh obat neomisin,
akibatnya dapat mengganggu absorpsi beberapa obat seperti

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


38

digoksin (Baxter, 2010).


2. Interaksi pada distribusi obat
a) Interaksi pengikat protein
Setelah penyerapan, obat dengan cepat didistribusikan ke seluruh
tubuh oleh sirkulasi. Beberapa obat dilarutkan seluruhnya dalam air
plasma, tetapi banyak obat lain diangkut dengan sebagian molekulnya
dalam larutan dan sisanya terikat pada protein plasma, khususnya
albumin. Tingkat ikatan ini sangat bervariasi tetapi beberapa obat
sangat terikat. Pengikatan obat pada protein plasma bersifat reversibel,
keseimbangan terbentuk antara molekul- molekul yang terikat dan yang
tidak. Hanya molekul yang tidak terikat yang tetap bebas dan aktif
secara farmakologis, sedangkan molekul yang terikat membentuk
reservoir yang tidak aktif secara farmakologis, yang dalam kasus obat
dengan rasio ekstraksi rendah, untuk sementara dilindungi dari
metabolisme dan ekskresi. Saat molekul bebas menjadi dimetabolisme,
beberapa molekul terikat menjadi tidak terikat dan masuk ke dalam
larutan untuk mengerahkan farmakologi normalnya tindakan, sebelum
mereka, pada gilirannya dimetabolisme dan diekskresikan (Baxter,
2010).
b) Induksi atau penghambatan protein pengangkut obat
Pengiriman obat pada organ lain seperti otak dan testis yang
dibatasi oleh kerja dari protein pengangkut obat. Obat golongan
inhibitor dapat mempercepat penyerapan substrat obat ke dalam otak
akibatnyameningkatkan efek samping pada sistem saraf pusat (Baxter,
2010).
3. Interaksi pada metabolisme (biotransformation) obat
a) Perubahan metabolisme pada fase pertama
Setelah penyerapan di usus, sirkulasi portal membawa obat
langsung ke hati sebelum didistribusikan oleh aliran darah ke seluruh
tubuh. Sejumlah obat yang sangat larut dalam lemak mengalami
biotransformasi substansial selama first pass melalui dinding usus dan
hati dan ada beberapa bukti bahwa beberapa obat dapat memiliki

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


39

efek yang nyata pada tingkat metabolisme first pass dengan mengubah
aliran darah melalui hati.Terjadinya penghambatan pada metabolisme
fase pertama dikarenakan Dinding usus mengandung enzim
metabolisme, terutama isoenzim sitokrom P450. Selain perubahan
metabolisme yang disebabkan oleh perubahan aliran darah hepatik
(lihat Perubahan aliran darah melalui hati, di atas) ada bukti bahwa
beberapa obat dapat memiliki efek yang nyata pada tingkat
metabolisme lintas pertama dengan menghambat atau menginduksi
isoenzim sitokrom P450 di dinding usus atau di hati (Baxter, 2010).
b) Inhibition enzim
Menurunkan metabolisme obat akibatnya obat menumpuk
didalam tubuh. Penghambatan enzim dapat terjadi sekitar 2 hingga 3
hari dan toksisitas juga terjadi begitu cepat. Terdapat jalur
metabolisme yang umumnya dihambat yakni fase I oksidasi oleh
isoenzim sitokrom P450 (Baxter, 2010).
c) Faktor genetik saat metabolisme obat.
Peningkatan tentang genetika telah menunjukkan bahwa
beberapa isoenzim sitokrom P450 tunduk pada 'polimorfisme
genetik', yang berarti bahwa beberapa populasi memiliki varian
isoenzim dengan aktivitas yang berbeda (biasanya buruk). Kelompok
mana yang termasuk dalam individu tertentu ditentukan secara
genetik. Mayoritas yang memiliki isoenzim disebut metabolisme
cepat atau ekstensif. Dimungkinkan untuk mengetahui kelompok
mana yang termasuk dalam individu tertentu dengan melihat cara
dosis tunggal obat tes atau probe dimetabolisme. Berbagai
kemampuan untuk memetabolisme obat-obatan tertentu dapat
menjelaskan mengapa beberapa pasien mengembangkan toksisitas
ketika diberikan obat yang berinteraksi sementara yang lain tetap
bebas gejala. CYP2D6, CYP2C9 dan CYP2C19 juga menunjukkan
polimorfisme, sedangkan CYP3A4 tidak, meskipun masih ada
beberapa variasi luas dalam populasi tanpa adanya kelompok yang
berbeda. Efek polimorfisme CYP2C19 dibahas secara lebih rinci

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


40

dalam obat Gastrointestinal (Baxter, 2010).


4. Interaksi pada ekskresi obat
a) Perubahan pH urin
Saat kondisi basa atau nilai pH meningkat, obat yang memiliki
sifat asam lemah (pKa 3-7,5) sebagian dari itu bertindak sebagai
molekul lipofilikterionisasi dan tidak berdifusi ke dalam sel tubulus,
kemudian obat tersebut tetap berada didalam urin dan diekskresikan
dari tubuh. Basa lemah memiliki nilai pKa 7,5-10,5. Disebabkan
perubahan pH yang dapat meningkatkan jumlah obat yang terionisasi
juga dapat meningkatkan obat tersebut terbuang (Baxter, 2010).
b) Perubahan sekresi aktif tubulus renal
Saat ekskresi, obat yang digunakan pada sistem transport tubular
aktif dapat bersaing satu sama lain. Seiring dengan berkembangnya
pengetahuan mengenai protein transport obat pada ginjal, probenesid
diketahui dapat memblokir ekskresi ginjal dari banyaknya obat
anionik melalui transport anion organik (Baxter, 2010).
c) Perubahan aliran darah di ginjal
Ginjal dapat memproduksi prostaglandin yang dapat mengatur
aliran darah melalui ginjal. Penghambatan sintesis di prostaglandin
ini dapat mengurangibeberapa obat yang diekskresikan oleh ginjal
(Baxter, 2010).
2.15.3.2. Farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik merupakan obat yang dapat merubah
respon pasien terhadap obat dan tidak terjadi perubahan respon pada pasien
terhadap obat dan tidak terjadi perubahan pada farmakokinetik obat.
Misalnya dengan peningkatan toksisitas digoksin yang induksi oleh diuretik
kalium (Tatro, 2011).
1. Interaksi aditif atau sinergis
Penggunaan bersama dua produk obat yang dapat menghasilkan
efek farmakologis yang sama dapat mengakibatkan efek yang tidak
diinginkan (Baxter, 2010).
2. Interaksi antagonis atau berlawanan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


41

Terdapat beberapa interaksi yang memiliki aktivitas yang


berlawanan dan berbeda dengan interaksi aditif atau sinergis (Baxter,
2010).

2.15.4. Interaksi Obat Berdasarkan Tingkat Keparahan


Interaksi obat berdasarkan tingkat keparahannya dibagi menjadi tiga,
yaitu interaksi mayor, moderate dan minor. Interaksi pada tingkat mayor
mempunyai efek yang besar dan dapat membahayakan jiwa pasien atau dapat
menyebabkan kerusakan permanen sehingga harus dihindari. Interaksi pada
tingkat moderate mempunyai efek sedang yang dapat menyebabkan
perubahan pada keadaan klinis pasien sedangkan interaksi pada tingkat minor
memiliki efek yang tidak terlalu mengganggu sehingga tidak memerlukan
terapi tambahan (Hendera dan Rahayu, 2018).
Interaksi obat dikelompokkan berdasarkan derajat keparahan dari yang
terendah hingga ke yang tertinggi, derajat keparahan interaksi obat
dikelompokkan menjadi tiga tingkat:
1. Derajat keparahan minor
Derajat keparahan minor adalah jika hubungan tersebut mempunyai
pengaruh ringan yang tidak berpengaruh secara signifikan terhadap efek
samping terapi dan pada perawatan tambahan yang tidak dibutuhkan
(Tatro, 2011). Misalnya adalah berkurangnya penyerapan ciprofloxacin
oleh antasida bila diberikan dalam waktu yang kurang dari 2 jam (Baillie,
2004).
2. Derajat keparahan moderate
Derajat keparahan moderate adalah apabila hubungan mempunyai efek
samping yang mungkin mengakibatkan pada perubahan kondisi klinis,
waktu perawatan yang ditambah, memerlukan perawatan di Rumah Sakit
atau memperpanjang perawatan pada rumah sakit (Tatro, 2011). Misalnya
saat menggunakan vankomisin dan gentamisin secara bersamaan maka
wajib dipantau (Baillie, 2004)
3. Derajat keparahan mayor
Derajat keparahan mayor adalah apabila hubungan tersebut

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


42

memungkinkan berisiko yang tinggi pada pasien, seperti mengancam jiwa


pada pasien atau membahayakan pasien secara tetap di salah satu bagian
tubuh pasien (Tatro, 2011). Misalnya, aritmia meningkat setelah
eritromisin dan terfenadin secara bersamaan (A.Rodvold, 2011).

2.16. Rekam Medis


Setiap rumah sakit memiliki kewajiban yang harus dipenuhi demi
terselenggaranya pelayanan kesehatan yang optimal, salah satunya
menyelenggarakan rekam medis. Penyelenggaraan rekam medis di rumah
sakit dilaksanakan melalui penyelenggaraan manajemen informasi
kesehatan di rumah sakit. Setiap rumah sakit berkewajiban untuk menjaga
data rekam medis dari setiap pasien, termasuk pasien rawat jalan maupun
rawat inap. Rekam medis diwajibkan untuk didokumentasikan dengan
sangat jelas, mudah untuk dicari, dapat digunakan dan mudah untuk
diperoleh kembali dan diinformasikan. Dokumen rekam medis tersebut
sangat penting dalam menjaga mutu pelayanan kesehatan yang diberikan
oleh rumah sakit dan staf kesehatannya (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 55, definisi rekam medis
adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien di
fasilitas pelayanan kesehatan, selama dirawat di rumah sakit, baik pasien
rawat jalan maupun rawat inap (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Menurut
PERMENKES RI NOMOR 269/MENKES/PER/III/2008 yang dimaksud
dengan rekam medis yaitu berkas yang mana berisikan catatan serta
dokumentasi mengenai identitas pasien, pengobatan, pemeriksaan, tindakan
serta pelayanan lain yang telah diberikan pada pasien. Pada pasal 13 ayat 1
dimana dijelaskan manfaat rekam medis adalah sebagai berikut
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2008) :
1. Pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien.
2. Alat bukti dalam proses penegakkan hukum, disiplin kedokteran, dan
kedokteraan gigi dan penegakkan etika kedokteran dan etika
kedokteran gigi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


43

3. Keperluan pendidikan dan penelitian.


4. Dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan.
5. Data statistik kesehatan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 269,
isi rekam medis untuk pasien rawat inap dan perawatan satu hari sekurang-
kurangnya memuat: (Kementerian Kesehatan RI, 2008)
a. Identitas pasien
b. Waktu dan tanggal
c. Hasil anamnesis, termasuk keluhan dan riwayat penyakit
d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
e. Diagnosis
f. Rencana penatalaksanaan
g. Pengobatan dan/atau tindakan
h. Persetujuan tindakan bila diperlukan
i. Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan
j. Ringkasan pulang (discharge summary)
k. Nama dan tanda tangan dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang
memberikan pelayanan kesehatan
l. Pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu untuk
pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB III METODE PENELITIAN
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan desain studi
cross-sectional. Penelitian ini tergolong sebagai penelitian non-eksperimental
dimana peneliti tidak menciptakan data sendiri melainkan hanya mengamati
data sekunder yang sudah ada. Data sekunder yang diamati disini adalah
melalui data rekam medis pasien gagal ginjal yang menjalani terapi
hemodialisis. Pengambilan data pasien dilakukan secara retrospektif melalui
data rekam medis pasien gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisis yang
bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisa interaksi obat pada pasien
gagal ginjal yang menjalani hemodialisis rawat inap di Rumah Sakit
Pelabuhan Jakarta tahun 2021.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian


3.2.1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Ruang Rekam Medis Rumah Sakit
Pelabuhan Jakarta, Jl. Kramat Jaya Koja Tanjung Priok No. 1 Jakarta Utara
14260.
3.2.2. Waku Penelitian
Penelitian dilakukan dari bulan Januari - Juli 2022, yang terdiri dari
penyusunan proposal, pengambilan data di lapangan, pengolahan data dan
pelaporan.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi adalah sekumpulan keseluruhan dari unsur yang diteliti di
dalam penelitian ini. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rekam
medis pasien gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisis rawat inap di
Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta periode Januari-Desember 2021 sejumlah
105 pasien.

44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
45

3.3.2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti. Sampel
yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data rekam medis yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel di dalam penelitian ini
diambil dari total keseluruhan populasi yang sekiranya memenuhi teknik
kriteria inklusi dan bukan merupakan bagian dari eksklusi (Notoatmodjo,
2016). Sampel yang diambil adalah pasien gagal ginjal di Rumah Sakit
Pelabuhan Jakarta yang menjalani terapi hemodialisis dari hari pertama
sampai hari terakhir selama periode Januari-Desember 2021. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling, yaitu semua
pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai sampel
penelitian.
3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.4.1. Kriteria Inklusi Sampel
Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili
dalam sampel penelitian, memenuhi syarat sebagai sampel. Kriteria inklusi
untuk sampel kasus dalam penelitian ini ialah :
a. Data rekam medis pasien gagal ginjal dan menjalani terapi hemodialisa
baik dengan atau tanpa penyakit penyerta yang menjalani rawat inap di
RS. Pelabuhan Jakarta pada periode Januari-Desember 2021.
b. Pasien yang memiliki rekam medis berisi informasi lengkap, jelas dan
dapat terbaca (nomor rekam medis, nama, jenis kelamin, usia, dosis, rute
pemberian obat, obat yang diberikan selama durasi pengobatan)
3.4.2. Kriteria Eksklusi Sampel
Kriteria ekslusi merupakan keadaan yang menyebabkan subjek
tidak dapatdiikutsertakan dalam penelitian. kriteria bagi anggota populasi
yang tidak dapat dipergunakan sebagai sampel penelitian. Adapun yang
termasuk kriteria eksklusi adalah:
a. Data pasien tidak ada di ruang rekam medis
b. Data rekam medis yang tidak lengkap, tidak jelas terbaca sehingga
nantinya tidak dapat dilakukan proses evaluasi
c. Data rekam medis pasien pulang paksa

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


46

3.5. Kerangka Konsep Penelitian

Gagal Ginjal Kronik

Rekam Medis Pasien


Kriteria Inklusi terpenuhi
Hemodialisis
Total sampling ( 105 Kriteria Pasien:
sampel), dengan 56 1. Jenis Kelamin
sampel yang memenuhi 2. Kelompok Usia
kriteria inklusi. 3. Jumlah Obat
4. Penyakit Penyerta
Menganalisa Interaksi obat

Tidak ada interaksi ada interaksi

Persentase terjadinya interaksi Mekanisme interaksi Obat Derajat keparahan interaksi

Farmakokinetik Farmakodinamik

Minor Moderat Mayor

Diteliti

Berhubungan

Berpengaruh

Gambar 13. Kerangka Konsep Penelitian

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


47

3.6. Definisi Operasional


Tabel 4. Definisi Operasional

No. Nama Variabel Definisi Operasional Cara dan Alat Ukur Skala Ukur Kategori

Variabel Bebas
1. Jenis Kelamin Keadaan fisik atau sifat biologis yang melekat Melihat data rekam medis pasien Nominal 1. Laki-laki
sebagai pembeda status pasien, antara laki-laki
2. Perempuan
atau perempuan (Deditriyanto, 2018).

2. Usia Kategori usia berdasarkan Indonesian Renal Melihat data rekam medis pasien Interval 1. 1-14 tahun
Registry (Perhimpunan Nefrologi Indonesia,
2. 15-24 tahun
2018):
1) 1- 14 tahun 3. 25-34 tahun
2) 15-24 tahun 4. 35-44 tahun
3) 25-34 tahun
5. 45-54 tahun
4) 35-44 tahun
5) 45-54 tahun 6. 55-64tahun
6) 55-64 tahun 7. ≥ 65 tahun
7) ≥ 65 tahun
3. Penyakit Penyerta Kondisi klinis yang dialami oleh pasien dengan Melihat data rekam medis pasien Nominal 1. Hipertensi
GGK yang dapat atau tidak berpengaruh
2. Diabetes melitus
terhadap keadaan fungsi ginjal pasien.
3. Anemia
4. Proteinuria
5. Malnutrisi
6. Hiperlipidemia

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


48

7. Gangguan cairan
dan elektrolit
8. Dan lain-lain
(Dipiro et al., 2020).
4. Jumlah Obat yang Obat keseluruhan yang digunakan Melihat data rekam medis pasien Ordinal 1. < 8 obat
digunakan pada pasien selama pengobatan 2. ≥ 8 obat

Variabel Terikat

1. Interaksi obat Reaksi yang terjadi karena penggunaan dua Melihat data rekam medis pasien dan melakukan Ordinal 1. Ada interaksi
obat atau lebih pada waktu bersamaan yang Penelusuran interaksi masing- masing obat 2. Tidak ada interaksi
memberikan efek masing-masing atau saling menggunakan online drug interaction checker
berinteraksi (Pusat Informasi Obat Nasional, (Drugbank, dan penapisan secara manual
2019) menggunakan buku seperti lexicomp).
2. Interaksi obat Interaksi obat yang dibedakan berdasarkan Melihat data rekam medis pasien dan melihat Nominal 1. Major
berdasarkan keparahan efek yang tidak diinginkan secara teori interaksi obat pada website (Drugbank, 2. Moderate
keparahan dan penapisan secara manual menggunakan buku 3. Minor
seperti lexicomp).
3. Interaksi Obat Interaksi obat yang dibedakan berdasarkan jenis Melihat data rekam medis pasien dan melihat Nominal 1. Farmakokinetik
Berdasarkan mekanisme interaksi obatnya, yaitu interaksi secara teori pada website (Drugbank, dan penapisan 2. Farmakodinamik
Mekanisme farmakokinetik (yang mempengaruhi proses secara manual menggunakan buku seperti
ADME) atau interaksi farmakodinamik atau lexicomp).
efek terapeutik obat dalam tubuh).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


49

3.7. Prosedur Penelitian


3.7.1. Bagan Alur Penelitian

Pengumpulan Data Rekam Medis

Seleksi Data Rekam Medis yang


Memenuhi Kriteria Inklusi

Pengambilan Data

Pengolahan Data

Hasil

Interpretasi

Gambar 14. Bagan Alur Penelitian

3.7.2. Persiapan Perizinan Penelitian


1) Pembuatan dan penyerahan surat permohonan izin pelaksanaan
penelitian dari Prodi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan
persetujuan pembimbing 1 dan 2 dan Fakultas Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta kepada Direktur Rumah Sakit Pelabuhan
Jakarta.
2) Dilanjutkan dengan penyerahan surat persetujuan penelitian dari
Direktur Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta kepada Fakultas Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3) Pembuatan ethical clearance dari Komite Etik Penelitian Kesehatan
Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


50

3.7.3. Persiapan Perangkat


Proses ini dilakukan untuk mempersiapkan seluruh perangkat yang
akan digunakan dalam proses pengolahan data. Pada tahapan persiapan
perangkat maka dilakukan persiapan instrumen yang akan dipergunakan
untuk mengolah data penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian dengan
menggunakan data sekunder dengan mengumpulkan data rekam medis
pasien. Maka untuk memudahkan pengolahan data mana saja yang akan
dipergunakan di dalam penelitian, peneliti membuat formulir google form.
Nantinya di google form ini akan diberi kode yang memudahkan peneliti di
dalam menyortir data penelitian yang sesuai dengan kriteria dan akan
dilakukan analisis. Untuk memastikan perangkat google form telah sesuai
maka dilakukan pengujian pengumpulan data terlebih dahulu untuk
memastikan apakah perangkat sudah sesuai atau belum.
3.7.4. Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitian dilakukan menurut alur sebagai berikut:
1) Penelusuran arsip data berupa rekam medis pasien Gagal Ginjal yang
menjalani hemodialisis rawat inap di Rumah Sakit Jakarta Pelabuhan
periode 2021.
2) Pengambilan data dan pencatatan data rekam medis di ruang administrasi
medis, dilanjutkan dengan transkrip data yang dikumpulkan ke dalam
komputer.
3) Pemilihan data sekunder yang telah dikumpulkan dipilah sesuai kriteria
inklusi dan eksklusi. Data sekunder berupa rekam medis tersebut
selanjutnya ditelaah beberapa data berupa identitas pasien berupa (nomor
rekam medis dan nama pasien), karakteristik pasien (jenis kelamin, usia,
diagnosa primer, diagnosa sekunder, dan penyakit penyerta), serta data
penggunaan obat terapi pada pasien (nama obat, kekuatan sediaan, dosis,
rute, regimen pemberian).

3.7.5. Pengolahan Data


a. Pemeriksaan data (Editing)
Proses editing merupakan tahapan paling awal dari proses

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


51

pengolahan data. Terlebih dahulu, peneliti melakukan pemeriksaan


terhadap kebenaran data yang diperoleh dan mengeluarkan data yang
tidak memenuhi kriteria penelitian. Data yang sebelumnya sudah
dikumpulkan melalui proses pengumpulan data akan diperiksa kembali
kelengkapannya, apakah benar data tersebut sudah sesuai dengan kriteria
inklusi dan bukan termasuk ke dalam kriteria eksklusi. Pemeriksaan data
ini dilakukan untuk menghindari adanya human error seperti kesalahan
penyortiran data, data ganda dan lain sebagainya, mengingat proses input
ke dalam google form dilaksanakan secara manual. Apabila peneliti
sudah yakin bahwasannya data yang di input ke dalam google form
tersebut benar maka dilakukan pengunduhan dokumen tersebut.
b. Identifikasi (Edintify)
Identifikasi interaksi obat pada obat-obat yang telah diberikan
kepadapasien berdasarkan rujukan menggunakan:
• Drugs.com
• Medscape
• Lexicomp Drug Information Handbook edisi 21
c. Pemberian Kode (Coding)
Pemberian kode ini bertujuan untuk memudahkan proses pengurutan
data sesuai dengan kebutuhan di dalam penelitian. Pada tahapan
sebelumnya, data hanya diseleksi saja mana yang sesuai dengan inklusi
dan tidak termasuk eksklusi. Pada tahapan ini data tersebut akan
diberikan kode dan diurutkan. Pemberian kode terkhusus terhadap setiap
data dalam bentuk angka atau huruf dari data-data yang terdiri dari
beberapa kategori dalam satu variabel untuk membedakan antara data
dan identitas data yang dianalisis. Dimana bertujuan untuk
mempermudah peneliti dalam menganalisa sesuai dengan kategori yang
sama menggunakan Microsoft Excel 2019.
d. Memasukkan Data (Data Entry)
Peneliti memasukkan data yang telah dilakukan proses coding ke
dalam program Microsoft excel 2019 yang baru dalam bentuk format
tabel. Tujuan pembuatan tabel- tabel yaitu untuk meringkas agar

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


52

memudahkan peneliti dalam proses analisis data.


e. Pemeriksaan Data (Cleaning data)
Pada pemeriksaan data ini dilakukan proses pengecekan kembali
dari sumber data yang telah diinput ke dalam program yang bertujuan
untuk melihat apakah data sudah tepat dan siap diolah ke tahap
selanjutnya.

3.8. Analisis Data


Analisa data yang dilakukan menggunakan program Microsoft Excel
dan akan dianalisis dengan analisa univariat. Penjelasan data disajikan dalam
bentuk tabel dan persentase yang dibantu dengan Microsoft Excel.
3.8.1. Analisa Univariat
Analisa univariat merupakan analisis yang dilakukan untuk
mendeskripsikan setiap variabel-variabel yang diteliti baik terikat maupun
tidak terikat, dengan maksud melihat sebaran data pada setiap variabel yang
dianalisis. Pada penelitian ini, variabel yang diteliti berupa interaksi yang
terjadi pada penggunaan obat. Data dalam analisis ini ditampilkan dalam
bentuk persentase tiap variabel, berupa pasien GGK berdasarkan karakteristik
jenis kelamin, usia dan penyakit penyerta, distribusi profil penggunaan obat
pada pasien GGK dan distribusi interaksi obat yang terjadi pada pasien GGK
yang menjalani hemodialisis rawat inap.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta. Rumah Sakit


Pelabuhan merupakan rumah sakit tipe C atau fasilitas kesehatan tingkat dua yang
terletak di Koja Jakarta Utara, Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini dilakukan pada
bulan Januari-Juli 2022. Peneliti mengambil data dengan melihat langsung buku
rekam medis pasien Gagal Ginjal Kronis (GGK) yang menjalani hemodialisis di
Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Utara. Sampel yang didapatkan di buku rekam
medis Pasien GGK hanya berjumlah 72 pasien yaitu Pasien GGK yang menjalani
hemodialisis dan dirawat inap pada bulan Januari-Desember 2021. Penelitian
mengenai interaksi obat yang terjadi pada pasein hemodialisis ini merupakan
penelitian pertama di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta.
4.1. Subjek Penelitian
Pada penelitian ini, diperoleh 105 data rekam medis pasien terdiagnosa
GGK menjalani hemodialisis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Pelabuhan
Jakarta selama periode Januari-Desember tahun 2021 di Ruang Rekam
Medik. Dari populasi tersebut, diperoleh sebanyak 56 data rekam medis
pasien yang sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Jumlah sampel yang diekslusi
sebanyak 49 sampel rekam medis. Sebanyak 34 rekam medis tidak
ditemukan, 2 pasien tidak memiliki data penggunaan Obat, 13 pasien dengan
data rekam medis tidak lengkap. Penelitian dilakukan terhadap karakteristik
pasien dan interaksi obat yang terjadi pada pasien GGK yang menjalani
hemodialisis rawat inap di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta

4.2. Karakteristik Pasien


Karakteristik pasien pada penelitian ini meliputi jenis kelamin, usia,
jumlah penggunaan obat dan jenis penyakit penyerta. Kajian interaksi pada
pasien GGK yang menjalani hemodialisis rawat inap di Rumah Sakit
Pelabuhan Jakarta digambarkan secara deskriptif yang disajikan dalam
bentuk presentase. Jumlah pasien GGK di instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Pelabuhan Jakarta pada periode tahun 2021 terdapat 72 pasien dan 56 pasien

53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
54

diantaranya memenuhi kriteria inklusi dalam penelitian ini. Pasien yang


memenuhi kriteria inklusi adalah pasien rawat inap dengan penyakit GGK
yang memiliki rekam medis yang lengkap. Data karakteristik pasien GGK
rawat inap di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5. Distribusi Pasien Berdasarkan Karakteristik

Jumlah Rekam Medik Persentase


No. Karakteristik Pasien
(n=56 ) (%)
1. Jenis Kelamin
Laki-Laki 34 60,71
Perempuan 22 39,28
2. Usia
1-14 tahun - -
15-24 tahun - -
25-34 tahun 2 3,57
35-44 tahun 10 17,86
45-54 tahun 11 19,64
55-64 tahun 14 25
≥ 65 tahun 19 33,93
3. Jumlah Penggunaan Obat
< 8 obat 4 7,14
≥ 8 obat 52 92,86
4. Jumlah Obat Tiap Pasien
5-10 8 14,28
11-20 38 65,7
21-30 9 16,07
≥ 31 1 1,78
5. Penyakit Penyerta
Hipertensi 11 19,64
Diabetes Melitus 9 16,07
Anemia 16 28,57
CHF 10 17,85
GEA 1 1,78
GERD 1 1,78
TB Paru 1 1,78
NSTEMI 1 1,78
Edema Paru 1 1,78
Colic Abdomen 6 10,71

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


55

No. Karakteristik Pasien Jumlah Rekam Medik Persentase


(n=56 ) (%)
Suspect Covid 19 4 7,14
Bronkopneumonia 10 17,85
Ulkus Gangren 1 1,78
Hemiparesis 1 1,78
Hipoalbuminemia 2 3,57
Hipokalsemia 1 1,78
Hipoglikemia 4 7,14
HHD 20 35,71
Pneumonia 1 1,78
Angina Pectoris 1 1,78
Obs. Chest Pain 1 1,78
Dyspepsia 2 3,57
Retensi Urin 1 1,78
Trombositopenia 1 1,78
Sepsis 1 1,78
Ulkus Dekubitis 1 1,78
Gout Arteritis 1 1,78
Infeksi Bacterial 1 1,78
Hernia Umbilikus 1 1,78
Keterangan : CHF = Congestive Heart Failure; GEA = Gastroenteritis Acute; GERD =
Gastroesophageal Reflux Disease; GERD = Gastroesophageal Reflux Disease; HHD =
Hypertensive Heart Disease; NSTEMI = Non ST Segmen Elevation Myocardial Infraction;
TB Paru = Tuberculosis.

Berdasarkan Tabel 5. di atas, dapat dilihat bahwa dari 56 pasien GGK


yang menjalani hemodialisis rawat inap di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta,
penderita GGK lebih banyak terjadi pada pasien berjenis kelamin laki-laki
yaitu sebanyak 34 pasien dengan persentase (60,71%), sedangkan pasien
perempuan sebanyak 22 pasien dengan persentase (39,28%). Pasien gagal
ginjal yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan
perempuan. Hasil pada penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan di Institue of Kidney Disease (IKD) Pakistan, dimana dari 231
pasien GGK yang dirawat di bangsal nefrologi tersebut, sebanyak 184 pasien
GGK (79,65%) berjenis kelamin laki-laki (Hassan et al., 2020). Hasil ini juga

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


56

sejalan dengan penelitian di salah satu rumah sakit daerah Jakarta dimana
hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penderita GGK lebih banyak
dialami oleh pasien berjenis kelamin laki-laki (57,57%). Hal ini sesuai
dengan penelitian Pasangka dkk. (2017) yang menyatakan pasien gagal ginjal
terbanyak adalah laki-laki (55,56%), sedangkan berjenis kelamin perempuan
lebih sedikit (44,44%). Berdasarkan penelitian Maifitrianti (2016), hasil
karakteristik pasien terbanyak adalah laki-laki 63,50%, dan sebanyak 45
pasien (71,42%) berusia ≥ 45 tahun.
Berdasarkan penelitian The Third National Health and Nutrition
Examination Survey (NHANES III) diperoleh hasil prevalensi gagal ginjal
kronik lebih tinggi pada pasien laki laki, usia lanjut, kulit hitam dan
mempunyai riwayat diagnosis dengan hipertensi (Norton et al., 2016). Hal ini
menunjukkan bahwa semakin bertambah usia, semakin berkurang fungsi
ginjal karena disebabkan terjadinya penurunan kecepatan ekskresi
glomerulus dan penurunan fungsi tubulus pada ginjal. Kejadian GGK yang
lebih banyak terjadi pada laki-laki dapat disebabkan karena beberapa faktor,
salah satunya terkait dengan perbedaan pola hidup antara laki-laki dan
perempuan, dimana mayoritas laki-laki memiliki kebiasaan merokok dan
mengkonsumsi minuman bersuplemen (Veryanti dan Meiliana, 2018).
Berdasarkan riset kesehatan dasar, kebiasaan merokok penduduk usia 15
tahun keatas cenderung meningkat pada tahun 2007 hingga 2013, dimana
sejumlah 64,9% laki-laki dan 2,1% perempuan masih merokok (Kementrian
Kesehatan RI, 2013). Berbagai senyawa kimia yang terkandung di dalam
rokok, bertanggung jawab terhadap efek nefrotoksisitas. Salah satunya
nikotin yang terkandung di dalam rokok terlibat dalam mekanisme kerusakan
ginjal yang mengakibatkan peningkatkan tekanan darah (TD) dan denyut
jantung, penurunan akut LFG dan peningkatan ekskresi albumin urin
(Setyawan, 2021 dan Dipiro et al, 2020). Konsumsi minuman suplemen
jangka panjang juga dapat berpengaruh terhadap fungsi ginjal. Kandungan
kafein dan amfetamin di dalam minuman suplemen terbukti mempengaruhi
keadaan fungsi ginjal karena mengakibatkan penyempitan pembuluh darah
arteri ke ginjal sehingga aliran darah ke ginjal berkurang (Setyawan, 2021).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


57

Namun, jenis kelamin bukan menjadi faktor utama dari perkembangan


penyakit GGK. Beberapa faktor lain, seperti usia, riwayat keluarga, kondisi
lingkungan, tingkat pendidikan dan penyakit penyerta juga merupakan faktor
risiko GGK (Dipiro et al., 2020).
Berdasarkan usia, pada penelitian ini pasien penderita GGK terbanyak
adalah pasien dengan rentang usia ≥ 65 tahun yaitu sebanyak 19 pasien
(33,93%), diikuti pasien dengan rentang usia 55-64 tahun sebanyak 14 pasien
(25%) dan 45-54 tahun sebanyak 11 pasien (19,64%), sementara sisanya di
bawah usia 45 tahun. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian di salah
satu rumah sakit daerah Jakarta, dimana pasien penderita GGK terbanyak
dialami pasien pada rentang usia lebih dari 65 tahun yakni sebanyak 13 pasien
(50%), diikuti pasien dengan rentang usia 46-65 tahun sebanyak 10 pasien
(38,46%) dan 26-45 tahun sebanyak 3 pasien (11,54%) (Trisna, 2015). Hal
tersebut sesuai dengan data riset kesehatan dasar, dimana prevalensi kejadian
GGK meningkat seiring bertambahnya usia dan kejadian GGK tertinggi
terjadi pada rentang usia 65 – 74 tahun (Kementerian Kesehatan RI, 2018a).
Sedangkan berdasarkan Indonesian Renal Registry (IRR) terdapat sedikit
perbedaan, dimana proporsi pasien terbanyak berada pada rentang usia 45-64
tahun (59,15%), diikuti pasien dengan rentang usia 35-44 tahun (16,54%) dan
lebih dari 65 tahun (14,40%) (Perhimpunan Nefrologi Indonesia, 2018).
Selain itu, hasil pada penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian di salah
satu rumah sakit di Manado, dimana pasien penderita GGK terbanyak terdapat
pada rentang usia 46-65 tahun sebanyak 18 pasien (66,7%), diikuti pasien
dengan rentang usia lebih dari 65 tahun sebanyak 5 pasien (18,5%) dan 26-
45 tahun sebanyak 4 pasien (14,8) (Luntungan, Tjitrosantoso dan Yamlean,
2016). Tahun 2004 lebih dari 49% pasien berusia di atas 65 tahun menjalani
hemodialisis (Supadmi, 2017). Secara klinis, fungsi ginjal akan semakin
berkurang seiring bertambahnya usia. Fungsi ginjal menurun hingga 50% dari
normal pada usia 60 tahun yang disebabkan oleh hilangnya massa nefron dan
tidak adanya kemampuan untuk regenerasi. Sehingga, pasien usia lanjut
rentan mengalami GGK (Prihatiningtias dan Arifianto, 2017).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


58

Berdasarkan hasil dari penelitian ini untuk jumlah obat, banyaknya


jenis obat yang diberikan perhari kepada pasien gagal ginjal yang menjalani
hemodialisis rawat inap yaitu jenis obat kurang dari 8 (< 8) didapat sebanyak
4 pasien dengan persentase (7,14%), dan jenis obat lebih dari sama dengan 8
(≥ 8) sebanyak 52 pasien dengan persentase (92,86%). Pasien dengan
penyakit gagal ginjal selama dirawat tidak hanya menerima obat untuk
memperlambat kerusakan ginjal, tetapi juga obat lain untuk mengatasi
penyakit penyerta dan keluhan lain yang dialami pasien, sehingga jumlah obat
yang digunakan oleh pasien bervariasi (Aritonga et al., 2008). Menurut
Kappel et al (2002) pasien dengan gangguan ginjal menggunakan paling
sedikit 7 jenis obat. Obat yang digunakan tidak hanya untuk pengobataan
penyakit yang mendasari (misalnya diabetes mellitus, hipertensi) namun juga
untuk gejala – gejala yang berkaitan dengan penurunnan fungsi ginjal
(misalnya metabolisme mineral dan anemia). Penelitian yang dilakukan pada
pasien gagal ginjal, didapatkan bahwa rata – rata pasien gagal ginjal
mengalami sejumlah penyakit penyerta. Pada gagal ginjal kronik, pasien bisa
mengalami rata – rata 5 sampai 6 penyakit penyerta dimana pasien
membutuhkan terapi pengobatan yang lebih sesuai dengan penyakit penyerta
yang dialami pasien. Jumlah obat lebih dari 4 macam dilaporkan
menyebabkan kejadian interaksi obat yang tidak diinginkan secara signifikan
(Cardone et al., 2010 ; Blix et al., 2004).
Interaksi obat merupakan salah satu bagian dari Drug Related Problem
(DRP) yang secara nyata maupun potensial mempengaruhi perkembangan
kesehatan pasien. Pasien gagal ginjal secara umum diresepkan banyak obat
secara bersamaan sehingga dapat memicu timbulnya masalah penggunaan
karena polifarmasi. Polifarmasi adalah penggunaan beberapa obat secara
bersamaan yang menyebabkan timbulnya berbagai efek samping dan risiko
pengobatan yang perlu dipantau. Interaksi obat dianggap penting seara klinik
bila berakibat terhadap peningkatan toksisitas ataupun mengurangi
efektivitas obat yang berinteraksi, khususnya pada obat dengan rentang terapi
sempit (Adibe, et al., 2017). Dalam penelitian terdahulu menjelaskan faktor
potensi dari DRPs (drug related problems) memiliki hubungan antara

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


59

polifarmasi dan kejadian interaksi obat. Resiko interaksi obat secara


konsisten dapat dilihat meningkatkan dalam eksponensial dari secara linear
dengan jumlah obat yang dikonsumsi oleh pasien (M. Koh Y Kutty (2005).
Karakteristik pasien yang terakhir, terkait dengan penyakit penyerta
yang diderita oleh pasien GGK rawat inap di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta.
Berdasarkan penyakit penyerta tersebut, menunjukkan bahwa penyakit
penyerta yang paling banyak diderita pasien GGK adalah HHD sebanyak 20
pasien (35,71%), terbanyak kedua adalah anemia sebanyak 16 pasien
(28,57%), kemudian hipertensi sebanyak 11 pasien (19,64%), lalu diikuti
CHF dan bronkopneumonia yang masing-masing sebanyak 10 pasien
(17,85%), dilanjutkan dengan diabetes melitus sebanyak 9 pasien (16,07%)
dan penyakit penyerta lain dengan presentase di bawah 14%. Hasil pada
penelitian ini sedikit berbeda dari beberapa hasil penelitian yang didapatkan
di salah satu rumah sakit daerah Jakarta, dimana data penyakit penyerta
penderita GGK di rumah sakit tersebut paling banyak mengalami anemia
sebanyak 71 pasien (53,78%), diikuti diabetes melitus sebanyak 40 pasien
(30,30%), lalu hipertensi sebanyak 39 pasien (29,54%) (Veryanti dan
Meiliana, 2018). Penelitian lain juga terkait penyakit penyerta di salah satu
rumah sakit di tegal juga menunjukkan kesamaan, dimana penyakit penyerta
yang diderita oleh pasien GGK di rumah sakit tersebut terbanyak adalah
anemia sejumlah 111 pasien (26%) (Andriani, Rahmawati dan Andayani,
2021). Sedikit berbeda berdasarkan Indonesian Renal Registry (IRR),
penyakit penyerta yang banyak dialami penderita GGK adalah hipertensi
(51%), diabetes melitus (21%) dan penyakit kardiovaskuler (7%)
(Perhimpunan Nefrologi Indonesia, 2018). Sedangkan dengan data riset
kesehatan dasar, penyakit penyerta yang banyak dialami penderita GGK di
Indonesia adalah hipertensi (34,1%), diikuti obesitas (21,8%) dan diabetes
melitus (8,5%) (Kementerian Kesehatan RI, 2018b).
Komorbid didefinisikan sebagai terjadinya kondisi/penyakit lain selain
ESRD / penyakit ginjal kronik yang berpengaruh terhadap organ lain,
sehingga komorbid dapat berdampak buruk dan mempengaruhi
keberlangsungan hidup pasien yang menjalani hemodialisa. Penyakit HHD

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


60

(penyakit jantung koroner) merupakan penyakit penyerta tertinggi pada hasil


penelitian ini. Penyakit GGK yang memiliki komorbid penyakit jantung
koroner memiliki risiko meninggal dunia 24,55 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan pasien GGK yang tidak memiliki komorbid penyakit jantung koroner
(Lida, 2015).
Anemia adalah suatu penyakit atau keadaan dimana kadar hemoglobin
(Hb) dan jumlah eritosit lebih rendah dari normal (WHO, 2021). Penyebab
utama anemia pada GGK, terutama stadium 3 hingga stadium 5 adalah
penurunan produksi eritropoietin, hormon glikoprotein yang diperlukan untuk
produksi sel darah merah. Sedangkan anemia defisiensi besi banyak terjadi
pada penderita GGK stadium lanjut (stadium 4 dan 5).
Faktor lain yang berkontribusi terhadap kejadian anemia pada GGK
adalah penurunan masa hidup sel darah merah, akumulasi toksin uremik dan
sitokin inflamasi, serta kekurangan vitamin B12 dan asam folat (Dipiro et al.,
2020). Selain anemia, diabetes melitus (DM) menjadi salah satu faktor klinis
yang berisiko terhadap perkembangan penyakit GGK. DM adalah penyakit
metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia. Sekitar lebih dari 90% berupa
DM tipe 2, yang ditandai dengan penurunan insulin karena bekurangnya
fungsi sel beta pankreas (Giovani, 2015). Tingginya kadar gula darah pada
DM menyebabkan ginjal harus bekerja lebih keras dalam menjalankan
fungsinya untuk menyaring darah. Hal ini dapat berpotensi menyebabkan
kebocoran ginjal, yang nantinya akan berkembang menjadi albimunuria dan
penumpukan limbah akibat penurunan fungsi ginjal (Adhiatma et al., 2015).
Ginjal memiliki peran penting dalam proses homeostasis tubuh. Salah
satunya dalam pengendalian keseimbangan cairan dan elektrolit (Na, K, Cl,
Ca, Mg) di dalam tubuh. Hiponatremia yang terjadi pada GGK banyak
ditemukan pada pasien dengan edema. Risiko hiponatremia pada GGK dapat
terjadi karena beberapa faktor, seperti asupan cairan yang berlebihan atau
pelepasan vasopresin, anastesi atau pemberian diuretik (Tambajong, Rambert
dan Wowor, 2016). Selain hiponatremia, kejadian hipokalemia juga sering
ditemukan pada GGK, terutama karena adanya peningkatan eksresi kalium
melalui ginjal dan traktus urinarius, serta kurangnya asupan kalium dan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


61

redistribusi kalium dari ekstraseluler menuju intraseluler. Keadaan ini


mampu meningkatkan tekanan darah dan menyebabkan retensi garam oleh
ginjal (Salwani, 2017).
Penyakit penyerta lainnya pada GGK seperti hipertensi dan risiko
penyakit kardiovaskuler juga banyak ditemukan. Hipertensi merupakan suatu
kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah di atas normalnya, yang
menjadi penyebab dan akibat dari penyakit ginjal progresif (Dipiro et al.,
2020). Peningkatan tekanan darah secara terus-menerus pada pembuluh arteri
dan glomeruli dapat membentuk lesi-lesi sklerotik yang menyebabkan
nefrosklerosis. Sedangkan gangguan pada sistem kardiovaskular seperti CAD
(Coronary Artery Disease) dapat meningkatkan mortalitas pasien GGK usia
lanjut yang menerima terapi hemodialisis. CAD terjadi karena adanya
penumpukan plak di dinding arteri koroner, sehingga menyebabkan bagian
dalam arteri menyempit dan menghalangi aliran darah menuju jantung
(Anonim, 2021). Risiko CAD meningkat seiring dengan peningkatan stadium
penyakit atau penurunan nilai LFG pada penderita GGK (Ginanjar, 2017).

4.3. Profil Penggunaan Obat


4.3.1. Profil Penggunaa Obat Oral
Berdasarkan Profil penggunaan obat oral pada pasien GGK yang menjalani
hemodialisis rawat inap di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta tahun 2021 selama
masa pengobatan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 6. Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Profil
Penggunaan Obat Oral
No. Nama Obat Frekuensi Persentase (%)
1 Codein HCl 2 0.29%
2 Etoricoxib 1 0.14%
3 Isosorbide Mononitrate 1 0.14%
4 Isosorbie Dinitrate 38 5.54%
5 Nifedipin 8 1.16%
6 Digoxin 3 0.43%
7 Cefixim 13 1.89%
8 Ciprofloxacin 1 0.14%
9 Fradiomycin sulfate/Gramicidine HCl 1 0.14%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


62

No. Nama Obat Frekuensi Persentase (%)


10 Metronidazol 1 0.14%
11 Alprazolam 1 0.14%
12 Estazolam 1 0.14%
13 Fluoxetin 1 0.14%
14 Attapulgit 6 0.87%
15 Loperamid 1 0.14%
16 Domperidon 5 0.72%
17 Granisetron 1 0.14%
18 Ondansentron 57 8.32%
19 Colchicin 2 0.29%
20 Atorvastatin 1 0.14%
21 Glimepirid 3 0.43%
22 Gliquidon 3 0.43%
23 Pioglitazon 1 0.14%
24 Simvastatin 4 0.58%
25 Valsartan 3 0.43%
26 Allopurinol 5 0.72%
27 Amlodipin 39 5.69%
28 Bisoprolol 23 3.35%
29 Candesartan 9 1.13%
30 Captopril 11 1.60%
31 Carvedilol 2 0.29%
32 Clonidin 24 3.50%
33 Diltiazem 2 0.29%
34 Flunarizin 3 0.43%
35 Furosemid 59 8.61%
36 Hydrochlorothiazid 1 0.14%
37 Irbesartan 5 0.72%
38 Lisinopril 6 0.82%
39 Losartan 2 0.29%
40 Propanolol 1 0.14%
41 Ramipril 2 0.29%
42 Spironolacton 8 1.16%
43 Betahistin 4 0.58%
44 Cetirizin 2 0.29%
45 Fexofenadine HCl 1 0.14%
46 Asam Asetil Salisilat (Aspirin) 9 1.31%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


63

No. Nama Obat Frekuensi Persentase (%)


47 Clindamycin 1 0.14%
48 Mycostatin 1 0.14%
49 Warfarin 2 0.29%
50 Gabapentin 1 0.14%
51 Phenytoin 1 0.14%
52 Hydroxychloroquin 1 0.14%
53 Flavoxate HCl 1 0.14%
54 Paracetamol 16 2.33%
55 Clopidogrel 25 3.65%
56 Chlorpromazin 1 0.14%
57 Haloperidol 7 1.02%
58 Rebamipid 15 2.18%
59 Sucralfat 15 2.18%
60 Ethambutol 1 0.14%
61 Isoniazid 2 0.29%
62 Pyrazinamid 1 0.14%
63 Rifampicin 1 0.14%
64 Lansoprazol 14 2.04%
65 Omeprazol 1 0.14%
66 Ranitidin 42 6.13%
67 Azitromisin 15 2.18%
68 Oseltamivir 1 0.14%
69 Oseltamivir/Lovipia 1 0.14%
70 Procaterol HCl 5 0.72%
71 Salbutamol/Guaiafenesin 4 0.58%
72 Theophylline 1 0.14%
73 Theophylline/Ethylenediamine 3 0.43%
74 Bikarbonat 2 0.29%
75 Kalium Klorida 5 0.72%
76 Kalsium Karbonat 7 1.02%
77 Kalsium Laktat 7 1.02%
78 Kalsium Polistiren Sulfonat 1 0.14%
79 Lactulosa 3 0.43%
80 Phenolphthalein/Parrafin/Glycerin 1 0.14%
81 Calcitriol 1 0.14%
82 Ambroxol 1 0.14%
83 Erdosteine 7 1.02%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


64

No. Nama Obat Frekuensi Persentase (%)


84 N-acetylcysteine 14 2.04%
85 Lactobacillus acidophilus/Bifidobacterium longum 1 0.14%
86 Lactobacillus acidophilus/Lactobacillus rhamnosus 1 0.14%
87 Lactobacillus sporogenes 1 0.14%
88 Albumin 5 0.72%
89 Asam Amino 16 2.33%
90 Asam Folat 6 0.87%
91 Asam Traneksamat 2 0.29%
92 Asam Ursodeoksikolat 3 0.43%
93 Channa striata 3 0.43%
94 Citicholine 6 0.87%
95 Cobamamid 1 0.14%
96 Curcuma 7 1.02%
97 Multivitamin dan Mineral 8 1.16%
98 Ossein hydroxyapatite 1 0.14%
99 Vitamin B Kompleks 1 0.14%
100 Vitamin B12 4 0.58%
101 Vitamin B12 4 0.58%
102 Vitamin B6 1 0.14%
103 Vitamin C 2 0.29%
104 Vitamin D3 5 0.72%
105 Zinc 2 0.29%
Total Keseluruhan 685 100%

Ginjal merupakan organ yang berperan penting didalam tubuh manusia.


Ginjal berfungsi menjaga komposisi darah dengan mencegah menumpuknya
limbah dan mengendalikan keseimbangan cairan dalam tubuh, menjaga level
elektrolit seperti sodium, potasium dan fosfat tetap stabil, serta memproduksi
hormon dan enzim yang membantu dalam mengendalikan tekanan darah,
membuat sel darah merah dan menjaga tulang tetap kuat. Pasien dengan gagal
ginjal terkadang sering diresepkan banyak obat. Banyaknya penggunaan
obat-obatan tersebut, dapat meningkatkan risiko interaksi obat (Bailie et al.,
2004). Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat
meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang
berinteraksi terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


65

sempit (indeks terapi yang rendah) (Mariam, 2016).


Berdasarkan Tabel 6. diatas dapat dilihat bahwa pasien hemodialisis
rawat inap yang menderita GGK. Penggunaan obat oral yang paling banyak
digunakan adalah furosemid sebanyak 59 (8,61%) dan Ondansetron sebanyak
57 (8,32%). Furosemid adalah obat dari golongan loop diuretik yang
diindikasikan untuk diberikan pada kondisi-kondisi seperti hipertensi, edema,
gagal jantung, gangguan ginjal tertentu, gangguan hati, dan lain sebagainya
(Dipiro, 2011). Pemberian furosemid yang tidak tepat juga dapat mencederai
ginjal lebih lanjut, namun pemberian furosemid dengan dosis yang tepat
untuk kondisi yang tepat dapat memberikan manfaat yang
besar. Pemberiannya benar-benar harus disesuaikan dengan kondisi masing-
masing pasien.
Ondansentron secara umum diresepkan bersama dengan furosemide
untuk menghindari efek samping furosemide berupa mual dan muntah.
Ondansetron merupakan antagonis selektif reseptor 5-HT3 menghambat
mual dan muntah post operatif, karena agen sitotoksik, maupun radiasi. Kadar
maksimum: 20-40 mcg/L, waktu t.maks 1-2 jam, bioavailabilitas 60%. Ikatan
protein plasma 76 %, di ekskresi < 5% dalam bentuk aktif dengan waktu
paruh 2,5-5,4 jam (Dipiro, 2011).
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronis, komplikasi yang sering
ditemui adalah adanya gangguan keseimbangan asam basah dalam darah,
yang memicu resiko gangguan metabolisme, gangguan jantung, kegagalan
fungsi ginjal serta kencing manis dengan gangguan asam basah darah.
Natrium bikarbonat diberikan sebagai pengganti kerusakan fungsi pada ginjal
yang tidak dapat melaksanakan pertukaran elektrolit dengan tepat dan
terjadinya peningkatan konsentrasi kreatinin serum.
Amlodipine menjadi obat antihipertensi yang paling banyak diresepkan
karena secara umum pasien gagal ginjal memiliki potensi besar mengalami
hipertensi. Obat ini dapat menurunkan tekanan darah dan memperlambat
perjalanan penyakit ginjal pada pasien dengan atau tanpa hipertensi (Dipiro,
2011). Amlodipine merupakan obat antihipertensi dengan frekuensi
peresepan terbanyak dan memiliki persentase penggunaan sebesar (5,30%).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


66

Sebagai terapi profilaksis, pemberian obat antihipertensi umumnya diberikan


bersama dengan obat antiangina, seperti Isosorbide, dinitrate. Isosorbide
dinitrate (ISDN) bekerja sebagai vasodilator dengan cara melebarkan
pembuluh darah, sehingga aliran darah ke otot jantung lebih lancar dan beban
kerja jantung berkurang (Dipiro, 2011). ISDN diresepkan sebanyak 38 kali
dengan persentase penggunaan sebesar (5,16%). Bronkolitik seperti n-
acetylcysteine juga banyak diresepkan pada pasien gagal ginjal. Pemberian
n-Acetylcysteine jangka panjang pada pasien penyakit ginjal kronis yang
menjalani hemodialisis dapat menurunkan cardiac event, stroke iskemik,
peripheral vascular (Dipiro, 2011).
Pada pasien gagal ginjal kronis, sekresi asam lambung berlebih yang
akan di ekskresi melalui ginjal menjadi masalah yang perlu ditangani. Oleh
karena itu, diberikan obat antiulceran. Salah satu obat yang paling banyak
diresepkan adalah ranitidine dengan persentase peresepan (6,13%). Ranitidin
diberikan pada pasien gagal ginjal untuk mengurangi sekresi asam lambung
yang diekskresikan melalui ginjal 70% untuk dosis intravena.
Dalam kasus gagal ginjal kronis, umumnya terdapat indikasi nyeri
hebat yang tidak dapat ditahan. Oleh karena itu diberikan peresepan obat
analgesik seperti Codein dan Etoricoxib. Peresepan codein sebanyak (0,29%)
karena efek analgesik yang paling kuat sehingga dapat membantu proses
penyembuhan. Dosis Codeine untuk meredakan nyeri pada dewasa
adalah 30-60 mg setiap 4 jam, sedangkan dosis untuk lansia harus dikurangi
terutama bila ada penurunan fungsi hati atau ginjal. Sebaiknya minum obat
ini bersama dengan makanan atau susu, terutama jika ada masalah lambung.
Perbnayak minum air putih untuk mencegah sembelit.

4.3.2. Profil Penggunaan Obat Injeksi


Berdasarkan profil penggunaan obat injeksi pada pasien GGK yang
menjalani hemodialisis rawat inap di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta tahun
2021 selama masa pengobatan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 7. Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Profil
Penggunaan Obat Injeksi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


67

No. Nama Obat Frekuensi Persentase (%)


1 Paracetamol 20 4.77%
2 Paracetamol/Caffeine/Carisoprodol 2 0.48%
3 Ketamin 1 0.24%
4 Isosorbid Dinitrat 1 0.24%
5 Cefoperazone 2 0.48%
6 Ceftriaxone 43 10.26%
7 Levofloxacin 1 0.24%
8 Meropenem 5 1.19%
9 Metronidazole 4 0.95%
10 Fluoxetine 5 1.19%
11 Granisetron 1 0.24%
12 Metoclopramide 3 0.72%
13 Ondansentron 58 13.84%
14 Insulin Aspart 7 1.67%
15 Insulin Glargine 4 0.95%
16 Furosemide 59 14.08%
17 Dexamethasone 11 2.63%
18 Ketorolac 4 0.95%
19 Methyl Prednisolone 3 0.72%
20 Gentamicine 1 0.24%
21 Fondapariux 1 0.24%
22 Heparin 9 2.15%
23 Phenytoin 1 0.24%
24 Hyoscine Butylbromide 1 0.24%
25 Lansoprazole 12 2.86%
26 Omeprazole 18 4.30%
27 Omeprazole/Ranitidine 1 0.24%
28 Pantoprazole 1 0.24%
29 Ranitidine 42 10.02%
30 Redemsivir 5 1.19%
31 Dekstrosa 40% 4 0.95%
32 Kalsium Glukonat 3 0.72%
33 Natrium Bikarbonat 51 12.17%
34 N-acetylcysteine 5 1.19%
35 Albumin 7 1.67%
36 Asam Amino 1 0.24%
37 Asam Traneksamat 3 0.72%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


68

No. Nama Obat Frekuensi Persentase (%)


38 Citicholine 8 1.91%
39 Vitamin B12 4 0.95%
40 Vitamin K 7 1.67%
Total Keseluruhan 419 100%

Berdasarkan Tabel 7. diatas dapat dilihat bahwa pasien hemodialisis


rawat inap yang menderita GGK. Penggunaan obat injeksi yang paling
banyak digunakan berdasarkan golongan adalah obat antibiotik yakni
Ceftriaxone sebanyak 43 dengan persentase (10,26%) penggunaan terbesar
pada segolongannya. Ceftriaxone merupakan antibiotik beta laktam golongan
sefalosporin dengan peresepan terbanyak pada pasien gagal ginjal. Obat ini
berfungsi untuk mengatasi infeksi bakteri pada tubuh. Obat ini tergolong obat
keras sehingga harus digunakan dengan anjuran dokter, terutama jika
memiliki riwayat penyakit penyerta lainnya. Dosis obat ini akan disesuaikan
dengan fungsi ginjal jika seseorang mengalami kondisi gagal ginjal (Dipiro,
2011). Pada pasien gagal ginjal, pemilihan antibiotik harus dilakukan secara
tepat mengingat antibiotik akan diekskresikan melalui ginjal. Dapat dilihat
pada obat oral, diketahui furosemide merupakan obat dengan persentase
penggunaan obat terbesar. Ondansentron juga secara umum diresepkan
bersama dengan furosemide untuk menghindari efek samping furosemide
berupa mual dan muntah. Isosorbide dinitrat, ranitidine, natrium bikarbonat,
n-acetylcysteine juga menjadi pilihan utama diantara obat segolongan
masing-masing yang diberikan secara intravena. Perbedaan penggunaan obat
injeksi dan oral adalah keberadaan penggunaan antibiotik, dimana secara
umum ceftriaxone menjadi antibiotik paling banyak digunakan. Penggunaan
antibiotik ini perlu diperhatikan mengingat adanya pembatasan cairan serta
kemungkinan resistensi antibiotik (Ammirati, 2020).
Selain itu, terdapat penggunaan insulin sebagai terapi antidiabetes.
Berdasarkan beberapa studi terakhir dan juga acuan terapi yang digunakan
secara internasional hingga saat ini, pengontrolan kadar gula darah pada
pasien dengan gagal ginjal kronis yang sudah menjalani cuci darah
(hemodialisa) secara rutin adalah dengan menggunakan insulin dikarenakan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


69

studi mengenai efek penggunaan obat diabetes oral (obat diabetes yang
diminum) terhadap fungsi ginjal yang sudah mengalami gangguan belum
diketahui secara pasti apakah dapat memperburuk atau tidak, sehingga belum
direkomendasikan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa insulin
merupakan salah satu pilihan terapi lini pertama bagi orang dengan diabetes
yang sudah mengalami gagal ginjal kronis dan secara rutin menjalani
hemodialisa (Dipiro, 2011).
Antiinflamasi dexamethasone merupakan pilihan utama dalam
pemberian secara intravena. Penggunaan obat ini perlu diperhatikan karena
memberikan efek antagonis terhadap pengobatan gagal ginjal (Dipiro, 2011).
Deksametason dapat mengakibatkan perubahan abnormal struktur histologis
tubulus ginjal (Ridho dan Ismail, 2010). Deksametason dapat menyebabkan
peningkatan osmolaritas permeabilitas dari membran brush borderginjal.
Selain itu deksametason dapat menimbulkan retensi natrium yang
diakibatkan kekurangan kalium (Katzung, 2002). Heparin merupakan pilihan
utama sebagai terapi antikoagulan. Namun perlu diperhatikan bahwa inhibisi
dari sekresi aldosteron oleh heparin (termasuk heparin bobot molekul
rendah) dapat menyebabkan hiperkalemia, umumnya pada pasien dengan
diabetes mellitus, gagal ginjal kronik, asidosis, kenaikan kalium plasma,
mendapatkan obat hemat kalium (Dipiro, 2011).
Penggunaan obat pada pasien dengan fungsi ginjal menurun dapat
memperburuk kondisi penyakit karena beberapa alasan:
1. Kegagalan untuk mengekskresikan obat atau metabolitnya dapat
menimbulkan toksisitas
2. Sensitivitas terhadap beberapa obat meningkat, meskipun eliminasinya
tidak terganggu.
3. Banyak efek samping yang tidak dapat ditoleransi oleh pasien gagal
ginjal
4. Beberapa obat tidak lagi efektif jika fungsi ginjal menurun.
Sebagian besar masalah ini dapat dihindari dengan mengurangi dosis
atau dengan menggunakan alternatif obat lain. Batas fungsi ginjal yang
mengharuskan dosis suatu obat dikurangi bergantung pada apakah obat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


70

tersebut dieliminasi seluruhnya lewat ginjal atau sebagian dimetabolisme,


dan seberapa besar toksisitasnya. Pada sebagian besar obat yang efek
sampingnya tidak berhubungan atau sedikit hubungannya dengan dosis,
modifikasi regimen dosis secara tepat tidak diperlukan dan cukup dilakukan
perencanaan pengurangan dosis secara sederhana. Pada obat yang lebih
toksik dengan batas keamanan yang sempit, sebaiknya digunakan regimen
dosis yang didasarkan atas laju filtrasi glomerulus. Pada obat yang efikasi dan
toksisitasnya berkaitan erat dengan kadar plasma, anjuran regimen hanya
dapat dijadikan sebagai pedoman pengobatan awal; pengobatan selanjutnya
harus disesuaikan dengan respon klinis dan kadar plasma.
Dosis pemeliharaan total per hari suatu obat dapat dikurangi baik
dengan cara mengurangi dosis tiap kali pemberian atau dengan
memperpanjang interval pemberian antar dosis. Untuk beberapa obat, jika
dosis pemeliharaan dikurangi, perlu diberikan suatu dosis muatan jika
dibutuhkan efek segera. Hal ini disebabkan apabila pasien diberi obat apapun
dengan dosis lazim, diperlukan waktu lebih dari lima kali waktu paruh untuk
mencapai kadar plasma steady state. Karena waktu paruh obat yang
diekskresikan melalui ginjal menjadi lebih lama pada keadaan gagal ginjal,
maka diperlukan beberapa hari agar dosis yang telah dikurangi dapat
mencapai kadar plasma terapetik. Dosis muatan ini biasanya sama besarnya
dengan dosis awal untuk pasien yang fungsi ginjalnya normal (Adibe, et al.,
2017). Oleh karena itu, perlu diketahui pula potensi interaksi yang terjadi
dalam suatu penggunaan obat secara bersamaan.

4.4. Prevalensi Potensi Interaksi Obat Pada Pasien GGK dengan


Hemodialisis Rawat Inap
Prevalensi Potensi interaksi obat yang terjadi pada setiap pasien GGK dengan
hemodialisis di rawat inap Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta tahun 2021 dapat
dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 8. Potensi Interaksi Obat Keseluruhan Pada Setiap Pasien GGK
dengan hemodialisis di rawat inap Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta tahun
2021

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


71

Frekuensi Presentase
No Interaksi Obat
(n=56) (%)

1. Ada Interaksi Obat 56 100

2. Tidak Ada Interaksi Obat 0 0


Total 56 100%
*Berdasarkan analisis menggunakan software drugs.com

Berdasarkan Tabel 8. didapatkan hasil interaksi obat yang terjadi


pada pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis sebanyak 56 (100%)
pasien yang mengalami interaksi obat. Dari 56 pasien kejadian interaksi
pada setiap pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis sebanyak 248
kejadian interaksi obat dari obat yang diterimanya. Interaksi obat yang
terjadi berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan perangkat lunak
drugs interaction cheker pada aplikasi drugs.com. Rekam medis yang
digunakan untuk analisis interaksi obat adalah resep yang diterima pasien
sebelum melakukan hemodialisis untuk pertama kalinya. Resep-resep
pasien GGK yang menjalani hemodialisis cenderung mengalami interaksi
obat (Ramatillah, 2014). Hal ini dikarenakan pasien GGK umumnya
memiliki komplikasi penyakit sehingga menerima terapi pengobatan
secara polifarmasi. Interaksi obat dapat dibagi berdasarkan mekanisme
kerja dan tingkat keparahan. Interaksi obat berdasarkan mekanisme kerja
yaitu farmakokinetik dan farmakodinamik sedangkan untuk tingkat
keparahan ada kategori moderate (sedang), mayor (berat) dan minor
(ringan) (Dipiro, 2020).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


72

4.5. Distribusi Interaksi Obat Pasien Gagal Ginjal


Distribusi interaksi obat pada pasien gagal ginjal yang memiliki penyakit penyerta di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarat tahun 2021
yang diambil dari 56 rekam medis dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 9. Distribusi Interaksi Obat Pada Pasien Gagal Ginjal dengan penyakit penyerta di Rawat Inap RS Pelabuhan Jakarta Tahun
2021
Tingkat Persentase
No. Nama Obat Mekanisme Interaksi Referensi Frekuensi
Keparahan %
1 Amlodipine >< Mayor Dexametason menghambat metabolisme dexametason drugbank.com 5 2,02%
Dexamethasone melalui enzim CYP450 3A4. Sehingga menurunkan kadar
amlodipin.
2 Amlodipine >< Mayor Amlodipin menghambat metabolisme fenitoin melalui ezim drugbank.com 1 0,40%
Fenitoin CYP3A4 sehingga meningkatkan kadar fenitoin.

3 Amlodipine >< Moderat Kalsium glukonat menurunkan efektivitas amlodipin secara drugbank.com 3 1,21%
Kalsium Glukonat antagonis.
4 Amlodipine >< Moderat Kalsium karbonat menurunkan efektivitas amlodipin secara drugbank.com 7 2,82%
Kalsium Karbonat antagonis.
5 Amlodipine >< Moderat Amlodipin menghambat metabolisme simvastatin melalui drugbank.com 4 1,61%
Simvastatin enzim CYP450 3A4. Sehingga meningkatkan kadar
simvastatin
6 Asam Folat >< Moderat Asam folat dalam dosis besar meningkatkan metabolisme drugbank.com 1 0,40%
Fenitoin fenitoin sehingga menurunkan efektivitas fenitoin.
7 Aspirin >< Moderat Aspirin menurunkan efek bisoprolol secara antagonis dalam drugbank.com 7 2,82%
Bisoprolol penggunaan lebih dari 1 minggu.
8 Aspirin >< Minor Kedua obat bersifat antagonis terhadap serum kalium, drugbank.com 8 3,23%
Furosemide dimana aspirin meningkatkan serum kalsium dan
furosemide menurunkan serum kalium.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


73

Tingkat Persentase
No. Nama Obat Mekanisme Interaksi Referensi Frekuensi
Keparahan %
9 Aspirin >< Moderat Aspirin meningkatkan aktivitas antikoagulan heparin. drugbank.com 2 0,81%
Heparin
10 Aspirin >< Insulin Moderat Aspirin meningkatkan efek insulin aspartat secara sinergis drugbank.com 1 0,40%
Aspartat secara singkat, namun memberikan risiko buruk bila
diberikan dengan dosis tinggi.
11 Aspirin >< Moderat Peningkatan risiko akut gagal ginjal saat irbesartan drugbank.com 2 0,81%
Irbesartan dikombinasikan dengan aspirin.
12 Aspirin >< Moderat Kedua obat bersifat antagonis satu sama lain, dimana aspirin drugbank.com 1 0,40%
Lisinopril akan menurunkan efek antihipertensif lisinopril.
13 Azitromisin >< Moderat Kedua obat meningkatkan interval QTc. drugbank.com 2 0,81%
Haloperidol
14 Azitromisin >< Moderat Kedua obat secara sinergis menyebabkan perpanjangan drugbank.com 11 4,44%
Ondansetron interval QT dapat mengakibatkan efek aditif dan risiko lain.

15 Bisoprolol >< Moderat Masing-masing obat meningkatkan toksisitas satu sama lain drugbank.com 8 3,23%
Clonidine melalui mekanisme stimulasi alfa adrenergik tidak spesifik
dan memberikan penghambatan pada reseptor beta
16 Bisoprolol >< Mayor Dexmethasone melawan efek obat bisoprolol dengan drugbank.com 5 2,02%
Dexamethasone menginduksi retensi natrium dan cairan serta menghambat
melalui metabolisme enzim CYP450 3A4.
17 Bisoprolol >< Moderat Furosemid dapat meningkatkan laju eksresi bisoprolol yang drugbank.com 18 7,26%
Furosemide dapat mengakibatkan tingkat serum yang lebih rendah dan
berpotensi mengurangi kemanjuran.

18 Bisoprolol >< Moderat Kalsium glukonat menurunkan efek bisoprolol. drugbank.com 4 1,61%
Kalsium
Glukonat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


74

Tingkat Persentase
No. Nama Obat Mekanisme Interaksi Referensi Frekuensi
Keparahan %

19 Bisoprolol >< Minor Sukralfat menurunkan bioavailabilitas bisoprolol melalui drugbank.com 6 2,42%
Sukralfat pengikatan kation beta-blocker atau penurunan laju disolusi
karena peningkatan pH lambung.

20 Bisoprolol >< Minor Valsartan dapat meningkatkan aktivitaas hipotensi drugbank.com 2 0,81%
Valsartan bisoprolol. Kedua obat secara sinergis meningkatan
efektivitas satu sama lain sehingga terjadi peningkatan
serum kalium.
21 Candesartan >< Moderat Candesartn menghasilkan penurunan sekresi aldosteron, drugbank.com 3 1,21%
Spironolactone yang dapat menyebabkan peningkatan kalium serum yang
mungkin aditif dengan yang diinduksi oleh spiromolakton.
Interaksi mungkin ringan pada kebanyakan pasien dengan
fungsi ginjal normal.
22 Cefixime >< Minor Furosemid dapat menurunkan tingkat eksresi cefixime yang drugbank.com 8 3,23%
Furosemide dapat mengakibatkan tingkat serum yang lebih tinggi.
23 Ceftriaxone >< Minor Furosemid dapat menurunkan tingkat eksresi ceftriaxone drugbank.com 34 13,71%
Furosemide yang dapat mengakibatkan tingkat serum yang lebih tinggi.
24 Ceftriaxone >< Minor Kemanjuran terapi Heparin dapat dikurangi bila digunakan drugbank.com 8 3,23%
Heparin dalam kombinasi dengan ceftriaxone.
25 Ceftriaxone >< Moderat Pemberian bersama ceftriaxone dengan larutan yang drugbank.com 3 1,21%
Kalsium Glukonat mengandung kalsium, bahkan melalui jalur infus yang
berbeda, dapat menyebabkan pengendapan garam
ceftriaxone-kalsium.
27 Ciprofloxacin >< Mayor Ciprofloxacin dan ondansetron keduanya meningkatkan drugbank.com 1 0,40%
Ondansetron interval QTc. Penurunan metabolisme ondansetrom oleh
ciprofloxacin.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


75

Tingkat Persentase
No. Nama Obat Mekanisme Interaksi Referensi Frekuensi
Keparahan %

28 Clonidine >< Mayor Haloperidol dapat mempotensiasi efek hipotensi dari drugbank.com 4 1,61%
Haloperidol beberapa obat sekunder untuk aktivitas penghambatan alfa-
1 adrenergik perifer.
29 Clonidine >< Moderat Clonidine menurunkan efek insulin aspartat secara drugbank.com 3 1,21%
Insulin Aspartat antagonis, sehingga terjadi penurunan gelaja hipoglikemia
oleh induksi produksi katekolamin.

30 Clopidogrel >< Moderat Kedua obat secara sinergis meningkatkan efektivitas satu drugbank.com 5 2,02%
Heparin sama lain.

31 Clopidogrel >< Moderat Lansoprazol menghambat metabolisme clopidpgrel melalui drugbank.com 3 1,21%
Lansoprazole enzim ati CYP2C19 sehingga menurunkan aktivitas
penghambatan agregasi trombosit oleh metabolit aktif
clopidogrel. CYP2C19 merupakan enzim metabolisme
ekstenfis, dimana rata-rata AUC dari metabolit aktif
clopidogrel berkurang ~14% ketika lansoprazole digunakan
bersama dibandingkan dengan pemberian clopidogrel saja
pada subyek sehat.
32 Clopidogrel >< Moderat Penghambatan efek PPI omeprazole dari bioaktivasi drugbank.com 2 0,81%
Omeprazole metabolik yang dimediasi CYP450 2C19 dari clopidogrel.
33 Dexamethasone >< Moderat Kedua obat secara sinergis meningkatkan efektivitas satu drugbank.com 10 4,03%
Furosemide sama lain.
34 Dexamethasone >< Moderat Deksametason menurunkan efek insulin aspartat secara drugbank.com 2 0,81%
Insulin Aspartat antagonis.
35 Dexamethasone >< Moderat Deksametason menurunkan efek insulin glargine secara drugbank.com 3 1,21%
Insulin Glargine antagonis.
36 Dexamethasone >< Moderat Natrium bikarbonat dengan efek penetral asam dapat drugbank.com 9 3,63%
Natrium Bikarbonat mengganggu penyerapan deksametason.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


76

Tingkat Persentase
No. Nama Obat Mekanisme Interaksi Referensi Frekuensi
Keparahan %
37 Dexamethasone >< Mayor Deksametason menurunkan efek teofilin dengan drugbank.com 1 0,40%
Theofillin mempengaruhi metabolisme enzim CYP3A4 hati/usus.
38 Digoxin >< Moderat Furosemide meningkatkan efek digoxin secara sinergis, drugbank.com 2 0,81%
Furosemide khususnya pada penderita hipokalemia.
39 Digoxin >< Moderat Metoclopramide akan meningkatkan kadar atau efek digoxin drugbank.com 2 0,81%
Metoclopramide dengan cara meningkatkan pH lambung.
40 Digoxin >< Moderat Natrium bikarbonat akan meningkatkan kadar atau efek drugbank.com 2 0,81%
Natrium digoxin dengan cara meningkatkan pH lambung.
Bikarbonat
41 Digoxin >< Moderat Omeprazole akan meningkatkan kadar atau efek digoxin drugbank.com 2 0,81%
Omeprazole dengan cara meningkatkan pH lambung.
42 Fenitoin >< Moderat Fenitoin dapat mengurangi aktivitas diuretik, mengganggu drugbank.com 1 0,40%
Furosemide fungsi ginjal dan penyerapan furosemid.
43 Fenitoin >< Moderat Omeprazol akan meningkatkan efek fenitoin dengan drugbank.com 1 0,40%
Omeprazole mempengaruhi metabolisme enzim CYP2C9/10 hati
sehingga terjadi penurunan efek omeprazol.
44 Fenitoin >< Mayor Metabolisme ondansetron dapat ditingkatkan bila drugbank.com 1 0,40%
Ondansetron dikombinasikan dengan fenitoin. Fenitoin menurunkan efek
ondansetron dengan mempengaruhi metabolisme enzim
CYP3A4 hati/usus.
45 Furosemide >< Moderat Kedua obat secara sinergis meningkatkan efektivitas satu drugbank.com 6 2,42%
Lisinopril sama lain.
46 Furosemide >< Moderat Sukralfat dapat mengurangi absorpsi dan efek terapeutik drugbank.com 13 5,24%
Sukralfat furosemide yang mengakibatkan penurunan konsentrasi
serum dan berpotensi menurunkan efikasi.
47 Haloperidol >< Moderat Haloperidol dapat menyebabkan pemanjangan interval QT drugbank.com 4 1,61%
Ondansetron dapat ditingkatkan ketikan ondasnetron dikombinasikan
dengan haloperidol.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


77

Tingkat Persentase
No. Nama Obat Mekanisme Interaksi Referensi Frekuensi
Keparahan %

48 Heparin >< Minor Heparin meningkatkan toksisitas irbesartan, dimana heparin drugbank.com 2 0,81%
Irbesartan dengan berat molekul rendah dapat menekan sekresi
aldosteron adrenal, yang berpotensi menyebabkan
hiperkalemia.
49 Heparin >< Moderat Penggunaan ketorolak dalam kombinasi dengan heparin drugbank.com 1 0,40%
Ketorolac dapat meningkatkan risiko efek samping yang serius.

50 Hydrochlorthiazide >< Moderat HCT meningkatkan reabsorpsi proksimal di tubulus distal drugbank.com 1 0,40%
Kalsium Laktat sehingga volume ekskresi berkurang.

51 Paracetamol >< Moderat Ranitidine meningkatkan paparan serum paracetamol drugbank.com 11 4,44%
Ranitidine sehingga dapat mencapai dosis toksik.

Total 248 100 %

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


78

Berdasarkan pada Tabel 9. diatas, didapatkan hasil untuk interaksi obat yang sering terjadi antara obat antihipertensi dengan obat
antibiotik golongan sefalosporin adalah interaksi antara Ceftriaxone dengan furosemid sebanyak 34 (13,71%). Interaksi obat
Ceftriaxone dengan furosemid dengan mekanisme interaksi yaitu dapat menurunkan tingkat eksresi ceftriaxone yang dapat
mengakibatkan tingkat serum yang lebih tinggi. Dalam penelitian pada hewan uji tikus, sefalosporin yang baru dikembangkan ini secara
signifikan mengurangi aktivitas diuretik furosemid pada tikus. Adapun mekanisme interaksi kedua obat ini belum diketahui.
Penggunaan furosemid atau mungkin golongan obat loop diuretic lain dengan beberapa antibiotik golongan sefalosporin berpotensi
menyebabkan nefrotoksik, terutama penggunaan antibiotik sefalosporin dosis tinggi baik melalui intravena maupun oral. Pada
penelitian dari 56 pasien terdapat 6 pasien yang mengalami gagal ginjal saat sefaloridin (antibiotik golongan sefalosporin) diberikan
dengan furosemid. Furosemid terbukti meningkatkan konsentrasi plasma dan mengurangi clearance creatinin dari beberapa antibiotik
golongan sefalosporin (drugs.com). Meskipun data terbatas pada antibiotik sefaloridin, penggunaan obat golongan sefalosporin lain
seperti seftriakson dengan furosemid harus hati-hati dan direkomendasikan untuk monitoring fungsi ginjal dengan menghitung nilai
laju filtrasi glomerulus terutama pada dosis tinggi, pasien geriatrik, maupun pasien dengan gangguan ginjal, untuk menghindari
terjadinya interaksi obat, disarankan untuk memberi jeda pemberian furosemid 3 hingga 4 jam sebelum obat golongan sefalosporin
(Bexter, 2008).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


79

Interaksi obat adalah interaksi yang terjadi ketika efek obat diubah oleh obat
lain, makanan, atau minuman. Interaksi obat dapat menyebabkan penurunan efek
terapi, peningkatan toksisitas, atau efek farmakologis tidak diharapkan. Mekanisme
interaksi obat dapat dibagi menjadi tiga: Interaksi farmasetik, yaitu interaksi terjadi
antara dua obat yang diberikan dalam reaksi langsung terjadi, itu biasanya terjadi
sebelum obat dimasukkan ke dalam tubuh. Interaksi farmakokinetik yaitu interaksi
yang terjadi ketika obat mempengaruhi ADME obat lain, sehingga mengurangi atau
meningkatkan efek farmakologis mereka. Interaksi farmakodinamik adalah
interaksi antara obat yang memiliki efek farmakologis, antagonis, atau efek
samping yang hampir sama. Tingkat keparahan interaksi dapat diklasifikasikan
dalam tiga tingkatan: minor jika interaksi mungkin terjadi tetapi dianggap tidak
berbahaya untuk signifikansi potensial contoh penurunan ciprofloksasin dengan
antasida. Selain itu, interaksi moderat dimana terjadinya interaksi yang dapat
menurunkan efektifitas obat bahkan meningkatkan efek samping obat. Terakhir,
Interaksi mayor dimana potensi bahaya dari interaksi obat terjadi pada pasien
sehingga beberapa jenis monitoring/intervensi seringkali diperlukan. Potensi
bahaya yang dimaksudkan yaitu, jika ada probabilitas tinggi dari peristiwa yang
merugikan pasien, termasuk kegiatan yang terkait dengan kehidupan pasien dan
kerusakan organ yang permanen (Ramatillah, et. al., 2014).
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa terjadi berbagai potensi interaksi
yang dapat memperngaruhi terapi pasien gagal ginjal. Interaksi ini terjadi karena
umumnya pasien dengan penyakit gagal ginjal memiliki berbagai komorbid
penyakit lain yang berbeda dalam setiap pasien. Tekanan darah tinggi adalah salah
satu penyebab utama dari gagal ginjal kronis. Oleh sebab itu, penderita sakit ginjal
kronis akan direkomendasikan obat-obatan untuk menurunkan tekanan darah,
seperti ACE inhibitors atau ARBS. Kedua jenis obat ini biasanya dapat menurunkan
fungsi ginjal dan mengubah kadar elektrolit. Hal ini yang membuat Anda perlu rutin
memeriksa darah agar kondisi dapat terpantau. Selain obat pengendali tekanan
darah untuk pasien gagal ginjal kronis, pasien juga diminta menjalani diet rendah
garam dan konsumsi diuretik (obat yang berfungsi mengurangi penumpukan cairan
tubuh melalui urine). Umumnya, pasien gagal ginjal dengan kadar kolesterol tinggi
dianjurkan untuk memulai terapi statin dengan pengawasan dari dokter. Statin

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


80

adalah obat yang disebut efektif secara klinis untuk mengurangi risiko penyakit
kardiovaskular pada pasien gagal ginjal kronis. Dokter biasanya akan
merekomendasikan atorvastatin 20 mg sebagai statin intensitas tinggi. Komplikasi
lain yang kerap terjadi pada pasien gagal ginjal adalah anemia. Maka dari itu, obat
untuk meringankan gejala anemia akan diberikan pada pasien gagal ginjal kronis,
seperti suplemen eritropoietin. Pemberian suplemen eritropoietin bertujuan untuk
menjaga kadar hemoglobin hingga 10-12 g/dL. Sebelum pengobatan ini dimulai,
pasien perlu memeriksa kadar zat besi agar saturasinya bisa dijaga pada 30-50
persen (Dipiro, 2011).
Salah satu gejala penyakit ginjal kronis yang cukup mengganggu adalah
pembengkakan pada lengan dan kaki. Obat yang direkomendasikan untuk
mengurangi pembengkakan pada gagal ginjal kronis, yaitu diuretik. Diuretik
merupakan tablet yang membantu ginjal memproduksi lebih banyak urine.
Konsumsi obat ini dapat membuat pasien lebih sering buang air kecil. Namun,
penting untuk diingat untuk tidak terlalu banyak minum cairan karena obatnya tidak
efektif dan perlu menambah dosis obat. Pasien gagal ginjal yang sudah memasuki
tingkat kerusakan yang parah biasanya mengalami penyakit tulang akibat gangguan
keseimbangan mineral dan kalsium. Hal ini yang membuat dokter meresepkan obat
dan suplemen kalsium dan vitamin D agar tulang tidak melemah pada pasien gagal
ginjal kronis. Konsumsi obat untuk mengikat fosfat dibutuhkan agar jumlahnya
tidak terlalu banyak di dalam darah. Metode ini juga membantu melindungi
pembuluh darah dari kerusakan akibat kekurangan kalsium (Koraishy, et al., 2017).
Interaksi obat merupakan salah satu bagian dari Drug Related Problem (DRP)
yang secara nyata maupun potensial mempengaruhi perkembangan kesehatan
pasien. Pasien gagal ginjal secara umum diresepkan banyak obat secara bersamaan
sehingga dapat memicu timbulnya masalah penggunaan karena polifarmasi.
Polifarmasi adalah penggunaan beberapa obat secara bersamaan yang
menyebabkan timbulnya berbagai efek samping dan risiko pengobatan yang perlu
dipantau. Interaksi obat dianggap penting seara klinik bila berakibat terhadap
peningkatan toksisitas ataupun mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi,
khususnya pada obat dengan rentang terapi sempit (Adibe, et al., 2017).
Pada kasus ini, terdapat banyak kasus interaksi dengan tingkat keparahan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


81

moderat. Kasus ini biasanya terjadi pada pasien gagal ginjal dengan berbagai variasi
komorbiditas yang memiliki mekanisme kerja obat lain yang masih dapat
ditoleransi dengan pengobatan gagal ginjal. Umumnya interaksi obat dengan
tingkat keparahan moderat dapat ditangani baik dengan pemberian jarak,
pengaturan dosis, serta pengontrolan hasil penelusuran laboratorium terkiat (Dipiro,
2011). Kasus dengan tingkat keparahan mayor menjadi jenis kedua terbanyak
dalam terapi pasien gagal ginjal. Hal ini perlu menjadi perhatian khusus karena
interaksi mayor akan memberikan dampak besar bagi hasil terapi. Reaksi efek
samping dari interaksi obat dapat diminimalisir dengan mengganti terapi
pengobatan menggunakan obat yang mempunyai efektivitas yang sama dengan obat
pertama, atau dengan mengatur pola pemberian obat berdasarkan waktu pemberian
yang tepat. Informasi kemungkinan interaksi ini juga bervariasi tergantung
komorbiditas dari tiap pasien yang berbeda-beda. Oleh karena itu, selain melihat
level kemaknaan klinis perlu dilakukan pengkajian terhadap tingkat pembuktian
interaksi sehingga diketahui seberapa besar persentase laporan kasus interaksi yang
pernah terjadi dalam penggunaan obat secara bersamaan (Dipiro, 2011).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


82

4.5.1. Distribusi Interaksi Obat Pasien Gagal Ginjal Berdasarkan


Mekanisme Kerja Obat
Distribusi interaksi obat berdasarkan mekanisme kerja obat yang
digunakan pada pasien GGK dengan hemodialisis di rawat inap Rumah Sakit
Pelabuhan Jakarta tahun 2021 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 10. Distribusi Interaksi Obat Berdasarkan Mekanisme Kerja Obat
Pada Pasien pasien GGK dengan hemodialisis di rawat inap Rumah Sakit
Pelabuhan Jakarta tahun 2021

No Jenis Interaksi Obat Frekuensi Presentase (%)


1. Farmakokinetik 113 45,56
Farmakodinamik
2. 135 54,43
Total
248 100%
*Berdasarkan analisis menggunakan software drugs.com

Berdasarkan pada Tabel 10. menjelaskan bahwa berdasarkan


mekanisme kerja obat, mekanisme interaksi obat yang terjadi pada pasien
gagal ginjal sebanyak 248 kejadian dengan mekanisme farmakokinetik
sebanyak 113 interaksi obat dengan persentase (45,56%), mekanisme
farmakodinamik sebanyak 135 interaksi obat dengan persentase (54,43%).
Hasil yang diperoleh saat penelitian sesuai dengan hasil penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Mylapuram Rama (2012) dimana potensi
interaksi obat pada pasien gagal ginjal dengan mekanisme secara
farmakodinamik lebih besar jika dibandingkan dengan mekanisme
farmakokinetik. Interaksi obat pada pasien gangguan ginjal kronis paling
banyak terjadi pada mekanisme farmakodinamik karena sebagian besar obat
gangguan ginjal kronis bekerja pada reseptor, tempat kerja maupun sistem
fisiologis yang sama, sehingga menimbulkan efek aditif, sinergis maupun
antagonis (Rahmiati et al., 2010).
Potensi interaksi obat secara farmakokinetik adalah tentang pengaruh
tubuh terhadap obat, dimana interaksi terjadi saat satu obat mempengaruhi
konsentrasi dari obat lain dengan akibat klinis. Potensi interaksi obat secara
farmakodinamik adalah tentang pengaruh obat terhadap tubuh, dimana
interaksi ini terjadi antara kedua obat dengan meningkatkan atau menurunkan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


83

efek (Snyder, 2012). Pada penelitian ini salah satu contoh interkasi
farmakodinamik yaitu bisoprolol dan furosemid secara farmakologi
mempunyai mekanisme kerja yaitu dapat meningkatkan laju eksresi
bisoprolol yang dapat mengakibatkan tingkat serum yang lebih rendah dan
berpotensi mengurangi kemanjuran.

4.5.2. Distribusi Interaksi Obat Pasein Gagal Ginjal Berdasarkan Level


Kemaknaan Klinis
Distribusi interaksi obat pasien GGK berdasarkan tingkat keparahan
interaksi pada pasien GGK dengan hemodialisis rawat inap di Rumah Sakit
Pelabuhan Jakarta tahun 2021 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 11. Distribusi Interaksi Obat yang terjadi Pada pasien GGK dengan
hemodialisis rawat inap Berdasarkan Tingkat Keparahan di Rumah Sakit
Pelabuhan Jakarta tahun 2021

No Tingkat Keparahan Frekuensi Presentase (%)


1. Mayor 18 7,25
2. Moderate
170 68,54
3. Minor
60 24,19
Total
248 100%
*Berdasarkan analisis menggunakan software drugs.com

Berdasarkan pada Tabel 11. menjelaskan bahwa interaksi obat pada


penelitian ini yang paling banyak terjadi pada pasien gagal ginjal dengan
hemodialisis yaitu interaksi obat pada tingkat keparahan moderate (68,54%),
pada tingkat keparahan mayor (7,25%) dan interaksi pada tingkat keparahan
minor mengalami (24,19%).
Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Pasangka dkk. (2017) yang
menyebutkan hasil interaksi monitor ketat adalah sebanyak 206 kejadian
(70,54%), minor 64 kejadian (21,91%) dan serius sebanyak 22 kejadian
(7,54%). Berdasarkan penelitian Kono (2019) diperoleh hasil interaksi obat
potensial ditemukan pada 85,7% sampel dengan tingkat keparahan minor
sebesar 26%, sedang/moderate sebesar 68%, dan mayor sebesar 5%. Lebih
lanjut menurut hasil penelitian Maifitrianti (2016) sebanyak 334 kasus

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


84

(75,39%) merupakan interaksi obat dengan tingkat keparahan moderat.


Sedangkan hasil penelitian Adibe et al. (2017) diperoleh hasil dari 169 pasien
diperoleh 749 kejadian interaksi obat, dengan 525 kejadian (70,09%) tingkat
keparahan signifikan.
Potensi interaksi obat dengan tingkat keparahan moderate paling
banyak ditemukan pada interaksi bisoprol dengan furosemid. Jika digunakan
secara bersamaan maka dapat meningkatkan laju eksresi bisoprolol yang
dapat mengakibatkan tingkat serum yang lebih rendah dan berpotensi
mengurangi kemanjuran.
Potensi interaksi obat dengan tingkat keparahan minor paling banyak
ditemukan pada interaksi ceftriaxone dengan furosemid. Ceftriaxone
merupakan antibiotik beta laktam dari golongan sefalosporin dan furosemid
dari obat golongan loop diuretic lain dengan beberapa antibiotik golongan
sefalosporin berpotensi menyebabkan nefrotoksik, terutama penggunaan
antibiotik sefalosporin dosis tinggi baik melalui intravena maupun oral.
Interaksi obat ceftriaxone dengan furosemid dengan mekanisme interaksi
yaitu membutuhkan pemantauan khusus karena ceftriaxone dapat
meningkatkan furosemid dan menyebabkan nefrotoksisitas (Dipiro, 2011).
Potensi interaksi obat dengan tingkat keparahan mayor paling banyak
ditemukan pada interaksi amlodipin dengan bisoprolol.
Kombinasi antara amlodipin dan bisoprolol secara farmakologi mempunyai
mekanisme kerja yaitu menghambat masuknya ion kalsium ke dalam otot
polos pembuluh darah dan otot jantung sehingga dapat merelaksasi pembuluh
darah dan memperlambat denyut jantung untuk menurunkan tekanan darah
(Dipiro, 2011).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai
identifikasi dari Interaksi Obat Pada Pasien GGK yang menjalani
hemdialisis Rawat Inap di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Tahun 2021,
maka bisa disimpulkan sebagai berikut:
1. Dari 56 pasien GGK yang menjalani hemodialisis rawat inap di Rumah
Sakit Pelabuhan Jakarta, penderita GGK lebih banyak terjadi pada
pasien berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 34 pasien dengan
persentase (60,71%).
2. Berdasarkan usia, pada penelitian ini pasien penderita GGK yang
menjalani hemodialisis terbanyak adalah pasien dengan rentang usia
lebih dari 65 tahun yaitu sebanyak 19 pasien (33,93%).
3. Obat yang sering digunakan pada pasien GGK yang menjalani
hemodialisis adalah ceftriaxone (10,26%), furosemid (8,61%) dan
ondansetron (8,32%).
4. Adanya interaksi obat dari 56 pasien, semua pasien mengalami
interaksi obat dengan 248 kejadian interaksi obat. Interaksi obat yang
paling sering terjadi yaitu ceftriaxone dengan furosemid (13,71%).
Mekanisme interaksi keseluruhan pasien yang paling banyak adalah
farmakodinamik dan tingkat keparahan interkasi obat yang paling
banyak adalah moderate.

5.2. Saran
1. Untuk peneliti selanjutnya agar melakukan pengembangan indentifikasi
potensi interaksi obat lebih spesifik terkait dengan mekanisme potensi
interaksi obat yang dapat terjadi.
2. Perlu adanya Monitoring dan evaluasi penggunaan obat dalam terapi
GGK, terutama pemberian dosis obat secara rutin untuk mencegah
adanya DRPs terkait pendosisan.

85
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA

A.Rodvold, S. C. P. and K. (2011). Drug Interaction in Infection Disease (2nd


Ed).New York
Adhiatma, A. T. et al. (2015) “Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Gagal Ginjal Kronik Pada Pasien Hemodialisis Di RSUD Tugurejo
Semarang,” Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang,
hal. 1–10.
Adibe, M.O., Ewelum, P.C., Amorha, K.C., 2017. Evaluation of drug-drug
interactions among patients with chronic kidney disease in a South-Eastern
Nigeria tertiary hospital: a retrospective study. The Pan African Medical
Journal, 28: 199.
Ammirati A. L. (2020). Chronic Kidney Disease. Revista da Associacao Medica
Brasileira (1992), 66(Suppl 1), pp. s03–s09.
Andayani, T. M. et al. (2020) Drug Related Problems: Identifikasi Faktor Risiko
dan Pencegahannya. Diedit oleh Wahyu. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. Tersedia pada:
https://books.google.co.id/books?id=f_nqDwAAQBAJ&printsec=frontcov
er#v=onepage&q&f=false.
Andriani, S., Rahmawati, F. dan Andayani, T. M. (2021) “Penyesuaian Dosis Obat
pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Rawat Inap di Rumah Sakit Kabupaten
Tegal, Indonesia,” Majalah Farmaseutik, 17(1), hal. 46–53. doi:
10.22146/farmaseutik.v17i1.48683.
Anonim (2021) "Heart Disease: Coronary Artery Disease, Centers for Disease
Control and Prevention (CDC)". Tersedia pada:
https://www.cdc.gov/heartdisease/coronary_ad.htm.
APhA (2009) "Drug Information Handbook : A Comprehensive Resource for all
Clinicians and Healthcare Professionals". 17th Edition. Diedit oleh C. F.
Lacy et al. Lexi-Comp for the American Pharmacist Association.
Ariani, S. (2016). Stop Gagal Ginjal dan Gangguan Ginjal Lainnya. Istana Media.
Bailie, G.R. Johnson, C.A., Mason, N.A., Peter, W.L.St., 2004. Medfacts pocket
guide of drug
86
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Baradero. (2008). Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal. EGC
Baxter, K. (2010). Stockley’s Drug Interactions (9th ed.). Pharmaceutical Press.
Bushra R., Nousheen A., Arshad Y. K.. 2011. Food-drug interactions. Oman
Medical Journal.
Busari, A. A., Oreagba, I. A., Oshikoya, K.A. Kayode, M. O., Olayemi, S. O.,
2019. High risk of drug–drug interactions among hospitalized patients with
kidney diseases at a nigerian teaching hospital: A Call for action. Nigerian
Medical Journal, Nov-Dec; 60(6): 317–25.
BPOM RI (2005) “Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan
Republik Indonesia No. HK.00.05.3.18.18,” Tentang Pedoman Uji
Bioekivalensi, hal. 66–68.
Delima, D. et al. (2017) “Faktor Risiko Penyakit Ginjal Kronik : Studi Kasus
Kontrol di Empat Rumah Sakit di Jakarta Tahun 2014,” Buletin Penelitian
Kesehatan, 45(1), hal. 17–26. doi: 10.22435/bpk.v45i1.7328.17-26.
Diaz, G. S., Pico, A.M.P., Santisteban, M.A.S., Bernalt, V.G., Mayordomo, R.,
Dorado, P., 2020. Prevalence of potential drug–drug interaction risk among
chronic kidney disease patients in a spanish hospital. Pharmaceutics. 2020
Aug; 12(8): 713.
Dipiro, J. T. et al. (2020) "Eleventh Edition Pharmacotherapy: A Pathophysiologic
Approach". 11th ed. United State: McGraw Hill.
Fatimah, S., 2019, Studi potensi interaksi obat pada terapi pasien penyakit ginjal
kronis (PGK) di instalasi rawat inap RSUD Jombang tahun 2016. Tesis. UIN
Malang.
Ginanjar, E. (2017) “Fungsi Ginjal dan Kematian Akibat Sindrom Koroner Akut,”
Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 3(4), hal. 175. doi: 10.7454/jpdi.v3i4.49.
Giovani, M. P. (2015) “Chronic Kidney Disease pada Pasien Diabetes Mellitus
Tipe 2,” Jurnal Agromedicine Unila, 2(3), hal. 242–247.
Hanutami NP, B. dan Lestari Dandan, K. (2019) “Identifikasi Potensi Interaksi
Antar Obat Pada Resep Umum Di Apotek Kimia Farma 58 Kota Bandung
Bulan April 2019,” Farmaka, 17(2), hal. 57–64.
Hassan, Z. et al. (2020) “Assessment of Medication Dosage Adjustment in
Hospitalized Patients with Chronic Kidney Disease,” medRxiv, hal. 1–16.
87
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
doi: 10.1101/2020.05.04.20090787.
Hendera dan Rahayu, S. (2018) “Interaksi Antar Obat Pada Peresepan Pasien
Rawat Inap Pediatrik Rumah Sakit X Dengan Menggunakan Aplikasi
Medscape,” Journal of Current Pharmaceutical Sciences, 1(2), hal. 75–80.
Hendyatama, T. H. dan Mardiana, N. (2020) “Review Article: Calculation of Drug
Dosage In Chronic Kidney Disease,” Current Internal Medicine Research
andPractice Surabaya Journal, 1(1), hal. 21–24.
Hutagaol. (2017). Peningkatan Kualitas Hidup Pada Penderita Gagal Ginjal
Kronik Yang Menjalani Terapi Hemodialisa Melalui Psychological
Intervention Di Unit Hemodialisa RS Royal Prima Medan. Jurnal Jumantik,
2(1).
Joseph DiPiro, R.T., et al. (2011) Pharmacotherapy: A Pathophysiologic
Approach. McGraw-Hill Medical, New York.
KDIGO (2020) “Clinical Practice Guideline on Glomerular Diseases
Confidential : Do Not Distribute Public Review Draft,” KDIGO Guidline,
hal. 1–135.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2008). PERMENKES 269 Tahun
2008/Rekam Medis. Retrieved January 26, 2022, from
http://www.pormiki- dki.org/2016-04-20-03-11-28/pp-pmk-uu/26-
permenkes-269-tahun-2008- rekam-medis
Kementerian Kesehatan RI (2008) “Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 269/Menkes/PER/III/2008 Tentang Rekam Medis,” hal. 7.
Kementerian Kesehatan RI (2013) “Peraturan Menteri Kesehatan republik
Indonesia No. 55 Tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Perekan Medis,”
hal.18.
Kementerian Kesehatan RI (2014) “Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 69 Tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien,”
hal. 17.
Kementerian Kesehatan RI (2016) “Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 72
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit,” hal. 63.
Kementerian Kesehatan RI (2018a) “Laporan Riskesdas 2018,” Kemenkes RI:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, hal. 171–176. Tersedia
88
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pada: https://www.litbang.kemkes.go.id/hasil-utama-riskesdas-2018/.
Kementerian Kesehatan RI (2018b) “Peran Pemerintah Dalam Pencegahan Dan
Pengendalian Gangguan Ginjal Pada Anak,” Riskesdas, (November), hal.
1–18.
Kementrian Kesehatan RI (2013) “Riset Kesehatan Dasar,” Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan.
Kusuma, H. I. H. (2015) "Studi Penggunaan Obat Anti Dispepsia Pada Pasien
Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis (Penelitian dilakukan
di Instalasi Hemodialisis RSUD Dr. Soetomo Surabaya)", ADLN
Perpustakaan Universitas Airlangga. Tersedia pada:
http://repository.unair.ac.id/id/eprint/9349.
Koraishy, F.M., Moeckel, G.W., & Geller, D.S. (2017). A Case of Severe
Nephrotoxicity Associated with Long-term Dietary Supplement Use.
Clinical Nephrology. 5, pp. 42–47.
Kono, B.R., 2019. Analisis drp interaksi obat pasien penyakit ginjal kronik di
instalasi rawat inap RSUD Profesor Dr. W.Z. Johannes Kupang. Tesis.
Universitas Citra Bangsa.
Luntungan, P., Tjitrosantoso, H. dan Yamlean, P. V. Y. (2016) “Potensi Drug
Related Problem (DRPs) Pada Pasien Gagal Ginjal di Rawat Inap RSUP
Prof.DR.R.D.Kandau Manado,” 5(3).
Maindoka, F., Mpila, D. dan Citraningtyas, G. (2017) “Kajian Interaksi Obat Pada
Pasien Geriatri Rawat Inap Di Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado,”
Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi, 6(3), hal. 240–250.
Marianti. (2016). Jelajah Alam Sekitar Pendekatan, Strategi, Model dan Metode
Pembelajaran Biologi Berkarakter Untuk Konservasi.
Mariam, S. 2016. Evaluasi kejadian interaksi obat pada pasien rawat inap geriatri
penderita gagal jantung. Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi dan Industri,
Bogor.
Martini, F., Nath, J. L. dan Bartholomew, E. (2012) "Fundamentals of Anatomy &
Physiology Ninth Edition", Pearson Education, Inc.
Maifitrianti, 2016. Identifikasi interaksi obat-obat potensial pada pasien gagal
ginjal kronik RSPAD Gatot Soebroto. Farmasains, Vol. 3, No.2: 59-63.
89
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Mayuda, A., Chasani, S., & Saktini, F. (2017). Hubungan Antara Lama
Hemodialisis Dengan Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik (Studi
Di RSUP). Jurnal Kedokteran Diponegoro, 6(2), 167–176.
Medscape (2021) Mefenamic Acid (NSAIDs), Web Medscape LLC. Tersedia pada:
https://reference.medscape.com/drug/mefenamic-acid-343294#5 (Diakses:
22 September 2021).
Murphy, J. E. (2017) "Clinical Pharmacokinetics 6th Edition". 6th ed, American
Society of Health-System Pharmacists. 6th ed. American Society of Health
System Pharmacists.
Muti, A. F., & Chasanah, U. (2016) “Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Diuretik
pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Dirawat Inap di RSUD Dr. Saiful
Anwar Malang,” Sainstech Farma, 9(2), hal. 23–31.
Muttaqin, A., & Sari, K. (2011). Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal bedah. Salemba Medika
National Kidney Foundation, 2016. About Chronic Kidney Disease; 2016 [dikutip
29 Jan 2017] : https://www.kidney.org/kidneydisease/aboutckd
NIDDK (2015) "CKD & Drug Dosing: Information for Providers, Estimation
ofKidney Function for Prescription Medication Dosage in Adults", U.S.
Department of Health and Human Services. Tersedia
pada: https://www.niddk.nih.gov/health-
information/professionals/advanced- search/ckd-drug-dosing-providers.
Notoatmodjo, S. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif. Rineka Cipta.
Norton, J.M., Moxey-Mims, M.M., Eggers, P.W., Narva, A.S., Star, R.A.,
Kimmel, P.L., and Rodgers, G.P., 2016. Social determinants of racial
disparities in CKD. JASN, September 2016, 27 (9) 2576-95, DOI:
https://doi.org/10.1681/ASN.2016010027
Pasangka, I. T., Tjitrosantoso, H. dan Astuty Lolo, W. (2017) “Identifikasi Potensi
Interaksi Obat Pada Pasien Gagal Ginjal Rawat Inap di RSUP Prof. DR.
R.D. Kandou Manado,” Pharmacon Ilmiah Farmasi, 6(4), hal. 119–129.
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (2018) “11th Report Of Indonesian
RenalRegistry 2018,” Indonesian Renal Registry, 11, hal. 1–46. Tersedia
pada:https://www.indonesianrenalregistry.org/data/IRR 2018.pdf.
90
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Prodjosudjadi dan Suhardjono. (2009). End-Stage Renal Disease in Indonesia:
Treatment Development.
Purnomo. (2012). Dasar-Dasar Urologi
Pharmaceutical Care Network Europe (2019) “Classification for Drug related
Problems,” Pharmaceutical Care Network Europe Association, hal. 9.
PIONas (2015a) Antihipertensi : Penghambat ACE.
Tersedia pada: http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-2-sistem-
kardiovaskuler-0/23- antihipertensi/235-penghambat-ace (Diakses: 21
September 2021).
PIONas (2015b) Diabetes : Insulin. Tersedia pada:
http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-6-sistem-endokrin/61-diabetes/611-insulin
(Diakses: 21 September 2021).
PIONas (2015c) Lampiran 3 : Gagal Ginjal. Tersedia pada:
http://pionas.pom.go.id/ioni/lampiran-3-gagal-ginjal (Diakses: 21
September2021).
Prihatiningtias, K. J. dan Arifianto (2017) “Faktor-Faktor Risiko Terjadinya
Penyakit Ginjal Kronik,” Jurnal Ners Widya Husada, 4(2), hal. 57–64.
Tersedia pada:
http://stikeswh.ac.id:8082/journal/index.php/jners/article/view/314.
Rahmawaty, A. dan Hidayah, P. H. (2020) “Hubungan Drug Related Problems (
DRPs ) Kategori Interaksi Obat pada Penggunaan Obat Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2,” Cendekia Journal of Pharmacy STIKES Cendekia Utama
Kudus, 4(1), hal. 80–88.
Ramadaniati, H. U. et al. (2016) “Drug-related problems in chronic kidneys disease
patients in an Indonesian hospital: Do the problems really matter?,”
International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 8(12), hal.
298–302. doi: 10.22159/ijpps.2016v8i12.15193.
Rama, M., Viswanathan, G., Acharya,D., Attur, PR., Reddy, N P., Raghavan,VS.,
2012. Assessment of drug-drug interaction among renal failure patients of
nephrology ward in a South Indian tertiary care hospital. Indian journal of
pharmaceutical Sciences. 74(1): 63–68
Rahardjo, P., Susalit, E., Suhardjono., 2006. Hemodialisis. Dalam: Sudoyo, A.W.,
91
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Setiyohadi, B., Alwi, I., Marcellus, S.K., Setiati, S., Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I. Edisi keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI, 579- 580.
Rahmanto, Bagyo. 2011. Pemeliharaan Mesin Hemodialisa, Divisi Ginjal dan
Hipertensi RSUD Dr.Moewardi Surakarta.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2013.Pedoman Pewancara Petugas
Pengumpul Data. Jakarta: Badan Litbangkes, Depkes RI
Rusly (2016) “Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi: Farmasi Rumah Sakit dan
Klinik,” Kementerian Kesehatan RI, hal. 189.
Rochjana, A. U. H., Jufri, M., Andrajati, R., & Sartika, R. A. D. (2019). Masalah
Farmasetika dan Interaksi Obat pada Resep Racikan Pasien Pediatri: Studi
Retrospektif pada Salah Satu Rumah Sakit di Kabupaten Bogor. Indonesian
Journal of Clinical Pharmacy, 8(1).
https://doi.org/10.15416/ijcp.2019.8.1.42
Salwani, D. (2017) “Diagnosis dan Tatalaksana Hipokalemia,” UNSYIAH
Conferences, (6), hal. 57–72.
Serwood, L. (2013) "Introduction to Human Physiology 8th Edition", Yolanda
Cossio.
Setyawan, Y. (2021) “Merokok dan Gangguan Fungsi Ginjal,” e-CliniC, 9(2), hal.
388. doi: 10.35790/ecl.v9i2.33991
Shargel, L. dan YU, A. B. C. (2016) "Applied Biopharmaceutics and
Pharmacokinetics Seventh Edition". 7th Editio. New York: Mc Graw Hill
Education.
Sinaga, C. R., Tjitrosantoso, H. dan Fatimawali (2017) “Evaluasi Kerasionalan
Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Gagal Ginjal Di Rsup Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado,” Pharmacon, 6(3), hal. 10–19. doi:
10.35799/pha.6.2017.16512.
Sinuraya, & Lismayanur. (2019). Hubungan Lama Menjalani Terapi Hemodialisis
Dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani
Hemodialisis Di Rumah Sakit Ginjal Rasyida Medan. Jurnal Keperawatan
Indonesia, 2(1), 95–149.
Snell, R. S. (2012) "Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem", Penerbit buku
92
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kedokteran.
Southwood, R. L. dan Fleming, V. H. (2018) "Concepts In Clinical
Pharmacokinetics Seventh Edition". American Society of Health-System
Pharmacists, Inc.
Suardi, H. N., Suryawati, S., & Mulia, V. D. (2021). Interaksi obat potensial pada
pasien usia lanjut. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 21(1), 101–105.
https://doi.org/10.24815/JKS.V21I1.21272
Sukandar, E., 2006. Neurologi Klinik, Edisi ketiga. Bandung: Pusat Informasi
Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD.
Sukandar, E. Y. et al. (2011) "ISO Farmakoterapi Jilid 2". Jilid 2. Jakarta: Ikatan
Apoteker Indonesia.
Suryaningsih, A. et al. (2019) “Analisis Drug Related Problems (DRPs) pada
Pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) Rawat Inap di Sebuah Rumah Sakit
diBali,” Jurnal ilmiah Medicamento, 5(2), hal. 76–81.
Syarif, A. et al. (2016) "Farmakologi dan Terapi. Edisi 6". Jakarta: Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Tambajong, R. Y., Rambert, G. I. dan Wowor, M. F. (2016) “Gambaran kadar
natrium dan klorida pada pasien penyakit ginjal kronik stadium 5 non-
dialisis,” Jurnal e-Biomedik, 4(1), hal. 3–8. doi:
10.35790/ebm.4.1.2016.12200.
Tatro, D. . (2011). Drug Interaction Facts. (D. S. T. W. K. Health, Ed.).
Tortora, G. J. dan Derrickson, B. (2014) "Principles of Anatomy and Physiology
14th Edition", Journal of Anatomy. doi: 10.1111/j.1469-7580.2010.01292.x.
Trisna, A. P. (2015) "Evaluasi Drug Related Problem Pada Pasien Gagal
GinjalKronik Di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Utara", Skripsi. UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tuloli, T. S. et al. (2019) “Evaluasi Penggunaan Obat Pada Pasien Gagal Ginjal
Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di Rsud Toto Kabila Periode 2017-
2018,” Politeknik Harapan Bersama, 8(2), hal. 25–32. Tersedia pada:
http://ejournal.poltektegal.ac.id/index.php/parapemikir.
Veryanti, P. R. dan Meiliana, M. L. (2018) “Evaluasi Kesesuaian Dosis Obat Pada
Pasien Gagal Ginjal Kronik Evaluation of Drug Dose in Patients with
93
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Chronic Kidney Disease,” Sainstech Farma, 11(1), hal. 12–17.
Washudi dan Hariyanto, T. (2016) “Biomedik Dasar: Anatomi, Fisiologi, Biokimia,
Fisika, Biologi,” Kementerian Kesehatan RI.
WHO (2021) Anaemia. Tersedia pada: https://www.who.int/health-
topics/anaemia#tab=tab_1 (Diakses: 16 September 2021).
Yang, et al. (2018). Nephrotoxicity and Chinese Herbal Medicine. Clinical Journal
of the American Society of Nephrology: CJASN. 13(10), pp. 1605–1611.
Yusri, Y. F., Amalia, L. dan Lisni, I. (2019) “Studi Penggunaan Obat Untuk
Menangani Gangguan Natrium dan Kalium Pasien Penyakit Ginjal
Terminaldi RS Muhammadiyah Bandung,” Jurnal Sains Farmasi & Klinis,
5(3), hal. 233. doi: 10.250

94
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LAMPIRAN

95
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Time Tabel Penelitian
2022
Jenis
No.
Kegiatan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus
1. Pengajuan
Judul
2. Penyusunan
Proposal
Skripsi
3. Seminar
Proposal
4. Pengajuan
Izin penelitian
5. Pelaksanaan
Pengambilan
Data
6. Pengolahan
Data
7. Analisis Data
8. Penyusunan
Skripsi Tahap
Akhir
9. Seminar Hasil
Skripsi
10. Revisi
11. Pengumpulan
Skripsi

96
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Surat Izin Pengambilan Data

97
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Persetujuan Kode Etik Penelitian

98
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Rekapitulasi Data Pasien GGK Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta
Tgl Tgl
No. No.RM Usia L/P Diagnosa Rawat Terapi Obat Nama Generik Indikasi Rute Dosis
Masuk Keluar
Sodium Bicarbonate 3 x 1 tab
Bicnat Elektrolit; Antasid
(500 mg)
Lambung
Inpepsa Syr Sucralfat 3xCI
(Antiulcerant)
Antihiperlipid (Agen
Lactas Calsium Lactas Calsium 3x1
Dislipidemia)
Lansoprazole Lansoprazole Antirefluks Agen (PPI) 2x1
Antihipertensi (Beta
Bisoprolol Bisoprolol 1 x 2,5 mg
Blocker)
Amlodipine Amlodipi Antihipertensi (CCB) 1 x 10 mg
1 579509 57 L 31/1/2021 3/2/2021 Anemia, CKD on HD Clonidine 0,15 mg Clonidin Antihipertensi Oral 3x1
Antiangina
ISDN Isosorbid Dinitrat 3x1
(Vasodilator)
HCT 25 mg Hidrokloroiazid Antihipertensi 2x1
Ramipril Ramipril Antihipertensi (ACEI) 1 x 10 mg
Vectrin Vectrine Antimukolitik 3x1
Domperidon Domperidon Antiemetik 3x1
Lasix Furosemid Diuretik 1x1
Antibiotik
Cefixime Sefiksim 2 x 200 mg
(Sefalosporin)

99
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lambung Antagonis 2 x 1 ampule
Ranitidine Ranitidine
H2 (Antasid) (25 mg/mL)
Ondansetron Ondasetron Antiemetik 3 x 8 mg
IV
Lasix Furosemid Diuretik 2 x 1 amp
Antibiotik
Ceftriaxone Seftriaksone 1 x 2 gr
(Sefalosporin)
Vp + Obat Luar

Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit;Antasid 4 x 2 tab


Antiangina
ISDN Isosorbid Dinitrat 3 x 5 mg
(Vasodilator)
Clopidogrel Klopidogrel Antiplatelet 1 x 75 mg
Antihiperlipid (Agen
Simvastatin Simvastatin 1 x 20 mg
Dislipidemia
Dyspnoe + CKD +
Valsartan Valsartan Antihipertensi (ARB) Oral 1 x 80 mg
2 491354 52 L 2/1/2021 4/1/2021 CHF, DU : CKD on
Antihipertensi (Beta
HD, CHF HHD Bisoprolol Bisoprolol 1 x 2,5 mg
Blocker)
Antihipertensi
Amlodipine Amlodipin 1 x 5 mg
(CCB)
Ambroxol Ambroksol Mukolitik 3 x 1 tab
PCT Parasetamol Analgesik; Antipiretik 3 x 4 tab
Furosemid Furosemid Diuretik Injeksi 2 x 2 amp

100
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Antitukak (Antagonis 2 x 1 amp
Ranitidine Ranitidin
H2) (25 mg/mL)
Antibiotik
Ceftriaxone Seftriakson 2 x 1 gr
(Sefalosporin)
Dexametason Dexametason Antiinflamasi 1 amp
Venplon Obat Luar
Furosemid Furosemid Diuretik 2 x 2 tab
Antitukak (Antagonis
Ranitidine Ranitidin 2x1
H2) Untuk
Antibiotik Pulang
Cefixime Sefiksim 2 x 100 gr
(Sefalosporin)
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 2 x 8 mg
Antihipertensi
Amlodipine Amlodipin 1 x 10 mg
(CCB)
Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 2 x 2 tab
Oral
Vit D3 Vitamin D Multivitamin 2 x 1000 unit
Suspect Covid-19,
Becom z Becom-z Vitamin dan Mineral 2 x 1/2
3 594825 57 L 15/1/2021 18/1/2021 HHD, CKD V ESRD
Onoiwa Onoiwa Suplemen 1x1
on HD
1 x 200 -> 1 x
Remdesivir Remdesivir Antivirus
100
Injeksi
Antirefluks Agent
Lansoprazole Lansoprazole 2x1
(PPI)

101
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Cedocard drip Isosorbide dinitrate Antiangina 2 mg/jam
Antibiotik
Ceftriaxone Seftriakson 2 x 1 jam
(Sefalosporin)
Hidonac Acetyl-Cysteine Mukolitik 1 x 8 cc
Cedocard Isosorbide Dinitrate Antiangina Obat Luar 2 mg/j/sp
PCT Parasetamol Analgesik; Antipiretik 4 x 500 mg
Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 3 x 1 tab
Lacidofil Lacidofil Suplemen 3 x 1 caps
3 x 2 tab
New Diatab/ Diagit Attapulgite Antidiare
Oral (600 mg)
Siprofloksasin Siprofloksasin Antiinfeksi 2 x 500 mg
Elektrolit
Colic Abdomen, DU : KSR Kalium klorida 2 x 1 tab
(Hipokalemia)
4 488018 64 L 30/1/2019 2/2/2019 GE, D.Pulang : CKD
Clopidogrel 75 mg Klopidogrel Antiplatelet 1 x 1 tab
on HD
Antibiotik
Ceftriaxone Seftiakson 1 x 2 gr
(Sefalosporin)
Ondancetron Ondansetron Antiemetik Injeksi 3 x 8 mg
Antitukak (Antagonis 2 x 1 amp
Ranitidine Ranitidine
H2) (25 mg/mL)
Habis stop ---
RL/24 jam Cairan dan Elektrolit Obat Luar
> Vp
5 648560 46 P 11/2/2021 18/2/2021 Penurunan Kesadaran, Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid Oral 3 x 2 tab

102
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dypsnoe, CKD Vitamin dan Mineral;
Asam Folat Asam Folat 2x1
Antianemia
Kalsium Karbonat Kalsiumn Karbonat Kalsium karbonat 2x1
Antihipertensi
Amlodipin Amlodipin 1 x 10
(CCB
Ondansetrom Ondansetron Antiemetik 1 x 8 mg
Antiangina
ISDN Isosorbid Dinitrat 3x5
(Vasodilator)
Aminefron Asam Amino Nutrisi Parenteral 3x2
Fenitoin Phenytoin Antikonvulsan 3 x 100 mg
Curcuma Suplemen dan Terapi
Curcuma 3 x 1 tab
Xanthorrhiza Extract Adjuvan
Hipo Albumin Human Albumin Produk Darah 3 x 1 tab
Antibiotik
Cefoperazon Sefoperazon 2 x 1 gr
(Sefalosporin)
Citicholin Citicolin Vitamin Saraf 2 x 500
Fenitoin Phenytoin Antikonvulsan 3 x 100
Injeksi
Lasix Furosemid Diuretik 3 x 2 amp
Ondansetrom Ondansetron Antiemetik 3x1
Antirefluks Agent
Omeprazole Omeprazole 1 x1
(PPI)
VP+ Obat Luar

103
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lambung Antagonis
Ranitidin Sa Extra Ranitidin
H2 (Antasid)
Clonidin Klonidin Antihipertensi 2x1
Amlodipin Amlodipin Antihipertensi (CCB) 1 x 10 mg
Antiangina
ISDN Isosorbid Dinitrat 3 x 10 mg
(Vasodilator)
Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 3 x 2 tab
Aspilet Acetylcysteine Mukolitik 1x1
Ca Polystyrene 3 x 1 sachet (5
Kalitake Hiperkalemia
Sulfonate gram)
Antipsikotik;
Penurunan Kesadaran Haldol Haloperidol 1 x 0,5 mg
Antivertigo
6 620336 51 L 15/2/2021 21/2/2021 + CKD, DU : CKD V Oral
Antihipertensi (Beta
ESRD, BP Bisoprolol Bisoprolol 1 x 2,5 mg
Blocker)
Cetirizine Cetirizine Antihistamin 2x1
Clopidogrel Klopidogrel Antiplatelet 1 x 75
Antihipertensi;
Irbesartan Irbesartan Kardiovaskular 1 x 300 mg
(ARB)
N-ace N-Acetyl-L-Cysteine Mukolitik 3 x 1 tab
Azitromicin Azitromicin Antibiotik (Makrolida) 1 x 500
Vectrin syr Eedosteine Mukolitik 3x1

104
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Antibiotik
Ceftriaxone Seftriakson 1 x 2 gr
(Sefalosporin)
Lambung Antagonis
Ranitidin Ranitidin 2 x 1 amp
H2 (Antasid)
Lasix Furosemid Diuretik 3 x 2 amp
Injeksi
Heparin Heparin Antikoagulan 1 x 5000
2 x 1 amp +
Ca Glukonas Kalsium Glukonas Vitamin dan Elektrolit
Ns 100 cc
Novorapid Insulin Aspart Antidiabetes SC 3 x 6 ui
Citicholin Citicolin Vitamin Saraf 2 x 500 gr
Cedocard Isosorbid Dinitrat AntiAngina 2 gr/j/sp
Obat Luar 2 x 1 1 alf di
Meconazole Cream Miconazole Anti Jamur
os
Becom C Becom-c Vitamin dan Mineral 2x1
Vit D3 Vitamin D Multivitamin 2 x 1000 gr
Zink Zink Oralit 2x1
Covid 19 Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 3x1
7 5508 67 L 10/2/2022 18/2/2022 terkonfirmasi, CKD, Klopidogrel Klopidogrel Antiplatelet Oral 1x1
DM, HT Elektrolit
KSR Kalium klorida 1x1
(Hipokalemia)
Euphilin R Euphylin Retard 2 x 125 mg
Vectrin Vectrin Mukolitik 3x1c

105
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Antihipertensi;
Losartan Losartan 1 x 50
Kardiovaskular (ARB)
Amlodipin Amlodipin Antihipertensi (CCB) 1 x 10 mg
Clonidine Klonidin Antihipertensi 2x1
Antiangina
ISDN Isosorbid Dinitrat 3 x 5 mg
(Vasodilator)
Digoxin Digoksin Jantung (Kardio) 1x1
Lanoxin Digoksin Jantung (Kardio) extra 1 ml
Resfar Acetylcysteine Mukolitik 2 x 8 cc
3 x 1 amp -> 2
Dexametason Deksametason Antiinflamasi
x1
1 x 2 -> 1 x 1
Remdesivir Remdesivir Antivirus
amp
Antibiotik
Ceftriaxone Seftriakson 1 x 2 gr
(Sefalosporin)
Injeksi
Lasix Furosemid Diuretik 3 x 2 amp
Antirefluks Agent
Omeprazole Omeprazol 2 x 1 amp
(PPI)
Ondansetrom Ondansetron Antiemetik 3 x 8 mg
Heparin Heparin Antikoagulan 1 x 5000 ui
Metoclopramid Metoclopramid Antiemetik 3 x 10 mg
Citicolin Citicolin Vitamin Saraf 2 x 500

106
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Vit K Vitamin K Multivitamin 3x1
Vp+
Cedocard Isosorbid Dinitrat Antiangina Obat Luar 2 mg/j/sp
Novorapid Insulin Aspart Antidiabetes 3 x 5 ui
Spironolaxtone Spironolakton Diuretik 1 x 25 mg
Amlodipine Amlodipin Antihipertensi (CCB) 1 x 10 mg
Bicnat Sodium Bicarbonat Elektrolid: Antasid 3x1
Antipsikotik;
Haldol Haloperidol 1 x 0,5 mg
Antivertigo
N-ace N-Acetyl-L-Cysteine Mukolitik 3 x 200
Antiangina
ISDN Isosorbid Dinitrat 3 x 5 mg
(Vasodilator)
Oral
DM + Ulkus Gangren, Gliquidon Gliquidone Antidiabetes 3x1
8 650891 70 P 20/3/2021 26/3/2021
CKD Antibiotik
Cefixime Sefiksim 2 x 200
(Sefalosporin)
Lasix Furosemid Diuretik 1x1
Antirefluks Agent
Lanso Lansoprazole 2x1
(PPI)
Clindamycin Klindamisin Antibiotik (Makrolida) 3 x 300 mg
Aspilet Acetylcysteine Mukolitik 1x1
Lambung Antagonis
Ranitidin Ranitidin IV 2x1
H2 (Antasid)

107
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lantus Insulin Glargin Antidiabetes 1 x 20 unit
Novorapid Insulin Aspart Antidiabetes 3 x 14 ui
1 x 1 amp s/d
Albumin 25% Prelasix Human Albumin Produk Darah
3x
Dexa Deksametason Antiinflamasi 1 x 1 amp
Antibiotik (Beta
Meropenem Meropenem 3 x 1 gr
Laktam)
Antirefluks Agent
Omeprazole Omeprazol 2 x 1 gr
(PPI)
Heparin Heparin Antikoagulan 2 x 5000 (Sc)
Lasix Furosemid Diuretik 3 x 2 amp
Remdesivir Remdesivir Antivirus 1 x 100 mg
Antibiotik
Ceftriaxone Seftriakson 1 x 2 gr
(Sefalosporin)
Antibiotik
Metronidazole Metronidazol 3 x 500
(Nitroimidazol)
Antiangina
Cedocard Isosorbid Dinitrat Obat Luar 2 mg/f
(Vasodilator)
Antibiotik
Metronidazole Metronidazol 3 x 500
(Nitroimidazol)
NS Natrium Klorida Elektrolit 0,9/24 jam
AR+ Ketorolac 3 Ringer Laktat Cairan dan Elektrolit /24 jam

108
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Nacl Natrium Klorida Cairan dan Elektrolit 0,9/24 jam
Clopidogrel Klopidogrel Antiplatelet 1,75 mg
Azitromicin Azitromisin Antibiotik (Makrolida) 1 x 500 mg
Lambung
Inpepsa Syr Sucralfat 3 x CI
(Antiulcerant)
Antiangina
ISDN Isosorbid Dinitrat 3 x 10 mg
(Vasodilator)
Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 3x1
Clonidin Klonidin Antihipertensi 3x1
Oral
Betahistin Betahistin Mesilate Antivertigo 3x1
Miniaspi Acetylsalisylic Acid Analgesik; Antipiretik 1x1

9 596440 63 L 21/3/2021 25/3/2021 Dypsnoe, BP Lisinopril Lisinopril Antihipertensi (ACEI) 1x1


Antihiperlipid (Agen
Calsium Laktat Lactas Calsium 3x1
Dislipidemia)
Amlodipin Amlodipin Antihipertensi (CCB) 1 x 10 mg
Lansoprazol Capsul Lansoprazole Antirefluks Agen (PPI) 2 x 1 Cup
N-ace N-Acetyl-L-Cysteine Mukolitik 3x1
Lasix Furosemid Diuretik 3 x 2 amp
Antibiotik
Ceftriaxone Seftriakson 1 x 2 gr
(Sefalosporin) Injeksi
Lambung Antagonis
Ranitidin Ranitidin 2x1
H2 (Antasid)

109
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 3 x 8 mg
VP+ Obat Luar
Ondansetron Ondansteron Antiemetik 1 x 8 mg
Oral
Glimepirid Glimepirid Antidiabetes 1 mg (1-0-0)
Lambung Antagonis
Ranitidin Ranitidin 2 x 1 amp
H2 (Antasid)
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 2 x 8 mg
Antibiotik Injeksi
Anemia, Perdarahan Ceftriaxone Seftriakson 1 x 2 gr
(Sefalosporin)
Pervagina, Diagnosa
Vit K Vitamin K Multivitamin 3 x 1 amp
10 537378 79 P 24/3/2021 28/3/2021 Utama : Anemia e-c
Kalnex Asam Traneksamat Antifibrinolitik 3 x 500 mg
Perdarahan Pervagina,
AR Ringer Laktat Cairan dan Elektrolit Obat Luar /12 jam
DM II, HHD
Kalnex Asam Traneksamat Antifibrinolitik 3 x 500
Antibiotik
Cefixime Sefiksim 2 x 100 mg
(Sefalosporin) Untuk
Ondansetron Ondansetron Antiemetik Pulanng 2 x 8 mg
Lambung Antagonis
Ranitidin Ranitidin 2x1
H2 (Antasid)
Clopidogrel Klopidogrel Antiplatelet 1 x 75 mg
Anemia, CKD, DU :
Antiangina
11 551741 52 L 3/3/2021 8/3/2021 CKD V ESRD on HD, ISDN Isosorbid Dinitrat Oral 3 x 5 mg
(Vasodilator)
HT II
Bicnat Sodium Bicarbonate 2 x 2 tab

110
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Elektrolit; Antasid
Curcuma
Suplemen dan Terapi
Curcuma Xanthorrhiza 2 x 1 tab
Adjuvan
Extract
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 2 x 8 mg
Lambung Antagonis
Ranitidin Ranitidin 2x1
H2 (Antasid) Injeksi
Antibiotik
Ceftriaxone Seftriakson 1 x 2 mg
(Sefalosporin)
Vp + Obat Luar
Analgesik (Opioid);
Codein Kodein 3 x 10 mg
Antitusif
Euphilin Euphylin 2 x 125
Clonidin Klonidin Antihipertensi 3 x 1/2 tab
Amlodipin Amlodipin Antihipertensi (CCB) 1 x 10 mg
Hemoptoe + HT, DU : Antihipertensi (Beta
12 205971 51 L 5/3/2021 10/3/2021 Bisoprol Bisoprol Oral 1 x 2,5 mg
CKD V ESRD Blocker)
Letonal Spironolakton Diuretik 1 x 25 mg
Domperidon Domperidon Antiemetik 3 x 10 mg
Lambung
Inpepsa Syr Sucralfat 3x1c
(Antiulcerant)
Meptin mini Meptin Mini Antiasma 2x1

111
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Bronkodilator)
Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 4 x 2 tab
Antiemetik;
CPZ (Chlorpromazine) Chlorpromazine 1/4 extra
Antipsikotik
Aminefron Amino Acid Nutrisi Parenteral 3x1
Vit K Vitamin K Multivitamin 3 x 1 amp
Antibiotik
Ceftriaxone Seftriakson 1 x 2 gr
(Sefalosporin)
Gentamicin Gentamicin Aminoglikosida Injeksi 2 x 80 mg
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 3 x 8 mg
Antiinflamasi
Methyl Prednisolon Metilprednisolon 3 x 125 mg
(Kortikosteroid)
RL + AS. Tranexamat Ringer Laktat Cairan dan Elektrolit 1 amp/12 jam
Obat Luar
D5% Dextrose Nutrisi Parenteral /12 jam
Lambung
Inpepsa Syr Sucralfat 3x1c
(Antiulcerant)
Amlodipin Amlodipin Antihipertensi (CCB) 1 x 10 mg

Dyspnoe, DU : Ramipril Ramipril Antihipertensi (ACEI) 1 x 10 mg


13 569081 62 L 17/3/2021 21/3/2021 Oral
Bronkopneumonia 2 x 1 tab --> 3
Clonidin Clonidin Antihipertensi
x1
Antirefluks Agent
Sysmuco Rebamipid 3x1
(PPI)

112
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Clopidogrel Clopidogrel Antiplatelet 1 x 75 mg
Spironolakton Spironolakton Diuretik 1 x 25 mg
Azitromicin Azitromicin Antibiotik (Makrolida) 1 x 500 mg
Guaifenisin Antiasma
Fartolin 3 x 5 cc
Salbutamol (Bronkodilator)
Antiangina
ISDN Isosorbid Dinitrat 3 x 10 mg
(Vasodilator)
Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 3x1
Antiinflamasi
Capcam Meloxicam 2x1
(Kortikosteroid)
Gabapentin Gabapentin Antikonvulsan 1 x 30 mg
Lasix Furosemid Diuretik 3 x 2 amp
Lambung Antagonis
Ranitidin Ranitidin 2 x 1 amp
H2 (Antasid)
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 3 x 8 mg
Injeksi
Antibiotik
Ceftriaxone Seftriakson 1 x 2 gr
(Sefalosporin)
Tranfusi PRC 250 cc
Transfusi Darah 1 amp
Pre lasix
VP + Obat Luar
Dyspnoe, DU : BP, Amlodipin Amlodipin Antihipertensi (CCB) 1 x 10 mg
14 449486 70 L 2/3/2021 8/3/2021 Oral
CKD st V Bisoprolol Bisoprolol Antihipertensi (Beta 1 x 2,5 mg

113
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Blocker)
Antiangina
ISDN 3 x 5 mg
Isosorbid Dinitrat (Vasodilator)
Clonidin Klonidin Antihipertensi 3 x 1 tab
Alopurinol Alopurinol Hiperurisemia 1 x 100 mg
Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 3 x 1 tab
N-ace N-Acetyl-L-Cysteine Mukolitik 3x1
Azitromicin Azitromicin Antibiotik (Makrolida) 1 x 500
Lansoprazol Lansoprazole Antirefluks Agen (PPI) 2x1
Klopidogrel Klopidogrel Antiplatelet 1x1
Cetirizine Cetirizine Antihistamin 2 x 10 mg
Lasix Furosemid Diuretik 3 x 2 amp
Antibiotik
Ceftriaxone Seftriakson Injeksi 1 x 2 gr
(Sefalosporin)
Furosemid Furosemid Diuretik
Vp + Obat Luar
Antihipertensi (Beta
Propanolol Propanolol 1x1
Dypsnoe, Diagnosa Blocker)
Utama : Hernia Vip Albumin Produk Darah 3x1
15 539011 62 P 17/4/2021 21/4/2021 Oral
Umbilikus + Hipo Curcuma Suplemen dan Terapi
Curcuma 3x1
Albumin Xanthorrhiza Extract Adjuvan
Spironolakton Spironolakton Diuretik 2 x 100 mg

114
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Laksadin Laksatif Konstipasi (Laksatif) 3 x 2 sdm
Antirefluks Agent
Omeprazole Omeprazole 1x1
(PPI)
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 3 x 8 mg
Vit K Vitamin K Multivitamin Injeksi 3 x 1 amp
Antiasma
Transamin Transamin 3 x 1 amp
(Bronkodilator)
Furosemid Furosemid Diuretik 3 x 2 amp
D10% Dextrose Nutrisi Parenteral /7 Tpm
Obat Luar
Amino Leban Amino Acid Nutrisi Parenteral /12 jam
Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 2 x 2 tab
Osoral Ossoral Penyakit Tulang 1 x 800 mg
Oscal 0,25 mg Calcitriol Penyakit Tulang 2x1
Antihipertensi (Beta
Bisoprolol Bisoprolol Oral 1 x 1/2 tab
Blocker)
CKD on HD, Anemia,
Amlodipin Amlodipin Antihipertensi (CCB) 1 x 5 mg
16 161555 42 L 3/4/2021 5/4/2021 DU : Myalgia,
Recolfar Cholchine Antigout 3x1
Hypokalsemia
Allopurinol Alopurinol Hiperurisemia 1 x 100 mg
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 2 x 8 mg
Antitukak (Antagonis
Ranitidine Ranitidin Injeksi 2x1
H2)
PCT Paracetamol Analgesik; Antipiretik 2 x 1 fls

115
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Antibiotik
Ceftriaxone Seftriakson 1 x 2 gr
(Sefalosporin)
Pumpicel/Pantoprazole Pantoprazole Antirefluks Agen (PPI) 2x1
VP+
Obat Luar
Flamar Gel
Antirefluks Agent
Rebamipid Rebamipid 3x1
(PPI)
Bicarbonat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 2x2
Antihipertensi
Bisoprol Bisoporolol 1 x 2,5 mg
(Beta Blocker)
Amlodipin Amlodipin Antihipertensi (CCB) Oral 1 x 10 mg
Lambung
Colic Abdomen, Sucralfat Syr Sucralfat 4x1C
(Antiulcerant)
Anemia dengan
17 585531 36 L 19/4/2021 21/4/2021 Paracetamol Parasetamol Analgesik; Antipiretik 1 tab extra
transfusi transfusi pre,
Curcuma Suplemen dan Terapi
HT II, CKD V ESRD Curcuma 3x1
Xanthorrhiza Extract Adjuvan
Omeprazole Omeprazole Antirefluks Agen (PPI) 2x1
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 2 x 8 mg
Antibiotik
Ceftriaxone Seftriaksone Injeksi 1 x 1 gr
(Sefalosporin)
Lambung Antagonis
Ranitidine Ranitidin 1 amp
H2 (Antasid)

116
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lasix Furosemid Diuretik 1 amp
Ca. Gluconas Kalsium Glukonat Vitamin dan Elektrolit 1 x 1 (2 hari)
Dexamethasone Dexametason Antiinflamasi extra 1 amp
PCT flas Paracetamol Analgesik; Antipiretik 500 mg
Vp+ Obat Luar
Antibiotik
Cefixime Sefiksim 2 x 100 mg
(Sefalosporin)
Untuk
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 2 x 8 mg
Pulang
Omeprazole Omeprazole Antirefluks Agen (PPI) 3x1
CaCO3 Kalsium karbonat Suplemen Kalsium 3x1
Canderin Canderin Antihipertensi 1 x 8 mg
Tensivask Amlodipin Antihipertensi (CCB) 1 x 5 mg
Aminefron/Ketosteril Essensial Ketoacid Saluran kemih 3x1
Fexoven Fexofenadine Antihistamin 1x1
Amlodipine Amlodipin Antihipertensi (CCB) 1 x 10 mg
Dyspepsia, HT,
Pumpitor Omeprazol Antirefluks Agen (PPI) Oral 1x1
18 45070 51 L 19/4/2021 10/5/2021 Diagnosa Utama :
Clonidine Klonidin Antihipertensi 2x1
CKD + Anemia
Antiangina
ISDN Isosorbid Dinitrat 3 x 5 mg
(Vasodilator)
Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 3x1
Episan Sukralfat Lambung (Antiulcerant) 3 x 15 cc
Gastrofer Omeprazole Antirefluks Agen (PPI) Injeksi 2x1

117
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Granon Granisetron Antiemetik 1 x 1 mg
Amino Acid,
Renxamin/Renosan Carbohidrate, Fat Nutrisi Parenteral 1x1
Emulsion, Electrolyte
Lasix Furosemid Diuretik 3 x 2 amp
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 2 x 8 mg
Vit K Vitamin K Multivitamin 3x1
Vp+
Obat Luar
Tensilo 0,5 mg/j/sp
Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 2 x 2 tab
Guaifenisin Antiasma
Fartolin 3x1
Salbutamol (Bronkodilator)
Antiangina
ISDN Isosorbid Dinitrat 3 x 5 mg
(Vasodilator)
Antihipertensi (Beta Oral
Dyspnoe, DU : CKD Bisoprolol Bisoprolol 1 x 1/2
19 2466 45 L 2/4/2021 7/4/2021 Blocker)
on HD
Azitromicin Azitromicin Antibiotik (Makrolida) 2 x 1/2 tab
Antihipertensi;
Irbesartan Irbesartan 1 x 300
Kardiovaskular (ARB)
Amlodipim Amlodipin Antihipertensi (CCB) 2 x 10 mg
Gastrofer Omeprazole Antirefluks Agen (PPI) 2x1
Injeksi
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 2 x 8 mg

118
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Antibiotik (Beta
Meropenem Meropenem 2 x 1 gr
Laktam)
Farmadol Parasetamol Analgesik; Antipiretik 2 x 1 gr
Resfar Acetylcysteine Mukolitik 2 x 8 cc
2 amp/24 jam
D 5% + Ca Glukonas Dextrose Nutrisi Parenteral
-> 3 x
Obat Luar
D5%/250 cc + Ca 2 amp/24 jam
Dextrose Nutrisi Parenteral
Glukonas -> 2 x
Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 3x1
Antihipertensi
Amlodipin Amlodipin 1 x 10 mg
(CCB)
Antihipertensi (Beta
Bisoprol Bisoprolol 1 x 1/2
Blocker)
New Diatab Attapulgite Antidiare Oral 2 tab

Colic Abdomen, Clonidin Klonidin Antihipertensi 2x1


20 152992 43 L 23/5/2021 27/5/2021
GEA, DU : CKD St V Antiangina
ISDN Isosorbid Dinitrat 3 x 5 mg
(Vasodilator)
Lodia Loperamid Antidiare 2x1
Clopidogrel 75 mg Clopidogrel Antiplatelet 1x1
Lasix Furosemid Diuretik 2 x 1 amp
Antibiotik Injeksi
Ceftriaxone Seftriakson 1 x 2 gr
(Sefalosporin)

119
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lambung Antagonis
Ranitidin Ranitidin 2x1
H2 (Antasid)
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 3x8
NaCl 3% Natrium Klorida Cairan dan Elektrolit Obat Luar 6 tpm
Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 3 x 2 tab
Azitromicin Azitromicin Antibiotik (Makrolida) 1 x 500 mg
Antipsikotik;
Haldol Haloperidol 2 x 0,5
Antivertigo
Vip Albumin Human Albumin Produk Darah 3x1
Aminefron Asam Amino Nutrisi Parenteral 3x1
Antihipertensi
Amlodipin Amlodipin 1 x 10 mg
(CCB)
Vectrin Syr Vectrin Antimukolitik 3 x 1 cth
21 526773 75 L 25/5/2021 7/6/2021 CKD + Pneumonia Oral
N-ace N-Acetyl-L-Cysteine Mukolitik 3x1
Antipsikotik;
Haldol Haloperidol 1 x 0,5
Antivertigo
Elektrolit
KSR Kalium klorida 2x1
(Hipokalemia)
NaCl Caps Kalium Klorida Cairan dan Elektrolit 3 x 500 mg
Citicolin Citicolin Vitamin Saraf 2 x 500 u/p
CPG Clopidogrel Antiplatelet 1x1
Citicolin Citicolin Vitamin Saraf 2 x 500

120
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Antibiotik
Cefixime Cefixime 2x1
(Sefalosporin)
Domperidone Domperidon Antiemetik 3 x 10 mg
Lansoprazole Lansoprazole Antirefluks Agen (PPI) 2x1
Antibiotik
Ceftriaxone Ceftriakson 1 x 2 gr
(Sefalosporin)
Lambung Antagonis
Ranitidin Ranitidin 2 x 1 amp
H2 (Antasid)
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 3 x 8 mg
Albumin Human Albumin Produk Darah Injeksi 25% 100 ml
Omeprazole Omeprazole Antirefluks Agen (PPI) 1 x 1 mg
1 amp premed
Lasix Furosemid Diuretik
alb
Lasix Furosemid Diuretik 2 x 1 gr
Citicolin Citicolin Vitamin Saraf 2 x 500 mg
Inf. D10% Dextrose Nutrisi Parenteral /12 jam
D40 % if Dextrose Nutrisi Parenteral
NS Natrium Klorida Elektrolit 0,9/24 jam
Obat Luar
Vp+
Atical 2 x 500
Trombopop gel Trombopop gel

22 654696 42 L 17/5/2021 22/5/2021 U.A.P + Dyspnoe, DU Candesartan Candesartan Antihipertensi; Oral 1 x 8 mg


Kardiovaskular

121
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
: NSTemi, CKD St V, (ARB)
CHF+HHD Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 2 x 2 tab
Letonal Spironolakton Diuretik 1 x 25 mg
Antiangina
ISDN Isosorbid Dinitrat 3 x 10 mg
(Vasodilator)

CPG Clopidogrel 1 x 75 mg
Antiplatelet
Trrombo Aspilet Acetylcysteine Mukolitik 1 x 80 mg
Antihipertensi (Beta 1 x 2,5 --> 1 x
Bisoprolol Bisoprolol
Blocker) 5 mg
Antihiperlipid
Atorvastatin Atorvastatin 1 x 20 mg
(Agen Dislipidemia)
Elektrolit
KSR Kalium klorida 2x2
(Hipokalemia)
1 x 5 ml --> 1x
Amlodipin Amlodipin Antihipertensi (CCB)
10 mg
Arixtra 2,5 cc Fondaparinux Na Antikoagulan 1x1
Lambung Antagonis
Ranitidin Ranitidin 2x1
H2 (Antasid)
Injeksi
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 2 x 8 mg
Antibiotik
Ceftriaxone Ceftriaxon 1 x 2 gr
(Sefalosporin)

122
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Furosemid Furosemid Diuretik 2x2
Agen
Omeprazole Omeprazole 2x1
Antirefluks (PPI)
NaCl 3 % Kalium Klorida Cairan dan Elektrolit emergency
Antiangina
Cedocard Isosorbid Dinitrat 3 mg/j/sp
(Vasodilator)
Antiangina Obat Luar
Cedocard Isosorbid Dinitrat 2 mg/j/sp
(Vasodilator)
NaCl 0,9 + KCL Natrium Klorida Elektrolit 25 meq/24 jam
O2 4 lpm lt/mt
Antibiotik
Cefixime Cefixime 3x1
(Sefalosporin)
Captopril Captopril Antihipertensi (ACEI) 12,5 mg
Antirefluks Agent
Sysmuco Rebamipid 3 x 1 tab
Vomiting, Anemia (PPI)
dengan Transfusi Amlodipine Amlodipin Antihipertensi (CCB) 1 x 10 mg
23 262054 41 P 26/6/2021 30/6/2021 Oral
PRC, HHD, CKD V Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 2 x 1 tab
ESRD Vit B12 Cyanocobalamin Multivitamin
Aspilet Acetylsalicyc Acid Analgesik; Antipiretik
CaCO3 Kalsium karbonat Suplemen Kalsium 3 x 1 tab
Clopidogrel Klopidogrel Antiplatelet 1 x 1 tab
Irbesartan Irbesartan Antihipertensi; 1 x 150 mg

123
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kardiovaskular
(ARB)
Antihipertensi (Beta
Bisoprolol Bisoprolol 1 x 1/2 tab
Blocker)
ISDN Isosorbid Dinitrat Antiangina 3 x 5 mg
Onoiwa Sach Onoiwa Suplemen 1x1
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 2x8
Furosemid Furosemid Diuretik 2x1
Antitukak (Antagonis
Ranitidine Ranitidin 2x1
H2)
Paracetamol Parasetamol Analgesik; Antipiretik 3x1
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 2 x 8 mg
Antitukak (Antagonis
Ranitidine Ca Ranitidin 2 x 1 amp
H2)
Antibiotik Injeksi
Ceftriaxone Ceftriaxone 1 x 2 gr
(Sefalosporin)
Furosemid Furosemid Diuretik 2 x 2 amp
Paracetamol Parasetamol Analgesik; Antipiretik
Otsu D5%/jam Dextrose Nutrisi Parenteral
Obat Luar
Venplon +
Azitromicin Azitromicn Antibiotik (Makrolida) 1 x 500
24 119206 57 P 7/6/2021 10/6/2021 Dyspnoe, DU : BP Oral
Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 3 x 1 tab

124
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Antiangina 3 x 5 --> 3 x
ISDN Isosorbid Dinitrat
(Vasodilator) 10
Amlodipine Amlodipin Antihipertensi (CCB) 1 x 10 mg
Clonidin Clonidin Antihipertensi 2 x 1 tab
CPG Clopidogrel Antiplatelet 1 x 75 mg
N-ace N-Acetyl-L-Cysteine Mukolitik 3 x 1 tab
Vip Albumin Human Albumin Produk Darah 1 x 1 tab
Analgesik;
PCT Paracetamol 3 x 500 mg
Antipiretik
Antiinflamasi
Capcam Meloxicam 2 x 1 caps
(Kortikosteroid)
Lasix Furosemid Diuretik 3 x 2 amp
Antibiotik
Ceftriaxone Ceftriakson 1 x 2 gr
(Sefalosporin)
Injeksi
Novorapid Insulin Aspart Antidiabetes 3 x 5 unit
Lambung Antagonis
Ranitidine Ranitidin 2 x 1 amp
H2 (Antasid)
Antiangina
Venplon -> Cedocard Isosorbid Dinitrat 2 mg/jam/sp
(Vasodilator) Obat Luar
Vp +
CKD on HD, Anemia, Amlodipin Amlodipin Antihipertensi (CCB) 1 x 1 gr
25 246653 47 P 21/7/2021 22/7/2021 Oral
DU : anemia + Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 3x2

125
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
transfusi, HT II CKD Antiangina
ISDN Isosorbid Dinitrat 3x5
V ESRD (Vasodilator)
Lambung Antagonis
Ranitidin Ranitidin 2 x 1 amp
H2 (Antasid) Injeksi
Lasix Furosemid Diuretik 2 x 2 amp
Vp+ Obat Luar
Lambung Antagonis
Ranitidine Ranitidin Untuk 2x1
H2 (Antasid)
Pulang
Furosemid Furosemid Diuretik 2x1
CaCo3 Kalsium karbonat Suplemen Kalsium 3x1
Vitamin dan Mineral;
Anemolat Asam Folat 1 x 2 tab
Antianemia
Obat rutin
Vitamin dan Mineral;
Inbion Inbion 1x1
Antianemia
Vit B12 Cyanocobalamin Multivitamin
Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 3 x 1 tab
Dyspnoe, Diagnosa Aminefron Asam Amino Nutrisi Parenteral 3 x 1 tab
Utama : CKD V Antiangina
ISDN Isosorbid Dinitrat 3x1
26 28555 61 L 13/8/2021 15/8/2021 ESRD, HT A II, (Vasodilator) Oral
Hyperurincemia, Vit B12 Cyanocobalamin Multivitamin 2X1
Anemia + Transfusi Folic Acid Folic Acid Vasodilator 1 x 2 tab
Aspilet Acetylcysteine Mukolitik 1 x 1 tab

126
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Amlodipine Amlodipin Antihipertensi (CCB) 1 x 10 mg
Antihipertensi (Beta
Bisoprolol Bisoprolol 1 x 1/2 tab
Blocker)
Allopurinol Alopurinol Hiperurisemia 1 x 300 mg
Furosemid Furosemid Diuretik 1 x 1 amp
Lambung Antagonis
Ranitidin Ranitidin Injeksi 2 x 1 amp
H2 (Antasid)
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 2 x 8 mg
IVFD (I. Vena Fluida)
Ringer Laktat Cairan dan Elektrolit /24 jam
AR Obat Luar
VP+
Captopril (Sl) Captopril Antihipertensi (ACEI) 25 mg
Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 2 x 2 tab
Vitamin dan Mineral;
Inbion Inbion 1x1
Antianemia
Hypoglikemia, Clonidin Clonidin Antihipertensi 3 x 1 tab
Oral
27 27693 63 L 16/8/2021 19/8/2021 Diagnosa Utama : Amlodipine Amlodipin Antihipertensi (CCB) 1 x 10 mg
HHD, CKD V ESRD ISDN Isosorbid Dinitrat 3 x 5 mg
Antihiperlipid (Agen
Simvastatin Simvastatin 1 x 20 mg
Dislipidemia)
Rebamipit Rebamipid Antirefluks Agen (PPI) 3x1
Lasix Furosemid Diuretik Injeksi 1 amp

127
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lambung Antagonis
Ranitidin Ranitidin 2x1
H2 (Antasid)
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 2 x 8 mg
Antibiotik
Ceftriaxone Ceftriaxone 1 x 2 gr
(Sefalosporin)
NB Neurobion Vitamin dan Suplemen 1x1
D40% Dextrose Nutrisi Parenteral 3 pls
Obat Luar
D10% (12 jam) [VP+] Dextrose Nutrisi Parenteral 20 tpm
Antihipertensi;
1 x 1500 mg --
Irbesartan Irbesartan Kardiovaskular
> 1 x 300 mg
(ARB)
Amlodipine Amlodipin Antihipertensi (CCB) 1 x 10 mg
Antihipertensi
Bisoprolol Bisoprolol 1 x 2,5 mg
(Beta Blocker)
Dyspnoe, DU : CKD
Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 3x1
28 663162 46 L 27/8/2021 30/8/2021 IV, HHD, T2 DM, TB Oral
Vitamin dan
Paru
Asam Folat Asam Folat Mineral; 1 x 3 tab
Antianemia
CaCO3 Kalsium karbonat Suplemen Kalsium 3x1
Gluquidon Gliquidon Antidiabetes 3 x 30 mg
Rifampicin Rifampisin Antiinfeksi 1 x 600
Isoniazid Isoniazid Antiinfeksi 1 x 300

128
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pirazinamid Pirazinamid Antiinfeksi 1 x 500
Ethambutol Ethambutol Antiinfeksi 1 x 500
Curcuma Suplemen dan Terapi
Curcuma 3x1
Xanthorrhiza Extract Adjuvan
N-ace N-Acetyl-L-Cysteine Mukolitik 3x1
Vit B1, B6, B12 dan
B6 Multivitamin 1x1
Vit E
1.0.0 (1 x 1) di
Furosemid 40 mg Furosemid Diuretik
pagi hari
Antirefluks Agent
Omeparazole Omeprazole 1x1
(PPI)
Antibiotik
Ceftriaxone Ceftriaxone 1x2
(Sefalosporin) Injeksi
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 3x4
Furosemid Furosemid Diuretik 2x1
Lantus Insulin Glargin Antidiabetes 1 x 10 ui
RL Ringer Laktat Cairan dan Elektrolit 7 tpm
Obat Luar
Novorapid Insulin Aspart Antidiabetes 10 unit
Isoniazid Isoniazid Antiinfeksi 3 x 10 mg
Glimepirid Glimepirid Antidiabetes 1 x 4 mg
29 461738 60 P 20/9/2021 24/9/2021 Dyspnoe, Bp, CHF Oral
Antiangina;
Diltiazem Diltiazem 2 x 10 mg
Antiaritmia (CCB)

129
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lisinopril Lisinopril Antihipertensi (ACEI) 1 x 10 mg
Clonidine Clonidin Antihipertensi 3 x 1 tab
Clopidogrel Clopidogrel Antiplatelet 1 x 75 mg
Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 3 x1 tab
Onoiwa Onoiwa Suplemen 1 x 1 Sach
Aminefron Asam Amino Nutrisi Parenteral 3 x 1 tab
Opilac Laksatif 3 x 1 cth
Furosemid Furosemid Diuretik 1 tab
Glimepirid Glimepirid Laksatif 1 mg
Vectrin Syr Eedosteine Mukolitik 3x1c
Azitromicin Azitromicin Antibiotik (Makrolida) 1 x 500 mg
Antibiotik
Ceftriaxone Ceftriaxone 1 x 2 gr
(Sefalosporin)
IV
Lasix Furosemid Diuretik 3 x 2 amp
Lasix Premed Furosemid Diuretik 1 amp
VP + (Venplon) Obat Luar
Domperidon Domperidon Antiemetik 3 x 10 mg
Antihipertensi;
Dypsnoe, DU : Edema Candesartan Kandesartan Kardiovaskular 1 x 16 mg
30 45635 48 P 17/9/2021 29/9/2021 Oral
Paru (ARB)
Episan Sukralfat Lambung (Antiulcerant) 3 x CI
Sprironolakton Spironolakton Diuretik 1 x 25 mg

130
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25 mg SL
Captopril Captopril Antihipertensi (ACEI)
Ekstra
Clonidine Clonidin Antihipertensi 3x1
N.Ace N-Acetyl-L-Cysteine Mukolitik 3x1
Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 3x1
Aminefron Asam Amino Nutrisi Parenteral 3x1
Amlodipin Amlodipin Antihipertensi (CCB) 1 x 5 mg
Herbesser CD 1 x 200 mg
Antihiperlipid (Agen
Simvastatin Simvastatin 1 x 10 mg
Dislipidemia)
Antiangina (CCB);
Adalat Oros Nifedipine 2 x 30 mg
Kardiovaskular
Antihipertensi (Beta
Bisoprol Bisoprolol 1 x 2,5 mg
Blocker)
Urdafalk 3x1
Antiangina 3 x 10 menjadi
ISDN Isosorbid Dinitrat
(Vasodilator) 5 mg
Antibiotik
Cefixime Cefixime 2 x 200 mg
(Sefalosporin)
1 x 1 (2x)
Albumin 25% 100 cc Human Albumin Produk Darah
IV Prelasix 1 amp
Omeprazole Omeprazole Antirefluks Agent 2 x 1 amp

131
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(PPI)
Ondancetron Ondansetron Antiemetik 3 x 8 mg
Lasix Furosemid Diuretik 3 x 2 amp
Antibiotik
Ceftriaxone Ceftriaxon 1 x 2 gr
(Sefalosporin)
Methyl Prednisolon Metiprednisolon Kortikosteroid 2 x 125 mg
Antiinflamasi
Ketorolac Ketorolac 1 amp (ekstra)
(NSAIDs)
PRC 250 ml Transfusi Darah Prelasix 1 amp
Novorapid Insulin Aspart Antidiabetes 3 x 10 ui
Ketamin Ketamin Anestesi 1x1
1 x 12, -> 1 x
Lantus Insulin Glargin Antidiabetes 18 -> 1 x 22 ->
1 x 26
Calcium Chloride,
Potassium Chloride,
/20 ppm
Asering Natrium Klorida, Elektrolit
Venplon
Sodium Acetate,
Obat Luar
Anhydrous Dextrose
Antiangina
Cedocard Isosorbid Dinitrat 2 mg/24 j/Sp
(Vasodilator)
Vp +

132
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Antiangina
Cedocard Isosorbid Dinitrat 4 mg/j/sp
(Vasodilator)
Antiangina
Cedocard Isosorbid Dinitrat 5 mg/24 j/sp
(Vasodilator)
Lasix Furosemid Diuretik 8 amp/24 j/sp
Azitromicin Azitromicin Antibiotik (Makrolida) 1 x 500 mg
Analgesik;
PCT Parasetamol 4 x 500
Antipiretik
Antihipertensi (Beta
Bisoprolol Bisoprolol 1 x 2,5
Blocker)
Antiangina
ISDN Isosorbid Dinitrat 2 x 5 mg
(Vasodilator)
Vit D3 Vitamin D Multivitamin 2 x 1000 mg
Oral
31 504168 63 L 10/9/2021 14/9/2021 CKD on HD + DM Becom. C Becom-c Vitamin dan Mineral 2x1
Zink Zink Oralit 2x1
Guaifenisin Antiasma
Fartolin syr 3 x 5 cc
Salbutamol (Bronkodilator)
Elektrolit
KSR Kalium klorida 1x1
(Hipokalemia)
Miniaspi 80 mg Acetylsalisylic Acid Analgesik; Antipiretik 1x1
N-ace N-Acetyl-L-Cysteine Mukolitik 3x1
Albumin 25 % 3x Human Albumin Produk Darah IV Prelasix

133
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Resfar Acetylcysteine Mukolitik 2 x 12,5
Heparin Heparin Antikoagulan 2 x 5000
Dexametason Dexametason Antinflamasi 1 x 1 amp
Antirefluks Agent
Omeprazole Omeprazole 2x1
(PPI)
Remdesivir Remdesivir Antivirus 1 x 100
Antibiotik
Ceftriaxone Ceftriaxone 1 x 2 gr
(Sefalosporin)
Ondancetron Ondansetron Antiemetik 3 x 8 mg
Furosemid Furosemid Diuretik 2 x1 amp
Lasix Furosemid Diuretik 2x1
D40% Dextrose Nutrisi Parenteral
Lantus Insulin Glargin Antidiabetes 1 x 10 ui
Jk GDS > 250
Novorapid Insulin Aspart Antidiabetes Obat Luar
--> 3 x 10 ui
VP+
New Diatab Attapulgite Antidiare 4 x 2 tab (Klp)
Colic Abdomen,
Cobazym Cyanocobalamin Multiivitamin 3 x 1000
Diagnosa Utama :
Lactobacillus
32 663019 38 P 20/10/2021 23/10/2021 HHD, GE tipe Lacbon Oral 3x1
sporegenes
Sekresi, CKD V
1 x 60 (4/3
ESRD ON HD Orinox Etoricoxib Antiinflamasi
hari)

134
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Antiangina
ISDN Isosorbid Dinitrat 3 x 5 mg
(Vasodilator)
Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 2 x 2 tab
Antihipertensi;
Candesartan Kandesartan Kardiovaskular 1 x 8 mg
(ARB)
Antirefluks Agent
Omeprazole Omeprazole 2 x 1 amp
(PPI)
Furosemid Furosemid Diuretik 2 x 1 amp
Lambung Antagonis
Ranitidin Ranitidin 2x1
H2 (Antasid)
Ondancetron Ondansetron Antiemetik 2 x 8 mg
Injeksi
Antibiotik
Ceftriaxone Ceftriaxone 2 x 1 gr
(Sefalosporin)
Antibiotik
Metronidazole Metronidazole 1x1
(Nitroimidazol)
Anemia (Agen
Mecobalamin Mecobalamin 1 x 1 amp
Hematopoietik)
Vp+ Obat Luar
Anemia dengan Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 2 x 2 tab
33 640136 52 L 26/10/2021 28/10/2021 transfusi PRC, HT Aminefron Asam Amino Nutrisi Parenteral Oral 3 x 1 tab
Stage II,CKD ISDN Isosorbid Dinitrat Antiangina 3 x 5 mg

135
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Vasodilator)
Vit B12 Cyanocobalamin Multivitamin 2 x 1 tab
Vitamin dan Mineral;
Inbion Inbion 1x1
Antianemia
CaCo3 Kalsium karbonat Suplemen Kalsium 3 x 500 mg
Amlodipin Amlodipin Antihipertensi (CCB) 1 x 5 mg
Lambung Antagonis
Ranitidin Ranitidin 2x1
H2 (Antasid) Injeksi
Ondancetron Ondansetron Antiemetik 2 x 8 mg
D5% Dextrose Nutrisi Parenteral 24 jam
Obat Luar
D5% Dextrose Nutrisi Parenteral 4 jam
Ondancetron Ondansetron Antiemetik 2 x 8 mg
Untuk
Lambung Antagonis
Ranitidin Ranitidin Pulang 2x1
H2 (Antasid)
Episan Sukralfat Lambung (Antiulcerant) 3 x C1
Antiangina
ISDN Isosorbid Dinitrat 3 x 10 mg
Colic Abdomen, DU : (Vasodilator)
Angina Pectoris, Clonidin Clonidin Antihipertensi 3 x 1 tab
34 514851 40 P 28/10/2021 31/10/2021 Oral
HHDN+ CHF, CKD Amlodipin Amlodipin Antihipertensi (CCB) 1 x 10 mg
on HD 1 x 10 mg -->
Lisinopril Lisinopril Antihipertensi (ACEI)
2 x 10
CPG Klopidogrel Antiplatelet 1x1

136
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 3x1
Captopril Captopril Antihipertensi (ACEI) 25 mg
Antiangina (CCB);
Adalat Oros Nifedipine 2 x 30 mg
Kardiovaskular
Anxiolitik;
Alprazolam Alprazolam 1 x 0,5 mg
Hipnotik dan Sedatif
N-Ace N-Acetyl-L-Cysteine Mukolitik 3x1
A PRS lasix Furosemid Diuretik 1 amp
Antibiotik
Ceftriaxone Ceftriaxone 1 x 2 gr
(Sefalosporin) Injeksi
Heparin Heparin Antikoagulan 2 x 5000
Dexa Dexametason Antiinflamasi 1 amp PRC
Antiangina
Cedocard Isosorbid Dinitrat 2 mg/j/sp
(Vasodilator) Obat Luar
Vp+
CPG Klopidogrel Antiplatelet 1 x 75
Antirefluks Agent
Rebamipid Rebamipid 3x1
Dyspnoe + CKD + (PPI)
35 667852 66 L 16/10/2021 22/10/2021 Anemia, DU : CHF, Antiangina Oral
ISDN Isosorbid Dinitrat 3 x 10 mg
HHD (Vasodilator)
Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 4x2
Bisoprol Bisoprolol Antihipertensi 1 x 2,5

137
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Beta Blocker)
Aminefron Asam Amino Nutrisi Parenteral 3x1
Aspilet Acetylcysteine Mukolitik 1 x 80 mg
Captopril Captopril Antihipertensi (ACEI) 3 x 6,25
V Bloc 3 x 3,125
Lambung Antagonis
Ranitidin Ranitidin 2x1
H2 (Antasid)
Lasix Furosemid Diuretik 2 x 2 amp
Ondancetron Ondansetron Antiemetik 2 x 8 mg
Antibiotik Injeksi
Ceftriaxone Ceftriaxone 1 x 2 gr
(Sefalosporin)
Anemia (Agen
Mecobalamin Mecobalamin 2x1
Hematopoietik)
Dexametason Dexametason Antiiflamasi 2x1
Emergency/24
Dextrosa 5% Dextrose Nutrisi Parenteral
Obat Luar jam
Vp+ AR/emergency
Lambung Antagonis
Ranitidin Ranitidine 2x1
H2 (Antasid)
Untuk
Lasix/Furosemid Furosemid Diuretik 1x1
Pulang
B12 Cyanocobalamin Multivitamin 2x1
Cefixime Cefixime Antibiotik 2 x 100 mg

138
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Sefalosporin)
Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 3x1
Oral
Aminefron Asam Amino Nutrisi Parenteral 3x1
Antirefluks
Lansoprazole Lansoprazole 1 amp
Agent (PPI)
Antiinflamasi
Retensi Urin, DU : Ketorolac Ketorolac 1 amp
(NSAIDs) Injeksi
36 615 73 L 19/10/2021 22/10/2021 Retensi Urin, Blood
Kalnex Asam Traneksamat Antifibrinolitik 3 x 500 mg
Clot
Cefoperazone Cefoperazone Antidiabetes 1 gr
PCT Paracetamol Analgesik; Antipiretik 3x1
AR 12/jam Ringer Laktat Elektrolit
RL Ringer Laktat Elektrolit Obat Luar 20 tpm
Tramadol Syr k/p Tramadol Analgesik (Opioid)
Spironolakton Spironolakton Diuretik 1 x 25 mg
Vip Albumin Human Albumin Produk Darah 1x1
Aminefron Asam Amino Nutrisi Parenteral 3x1
Hypoglikemia, DU : Urdafalk Urdafalk Oral 3x1
37 650621 56 L 13/10/2021 16/10/2021 DM + Hipoglikemi, Ca Laktat Calsium Laktat Cairan dan Elektrolit 3x1
CKD st V Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 3x1
N-ace N-Acetyl-L-Cysteine Mukolitik 3x1
Dexametason Dexametason Antiinflamasi 2 x amp
Injeksi
Ceftriaxone Ceftriaxone Antibiotik 1 x 2 gr

139
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Sefalosporin)
Lasix Furosemid Diuretik 2 x 1 amp
Ondancetron Ondansetron Antiemetik 3x8
Lambung Antagonis
Ranitidin Ranitidin 2x1
H2 (Antasid)
PCT Paracetamol Analgesik; Antipiretik fls 1 x extra
D10% Dextrose Nutrisi Parenteral 7 tpm
D40% Dextrose Nutrisi Parenteral 20 cc/jam/sp
Obat Luar
0,1
NE Neurobion Vitamin dan Suplemen
mikro/kg/sp
Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 2 x 2 tab
Antirefluks Agent
Lansoprazole Lansoprazole 2x1
(PPI)
Vitamin dan Mineral;
CKD, DU : CPA, Inbion Inbion 1x1
Antianemia
CLD V, HT.,
Curcuma
38 667408 29 P 19/10/2021 23/10/2021 Trombositopenia, Suplemen dan Terapi Oral
Curcuma Xanthorrhiza 3x1
Anemia dgn tranfusi Adjuvan
Extract
PRC
Furosemid Furosemid Diuretik 2x1
Vit. B Complex Cyanocobalamin Multivitamin 3x1
Antihipertensi;
Candesartan Kandesartan 1x2
Kardiovaskular

140
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(ARB)
Folic Acid Folic Acid Vasodilator 3x1
Sodium Bicarbonat Sodium Bicarbonat Elektrolit; Antasid 3x1
Calsium Laktat Clasium Laktat Cairan dan Elektrolit 3x1
Antibiotik
Cefixime Cefixime 2 x 200
(Sefalosporin)
Antihipertensi
Bisoprolol Bisoprolol 1 x 1/2
(Beta Blocker)
PCT Paracetamol Analgesik; Antipiretik 3 x 500 mg
Ondancetron Ondansetron Antiemetik 2 x 8 mg
Furosemid Furosemid Diuretik 2 x 2 amp
PCT Paracetamol Analgesik; Antipiretik Injeksi 2 x 1 flash
Ondancetron Ondansetron Antiemetik 2 x 8 mg
Venplon +
Trombopop Gel Trombopop Gel Obat Luar
Aff
Antiangina
ISDN Isosorbid Dinitrat 3x1
(Vasodilator)
Dyspnoe, AP, CHF, Amlodipin Amlodipin Antihipertensi (CCB) 1 x 10 mg
39 52614 66 P 10/10/2021 13/10/2021 Oral
BP Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 3x1
Lisinopril Lisinopril Antihipertensi (ACEI) 1 x 10 mg
Episan Sukralfat Lambung (Antiulcerant) 3 x C1

141
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Antihipertensi;
Irbesartan Irbesartan Kardiovaskular 1 x 300 mg
(ARB)
Clopidogrel Clopidogrel Antiplatelet 1 x 75 mg
Antihipertensi
Carvedilol Carvedilol 1 x 6,25 mg
(Beta Blocker)
Furosemid tab Furosemid Diuretik 1 x 40 mg
Ondancetron Ondansetron Antiemetik 2 x 4 mg (tab)
Vectrin Eedosteine Mukolitik 3 x C1
Antipsikotik;
Haldol Halo Peridol 1 x 0,5 mg
Antivertigo
Clonidin Clonidin Antihipertensi 2x1
Antirefluks Agent
Omeprazole extra Omeprazole
(PPI)
Metoclopramide Metoclopramide Antiemetik 3 x 10 mg
Lasix Furosemid Diuretik 3 x 2 amp
Antibiotik
Ceftriaxone Ceftriaxone Injeksi 1 x 2 gr
(Sefalosporin)
Lambung Antagonis
Ranitidin Ranitidin 2x1
H2 (Antasid)
Ondacentron Ondansetron Antiemetik 3 x 8 mg
Novomix Insulin Aspart Antidiabetes 3 x 8 ui

142
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Heparin Heparin Antikoagulan 2 x 5000 ui
Vp+
Obat Luar
Heparin Heparin Antikoagulan 1 x 5000 iu
Azitromicin Azitromicin Antibiotik (Makrolida) 1 x 500 mg
N-ace N-Acetyl-L-Cysteine Mukolitk 3 x 200 mg
Euphilin Euphylin Retard 2 x 62,5 mg
Oseltamivir/Lovipia Oseltamivir Antivirus 2 x 2 tab
Becom z Becom-z Vitamin Mineral 1x1
Vit D 3 Vitamin D Multivitamin 1 x 1000
Sukralfat syr Sukralfat syr Lambung (Antiulcerant) 3x1
Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 2x2
Covid-19
Aminefron Asam Amino Nutrisi Parenteral Oral 3x1
terkonfirmasi,
40 552924 57 L 14/10/2020 20/10/2020 Simarc Warfarin Antikoagulan 1 x 2 mg
Komplikasi : HHD,
Calgae Vitamin D Multivitamin 2x1
DM, CKD
Antiangina
ISDN Isosorbid Dinitrat 3 x 5 mg
(Vasodilator)
Hidroloruquine Hidroloroquine Antiinfeksi 1 x 200 mg
Antirefluks Agent
Lansoprazole Lansoprazole 2x1
(PPI)
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 2x1
Lambung Antagonis
Ranitidin Ranitidin Injeksi 1 amp
H2 (Antasid)

143
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Antirefluks Agent
Lansoprazole Lansoprazole 2x1
(PPI)
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 2 x 8 mg
Antibiotik (Beta
Meropenem Meropenem 2x1
Laktam)
D5% Dextrose Nutrisi Parenteral Obat Luar 6 tpm
PCT Paracetamol Analgesik; Antipiretik 3 x 500
Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 3x1
Aminefron Asam Amino Nutrisi Parenteral 3x1
Mycostatin Mycostatin Antijamur 4 x 1 cc
Azitromicin Azitromicin Antibiotik (Makrolida) 1 x 500 mg
Oral
Sukralfat Sukralfat Lambung (Antiulcerant) 3x1c
Antihipertensi
Bisoprolol Bisoprolol 1 x 2,5 mg
(Beta Blocker)
41 669746 55 P 8/11/2021 10/11/2021 Colic Abdomen
CPG Klopidogrel Antiplatelet 1X1
NaCe N-Acetyl-L-Cysteine Mukolitk 3x1
Antibiotik
Ceftriaxone Ceftriaxone 1 x 2 gr
(Sefalosporin)
Lambung Antagonis
Ranitidine Ranitidin Injeksi 2 x 1 amp
H2 (Antasid)
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 3 x 8 mg
Keterolac Ketorolac Antiinflamasi 1 amp

144
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(NSAIDs)
Furosemid Furosemid Diuretik 2 x 1 amp
AR Ringer Laktat Elektrolit Obat Luar 12 jam
Captopril Captopril Antihipertensi (ACEI) 25 mg
Antihipertensi;
Candesartan Kandesartan Kardiovaskular 1 x 16 mg
(ARB)
Amlodipin Amlodipin Antihipertensi (CCB) 1 x 10 mg
Clonidin Clonidin Antihipertensi 2 x 0,15 mg
Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 3 x 2 tab
Vitamin dan Mineral;
Asam Folat Asam Folat 3 x 1 tab
Antianemia
Dypsnoe, DU : CKD Oral
42 670904 49 P 20/11/2021 27/11/2021 Kalsium Karbonat Kalsium Karbonat Suplemen kalsium 3 x 1 caps
on HD
Antiangina
ISDN Isosorbid Dinitrat 3 x 10 mg
(Vasodilator)
Guaifenisin Antiasma
Fartolin 3 x 5 ml
Salbutamol (Bronkodilator)
Diagit Attapulgite Antidiare 3 x 2 tab
Sinbio/lacto-B Lactobacillus 3x1
Antibiotik
Metronidazole tab Metronidazole 3 x 500
(Nitroimidazol)
Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid Injeksi 60 meq bolus

145
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 3 x 4 mg
Antirefluks Agent
Omeprazole Omeprazole 1 x 1 amp
(PPI)
Antibiotik
Ceftriaxone Ceftriaxone 1 x 2 gr
(Sefalosporin)
Furosemid Furosemid Diuretik 2 amp
Hyoscine
Gitas Antipasmodik 2 x 1 amp
Butylbromide
Lasix Furosemid Diuretik 5 mg/j/sp
Antiangina
IVFD Cedocard Isosorbid Dinitrat 2 mg/j/sp
(Vasodilator) Obat Luar
Antiasma
Nebu Nebulizer 3 x /hr
(Bronkodilator)
Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 2x2
Becom Zet Becom-z Vitamin dan Mineral 1x1
Oseltamivir Oseltamivir Antivirus Oral 2 x 75 mg
Azitromicin Azitromicin Antibiotik (Makrolida) 1 x 500 mg
CKD, GERD, Covid
43 641084 68 P 23/11/2021 2/11/2021 Captopril Captopril Antihipertensi (ACEI) 25
19 terkonfirmasi
Antirefluks Agent
Lansoprazole Lansoprazole 2x1
(PPI)
Injeksi
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 2x8
Ceftriaxone Ceftriaxone Antibiotik 1 x 2 gr

146
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Sefalosporin)
1 x 200 --> 1 x
Remdesivir Remdesivir Antivirus
100
Dexametason Dexametason Antiinflamasi 2x1
Antibiotik (Beta
Meropenem Meropenem 3 x 1 gr
Laktam)
Tesfer Tesfer 8 cc/12 jam
Vp+
10.000 ui/12
Heparin Heparin Antikoagulan Obat Luar
j/sp
Octalbin Octalbin Hipoalbuminemia 25%
Antiangina (CCB);
Adalat Oros Nifedipin 2 x 30 mg
Kardiovaskular
Lisinopril Lisinopril Antihipertensi (ACEI) 2 x 10 mg
Azitromicin Azitromicin Antibiotik (Makrolida) 1 x 500 mg
Dyspnoe, DU : HHD Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 3x1
44 421706 31 P 8/11/2020 10/11/2020 + CHF, BP, CKD st V Clonidin Clonidine Antihipertensi Oral 3x1
on HD CPG Klopidogrel Antiplatetelet 1x1
Antiasma
Ataroc Syr Prokaterol HCL 3 x 5 ml
(Bronkodilator)
Antiangina
ISDN Isosorbid Dinitrat 3 x 10 mg
(Vasodilator)

147
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Antihiperlipid (Agen
Lactas Calsium Lactas Calsium 3x1
Dislipidemia)
Lasix Furosemid Diuretik 3 x 2 amp
Lambung Antagonis
Ranitidine Ranitidin Injeksi 2 x 1 amp
H2 (Antasid)
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 3 x 8 mg
Vp+ Obat Luar
Episan Sukralfat Lambung (Antiulcerant) 3 x 1 cth
Antiangina
ISDN Isosorbid Dinitrat 3 x 5 mg
(Vasodilator)
Clopidogrel Clopidogrel Antiplatelet 1x1
Oral
Latulac Latulac Laksatif 3x1
Urdafalk Urdafalk 3x1
Obs. Chest Pain ( Amlodipin Amlodipin Antihipertensi (CCB) 1 x 10
45 671975 42 L 4/12/2021 06/12/2021 Nyeri Dada) , Azitromisin Azitromicin Antibiotik (Makrolida) 1 x 500 mg
Diagnosa Utama : Ap Antibiotik
Ceftriaxone Ceftriaxone 1 x 2 gr
(Sefalosporin)
Lasix Furosemid Diuretik 2 x 1 amp
Lambung Antagonis Injeksi
Ranitidin Ranitidin 2 x 1 amp
H2 (Antasid)
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 3 x 8 mg
Paracetamol Parasetamol Analgesik; 1 Flash Eks

148
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Antipiretik
RL/24 Jam Ringer Laktat Elektrolit
Obat Luar
VP +
Amlodipin Amlodipin Antihipertensi (CCB) 1 x 5 mg
Valsatran Valsatran Antihipertensi (ARB) 1 x 80 mg
Antihipertensi (Beta
Bisoprolol Bisoprolol 1 x 1/2 tab
Blocker)
Asam Tranexamat Asam Traneksamat Antifibrinolitik Oral 3 x 500 mg
Esilgan (m) Esilgan Hipnotik Sedatif 1 x 1 mg
Analgesik (Opioid);
Codein HCL 20 Kodein 3x1
Antitusif
Hemiparesis, HT
Theobron Theobron Asma Bonkial 3 x 5 ml
Emergency, Diagnosa
46 550271 62 L 11/12/2021 13/12/2021 Antibiotik
Utama: HHD, Infeksi Cefixime Cefixime 2x1
(Sefalosporin)
Bacterial, Hemopysis Untuk
Antirefluks Agent
Lansoprazol Lansoparazole Pulang 2x1
(PPI)
Kalnex 500 mg Asam Traneksamat Antifibrinolitik k/p 3 x 1
Antibiotik
Ceftriaxone Ceftriaxone 1 x 2 gr
(Sefalosporin)
Asam Tranexamat Asam Traneksmat Antifibrinolitik Injeksi 1 amp
Vit K Vitamin K Multivitamin 1 amp
Ranitidin Ranitidin Lambung Antagonis 2x1

149
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
H2 (Antasid)
Kalnex Asam Traneksamat Antifibrinolitik 3 x 1 amp k/p
Nebu Ventolin Nebulizer
Obat Luar
AR/ 20 tpm Ringer Laktat Elektrolit /24 jam
Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 2 x 2 tab
Antiangina
ISDN Isosorbid Dinitrat 3 x 5 mg
(Vasodilator)
Vitamin dan Mineral;
Inbion/Hemobion Inbion 1x1
Antianemia Oral
CPG Klopidogrel Antiplatelet 1x1
Simarc Warfarin Antikoagulan 1 x 1 mg
Hypoglikemia, Pioglitazone Pioglitazone Antidiabetes 1 x 15 mg
Diagnosa Utama : Captopril Captopril Antihipertensi (ACEI) 25 mg
47 4459 65 P 13/12/2021 18/12/2021
HHD, EPA,CKD V Amlodipin Amlodipin Antihipertensi (CCB) Untuk 1 x 10 mg
ESRD, DM II Clonidin Clonidin Antihipertensi Pulang 3 x 1/2
Lansoprazol Lansoprazole Antirefluks Agen (PPI) 2x1
D 40% Dextrose 3 fls
Levofloxacin Levofloksasin Antibiotik (Quinolon) 1 x 500 mg
Injeksi
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 2 x 8 mg
Albuminar 25% Human Albumin Produk Darah premed on HD
Octalbin Octalbin Hipoalbuminemia 25%
D10%/emg Dextrose Nutrisi Parenteral Obat Luar -> Vp +

150
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bicnat Sodium Bicarbonate Sodium Bicarbonate 2x2
Lambung Antagonis
Ranitidin Ranitidine 2x1
H2 (Antasid)
Antihipertensi;
Losartan Losartan 1x1
(ARB)
Antihipertensi (Beta
Bisoprolol Bisoprolol 1 x 1/2 tab
Blocker)
Betahistin Betahistin Mesilate Antivertigo 3x1
Flunarizin Flunarizin Antihipertensi (CCB) 2 x 10 mg
Meptin Meptin Bronkodilator Oral 3 x 5 ml
Hiperpirexia, DU:
EPA, CHF + CKD, Analgesik;
PCT Parasetamol 4 x 500 mg
48 309265 50 P 20/12/2021 23/12/2021 Antipiretik
HHD, BP, Anemia,
Attaroc Procaterol HCL Bronkoodilator 3 x 5 ml
Dyspepsia
Antiangina
ISDN Isosorbid Dinitrat 3x5
(Vasodilator)
Ascardiat Acetylcysteine Analgesik 1x1
Antirefluks Agent
Lansoprazole Lansoprazole 2x1
(PPI)
Domperidon Domperidon Antiemetik 3 x 10 mg
Lasix Furosemid Diuretik 2 x 2 amp
Analgesik;
PCT Flash Paracetamol Injeksi 2 x 1 (IGD)
Antipiretik
Ranitidin Ranitidin Lambung Antagonis 2 x 1 (IGD)

151
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
H2 (Antasid)
Antibiotik
Ceftriaxone Ceftriaxone 2x1
(Sefalosporin)
Dexametason Dexametason Antininflamasi 3 x 1 (IGD)
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 3 x 8 mg
D5%/emergency (emg) Dextrose Nutrisi Parenteral Obat Luar
Antihipertensi
Bisoprolol Bisoprolol 1 x 2,5 mg
(Beta Blocker)
Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 3x1
Vitamin dan Oral
As. Folat Asam Folat Mineral; 3x1
Antianemia
Sepsis, Ulkus
CaCO3 Kalsium karbonat Suplemen Kalsium 3x1
dekubitis, CKD on
49 609531 79 L 7/12/2021 8/12/2021 HD, Anemia, DM
Meropenem Meropenem Antibiotik (Beta 2x1
Tipe II,
Laktam)
Hipoalbuminemia
Antirefluks Agent
Omeprazol Omeprazole 2x1
(PPI) Injeksi
Citicolin Citicolin Vitamin Saraf 2 x 500 mg
Antibiotik
Metronidazole Metronidazole 3 x 500 mg
(Nitroimidazol)
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 3 x 4 mg

152
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
NS 0,9% Natrium Klorida Elektrolit 14 tpm
Insulin Insulin Cairan Elektrolit Obat luar 2 unit/jam
NS nitrat s/d 0,1 micro Natrium Korida Cairan dan Elektrolit
Amlodipin Amlodipin Antihipertensi (CCB) 1 x 10 mg
Clonidin Clonidin Antihipertensi 2 x 1 --> 3 x 1
Antiangina
ISDN Isosorbid Dinitrat 3 x 10 mg
(Vasodilator)
CPG Klopidogrel Antipatelet 1 x 1 (Sr)
Lisinopril Lisinopril Antihipertensi (ACEI) 1 x 10 mg
Oral
Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 3x1
Antiangina (CCB);
Adalat Oros Nifedipine 2 x 30 mg
Kardiovaskular
50 314504 55 L 16/12/2021 18/12/2021 CKD on HD, DU : Bp Antipsikotik;
Haldol Halo Peridol 1 x 0,5
Antivertigo
Sucralfat Sukralfat Lambung (Antiulcerant) 3 x CI
Heparin Heparin Antikoagulan 2 x 5000
Lasix Furosemid Diuretik 3 x 2 amp
Antibiotik
Ceftriaxone Ceftriaxone 1 x 2 gr
(Sefalosporin) Injeksi
Lambung Antagonis
Ranitidine Ranitidin 2 x 1 amp
H2 (Antasid)
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 3 x 8 mg

153
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Antiinflamasi
Ketorolac Ketorolac 1 amp
(NSAIDs)
Antiangina
Cedocard Isosorbid Dinitrat 2 mg/j/sp
(Vasodilator) Obat Luar
VP +
Vectrin Eedosteine Mukolitik 3 x 5 ml
Antihipertensi (Beta
Bisoprolol Bisoprolol 1 x 1/2
Blocker)
Bicarbomat Bikarbonat Elektrolit; Antasid 3 x 1 tab
Antihiperlipid (Agen
Lactas Calsius Lactas Calsium 2 x 1 tab
Dislipidemia)
Clonidine Clonidin Antihipertensi 3 x 1 tab
HT. Emergency, Amlodipin 10 mg Amlodipin Antihipertensi (CCB) 1 x 1 tab
51 573826 42 P 19/12/2021 23/12/2021 CKD, DU : HHD+ Antiangina Oral
ISDN 5 mg Isosorbid Dinitrat 3 x 2 tab
CHF (Vasodilator)
Allopurinol 100 mg Alopurinol Hiperurisemia 1x1
Antiinflamasi
Capcam Meloxicam 2x1
(Kortikosteroid)
Lambung
Inpepsa Sukrafat 3 x CI
(Antiulcerant)
Betahistin Betahistin Mesilate Antivertigo 3x1
Flunarizin Flunarizin Antihipertensi (CCB) 2 x 10 mg

154
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Furosemid Furosemid Diuretik 2 x 2 amp
Antibiotik
Ceftriaxone Ceftriaxone 1 x 2 gr
(Sefalosporin)
Injeksi
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 3 x 8 mg
Lambung Antagonis
Ranitidin Ranitidin 2 x1 amp
H2 (Antasid)
NaCl 0,9% Natrium Klorida Cairan dan Elektrolit 6 tpm
Obat Luar
Vp+
Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 4 x 2 tab
Clonidin Clonidin Antihipertensi 3x1
Amlodipin Amlodipin Antihipertensi (CCB) 1 x 10 mg
Oral
Aminofren Asam Amino Nutrisi Parenteral 3x1
Antiangina
ISDN Isosorbid Dinitrat 3 x 10 mg
Hypoglikemia, DU : (Vasodilator)
CKD V ESRD, HHD, Dexametason Dexametason Antiinflamasi 1/2 amp extr
52 61970 57 L 14/12/2021 18/12/2021
Anemia dengan Analgesik;
Pct Extra Paracetamol
transfusi PRC Antipiretik
Lambung Antagonis
Ranitidin Ranitidin Injeksi 2 x 1 amp
H2 (Antasid)
Antibiotik
Ceftriaxone Ceftriaxone 2 x 1 gr
(Sefalosporin)
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 2 x 8 mg

155
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Furosemid Furosemid Diuretik 2 x 1 amp
Antiangina
Cedocard Isosorbid Dinitrat 2 mg/jam
(Vasodilator) Obat Luar
D5% Dextrose 7 tpm/mnt
Antihipertensi;
Candesartan Kandesartan Kardiovaskular 1 x 10 mg
(ARB)
Allopurinol Allopurinol Hiperurisemia 1 x 100 mg
Gliquidon Gliquidon Antidiabetes 3x1
Ca Laktat Calsium Laktat Cairan dan Elektrolit 2x1
Clopidogrel Clopidogrel Antiplatelet 1 x 1 tab
Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 3x1
Dyspnoe, DU : HHD,
Aminefron Asam Amino Nutrisi Parenteral 3x1
53 4179 64 P 2/12/2021 17/12/2021 CHF, CKD st V on Oral
Azitromisin Azitrimicin Antibiotik (Makrolida) 1 x 500 mg
HD
Clonidin Clonidin Antihipertensi 2 x 1/2 tab
Attaroc Procaterol HCL Bronkodilator 3 x 5 mL
Antiangina (CCB);
Adalat Oros Nifedipin 2 x 30 mg
Kardiovaskular
Amlodipin Amlodipin Antihipertensi (CCB) 1 x 10 mg
Lactulax/Opilac Syr Lactulose Laksatif 2x1c
Digoxin Digoksin Jantung (Kardio 1 x 1 tab
PCT Paracetamol Analgesik; 3 x 500

156
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Antipiretik
Antipsikotik;
Haldol Halo Peridol 1 x 0,5
Antivertigo
FG Troches Fradyomicin Sulfate Antibiotik 3x1
Antiangina
ISDN Isosorbid Dinitrat 3 x 5 mg
(Vasodilator)
Mertigo Mertigo Vertigo 2x1
Granisetron Granisetron Antiemetik 1 x 3 gr
Anemia (Agen
Mecobalamin Mecobalamin 2 x 1 tab
Hematopoietik)
Urispas Antispasmodik 2x1
Flunarizin Flunarizin Antihipertensi (CCB) 2 x 10 mg
Spironolakton Spironolakton Diuretik 1 x 25 mg
Kalxetin Fluoxetin Antidepresan 1 x 10 mg
Antibiotik
Ceftriaxone Ceftriaxone 1 x 2 gr
(Sefalosporin)
Furosemid Furosemid Diuretik 3 x 2 amp
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 3 x 8 mg
Injeksi
Lambung Antagonis
Omeprazol/Ranitidin Ranitidine 2 x 1 amp
H2 (Antasid)
Lasix Furosemid Diuretik 1 amp premed
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 3x8

157
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Citicolin Citicolin Vitamin Saraf 2 x 500 mg
Metoclopramid Metoclopramid Antiemetik 3 x 10
Antiangina
Cedocard Isosorbid Dinitrat 4 mg/jam/sp
(Vasodilator)
Albumin 25 % Human Albumin Produk Darah Obat luar
Yall Extra 1x
Vp+
Antirefluks Agent
Rebamipid Rebamipid 3x1
(PPI)
Antiangina
Imdur Isosorbid Mononitrat 1 x 30 mg
(Vasodilator) Oral
Sucralfat Sucralfat Lambung (Antiulcerant) 4x1c
Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 2x2
Anemia, Diagnosa
Aminefron Asam Amino Nutrisi Parenteral 3x1
Utama : EPA, CKD V
54 653962 58 L 4/12/2021 11/12/2021 2 x 1/4 2 hari
ESRD, HHD, Gout Metil Prednisolon Metilprednisolon Kortikosteroid
saja
Arteritis
Antirefluks Agent
Omeprazole Omeprazole 2x1
(PPI)
Injeksi
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 2 x 8 mg
Antibiotik
Ceftriaxone Ceftriaxone 1 x 2 gr
(Sefalosporin)
Vit K Vitamin K Multivitamin 3x1

158
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kalnex Asam Traneksamat Antifibrinolitik 3 x 500 mg
Furosemid Furosemid Diuretik 2 x 1 amp
Ca Glukonat Kalsium Glukonat Mineral dan Elektrolit saat HD
AR/emg -> Ringer Laktat Elektrolit AR/12 jam
Obat Luar
Venplon +
Recolfar Cholcicine Urikusorik; Antigout 3x1
Furosemid Furosemid Diuretik 1x1
Antibiotik
Cefixime Cefixime 2 x 100 mg
(Sefalosporin) Untuk
Antirefluks Agent Pulang
Omeprazole Omeprazole 2x1
(PPI)
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 2 x 8 mg
Valsatran Valsatran Antihipertensi (ARB) 1 x 80 mg
Amlodipin Amlodipin Antihipertensi (CCB) 1 x 10 mg
Antiangina
ISDN Isosorbid Dinitrat 3 x 10 mg
(Vasodilator)
Clonidin Clonidin Antihipertensi 3x1
Dyspnoe, DU : CKD
55 273459 43 L 5/12/2021 9/12/2021 Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid Oral 4 x 2 tab
On HD + HHD
CPG Klopidogrel Antiplatelet 1x1
Antihiperlipid (Agen
Simvastatin Simvastatin 1 x 20
Dislipidemia)
Bisoprolol Bisoprolol Antihipertensi (Beta 1x1

159
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Blocker)
Antirefluks Agent
Rebamipid Rebamipid 3x1
(PPI)
Antiangina (CCB);
Nifedipin Nifedipin 1 sl extra
Kardiovaskular
Antihipertensi;
Candesartan Kandesartan Kardiovaskular 1 x 16 mg
(ARB)
Antibiotik
Cefixime Cefixime 2 x 100 mg
(Sefalosporin)
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 2 x 8 mg
Lambung Antagonis
Ranitidin Ranitidin 2x1
H2 (Antasid)
Furosemid Furosemid Diuretik 1 amp
Antibiotik
Ceftriaxone Ceftriaxone 1 x 2 gr
(Sefalosporin)
Ondansetron Ondansetorn Antiemetik 2 x 8 mg
Injeksi
Lambung Antagonis
Ranitidin Ranitidin 2x1
H2 (Antasid)
Anemia (Agen
Mecobalamin Mecobalamin 1 x 1 bolus
Hematopoietik)
IVFD VP+ Obat Luar

160
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Antiangina
Cedocard 2 mg/j/sp Isosorbid Dinitrat 4 mg/j/sp
(Vasodilator)
Lasix Furosemid Diuretik 4 amp/j/sp
Bicnat Sodium Bicarbonate Elektrolit; Antasid 2x2
Antirefluks Agent
Rebamipid Rebamipid 3x1
(PPI)
Clonidin Clonidin Antihipertensi 3x1
Antiangina (CCB);
Adalat Oros Nifedipin 1x1
Kardiovaskular
Antiangina (CCB);
Nifedipin Nifedipin 1 x 10 mg
Kardiovaskular
Antiangina
ISDN Isosorbid Dinitrat Oral 3 x 5 mg
56 442473 43 P 3/12/2021 8/12/2021 CKD on HD (Vasodilator)
Clopidogrel Clopidogrel Antiplatelet 1 x 75 mg
Antihipertensi;
Candesartan Kandesartan Kardiovaskular 1 x 8 mg
(ARB)
Curcuma
Suplemen dan Terapi
Curcuma Xanthorrhiza 2 x 1 tab
Adjuvan
Extract
Amlodipin Amlodipin Antihipertensi (CCB) 1 x 10 mg
Ranitidin Ranitidin Lambung Antagonis Injeksi 2x1

161
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
H2 (Antasid)
Antibiotik
Ceftriaxone Ceftriaxone 1 x 2 gr
(Sefalosporin)
Lasix Furosemid Diuretik 2 amp
Ondansetron Ondansetron Antiemetik 2 x 8 mg
Furosemid Furosemid Diuretik 2 x 2 amp
Vp+
Obat Luar
Pirovel Gel Piroxicam Antiinflamasi

162
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Anda mungkin juga menyukai